HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA Skripsi

  i

  HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA Skripsi

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Disusun Oleh :

  Ratna Ayu Pratama 089114140 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 SKRIPSI

  

HUBUNGAN ANTARA GAYA KELEKATAN DEWASA DENGAN

KONFORMITAS PADA REMAJA

Ratna Ayu Pratama

  

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara gaya kelekatan dewasa (adult attachment style) dengan konformitas pada remaja.

Hipotesis pada penelitian ini ada 4 yaitu ada hubungan negatif antara gaya kelekatan secure,

fearful dan dismissing dengan konformitas pada remaja dan ada hubungan positif antara gaya

kelekatan preoccupied dengan konformitas pada remaja. Subjek penelitian ini adalah 153 remaja

di Yogyakarta yang dipilih dengan metode Simple Random Sampling. Data diperoleh dengan skala

gaya kelekatan (Griffin & Bartholomew, 1994) serta skala konformitas oleh peneliti. Analisis data

menggunakan analisis korelasi Spearman Rank dan hasil menunjukkan bahwa terdapat 2 hipotesis

diterima dan 2 hipotesis ditolak. Hipotesis diterima yaitu ada hubungan positif yang signifikan

antara gaya kelekatan preoccupied dan ada hubungan negatif yang signifikan antara gaya

kelekatan dismissing dengan konformitas pada remaja. Hipotesis ditolak yaitu ada hubungan

negatif yang tidak signifikan antara gaya kelekatan secure dengan konformitas pada remaja dan

ada hubungan positif signifikan antara gaya kelekatan fearful dengan konformitas pada remaja. Kata kunci : gaya kelekatan dewasa, konformitas, remaja.

  v

  

CORRELATION BETWEEN ADULT ATTACHMENT STYLE WITH

CONFORMITY IN ADOLESCENT

Ratna Ayu Pratama

ABSTRACT

  The study is a correlational quantitative research aimed to determine the relationship

between adult attachment style and conformity in adolescent. Four hypotheses are negative

correlation between secure, fearful, dismissing attachment style with conformity in adolescent and

positive correlation between preoccupied attachment style with conformity in adolescent. Subjects

were 153 adolescents in Yogyakarta selected by simple random sampling method. Data obtained

with attachment style scale (Griffin & Bartholomew, 1994) and conformity scale. Data analysis

using Spearman Rank correlation analysis and the results showed that 2 hypotheses are accepted

and 2 hypotheses are rejected. Two accepted hypotheses are positive significant correlation

between preoccupied attachment style and conformity in adolescent; and significant negative

correlation between dismissing attachment style and conformity in adolescent. Rejected

hypotheses are insignificant negative correlation between secure attachment style and conformity

in adolescent; and positive significant correlation between fearful attachment style and conformity

in adolescent. Keywords: adult attachment style, conformity, adolescent.

  vi

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus atas segala rahmat yangdiberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa psikologi. Penulis memiliki keyakinan yang besar kepada Tuhan dan bertekun untuk menyelesaikan tugas akhir ini meskipun banyak halangan dan kesulitas yang telah penulis alami selama proses penyelesaian tugas akhir ini. Dengan semangat dan keyakinan ini, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “Hubungan Antara Gaya Kelekatan Dewasa dengan Konformitas pada Remaja”. penulis juga menyedari bahwa selain keyakinan akan Tuhan, ada banyak orang yang telah membantu penulisan skripsi dan dalam kehidupan penulis selama menimba ilmu di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan warna-warni untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mereka adalah:

  1. Bapak Carolus Wijoyo Adinugroho selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan kesabarannya

  2. Ibu Sylvia Carolina Yuniarti Murtisari, S.Psi., M.si. selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan.

  3. Suster Lidwina TA, FCJ, MA. Selaku dosen Psikologi atas waktu dan tenaga untuk membantu memberikan referensi jurnal, pencetus ide skripsi dan waktu diskusi yang diberikan peneliti dari awal sampai akhir. viii

  4. Semua dosen dan karyawan (mas Gandung, mas Doni, Pak Gik) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang mendampingi dan membantu selama masa studi.

  5. Keluarga penulis Bapak, Ibu, adikku Bagus Reinaldi atas doa dan semangat yang tidak berhenti sampai kapanpun.

  6. Sahabatku “ Kepompong “ Ndut, Dewi, Patrick, Ayu atas suka dan duka, canda tawa, kebodohan-kebodohan kita dan kenangan-kenangan kita selama 5 tahun ini. 7. 10 years of friendship and still counting, sahabat lamaku Pauline Larissa,

  Indah Kristianti, Metta Wardhani, Dina Kristiana Dewi atas persahabatan yang tidak berhenti.

  8. Sahabat SMA Taviana Pambayun, Arif Wihananto, Septemberia, Cae yang tetap memberikan dukungan untuk cepat menyelesaikan studi.

  9. Teman-teman Psikologi angkatan 2008 khususnya kelas D dan berbagai angkatan atas dinamika yang telah berjalan selama masa studi.

  10. And last but not least, Ndole - Bonavantura Dinar Dwi Putra yang selalu memberikan dukungan dan cinta kasihnya dan tempat untuk berbagi masa- masa sulit selama 4 tahun and forever to go. ix x Penulis juga menyadari ketidaksempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini.

  Yogyakarta, Penulis

  Ratna Ayu Pratama

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................................... v

  

ABSTRACT ...................................................................................................................... vi

  HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvi

  BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 9 xi

  BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................... 11 A. Remaja .......................................................................................................... 11

  1. Definisi Remaja ...................................................................................... 11

  2. Karakteristik Perkembangan Remaja ...................................................... 12

  B. Konformitas .................................................................................................. 15

  1. Definisi Konformitas .............................................................................. 15

  2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas ................................... 16

  3. Alasan-alasan melakukan Konfomitas .................................................... 17

  4. Aspek-aspek Konformitas ....................................................................... 19

  5. Konformitas pada Remaja ....................................................................... 20

  C. Gaya Kelekatan dewasa (Adult Attachment Style) ........................................ 21

  1. Definisi Kelekatan .................................................................................. 21

  2. Definisi Gaya Kelekatan pada orang dewasa .......................................... 23

  3. Macam-macam Gaya Kelekatan ............................................................. 24

  D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Kelekatan Dewasa Dengan Konfomitas pada Remaja .............................................................................. 29

  E. Hipotesis ....................................................................................................... 34

  F. Bagan penelitian ............................................................................................ 35

  1. Bagan gaya kelekatan aman (secure attachment) dengan konformitas pada remaja ......................................................................... 36

  2. Bagan gaya kelekatan terpreokupasi (preoccupied attachment) dengan konformitas pada remaja ............................................................ 37 xii

  3. Bagan gaya kelekatan takut-menghindar (fearful attachment) dengan konformitas pada remaja ............................................................ 38

  4. Bagan gaya kelekatan menolak (dismissing attachment) dengan konformitas pada remaja ......................................................................... 39

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 40 A. Jenis Penelitian .............................................................................................. 40 B. Identifikasi Variabel ...................................................................................... 40 C. Definisi Operasional ..................................................................................... 41 D. Subjek Penelitian .......................................................................................... 42 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ............................................................ 43 F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ............................................... 48

  1. Uji Validitas ............................................................................................ 48

  2. Pelaksanaan Uji Coba dan Seleksi Item .................................................. 50

  3. Uji Reliabilitas ........................................................................................ 52

  G. Metode Analisis Data .................................................................................... 54

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 55 A. Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. 55 B. Deskripsi Subjek dan Data Penelitian ........................................................... 56 C. Deskripsi Statistik Data Penelitian ................................................................ 57 D. Hasil penelitian ............................................................................................. 59

  1. Uji Asumsi Penelitian ............................................................................. 59

  a. Uji Normalitas ................................................................................... 59

  b. Uji Linearitas .................................................................................... 60 xiii

  xiv

  2. Uji Hipotesis ........................................................................................... 61

  E. Pembahasan ................................................................................................... 64

  1. Hipotesis diterima ................................................................................... 64

  2. Hipotesis ditolak ..................................................................................... 67

  BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 75 A. Kesimpulan ................................................................................................... 75 B. Saran ............................................................................................................. 75 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 77 LAMPIRAN .................................................................................................................... 81

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1 : Bagan 4 model gaya kelekatan menurut Bartholomew& Horowitz (1990) dalam Feeney & Noller (1996) ................................................... 28

  Tabel 2 : Respon dan Skor Item-item pada Gaya Kelekatan .............................. 44 Tabel 3 :Blueprint Skala Gaya Kelekatan Sebelum Uji Coba ............................ 45 Tabel 4 : Respon dan Skor Item-item Favorable pada Skala Konformitas ......... 47 Tabel 5 : Blueprint Skala Konformitas Sebelum Uji Coba .................................. 47 Tabel 6 : Blueprint Skala Gaya Kelekatan Setelah Uji Coba .............................. 51 Tabel 7 : Blueprint Skala Konformitas Setelah Uji Coba .................................... 52 Tabel 8 : Deskripsi Usia dan Pendidikan saat ini pada Subjek ............................ 57 Tabel 9 :Deskripsi Statistik Data Variabel Gaya Kelekatan dan

  Konformitas ......................................................................................... 58 Tabel 10 : Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test ............................... 59 Tabel 11 : Uji Linearitas

  • Test for Linearity ........................................................ 61 Tabel 12 : Uji Hipotesis dengan Non-Parametrik
  • Spearman’s Rho ................... 62 xv

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 : Skala Gaya Kelekatan Dewasa dan Konformitas sebelum Uji Coba ...................................................................................... 82

  Lampiran 2 : Skala Gaya Kelekatan Dewasa uji coba ketiga ........................ 94 Lampiran 3 : Skala Gaya Kelekatan Dewasa dan Konformitas setelah

  Uji Coba ...................................................................................... 101 Lampiran 4 : Uji Reliabilitas ........................................................................... 109 Lampiran 5 : Hasil Uji Normalitas .................................................................. 120 Lampiran 6 : Hasil Uji Linearitas ................................................................... 123 Lampiran 7 : Hasil Uji Hipotesis .................................................................... 125 xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja pada umumnya meluangkan waktu lebih banyak dengan

  teman. Kebutuhan akan pertemanan membuat remaja mencari teman sebanyak mungkin. Remaja akan membentuk kelompok dengan teman-teman yang sebaya yang berjenis kelamin sama. Pertemanan atau persahabatan menjadi penting dan memotivasi mereka. Relasi ini menjadi tempat bagi remaja untuk menyalurkan pikiran, perasaan dan masalah yang sedang dihadapi. Apalagi masa remaja menjadi masa dimana konflik remaja dengan orangtuanya meningkat. Menjalin relasi dengan teman juga dapat membantu remaja untuk menemukan dirinya dan apa yang dia mau (Bukatko, 2008).

  Kelompok teman sebaya akan membentuk norma-norma atau nilai- nilai yang mereka yakini. Remaja akan merasakan bahwa norma-norma tersebut sangat kuat dan akhirnya menjadi identitas kelompok. Kekuatan mengenai norma-norma ini akan membuat tekanan bagi remaja untuk mengikutinya, misalnya : cara berperilaku, memakai baju yang sama dan tujuan yang sama (Bukatko, 2008).

  Tidak semua norma kelompok sesuai dengan apa yang diinginkan individu. Hal ini akan menimbulkan konflik antara remaja dengan

  2

  kelompoknya. Ketakutan akan penolakan, kebutuhan untuk diterima kelompok, memperoleh rasa percaya diri dan memperoleh rasa aman membuat remaja termotivasi untuk meleburkan diri ke dalam identitas kelompok. Remaja akan melakukan norma kelompok dan mengabaikan nilai-nilai dan tujuan pribadinya. Tekanan kelompok teman sebaya inilah yang akhirnya akan mengontrol perilaku yang dilakukan remaja atau yang lebih dikenal sebagai perilaku konformitas (Powell, 1963).

  Perilaku konformitas tidak selalu buruk, akibat dari konformitas akan baik apabila kelompok teman sebaya juga memiliki perilaku yang baik.

  Misalnya remaja yang mengikuti kegiatan sekolah karena teman-teman sebayanya juga berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Bukatko, 2008).

  Namun pada umumnya konformitas membuat remaja terlibat kedalam hal-hal negatif seperti menggunakan bahasa yang kasar, mencuri, merusak, minum alkohol dan memakai obat-obatan terlarang (Santrock, 2003).

  Menurut penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Fitria, Ibrahim, Aulia (2011), munculnya perilaku merokok pada remaja dipengaruhi oleh perilaku konformitas pada teman sebaya yang juga memiliki perilaku merokok. Hasil penelitian Evangeli (2011) juga membuktikan bahwa meningkatnya perilaku konformitas mempengaruhi meningkatnya perilaku merokok pada remaja perokok di Yogyakarta. Penyebabnya adalah tekanan sosial oleh teman sebaya yang mayoritas memiliki perilaku merokok.

  3

  Realitas lain yang ditemukan melalui observasi peneliti adalah fenomena tawuran antar sekolah pada remaja laki-laki. Beberapa remaja mengikuti tawuran karena mayoritas teman-teman sekolahnya mengikuti tawuran dan juga ada ketakutan ditolak teman-teman sekolahnya apabila tidak mengikuti tawuran. Menurut suarapembaharuan.com yang dihimpun dari Komisi Perlindungan Anak, dari 229 kasus tawuran yang meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu ada 19 remaja meninggal dunia akibat tawuran selama tahun 2013. Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan salah satu faktor penyebab tawuran adalah tradisi senior atau norma yang berlaku di kelompok, dan jika mereka gagal maka mereka akan dikucilkan.

  Menurut Erikson (1950) dalam (Santrock, 2003), remaja harus bisa menemukan siapa dirinya dan mencari keunikan dirinya. Tahap ini meliputi bagaimana remaja bisa mencari tujuan hidupnya dan bisa membuat keputusan secara mandiri tanpa mudah terpengaruh oleh orang lain. Remaja dituntut untuk mampu menjadi dirinya sendiri tanpa menghilangkan identitas diri remaja. Remaja diarahkan menjadi individu yang unik dan mampu membuat serta menemukan siapa dirinya dan apa yang menjadi tujuan hidupnya dari mulai pekerjaan hingga pilihan studi maupun relasi dengan lawan jenis.

  Perilaku konformitas dapat menghambat remaja untuk menemukan identitasnya. Remaja yang meleburkan identitas dirinya ke dalam identitas pasangan atau kelompok sosialnya akan merusak perkembangan identitasnya sendiri (Santrock, 2003). Perilaku konformitas menggambarkan remaja yang akan mematuhi setiap hal yang menjadi norma kelompok hanya karena norma

  4

  tersebut dilakukan oleh seluruh anggota kelompok. Individu tidak secara mandiri membuat keputusan untuk berperilaku. Remaja yang melakukan konformitas tidak menggambarkan remaja yang otonom. (Brown, 2006).

  Untuk mencapai identitas, remaja diharapkan bisa menjadi pribadi yang otonom. Mencapai otonomi membantu remaja untuk menjadi pribadi dewasa yang matang. Menjadi pribadi yang otonom juga melibatkan kemampuan membuat keputusan yang bijaksana. Remaja bisa membuat keputusan-keputusan sulit dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah dibuat. Remaja diharapkan mampu menolak tekanan dan memiliki prinsip- prinsip tentang benar dan salah meskipun tetap menerima saran dari orang lain (Steinberg, 2002).

  Memiliki kemampuan membuat keputusan yang baik membantu remaja mencari tujuan hidup dan kematangan menuju masa dewasa. Remaja yang matang adalah remaja yang mandiri, mampu mengatur hidupnya tanpa bantuan dan bimbingan orang lain. Remaja tersebut harus mampu bersikap jujur pada dirinya sendiri dan bertindak sesuai dengan dirinya, remaja seharusnya realistis terhadap apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa dilakukan. Remaja mampu untuk mengutarakan opininya tanpa dipengaruhi dan didominasi oleh orang lain. Remaja juga diharapkan bisa melawan pengaruh sosial yang tidak baik menurut dirinya dan melakukan apa yang baik karena remaja yang matang adalah remaja yang percaya terhadap dirinya sendiri (Hurlock, 1995).

  5

  Peran orang tua dalam membentuk perkembangan remaja menuju kedewasaan dan otonomi sangat besar. Peran penting ini tampak dalam pola pangasuhan. Ausubel (1958) dalam Santrock, 2003 mengatakan bahwa kepercayaan orang tua dan rasa sayang membuat remaja yakin bahwa dirinya bisa menghadapi dunia luar sendiri. Gaya pengasuhan orang tua yang tidak membentuk otonomi adalah pengasuhan yang otoriter atau memegang kendali dan yang kedua adalah penolakan. Remaja merasa orang tua tidak mengharapkan keberadaan remaja dan kurang akan penerimaan.

  Pola pengasuhan orang tua tampak melalui kelekatan. Menurut Hetherington (1999) pola pengasuhan yang authoritative mengembangkan gaya kelekatan secure sedangkan pola pengasuhan permissive, authoritarian dan neglectful membuat anak memiliki gaya kelekatan yang insecure. Pada dasarnya, kelekatan merupakan ikatan emosional antara bayi dengan pengasuhnya. Bowlby (1973) percaya bahwa kelekatan merupakan pandangan tentang diri sendiri dan pandangan tentang figur kelekatan. Kedua pandangan tersebut bisa bersifat positif atau negatif. Kombinasi dari model mengenai diri sendiri dan figur kelekatan membentuk gaya kelekatan. Gaya kelekatan seseorang merupakan evaluasi sejauh mana seseorang dicintai dan sejauh mana orang lain bisa dipercaya.

  Berdasarkan teori dari Bowlby (1969, 1979) dalam (Feeney & Noller, 1996), muncul beberapa penelitian tentang penerapan teori kelekatan pada hubungan orang dewasa. Sebagai contoh, Ainsworth (1989) dalam (Feeney & Noller, 1996) mendefinisikan bahwa kelekatan berlangsung hingga dewasa

  6

  bahkan sepanjang hidup. Ainsworth berpendapat bahwa kelekatan merupakan ikatan kasih sayang. Dia berasumsi bahwa setiap orang akan terus mencari kedekatan dan kenyamanan dari orang terdekat demi memperolah kasih sayang. Keinginan untuk mencari kelekatan ini menjadi kebutuhan yang berlangsung seumur hidup. Kelekatan pada orang dewasa ini menjadikan seseorang tidak hanya lekat dengan orang tua tetapi juga dengan pasangan kekasih atau bahkan teman-teman sebaya.

  Berbagai macam gaya kelekatan telah dikemukakan oleh para peneliti salah satunya adalah gaya kelekatan pada orang dewasa menurut Bartholomew dan Horowitz (1991). Model kelekatan ini berdasarkan teori Bowlby (1969, 1979) yang mengatakan bahwa kelekatan adalah refleksi dari gambaran akan diri sendiri dan figur kelekatan. Menurut Bartholomew & Horowitz kelekatan diasumsikan oleh sejauh mana seseorang menilai dirinya positif (dicintai dan dihargai) atau negatif (tidak dicintai) dan sejauh mana orang lain dianggap positif (dapat dipercaya, mencintai) atau negatif (tidak dapat dipercaya, menolak).

  Gaya kelekatan (Bartholomew & Horowitz, 1991) membagi gaya kelekatan menjadi 4 kategori yaitu: Secure Style, memiliki pandangan positif tentang dirinya dan orang lain. Fearful Style, memiliki pandangan tentang diri sendiri dan orang lain yang negatif.; Preoccupied style, memiliki pandangan yang negatif tentang dirinya sendiri namun memiliki harapan positif bahwa orang lain akan mencintai dan menerima.; Dismissing style, memiliki

  7

  karakteristik positif tentang dirinya dan memiliki pandangan negatif tentang orang lain (Myers, 2012).

  Menurut penelitian yang dilakukan Allen & Moore (1998) dalam (Dykas, Ziv & Cassidy, 2008), kelekatan dapat memprediksi fungsi psikososial remaja misalnya kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan teman sebaya, depresi dan kecemasan serta kenakalan remaja. Remaja yang memiliki kelekatan aman dan otonomi terbukti memiliki perilaku prososial misalnya tidak mengalami kekerasan dan penolakan oleh teman sebaya.

  Kelekatan menjadi semakin penting untuk diteliti karena menurut Bowlby (1969) gaya kelekatan seseorang berlanjut hingga dewasa bahkan sepanjang hidupnya. Ketika bayi, pengasuh menjadi sumber rasa aman untuk membentuk anak mengeksplorasi lingkungan. Begitu juga ketika anak menjadi remaja, sumber rasa aman dari pengasuh tetap menjadi dasar bagi remaja untuk menghadapi dunia luar misalnya mengadapi tekanan sebaya, mencapai kemandirian, mengembangkan identitas diri dan merencanakan masa depan mereka. Rasa aman yang didapat dari kelekatan memberikan dukungan dan timbal balik untuk remaja berupa kebutuhan-kebutuhan remaja.

  Kelekatan yang aman membantu penyelesaian masalah yang baik ketika konflik terjadi pada orang tua dan remaja (Bukatko, 2008).

  Kelekatan diasosiasikan tidak hanya mengenai hubungan individu dengan individu yang lain namun juga hubungan atau respon individu dengan kelompok (Smith, Murphy, & Coats, 1999). Peneliti melihat hubungan pada beberapa karakteristik gaya kelekatan dengan karakteristik dan alasan secara

  8

  umum pada orang yang melakukan konformitas. Hal tersebut bisa diprediksi melalui orang-orang dengan gaya kelakatan tertentu cenderung merasa cemas akan penolakan, cemas akan tidak dicintai, rendahnya autonomy (Bartholomew & Horowitz, 1991). Begitu juga dengan alasan orang-orang melakukan konformitas yaitu salah satunya karena orang tersebut takut akan penolakan. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2001) membuktikan bahwa perilaku konformitas teman sebaya berkorelasi positif dengan konsep diri dan otonomi.

  Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara gaya kelekatan dewasa atau adult attachment style dengan konformitas pada remaja. Peneliti menemukan bukti banyaknya remaja yang melakukan konformitas. Dari sisi psikologi perkembangan, konformitas membuat remaja menjadi tidak otonom.

  Peneliti melihat adanya pengaruh orang tua dalam kemampuan sosial remaja terhadap teman sebaya salah satunya melalui kelekatan. Kelekatan dengan pengasuh terjadi dari masa anak-anak sampai dewasa yang lebih dikenal sebagai gaya kelekatan dewasa. Peneliti tertarik karena kelekatan menjadi masa penting di awal perkembangan anak Selain itu munculnya gaya kelekatan dewasa semakin membuktikan bahwa kelekatan bertahan sepanjang hidup dan hal ini semakin membuktikan bahwa gaya kelekatan dewasa memiliki peran dan manfaat yang penting bagi perkembangan seseorang.

  9 B. Rumusan Masalah

  Apakah ada hubungan antara masing-masing gaya kelekatan dewasa dengan konformitas pada remaja?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah hubungan antara masing-masing gaya kelekatan dewasa dengan konformitas pada remaja.

  D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan bagi Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial khususnya yang berhubungan dengan gaya kelekatan dan konformitas pada remaja.

2. Manfaat Praktis

  a. Bagi calon orang tua Memberikan masukan kepada calon orang tua akan pentingnya membangun gaya kelekatan yang baik yaitu gaya kelekatan aman.

  Membantu calon orang tua untuk mendapatkan wawasan tentang gaya kelekatan karena calon orang tua nantinya akan mendidik dan mengasuh anak. Selain itu, gaya kelekatan merupakan relasi sejak dini

  10

  antara anak dan pengasuh maka hasil penelitian ini akan menjadi referensi untuk mempersiapkan calon orang tua dalam mendidik anak.

  b. Bagi pendidik Memberi informasi kepada pendidik tentang pentingnya mengembangkan otonomi remaja c. Bagi remaja

  Membimbing remaja dalam pengembangan otonomi agar tidak mudah melakukan perilaku konformitas dengan teman sebaya dan memberikan gambaran mengenai konformitas pada remaja.

BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja

1. Definisi Remaja

  Masa remaja (Adolescence) adalah masa transisi dari masa anak- anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosi. Masa remaja dimulai pada usia sekitar 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22 tahun. Masa ini akan menjadi masa dimana remaja akan mengalami konflik dalam hidupnya. Para ahli membedakan masa remaja menjadi masa Remaja Awal (Early

  adolescence) dan Masa Remaja Akhir (Late Adolescence). Pada masa

  remaja awal ditandai dengan Pubertas dan perubahan fisik, sedangkan saat masa remaja akhir ditandai dengan minat karir, hubungan romantik dengan lawan jenis, dan eksplorasi identitas diri (Santrock, 2003).

  Menurut Papalia, Olds & Feldman (2009), masa remaja adalah masa peralihan masa perkembangan antara masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perubahan pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Masa remaja dimulai dari usia 10 sampai 14 tahun hingga 20 tahun. Secara umum, masa remaja ditandai dengan munculnya Pubertas atau kematangan seksual. Pada masa ini, remaja juga berkembang dalam otonomi, konpetensi sosial dan kognitif, harga diri dan keintiman.

  12 Syamsu Yusuf (2008) mengemukakan bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap ketergantungan ke masa kemandirian, minat seksual, perenungan diri dan isu-isu moral dengan batasan usia yang dimulai dari usia 10 sampai 20 tahun.

  Menurut Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa perkembangan satu menuju masa perkembangan lain yang lebih tinggi. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai mencapai kedewasaan dan meninggalkan masa kanak-kanaknya.

  Marvin Powell (1963) membagi periode usia remaja yang dimulai pada usia 15 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun. WHO atau (World Health Organization) tahun 1974 dalam Sarwono (1989) menetapkan batas usia remaja dimulai dari usia 10 tahun hingga 20 tahun. Menurut Luella Cole (1964), masa remaja dimulai dari usia 12 tahun sampai 20 tahun.

  Jadi bisa disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa perkembangan dewasa melalui perkembangan fisik, kognitif, emosi dan sosial. Batasan usia remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai 20 tahun.

2. Karakteristik Perkembangan Remaja

  Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai membentuk hubungan interpersonal dengan orang lain misalnya dengan lawan jenis atau teman sebaya. Seperti yang dikatakan Luella Cole (1964) mengenai karakteristik remaja dalam hubungan interpersonal adalah:

  13 a. Memiliki perasaan akan penerimaan yang aman terhadap teman sebaya

  b. Bebas dari rasa perasaan diintimidasi dari teman sebaya Carballo (1978:250) dalam Sarwono (1989) mendeskripsikan peran perkembangan remaja yaitu: a. Mencapai kedewasaan, kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan menghadapi masalah.

  b. Mencapai posisi yang diterima masyarakat

  c. Mengembangkan hati nurani, moral dan tanggung jawab serta nilai nilai yang diyakini.

  d. Memecahkan masalah yang nyata dalam pengalamannya sendiri.

  Menurut Robert J. Havighurrst (1961) tugas-tugas perkembangan remaja antara lain: a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya b. Mencapai kemandirian dari orang tua meupun orang lain.

  c. Mencapai tingkah laku yang bertanggungjawab secara sosial

  d. Berperlaku sesuai dengan etika dan nila-nilai yang diyakini Masa remaja merupakan masa berkembangnya identity atau jati diri. Perkembangan identitas merupakan aspek penting dalam perkembangan remaja. remaja diharapkan mampu memahami dirinya, peran sosial dan nilai hidupnya. Perkembangan identitas merefleksikan kesadaran diri dan kepribadian yang sehat, kemampuan mengidentifikasi

  14 orang lain serta mengetahui tujuan-tujuan agar dapat bertahan dalam lingkungan. Erikson meyakini bahwa masa ini adalah masa dimana remaja tahu tentang keunikan dirinya dan mulai memiliki pandangan tentang masa depan, peran orang dewasa. Selain itu perkembangan identitas mendorong remaja untuk memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang mendorong remaja mampu memilih dan mengambil keputusan yang baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan nilai hidup (Yusuf, 2008). Dalam perkembangan identitas, keluarga memiliki peran yang penting melalui pola pengasuhan. Orang tua yang demokratis akan mendorong remaja membuat keputusan dan akan cepat mencapai identitasnya (Bernard,1981;Enright dkk., 1980; Marcia, 1980) dalam Santrock (2007).

  Erik Erikson (1963) dalam Steinberg (2002) menyatakan bahwa selain identitas, otonomi atau kemandirian adalah salah satu hal yang penting dalam perkembangan remaja. remaja diharapkan memiliki kemampuan akan kemandirian. Otonomi membantu remaja dalam membuat keputusan. Remaja yang otonom mampu membuat keputusannya sendiri bahkan disaat remaja menghadapi tekanan dan konflik saat harus mendengarkan pendapat orang lain. Remaja yang otonom memiliki prinsip dan pengertian tentang apa yang benar atau salah menurut dirinya.

  15

B. Konformitas 1. Definisi Konformitas

  Konformitas adalah norma sosial yang memengaruhi individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka supaya sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat atau kelompok. Konformitas bisa terjadi karena norma injungtif yaitu norma yang mengharuskan seseorang untuk berperilaku dan yang kedua adalah norma kelompok (Baron & Byrne, 2005).

  Konfomitas adalah keadaan dimana seseorang melakukan perilaku tertentu karena setiap orang lain juga melakukan perilaku tersebut (O’sears, Freedman, Peplau, 2008)

  Santrock (2007) mendefinisikan konformitas adalah keadaan dimana seseorang meniru sikap dan tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata atau yang tidak nyata.

  Sedangkan menurut Solomon Asch (1955) konformitas adalah ketika tekanan kelompok atau kelompok mayoritas mempengaruhi perilaku atau opini seseorang menjadi sama atau seragam dengan perilaku kelompok mayoritas.

  Menurut David Myers (2012), konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan agar selaras dengan orang lain sebagai hasil dari tekanan kelompok.

  16 Jadi dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah keadaan meniru perilaku orang lain atau kelompok karena adanya tekanan, norma dan harapan dari sosial.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

  Ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi individu melakukan konformitas. Seperti yang dijelaskan oleh Baron, Branscome, dan Byrne, 2009), faktor yang mempengaruhi konformitas adalah:

  a. Kohesivitas kelompok Kohesivitas adalah sejauh apa kita tertarik pada kelompok tertentu. Seseorang akan mudah untuk melakukan konformitas ketika kelompok mayoritas adalah orang-orang yang disukai atau pada orang- orang yang dekat dan lekat dengan remaja.

  b. Besar kelompok Besar kelompok mengacu pada semakin banyak anggota kelompok maka tekanan untuk melakukan konformitas semakin kuat.

  Solomon Asch (1955) melakukan penelitian dan menemukan bahwa semakin bertambahnya jumlah anggota kelompok maka konformitas meningkat.

  c. Tipe dari norma sosial Tipe norma sosial mengacu pada norma descriptif yang mana orang akan cenderung lebih banyak mengikuti apa yang kebanyakan

  17 orang lakukan atau norma injungtive yaitu norma yang menetapkan apa yang dilakukan.

3. Alasan-alasan orang melakukan Konformitas

  Ada beberapa alasan orang-orang melakukan konformitas menurut Deutsch & Gerard (1995) dalam Baron & Byrney (2005) yaitu:

  a. Keinginan untuk merasa benar Kecenderungan seseorang untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi. Opini dan tindakan orang lain digunakan sebagai panduan untuk menentukan perilaku dan opini seseorang.

  b. Keinginan untuk diterima, disukai dan rasa takut atas penolakan Melakukan konformitas membuat seseorang belajar bahwa dengan melakuannya, maka penerimaan dan persetujuan dari kelompok akan diterima. Dengan terjadinya penerimaan, maka seseorang akan merasa disukai dan akhirnya tetap melakukan apa yang dapat diterima kelompok demi menghindari penolakan.

  c. Membenarkan Konformitas Beberapa orang melakukan konformitas dengan penuh kesadaran. Bagi mereka, melakukan konformitas hanya bersifat sementara sehingga beberapa orang melakukan konformitas pada keadaan-keadaan tertentu.

  (Gerard, Wilhelmy & Conolley, 1968) dalam Brown (2006) menambahkan beberapa alasan mengapa seseorang melakukan

  18 konformitas. Selain untuk diterima, disukai dan tidak ditolak, faktor sosiologi juga menjadi alasan mengapa orang melakukan konformitas.

  Faktor ini berkaitan dengan sejarah atau budaya seseorang. Lalu ada faktor

  Group Size, seseorang biasanya melakukan konformitas pada mayoritas

  atau kelompok dengan anggota yang lebih banyak. Lalu apabila seseorang mengalami kesulitan menyelesaikan tugasnya, maka ia juga akan cenderung konform dengan mayoritas. Yang terakhir adalah individual

  differences yaitu meliputi perbedaan gender dan orang-orang dengan self- esteem yang rendah.

  Menurut O’sears, Freedman & Peplau (2008) alasan-alasan seseorang melakukan konformitas antara lain: a. Kurangnya informasi

  Konformitas terjadi ketika seseorang memiliki informasi yang terbatas dan menganggap orang lain sebagai sumber informasi penting yang akhirnya diikuti. Alasan ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: i. Kepercayaan terhadap kelompok

  Seseorang melakukan konformitas karena percaya bahwa informasi yang dimiliki kelompok lebih banyak dan dipercaya dibanding dirinya. ii. Kepercayaan yang lemah terhadap diri sendiri

  Konformitas akan turun ketika seseorang merasa percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya untuk menampilkan reaksi entah opini maupun perilaku. Seseorang yang seperti ini merasa

  19 bahwa informasi yang dimilikinya lebih rendah daripada orang lain.

  b. Rasa takut terhadap celaan sosial Konformitas dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dan menghindari celaan dari kelompok. Menghindari celaan didasarkan pada rasa takut seseorang untuk dipandang menyimpang dari orang lain. Rasa takut ini diperkuat oleh tanggapan kelompok yang memberi

  punishment atau hukuman pada orang yang tidak mengikuti kelompok.

  Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kekuatan kelompok misalnya kekompakan kelompok, kesepakatan pendapat kelompok, ukuran kelompok, keterikatan pada figur otoritas.

4. Aspek-aspek Konformitas

  Deutsch & Gerard dalam Baron & Byrney (2005) membagi 2 aspek konformitas pada remaja yaitu: a. Aspek Informasional (Informational Social Influence)

  Aspek ini didasarkan atas keinginan seseorang untuk merasa benar. Untuk menjadi benar dalam hal-hal yang dilematis, seseorang lalu merujuk pada opini dan perilaku kelompok yang diaplikasikan menjadi opini dan tindakan seseorang. Jika selalu dilakukan maka akan menimbulkan ketergantungan yang akhirnya semakin menguatkan perilaku konformitas bahkan ketika tidak dalam kelompok yang sama.

  20 b. Aspek Normatif (Normative Social Influence)

  Aspek ini didasarkan pada keinginan seseorang untuk sesuai dengan norma di masyarakat dan memenuhi harapan dari orang lain.

  Dalam kehidupan sosial sejak kecil, kita belajar bagaimana mendapat persetujuan dan pujian dari orang yang berarti (significant others).

  Konformitas menjadi salah satu hal yang menguatkan kita untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan oleh figur otoritas dan lingkungan sosial.

5. Konformitas pada remaja

  Menurut teori perkembangan sosial remaja, remaja diharapkan memiliki kemampuan interpersonal yang baik melalui hubungan pertemanan dengan teman sebaya maupun hubungan percintaan dengan lawan jenis. Masa remaja juga menjadi masa dimana remaja banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya (Bukatko, 2008).

  Remaja yang awalnya mencari rasa aman dan keterikatan dengan orang tua mulai memasuki dunia luar dan menjadikan pasangan atau teman sebaya sebagai significant others atau orang yang berharga bagi mereka. Disaaat remaja dekat dengan teman sebaya maka terjadi peleburan norma-norma atau opini yang diyakini oleh kelompok mayoritas. Perilaku remaja yang sama dengan kelompok disebut konformitas. Pada dasarnya, konformitas tidak selalu baik bahkan ada banyak pengaruh buruk yang disebabkan konformitas misalnya kenakalan remaja (Ingram, Patchin,

  21 Huebner, McCluskey, Bynum, 2007) dan terhambatnya perkembangan identitas remaja (Santrock, 2003). Konformitas terjadi ketika remaja meyakini pendapat dan berperilaku seperti kelompok meskipun terjadi konflik dalam dirinya untuk bersikap menurut diri sendiri (Baron & Byrney, 2005).

  Anna Freud (1958) meyakini bahwa salah satu konflik yang terjadi di masa pubertas adalah akibat dari konflik di dalam keluarga. Freud meyakini bahwa konflik yang terjadi di masa anak-anak terbawa hingga dewasa. Remaja menjadi tidak nyaman dengan orang tua lalu mencari rasa aman melalui teman sebaya atau teman lawan jenis (Santrock ,2007).

  Jadi salah satu alasan mengapa remaja melakukan konformitas adalah remaja kehilangan rasa aman dan rasa ketegantungan di dalam keluarga sehingga remaja mencari rasa aman yang didapatkan dari hubungan remaja dengan teman sebaya. Bisa dikatakan bahwa keluarga memiliki peran dalam terbentuknya perilaku konformitas remaja (Hurlock, 1967).

C. Gaya Kelekatan Orang Dewasa (Adult Attachment Style) 1. Definisi Kelekatan

  Bowlby (1979) dalam Feeney & Noller (1996) mendefinisikan kelekatan adalah suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya. Kelekatan terbentuk dari pengalaman bayi dengan pengasuhnya yang diintegrasikan ke dalam kerangka model internal.

  22 Kerangka model tersebut membentuk keyakinan mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia luar secara umum yang akan mempengaruhi setiap hubungan sepanjang hidupnya. Pada dasarnya, anak membutuhkan kedekatan dalam hubungan dengan pengasuh secara terus menerus. Figur kelekatan membantu anak untuk terlindung dari hal-hal yang membahayakan baginya. Jadi seharusnya kelekatan membantu anak untuk menbentuk rasa aman. Perasaan aman itu yang membantu anak dalam menghadapi lingkungan sosial.