BERAT RECAHAN KARKAS ITIK BALI JANTAN UMUR 8 MINGGU YANG DIBERI RANSUM DENGAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP.

(1)

SKRIPSI

BERAT RECAHAN KARKAS ITIK BALI JANTAN

UMUR 8 MINGGU YANG DIBERI RANSUM

DENGAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG

BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP

I KOMANG ADI SUPARMAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

SKRIPSI

BERAT RECAHAN KARKAS ITIK BALI JANTAN

UMUR 8 MINGGU YANG DIBERI RANSUM

DENGAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG

BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP

I KOMANG ADI SUPARMAN

NIM. 1207105059

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

BERAT RECAHAN KARKAS ITIK BALI JANTAN

UMUR 8 MINGGU YANG DIBERI RANSUM

DENGAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG

BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP

Skripsi untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan

Universitas Udayana, Denpasar

I KOMANG ADI SUPARMAN

NIM. 1207105059

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

BERAT RECAHAN KARKAS ITIK BALI JANTAN UMUR 8 MINGGU YANG DIBERI RANSUM DENGAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG

BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP

I Komang Adi Suparman

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

Email: [email protected] RINGKASAN

Kebutuhan masyarakat akan daging terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani bagi tubuh. Itik bali jantan berpotensi dikembangkan sebagai ternak penghasil daging. Pakan merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam pemeliharaan itik pedaging. Pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan merupakan salah satu alternative untuk digunakan sebagai pakan ternak. Limbah dan gulma tanaman pangan berpotensi digunakan sebagai pakan ternak karena harga yang relative murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Keterbatasan penggunaan limbah dan gulma tanaman pangan yaitu kualitas nutrient yang tidak seimbang dan daya cerna yang rendah. Aplikasi teknologi alternative yaitu fermentasi dengan memanfaatkan bakteri unggul asal rayap berbasis limbah isi rumen sapi bali merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Potensi pemanfaatan limbah isi rumen sapi bali sebagai suplemen berprobiotik sangat tinggi mengingat limbah isi rumen sapi bali kaya nutrient available, enzim dan mikroba pendegradasi serat serta berprobiotik. Sedangkan rayap juga sangat potensial dimanfaatkan sebagai inokulan mengingat sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan rayap mengandung berbagai mikroba (bakteri, protozoa, dan fungi) serta enzim pendegradasi serat seperti enzim selulase dan hemiselulase.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu yang diberi ransum biosuplemen dengan memanfaatkan inokulan bakteri unggul asal rayap. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Peguyangan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar, Bali selama 12 minggu. Itik yang digunakan dalam penelitian yaitu itik bali umur 2 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan dengan memanfaatkan limbah isi rumen sapi bali sebanyak 20% dan inokulan bakteri unggul asal rayap yang berbeda sebanyak 0,5% sesuai dengan perlakuan. Perlakuan yang digunakan yaitu RB (ransum basal tanpa biosuplemen), RBio0 (ransum basal dengan biosuplemen), RBio1 (ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1), RBio2 (ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 2), dan RBio1-2 (ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1 dan terbaik 2). Peubah yang diamati dalam penelitian yaitu berat sayap, berat paha, berat dada dan berat punggung.


(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum tanpa dan dengan biosuplemen memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap berat sayap, berat paha, berat dada dan berat punggung itik bali jantan umur 8 minggu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian biosuplemen yang memanfaatkan bakteri unggul asal rayap yang berbeda memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap berat komponen karkas (sayap, paha, dada dan punggung) itik bali jantan umur 8 minggu.

Kata kunci: bakteri unggul asal rayap, biosuplemen, recahan karkas, itik bali jantan


(6)

THE WEIGHT OF CARCASS PIECES BALI DUCK MALE 8 WEEKS OLD WHICH GIVEN RATIONS WITH BIOSUPPLEMENT CONTAIN

SUPERIOR BACTERIA OF TERMITES

I Komang Adi Suparman

Study Program of Animal Science, Fakulty of Animal Science, Udayana University, Jln. PB Sudirman, Denpasar

Email: [email protected] SUMMARY

Community needs for meat continues to increase in line with population growth , social welfare and public awareness of the importance of animal protein for the body . Bali male ducks potentially be developed as a producer of meat. Feed is one of the critical factors to achieve high productivity of duck. Utilization of waste and weed crops is one alternative for use as feed for the ducks . Waste and weed crops could potentially be used as animal feed because of a relatively cheap price and do not compete with human needs. The weakness of using waste and weed crops as animal feed is unbalanced nutrient quality and digestibility is low. Application of alternative technology that is fermented by the superior bacterial of termites based waste bali cattle rumen contents is one attempt to overcome these problems. The potential of use waste bali cattle rumen as a probiotic supplement very high considering the waste of bali cattle rumen contents have available nutrient, enzymes and fiber degrading microbes and have probiotic. While termites also potentially be used as an inoculant because cell of the body, saliva and digestive tract of termites contain a variety of microbes (bacteria, protozoa, and fungi) as well as fiber- degrading enzymes such as cellulases and hemicellulase enzymes.

The research aimed to determine the weight of carcass pieces bali duck male 8 weeks old were given rations with biosuplement produced by utilizing the superior bacteria of termites. This research was conducted in the Peguyangan Kaja village, North Denpasar District, Denpasar, Bali for 12 weeks by using bali duck 2 weeks old. The study design used is Complete Random Design (CRD) with five treatments and three replications thus obtained 15 experimental units by utilizing waste Bali cattle rumen contents of 20% and inoculant bacterial superior of termites different as much as 0.5% in accordance with the treatment. Such treatment is RB (basal ration without biosuplemen), RBio0 (basal ration with biosuplemen), RBio1 (basal ration with biosuplemen and inoculant superior bacteria of termites 1), RBio2 (basal ration with biosuplemen and inoculant superior bacteria of termites 2), and RBio1-2 (basal ration with biosuplemen and inoculant superior bacteria of termites 1 and 2). The variables were observed in this research are the weight of wings, thighs weight, breast weight and back weight.

The results showed that the ration without and with biosuplemen had not significantly different (P> 0,05) to the weight of wings, thighs weight, breast weight and back weight bali duck male 8 weeks old. Based on the results of this reseacrh concluded that biosuplemen which the bacteria utilize the superior of


(7)

different termite effect no significant effect on weight of carcass pieces (wings, thighs, breast, and back) bali duck male 8 weeks old.

Keywords: superior bacteria of termites, biosuplemen, carcass component, bali duck male


(8)

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

JUDUL :

NAMA MAHASISWA : I Komang Adi Suparman

NIM : 1207105059

FAKULTAS : Peternakan

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL ……….

Menyetujui,

Mengetahui, Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, MS NIP. 195908131985032001

Pembimbing II

Ir. I Wayan Wijana, MP NIP. 196702212001121001

Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana

Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS NIP. 195903121986011001

Berat Recahan Karkas Itik Bali Jantan Umur 8 Minggu yang Diberi Ransum dengan Biosuplemen Mengandung Bakteri Unggul Asal Rayap


(9)

Skripsi ini Telah Diuji Pada Tanggal

……….

Ketua : Prof. Dr. Ir. Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, MS Sekretaris : Ir. Made Dewantari, M.Si

Penguji Utama : Ir. I Wayan Wijana, MP Penguji Anggota : 1. Ir. R. R. Indrawati, MS


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 01 September 1993 di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan I Wayan Ngidep dan Ni Nengah Dame. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) tahun 2006 di SD N 3 Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2009 di SMP N 2 Tembuku di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Tembuku Kabupaten Bangli, Provinsi Bali jurusan IPA. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar melalui jalur PMDK I. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana, penulis tercatat aktif dalam mengikuti perkuliahan dan penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan di Fakultas sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2014.


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Komponen Non Karkas Itik Bali Jantan Umur 8 Minggu yang Diberi Ransum Biosuplemen yang Memanfaatkan Bakteri Unggul Asal Rayap. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Selama pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD., KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, MS dan Bapak Ir. I Wayan Wijana, MP selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, saran, nasihat, dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Made Dewantari, M.Si, Ibu Ir. R. R. Indrawati, MS dan Bapak Ir. I Kadek Anom Wiyana, MP selaku penguji dalam ujian skripsi yang telah banyak memberikan arahan, saran, dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ir. I Wayan Subagiana, M.Si dan Ibu Ir. Desak Putu Mas Ari Candrawati, M.Si selaku Pembimbing Akademik (PA) atas segala bimbingan, saran, dan dorongannya selama menempuh perkuliahan sampai


(12)

penulis menyelesaikan skripsi ini di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas segala arahan, nasihat, dan bimbingan selama menempuh perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Seluruh staff Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah membantu dalam mengurus surat-surat, beasiswa, dan peminjaman buku selama penulis menempuh perkuliahan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Bapak I Made Mudita, S.Pt., MP atas segala bimbingan, saran, dan dorongannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 9. Keluarga tercinta Bapak I Wayan Ngidep, Ibu Ni Nengah Dame, dan

Kakak tercinta Ni Wayan Supariani dan Ni Kadek Ulantini yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Pacar saya Ni Pande Made Suartiningsih yang selalu menemani, memberikan doa, semangat dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11.Sahabat saya Ni Luh Dewi Antari yang selalu membantu, memberikan nasihat, doa dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

12.Teman-teman satu penelitian Ni Pande Made Suartiningsih , I Gusti Putu Agus Adi Saputra, I Gede Indra Raditya Dwipayana dan Ni Made Putri Laksmi Dewi atas semangat, kerjasama, kekompakkan serta perjuangannya dalam pelaksanaan penelitian.

13.Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Peternakan Universitas Udayana terima kasih atas bantuannya.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Semoga Tuhan Ynag Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini, serta segenap keluarga penulis. Dalam penulisan skripsi ini, pengetahuan dan


(13)

pengalaman yang penulis miliki dalam menulis sangat terbatas, harapan penulis agar skripsi ini dapat memberi sumbangan pemikiran dan tambahan informasi bagi pembaca serta praktisi peternakan.

Denpasar, 31 Mei 2016


(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

RINGKASAN ... ii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB I 1.1 Latar Belakang ... 1

BAB I 1.2 Rumusan Masalah ... 4

BAB I 1.3 Tujuan Penelitian ... 5

BAB I 1.4 Hipotesis ... 5

BAB I 1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

BAB II 2.1 Itik Bali ... 6

BAB II 2.2 Pertumbuhan ... 7

BAB II 2.3 Karkas ... 8

BAB II 2.4 Non Karkas ... 10

BAB II 2.5 Ransum ... 11

BAB II 2.6 Biosuplemen ... 13

BAB III MATERI DAN METODE ... 17

BAB III 3.1 Materi ... 17

BAB III 3.13.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

BAB III 3.13.1.2 Itik Bali ... 17

BAB III 3.13.1.3 Kandang dan Perlengkapannya ... 17

BAB III 3.13.1.4 Biosuplemen dengan Bakteri Unggul Asal Rayap ... 18

BAB III 3.13.1.5 Ransum dan Air Minum ... 19

BAB III 3.13.1.6 Peralatan ... 21


(15)

BAB III 3.23.2.1 Rancangan Penelitian ... 22

BAB III 3.23.2.2 Pelaksanaan Penelitian ... 22

BAB III 3.23.2.3 Variabel yang Diamati ... 26

BAB III 3.3 Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

BAB IV 4.1 Hasil ... 28

BAB IV 4.1 4.1.1 Berat Sayap ... 28

BAB IV 4.1 4.1.2 Berat Paha ... 28

BAB IV 4.1 4.1.3 Berat Dada ... 29

BAB IV 4.1 4.1.4 Berat Punggung ... 29

BAB IV4.2 Pembahasan ... 29

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 33

BAB V 5.1 Simpulan ... 33

BAB V 5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(16)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman 3.1 Komposisi bahan penyusun medium biosuplemen ternak itik bali ... 18 3.2 Kandungan nutrisi ransum dengan biosuplemen bakteri unggul asal

Rayap ... 19 3.3 Komposisi bahan penyusun ransum basal ternak itik bali ... 20 3.4 Kandungan nutrisi ransum basal ternak itik bali ... 21 4.1 Berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu yang diberi

ransum dengan biosuplemen yang mengandung bakteri unggul asal


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman 1. Analisis statistik berat sayap (g/ekor) ... 39 2. Kebutuhan nutrisi itik pedaging ... 42 3. Berat potong itik bali jantan umur 8 minggu ... 43 4. Pertumbuhan itik bali jantan umur 2-8 minggu yang diberi

ransum mengandung biosuplemen ... 44 5. Kemampuan degradasi substrat selulosa isolat bakteri probiotik

selulolitik yang diisolasi dari rayap ... 45 6. Aktivitas enzim selulase isolat bakteri probiotik selulolitik asal rayap

pada substrat CMC (selulosa amorfous) ... 46 7. Aktivitas enzim selulase isolat bakteri probiotik selulolitik asal rayap

pada substrat avicel (selulosa kristalin) ... 47 8. Harga ransum basal dan ransum biosuplemen ... 48


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan daging terus mengalami peningkatan setiap tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Penyediaan daging pada tahun 2011 mencapai 1,5 juta ton per tahun. Disisi lain, target produksi daging yang diharapkan yaitu sebesar 1,8 juta ton per tahun (Anon., 2011), sehingga penyediaan akan kebutuhan daging belum bisa dipenuhi sesuai target yang ditentukan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi daging guna mencapai target yang diharapkan yaitu dengan mengembangkan potensi ternak lokal. Salah satu ternak lokal yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu ternak itik bali. Itik bali (Anas sp.) merupakan itik lokal yang berkembang di pulau Bali dan Lombok. Itik bali mempunyai daya tahan hidup yang sangat tinggi sehingga dapat dipelihara di berbagai tempat di Indonesia (Suharno dan Amri, 2003). Itik bali jantan berpotensi untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil daging. Sesuai dengan pendapat Dijaya (2003) yang menyatakan itik jantan memiliki beberapa kelebihan yaitu masa pemeliharaanya singkat, tingkat mortalitas rendah antara 2-3%, tahan terhadap hama penyakit, serta harga DOD (Day Old Duck ) yang relatif lebih murah.

Pakan merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam pemeliharaan itik pedaging. Produktivitas itik dapat dilihat dari


(19)

2 berat karkas yang dihasilkan dan proporsi karkas yang bernilai tinggi (Damayanti, 2008). Kualitas dan kuantitas pakan merupakan faktor yang penting dalam mencapai produktivitas itik, sehingga tidak sedikit peternak menggunakan pakan komersial untuk menjamin produktivitas ternaknya. Namun pemberian pakan komersial tidak selalu memberikan keuntungan peternak, hal ini dikarenakan harga pakan komersial cukup mahal.

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan memanfaatkan limbah dan gulma tanaman pangan sebagai sumber pakan. Pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan memiliki keunggulan yaitu harga yang relatif lebih murah, ketersediaannya yang berlimpah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Namun pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan juga memiliki berbagai keterbatasan seperti kualitas nutrient yang tidak seimbang serta ketersediaan nutrient available, mineral-vitamin dan daya cerna yang rendah. Disamping itu pemanfaatan limbah dan gulma juga berpotensi menurunkan produktivitas ternak mengingat limbah dan gulma tanaman pangan mudah mengalami pembusukan sehingga akan meningkatkan kontaminasi mikroba patogen yang dapat mengganggu kesehatan ternak (Dewi et al., 2014a). Salah satu teknologi alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui teknologi fermentasi dengan pemanfaatan bakteri asal rayap berbasis limbah isi rumen sapi bali.

Potensi pemanfaatan limbah isi rumen sapi bali sebagai suplemen berprobiotik sangat tinggi mengingat limbah isi rumen sapi bali kaya nutrient available, enzim dan mikroba pendegradasi serat serta berprobiotik (Mudita et al.,


(20)

enzim-3 enzim pencerna karbohidrat di dalam isi rumen antara lain adalah amilase, xilanase, avicelase, α-D-glukosidase, α-L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase, dan β-D-xylosidase. Penelitian Budiansyah (2010) menyatakan bahwa di dalam isi rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amilase, protease, dan fitase yang mampu menghidrolisis bahan pakan lokal berserat kasar tinggi. Kandungan nutrien rumen sapi menurut Rasyid et al., (1981), meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Sanjaya (1995) mengungkapkan penggunaan isi rumen sapi sampai taraf 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan pada ayam pedaging. Mudita (2008) juga menyatakan bahwa biofermentasi ransum dengan isi rumen sapi bali 20-40% dalam ransum lengkap mampu meningkatan kecernaan protein kasar in vitro. Lebih lanjut dikatakan bahwa penggunaan isi rumen sapi bali 20% dalam ransum mampu meningkatkan kecernaan serat kasar, sedangkan peningkatan penggunaan isi rumen sapi bali menjadi 40% menurunkan kecernaan serat kasar yang dihasilkan.

Rayap (Termites sp) juga sangat potensial dimanfaatkan sebagai inokulan mengingat sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan rayap mengandung berbagai mikroba (bakteri, protozoa, dan fungi) serta enzim pendegradasi serat seperti enzim selulase dan hemiselulase (Purwadaria et al., 2003ab dan 2004; Watanabe et al., 1988). Dewi et al. (2014b) telah berhasil mengisolasi 10 isolat bakteri selulolitik asal rayap dan memperoleh dua isolat unggul yaitu BR 3.5 sebagai isolat bakteri unggul asal rayap terbaik satu dan BR 3.3 sebagai isolat bakteri unggul asal rayap terbaik dua yang didasarkan pada kemampuan dalam


(21)

4 mendegradasi substrat dan aktivitas enzim. Hasil penelitian Mudita et al., (2012) menyebutkan, pemanfaatan limbah cairan rumen sapi bali 10-20% dan rayap 0,1-0,3% mampu menghasilkan bioinokulan dengan kandungan nutrien yaitu protein terlarut (4,03-4,56%). Prabowo et al. (2007) menyatakan ekstrak rayap mempunyai aktivitas CMC-ase (Carboxy Methyl Cellulose) yang tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg dan kombinasinya dengan mikroba cairan rumen menghasilkan aktivitas CMC-ase yang lebih besar dibandingkan penggunaan isolat tunggal dari ekstrak rayap. Hal ini mengindikasikan pemanfaatan kombinasi mikroba berpotensi meningkatkan aktifitas enzim yang dihasilkan.

Pemanfaatan bakteri unggul asal rayap berbasis limbah isi rumen sapi bali sebagai biosuplemen berpotensi meningkatkan kualitas dan efektivitas biosuplemen yang dihasilkan. Namun informasi mengenai pengaruh pemberian ransum dengan biosuplemen mengandung bakteri unggul asal rayap berbasis limbah isi rumen sapi bali terhadap berat recahan karkas itik bali jantan belum banyak diketahui. Sehingga dilakukan penelitian mengenai berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu yang diberi ransum tersuplementasi biosuplemen mengandung bakteri unggul asal rayap.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh pemberian ransum dengan biosuplemen mengandung bakteri unggul asal rayap terhadap berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu?


(22)

5

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum dengan biosuplemen mengandung bakteri unggul asal rayap terhadap berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian ransum dengan biosuplemen mengandung bakteri unggul asal rayap yang berbeda dapat meningkatkan berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi data ilmiah untuk penelitian lebih lanjut, dan dapat memberikan informasi kepada petani-peternak mengenai pembuatan dan pemanfaatan ransum dengan biosuplemen yang memanfaatkan bakteri unggul asal rayap terhadap berat recahan karkas itik bali jantan umur 8 minggu.


(23)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Itik Bali

Itik bali (Anas sp.) adalah itik lokal yang berkembang di Pulau Bali dan Lombok. Itik bali mempunyai daya tahan hidup yang sangat tinggi sehingga dapat dipelihara di berbagai tempat di Indonesia. Itik bali biasanya dipelihara untuk penghasil telur. Seperti halnya itik tegal, itik bali dengan tanda bulu khusus juga mempunyai kemampuan produksi telur tertentu. Itik bali dengan warna coklat kekuningan (bulu sumi) merupakan itik bali yang paling produktif karena dapat menghasilan telur sekitar 153 butir/tahun (Suharno dan Amri, 2003). Lebih lanjut dikatakan itik bali berwarna bulu sumbian mampu menghasilkan telur sekitar 145 butir/tahun. Itik bali berbulu sikep mampu memproduksi 100 butir telur/tahun. Sementara itu itik bali berbulu putih dan kepala jambul, lebih banyak yang dijadikan sebagai itik hias atau itik untuk sesaji dalam upacara agama daripada dijadikan itik petelur.

Itik bali memiliki ciri-ciri khas yang membedakan itik bali dengan itik yang lain. Nurbudhi (1969) menggambarkan Itik bali mempunyai bola mata relatif besar menonjol dengan pupil hitam pekat dengan garis kurang terang berwarna coklat muda sampai kehitam–hitaman. Menurut Rasyaf (1982) itik bali mempunyai ciri-ciri badan langsing dan berdiri tegap, warna bulunya “sumi”, putih atau belang putih dan ada juga berwarna kuning keabu-abuan, lehernya panjang, sedangkan ekornya pendek dan hampir mendatar.


(24)

7 Berat badan itik bali yang jantan mencapai 1,8-2 kg dan yang betina bekisar antara 1,6-1,8 kg. Itik bali memiliki telur yang cukup banyak dan kulitnya berwarna putih kehijauan dengan berat 60-75 g per butir. Dengan keadaan seperti ini itik bali mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai itik dwiguna yaitu sebagai itik petelur atau diarahkan sebagai itik pedaging (Murtidjo, 1988). Itik bali mulai memasuki usia produktif pada umur sekitar 23-25 minggu namun itik ini tidak memiliki sifat mengerami telurnya.

2.2 Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, demensi linier, dan komposisi tubuh seperti otot, lemak,tulang dan organ serta komponen-komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno, 1998). Pada umumnya semua makhluk hidup mengalami sebuah proses pertumbuhan begitupula yang terjadi pada ternak yang sudah pasti mengalami pertumbuhan. Menurut Tillman et al. (1991), pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran berat badan dan pertumbuhan yang cepat dicapai oleh ternak tergantung pada kemampuan tumbuh yang diwarisi oleh ternak tersebut (potensi genetik).

Menurut Wahju (1997) kecepatan pertumbuhan unggas dipengaruhi oleh strain, suhu lingkungan, jenis kelamin, energi metabolisme dan kadar protein ransum. Pertumbuan terjadi akibat interaksi antara faktor dalam (hereditas), dengan faktor luar (lingkungan). Faktor hereditas menentukan pertumbuhan maksimum, sedangkan faktor lingkugan termasuk suhu dan kelembaban udara hanya mendorong dalam mencapai berat maksimum. Hasil-hasil penelitian menunjukkan sekitar 70% produktivitas ternak termasuk diantaranya pertumbuhan


(25)

8 dan kemampuan produksinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sedangkan 30 % dipengaruhi oleh faktor genetik (Siregar et al., 1980).

Pertumbuhan ternak secara normal terutama pertambahan beratnya akan mengikuti pola yang berkaitan dengan umur dan pola ini akan mengalami perubahan sesuai dengan jumlah ransum yang dikonsumsi (Crampton dan Haris, 1969). Pertumbuhan biasanya terjadi pada hewan yang masih muda dan pertumbuhan disebabkan oleh karena pertambahan besar ukuran dari tulang, jaringan dan organ-organ lainnya yang terdapat di dalam tubuh (Card dan Nesheim, 1972). Dilihat dari jenis kelaminnya, Soeparno (1998) menyatakan ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat pada umur yang sama dibandingkan ternak betina.

Fase pertumbuhan pada itik ada tiga fase yaitu; fase starter yang dimulai pada umur 0-2 minggu, fase grower dari umur 2-12 minggu, yang terakhir yaitu fase developer dari umur 12-24 minggu. Kecepatan pertumbuhan itik bali pada awal hidupnya lebih cepat terutama pada fase grower periode empat minggu sampai delapan minggu daripada setelah umur tersebut. Akibat dari pertumbuhan yang cepat maka tingkat protein yang dibutuhkan lebih tinggi setelah berumur delapan minggu (Warsiki, 1983). Kekurangan zat makanan pada saat pertumbuhan dapat menyebabkan itik terlambat mencapai dewasa kelamin sehingga itik tidak dapat berproduksi pada umur yang diharapkan (Murtidjo, 1988).

2.3 Karkas

Ternak itik merupakan ternak yang memiliki fungsi dwi guna yaitu sebagai penghasil telur dan daging. Ternak itik yang dipelihara dengan tujuan


(26)

9 sebagai penghasil daging harus memperhatikan kualitas karkas yang dihasilkan. Karkas ternak unggas adalah bagian tubuh unggas setelah dipotong dikurangi bulu, darah, jeroan, leher kepala dan kaki (Matram, 1984). Dalam produksi karkas terdapat bagian-bagian yang tidak termasuk karkas (non karkas) seperti kepala, leher, darah, bulu dan organ dalam (isi rongga dada dan perut).

Menurut Winter dan Funk (1960) karkas merupakan bagian dari tubuh hewan yang utama diperoleh setelah bagian dari tubuh yang kurang memberikan nilai ekonomis (hasil sampingan dari karkas) dihilangkan. Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dikurangi bulu, darah, jeroan, leher, kepala dan kaki. Bagian karkas unggas terdiri dari sayap, dada, paha dan punggung. Bagian sayap terdiri dari daging pada tulang radius, ulna, dan humerus dengan tulang-tulangnya, bagian dada terdiri dari tulang sternum dan daging yang melekat padanya, bagian paha terdiri dari bagian tulang pelvis ditambah daging yang melekat padanya terdiri dari thigh dan drumstick, serta punggung yaitu bagian yang memanjang dari pangkal leher sampai pada bagian pelvis dengan daging dan tulang yang menempel padanya (Swatland, 1984).

Berat karkas erat kaitannya dengan berat hidup ternak. Mulyadi (1983) menyatakan bahwa berat hidup akan mempengaruhi berat karkas. Unggas yang memiliki berat hidup yang tinggi cenderung memiliki berat karkas yang tinggi pula. Selain itu jenis kelamin juga mempengaruhi berat karkas, dimana unggas jantan mempunyai berat karkas yang lebih tinggi daripada unggas betina (Japp dan Jensen, 1950) disitasi oleh Sucahya (2015). Kualitas dan kuantitas ransum juga mempengaruhi berat karkas, semakin baik kualitas dan semakin banyak konsumsi ransum maka berat karkasnya semakin tinggi (Mulyadi, 1983).


(27)

10 Komposisi karkas terdiri dari komposisi fisik dan kimia. Komposisi fisik karkas terdiri dari komponen tulang, daging, lemak dan kulit. Semua jaringan ini akan tumbuh dengan kecepatan berbeda-beda sesuai dengan umur ternak tersebut. Komposisi kimia karkas terdiri dari air, protein, lemak dan abu (Soeparno, 1998).

Persentase karkas merupakan perbandingan berat karkas dengan berat hidup dikalikan 100% (USDA, 1977). Menurut Mulyadi (1983) faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur, waktu mencapai dewasa kelamin, berat badan, kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan, pertulangan dan tebal kulit serta isi saluran pencernaan. Secara umum persentase karkas itik jantan lebih besar daripada itik betina. Dalam menilai produksi ternak persentase karkas merupakan faktor yang sangat penting, karena persentase karkas berbanding lurus dengan berat badan, dimana semakin meningkat berat badan cenderung menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi (Resnawati dan Hardjosworo, 1976).

2.4 Non Karkas

Winter dan Funk (1960) menyatakan bahwa bagian-bagian non karkas terdiri dari kepala, leher, kaki, organ dalam, darah dan bulu. Bagian non karkas (offal) adalah bagian-bagian yang hilang pada waktu pemotongan dan pembersihan yang meliputi bulu, darah, kepala, leher, kaki, hati, empedal, usus halus, usus besar, tembolok, limpa dan jantung (Resnawati dan Hardjosworo, 1976).

Bagian non karkas atau offals terdiri dari bagian yang layak dimakan dan bagian yang tidak layak dimakan. Komponen-komponen yang tidak dimakan dapat diproses dan dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomi yang


(28)

11 cukup tinggi (Soeparno, 1998). Menurut Jull (1972), hasil pemprosesan dari unggas terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang dapat dikonsumsi manusia atau

edible meliputi daging, lemak, giblet (hati, jantung dan empedal) dan bagian yang tidak dikonsumsi oleh manusia atau offal meliputi kepala, kaki, leher, usus, bulu, darah dan tulang. Bagian tubuh non karkas dipengaruhi oleh faktor pakan dan fisiologis ternak termasuk umur potong.

2.5 Ransum

Ransum adalah campuran beberapa bahan pakan yang diformulasi dan diberikan untuk mencukupi kebutuhan ternak selama 24 jam dengan cara pemberian yang dilakukan sekali atau beberapa kali sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan (Anggorodi, 1985). Ransum seimbang adalah ransum yang diberikan selama 24 jam yang mengandung semua zat nutrien dan perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak (Chuzaemi, 2002). Nilai potensial suatu ransum antara lain ditentukan oleh komposisi kimia yang terkandung di dalamnya, harga, ketersediaan dan aspek pemberian ransum tersebut terhadap penampilan produksi ternak (Haroen, 1993).

Bahan baku pakan ternak berdasarkan asalnya terbagi menjadi dua golongan yaitu bahan baku asal tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bahan baku asal tumbuh-tumbuhan dan ikutannya merupakan sumber karbohidrat serta diketahui banyak mengandung serat kasar. Bahan baku asal hewan mengandung protein asam amino lebih lengkap dan serat kasarnya lebih kecil sehingga umumnya sangat mudah dicerna bila di konsumsi ternak unggas. Untuk menyusun komposisi pakan unggas yang baik harus memperhitungkan kadar serat kasar. Komposisi pakan ternak unggas yang mengandung serat kasar tinggi akan


(29)

12 menyebabkan susah dicerna, dan hal ini menyebabkan ternak unggas berproduksi tidak optimal (Murtidjo, 1987).

Berdasarkan kelazimannya bahan pakan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: bahan pakan konvensional dan bahan pakan non konvensional. Bahan pakan konvensional adalah bahan baku yang sering digunakan dalam pakan yang biasanya mempunyai kandungan nutrisi yang cukup (misalnya protein) dan disukai ternak. Bahan pakan ini dapat berasal dari tanaman ataupun hewan, ikan, dan hasil sampingan industri pertanian. Contoh bahan baku ini yaitu; rumput, jagung, dedak, tepung ikan, dan bekatul. Bahan pakan non konvensional adalah bahan pakan yang tidak atau belum lazim dipakai untuk menyusun ransum. Bahan pakan ini berpotensi digunakan sebagai campuran pakan unggas karena tingkat ketersediaannya banyak diberbagai daerah. Bahan bahan ini ada yang mengandung antioksidan, nutrisi yang dimiliki harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan pada unggas. Bahan ini bisa berasal dari industri kimia, pertanian maupun hasil fermentasi. Contoh dari bahan baku ini yaitu urea, diamonium fosfat, isi rumen dan ragi (Anon, 2008).

Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung sebelumnya berdasarkan kebutuhan industri dan energi yang diperlukan (Anon., 2008). Lebih jauh dikatakan bahwa berdasarkan bentuknya ransum dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

mash, pellet dan crumble. Pemberian ransum pada itik yang dipelihara secara intensif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan keadaan kering (dry mash feeding), dalam keadaan basah (wet mash feeding) dan dalam bentuk pellet.


(30)

13 Nutrien untuk itik terdiri atas protein, energi, vitamin dan mineral. Komponen utama penyusun ransum yang perlu diperhatikan adalah kandungan protein dan energinya. Protein berperan dalam menyusun sel, antibodi dan dan berbagai hormon di dalam tubuh (Tillman et al., 1991). Menurut Wahju (1997) protein berperan penting dalam pembentukan jaringan-jaringan tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen, kulit, rambut, kuku serta paruh. Soeparno (1988) menyatakan energi ransum yang tinggi akan menghasilkan karkas yang lebih berat dan berlemak daripada yang energi rendah dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan level energi ransum dapat berakibat penurunan persentase protein karkas dan kenaikan persentase lemak ginjal dan pelvik.

2.6 Biosuplemen

Biosuplemen merupakan suplemen yang mengandung mikroorganisme atau suplemen yang diproduksi dengan menggunakan mikroorganisme. Biosuplemen biasanya digunakan untuk pakan tambahan ternak unggas. Dalam pembuatan biosuplemen mikroba sangat berperan penting dalam memecah ikatan zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh ternak.

Limbah dan gulma tanaman pangan mempunyai potensi yang sangat besar untuk membantu meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keberadaan limbah dan tanaman gulma juga cukup banyak. Akan tetapi, limbah dan tanaman gulma memiliki keterbatasan yaitu kadar serat kasar yang tinggi sehingga sulit dicerna oleh ternak itik. Salah satu cara/langkah yang dapat ditempuh dalam memanfaatkan limbah dan gulma adalah melalui aplikasi teknologi suplementasi.


(31)

14 Limbah isi rumen sapi bali merupakan salah satu limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif untuk produksi biosuplemen dalam meningkatkan produktivitas ternak, mengingat limbah isi rumen sapi bali kaya akan nutrient available, enzim dan mikroba pendegradasi serat serta probiotik (Suardana et al., 2007; Mudita et al., 2009 dan 2012; Partama et al., 2012). Martin et al. (1999) menyatakan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat di dalam isi rumen antara lain adalah amilase, xilanase, avicelase, α-Dglukosidase, α

-L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase, dan β-D-xylosidase. Penelitian Budiansyah (2010) menyatakan bahwa di dalam isi rumen mengandung enzim

selulase, xilanase, mannanase, amilase, protease, dan fitase yang mampu menghidrolisis bahan pakan lokal dan penambahan enzim isi rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam. Produksi biosuplemen berprobiotik dari limbah isi rumen sapi bali cukup potensial dikembangkan dalam pengembangan usaha peternakan itik rakyat berbasis limbah dan gulma tanaman pangan.

Pemanfaatan limbah rumen sebagai produk bioinokulan dan suplemen terbukti mampu meningkatkan kualitas dan kecernaan in vitro ransum berbasis limbah nonkonvensional (Mudita et al., 2009 dan 2010; Rahayu et al., 2012). Sanjaya (1995) menyatakan penggunaan isi rumen sapi sampai 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan ayam pedaging. Hasil penelitian Mudita et al., (2009 dan 2010) menunjukkan pemanfaatan 5-20% limbah cairan rumen menjadi produk biosuplemen plus mampu menghasilkan biosuplemen dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba tinggi. Pemanfaatan biosuplemen tersebut juga


(32)

15 mampu menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kadar protein dan kecernaan

in vitro bahan kering dan bahan organik ransum asal limbah. Rahayu et al., (2012) mengungkapkan isi rumen kerbau, sapi dan/atau domba dapat dijadikan starter fermentasi kering melalui penambahan 30% dedak padi melalui proses inkubasi dan pengeringan terkendali dengan populasi total mikroba yang cukup tinggi. Sucahya (2015) menyatakan berat potong dan offal external (kepala, leher, kaki, darah dan bulu) itik bali jantan umur 8 minggu yang diberi ransum berbiosuplemen yang mengandung isi rumen sapi bali dari level 20%-80% dan ransum tanpa biosuplemen memberikan pengaruh yang sama.

Rayap (Termites sp) juga sangat potensial dimanfaatkan sebagai inokulan mengingat bahwa rayap mempunyai mikroba di dalam tubuhnya. Bakteri simbion rayap mempunyai kemampuan dalam mencerna pakan berserat seperti jerami padi, serat sawit dan rumput gajah. Akan tetapi kemampuannya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan sumber inokulan yang berasal dari mikroba cairan rumen dalam tingkat fermentasi dan kecernaan pakan berserat (Setianegoro, 2004). Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan saluran pencernaan rayap mengandung mikroba (bakteri, kapang/fungi, dan protozoa), menghasilkan kompleks enzim selulase yaitu endo-β-D-1.4-glukanase/CMC-ase,

aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase, dan enzim hemiselulase seperti

endo-1,4-β-xilanase serta enzim β-D-1,4-mannanase. Puspitasari (2009) menyatakan bahwa isolat bakteri simbion rayap dapat berinteraksi dengan baik dengan isolat bakteri rumen dalam mendegradasikan bahan pakan sumber serat seperti rumput gajah, jerami padi dan serat sawit. Hal ini menunjukkan isolat


(33)

16 bakteri simbion rayap mampu beradaptasi pada kondisi mikroorganisme yang beragam seperti pada kondisi rumen.


(1)

11 cukup tinggi (Soeparno, 1998). Menurut Jull (1972), hasil pemprosesan dari unggas terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang dapat dikonsumsi manusia atau edible meliputi daging, lemak, giblet (hati, jantung dan empedal) dan bagian yang tidak dikonsumsi oleh manusia atau offal meliputi kepala, kaki, leher, usus, bulu, darah dan tulang. Bagian tubuh non karkas dipengaruhi oleh faktor pakan dan fisiologis ternak termasuk umur potong.

2.5 Ransum

Ransum adalah campuran beberapa bahan pakan yang diformulasi dan diberikan untuk mencukupi kebutuhan ternak selama 24 jam dengan cara pemberian yang dilakukan sekali atau beberapa kali sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan (Anggorodi, 1985). Ransum seimbang adalah ransum yang diberikan selama 24 jam yang mengandung semua zat nutrien dan perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan tujuan pemeliharaan ternak (Chuzaemi, 2002). Nilai potensial suatu ransum antara lain ditentukan oleh komposisi kimia yang terkandung di dalamnya, harga, ketersediaan dan aspek pemberian ransum tersebut terhadap penampilan produksi ternak (Haroen, 1993).

Bahan baku pakan ternak berdasarkan asalnya terbagi menjadi dua golongan yaitu bahan baku asal tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bahan baku asal tumbuh-tumbuhan dan ikutannya merupakan sumber karbohidrat serta diketahui banyak mengandung serat kasar. Bahan baku asal hewan mengandung protein asam amino lebih lengkap dan serat kasarnya lebih kecil sehingga umumnya sangat mudah dicerna bila di konsumsi ternak unggas. Untuk menyusun komposisi pakan unggas yang baik harus memperhitungkan kadar serat kasar. Komposisi pakan ternak unggas yang mengandung serat kasar tinggi akan


(2)

12 menyebabkan susah dicerna, dan hal ini menyebabkan ternak unggas berproduksi tidak optimal (Murtidjo, 1987).

Berdasarkan kelazimannya bahan pakan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: bahan pakan konvensional dan bahan pakan non konvensional. Bahan pakan konvensional adalah bahan baku yang sering digunakan dalam pakan yang biasanya mempunyai kandungan nutrisi yang cukup (misalnya protein) dan disukai ternak. Bahan pakan ini dapat berasal dari tanaman ataupun hewan, ikan, dan hasil sampingan industri pertanian. Contoh bahan baku ini yaitu; rumput, jagung, dedak, tepung ikan, dan bekatul. Bahan pakan non konvensional adalah bahan pakan yang tidak atau belum lazim dipakai untuk menyusun ransum. Bahan pakan ini berpotensi digunakan sebagai campuran pakan unggas karena tingkat ketersediaannya banyak diberbagai daerah. Bahan bahan ini ada yang mengandung antioksidan, nutrisi yang dimiliki harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan pada unggas. Bahan ini bisa berasal dari industri kimia, pertanian maupun hasil fermentasi. Contoh dari bahan baku ini yaitu urea, diamonium fosfat, isi rumen dan ragi (Anon, 2008).

Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung sebelumnya berdasarkan kebutuhan industri dan energi yang diperlukan (Anon., 2008). Lebih jauh dikatakan bahwa berdasarkan bentuknya ransum dibagi menjadi 3 jenis yaitu: mash, pellet dan crumble. Pemberian ransum pada itik yang dipelihara secara intensif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan keadaan kering (dry mash feeding), dalam keadaan basah (wet mash feeding) dan dalam bentuk pellet.


(3)

13 Nutrien untuk itik terdiri atas protein, energi, vitamin dan mineral. Komponen utama penyusun ransum yang perlu diperhatikan adalah kandungan protein dan energinya. Protein berperan dalam menyusun sel, antibodi dan dan berbagai hormon di dalam tubuh (Tillman et al., 1991). Menurut Wahju (1997) protein berperan penting dalam pembentukan jaringan-jaringan tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen, kulit, rambut, kuku serta paruh. Soeparno (1988) menyatakan energi ransum yang tinggi akan menghasilkan karkas yang lebih berat dan berlemak daripada yang energi rendah dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan level energi ransum dapat berakibat penurunan persentase protein karkas dan kenaikan persentase lemak ginjal dan pelvik. 2.6 Biosuplemen

Biosuplemen merupakan suplemen yang mengandung mikroorganisme atau suplemen yang diproduksi dengan menggunakan mikroorganisme. Biosuplemen biasanya digunakan untuk pakan tambahan ternak unggas. Dalam pembuatan biosuplemen mikroba sangat berperan penting dalam memecah ikatan zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh ternak.

Limbah dan gulma tanaman pangan mempunyai potensi yang sangat besar untuk membantu meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keberadaan limbah dan tanaman gulma juga cukup banyak. Akan tetapi, limbah dan tanaman gulma memiliki keterbatasan yaitu kadar serat kasar yang tinggi sehingga sulit dicerna oleh ternak itik. Salah satu cara/langkah yang dapat ditempuh dalam memanfaatkan limbah dan gulma adalah melalui aplikasi teknologi suplementasi.


(4)

14 Limbah isi rumen sapi bali merupakan salah satu limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif untuk produksi biosuplemen dalam meningkatkan produktivitas ternak, mengingat limbah isi rumen sapi bali kaya akan nutrient available, enzim dan mikroba pendegradasi serat serta probiotik (Suardana et al., 2007; Mudita et al., 2009 dan 2012; Partama et al., 2012). Martin et al. (1999) menyatakan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat di dalam isi rumen antara lain adalah amilase, xilanase, avicelase, α-Dglukosidase, α -L-arabinofuranosidase, β-D-glukosidase, dan β-D-xylosidase. Penelitian Budiansyah (2010) menyatakan bahwa di dalam isi rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amilase, protease, dan fitase yang mampu menghidrolisis bahan pakan lokal dan penambahan enzim isi rumen sapi lokal dalam pakan meningkatkan kecernaan ayam. Produksi biosuplemen berprobiotik dari limbah isi rumen sapi bali cukup potensial dikembangkan dalam pengembangan usaha peternakan itik rakyat berbasis limbah dan gulma tanaman pangan.

Pemanfaatan limbah rumen sebagai produk bioinokulan dan suplemen terbukti mampu meningkatkan kualitas dan kecernaan in vitro ransum berbasis limbah nonkonvensional (Mudita et al., 2009 dan 2010; Rahayu et al., 2012). Sanjaya (1995) menyatakan penggunaan isi rumen sapi sampai 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan ayam pedaging. Hasil penelitian Mudita et al., (2009 dan 2010) menunjukkan pemanfaatan 5-20% limbah cairan rumen menjadi produk biosuplemen plus mampu menghasilkan biosuplemen dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba tinggi. Pemanfaatan biosuplemen tersebut juga


(5)

15 mampu menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kadar protein dan kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik ransum asal limbah. Rahayu et al., (2012) mengungkapkan isi rumen kerbau, sapi dan/atau domba dapat dijadikan starter fermentasi kering melalui penambahan 30% dedak padi melalui proses inkubasi dan pengeringan terkendali dengan populasi total mikroba yang cukup tinggi. Sucahya (2015) menyatakan berat potong dan offal external (kepala, leher, kaki, darah dan bulu) itik bali jantan umur 8 minggu yang diberi ransum berbiosuplemen yang mengandung isi rumen sapi bali dari level 20%-80% dan ransum tanpa biosuplemen memberikan pengaruh yang sama.

Rayap (Termites sp) juga sangat potensial dimanfaatkan sebagai inokulan mengingat bahwa rayap mempunyai mikroba di dalam tubuhnya. Bakteri simbion rayap mempunyai kemampuan dalam mencerna pakan berserat seperti jerami padi, serat sawit dan rumput gajah. Akan tetapi kemampuannya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan sumber inokulan yang berasal dari mikroba cairan rumen dalam tingkat fermentasi dan kecernaan pakan berserat (Setianegoro, 2004). Purwadaria et al. (2003a,b dan 2004) menyatakan saluran pencernaan rayap mengandung mikroba (bakteri, kapang/fungi, dan protozoa), menghasilkan kompleks enzim selulase yaitu endo-β-D-1.4-glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase, dan enzim hemiselulase seperti endo-1,4-β-xilanase serta enzim β-D-1,4-mannanase. Puspitasari (2009) menyatakan bahwa isolat bakteri simbion rayap dapat berinteraksi dengan baik dengan isolat bakteri rumen dalam mendegradasikan bahan pakan sumber serat seperti rumput gajah, jerami padi dan serat sawit. Hal ini menunjukkan isolat


(6)

16 bakteri simbion rayap mampu beradaptasi pada kondisi mikroorganisme yang beragam seperti pada kondisi rumen.