PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA FMIPA PENDIDIKAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN IMPROVE.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA

FMIPA PENDIDIKAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN IMPROVE

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

ADE ANDRIANI

8106171001

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

ADE ANDRIANI. Peningkatan Kemamapuan Pemecahan Masalah Matematika dan

Kecerdasan Emosional Mahasiswa FMIPA Pendidikan Matematika melalui Model Pembelajaran IMPROVE.Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2014

Tujuan penelitian dalam desain Eksperimen semu ini menyelidiki peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, kecerdasan Emosional mahasiswa, dan Interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan Emosinal mahasiswa serta proses penyelasaian masalah yang dibuat oleh mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Penelitian ini dilaksanakan di jurusan pendidikan matematika UNIMED . Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen dengan desain penelitian pre-test-post-test control group design.populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa jurusan pendidikan matematika UNIMED semester satu dengan mengambil sampel dua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol) melalui teknik random sampling. Data diperoleh melalui tes kemampuan awal matematika, tes kemampuan pemecahan masalah matematik, angket kecerdasan emosional. Data dianalisis dengan uji ANAVA dua jalur. Sebelum digunakan uji ANAVA dua jalur terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dan normalitas dengan taraf signifikan 5%. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan tes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 0,48 dan kelas kontrol adalah 0,38 dengan nilai sig = 0,02, karena 0,02 < α = 0,05 maka terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang diajarkan dengan model Pembelajaran IMPROVE lebih tinggi dari pada Pembelajaran Langsung, namun rata-rata peningkatan tes kecerdasan emosional kelas eksperimen dan kontrol adalah 0,03 dan 0,02 dengan mengguanakan uji man – withney p-value (2-tailed) adalah 0,931 dengan 0,931

>

α = 0,05 maka Tidak terdapat perbedaan peningkatan kecerdasan Emosional mahasiswa yang diajarkan dengan model pembelajaran IMPROVE dibandingkan dengan Pembelajaran Langsung, nilai F hitung 1,54 dan nilai signifikan sebesar 0,211 karena 0,211 > 0,05 maka tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa, Proses penyelasaian masalah pada mahasiswa yang memperoleh model pembelajaran IMPROVE lebih baik dari pada Pembelajaran Langsung. Temuan penelitian merekomendasikan IMPROVE dijadikan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan di sekolah ataupun universitas utamanya untuk mencapai kompetensi berpikir tinggi.

Kata Kunci : Model pembelajaran IMPROVE, Pemecahan Masalah Matematika, kecerdasan Emosional.


(6)

ii

ABSTRACT

ADE ANDRIANI . Improved Math Problem Solving Ability and Emotional Intelligence Faculty of Mathematics Education Student Learning Model through IMPROVE .. Thesis . Field : Mathematics Education Program Post-Graduate Studies , State University of Medan , 2014

The goal of research in the design of this experiment was to investigate the apparent increase in the students' mathematical problem solving ability , emotional intelligence of students , and the interaction between early learning approach with the ability of students to increased problem solving skills and an emotional intelligence of students . Process for resolution of the problems created by the students in solving problems . This study was conducted field of Mathematics Education Programs . This study is an experimental study with pre - test research design - post-test control group design.populasi in this study were all students of semesters 1 ( one ) by taking a sample of two classes ( class experimental and control classes ) through random sampling technique . Data obtained through KAM test , test mathematical problem solving ability , emotional intelligence questionnaire . Data were analyzed by ANOVA test two paths . Before the ANOVA test was used two lines first tested for normality and homogeneity in research in this study with the significant level of 5 % . The results of the data analysis showed that the average increase problem solving ability test experimental class and control class is 0.48 is 0.38 with sig = 0.02 with

0.02 < α = 0.05 then there is an increase in mathematical problem solving ability

students are taught by learning models IMPROVE higher than in the Direct Learning , but the average increase in emotional intelligence test experimental and control classes are 0.03 and 0.02 with the test mengguanakan man - Whitney p - value ( 2 -

tailed ) was 0.931 to 0.931 > α = 0.05 then No difference Emotional intelligence

enhancement of students who are taught by Improv learning model compared with learning Direct , the calculated F value of 1.54 and a significant value of 0.211 because 0.211 > 0.05 then there is an interaction between early learning approach with the ability of students to the improvement of student mathematical problem solving skills , process for resolution of the problems created by the students in solving problems in the IMPROVE learning model is better than the Direct learning . The findings of the study recommend IMPROVE be one of the learning approaches used in primary school or university to achieve high competence think .

Key words : IMPROVE approach, mathematics problem – solving,

Emotional intelligence


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. KMS. M. Amin Fauzi, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED.

3. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, sebagai narasuber I, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, sebagai narasumber II, dan Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S sebagai narasumber III yang telah banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan, dan Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd, Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd, berturut-turut selaku Direktur, Asisten Direktur I, dan II Program Pascasarjana Unimed, yang telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di Universitas Negeri Medan.

5. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan tesis ini, Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di Unimed.

6. Bapak Drs. Syafari, M.Pd dan Dra. Nurliani Manurung, M.Pd berturut-turut selaku Ketua jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNIMED dan Dosen


(8)

iv

Pembimbin mata kuliah Kalkulus jurusan Pendidikan matematika FMIPA UNIMED, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di Prodi yang beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana Jurusan, serta dosen – dosen S1 jurusan pendidikan matematika dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

7. Kekasih hati, Suami tercinta Ridwan Panjaitan, S.Psi, sebagai motivator yang luar biasa menjadikan ruh yang sangat kuat untuk menyelesaikan tesis ini, serta 3 mujahidah Mafaza Panjaitan, Sabiliha Shoffa Panjaitan dan Juwairiyah Panjaitan, mata bening dan senyuman kalian menjadikan ummi kuat, maafkan ummi yang dalam penulisan tesis ini mengabaikan beberapa hak kalian.

8. Ayahanda Buyung Padri Jambak dan Ibunda Jamilah Harahap, pengorbanan kalian sampai kapanpun tidak sanggup diri ini membalasnya, doaku semoga allah memudahkan rezekiku agar dapat selalu membahagiakan kalian di dunia ini dan allah menghadiahkan syurga untuk kalian di tempat yang abadi, Abanganda Abdul Rija Jmabak, ST, Adinda Faisal Amri, Rossi Fadillah dan Ahmad Rizal Fahlevi yang senantiasa memberikan motivasi dan doa restu kepada penulis.

9. Serta teman-teman mahasiswa angkatan XVIII dan XX kelas A reguler dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Maret 2014 Penulis


(9)

v

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 16

1.3 Rumusan Masalah ... 16

1.4 Tujuan Penelitian ... 17

1.5 Manfaat Penelitian ... 18

1.6 Defrnisi Operasional ... 19

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pembelajaran Matematika ... 21

2.2 Pemecahan Masalah ... 24

2.3 Kecerdasan Emosional ... 32

2.4 Kemampuan Awal Matematika... 37

2.5 Pengertian Metakognitif ... 39

2.6 Metakognitif dalam Pemecahan Masalah ... 50

2.7 Model IMPROVE ... 58

2.8 Kaitan Model IMPROVE terhadap Pemecahan Masalah ... 63

2.9 Teori – Teori yang berkaitan dengan Model IMPROVE ... 67

2.10 Pembelajaran Langsung ... 72

2.11 Hasil Penelitian Relevan ... 78

2.12 Kerangka Konseptual ... 80


(10)

vi

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 89

3.2 Lokasi dan Waktu ... 89

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 90

3.4 Variabel Penelitian ... 91

3.5 Desain Penelitian ... 92

3.6 Instrumen Penelitian... 94

3.7 Validasi Instrumen ... 99

3.8 Hasil Uji coba Instrumen ... 104

3.9 Pengoalahan data ... 107

3.10 Prosedur Penelitian... 120

3.11 Jadwal Penelitian ... 121

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 122

4.1.1 Analisis Hasil Penelitian ... 122

4.1.1.1 Hasil Tes KAM ... 123

4.1.1.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 133

4.1.1.3 Hasil Tes kecerdasan Emosional ... 146

4.1.1.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah ... 157

4.2 Pembahasan ... 172

4.2.1 Faktor Pembelajaran ... 172

4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 178

4.2.3 Kecerdasan emosional ... 181

4.2.4 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM ... 182

4.2.5 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... 183

4.2.6 Keterbatasan dalam Penerapan PBM ... 184

BAB IV SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 186

5.2 Implikasi ... 187

5.3 Saran ... 188


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1. Langkah Model Pembelajaran IMPROVE ... 62

Tabel 2.2. Sintaks Model Pembelajaran Langsung ... 78

Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 93

Tabel 3.2. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan antara Variabel-variabel Dalam Penelitian ... 93

Tabel 3.3. Kisi – Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 95

Tabel 3.4. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 96

Tabel 3.5. Kisi – Kisi Tes kecerdasan Emosional ... 98

Tabel 3.6. Klasifikasi Koefisien Validita ... 101

Tabel 3.7. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 102

Tabel 3.8. Klasifikasi Daya Pembeda... 103

Tabel 3.9. Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 105

Tabel 3.10. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 105

Tabel 3.11. Hasil Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 105

Tabel 3.12. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang digunakan ... 108

Tabel 3.13. Kriteria Proses Penyelesaian Masalah ... 119

Tabel 3.14. Jadwal Penelitian ... 121

Tabel 4.1. Data KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 124

Tabel 4.2. Rekapitulasi Data KAM Siswa Kedua Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM... 125

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Tes KAM ... 127

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Tes KAM Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 129

Tabel 4.5. Hasil Uji Persamaan Dua Rerata KAM... 131


(12)

viii

Tabel 4.7. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Kedua Kelompok Pembelajaran ... 135

Tabel 4.8. Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Pembelajaran PBM dan PL ... 136

Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 140

Tabel 4.10. Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 141

Tabel 4.11. Uji ANAVA Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 142

Tabel 4.12. Nilai Kecerdasan Emosional mahasiswa Kelas Eksperimen ... 146

Tabel 4.13. Nilai Kecerdasan Emosional mahasiswa Kelas Kontrol ... 148

Tabel 4.14. Rekapitulasi Nilai Kecerdasan Emosional Pretest ... 150

Tabel 4.15. Rekapitulasi Nilai Kecerdasan Emosional Postest ... 150

Tabel 4.16. Hasil N- Gain kecerdasan Emosional Sampel ... 152

Tabel 4.17. Hasil Uji Normalitas Tes Kecerdasan Emosional mahasiswa .... 152

Tabel 4.18. Hasil Uji Homogenitas Tes Kecerdasan Emosional mahasiswa . 154 Tabel 4.19. Uji Mann Withnay U ... 155

Tabel 4.18. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi pada Taraf Signifikan 5% ... 157

Tabel 4.20. Analisis Proses Penyelesaian jawaban Mahasiswa soal No. 1 .... 160

Tabel 4.20. Analisis Proses Penyelesaian jawaban Mahasiswa soal No. 2 .... 164

Tabel 4.21 Analisis Proses Penyelesaian jawaban Mahasiswa soal No. 3 ... 168


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Jawaban Mahasiswa Soal Pemecahan Masalah ... 8

Gambar 2.1 Kurikulum Matematika Singapur ... 52

Gambar 2.2 Alur Pemprosesan Informasi ... 53

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 120

Gambar 4.1 Rata-rata Skor KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) ... 126

Gambar 4.2 Normalisasi Skor KAM Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 130

Gambar 4.3 Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah ... 134

Gambar 4.4 Rata-rata skor Mean dan Standar Deviasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Berdasarkan Pembelajaran ... 135

Gambar 4.5 Rata-Rata Skor Mean Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika ... 137

Gambar 4.6 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 145

Gambar 4.7 Diagram Batang Hasil Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen 145

Gambar 4.8 Diagram Batang Hasil Kecerdasan Emosional Kelas kontrol ... 147

Gambar 4.9 Peningkatan Kecerdasan Emosional ... 151


(14)

x

Gambar 4.11 Proses Penyelesaian jawaban No. 1 kelas kontrol ... 161

Gambar 4.12 Kriteria proses Penyelesain jawaban no. 1 Mahasiswa kedua kelas ... 161 Gambar 4.13 Proses Penyelesaian jawaban No. 2 kelas Eksperimen ... 163 Gambar 4.14 Proses Penyelesaian jawaban No. 2 kelas kontrol ... 164 Gambar 4.15 Kriteria proses Penyelesain jawaban No. 2 Mahasiswa kedua kelas

... 165 Gambar 4.16 Proses Penyelesaian jawaban No. 3 kelas Eksperimen ... 166 Gambar 4.17 Proses Penyelesaian jawaban No. 3 kelas Kontrol ... 167 Gambar 4.18 Kriteria proses Penyelesain jawaban No. 3 Mahasiswa kedua kelas

... 168 Gambar 4.19 Proses Penyelesaian jawaban No. 4 kelas Eksperimen ... 169 Gambar 4.20 Proses Penyelesaian jawaban No. 4 kelas Kontrol ... 170 Gambar 4.18 Kriteria proses Penyelesain jawaban No. 4 Mahasiswa kedua kelas

... 171 Gambar 4.19 Proses Penyelesaian Masalah Pada LAM ... 176


(15)

xi

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Perangkat Pembelajaran Lampiran B Instrumen Penelitian

Lampiran C Hasil Validasi dan Uji Coba Instrumen Penelitian Lampiran D Data Hasil Penelitian


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut, pendidikan khususnya pendidikan perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal senada juga ditegaskan dalam undang – undang no 22 tahun 1961 tentang tujuan perguruan atau pendidikan tinggi yaitu (1) membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila dan bertanggung-jawab akan terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur, materiil dan spiritual, (2)menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan pendidikan tinggi dan yang cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan,(3)melakukan penelitian dan usaha kemajuan dalam lapangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan kemasyarakatan.


(17)

2

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk jenjang perguruan tinggi harus diselenggarakan secara sistematis sehingg tercapainya tujuan tersebut. Tujuan pendidikan juga berkaitan juga dengan pembentukan karakter mahasiswa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan mampu berinteraksi dengan baik kepada masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter sangat penting untuk ditingkatkan.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang bermanfaat. Dalam pendidikan karakter , semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.


(18)

3

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan mahasiswa mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Guna tercapainya tujuan tersebut ada beberapa hal yang menjadi perhatian yaitu proses pendidikan yang dilaksanakan diperguruan tinggi harus mempunyai tujuan, dengan demikian segala sesuatu yang dilakukan dosen sebagai pendidik dan dan mahasiswa sebagai peserta didik menuju pada apa yang igin dicapai, suasana belajar dan pembelajaran dirahkan untuk mengembangkan potensi mahasiswa, harapannya proses pendidikan haruslah berorientasi kepada mahasiswa dan akhir proses pendidikan itu adalah berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan intlektual serta pengembangan keterampilan mahasiswa sesuai dengan kebutuhan, sehingga diharapkan mampu mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas, karena pendidikan diyakini dapat mendorong memaksimalkan potensi mahasiswa sebagai calon sumber daya manusia yang mampu bersikap kritis, logis, mengkomunikasikan gagasan dan sistematis dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.

Berdasarkan pemaparan diatas, pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang terintegrasi dalam peningkatan kecerdasan berfikir dan kecerdasan emosional, kecerdasan berfikir adalah hal yang terkait pada logika yaitu seperti kemampuan bernalar, beriimajinasi dan kemampuan


(19)

4

pemecahan masalah, sementara kecerdasan emosional adalah hal yang terkait pada hati, seperti kemampuan berinteraksi, kemampuan memotivasi diri sehinggga dengan memaksimalkan kedua kecerdasan inilah yang akan melahirkan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh pengguna produk pendidikan.

Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil evaluasi kurikulum 2006 yang berbasis kompetensi, diketahui bahwa mahasiswa belum mencapai kemampuannya secara optimal, dimana mahasiswa belum mampu mengintegrasikan kecerdasan berfikir dan kecerdasan emosional. Mahasiswa hanya mengetahui banyak fakta tetapi kurang mampu memanfaatkannya secara efektif. Sementara itu, pemerintah dan masyarakat berharap agar lulusan dari perguruan tinggi dapat menjadi pemimpin, manajer, inovator, operator yang efektif dan yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh sebab itu, beban yang diemban oleh Perguruan Tinggi, dalam hal ini adalah dosen sangat berat, karena dosenlah yang berada pada garis depan dalam membentuk pribadi mahasiswa. Dengan demikian sistem pendidikan di masa depan perlu dikembangkan agar dapat menjadi lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat dan tantangan yang akan dihadapi.

Salah satu kecerdasan berfikir adalah Kemampuan pemecahan masalah, Pemecahan masalah (problem Solving) merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika (Suryadi, 1985; Sumarmo, 1994; dan Kusumah, 2004). Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematik dikemukakan Branca (dalam Sumarmo, 1994:8–9) sebagai berikut: (1) Kemampuan menyelesaikan merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, (2) Penyelesaian masalah meliputi metoda, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) Penyelesaian matematika merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.


(20)

5

Dalam standar kurikulum National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1989) yang menjadi rujukan kurikulum tahun 2004 menegaskan bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari standar kompetensi atau kemahiran matematika yang diharapkan, setelah pembelajaran siswa dituntut dapat menunjukkan kemampuan strategik untuk membuat atau merumuskan, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah. Kurikulum 2004 menekanka pemecahan masalah sebagai salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki siswa. NCTM juga menjelaskan bahwa pemecahan masalah matematika dalam pengertian yang lebih luas hampir sama dengan melakukan matematika (doing mathematics). Menurut standar NCTM tahun 2000, pemecahan masalah merupakan esensi dari daya matematik (mathematical power).

Dari berbagai tuntutan kurikulum memaparkan pentingnya kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa, secara otomatis sebagai mahasiswa yang nantinya adalah seorang pendidik harus terlebih dahulu memiliki kemampuan pemecahan masalah, sedemikian sehingga kemampuan pemecahan masalah dapat dilatih kepada siswa.

Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah manapun ( Sumarmo, 1994). Oleh karena itu pembelajaran matematika hendaknya selalu ditujukan agar dapat terwujudnya kemampuan pemecahan masalah, sehingga selain dapat menguasai matematika dengan baik mahasiswa juga berprestasi secara optimal. Dengan demikian pembelajaran matematika tidak hanya dilakukan dengan mentransfer pengetahuan kepada siswa atau mahasiswa, tetapi juga membantu mahasiswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta memberdayakan mahasiswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.


(21)

6

Pemecahan masalah (problem solving) sebagai salah satu aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi, didefinisikan oleh Cooney (Kisworo, 2000: 19), sebagai proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah itu. Sedangkan Polya (Hudoyo, 1979: 112) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dicapai. Selanjutnya Polya menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki.

Pemecahan masalah matematika memiliki karakteristik yang berbeda dengan pemecahan masalah yang lain, karena itu memerlukan langkah-langkah dan prosedur yang benar. Polya (1985) merumuskan indikator pemecahan masalah yaitu (1) memahami masalah,(2) Merencanakan pemecahan (devising a plan), (3) Melakukan Perhitungan (carrying out the plan). Langkah ini menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian. Prosedur yang ditempuh adalah : (a) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum? (b) bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar? (4)Memeriksa kembali proses dan hasil (looking back). Pada bagian akhir, Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang telah diperoleh. Prosedur yang harus diperhatikan adalah: (a) dapatkah diperiksa sanggahannya? (b) dapatkah jawaban tersebut dicari dengan cara lain? (c) dapatkah anda melihatnya secara sekilas? (d) dapatkah cara atau jawaban tersebut digunakan untuk soal-soal yang lain?

Kenyataan di lapangan, dosen masih belum memanfaatkan pemecahan masalah sebagai target dalam pembelajaran , mahasiswa seringkali tidak memahami


(22)

7

makna yang sebenarnya dari suatu permasalahan, mahasiswa hanya mempelajari prosedur mekanistik yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah itu.

Contoh kasus tersebut dapat kita lihat pada salah satu perguruan tinggi negeri Jurusan Pendidikan Matematika UNIMED yang mengelola Perogram Studi Pendidikan Matematika. Prodi Pendidikan Matematika memuat kurikulum matematika murni terdiri dari Pengantar Dasar Matematika (kalkulus), Pengantar Topologi,Struktur Aljabar dan Analisa Real. Nilai yang diperoleh mahasiswa rata-rata rendah untuk mata kuliah ini. Berdasarkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang ada, kalkulus merupakan mata kuliah dasar keahlian dan mencakup dasar berpikir untuk mempelajari matematika murni. Kalkulus adalah cabang ilmu matematika yang mencakup limit, turunan, integral, dan deret takterhingga. Kalkulus adalah ilmu mengenai perubahan, sebagaimana geometri adalah ilmu mengenai bentuk dan aljabar adalah ilmu mengenai pengerjaan untuk memecahkan persamaan serta aplikasinya. Kalkulus memiliki aplikasi yang luas dalam bidang-bidang sains, ekonomi, dan teknik, serta dapat memecahkan berbagai masalah.

Namun rata – rata mahasiswa tidak mampu dalam memecahkan masalah pada mata kuliah kalkulus terutama masalah non rutin seperti masalah berikut

Seekor semut merayap dari arah kanan ke kiri sepanjang kurvay 5x2. Pada saat yang sama seekor laba – laba mengintai semut tersebut di titik

3,0

. Posisi semut pada saat mereka (pertama sekali) saling melihat terletak pada titik :

Di bawah ini adalah salah satu dari mayoritas jawaban mahasiswa yang tidak memenuhi indikator kemampuan pemecahan masalah, dari gambar 1.1 menggambarkan jawaban mahasiswa yang tidak memahami masalah yang diajukan sedemikan sehingga strategi penyelesaian yang dipilihnya tidak tepat sehingga akhirnya diujung penyelesaian tidak terselesaikan dengan tepat


(23)

8

Gambar 1 . Contoh Penyelesaian Masalah Mahasiswa saat Pra penelitian Dari seluruh mahasiswa yang menjawab masalah ini hanya 2 % yang mampu menjawab dengan benar, kesalahan yang sering banyak muncul adalah mahasiswa tidak memahami masalah seperti tampak pada gambar diatas, sehingga tidak mampu merencanakan strateg dalam memcahkan masalah dan akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah dengan benar.

Ketidakmampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah tersebut bukan hanya akibat dari kerendahan kecerdasan berfikir mahasiswa, namun Kecerdasan emosional terkait dalam hal itu. Mahasiswa akan semangat dan termotivasi untuk menyelesaikan masalah yang dimulai dengan memahami masalah tersebut, merencanakan dan kemudian menyelsaikan hingga ia mampu mengecek kebenaran sebuah masalah apabila ia memiliki kecerdasan emosional yang baik seperti yang diungkapkan oleh Hasratuddin (2005) “ Dalam membangkitkan semangat atau dorongan hati berbuat untuk menyelesaikan masalah selalu diperlukan kecerdasan emosi yang baik, terlebih dalam bidang matematika yang memiliki fungsi terhadap penyelesaian masalah (problem solving) (Piaget,1974).”


(24)

9

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dan lainnya dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berfikir serta prilaku seseorang,

Karakter dari kecerdasan emosional adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Dari pemaparan diatas satu hal yang dapat kita ambil kesimpulan adalah pendidikan karakter menuntut agar terwujudnya kecerdasan emosional pada peserta didik, kecerdasan emosional adalah hal yang sangat penting untuk keberhasilan setiap individu, termasuk dalam keberhasilan akademiknya, seperti yang dikutip dalam Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan


(25)

10

pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Hal senada juga diungkapkan oleh McGregor (2007) mengatakan bahwa memadukan keterampilan berfikir dengan nilai moral merupakan hal yang sangat penting dan urgen untuk dilaksanakan pada abad 21 dan ia juga mengingatkan betul – betul bahaya – bahaya tentang manusia yang tidak dan sungguh tidak punya moral akan menimbulkan perpecahan dan melapetaka, sehingga ia menganjurkan “para guru harus mengajar para murid bagaimana caranya berfikir, tidak apa yang harus difikir “. Kemudian Given (2007) menguatkan juga dengan mengusulkan pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran dengan memfungsikan alamiah otak dengan menggabungkan komponen emosi, sosial, kognitif dan refleksif. Dan yang lebih spesifik adalah pendapat Izard .C.E (1991) yang menyatakan bahwa Kemampuan berfikir kritis dan Kecerdasan emosional perlu dikembangkan di sekolah – sekolah melalui pemecahan masalah, khususnya dalam membentuk moralitas peserta didik yang lebih baik, disamping membantu mereka memahami permasalahan dan konflik – konflik di dalam pembelajaran atau disekitar kehidupan siswa.


(26)

11

Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain yang juga diduga berkontribusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yaitu kemampuan awal matematika (KAM) mahasiswa, yang dapat digolongkan ke dalam kelompok tinggi,sedang dan rendah. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang dan rendah berpengaruh dengan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika disebabkan oleh karakteristik materi matematika itu sendiri yang bersifat hierarkis artinya suatu topic matematika akan merupakan prasyarat bagi topic berikutnya, pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep sebelumnya, hal ini harus diperhatikan dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini snada dengan Ruseffendi (2001)) yang mengatakan matematika mempelajari tentang pola keterraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, yang dimulai dari unsur –unsur yang didefenisikan, ke aksioma/postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep – konsep matematika tersusun secara hierarki, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep sederhana sampai konsep yang paling komplek. Pernyataan inipun diperkuat oleh Skemp (1971) yang menyatakan bahwa dalam belajar matematika meskipun kita telah membuat semua konsep ini menjadi baru dalam pemikiran kita, kita bisa melakukan ini dengan menggunakan konsep yang kita capai sebelumnya, hal ini disebabkan materi matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai syarat untuk memahami konsep selanjutnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka objek dari matematika terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang menunjukkan bahwa matemtika merupakan ilmu yang mempunyai aturan yaitu pemahaman materi yang baru mempunyai persyaratan, penguasaan materi sebelumnya.


(27)

12

Tes kemampuan awal diberikan ke pada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Munurut Russefendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang biasa – biasa saja serta kemapuan yang dimiliki siswa bukan semata – mata merupakan bawaan dari lahir ( Hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen. Banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa seorang yang berada pada kelompok tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang baik, tidak peduli metode belajar apapun yang diterapkan Krutetski (1976). Tetapi siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah akan mendapatkan manfaat dari penerapan strategi – strategi pembelajaran tersebut.

Universitas Negeri Medan (UNIMED) adalah salah satu perguruan tinggi yang mengemban amanah dalam membangun karakter mahasiswa atau character building, berdasarkan amanah ini Unimed memiliki visi untuk menghasilkan mahasiwa yang berkarakter sehingga secara intelektual dan emosionalnya mahasiswa lulusan unimed dapat diterima oleh sekolah sekolah yang juga mengemban amanah dalam mencetak karakter siswa atau peserta didik. Dosen adalah seorang praktisi yang akan mencetak mahasiswa sesuai kurikulum perguruan tinggi, guna mencapai tujuan lulusan yang bagus mengharuskan dosen mengguanakan model pembelajaran yang relevan terhadap tujuan tersebut, namuan model pembelajaran yang diterapkan saat ini oleh sebagian besar dosen menggunakan model pembelajaran biasa, yang lebih terfokus pada dosen. Inisiatif, informasi, pertanyaan, penugasan, umpan balik dan penilaian terpusat pada dosen. Dalam kegiatan matematika mahasiswa bekerja hanya


(28)

13

berdasarkan pada perintah atau-tugas-tugas yang diberikan oleh dosen, mahasiswa akan menyelesaikan latihan yang diperintahkan oleh dosen, karena dosen bertindak sebagai pengendali dari aktivitas mahasiswa dalam belajarnya. Cara ini tentu tidak mendorong aktivitas proses matematika ( doing mathematics) mahasiswa, akibatnya kegiatan pembelajarannya tidak bisa menggali kecerdasan berfikir dan kecerdasan emosional mahasiswa. Salah satu ciri anak yang tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam belajar matematika adalah anak tidak bergairah atau tidak semangat, tidak kritis dan hanya memikirkan dan fokus pada hasil atau jawaban akhir (Skovsmose, 1994),suatu fakta umum menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang berasumsi bahwa setiap permasalahan dalam matematika harus memiliki jawaban dan tunggal, hal ini menurut Skovsmose(1994) sebagai ciri anak yang kurang memiliki kecerdasan emosional yang baik terhadap proses penyelesaian masalah matematis.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas kemampuan pemecahan masalah matematik penting dikuasai siswa. Akan tetapi, di sisi lain kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa masih kurang memuaskan. Begitu juga karakter harus terbentuk dalam proses pembelajaran, namun selama ini pembentukan karakter seperti kecerdasan emosional adalah hal yang terpisahkan selama proses belajar. Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya untuk meningkatkan kemampuan ini. Salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dengan memberikan penuntun-penuntun yang dapat mengarahkan siswa ke arah pemecahan masalah, strategi yang diusulkan adalah pembelajaran dengan pendekatan metakognisi, secara spesifik pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran IMPROVE.

Pendekatan metakognisi adalah pendekatan pembelajaran yang telah menjadi perhatian sejak tahun 1970, pendekatan ini pertama sekali diperkenalkan oleh jhon


(29)

14

flavell pada tahun 1976 (Panaoura. A dan Philippou. G : 2004) yang didasarkan pada konsep metememori dan metacomponential skill an processes (Stemberg dan French, dalam tomo 2002). Metakognisi memiliki dua kata dasar yaitu meta dan kognisi. Meta berarti setelah atau melebihi dan kognisi berarti keterampilan yang berhubungan dengan proses berfikir. Pada sekitar akhir abad 20-an para pakar seperti Mayer (1987); Lester Garofolio dan Kroll (1989); Cardel-Elawar (1995); serta kramarski dan Mevarech (1997) telah mendesain pengajaran yang berbasis pada melatih siswa untuk mengaktifkan proses metakognitif selama penyelesaian tugas matematika.

Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan metakognisi adalah pendektan proses berfikir untuk menguatkan struktur kognitf. Struktur kognitif adalah pengaitan memori memori yang telah ada terhadap sebuah materi yang baru dalam matematika , menurut Dubinsky (2001) proses terbentuknya pengetahuan dalam matematika diyakini sebagai hasil dari suatu rangkaian proses Action – Process – Object – Schema. Rangkaian ini sebagai hasil dari proses berfikir.

IMPROVE ((Mevarech & Kramarski, 1997) adalah akronim dari tahapan tahapan belajar yaitu: Introducting the new concepts, Metacognitive questioning, Practiving, Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery, Verification, and Enrichment. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan model pembelajaran IMPROVE dimulai dari aktivitas dosen menghantarkan materi baru melalu beberapa pertanyaan, selanjutnya mahasiswa dilatih untuk mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan metakognitifnya dalam menyelesaikan topik matematika. Pada akhir tiap topik diadakan sesi umpan balik-perbaikan- pengayaan.

Dalam penerapan model pembelajaran IMPROVE dosen dapat memberikan penuntun yang menggiring siswa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah


(30)

15

dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan metakognitif .Dalam kaitannya dengan pemecahan masalah, lkramarski dan mevarech (2003: 284) berpendapat bahwa pengetahuan tentang proses pemecahan masalah dan kemampuan untuk mengontrol dan mengatur proses pemecahan masalah merupakan pengetahuan metakgnitif secara umum, menurut schonfeld (1992:347), pengetahuan seorang tentang proses berfikirnya sendiri termasuk dalam pengetahuan metakognitif, selanjutnya schonfeld mengemukakan konsep metakognisi flavell dalam pengertian yang bersifat fungsional yaitu : 1) Pengetahuan deklaratif seseorang tentang proses kognitifnya ,2) prosedur pengaturan diri sendiri, mencakup monitoring dan pengambilan keputusan langsung dan, 3) keyakinan dan kesungguhan serta pengaruhnya terhadap unjuk kerjanya. Sedangkan untuk prosedur pengaturan diri mencakup : a) Memahami hakikat masalah, b) merencanakan pemecahannya, c)Memantau dan minitor , d) memutuskan apa yang dikerjakan dalam berusaha memecahkan masalah tersebut.

Saat menggunakan model pembelajaran IMPROVE mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang mahasiswa yang memiliki kemampuan heterogen. dosen bertindak sebagai pemandu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada saat menghantarkan konsep baru dan membimbing mahasiswa untuk mengajukan dan menjawab pertanyaan metakognitif mereka, selanjutnya mahasiswa berdiskusi menjawab pertanyaan guru atau pertanyaan mereka dalam kelompoknya. Kegiatan tersebut mendorong mahasiswa untuk aktif.

Dengan Kegiatan model pengelompokan ini tentunya mendorong mahasiswa untuk saling berbagi dengan temannya, dan menerima sebuah kebenaran ataupun sebuah pendapat temannya, suasana seperti ini akan menghantarkan dan mendukung kearah perbaikan kecerdasan emosional itu sendiri, terjadinya interaksi sosial yang baik adalah buah dari kecerdasan emosional yang baik.`


(31)

16

Berdasarkan paparan di atas, penulis merasa perlu untuk merealisasikan upaya tersebut dalam suatu penelitian dengan judul :” Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kecerdasan Emosional Mahasiswa FMIPA Pendidikan Matemtaika melalui Model Pembelajaran IMPROVE ”

1.2Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, ditemukan beberapa identifikasi maslah anatara lain :

1. Hasil belajar mata kuliah matematika murni khususnya mata kuliah kalkulus mahasiswa masih tergolong rendah.

2. Kemamapuan pemecahan masalah mata kuliah kalkulus masih rendah 3. Pembelajaran yang mampu menggali kecerdasan emosional mahasiswa

belum maksimalnya

4. Aktivitas pembelajaran matematika mahasiswa masih rendah. 5. Pembelajaran matematika masih bersifat teacher centred.

6. Pembelajaran yang dilakukan oleh dosen Masih belum bervariasi.

1.3 Rumusan Masalah

Sebagaimana yang tersirat dalam judul dan latar belakang penelitian ini, perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan Pemecahan masalah dan kecerdasan emosional siswa. Rumusan masasalah dalam penelitian ini adalah “ bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional mahasiswa melalui Pembelajaran dengan model IMPROVE yang dibandingkan model pembelajaran langsung”

Dari rumusan masalah tersebut dapat dirinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut :


(32)

17

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Model IMPROVE lebih tinggi dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?

2. Apakah peningkatan kecerdasan emosional mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan model IMPROVE lebih tinggi daripada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran langsung?

3. Apakah tidak terdapat Interaksi antara model pembelajran dengan kemampuan awal mahasiswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa.

4. Apakah tidak terdapat Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal mahasiswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional mahasiswa

5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat mahasiswa dalam menyelesaikan masalah pada proses pembelajaran dengan model IMPROVE .

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang mendapat pembelajaran model IMPROVE lebih tinggi dari pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang mendapat model pembelajaran langsung.

2. Mengetahui peningkatan Kecerdasan Emosional mahasiswa yang di beri perlakuan pembelajaran dengan model IMPROVE lebih tinggi dari pada peningkatan kecerdasan Emosional mahasiswa yang mendapat model pembelajaran langsung


(33)

18

3. Mengetahui tidak terdapat Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal mahasiswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa.

4. Mengetahui tidak terdapat Interaksi antara model pembelajran dengan kemampuan awal mahasiswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional mahasiswa.

5. Mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat mahasiswa dalam menyelesaikan masalah pada proses pembelajaran matematika dengan model IMPROVE

1.5 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para dosen untuk menerapkan pembelajaran dengan model IMPROVE yang memperhatikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan peningkatan kecerdasan emosional mahasiswa.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan peningkatan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional mahasiswa melalui pembelajaran dengan model IMPROVE.

3. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menumbuhkankembangkan atau meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional dan memotivasi belajar mahasiswa dalam pembelajaran mata kuliah matematika.

4. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.


(34)

19

1.6 Defenisi Operasional

Untuk memperjelas variabel-variabel, agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap rumusan masalah dalam penelitian ini, berikut diberikan definisi operasional:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan yang menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin ditinjau dari aspek : a. Memahami masalah

b. Membuat rencana penyelesaian c. Melakukan perhitungan

d. Memeriksa kembali

2. Model pembelajaran IMPROVE adalah model pembelajaran matematika dalam setting kelompok kecil melalui langkah-langkah berikut :

a. Penyampaian informasi dari guru tentang konsep baru yang akan dibahas, tujuan yang akan dicapai dan memberikan petunjuk cara menggunakan pertanyaan metakognitif;

b. Latihan mengajukan dan menjawab pertanyaan metakognitif yang ada dalam bahan ajar (LAM) berupa: (1) pertanyaan pemahaman tentang topik yang dipelajari, (2) pertanyaan tentang pengembangan hubungan antara pengetahuan yang lalu dengan sekarang; (3) pertanyaan tentang

penggunaan strategi penyelesaian permasalahan yang tepat dan (4) pertanyaan tentang refleksi, proses dan solusi.

c. Penyampaian umpan balik dan pengayaan dari guru setiap selesai satu pokok bahasan..

3. Pembelajaran Langsung dalah pembelajaran secara klasikal dengan menggunakan metode ekspositori yang umumnya lebih berorientasi pada


(35)

20

presentasi informasi secara langsung dan demonstrasi keterampilan oleh guru.

4. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenal emosi diri, mengelola suasana hati dan mengekspresikan emosi dengan tepat, memotivasi diri sendiri, memahami emosi orang lain atau empati serta membina hubungan dengan orang

5. Kemampuan awal matematika adalah tingkat penguasaan materi yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung yang ditentukan berdasarkan nilai tes pengetahuan awal siswa pada materi sebelumnya dengan kriteria yaitu tinggi, sedang dan rendah.


(36)

186 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Model pembelajaran IMPROVE dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa khususnya pada mata kuliah kalkulus, namun pada aspek kecerdasan emosional mahasiswa, model pembelajran IMPROVE tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecerdasan emosional mahasiswa tersebut

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang diajarkan dengan Model Penbelajaran IMPROVE lebih tinggi dibandingkan dengan Pembelajaran Langsung (PL). Hal ini terlihat dari hasil rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 0,48 dan kelas kontrol adalah 0.38 dengan nilai sig = 0,02 dengan 0.02 < α = 0,05. 3. Peningkatan Kecerdasan Emosional mahasiswa yang diajarkan dengan

Model Penbelajaran Improve lebih tinggi dibandingkan dengan Pembelajaran Langsung (PL) . Namun peningkatan kecerdasan emosional ini termasuk dalam katagori peningkatan yang sangat rendah atau dapat dikatakan bahwa peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Hal ini terlihat dari hasil rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 0,03 dan kelas kontrol adalah 0,02 dengan nilai sig = 0,931 dengan 0 > α = 0,05, nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata- rata


(37)

187

peningkatan kecerdasan emosional antara mahasiswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran IMPROVE dibandingkan dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran langsung.

4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik. Hal ini terlihat dari analisis statistik ANAVA dua jalur untuk nilai F hitung 1,54 dan nilai signifikan sebesar 0,211 karena 0,211 > 0,05.

5. Proses penyelesaian jawaban mahasiswa pada model pembelajaran IMPROVE lebih baik dibanding dengan proses penyelesaian jawaban maha siswa pada pembelajaran langsung. Kriteria baik disni sesuai dengan kriteria proses penyelesaian jawaban mahasiswa yang diukur dengan criteria lengkap ataupun tidal lengkap Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah.

5.2Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada pemecahan masalah dan Kecerdsan Emosional mahasiswa melalui pembelajaran matematika dengan model IMPROVE. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang diajarkan dengan Model Penbelajaran Improve lebih tinggi dibandingkan dengan Pembelajaran Langsung (PL) secara signifikan.. Ditinjau dari interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasilnya dapat dilihat dari pendekatan pembelajaran yang diterpakan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.


(38)

188

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan model IMPROVE antara lain :

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah mahasiswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung menerapkan rumus-rumus yang ada dibuku, sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri mahasiswa masih merasa sulit. Ditinjau ke indikator, indikator merencanakan dalam pemecahan masalah.

2. Model IMPROVE dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan pemecahan masalah. Adapun model IMPROVE mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

3. Terkait proses penyelesaian siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah pada model IMPROVE, masih terlihat kurang rapi dan belum sempurna dengan langkah-langkah berurutan dan penyelesaian benar dibanding dengan pembelajaran langsung. Akan tetapi proses penyelesaian siswa yang terjadi pada kemampuan pemecahan masalah sudah lebih baik dengan kriteria kelengkapan jawaban, hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja mahasiswa baik yang diajarkan dengan model IMPROVE maupun model Pembelajaran Langsung.

5.3. Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran model IMPROVE, masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan


(39)

189

kompetensi dari Dosen, maupun kompetensi mahasiswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh dosen matematika.

1. Kepada Dosen

Model IMPROVE pada kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional mahasiswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh karena itu hendaknya pendekatan ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat mahasiswa terlatih dalam memecahkan masalah melalui proses memahami masalah, merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah, memeriksa kembali.. Peran dosen sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Di samping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi Model IMPROVE diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontektual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan model IMPROVE, masih sangat asing bagi pendidik dan peserta didik, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah atau perguruan tinggo dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa, khususnya meningkatkan kemampuan


(40)

190

pemecahan masalah yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi mahasiswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya menjadikan pertimbangan dalam meneliti kecerdasan emosional pada perguruan tinggi, dengan perimbangan karakteristik mahasiswa dan perhitungan waktu meneliti. Kemudian dapat melengkapi penelitian dengan aspek yang lebih banyak untuk diteliti.


(41)

191

DAFTAR PUSTAKA

Alfred S. dan Stepelman, Jay (1990). Teaching Secondary School Mathematics Third Edition. Ohio: Meriil Publishing Company.

Arikunto, S (1996) Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Baroody, A.J. (1993) Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K-8: Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan Publishing Company. Furqan (1999) Statistika Terapan untuk penelitian. Bandung : CV. Alfabeta .

Goos, M. (1995). “Metacognitive Knowledge, Beliefs, and Classroom Mathematics" Eihteen Annual Conference of The Mathematics Education Research Group of Australasia, Darwin, July 7-10 1995.

Goos, M. dan Geiger, V. (1995). " Metacognitive Activity and Collaborative Interaction in The Mathematics Classroom: A Case Study. Eighteen Annual Conference of The Mathematics Education Research Group of Australasia, Darwin, July 7-10 1995. Hodoyo, H. (1989) Pengembangan kurikulum matematika dan Pelaksanaanya di depan

Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Hodoyo, H. (1980) Pemecahan Masalah Dalam Matematika. Jakarta : Depdikbud P3G. Jacob, C. (2000). Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Memperoleh dan

Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Bandung: FPMIPA UPI

King, A. (1994) Guiding Knowledge Construction in The Classroo,: Effects of Teaching Children How to Question and How to Explain. American Education Research Journal, 31. 3338-368.

Kramarski, B (2000) The Effects of Different Instructional Method on The Ability to Communicate Mathematical Reasoning. Proceeding of The 24 th Conference of The International Group for The Psychology of Mathematics Education.

Krulik, S. Dan Robet E. Reys (1980) Problem Solving in School Mathematic. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

Lucast, Erica. (2003) Proof as Method: A New Case for Proof in Mathematic Curricula. [Online].Tersedia:

http://ra.terc.edu/publications/terc_pubs/tech_infusion/prof_dev/ prof_dev_conclution.ntml [25/10/05]


(42)

192

Mavarech, Z. R. & Kramarski, B (1997). IMPROVE : A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classroom. American Educational Reasearch Journal 34(2)

Matin, A. (1988). Prestasi Belajar Siswa dihubungkan dengan Priiaku Guru dan Aktivitas Siswa dalam Proses Betajar Mengajar. Skripsi pada FIP IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Matlin, M. W (1994). Cognition. New York: Harcourt Brace Publisher.

Murtado, S. dan Tambunan, G. (1987) . Materi Pokok Pengajaran Matematika: Jakarta Karunika.

NCTM (1989) Curriculum and Evaluation Standard for school Mathematics Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

NCTM (2000) Mathematics Assessment A Practical Handbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

Nurgana, E. (1985) Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV Permadi

Purwanto, N. (2000) Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Polya, G. (1985) Mathematical Discovery on Understanding, Learning an Teaching Problem Solving. New york: John Wiley & Sons.

Ruseffendi, H.E.T. (1991) Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1994) Dasar-dasar Penelitian Pendidikan Bidang Non Eksak Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes (Suatu Pengantar kepada Teori dan Pengukurannya). Jakarta: Depdikbud.

Sudjono, A (1998 . Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudjana, N. (1989) Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Bandung: Baru

Algesindo.

Sudijono, A. (1998) Pengantar Evaluasi Pendidikan Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suherman, E.dan Kusumah, Y (2001) Evaluasi dan Hasil Belajar Matematika. Pusat


(43)

193

Sudjana (1996) Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (1993) Peran Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung ( tidak dipublikasikan). Sumarmo, U. (1994) Suatu alternatif Pengajaran untuk meningkatkan kemampuan

Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung ( tidak dipublikasikan).

Sumarmo, U. (2002) Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah disajikan pada Pelatihan Guru Mts, Agustus 2002 Bandung.

Surya, M. (1990). Psikologi Perkembangan. Bandung: FIP IKIP Bandung

Suryadi, D. (2000). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP melalui Penerapan Metode Diskusi Kelompok. Laporan Penelitian Tindakan Kelas UPI Bandung: tidak di publikasikan.

Tim MKPBM UPI (2001) Strategi Pengajaran Matematika Kontemporer. Bandung.:Jica, Jurusan Matematika UPI

Widada,W. (1999) Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika SMU yang Berorientasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. IKIP Surabaya: tidak dipublikasikan.


(1)

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan model IMPROVE antara lain :

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah mahasiswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung menerapkan rumus-rumus yang ada dibuku, sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri mahasiswa masih merasa sulit. Ditinjau ke indikator, indikator merencanakan dalam pemecahan masalah.

2. Model IMPROVE dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan pemecahan masalah. Adapun model IMPROVE mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

3. Terkait proses penyelesaian siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah pada model IMPROVE, masih terlihat kurang rapi dan belum sempurna dengan langkah-langkah berurutan dan penyelesaian benar dibanding dengan pembelajaran langsung. Akan tetapi proses penyelesaian siswa yang terjadi pada kemampuan pemecahan masalah sudah lebih baik dengan kriteria kelengkapan jawaban, hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja mahasiswa baik yang diajarkan dengan model IMPROVE maupun model Pembelajaran Langsung.

5.3. Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran model IMPROVE, masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan


(2)

kompetensi dari Dosen, maupun kompetensi mahasiswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh dosen matematika.

1. Kepada Dosen

Model IMPROVE pada kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional mahasiswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh karena itu hendaknya pendekatan ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat mahasiswa terlatih dalam memecahkan masalah melalui proses memahami masalah, merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah, memeriksa kembali.. Peran dosen sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Di samping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi Model IMPROVE diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontektual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan model IMPROVE, masih sangat asing bagi pendidik dan peserta didik, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah atau perguruan tinggo dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa, khususnya meningkatkan kemampuan


(3)

pemecahan masalah yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi mahasiswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya menjadikan pertimbangan dalam meneliti kecerdasan emosional pada perguruan tinggi, dengan perimbangan karakteristik mahasiswa dan perhitungan waktu meneliti. Kemudian dapat melengkapi penelitian dengan aspek yang lebih banyak untuk diteliti.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alfred S. dan Stepelman, Jay (1990). Teaching Secondary School Mathematics Third Edition. Ohio: Meriil Publishing Company.

Arikunto, S (1996) Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Baroody, A.J. (1993) Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K-8: Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan Publishing Company. Furqan (1999) Statistika Terapan untuk penelitian. Bandung : CV. Alfabeta .

Goos, M. (1995). “Metacognitive Knowledge, Beliefs, and Classroom Mathematics" Eihteen Annual Conference of The Mathematics Education Research Group of Australasia, Darwin, July 7-10 1995.

Goos, M. dan Geiger, V. (1995). " Metacognitive Activity and Collaborative Interaction in The Mathematics Classroom: A Case Study. Eighteen Annual Conference of The Mathematics Education Research Group of Australasia, Darwin, July 7-10 1995. Hodoyo, H. (1989) Pengembangan kurikulum matematika dan Pelaksanaanya di depan

Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Hodoyo, H. (1980) Pemecahan Masalah Dalam Matematika. Jakarta : Depdikbud P3G. Jacob, C. (2000). Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Memperoleh dan

Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Bandung: FPMIPA UPI

King, A. (1994) Guiding Knowledge Construction in The Classroo,: Effects of Teaching Children How to Question and How to Explain. American Education Research Journal, 31. 3338-368.

Kramarski, B (2000) The Effects of Different Instructional Method on The Ability to Communicate Mathematical Reasoning. Proceeding of The 24 th Conference of The International Group for The Psychology of Mathematics Education.

Krulik, S. Dan Robet E. Reys (1980) Problem Solving in School Mathematic. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

Lucast, Erica. (2003) Proof as Method: A New Case for Proof in Mathematic Curricula. [Online].Tersedia:

http://ra.terc.edu/publications/terc_pubs/tech_infusion/prof_dev/ prof_dev_conclution.ntml [25/10/05]


(5)

Mavarech, Z. R. & Kramarski, B (1997). IMPROVE : A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classroom. American Educational Reasearch Journal 34(2)

Matin, A. (1988). Prestasi Belajar Siswa dihubungkan dengan Priiaku Guru dan Aktivitas Siswa dalam Proses Betajar Mengajar. Skripsi pada FIP IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Matlin, M. W (1994). Cognition. New York: Harcourt Brace Publisher.

Murtado, S. dan Tambunan, G. (1987) . Materi Pokok Pengajaran Matematika: Jakarta Karunika.

NCTM (1989) Curriculum and Evaluation Standard for school Mathematics Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

NCTM (2000) Mathematics Assessment A Practical Handbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics Inc.

Nurgana, E. (1985) Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV Permadi

Purwanto, N. (2000) Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Polya, G. (1985) Mathematical Discovery on Understanding, Learning an Teaching Problem Solving. New york: John Wiley & Sons.

Ruseffendi, H.E.T. (1991) Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1994) Dasar-dasar Penelitian Pendidikan Bidang Non Eksak Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes (Suatu Pengantar kepada Teori dan Pengukurannya). Jakarta: Depdikbud.

Sudjono, A (1998 . Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudjana, N. (1989) Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Bandung: Baru

Algesindo.

Sudijono, A. (1998) Pengantar Evaluasi Pendidikan Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suherman, E.dan Kusumah, Y (2001) Evaluasi dan Hasil Belajar Matematika. Pusat


(6)

Sudjana (1996) Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (1993) Peran Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung ( tidak dipublikasikan). Sumarmo, U. (1994) Suatu alternatif Pengajaran untuk meningkatkan kemampuan

Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung ( tidak dipublikasikan).

Sumarmo, U. (2002) Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah disajikan pada Pelatihan Guru Mts, Agustus 2002 Bandung.

Surya, M. (1990). Psikologi Perkembangan. Bandung: FIP IKIP Bandung

Suryadi, D. (2000). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP melalui Penerapan Metode Diskusi Kelompok. Laporan Penelitian Tindakan Kelas UPI Bandung: tidak di publikasikan.

Tim MKPBM UPI (2001) Strategi Pengajaran Matematika Kontemporer. Bandung.:Jica, Jurusan Matematika UPI

Widada,W. (1999) Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika SMU yang Berorientasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. IKIP Surabaya: tidak dipublikasikan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran treffinger terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

2 39 0

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMPN 2 PADANGSIDIMPUAN MELALUI PEMBELAJARAN BERLANDASKAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK.

4 14 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 40

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA MTSN 2 MEDAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK.

0 2 54

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 0 20

PENINGKATAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN Peningkatan Kreativitas Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran “Creative Problem Solving” Dengan Media Video Compact Disk (PTK Pa

0 1 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA FMIPA PENDIDIKAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN IMPROVE.

0 1 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 0 71

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI.

1 16 40

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik melalui pembelajaran pendidikan matematika realistik untuk peserta didik SMP Negeri di Kabupaten Garut

1 1 10