Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya T1 312012050 BAB I

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) adalah permasalahan yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap masalah dapat dikaji ke dalam perspektif HAM. Bahkan kini permasalahan mengenai HAM sudah menjadi sorotan dunia. Universal Declaration of Human Rights adalah bukti nyata atas perhatian dunia yang sangat besar terhadap HAM. Deklarasi ini diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) yang dilakukan pada tanggal 10 Desember 1948. Hal yang melatarbelakangi adanya deklarasi ini adalah semakin banyaknya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pasca Perang Dunia. Oleh karena itu Majelis Umum PBB beranggapan bahwa perlindungan terhadap hak-hak individu harus ditegakkan. Berikut adalah pengertian-pengertian HAM:

1. Maidin Gultom

“Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum”.1

2. Yanyan Mochamad Yani

“Secara harfiah hak asasi manusia (HAM) dapat dimaknakan sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia”.2

1 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, PT

Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 7.

2 Yanyan Mochamad Yani, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional, 16 Mei 2006,

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/hak_asasi_manusia_dan_hubungan_internasional.pdf, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 13.50.


(2)

2

3. Zainal Abidin

“HAM adalah hak-hak yang melekat pada semua manusia, tidak membedakan kebangsaan, tempat tinggalnya, jenis kelaminnya, asal-usul kebangsaaan dan etnisitas, warna kulit, agama atau keyakinan, bahasa, atau status-status lainnya.”3

4. Jack Donnely

"Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia."4

5. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”5

Dari kelima pengertian di atas, tidak ada pengertian HAM yang salah, karena pada hakekatnya HAM bersifat kompleks oleh karena itu permasalahan tentang HAM dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Namun peneliti dapat menjelaskan HAM sebagai berikut: HAM pada hakikatnya bersifat Alami dan diperoleh oleh manusia begitu saja karena dia adalah manusia, hak ini adalah hak yang melekat pada manusia bahkan sejak awal kehidupannya di dalam kandungan.

3 Zainal Abidin, Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia, 13 Juni 2013,

http://pamflet.or.id/upload/community/document/Perlindungan_Hak_Asasi_Manusia_di_Indonesia.pdf , dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 14.12

4 Rhona K.M. Smith, Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Bantul, 2008, hlm.28.

5 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara


(3)

3

UUD 1945 juga diatur ketentuan tentang HAM. Ketentuan HAM dalam UUD 1945 terkandung dalam Pasal 28, dan terbagi dalam berbagai bagian yaitu dalam Pasal 28 Huruf a sampai dengan Pasal 28 Huruf j. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang secara lebih khusus mengatur tentang HAM adalah Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia secara lebih spesifik. Salah satunya juga yang menjadi dasar tulisan peneliti dalam proposal ini, yaitu Konvensi Internasional Hak-hak Anak. Gagasan mengenai hak-hak anak ternyata lebih dahulu dibahas jauh sebelum pembahasan tentang HAM, yaitu pada berakhirnya Perang Dunia I. Hal ini dilatarbelakangi dengan penderitaan yang muncul pasca Perang Dunia. Korban yang paling menderita dalam peristiwa ini adalah wanita dan anak-anak. Banyak dari wanita-wanita pada jaman itu terpaksa menjadi seorang janda dan mengurus anak mereka sendirian dikarenakan suami mereka tewas dalam berperang. Oleh karena itu banyak anak-anak yang menjadi anak yatim bahkan ada pula yang kehilangan kedua orangtua mereka. Ide pembahasan tentang hak-hak anak pada saat itu diprakarsai oleh gerakan para aktivis perempuan, salah satunnya aktivis perempuan yang bernama Eglantyne Jebb6, adalah pendiri organisasi yang berfokus dalam permasalahan anak-anak yaitu Save the Children.

Deklarasi hak anak pertama kali muncul pada tahun 1923, kemudian setelah Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1959 adalah deklarasi hak internasional kedua bagi hak anak. 20 tahun kemudian setelah deklarasi kedua, pada tahun 1979 dicanangkan Tahun Anak Internasional. Pemerintah Polandia mengajukan usul

6 Egla ty e as arrested a d put o trial for her protest agai st the i hu a e i pa t of the lo kade o

children. At her trial she was found guilty, but the judge was so impressed with her that he offered to pay her fine. It was the first donation to the charity she went on to found, Save the Children. Yet her ambitions e t further, telli g orld leaders, I elie e e should lai ertai rights for hildre a d la or for their universal recognitio . The Ge e a De laratio of the Rights of the Child, hi h Je rote, as adopted by the League of Nations in 1924. Three decades later it inspired the UN Convention on the Rights of the Child, o sig ed y al ost e ery ou try i the orld .

Save The Children, The Woman Who Save The Children, 1 Januari 2015,

http://www.savethechildren.org/site/c.8rKLIXMGIpI4E/b.6354847/k.2DD5/The_Woman_Who_Saved_t he_Children.htm, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 20.57.


(4)

4

bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak.7 Pada tanggal 20 November 1989 rancangan Konvensi Hak Anak disahkan oleh Majelis Umum PBB dan diratifikasi oleh setiap bangsa yang hadir kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. Sedangkan Indonesia baru menandatangani Konvensi ini pada 1 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 26 Januari 1990 dan dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dan meratifikasinya pada tanggal 25 Agustus 1990.

Ketika Indonesia sudah menandatangani dan meratifikasi Konvensi tersebut maka sudah menjadi konsekuensi Indonesia untuk melakukan penyesuaian terhadap segala ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, termasuk dalam menyesuaikan peraturan perundang-undangan. Langkah pertama yang dilakukan Indonesia dalam melaksanakan Konvensi tersebut adalah melakukan perubahan kedua terhadap konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Undang Undang Dasar Tahun 1945 dengan memasukkan Pasal 28B Ayat (2) yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Pada dasarnya dalam Konvensi Internasional Hak-hak Anak terdapat prinsip yang mendasari segala ketentuan yang ada di dalamnya yaitu “Prinsip Kepe ntingan-Kepentingan Terbaik Bagi Anak”. Prinsip inilah yang akan peneliti kaji dalam pembahasan skripsi ini. Prinsip ini terkandung dalam bunyi Pasal 3 ayat (1) Konvensi Internasional Hak Anak yaitu “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari anak-anak harus menjadi pertimbangan utama.” Pernyataan pada pasal 3 ini juga dikuatkan dengan bunyi pasal 4 yaitu “Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah legislatif, administratif, dan lain sebagainya untuk pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam konvensi sekarang ini. Sepanjang menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan

7 Supriyadi W. Eddiyono, Modul Pengantar Konvensi Hak Anak, 2005:hlm. 1

http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/09/Pengantar-Konvensi-Hak-Anak.pdf , diunduh pada tanggal 20 Juni 2015, pukul 21:34.


(5)

5

kebudayaan, negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah sampai batas maksimal yang dapat dilakukan sdengan sumber-sumber daya mereka yang tersedia dan bila diperlukan, dalam rangka kerjasama Internasional.” Pasal 3 dalam konvensi menjelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik dari anak adalah sebuah kewajiban bagi setiap negara yang telah meratifikasi untuk mengaplikasikannya dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama kebijakan-kebijakan yang berkaitan langsung dengan anak. Hal ini didukung dengan pengaturan pada Pasal 4 di atas. Pemberlakuan prinsip kepentingan tebaik dari anak di negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak anak selain diatur dengan Pasal 4 juga didukung dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Hukum Internasional.

Hukum Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan Negara; Negara dengan subjek Hukum lain bukan negara atau Subyek hukum bukan Negara satu sama lain8. Dalam kaitannya dengan hukum internasional sebagai hubungan antar negara dengan negara lain kerap menimbulkan kesepakatan dan membuat produk hukum bersama, yaitu dengan dibuatnya perjanjian Internasional.

Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan Perjanjian Internasional (treaty) adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh Hukum Internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya. Pengertian lain mengatakan perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu9. Bentuk dari perjanjian Internasional antara lain adalah traktat, pakta, konvensi, piagam, charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dsb. Jika meliat dari jenis-jenis perjanjian internasional ini maka Konvensi Internasional Hak-hak Anak merupakan produk dalam perjanjian Internasional. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban Negara Indonesia untuk

8 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 4. 9Ibid, hlm. 117


(6)

6

menggunakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam pengambilan kebijakan-kebijakan yang dilakukannya terutama kebijakan-kebijakan yang berkaitan langsung dengan anak.

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan utama dalam pengambilan setiap keputusan, karena anak adalah generasi penerus yang menentukan masa depan dunia. Anak-anak yang berada dalam situasi perang, tidak hanya menjadi korban atas perang yang terjadi, namun mereka adalah korban dari tidak terpenuhinya kepentingan terbaiknya. Hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk merasa aman, hak untuk bermain, terkekang karena situasi tersebut. Bahkan anak dalam situasi ini banyak yang terampas kebebasannya dan dilatih untuk berperang.

Hidup dalam persamaan dan bebas dari diskriminasi juga merupakan bentuk kepentingan terbaik dari anak. Seperti yang dialami tokoh muda berikut, Malalah Yozahzai10 penerima nobel perdamaian dunia tertembak oleh pasukan Taliban dikarenakan sejak usia 11 tahun Malala telah menjadi aktivis perlindungan anak dan memperjuangkan kesetaraan perempuan untuk mendapatkan pendidikan.

Indonesia adalah Negara dengan luas wilayah 1,904,569 km211 dan jumlah penduduk nomor 4 terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk mecapai 253,60 juta jiwa12. Dengan populasi penduduk yang banyak, kita dapat menyimpulkan bahwa diantara 253,60 juta jiwa tersebut banyak penduduk pula yang berada pada

10 Gadis yang lahir pada 12 Juli 1997 ini adalah seorang siswa yang berasal dari Kota Mingora, Kabupaten

Swat, Provinsi Khyber-Pakhtunkhwa, Pakistan. Ia merupakan seorang aktivis muda yang ingin memperjuangkan dan memajukan hak wanita dalam bidang pendidikan. Malala tinggal dan bersekolah di lingkungan yang dikuasai oleh Taliban, sebuah grup militan yang ingin menerapkan hukum syariah di Pakistan. Taliban, yang dideskripsikan sebagai salah satu grup militan paling berbahaya di Pakistan, melarang perempuan bersekolah. Mereka bahkan memaksa agar sekolah-sekolah perempuan ditutup. Jika tidak, mereka akan menghancurkan sekolah-sekolah tersebut. Hal ini menarik Malala untuk memperjuangkan hak pendidikan para perempuan.

Khairena Zhafran, Siapakah Malala Yousafzai?,

http://dunia.tempo.co/read/news/2012/10/17/115436329/siapakah-malala-yousafzai, 17 Oktober 2012, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 18.35.

11 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Geografi Indonesia, 2010,

http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia, dikunjungi pada 2 Juli 2015 pukul 21.40.

12Herdaru Purnomo, Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar, detik finance, 6

Maret, 2014,


(7)

7

usia anak. Oleh karena itu Pemerintah haruslah mempunyai prioritas khusus untuk memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak adalah generasi penerus bangsa dan penentu masa depan bangsa, sesuai dengan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak maka, baik dari setiap kebijakan-kebijakan yang diambilnya maupun dari setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat haruslah mempertimbangkan prinsip tersebut. Dengan jumlah yang banyak pada penduduk usia anak ini maka rentan bagi anak-anak untuk menjadi korban dalam tindak kejahatan, termasuk tindak kekerasan anak. Dalam rentan 3 tahun ini yaitu dari tahun 2011-2014 kasus tentang kekerasan anak mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 2013 angka kekerasan pada anak mencapai 3700 kasus13. Kasus tentang kekerasan anak akhir-akhir ini menjadi perbincangan dan perhatian banyak pihak. Kasus Kekerasan seksual di JIS ataupun Kasus Kekerasan Seksual Emon di Jawa barat adalah 2 kasus besar yang mengawali pembahasan tentang Kekerasan anak. Setelah kasus itu semakin banyak muncul dipemberitaan tentang kasus-kasus kerasaan anak, akhir-akhir ini saja ada peristiwa video kekerasan di Bukit Tinggi, Kekerasan pemukulan pada Renggo Kadafi, serta Vidio Kekerasan di Temanggung. Ketiga kasus tersebut sama-sama terjadi di lingkungan sekolah dan pelakunyapun juga adalah anak-anak, berdeda dengan kasus JIS dan Emon yang pelakunya adalah orang dewasa. Namun dalam 3 contoh kasus tersebut kita dapat melihat bahwa situasi sekarang ini peran anak dalam tindak kekerasan mulai bergeser, mereka tidak lagi hanya sekedar menjadi korban dari kekerasan, namun mereka juga menjadi pelaku dalam tindak kekerasan.

Ketika seorang dewasa yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, maka permasalahan tidak akan serumit ketika pelaku tindak kekerasan adalah seorang anak juga. Pelaku dewasa dapat langsung dikenai ketentuan dalam KUHP kita, namun untuk pelaku anak-anak pengurangan hukuman dari hukuman pokok pidana saja tidak cukup. Namun ada tindakan yang lebih dari pada sekedar memberikan efek jera kepada pelaku anak. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 3

13 Syariful Alam, KPAI: Setiap Tahun Terjadi 3.700 Kasus Kekerasan Terhadap Anak, RRI.co.id, 16

September, 2014,

http://www.rri.co.id/post/berita/104143/nasional/kpai_setiap_tahun_terjadi_3700_kasus_kekerasan_t erhadap_anak.html, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 22.22.


(8)

8

Konvensi Internasional tentang Hak Anak, bahwa pemberlakuan terhadap prinsip kepentingan terbaik bagi anak juga harus dilakukan oleh pengadilan dalam menangani perkara tentang anak, termasuk dalam kekerasan tentang anak. Kepentingan yang dilindungi dalam penyelesain perkara kekerasan dari dan oleh anak ini bukan hanya melindungi kepentingan dari satu pihak, yaitu harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi pelaku dan dari korban, mengingat keduanya adalah anak-anak.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perkara kekerasan oleh anak, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang definisi anak. Berikut adalah pengertian anak menurut para ahli:

1. Shanty Dellyana

“Anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental dan fisik belum dewasa)”.14

2. Ter Haar

“Hukum adat meberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang itu anak-anak atau orang dewasa yaitu melihat unsur yang dipenuhi seseorang, yaitu apakah anak tersebut sudah kawin, meninggalkan rumah orang tua atau rumah mertua dan mendirikan kehidupan keluarga sendiri”.15

Dari pengertian tentang anak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dikondisikan oleh 3 Faktor, yaitu Lingkungan Sekitar, Ketentuan Undang-undang, dan Kondisi riil anak itu sendiri, yaitu kondisi fisik anak. Dalam Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sendiri ada begitu banyak definisi anak, diantaranya:

1. Menurut Hukum Perdata

Pasal 330 Ayat (1) KUHPerdata (StaatBlad Tahun 1847 Nomor 23), “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan

14 Shanty Delllyana, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Liberty , Yogyakarta, 1990, hlm. 50

15 Mahadi, Soal dewasa. Dalam: Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep


(9)

9

sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.”16

2. Menurut Hukum Ketenagakerjaan

Pasal 1 butir 26 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan (Lembatan Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39), “Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.”17

3. Menurut Undang-Undang Perlidungan Anak

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”18 4. Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109), “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.”19

5. Menurut Undang-undang Pengadilan Anak

Pasal 1 butir 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153). “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”20

16 Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

17 Pasal 1 butir 26 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan (Lembatan Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39).

18 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109).

19 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32).

20 Pasal 1 butir 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem


(10)

10

Dari berbagai definisi tentang anak di atas maka definisi Anak yang diakai dalam proposal ini adalah definisi yang ada dalam Undang-undnag perlindungan anak dan juga undang-undang pengadilan anak, yaitu yang disebut anak adalah mereka yang belum berumur 18 Tahun dan sebelumnya belum pernah kawin.

Setelah mengetahui definisi anak, maka perlu juga kita mengetahui apa itu yang dimaksud dengan kekerasan, berikut adalah pandangan mengenai kekerasan anak para ahli:

1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

“Kekerasan dapat di artikan sebagai penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang kemungkinan besar mengakibatkan memar, trauma, kematian, dampak psikolgis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.”21

2. Abu Huraerah

Kekerasan terhadap anak bisa juga diartikan tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali dan kekerasan seksual, biasanya dilakukan para orangtua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.”22

Dari pengertian tentang kekerasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan bukan hanya berdampak pada luka fisik, namun juga pada luka psikis. Luka psikis lebih sulit disembuhkan dari pada luka fisik, dan pasti dampaknya juga lebih besar. Korban kekerasan yang trauma dan tidak dapat mengendalikan traumanya tersebut, berpotensi melakukan kejahatan yang sama pada kemudian hari. Selain dari pada menimbulkan luka fisik dan luka psikis, akibat yang lebih fatal lagi dalam kekerasan adalah mengakibatkan korbannya meninggal dunia. Kasus Renggo Kadafi yang terjadi pada mei 2014 adalah salah satu contoh dari kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak yang sampai mengakibatkan korbannya meninggal dunia. Selain kasus tersebut masih banyak kasus lain seperti Kasus

21 KPAI, Lindungi Anak Indonesia dai Kekerasan Seksual, 17 Mei 2014,

http://www.kpai.go.id/artikel/lindungi-anak-indonesia-dari-kekerasan-seksual/, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 23.43.


(11)

11

Penelantaran anak yang dilakukan oleh sepasang suami istri yang terjadi di Cibubur, pekerja anak, hingga kasus yang terjadi pada bulan mei lalu yaitu kasus penelantaran anak yang mengakibatkan kematian anak yang menimpa Angeline. Ini hanya beberapa kasus yang menjadi contoh betapa pentingnya prinsip kepentingan terbaik bagi Anak. Dalam kasus-kasus diatas Prinsip kepentingan terbaik dari anak akan menjadi pertimbangan utama dalam setiap penyelesaiannya, namun justru tindakan yang diambil oleh para pihak dalam penyelesaian menimbulkan problem atau permasalahan dalam menjamin kepentingan terbaik dari anak. Oleh karena itu ingin mengkaji lebih dalam problematika apa saja yang terjadi dalam penerapan prinsip kepentingan terbaik dari anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk memilih topik “Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan

Problematikanya”.

B.

Rumusan Masalah

Problematika atau permasalahan apa yang terjadi berkaitan dengan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak?

C.

Tujuan Penelitian

Menganalisis dan Mengetahui problematika atau permasalahan yang berkaitan dengan Prinsip kepentingan Terbaik Bagi Anak beserta penyelesaiannya.

D.

Manfaat Penelitian

Menjamin salah satu tujuan hukum yaitu Keadilan, khususnya tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang tercantum dalam pasal 3 ayat (1) Konvensi Internasional Hak-hak Anak.


(12)

12

E.

Metode Penelitian

1.

Pengertian

Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pengertian penelitian secara umum adalah pemeriksaan yang diteliti, penyelidikan atau kegiatan pengumpulan, pengolahan, analis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Jenis penelitian secara umum terdiri dari penelitian dasar, penelitian laboratorium, penelitian medis, penelitian pasar, penelitian hukum dan penelitian pembaca. Dalam proposal skripsi ini penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum. Berikut adalah pengertian penelitian hukum menurut para ahli:

a. Soerjono Soekanto

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisasnya. Di samping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.”23

b. Soetandyo Wignyosoebroto

“Penelitiah hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau jawaban yang

23 Soerjono Soekanto (1981), Pengantar Penelitian Hukum, Dalam: H. Zainudin Ali, Metode Penelitian


(13)

13

tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat, berkerterandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada.”24

c. H. Zainuddin Ali

“Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktis, baik yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma hukum yanghidup dan berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat.”25

d. Moris L. Cohen

“Legal Research is the process of finding the law that governs activities in human society.”26

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian hukum adalah serangkaian cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, menyelesaianya dapat melihat baik dari asas-asasnya, kaidah hukumnya, maupun dari perkembangan yang ada di masyarakat. Di dalam penelitian hukum dapat dikaji dalam 2 kajian, yaitu:

a. Kajian Normatif

Penelitiah hukum yuridis Normatif juga sering disebut sebagai Law in book adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka27. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian yuridis normatif adalah pendekatan perundang-undangan dan Pendekatan Konsep.

24 Ibid

25Ibid, H. Zainudin Ali, hlm. 19.

26 Moris L. Cohen (1992), Legal Research, dalam: Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana,

Jakarta, cet. 6 2010, hlm. 29.

27 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers,


(14)

14

b. Kajian Empiris

Penelitian hukum yuridis empiris sering disebut juga sebagai Law in action, adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir28.

Metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah penelitian hukum, sesuai dengan uraian diatas maka penelitian hukum dikaji dalam kajian Normatif maupun kajian Empiris.

2.

Bahan Hukum

Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial, dalam menyelesaikan masalah ini maka peneliti memerlukan bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, risalah, dan putusan hakim. Negara Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda, berdasarkan asas Konkordasi maka sistem hukum yang berlaku di Belanda berlaku pula di negara jajahanya yaitu Indonesia. Oleh karena itu Indonesia menganut civil law system. Oleh karena itu bahan hukum primer di Indonesia bukanlah putusan hakim, namun peraturan perundnag-undangan yang berlaku. Otoritas tertingi dalam peraturan perundang-undangan adalah Kostitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Bahan hukum primer selain peraturan perundang-undangan adalah putusan pengadilan. Putusan hakim adalah konkretisasi dari peraturan perundang-undangan. Berikut adalah uraian bahan hukum primer yaitu:


(15)

15

1) Peraturan Perundang-undangan

Sudah dijelaskan di atas bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda, oleh karena itu sistem hukum yang dianut oleh Indonesia adalah civil law system. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Republk Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum, yang berarti peraturan perundang-undangan dapt dijadikan legislasi dan regulasi”. Berikut adalah jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan:

a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan.

c) Peraturan Pemerintah d) Peraturan Presiden. e) Peraturan Daerah.

2) Putusan Pengadilan

Tidak seperti peraturan perunfang-undangan yang disusun oleh legislator, putusan pengadilan bukan dibuat oleh badan legislator, melainkan dibuat langsung oleh hakim yang menangani sebuah perkara. Putusan yang dibuat hakim mengkaji pada undang-undangan yang berlaku, oleh karena itu putusan hakim merupakan wujud konkretisasi dari perundang-undangan.


(16)

16

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas:

1) Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum,

2) Kamus-kamus hukum, 3) Jurnal-jurnal hukum,

4) Komentar-komentar atau putusan hakim

Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan sebagainya29. Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa bahan hukum sekunder juga termausk data yang diperoleh lewat online.30

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari bahasan non hukum, misalnya saja buku yang membahas di luar perspektif hukum. Kadang dalam sebuah penelitian ditemukan dalam fakta di luar hukum, dan memerlukan bahan diluar non hukum untuk menyelesaikannya. Misal: Permasalahan sosial memerlukan buku-buku tentang sosiologi.

Dari pemaparan tentang bahan hukum tersebut, maka dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah ketiga-tiganya. Bahan hukum primer yang digunakan peneliti adalah Konvensi Internasional tentang Hak Anak beserta peraturan perundang-udangan

29Ibid Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, hlm. 33. 30Op.cit; Peter Mahmud Marzuki, hlm. 155.


(17)

17

lainnya yang berlaku di Indonesia yang berhubungan dengan Anak. Sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier adalah buku-buku yang akan digunakan peneliti dalam menyusun landasan teori dan juga analisis permasalahan dalam pembahasan beserta bahan-bahan online yang akan membantu peneliti untuk lebih memperdalam topik yang ditulis. Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini tidak hanya pendekatan undang-undang saja (statue approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani31. Karena penelitian ini akan mengupas tentang sebuah prinsp dan permasalahannya yang tidak hanya sebatas peraturan perundang-undangan, maka dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan pendekatan konspetual (conseptual approarch), dimana peneliti akan mengupas lebih dalam konsep Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak.

F.

Sistematika Penelitian

Bab I PENDAHULUAN

Terbagi dalam berbagai bagian, yaitu: 1. Latar Belakang Penelitian

Berisi tentang alasan pemilihan judul beserta isu hukum yang diteliti, alasan penelitian itu perlu untuk dilakukan, dan apa hasil akhir yang ingin dicapai dalam penelitian tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berisi tentang masalah-masalah hukum yang hendak diteliti dalam penelitian ini, berbentuk pertanyaan penelitian.

3. Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat dari penelitian yang dilakukan 4. Tujuan Penelitian

Menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai dalam penelitian ini,untuk menjawab rumusan masalah


(18)

18

5. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pendekatan undang-undang. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

6. Sistematika Penulisan

Uraian tentang roadmap dari penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori, pendapat ahli hukum, kumpulan jurnal, dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian ini dan dapat menjadi landasan untuk memperkuat argumen peneliti.

BAB III PENGOLAHAN DATA

Mencari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini serta mengolahnya dengan cara melihat ketentuan dalam Konvensi Internasional tentang Hak Anak, secara khusus merujuk pada Pasal 3 Ayat (1).

BAB IV PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari penelitian yang dihasilkan dan saran dari penulis untuk para pembaca.


(1)

13

tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat, berkerterandalan, dan sahih untuk menjelaskan

dan menjawab permasalahan yang ada.”24

c. H. Zainuddin Ali

“Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktis, baik yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma hukum yanghidup dan berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan

kenyataan hukum dalam masyarakat.”25

d. Moris L. Cohen

“Legal Research is the process of finding the law that governs activities in human society.”26

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian hukum adalah serangkaian cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, menyelesaianya dapat melihat baik dari asas-asasnya, kaidah hukumnya, maupun dari perkembangan yang ada di masyarakat. Di dalam penelitian hukum dapat dikaji dalam 2 kajian, yaitu:

a. Kajian Normatif

Penelitiah hukum yuridis Normatif juga sering disebut sebagai Law in book adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka27. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian yuridis normatif adalah pendekatan perundang-undangan dan Pendekatan Konsep.

24 Ibid

25Ibid, H. Zainudin Ali, hlm. 19.

26 Moris L. Cohen (1992), Legal Research, dalam: Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana,

Jakarta, cet. 6 2010, hlm. 29.

27 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers,


(2)

14 b. Kajian Empiris

Penelitian hukum yuridis empiris sering disebut juga sebagai Law in action, adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir28.

Metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah penelitian hukum, sesuai dengan uraian diatas maka penelitian hukum dikaji dalam kajian Normatif maupun kajian Empiris.

2.

Bahan Hukum

Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial, dalam menyelesaikan masalah ini maka peneliti memerlukan bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, risalah, dan putusan hakim. Negara Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda, berdasarkan asas Konkordasi maka sistem hukum yang berlaku di Belanda berlaku pula di negara jajahanya yaitu Indonesia. Oleh karena itu Indonesia menganut civil law system. Oleh karena itu bahan hukum primer di Indonesia bukanlah putusan hakim, namun peraturan perundnag-undangan yang berlaku. Otoritas tertingi dalam peraturan perundang-undangan adalah Kostitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Bahan hukum primer selain peraturan perundang-undangan adalah putusan pengadilan. Putusan hakim adalah konkretisasi dari peraturan perundang-undangan. Berikut adalah uraian bahan hukum primer yaitu:


(3)

15

1) Peraturan Perundang-undangan

Sudah dijelaskan di atas bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda, oleh karena itu sistem hukum yang dianut oleh Indonesia adalah civil law system. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Republk Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum, yang berarti peraturan perundang-undangan dapt dijadikan legislasi dan regulasi”. Berikut adalah

jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan:

a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan.

c) Peraturan Pemerintah

d) Peraturan Presiden.

e) Peraturan Daerah.

2) Putusan Pengadilan

Tidak seperti peraturan perunfang-undangan yang disusun oleh legislator, putusan pengadilan bukan dibuat oleh badan legislator, melainkan dibuat langsung oleh hakim yang menangani sebuah perkara. Putusan yang dibuat hakim mengkaji pada undang-undangan yang berlaku, oleh karena itu putusan hakim merupakan wujud konkretisasi dari perundang-undangan.


(4)

16 b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas:

1) Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum,

2) Kamus-kamus hukum,

3) Jurnal-jurnal hukum,

4) Komentar-komentar atau putusan hakim

Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan sebagainya29. Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa bahan hukum sekunder juga termausk data yang diperoleh lewat online.30

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari bahasan non hukum, misalnya saja buku yang membahas di luar perspektif hukum. Kadang dalam sebuah penelitian ditemukan dalam fakta di luar hukum, dan memerlukan bahan diluar non hukum untuk menyelesaikannya. Misal: Permasalahan sosial memerlukan buku-buku tentang sosiologi.

Dari pemaparan tentang bahan hukum tersebut, maka dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah ketiga-tiganya. Bahan hukum primer yang digunakan peneliti adalah Konvensi Internasional tentang Hak Anak beserta peraturan perundang-udangan

29Ibid Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, hlm. 33. 30Op.cit; Peter Mahmud Marzuki, hlm. 155.


(5)

17

lainnya yang berlaku di Indonesia yang berhubungan dengan Anak. Sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier adalah buku-buku yang akan digunakan peneliti dalam menyusun landasan teori dan juga analisis permasalahan dalam pembahasan beserta bahan-bahan online yang akan membantu peneliti untuk lebih memperdalam topik yang ditulis. Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini tidak hanya pendekatan undang-undang saja (statue approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani31. Karena penelitian ini akan mengupas tentang sebuah prinsp dan permasalahannya yang tidak hanya sebatas peraturan perundang-undangan, maka dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan pendekatan konspetual (conseptual approarch), dimana peneliti akan mengupas lebih dalam konsep Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak.

F.

Sistematika Penelitian

Bab I PENDAHULUAN

Terbagi dalam berbagai bagian, yaitu: 1. Latar Belakang Penelitian

Berisi tentang alasan pemilihan judul beserta isu hukum yang diteliti, alasan penelitian itu perlu untuk dilakukan, dan apa hasil akhir yang ingin dicapai dalam penelitian tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berisi tentang masalah-masalah hukum yang hendak diteliti dalam penelitian ini, berbentuk pertanyaan penelitian.

3. Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat dari penelitian yang dilakukan 4. Tujuan Penelitian

Menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai dalam penelitian ini,untuk menjawab rumusan masalah


(6)

18 5. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pendekatan undang-undang. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

6. Sistematika Penulisan

Uraian tentang roadmap dari penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori, pendapat ahli hukum, kumpulan jurnal, dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian ini dan dapat menjadi landasan untuk memperkuat argumen peneliti.

BAB III PENGOLAHAN DATA

Mencari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini serta mengolahnya dengan cara melihat ketentuan dalam Konvensi Internasional tentang Hak Anak, secara khusus merujuk pada Pasal 3 Ayat (1).

BAB IV PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari penelitian yang dihasilkan dan saran dari penulis untuk para pembaca.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam Peraturan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum T1 312014706 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya T1 312012050 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya T1 312012050 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo T1 312006008 BAB I

1 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo T1 312006008 BAB II

0 1 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo T1 312006008 BAB IV

0 0 2

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: FaktorFaktor yang Mempengaruhi Anak Jalanan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol T1 BAB I

0 1 6

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jaringan dan Informasi serta Transaksi Elektronik T1 BAB I

0 0 10