Latar Belakang Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya T1 312012050 BAB I

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut HAM adalah permasalahan yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap masalah dapat dikaji ke dalam perspektif HAM. Bahkan kini permasalahan mengenai HAM sudah menjadi sorotan dunia. Universal Declaration of Human Rights adalah bukti nyata atas perhatian dunia yang sangat besar terhadap HAM. Deklarasi ini diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa selanjutnya disebut PBB yang dilakukan pada tanggal 10 Desember 1948. Hal yang melatarbelakangi adanya deklarasi ini adalah semakin banyaknya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pasca Perang Dunia. Oleh karena itu Majelis Umum PBB beranggapan bahwa perlindungan terhadap hak-hak individu harus ditegakkan. Berikut adalah pengertian-pengertian HAM: 1. Maidin Gultom “Hak Asasi Manusia HAM merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum”. 1 2. Yanyan Mochamad Yani “Secara harfiah hak asasi manusia HAM dapat dimaknakan sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia ”. 2 1 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 7. 2 Yanyan Mochamad Yani, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional, 16 Mei 2006, http:pustaka.unpad.ac.idwp- contentuploads201001hak_asasi_manusia_dan_hubungan_internasional.pdf , dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 13.50. 2 3. Zainal Abidin “HAM adalah hak-hak yang melekat pada semua manusia, tidak membedakan kebangsaan, tempat tinggalnya, jenis kelaminnya, asal-usul kebangsaaan dan etnisitas, warna kulit, agama atau keyakinan, bahasa, atau status-status lainnya. ” 3 4. Jack Donnely Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 4 5. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia .” 5 Dari kelima pengertian di atas, tidak ada pengertian HAM yang salah, karena pada hakekatnya HAM bersifat kompleks oleh karena itu permasalahan tentang HAM dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Namun peneliti dapat menjelaskan HAM sebagai berikut: HAM pada hakikatnya bersifat Alami dan diperoleh oleh manusia begitu saja karena dia adalah manusia, hak ini adalah hak yang melekat pada manusia bahkan sejak awal kehidupannya di dalam kandungan. 3 Zainal Abidin, Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia, 13 Juni 2013, http:pamflet.or.iduploadcommunitydocumentPerlindungan_Hak_Asasi_Manusia_di_Indonesia.pdf , dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 14.12 4 Rhona K.M. Smith, Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Bantul, 2008, hlm.28. 5 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. 3 UUD 1945 juga diatur ketentuan tentang HAM. Ketentuan HAM dalam UUD 1945 terkandung dalam Pasal 28, dan terbagi dalam berbagai bagian yaitu dalam Pasal 28 Huruf a sampai dengan Pasal 28 Huruf j. Sedangkan peraturan perundang- undangan yang secara lebih khusus mengatur tentang HAM adalah Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia secara lebih spesifik. Salah satunya juga yang menjadi dasar tulisan peneliti dalam proposal ini, yaitu Konvensi Internasional Hak-hak Anak. Gagasan mengenai hak-hak anak ternyata lebih dahulu dibahas jauh sebelum pembahasan tentang HAM, yaitu pada berakhirnya Perang Dunia I. Hal ini dilatarbelakangi dengan penderitaan yang muncul pasca Perang Dunia. Korban yang paling menderita dalam peristiwa ini adalah wanita dan anak-anak. Banyak dari wanita-wanita pada jaman itu terpaksa menjadi seorang janda dan mengurus anak mereka sendirian dikarenakan suami mereka tewas dalam berperang. Oleh karena itu banyak anak-anak yang menjadi anak yatim bahkan ada pula yang kehilangan kedua orangtua mereka. Ide pembahasan tentang hak-hak anak pada saat itu diprakarsai oleh gerakan para aktivis perempuan, salah satunnya aktivis perempuan yang bernama Eglantyne Jebb 6 , adalah pendiri organisasi yang berfokus dalam permasalahan anak-anak yaitu Save the Children. Deklarasi hak anak pertama kali muncul pada tahun 1923, kemudian setelah Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1959 adalah deklarasi hak internasional kedua bagi hak anak. 20 tahun kemudian setelah deklarasi kedua, pada tahun 1979 dicanangkan Tahun Anak Internasional. Pemerintah Polandia mengajukan usul 6 Egla ty e as arrested a d put o trial for her protest agai st the i hu a e i pa t of the lo kade o children. At her trial she was found guilty, but the judge was so impressed with her that he offered to pay her fine. It was the first donation to the charity she went on to found, Save the Children. Yet her ambitions e t further, telli g orld leaders, I elie e e should lai ertai rights for hildre a d la or for their universal recogn itio . The Ge e a De laratio of the Rights of the Child, hi h Je rote, as adopted by the League of Nations in 1924. Three decades later it inspired the UN Convention on the Rights of the Child, o sig ed y al ost e ery ou try i the orld . Save The Children, The Woman Who Save The Children, 1 Januari 2015, http:www.savethechildren.orgsitec.8rKLIXMGIpI4Eb.6354847k.2DD5The_Woman_Who_Saved_t he_Children.htm, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 20.57. 4 bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak. 7 Pada tanggal 20 November 1989 rancangan Konvensi Hak Anak disahkan oleh Majelis Umum PBB dan diratifikasi oleh setiap bangsa yang hadir kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. Sedangkan Indonesia baru menandatangani Konvensi ini pada 1 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 26 Januari 1990 dan dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dan meratifikasinya pada tanggal 25 Agustus 1990. Ketika Indonesia sudah menandatangani dan meratifikasi Konvensi tersebut maka sudah menjadi konsekuensi Indonesia untuk melakukan penyesuaian terhadap segala ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, termasuk dalam menyesuaikan peraturan perundang-undangan. Langkah pertama yang dilakukan Indonesia dalam melaksanakan Konvensi tersebut adalah melakukan perubahan kedua terhadap konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yaitu Undang Undang Dasar Tahun 1945 dengan memasukkan Pasal 28B Ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan da n diskriminasi.” Pada dasarnya dalam Konvensi Internasional Hak-hak Anak terdapat prinsip yang mendasari segala ketentuan yang ada di dalamnya yaitu “Prinsip Kepentingan- Kepentingan Terbaik Bagi Anak ”. Prinsip inilah yang akan peneliti kaji dalam pembahasan skripsi ini. Prinsip ini terkandung dalam bunyi Pasal 3 ayat 1 Konvensi Internasional Hak Anak yaitu “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari anak-anak harus menjadi pertimbangan utama.” Pernyataan pada pasal 3 ini juga dikuatkan dengan bunyi pasal 4 yaitu “Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah legislatif, administratif, dan lain sebagainya untuk pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam konvensi sekarang ini. Sepanjang menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan 7 Supriyadi W. Eddiyono, Modul Pengantar Konvensi Hak Anak, 2005:hlm. 1 http:referensi.elsam.or.idwp-contentuploads201409Pengantar-Konvensi-Hak-Anak.pdf , diunduh pada tanggal 20 Juni 2015, pukul 21:34. 5 kebudayaan, negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah sampai batas maksimal yang dapat dilakukan sdengan sumber-sumber daya mereka yang tersedia dan bila diperlukan, dalam rangka kerjasama Internasional. ” Pasal 3 dalam konvensi menjelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik dari anak adalah sebuah kewajiban bagi setiap negara yang telah meratifikasi untuk mengaplikasikannya dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama kebijakan- kebijakan yang berkaitan langsung dengan anak. Hal ini didukung dengan pengaturan pada Pasal 4 di atas. Pemberlakuan prinsip kepentingan tebaik dari anak di negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak anak selain diatur dengan Pasal 4 juga didukung dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Hukum Internasional. Hukum Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan Negara; Negara dengan subjek Hukum lain bukan negara atau Subyek hukum bukan Negara satu sama lain 8 . Dalam kaitannya dengan hukum internasional sebagai hubungan antar negara dengan negara lain kerap menimbulkan kesepakatan dan membuat produk hukum bersama, yaitu dengan dibuatnya perjanjian Internasional. Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan Perjanjian Internasional treaty adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh Hukum Internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya. Pengertian lain mengatakan perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu 9 . Bentuk dari perjanjian Internasional antara lain adalah traktat, pakta, konvensi, piagam, charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dsb. Jika meliat dari jenis-jenis perjanjian internasional ini maka Konvensi Internasional Hak-hak Anak merupakan produk dalam perjanjian Internasional. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban Negara Indonesia untuk 8 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 4. 9 Ibid, hlm. 117 6 menggunakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam pengambilan kebijakan- kebijakan yang dilakukannya terutama kebijakan yang berkaitan langsung dengan anak. Prinsip kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan utama dalam pengambilan setiap keputusan, karena anak adalah generasi penerus yang menentukan masa depan dunia. Anak-anak yang berada dalam situasi perang, tidak hanya menjadi korban atas perang yang terjadi, namun mereka adalah korban dari tidak terpenuhinya kepentingan terbaiknya. Hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk merasa aman, hak untuk bermain, terkekang karena situasi tersebut. Bahkan anak dalam situasi ini banyak yang terampas kebebasannya dan dilatih untuk berperang. Hidup dalam persamaan dan bebas dari diskriminasi juga merupakan bentuk kepentingan terbaik dari anak. Seperti yang dialami tokoh muda berikut, Malalah Yozahzai 10 penerima nobel perdamaian dunia tertembak oleh pasukan Taliban dikarenakan sejak usia 11 tahun Malala telah menjadi aktivis perlindungan anak dan memperjuangkan kesetaraan perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Indonesia adalah Negara dengan luas wilayah 1,904,569 km2 11 dan jumlah penduduk nomor 4 terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk mecapai 253,60 juta jiwa 12 . Dengan populasi penduduk yang banyak, kita dapat menyimpulkan bahwa diantara 253,60 juta jiwa tersebut banyak penduduk pula yang berada pada 10 Gadis yang lahir pada 12 Juli 1997 ini adalah seorang siswa yang berasal dari Kota Mingora, Kabupaten Swat, Provinsi Khyber-Pakhtunkhwa, Pakistan. Ia merupakan seorang aktivis muda yang ingin memperjuangkan dan memajukan hak wanita dalam bidang pendidikan. Malala tinggal dan bersekolah di lingkungan yang dikuasai oleh Taliban, sebuah grup militan yang ingin menerapkan hukum syariah di Pakistan. Taliban, yang dideskripsikan sebagai salah satu grup militan paling berbahaya di Pakistan, melarang perempuan bersekolah. Mereka bahkan memaksa agar sekolah-sekolah perempuan ditutup. Jika tidak, mereka akan menghancurkan sekolah-sekolah tersebut. Hal ini menarik Malala untuk memperjuangkan hak pendidikan para perempuan. Khairena Zhafran, Siapakah Malala Yousafzai?, http:dunia.tempo.coreadnews20121017115436329siapakah-malala-yousafzai, 17 Oktober 2012, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 18.35. 11 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Geografi Indonesia, 2010, http:www.indonesia.go.idinsekilas-indonesiageografi-indonesia , dikunjungi pada 2 Juli 2015 pukul 21.40. 12 Herdaru Purnomo, Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar, detik finance, 6 Maret, 2014, http:finance.detik.comread2014030613405325174614negara-dengan-penduduk- terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 21.00. 7 usia anak. Oleh karena itu Pemerintah haruslah mempunyai prioritas khusus untuk memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak adalah generasi penerus bangsa dan penentu masa depan bangsa, sesuai dengan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak maka, baik dari setiap kebijakan-kebijakan yang diambilnya maupun dari setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat haruslah mempertimbangkan prinsip tersebut. Dengan jumlah yang banyak pada penduduk usia anak ini maka rentan bagi anak-anak untuk menjadi korban dalam tindak kejahatan, termasuk tindak kekerasan anak. Dalam rentan 3 tahun ini yaitu dari tahun 2011-2014 kasus tentang kekerasan anak mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 2013 angka kekerasan pada anak mencapai 3700 kasus 13 . Kasus tentang kekerasan anak akhir-akhir ini menjadi perbincangan dan perhatian banyak pihak. Kasus Kekerasan seksual di JIS ataupun Kasus Kekerasan Seksual Emon di Jawa barat adalah 2 kasus besar yang mengawali pembahasan tentang Kekerasan anak. Setelah kasus itu semakin banyak muncul dipemberitaan tentang kasus-kasus kerasaan anak, akhir-akhir ini saja ada peristiwa video kekerasan di Bukit Tinggi, Kekerasan pemukulan pada Renggo Kadafi, serta Vidio Kekerasan di Temanggung. Ketiga kasus tersebut sama-sama terjadi di lingkungan sekolah dan pelakunyapun juga adalah anak-anak, berdeda dengan kasus JIS dan Emon yang pelakunya adalah orang dewasa. Namun dalam 3 contoh kasus tersebut kita dapat melihat bahwa situasi sekarang ini peran anak dalam tindak kekerasan mulai bergeser, mereka tidak lagi hanya sekedar menjadi korban dari kekerasan, namun mereka juga menjadi pelaku dalam tindak kekerasan. Ketika seorang dewasa yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, maka permasalahan tidak akan serumit ketika pelaku tindak kekerasan adalah seorang anak juga. Pelaku dewasa dapat langsung dikenai ketentuan dalam KUHP kita, namun untuk pelaku anak-anak pengurangan hukuman dari hukuman pokok pidana saja tidak cukup. Namun ada tindakan yang lebih dari pada sekedar memberikan efek jera kepada pelaku anak. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 3 13 Syariful Alam, KPAI: Setiap Tahun Terjadi 3.700 Kasus Kekerasan Terhadap Anak, RRI.co.id, 16 September, 2014, http:www.rri.co.idpostberita104143nasionalkpai_setiap_tahun_terjadi_3700_kasus_kekerasan_t erhadap_anak.html, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 22.22. 8 Konvensi Internasional tentang Hak Anak, bahwa pemberlakuan terhadap prinsip kepentingan terbaik bagi anak juga harus dilakukan oleh pengadilan dalam menangani perkara tentang anak, termasuk dalam kekerasan tentang anak. Kepentingan yang dilindungi dalam penyelesain perkara kekerasan dari dan oleh anak ini bukan hanya melindungi kepentingan dari satu pihak, yaitu harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi pelaku dan dari korban, mengingat keduanya adalah anak-anak. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perkara kekerasan oleh anak, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang definisi anak. Berikut adalah pengertian anak menurut para ahli: 1. Shanty Dellyana “Anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu mental dan fisik belum dewasa”. 14 2. Ter Haar “Hukum adat meberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang itu anak- anak atau orang dewasa yaitu melihat unsur yang dipenuhi seseorang, yaitu apakah anak tersebut sudah kawin, meninggalkan rumah orang tua atau rumah mertua dan mendirikan kehidupan keluarga sendiri”. 15 Dari pengertian tentang anak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dikondisikan oleh 3 Faktor, yaitu Lingkungan Sekitar, Ketentuan Undang-undang, dan Kondisi riil anak itu sendiri, yaitu kondisi fisik anak. Dalam Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sendiri ada begitu banyak definisi anak, diantaranya: 1. Menurut Hukum Perdata Pasal 330 Ayat 1 KUHPerdata StaatBlad Tahun 1847 Nomor 23 , “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan 14 Shanty Delllyana, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Liberty , Yogyakarta, 1990, hlm. 50 15 Mahadi, Soal dewasa. Dalam: Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 34. 9 sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. ” 16 2. Menurut Hukum Ketenagakerjaan Pasal 1 butir 26 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan Lembatan Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39 , “Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 delapan belas tahun.” 17 3. Menurut Undang-Undang Perlidungan Anak Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan .” 18 4. Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 , “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin. ” 19 5. Menurut Undang-undang Pengadilan Anak Pasal 1 butir 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan AnakLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153 . “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana .” 20 16 Pasal 330 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 17 Pasal 1 butir 26 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Lembatan Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39. 18 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. 19 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32. 20 Pasal 1 butir 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153. 10 Dari berbagai definisi tentang anak di atas maka definisi Anak yang diakai dalam proposal ini adalah definisi yang ada dalam Undang-undnag perlindungan anak dan juga undang-undang pengadilan anak, yaitu yang disebut anak adalah mereka yang belum berumur 18 Tahun dan sebelumnya belum pernah kawin. Setelah mengetahui definisi anak, maka perlu juga kita mengetahui apa itu yang dimaksud dengan kekerasan, berikut adalah pandangan mengenai kekerasan anak para ahli: 1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI “Kekerasan dapat di artikan sebagai penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang kemungkinan besar mengakibatkan memar, trauma, kematian, dampak psikolgis, kelainan perkembangan atau perampasan hak .” 21 2. Abu Huraerah “ Kekerasan terhadap anak bisa juga diartikan tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali dan kekerasan seksual, biasanya dilakukan para orangtua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak .” 22 Dari pengertian tentang kekerasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan bukan hanya berdampak pada luka fisik, namun juga pada luka psikis. Luka psikis lebih sulit disembuhkan dari pada luka fisik, dan pasti dampaknya juga lebih besar. Korban kekerasan yang trauma dan tidak dapat mengendalikan traumanya tersebut, berpotensi melakukan kejahatan yang sama pada kemudian hari. Selain dari pada menimbulkan luka fisik dan luka psikis, akibat yang lebih fatal lagi dalam kekerasan adalah mengakibatkan korbannya meninggal dunia. Kasus Renggo Kadafi yang terjadi pada mei 2014 adalah salah satu contoh dari kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak yang sampai mengakibatkan korbannya meninggal dunia. Selain kasus tersebut masih banyak kasus lain seperti Kasus 21 KPAI, Lindungi Anak Indonesia dai Kekerasan Seksual, 17 Mei 2014, http:www.kpai.go.idartikellindungi-anak-indonesia-dari-kekerasan-seksual, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 23.43. 22 Abu Huraerah, Child Abuse Kekerasan Anak, Nuansa, Bandung, 2007, hlm. 43. 11 Penelantaran anak yang dilakukan oleh sepasang suami istri yang terjadi di Cibubur, pekerja anak, hingga kasus yang terjadi pada bulan mei lalu yaitu kasus penelantaran anak yang mengakibatkan kematian anak yang menimpa Angeline. Ini hanya beberapa kasus yang menjadi contoh betapa pentingnya prinsip kepentingan terbaik bagi Anak. Dalam kasus-kasus diatas Prinsip kepentingan terbaik dari anak akan menjadi pertimbangan utama dalam setiap penyelesaiannya, namun justru tindakan yang diambil oleh para pihak dalam penyelesaian menimbulkan problem atau permasalahan dalam menjamin kepentingan terbaik dari anak. Oleh karena itu ingin mengkaji lebih dalam problematika apa saja yang terjadi dalam penerapan prinsip kepentingan terbaik dari anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk memilih topik “Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan Problematikanya ”.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam Peraturan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum T1 312014706 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya T1 312012050 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya T1 312012050 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak dan Problematikanya

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo T1 312006008 BAB I

1 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo T1 312006008 BAB II

0 1 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Konsep Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Konteks Adopsi Melalui Balai Rehabilitasi Sosial Wiloso Tomo T1 312006008 BAB IV

0 0 2

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: FaktorFaktor yang Mempengaruhi Anak Jalanan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol T1 BAB I

0 1 6

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jaringan dan Informasi serta Transaksi Elektronik T1 BAB I

0 0 10