Pengaruh Persepsi Tax Amnesty, Pertumbuhan Ekonomi Dan Transformasi Kelembagaan Pada Penerimaan PAjak Tahun 2015 Di KPP Badung Utara.

(1)

PELAYANAN PAJAK PRATAMA BADUNG UTARA SKRIPSI

Oleh :

ANDRI GUNAWAN 1315351127

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016


(2)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal 12 Mei 2016

Tim Penguji: Tanda Tangan

1. Ketua : Dr. Dodik Ariyanto, SE., M.Si., Ak. ……..…

2. Sekretaris : Dr. Drs. I Made Sukartha, MSi.,Ak. ……..…

3. Anggota : Naniek Noviari, SE., M.Si., Ak ……..…

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi

(Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi.) NIP.196412251993031003

Pembimbing

(Dr. Drs. I Made Sukartha, MSi.,Ak.) NIP. 195605051983031004


(3)

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Mei 2016 Mahasiswa,

Andri Gunawan 1315351127


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi dengan Judul

“Pengaruh Persepsi Tax Amnesty, Pertumbuhan Ekonomi, dan Transformasi Kelembagaan pada Penerimaan Pajak Tahun 2015 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara dapat diselesaikan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Pembuatan skripsi, penulis menemui hambatan, baik dari segi referensinya maupun keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, tetapi akhirnya semua hambatan itu dapat teratasi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktu, memberikan motivasi dan fasilitas dalam penyusunan skripsi ini. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada : 1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S, Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si dan Dr. I Gst Ngr. A. Suaryana, SE., M.SI. Akmasing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi. 4. Dr. Drs. I Made Sukartha, MSi.,Ak.sebagai Dosen Pembimbing atas waktu,

bimbingan, masukan serta motivasinya selama penyelesaian skripsi ini. 5. Naniek Noviari, SE., M.Si.,Ak. sebagai Dosen Pembahas atas bimbingan

serta masukannya atas skripsi ini.

6. Dr. Dodik Ariyanto, SE., M.Si., Ak. sebagai Dosen Penguji atas masukan atas skripsi ini.


(5)

menyebar kuesioner.

9. Merry Kusumadewi Sumarna yang telah memberikan semangat dan dukungan tiada hentinya sehingga penulis termotivasi dalam penulisan skripsi ini.

10. Keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang tiada henti selama penulis menempuh studi di Fakultas Ekononmi dan Bisnis Universitas Udayana. 11. Rekan-rekan seperjuangan I Made Yogi, I Wayan Maha, David Chandra

dan Lucky Djajadi yang telah memberikan dukungan dan semangat.

12. Rekan-rekan angkatan 2013 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Kritik dan saran sangat berguna demi kesempurnaan skripsi sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja.

Denpasar, Mei 2016


(6)

vi

Judul : Pengaruh Persepsi Tax Amnesty, Pertumbuhan Ekonomi, dan Transformasi Kelembagaan pada Penerimaan Pajak Tahun 2015 Di Kantor Pelayanan PajakPratama Badung Utara

Nama : Andri Gunawan NIM : 1315351127

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara, yang diduga dipengaruhi oleh tax amnesty, pertumbuhan ekonomi dan transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 98 wajib pajak. Metode penentuan sampel menggunakan slovin

dengan teknik penentuan sampel aksidental sampling, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa tax amnesty, pertumbuhan ekonomi, dan transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun 2015.

Kata Kunci: tax amnesty, pertumbuhan ekonomi, transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak, penerimaan pajak.


(7)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PEGESAHAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Kegunaan Penelitian... 14

1.5. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori... ... 17

2.1.1 Teori Legitimasi ... 17

2.1.2 Teori Tax Amnesty... 19

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 21

2.1.4 Teori Transformasi Kelembagaan ... 23

2.1.5 Teori Penerimaan Pajak ... 24

2.1.6 Pengertian Pajak ... 29

2.1.7 Fungsi Pajak ... 30

2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak ... 30

2.1.9 Hubungan tax amnesty dan penerimaan pajak ... 32

2.1.10 Hubungan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak 33 2.1.11 Hubungan transformasi kelembagaan dan penerimaan pajak ... 34

2.1.12 Pembahasan Penelitian Sebelumnya ... 35

2.2 Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 41

3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 41

3.3 Obyek Penelitian ... 41

3.4 Identifikasi Variabel ... 42


(8)

viii

3.6.1 Jenis Data ... 46

3.6.2 Sumber Data ... 46

3.7 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel... 47

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.9 Teknik Analisis Data ... 49

3.9.1 Pengujian Instrumen... 49

3.9.2.1 PengujianValiditas ... 49

3.9.2.2 Pengujian Reliabilitas ... 50

3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 50

3.9.3.1 Uji Normalitas Data ... 50

3.9.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 50

3.9.3.3 Uji Multikolinieritas ... 51

3.9.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 52

3.9.5.1 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 53

3.9.5.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 53

3.9.5.3 Uji Hipotesis (Uji t) ... 54

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 55

4.1.1 Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ... 55

4.1.2 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ... 57

4.1.3 Tugas dan Wewenang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ... 58

4.2 Hasil Penelitian Pendahuluan ... 60

4.2.1 Responden Penelitian Pendahuluan ... 61

4.3 Pengujian Instrumen Penelitian Pendahuluan... ... 62

4.3.1 Uji Validitas ... 62

4.3.1 Uji Reliabilitas ... 63

4.4 Hasil Penelitian ... 64

4.4.1 Responden Penelitian Pendahuluan ... 64

4.5 Pengujian Asumsi Klasik ... 65

4.5.1 Uji Normalitas Data ... 65

4.5.2 Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.5.3 Uji Multikolinieritas ... 67

4.6 Analisis Regresi Linear Berganda ... 68

4.6.1 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 70

4.6.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 70

4.6.3 Uji Hipotesis (Uji t) ... 71

4.7 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ... 73

4.7.1 Pengaruh Tax Amnesty pada Penerimaan Pajak ... 74

4.6.2 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi pada Penerimaan Pajak 74 4.6.3 Pengaruh Transformasi Kelembagaan pada Penerimaan Pajak ... 75


(9)

5.1 Simpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(10)

x

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1) Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Negara dalam APBN 2015 ... 2

2) Tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan Pajak dari tahun 2011-2015 .. 5

3) Tabel 1.3 Tax Ratio Negara Asia Tenggara Tahun 2014 ... 6

4) Tabel 4.1 Perubahan Unit Kerja, Tugas dan Fungsi ... 61

5) Tabel 4.2 Responden Penelitian Pendahuluan ... 61

6) Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Penelitian Pendahuluan ... 62

7) Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Penelitian Pendahuluan ... 63

8) Tabel 4.5 Responden Penelitian... ... 64

9) Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas ... 66

10) Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 67

11) Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolineritas ... 68

12) Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 69

13) Tabel 4.10 Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F)... 70

14) Tabel 4.11 Hasil Koefisien Determinasi (R2) ... 70


(11)

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1) Kuesioner Penelitian ... 82

2) Tabulasi Data Penelitian Pendahuluan ... 87

3) Tabulasi Data Penelitian ... 88

4) Uji Validitas Penelitian Pendahuluan... ... 91

5) Uji Reliabilitas Penelitian Pendahuluan ... 93

6) Uji Validitas Penelitian... ... 95

7) Uji Reliabilitas Penelitian ... 99

8) Uji Normalitas ... 103

9) Uji Multikolinearitas... 104

10) Uji Heteroskedastisitas ... 105


(13)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjabarkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang

Indonesia pada tahun 2015 berusia 70 tahun. Seiring berjalannya waktu Indonesia semakin bergantung kepada penerimaan negara dari sektor pajak. Di masa lalu, Indonesia dapat bergantung kepada penerimaan dari hasil bumi yaitu minyak dan komoditas lainnya. Namun produksi minyak Indonesia yang semakin tahun semakin menurun membuat Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain bertumpu terhadap penerimaan dari sektor pajak.

Penerimaan Negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat penting untuk kelangsungan sistem pemerintahan suatu negara. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dalam pasal 1 berbunyi bahwa “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Negara dalam APBN 2015 menunjukkan bahwa penerimaan negara dari sektor pajak


(14)

2

memberikan kontribusi sebesar 83% pada keseluruhan anggaran penerimaan negara atau senilai Rp 1.489,3 Trilyun.

Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Negara dalam APBN 2015

Uraian Jumlah (dalam Trilyun Rupiah) Presentase

Pajak 1.489,3 83,0%

Pendapatan Negara Bukan Pajak 269,1 15,0%

Hibah 3,3 0,2%

Total 1.793,6 100%

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015

Dalam rangka mencapai target penerimaan pajak, Pemerintah melakukan perubahan organisasi dan pembaharuan proses bisnis melalui Transformasi Kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan PMK No.260.2/PMK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan melaksanakan tax amnesty yang diatur sesuai Peraturan Menteri KeuanganNo.91/PMK.03/2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan. Melalui langkah-langkah tersebut diharapkan Direktorat Jenderal Pajak dapat mewujudkan arah kebijakan fiskal 2015 berdasarkan Undang-Undang APBN dengan mencapai target penerimaan penerimaan dari sektor pajak yang dibebankan Undang-Undang.

Arah kebijakan fiskal tahun 2015 seperti disebutkan dalam UU No. 27 Tahun 2014 tentang APBN 2015 ialah menjaga defisit anggaran dalam batas aman dan menjaga rasio utang agar tetap dalam batas terkendali. Untuk dapat mencapai arah kebijakan fiskal tersebut, Pemerintah harus dapat mencapai target penerimaan pajak yang ditetapkan. Apabila pemerintah gagal dalam mencapai target penerimaan pajak maka akan menyebabkan kegagalan mengelola APBN 2015 yang akan berpengaruh terhadap pengelolaan APBN tahun berikutnya.


(15)

Dengan kata lain kegagalan mencapai target penerimaan APBN 2015 akan berdampak pada bertambahnya defisit utang pada APBN 2016.

Menurut International Monetary Fund (2015) apabila suatu negara gagal dalam mengelola kebijakan fiskal dan gagal mengendalikan utangnya maka negara tersebut akan mengalami kebangkrutan. Hal tersebut dialami oleh Yunani, Yunani gagal dalam mengendalikan utang dan mencapai target penerimaan pajak sehingga berakibat dengan kebangkrutan Yunani pada 31 Juli 2015. Belajar dari permasalahan Yunani, Pemerintah Presiden Joko Widodo menjadikan penerimaan pajak sebagai faktor dan fungsi penting dalam pemerintahan.

Pajak memiliki fungsi dan berperan penting terhadap kesejahteraan negara dan masyarakat. Pajak memiliki fungsi finansial (budgeter) yaitu memasukkan uang ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, dan fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu.

Penerimaan dari sektor fiskal dewasa ini tulang punggung terhadap keberlangsungan roda pemerintahan Indonesia karena penurunan harga komoditas produksi Indonesia seperti; batu bara, Crude Palm Oil (CPO), minyak bumi dan komoditas lainnya. Oleh karena itu, Pemerintah memfokuskan diri pada upaya mencari solusi tepat, cepat dan implementatif untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak. Mengingat bahwa penerimaan pajak yang optimal memberikan banyak manfaat khususnya bagi sisi penganggaran APBN. Ruang fiskal pemerintah menjadi lebih lebar, tekanan defisit berkurang serta meningkatnya


(16)

4

kemampuan pemerintah dalam melakukan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah.

Target penerimaan pajak dalam APBN 2015 sebesar Rp 1489,3 trilyun merupakan peningkatan sebesar 29.9% dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2014 sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan Pajak 2011-2015. Kenaikan sebesar 29.9% merupakan kenaikan target penerimaan pajak terbesar dalam lima tahun terakhir. Kenaikan target penerimaan sebesar 29.9% tersebut dikarenakan kebutuhan pendanaan pemerintah saat ini untuk menjalankan kebijakan pemerintahan Presiden baru. Pemerintahan Presiden Joko Widodo mempunyai beberapa program baru yaitu; Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, alokasi danadesa, dan peningkatan pembangunan infrastruktur. Sampai dengan 31 Desember 2015 realisasi penerimaan pajak nasional tercapai sebesar Rp 1.155 trilyun atau 89% dari target penerimaan pajak dalam APBN 2015

Tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan Pajak dari tahun 2011 - 2015

Tahun Jumlah Kenaikan Presentase Kenaikan

2010 649,0 - -

2011 837,9 188,8 20,8%

2012 980,5 142,6 12,2%

2013 1.077,3 96,8 9,9%

2014 1.146,5 69,2 6,4%

2015 1.489,3 342,8 29,9%

Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015

Menurut Kuncoro (2015) kenaikan target penerimaan pajak 2015 sebesar 30% m e r u p a k a n t a r g e t yang amat sulit dicapai mengingat situasi perekonomian dunia dan nasional yang sedang melambat bahkan masih akan melambat di tahun 2016. Kenaikan target penerimaan yang lebih rasional diharapkan oleh banyak pihak sebagai upaya lebih menyeimbangkan posisi


(17)

pajak sebagai alat penerimaan negara sekaligus sebagai instrument insentif atau disinsentif bagi produktifitas dunia usaha dan investasi.

Tax ratio Indonesia pada tahun 2014 sebesar 11,9 % merupakan tax ratio

terendah dibanding Negara Asia Tenggara yang lain sebagaimana dapat dilihat di Tabel 1.3. Tax Ratio Negara Asia Tenggara. Angka tax ratio tersebut menunjukan masih terdapat jarak antara potensi pajak dengan realisasi pajak yang berpotensi dihimpun pemerintah. Jarak antara potensi pajak dan realisasi pajak tersebut harus dapat dikurangi pemerintah agar penerimaan negara menjadi optimal.

Menurut International Monetery Fund (2014) apabila sektor pajak memiliki kepatuhan sempurna, dalam arti semua wajib pajak melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar dan tepat waktu, maka tax ratio Indonesia adalah sebesar 21%, hampir dua kali lipat dari rasio saat ini. Pada dasarnya, tax ratio mengukur perbandingan antara penerimaan pajak dengan gross domestic product (GDP) suatu negara. Melihat definisi ini, maka manfaat tax ratio adalah untuk mengetahui perkiraan seberapa besar porsi pajak dalam perekonomian nasional.

Target KPP Pratama Badung Utara tahun 2015 sebesar Rp 561.361.053.000 atau naik sebesar 40% dibanding realisasi penerimaan pajak KPP Pratama Badung Utara tahun 2014. Kenaikan sebesar 40% ini sejalan dengan kenaikan signifikan target penerimaan pajak yang diterima Direktorat Jenderal Pajak secara nasional. Kenaikan target sebesar 40% merupakan tantangan berat yang harus dihadapi KPP Pratama Badung Utara ditengah perlambatan ekonomi yang dirasakan Provinsi Bali pada umumnya dan wilayah kerja KPP Pratama


(18)

6 Badung Utara pada khususnya.

Tabel 1.3 Tax Ratio Negara Asia Tenggara 2014

Negara Tax Ratio

Singapore 14,0%

Filipina 12,9%

Thailand 16,5%

Malaysia 16,1%

Indonesia 11,9%

Sumber : Direktorat Jenderal Pajak, 2015

Indonesia mengalami permasalahan perpajakan yang juga ditemui oleh negara lain yaitu rendahnya kepatuhan pajak (Danny Darusalam, 2013). Rasio Kepatuhan Indonesia pada tahun 2014 sebesar 59.01%, dibawah target kepatuhan yang diharapkan sebesar 70%. Tingkat kepatuhan wajib pajak ini menjadi masalah serius karena masih jauh dibawah target yang ditetapkan.

Permasalahan pajak yang dialami Indonesia ialah rendahnya rasio kepatuhan, rendahnya tax ratio, dan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang melambat sementara disisi lain penerimaan pajak memegang perananan yang dominan bagi anggaran Negara. Memperhatikan pentingnya peranan penerimaan dari sektor pajak tersebut, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak berusaha mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan dengan melakukan berbagai langkah strategis. Langkah-langkah tersebut diantaranya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.91/PMK.03/2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan surat pemberitahuan, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. PMK No.91/PMK.03/2015 merupakan tax amnesty yang diberikan Pemerintah guna menghimpun penerimaan pajak tahun 2015. Menurut Baer dan Leborge (2008) tax


(19)

amnesty adalah kesempatan terbatas yang diberikan pemerintah kepada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar jumlah yang telah ditetapkan, sebagai pertukaran atas pengampunan dari kewajiban pajak (termasuk bunga dan hukuman) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya, serta kebebasan tuntutan hukum pidana. Tax amnesty mensyaratkan Wajib Pajak untuk tetap membayar seluruh pajak yang terutang. Walaupun demikian, perhitungan pajak yang terutang tersebut dapat saja didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat program tax amnesty dilaksanakan. Pemberian ampunan atas sanksi administrasi dan pembebasan dari sanksi pidana merupakan hal yang paling umum diberikan di dalam program tax amnesty.

Indonesia telah dua kali melakukan tax amnesty yang pertama yaitu tahun 1984 dan tahun 2008. Tax amnesty tahun 1984 dianggap banyak pihak telah gagal sementara tax amnesty tahun 2008 yang dikenal dengan nama sunset policy telah meningkatkan jumlah wajib pajak baru 5,6 juta dan bertambahnya SPT tahunan 804.814. Selain itu juga penerimaan PPN naik sebesar Rp 7,46 Trilyun. Namun, setelah periode sunset policy berakhir tingkat kepatuhan Wajib Pajak menjadi stagnan serta tax ratio tidak menunjukan perkembangan yang berarti.

Langkah Pemerintah berikutnya ialah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.260.2/PMK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Perubahan organisasi Direktorat Jenderal Pajak ini menurut Central Transformation Organization Kementerian Keuangan (2015) merupakan bagian dari transformasi kelembagaan yang dijalankan Kementerian Keuangan sebagai jawaban organisasi terhadap tuntutan


(20)

8

publik terhadap kinerja organisasi. Perubahan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama sebagaimana tercantum dalam PMK No.260.2/PMK/2015 meliputi; pemisahan fungsi Account Representative menjadi fungsi pelayanan dan konsultasi; dan Account Representative fungsi pengawasan dan penggalian potensi, pengalihan fungsi penyuluhan di Seksi Ekstensifikasi, pengalihan fungsi pengawasan Wajib Pajak baru di Seksi Ekstensifikasi, pengalihan fungsi kepatuhan internal di bagian Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal.

Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 sedang melakukan perubahan yang terdiri dari beberapa fase. Fase pertama dilaksanakan dari 2002 hingga 2009, perubahan ini merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi dibawah Kementerian Keuangan dan berfokus kepada menciptakan organisasi kinerja dan menghilangkan korupsi. Hasil utama yang dicapai dari fase perubahan ini adalah peningkatan penerimaan pajak hingga 16% per tahun. Hasil ini dicapai melalui beberapa perubahan meliputi reorganisasi, modernisasi kantor pajak, pengembangan proses bisnis, sumber daya manusia, implementasi balanced scorecard, dan implementasi skema remunerasi.

Fase kedua dari perubahan di DJP berlangsung dari tahun 2009 hingga 2013 yang berfokus kepada kelanjutan reformasi sebelumnya berupa pengembangan lebih lanjut dari visi dan misi, nilai-nilai, pengukuran kinerja, dan proses bisnis. Hasil yang dicapai dari fase ini adalah peningkatan penerimaan pajak hingga 20% per tahun. Mulai tahun 2013, Kementerian Keuangan melaksanakan sebuah program perubahan yang diberi nama Transformasi Kelembagaan dimana program ini menuntut juga adanya perubahan di Direktorat


(21)

Jenderal Pajak. Realisasi program Transformasi Kelembagaan di Direktorat Jenderal Pajak dituangkan ke dalam enam belas inisiatif perubahan yang melibatkan hampir seluruh direktorat di Direktorat Jenderal Pajak dan mempengaruhi hampir setiap area proses bisnis di Direktorat Jenderal Pajak.

Proses reformasi pajak adalah proses mengoptimalkan pajak. Reformasi pajak akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dan reformasi pajak saling terkait (Kanghua Zeng, 2013). Transformasi kelembagaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2015 merupakan langkah yang dilakukan untuk mencapai target penerimaan.

Menurut Kasali (2005) organisasi atau perusahaan pada dasarnya adalah sesosok makhluk hidup. Karena ia hidup maka ia dilahirkan, tumbuh, berkembang, sakit, tua, dan dapat mati seperti makhluk hidup lainnya. Jika ingin berumur panjang dan mampu bertahan hidup maka organisasi harus selalu adaptif terhadap perubahan lingkungan. Charles Darwin sebagaimana dikutip Kasali (2005) menyatakan bahwa “mereka yang berumur panjang bukanlah spesies yang terkuat namun mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan”, pernyataan tersebut bukan hanya berlaku pada makhluk hidup saja, namun berlaku juga bagi organisasi.

Penerimaan pajak tahun 2015 secara alami akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2015, Indonesia secara makro ekonomi mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sampai


(22)

10

Semester I tahun 2015 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,7 % , turun dari periode yang sama tahun 2014 sebesar 5,17 persen. APBN 2015 memberikan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,8% atau lebih rendah dibanding asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN tahun 2014 sebesar 6,0 %.

Menurut Gareth D. Myles (2000) pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya pelemahan ekonomi akan berdampak pada penerimaan pajak. Desain dari kebijakan pajak akan turut berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari penerimaan pajak. Hal tersebut sejalan dengan Christopher Heady (2000) bahwa pertumbuhan ekonomi akan sejalan dengan penerimaan pajak.

Menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penenerimaan pajak adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa,pajak penjualan atas barang mewah,pajak bumi dan bangunan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka yang menjadi rumusan masalah adalah :

1) Apakah tax amnesty berpengaruh pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ?

2) Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ?


(23)

3) Apakah transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak berpengaruh pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui pengaruh tax amnesty pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.

2) Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. 3) Untuk mengetahui pengaruh transformasi kelembagaan Direktorat

Jenderal Pajak pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang pengaruh tax amnesty, pertumbuhan ekonomi dan transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak pada penerimaan pajak. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan informasi atas pemahaman dan pengembangan teori legitimasi khususnya tentang transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak, pertumbuhan ekonomi, dan tax amnesty pada penerimaan pajak serta menambah daftar pustaka dalam lingkungan akademis.


(24)

12 2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan mengenai transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak, pertumbuhan ekonomi, dan tax amnesty agar dapat menjadi bahan evaluasi di masa akan datang oleh pihak pembuat kebijakan perpajakan.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana semua bab memiliki hubungan yang saling berkaitan antar bab satu dengan bab yang lainnya.

Bab I. Pendahuluan

Pendahuluan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II. Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini yaitu teori legitimasi, teori tax amnesty, teori pertumbuhan ekonomi, teori transformasi kelembagaan dan teori penerimaan pajak.

Bab III. Metode Penelitian

Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.


(25)

Bab IV. Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi gambaran umum organisasi, deskripsi variabel penelitian, pengolahan data, dan terakhir pembahasan hasil penelitian dapat ditemukan dalam Bab IV.

Bab V. Simpulan dan Saran

Bab ini berisi simpulan dan saran yaitu berupa simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dan saran yang dapat diberikan atas simpulan tersebut.


(26)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab ini menjabarkan mengenai landasan teori dan rumusan hipotesis penelitian.

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Legitimasi

Menurut Ghozali dan Chariri (2007) teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi adalah bagian dari masyarakat sehingga harus memperhatikan norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan norma-norma sosial dapat membuat perusahaan semakin legitimate. Legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Legitimasi didapatkan jika

apa yang dijalankan oleh organisasi atau perusahaan telah selaras dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dengan sistem nilai masyarakat maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan atau organisasi.

Deegan (2002) menyatakan bahwa legitimasi perusahaan akan diperoleh, jika terdapat kesamaan antara hasil dengan yang diharapkan oleh masyarakat dari perusahaan, sehingga tidak ada tuntuntan dari masyarakat. Perusahaan dapat


(27)

melakukan pengorbanan sosial sebagai refleksi dari perhatian perusahaan terhadap masyarakat. Teori legitimasi menjadi landasan bagi perusahaan untuk memperhatikan apa yang menjadi harapan masyarakat dan mampu menyelaraskan nilai-nilai perusahaannya dengan norma-norma sosial yang berlaku di tempat perusahaan tersebut melangsungkan kegiatannya. Perusahaan dapat melakukan investasi lingkungan sebagai salah satu bentuk perhatian masyarakat terhadap lingkungan dan masyarakat. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995).

Dalam posisi sebagai bagian dari masyarakat, operasi perusahaan seringkali mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Eksistensinya dapat diterima sebagai anggota masyarakat, sebaliknya eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau bahkan merugikan anggota komunitas tersebut. Oleh karena itu, perusahaan melalui manajemennya mencoba memperoleh kesesuaian antara tindakan organisasi dan nilai-nilai dalam masyarakat umum dan publik yang relevan.

Apabila dikaitkan dengan penerimaan pajak, teori legitimasi sangat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dan pembayaran wajib pajak. Teori legitimasi merupakan suatu kondisi dimana suatu sistem nilai institusi sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana institusi merupakan bagiannya. Dalam hal kepatuhan wajib pajak atas pembayaraan pajak dan pelaporan SPT, wajib pajak harus mengikuti atau sejalan dengan suatu sistem


(28)

15

dimana wajib pajak merupakan bagian di dalamnya, yaitu kebijakan atas kewajiban perpajakan. Dengan demikian, wajib pajak diharapkan dapat mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni kewajiban perpajakan yang salah satunya adalah patuh dalam membayar pajak. Legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi wajib pajak untuk dapat bertahan hidup (going concern), karena apabila wajib pajak patuh dan secara sukarela memenuhi pembayaran pajaknya maka wajib pajak akan menikmati dampaknya juga yakni dalam hal pembangunan nasional.

2.1.2 Teori Tax Amnesty

Menurut Baer dan Leborge (2008) tax amnesty adalah kesempatan terbatas yang diberikan pemerintah kepada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar jumlah yang telah ditetapkan, sebagai pertukaran atas pengampunan dari kewajiban pajak (termasuk bunga dan hukuman) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya, serta kebebasan tuntutan hukum pidana. James Alm (2009) menyebutkan bahwa tax amnesty berguna untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, meningkatkan kepatuhan di masa yang akan datang, mendorong repatriasi modal atau aset, transisi menuju sistem perpajakan yang baru.

Ira Jackson (1986) menyatakan tax amnesty perlu ditempatkan dalam konteks administrasi pajak kreatif dan tujuan kepatuhan sukarela dan pembayaran pajak. Hal ini juga dapat berfungsi sebagai transisi yang adil, efisien dan menguntungkan untuk sebuah sistem pajak yang lebih baik. Mikesell (1986) menyatakan bahwa tax amnesty menjadi media perubahan baru antara masyarakat


(29)

dan pemerintah untuk masuk ke dalam lingkungan penegakan hukum yang lebih tinggi.

Indonesia mengalami berbagai permasalahan perpajakan yang juga ditemui oleh negara lain, misalnya rendahnya kepatuhan pajak, rendahnya penerimaan pajak, hingga rendahnya kapasitas lembaga administrasi perpajakan. Menurut Danny Darusalam (2013) di banyak negara masalah tersebut diatasi dengan skema

tax amnesty. Dalam kurun waktu 1989-2009, hampir empat puluh negara bagian di Amerika Serikat memberikan tax amnesty dalam berbagai bentuk.

Kebijakan tax amnesty sebenarnya pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1984. Demikian juga kebijakan lain yang serupa yaitu sunset policy yang telah dilakukan pada tahun 2008. Menurut data Direktorat Jenderal Pajak, sejak program sunset policy diimplementasikan tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, menambah SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan menambah penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta, NPWP bendaharawan 447.000, dan NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya wajib pajak terdaftar sejumlah 17,16 juta. Pada hakekatnya implementasi tax amnesty maupun sunset policy sekalipun secara psikologis sangat tidak memihak pada wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak. Sehingga apabila suatu negara akan melaksanakan kebijakan tax amnesty, harus sudah melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik wajib pajak yang ada agar tidak menimbulkan gejolak.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi


(30)

17

atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan tanggal 4 Mei 2015. Menurut Jacques Malhere (2011) pengampunan pajak yang pada umumnya diberikan berupa;

1) pengampunan seluruh atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang, 2) seluruh atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi,

3) pembebasan dari sanksi pidana, 4) pemberian fasilitas angsuran.

Erwin Silitonga (2006) berpendapat paling tidak terdapat empat jenis pengampunan pajak, yaitu:

1) Pengampunan yang mewajibkan pembayaran pokok pajak termasuk bunga dan denda tetapi mengampuni sanksi pidananya.

2) Pengampunan yang mewajibkan pembayaran pokok pajak termasuk bunga tetapi mengampuni sanksi denda dan sanksi pidananya.

3) Pengampunan yang tetap mewajibkan pembayaran pokok tetapi mengampuni sanksi bunga dan dendanya.

4) Pengampunan atas pokok pajak di masa lalu termasuk sanksi bunga dan denda.

Penghapusan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam PMK No.91/PMK.03/2015 termasuk dalam bagian dari tax amnesty yang dilakukan oleh pemerintah.

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menurut Sumitro Djojohadikusumo (1991) adalah suatu proses yang berpokok pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat (Pirade,2006:9).


(31)

Menurut Boediono (1985) pertumbuhan ekonomi adalah adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Kuncoro,2004:129; Tarigan,2007:46). Jadi persentase pertambahan output itu harusnya lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan akan berlanjut. Menurut Boediono beberapa ahli ekonomi membuat definisi yang lebih ketat, yaitu pertumbuhan ekonomi haruslah bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (Tarigan,2007:46).

Todaro (1994:282) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai proses yang mantap dimana kapasitas produktif dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional/lokal yang semakin besar. Sedangkan Kuznet (2004) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai barang ekonomi yang terus meningkat pada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional, dan ideologis yang diperlukan (Suryana,2000:64).

Menurut pengertian pertumbuhan ekonomi diatas, indikator pengukuran pertumbuhan ekonomi yang memenuhi kriteria tersebut adalah gross domestic bruto (GDP) atau diartikan sebagai produk domestik bruto (PDB), yang didefinisikan total nilai atau harga pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun) (Nanga,2005:13).

Menurut Arsyad (2004:14), PDB/GDP diartikan sebagai jumlah nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh sektor-sektor


(32)

19

produktif, yaitu pertanian, industri pengolahan, pertambangan dan galian, listrik, air dan gas, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, bank dan lembaga keuangan, sewa rumah, pertahanan, dan jasa-jasa lainnya selama satu tahun fiskal.

2.1.4 Teori Transformasi Kelembagaan

Menurut Dyah Mutiari (2010) organisasi birokrasi merupakan sebuah institusi publik yang sarat akan tuntutan kinerja dari para pemangku kepentingan. Untuk merespon tuntutan kinerja serta tantangan global, organisasi birokrasi seringkali merumuskan transformasi birokrasi sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan kinerja tersebut. Transformasi birokrasi selama ini lebih banyak dimaknai sebagai upaya menunjukkan sebuah transisi perilaku birokrasi dari pola manajemen yang tradisional menuju pola manajemen baru yang lebih modern, namun yang sering kurang diperhitungkan adalah persoalan bagaimana kesiapan organisasi secara menyeluruh dari berbagai level yang ada untuk menjalani transformasi birokrasi tersebut.

Transformasi kelembagaan merupakan upaya sebuah organisasi untuk meningkatkan kapasitas dan institusi, sistem maupun individual dalam memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. Muyungi (2008) menyatakan bahwa peningkatan kapasitas secara luas didefinisikan sebagai proses menciptakan atau meningkatkan kapasitas dalam suatu institusi atau negara untuk melakukan tugas-tugas tertentu secara terus-menerus untuk mencapai tujuan pembangunan yang diberikan.


(33)

Menurut Muyungi (2008) bahwa ada tiga aspek terkait transformasi kelembagaan yaitu:

1) Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. 2) Penguatan Institusi melalui penyempurnaan prosedur dan metode

dalam organisasi.

3) Dan penumbuhan kapasitas sistem seperti penumbuhan sistem kesadaran, peraturan yang kondusif, dan pengelolaan sistem lingkungan.

Sehingga dengan demikian, manusia, sistem dan prosedur menjadi tumpuan perkuatan kelembagaan yang ada. Upaya pembangunan kapasitas institusi yang memiliki arah pegembangan untuk memperkuat kapasitas internal organisasi dalam menjalankan tupoksi mencapai visi misi dan merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan.

2.1.5 Teori Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh negara yang berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu mensejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang


(34)

21

Dalam rangka penerimaan pajak perlu diketahui teori-teori yang melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak, sebagaimana diungkapkan Rimsky dalam Suharno (2003), yaitu:

1) Teori Asuransi.

Dalam teori ini ditekankan mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan pajak seperti yang berlaku dalam perjanjian asuransi, di mana perlindungan yang diberikan oleh negara kepada warganya dalam bentuk keselamatan dan keamanan jiwa serta harta benda diperlukan suatu pembayaran dalam bentuk pajak.

2) Teori Kepentingan.

Penekanan teori ini adalah mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan pajak berdasarkan besar kecilnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara. 3) Teori Bakti.

Negara mempunyai hak utuk memungut pajak dari warganya sebagai tindak lanjut teori kepentingan dalam hal penyediaan fasilitas umum yang diselenggarakan oleh negara.

4) Teori Daya Pikul.

Keadilan dan keabsahan negara dalam memungut pajak dari warganya didasarkan pada kemampuan dan kekuatan masing-masing anggota masyarakatnya, dan bukan pada besar kecilnya kepentingan.

5) Teori Daya Beli.

Keadilan dan keabsahan pemungutan pajak yang dilakukan negara ini lebih cenderung melihat aspek akibat yang baik terhadap kedua belah pihak (masyarakat dan negara) sehingga negara dapat memanfaatkan kekuatan dan


(35)

kemampuan beli (daya beli) masyarakat untuk kepentingan negara yang pada akhirnya akan dikembalikan atau disalurkan kembali kepada masyarakat.

Beberapa faktor yang berperan penting dalam menjamin optimalisasi penerimaan pajak adalah:

1) Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang Perpajakan secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak (No taxation without representation atau Taxation without representation is robbery) (Mayhew, 1750). Namun, keberadaan undang-undang saja tidaklah cukup. Undang-undang haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri.

2) Tingkat Intelektualitas Masyarakat

Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan: wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Sementara di Pasal 12 ayat (1) dinyatakan: setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembayar


(36)

23

pajak mengisi sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun. Selanjutnya, fiskus melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan. Untuk itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

3) Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)

Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi.

4) Sistem Administrasi Perpajakan yang tepat

Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan.

Menurut Smith (1901), pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu:

1) Equity/Equality, di mana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya


(37)

dilakukan seimbang dengan kemampuannya.Negara tidak boleh melakukan diskriminasi di antara sesama pembayar pajak.

2) Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary). Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, obyek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.

3) Convenience adalah pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.

4) Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya.

Errad dan Feinstein menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan dan penerimaan pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah (Devano, 2006:11). Rochmat Soemitro mengatakan secara umum teori tentang kepatuhan dan penerimaan pajak dapat digolongkan dalam teori konsensus dan teori paksaan (Antari, 2012:15). Bagi teori konsensus, dasar ketaatan terletak pada penerimaan masyarakat terhadap sistem hukum. Dalam hal perpajakan yang terkait dalam teori konsensus, dengan tanggung jawab moral dan kesadaran dari wajib pajak akan pentingnya fungsi maupun manfaat dari pajak, maka akan tercipta suatu penerimaan dari wajib pajak mengenai sistem perpajakan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut teori paksaan, orang mematuhi hukum karena adanya unsur paksaan dari kekuasaan yang bersifat legal dari penguasa. Unsur paksaan terdapat dalam sanksi perpajakan dimana jika wajib pajak tidak mematuhi peraturan yang berlaku maka


(38)

25

akan dikenakan sanksi perpajakan yang berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

2.1.6 Pengertian Pajak

Menurut Smeets dalam Waluyo (2008:3) pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Unsur-unsur yang ada pada definisi pajak yaitu: 1) Iuran dari rakyat kepada Negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).


(39)

2) Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.

3) Tanpa jasa timbal atas kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk, maksudnya dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.

4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara

Maksudnya pajak digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.7 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:1) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulered).

1) Fungsi penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2) Fungsi mengatur (Regulered)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.

2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak


(40)

27

pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 4 macam (Ilyas dan Burton, 2008:32) yaitu.

1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. Dengan sistem ini masyarakat (wajib pajak) bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus.

2) Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang. Dalam sistem ini setiap awal tahun wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak terutang untuk tahun berjalan yang merupakan angsuran bagi wajib pajak yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun fiskus menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan oleh wajib pajak.

3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. Dalam sistem ini wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terutama seseorang, kecuali wajib pajak melanggar ketentuan yang berlaku.

4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi


(41)

yang terutama. Pihak ketiga yang telah ditemukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus dan wajib pajak tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Pemahaman terhadap Undang-Undang Perpajakan beserta pelaksanaan prakteknya dalam rangka menyampaikan SPT adalah hal-hal yang penting dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan secara benar. Pemahaman seperti ini akan sangat membantu meminimalisir adanya kemungkinan pemeriksaan walaupun tetap terjadi pemeriksaan, paling tidak Wajib Pajak tidak mengalami hal-hal yang keliru dalam menghadapi pemeriksaan.

Menurut Suardika (2009) menyimpulkan bahwa sistem perpajakan yang diberlakukan akan mempunyai pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha jika harmonisasi jalinan hubungan antar Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak tercapai.

2.1.9 Hubungan tax amnesty dan penerimaan pajak

Menurut Peter Stela (1989) permasalahan penerimaan pajak yang cenderung stagnan atau menurun seringkali menjadi alasan diberikannya tax amnesty. Pemerintah berharap dengan adanya tax amnesty ada peningkatan pembayaran pajak yang signifikan selama dilakukannya program tax amnesty. Akan tetapi, peningkatan peneriman pajak dari program tax amnesty hanya terjadi selama program tax amnesty mengingat wajib pajak dapat kembali ke perilaku ketidakpatuhan setelah program ini berakhir.


(42)

29

Menurut Gregory Mankiw (2007:120) masyarakat bergerak karena adanya insentif. Tax amnesty merupakan insentif kebijakan pemerintah terhadap penerimaan pajak. Maka dengan adanya insetif tax amnesty tersebut masayarakat dalam hal ini Wajib Pajak akan bergerak mengikuti insentif pemerintah.

Menurut Y. Sri Pudyatmoko (2007:177) pengampunan pajak merupakan kewenangan diskresi penegakan hukum administrasi yang dilakukan pemerintah. Kewenangan diskresi ialah tidak melakukan penegakan dalam suatu pelanggaran. Akan tetapi, kewenangan diskresi tidak dapat dilakukan sesuka hati melainkan harus memperhatikan norma pemerintah. Kewenangan diskresi dalam hukum administrasi biasanya didasarkan pada pertimbangan teknis, ekonomis dan politis. Teknis misalnya aparat tidak dapat membuktikan suatu pelanggaran. Ekonomis misalnya untuk menghimpun penerimaan negara. Politis misalnya pengampunan pajak sebagai bagian dari janji kampanye.

2.1.10 Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak

Penelitian Yuliati (2001) di Kabupaten Sleman memberikan kesimpulan bahwa angkatan kerja, Pendapatan Asli Daerah (PAD) riil dan belanja pembangunan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian Dritsakis dan Adamapoulos (2004) dalam Hamzah (2007) membuktikan bahwa belanja negara berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Yunani. Selain itu, hasil penelitian Adi (2006) secara statistik memperkuat penelitian terdahulu bahwa belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota se-Jawa-Bali. Namun penelitian yang dilakukan Hamzah (2007) untuk menguji


(43)

pengaruh belanja, pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran studi kasus pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) tahun 1999-2006, menghasilkan kesimpulan yang berbeda, yaitu belanja dan pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, APBN Indonesia yang berdasarkan konsep anggaran keuangan berimbang dari tahun ke tahun keadaan APBN Indonesia lebih sering mengalami keadaan defisit yang diartikan bahwa pengeluaran negara melebihi penerimaan. Untuk itu, perlu diciptakan permintaan efektif, yaitu dengan membuat pengeluaran yang lebih besar dari pada penerimaan. Namun ketika permintaan lebih besar dari pada penawaran akan mengakibatkan naiknya harga-harga (inflasi), sehingga inflasi ditengarai memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2.1.11 Hubungan antara transformasi kelembagaan dengan penerimaan pajak

Seperti yang disebutkan sebelumnya, saat ini Direktorat Jenderal Pajak merupakan instansi pengumpul penerimaan negara yang paling utama, dimana 83% penerimaan negara Indonesia didapatkan dari sektor pajak. Menjadi penting bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena apabila tidak, dampak negatif yang ditimbulkan akan terasa di seluruh jajaran pemerintahan hingga mempengaruhi perekonomian negara. Untuk itu Direktorat Jenderal Pajak diharapkan mampu untuk beradaptasi terhadap segala perubahan yang terjadi baik internal maupun eksternal sehingga dapat menjaga


(44)

31

kinerjanya dengan maksimal. Agar perubahan-perubahan yang terjadi dapat memberikan manfaat maksimal bagi organisasi, maka perubahan tersebut perlu dikelola dengan baik.

Menurut Toto Sugianto (2013) instansi pemerintah bukanlah organisasi tanpa masalah, dan apabila dihadapkan pada suatu masalah instansi pemerintah justru lebih beresiko dibanding organisasi swasta . Hal ini dikarenakan instansi pemerintah lebih susah mencari solusi permasalahan mengingat keterbatasan melakukan manuver. Hal ini juga berlaku pada Direktorat Jenderal Pajak, berbagai permasalahan dalam Direktorat Jenderal Pajak membuat adanya potensi tidak dapat mencapai target kerja dan target penerimaan pajak yang diharapkan.

Kasali (2005) menyebutkan ada dua penyebab utama perubahan organisasi yang pertama adalah kesenjangan kinerja artinya terdapat kesenjangan antara kinerja dengan target. Yang kedua adanya peluang untuk menjadi lebih baik. Transformasi kelembagaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015 dilatar belakangi dua hal tersebut.

Memang organisasi pemerintah tidak akan gulung tikar, namun dampak kegagalan suatu organisasi akan menggangu kepentingan stakeholder. Apalagi kegagalan organisasi seperti Direktorat Jenderal Pajak yang memegang peranan penting dalam penerimaan negara. Diperlukan optimalisasi dan perubahan terus menerus untuk menjaga Direktorat Jenderal pajak dapat mencapai target penerimaan dan mencapai tujuan dari organisasinya.


(45)

2. 1.12 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Husli Nurhadi (2011) meneliti tentang “Variable-variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak di Provinsi Bali”. Penelitian Kuantitatif menggunakan teknik analisis regresi dan analisis trend selama lima tahun. Menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan faktor terbesar dalam penerimaan pajak. Faktor lain yang mempengaruhi ialah kepastian hukum dan sanksi. Alfi Irma (2014) meneliti tentang variable yang mempengaruhi kepatuhan membayar pajak di DPPKAD Purwodadi. Penelitian Kuantitatif ini menggunakan teknik analisis regresi dengan metode kuisioner.

Afri Hidayat (2009) meneliti mengenai “Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan Provinsi Sumatera Utara”. Penelitian Kuantitatif menggunakan data time series selama 15 tahun dan teknik analisis regresi, dengan hasil pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan Pemerintah dengan tingkat kepercayaan 95%. Atawondi (2012) meneliti mengenai hubungan Tax Policy dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria dengan menggunakan metode kuisioner menyimpukan bahwa tax policy berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Rita Engilani (2001) meneliti tentang dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penerimaan pajak di kota Padang. Penelitian kuantitatif dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak positif terhadap penerimaan pajak. Muhammad Muhajir (2012) meneliti tentang analisis determinan penerimaan pajak di kota Medan. Penelitian kuantitatif menggunakan analisis regresi dengan kuesioner menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi


(46)

33

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak.

Kanghua Zeng (2013) meneliti dampak dari pertumbuhan ekonomi dan reformasi pajak di China. Penelitian kuantitatif menggunakan analisis multi segment regresi menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh 90% terhadap penerimaan pajak. Reformasi pajak berdampak pada peningkatan ekonomi pajak secara jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap penerimaan pajak.

I Gede Darmayasa (2015) melakukan penelitian mengenai modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Badung Utara. Penelitian kuantitatif menggunakan metode kuisioner dan teknik analisis regresi linear berganda menyimpulkan bahwa modernisasi sistem dalam administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan dan penerimaan pajak di KPP Pratama Badung Utara.

James Alm (2009) meneliti mengenai pengaruh tax amnesty terhadap penerimaan pajak di Rusia, penelitian kuantitatif menggunakan pemodelan ekonometri dan analisis regresi. Hasil penelitian tersebut ialah tax amnesty tidak tepat digunakan untuk negara berkembang dan sedang dalam transisi sistem politik. Tax amnesty di Rusia tidak selalu berhasil dalam meningkatkan penerimaan pajak guna mendorong penerimaan negara. Junpath (2013) meneliti mengenai multi tax amnesty dan kepatuhan pajak di Afrika Selatan. Penelitian kuantitatif menggunakan metode kuisoner ini menyimpulkan bahwa tax amnesty


(47)

Gareth D. Myles (2000) meneliti mengenai pajak dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian kualitatif menggunakan metode exogenous dan endogenus. Myles menyimpulkan bahwa besarnya pertumbuhan ekonomi berdampak sebanding dengan besarnya penerimaan pajak. Administrasi pajak harus efisien agar kebijakan pajak dapat diimplementasikan dengan tepat.

2.2 Hipotesis Penelitian

Teori Legitimasi menuntut organisasi atau perushaan harus memperhatikan norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan norma sosial dapat membuat perusahaan semakin legitimate. Ketaatan terhadap peraturan pemerintah termasuk didalamnya ketaatan terhadap peraturan perpajakan menunjukan bahwa organisasi sesuai dengan norma masyarakat. Keberadaan tax amnesty merupakan kesempatan terbatas yang diberikan Pemerintah kepada organisasi atau individu untuk meningkatkan ketaatan terhadap peraturan pajak.

James Alm (2009) mengatakan bahwa tax amnesty berpengaruh positif pada penerimaan pajak. Keberadaan tax amnesty meningkatkan kepatuhan sukarela di masa yang akan datang. James Andreoni (1991) mengatakan bahwa

tax amnesty berpengaruh dalam meningkatkan pembayaran pajak dan kepatuhan pajak. Danny Darusalam (2011) mengatakan bahwa tax amnesty diperlukan untuk menarik kelompok masyarakat yang belum masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan untuk masuk dan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan sehingga dapat berperan serta dalam pembagunan negara. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah.


(48)

35

H1: Tax Amnesty berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun 2015 di

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Utara.

Teori legitimasi menjadi landasan bagi perusahaan untuk memperhatikan apa yang menjadi harapan masyarakat dan mampu menyelaraskan nilai-nilai perusahaannya. Artinya apa yang menjadi harapan dan keadaan masyarakat selaras dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Hal tersebut juga dalam hal pertumbuhan ekonomi, apabila keadaaaan ekonomi tumbuh di masyarakat maka keadaan ekonomi perusahaan juga tumbuh. Tumbuhnya ekonomi perusahaan berkorelasi positif terhadap naiknya pembayaran pajak.

Menurut Bambang Brojonegoro dalam rapat pimpinan nasional Direktorat Jenderal Pajak (2016) Penerimaan pajak Indonesia sangat bergantung dari pertumbuhan ekonomi karena sebagian besar penerimaan pajak ialah berasal dari pajak sektor non migas dengan kriteria pajak Wajib Pajak Badan. Engleni Rita (2012) pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap penerimaan pajak. Kanghua Zeng (2013) pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Afri Hidayat (2009) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak pemerintah. Muhammad Muhajir (2012) mengatakan pertumbuhan ekonomi ialah faktor determinan bagi penerimaan pajak pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah.

H2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun


(49)

Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan akan memperoleh legitimasi, jika terdapat kesamaan antara hasil dengan yang diharapkan oleh masyarakat dari perusahaan, sehingga tidak ada tuntuntan dari masyarakat. Dengan adanya reformasi birokrasi Direktorat Jendeeral Pajak, masyarakat mengharapkan kenaikan dan perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak. Peningkatan kinerja yang diharapkan masyarakat tentunya ialah peningkatan penerimaan pajak.

Menurut Kanghua Zeng (2013) reformasi pajak akan mendorong peningkatan penerimaan pajak. Reformasi pajak ialah proses mengoptimalkan penerimaan pajak. Toto Sugianto (2013) mengatakan transformasi kelembagaan mewujudkan DJP sebagai organisasi terpercaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Siew Kien Sia (2009) mengatakan perubahan lembaga perpajakan akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah.

H3: Transformasi Kelembagaan berpengaruh positif pada penerimaan pajak


(1)

kinerjanya dengan maksimal. Agar perubahan-perubahan yang terjadi dapat memberikan manfaat maksimal bagi organisasi, maka perubahan tersebut perlu dikelola dengan baik.

Menurut Toto Sugianto (2013) instansi pemerintah bukanlah organisasi tanpa masalah, dan apabila dihadapkan pada suatu masalah instansi pemerintah justru lebih beresiko dibanding organisasi swasta . Hal ini dikarenakan instansi pemerintah lebih susah mencari solusi permasalahan mengingat keterbatasan melakukan manuver. Hal ini juga berlaku pada Direktorat Jenderal Pajak, berbagai permasalahan dalam Direktorat Jenderal Pajak membuat adanya potensi tidak dapat mencapai target kerja dan target penerimaan pajak yang diharapkan.

Kasali (2005) menyebutkan ada dua penyebab utama perubahan organisasi yang pertama adalah kesenjangan kinerja artinya terdapat kesenjangan antara kinerja dengan target. Yang kedua adanya peluang untuk menjadi lebih baik. Transformasi kelembagaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015 dilatar belakangi dua hal tersebut.

Memang organisasi pemerintah tidak akan gulung tikar, namun dampak kegagalan suatu organisasi akan menggangu kepentingan stakeholder. Apalagi kegagalan organisasi seperti Direktorat Jenderal Pajak yang memegang peranan penting dalam penerimaan negara. Diperlukan optimalisasi dan perubahan terus menerus untuk menjaga Direktorat Jenderal pajak dapat mencapai target penerimaan dan mencapai tujuan dari organisasinya.


(2)

2. 1.12 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Husli Nurhadi (2011) meneliti tentang “Variable-variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak di Provinsi Bali”. Penelitian Kuantitatif menggunakan teknik analisis regresi dan analisis trend selama lima tahun. Menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan faktor terbesar dalam penerimaan pajak. Faktor lain yang mempengaruhi ialah kepastian hukum dan sanksi. Alfi Irma (2014) meneliti tentang variable yang mempengaruhi kepatuhan membayar pajak di DPPKAD Purwodadi. Penelitian Kuantitatif ini menggunakan teknik analisis regresi dengan metode kuisioner.

Afri Hidayat (2009) meneliti mengenai “Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan Provinsi Sumatera Utara”. Penelitian Kuantitatif menggunakan data time series selama 15 tahun dan teknik analisis regresi, dengan hasil pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan Pemerintah dengan tingkat kepercayaan 95%. Atawondi (2012) meneliti mengenai hubungan Tax Policy dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria dengan menggunakan metode kuisioner menyimpukan bahwa tax policy berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Rita Engilani (2001) meneliti tentang dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penerimaan pajak di kota Padang. Penelitian kuantitatif dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak positif terhadap penerimaan pajak. Muhammad Muhajir (2012) meneliti tentang analisis determinan penerimaan pajak di kota Medan. Penelitian kuantitatif menggunakan analisis regresi dengan kuesioner menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi


(3)

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak.

Kanghua Zeng (2013) meneliti dampak dari pertumbuhan ekonomi dan reformasi pajak di China. Penelitian kuantitatif menggunakan analisis multi segment regresi menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh 90% terhadap penerimaan pajak. Reformasi pajak berdampak pada peningkatan ekonomi pajak secara jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap penerimaan pajak.

I Gede Darmayasa (2015) melakukan penelitian mengenai modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Badung Utara. Penelitian kuantitatif menggunakan metode kuisioner dan teknik analisis regresi linear berganda menyimpulkan bahwa modernisasi sistem dalam administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan dan penerimaan pajak di KPP Pratama Badung Utara.

James Alm (2009) meneliti mengenai pengaruh tax amnesty terhadap penerimaan pajak di Rusia, penelitian kuantitatif menggunakan pemodelan ekonometri dan analisis regresi. Hasil penelitian tersebut ialah tax amnesty tidak tepat digunakan untuk negara berkembang dan sedang dalam transisi sistem politik. Tax amnesty di Rusia tidak selalu berhasil dalam meningkatkan penerimaan pajak guna mendorong penerimaan negara. Junpath (2013) meneliti mengenai multi tax amnesty dan kepatuhan pajak di Afrika Selatan. Penelitian kuantitatif menggunakan metode kuisoner ini menyimpulkan bahwa tax amnesty meningkatkan penerimaan pajak dan kepatuhan di Afrika Selatan.


(4)

Gareth D. Myles (2000) meneliti mengenai pajak dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian kualitatif menggunakan metode exogenous dan endogenus. Myles menyimpulkan bahwa besarnya pertumbuhan ekonomi berdampak sebanding dengan besarnya penerimaan pajak. Administrasi pajak harus efisien agar kebijakan pajak dapat diimplementasikan dengan tepat.

2.2 Hipotesis Penelitian

Teori Legitimasi menuntut organisasi atau perushaan harus memperhatikan norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan norma sosial dapat membuat perusahaan semakin legitimate. Ketaatan terhadap peraturan pemerintah termasuk didalamnya ketaatan terhadap peraturan perpajakan menunjukan bahwa organisasi sesuai dengan norma masyarakat. Keberadaan tax amnesty merupakan kesempatan terbatas yang diberikan Pemerintah kepada organisasi atau individu untuk meningkatkan ketaatan terhadap peraturan pajak.

James Alm (2009) mengatakan bahwa tax amnesty berpengaruh positif pada penerimaan pajak. Keberadaan tax amnesty meningkatkan kepatuhan sukarela di masa yang akan datang. James Andreoni (1991) mengatakan bahwa tax amnesty berpengaruh dalam meningkatkan pembayaran pajak dan kepatuhan pajak. Danny Darusalam (2011) mengatakan bahwa tax amnesty diperlukan untuk menarik kelompok masyarakat yang belum masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan untuk masuk dan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan sehingga dapat berperan serta dalam pembagunan negara. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah.


(5)

H1: Tax Amnesty berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun 2015 di

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Utara.

Teori legitimasi menjadi landasan bagi perusahaan untuk memperhatikan apa yang menjadi harapan masyarakat dan mampu menyelaraskan nilai-nilai perusahaannya. Artinya apa yang menjadi harapan dan keadaan masyarakat selaras dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Hal tersebut juga dalam hal pertumbuhan ekonomi, apabila keadaaaan ekonomi tumbuh di masyarakat maka keadaan ekonomi perusahaan juga tumbuh. Tumbuhnya ekonomi perusahaan berkorelasi positif terhadap naiknya pembayaran pajak.

Menurut Bambang Brojonegoro dalam rapat pimpinan nasional Direktorat Jenderal Pajak (2016) Penerimaan pajak Indonesia sangat bergantung dari pertumbuhan ekonomi karena sebagian besar penerimaan pajak ialah berasal dari pajak sektor non migas dengan kriteria pajak Wajib Pajak Badan. Engleni Rita (2012) pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap penerimaan pajak. Kanghua Zeng (2013) pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Afri Hidayat (2009) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak pemerintah. Muhammad Muhajir (2012) mengatakan pertumbuhan ekonomi ialah faktor determinan bagi penerimaan pajak pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah.

H2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun


(6)

Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan akan memperoleh legitimasi, jika terdapat kesamaan antara hasil dengan yang diharapkan oleh masyarakat dari perusahaan, sehingga tidak ada tuntuntan dari masyarakat. Dengan adanya reformasi birokrasi Direktorat Jendeeral Pajak, masyarakat mengharapkan kenaikan dan perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak. Peningkatan kinerja yang diharapkan masyarakat tentunya ialah peningkatan penerimaan pajak.

Menurut Kanghua Zeng (2013) reformasi pajak akan mendorong peningkatan penerimaan pajak. Reformasi pajak ialah proses mengoptimalkan penerimaan pajak. Toto Sugianto (2013) mengatakan transformasi kelembagaan mewujudkan DJP sebagai organisasi terpercaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Siew Kien Sia (2009) mengatakan perubahan lembaga perpajakan akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah.

H3: Transformasi Kelembagaan berpengaruh positif pada penerimaan pajak