PENGGUNAAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR (Studi Quasi Eksperimen Pada Kelas IV SDPN Setiabudhi Bandung).
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan ... i
Pernyataan Tentang Keaslian Karya Tulis ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstrak ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Lampiran ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Gambar dan Grafik ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 11
F. Hipotesis ... 11
G. Definisi Operasional ... 12
BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Realistik ... 14
B. Teori Belajar yang Mendukung PMR ... 21
C. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 25
D. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 27
E. Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 31
F. Desain Pembelajaran PMR dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan dan Komunikasi Matematis ... 32
(2)
viii BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ... 41
B. Subjek Penelitian ... 41
C. Variabel Penelitiain ... 42
D. Instrumen Penelitian ... 43
E. Pedoman Penskoran ... 53
F. Bahan Ajar ... 55
G. Kegiatan Pembelajaran ... 56
H. Teknik Pengumpulan Data ... 57
I. Teknik Pengolahan Data ... 58
J. Teknik Analisis Data ... 61
K. Jadwal Penelitian ... 61
L. Prosedur Penelitian ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65
1. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 65
a. Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 66
b. Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 72
c. Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 78
d. Hasil Gain Normal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 82
e. Keterkaitan / Hubungan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 103
(3)
ix
2. Hasil Skala Sikap ... 105
3. Hasil Observasi ... 112
4. Hasil Wawancara ... 115
5. Tanggapan/pendapat Guru ... 116
B. Pembahasan ... 117
1. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 122
2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 126
3. Keterkaitan / Hubungan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 129
4. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika ... 131
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 134
B. Rekomendasi ... 135
(4)
x DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 3.1. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematis ... 143
Lampiran 3.2. Kisi-kisi Soal Pemecahan Masalah ... 144
Lampiran 3.3. Kisi-kisi Soal Komunikasi Matematis ... 145
Lampiran 3.4. Soal Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 146
Lampiran 3.5. Kunci Jawaban ... 151
Lampiran 3.6. Perhitungan Validitas Soal Pemecahan Masalah ... 155
Lampiran 3.7. Perhitungan Validitas Soal Komunikasi Matematis ... 159
Lampiran 3.8. Perhitungan Reliabilitas Soal Pemecahan Masalah ... 163
Lampiran 3.9. Perhitungan Reliabilitas Soal Komunikasi Matematis ... 167
Lampiran 3.10. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Pemecahan Masalah ... 171
Lampiran 3.11. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Komunikasi Matematis ... 174
Lampiran 3.12. Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemecahan Masalah ... 177
Lampiran 3.13. Perhitungan Daya Pembeda Soal Komunikasi Matematis ... 180
Lampiran 3.14. Kisi-kisi Skala Sikap ... 183
Lampiran 3.15. Tes Skala Sikap ... 184
Lampiran 3.16. Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 186
Lampiran 3.17. Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 187
Lampiran 3.18. Pedoman Wawancara ... 188
Lampiran 3.19. Lembar Kuesioner ... 189
Lampiran 3.20. RPP ... 190
Lampiran 3.21. Bahan Ajar atau Lembar Aktivias Siswa (LAS) ... 195
Lampiran 4.1. Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 216
Lampiran 4.2. Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen ... 217
(5)
xi Lampiran 4.3. Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas
Kontrol ... 218
Lampiran 4.4. Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Kontrol ... 219
Lampiran 4.5. Perhitungan Normalitas Data Pretes ... 220
Lampiran 4.6. Perhitungan Homogenitas Data Pretes ... 222
Lampiran 4.7. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata Dua Sampel Data Pretes ... 224
Lampiran 4.8. Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 226
Lampiran 4.9. Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen ... 227
Lampiran 4.10. Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ... 228
Lampiran 4.11. Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Kontrol ... 229
Lampiran 4.12. Perhitungan Normalitas Data Postes ... 230
Lampiran 4.13. Perhitungan Homogenitas Data Postes ... 232
Lampiran 4.14. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata Dua Sampel Data Postes ... 234
Lampiran 4.15. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata Data Pretes dan Postes ... 237
Lampiran 4.16. Gain Normal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen ... 241
Lampiran 4.17. Gain Normal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Kontrol ... 242
Lampiran 4.18. Kategori Gain Normal Pada Kelas Eksperimen ... 243
Lampiran 4.19. Kategori Gain Normal Pada Kelas Kontrol ... 244
Lampiran 4.20. Perhitungan Uji Normalitas Data Gain Normal ... 245
Lampiran 4.21. Perhitungan Uji Homogenitas Data Gain Normal ... 247
Lampiran 4.22. Perhitungan Perbedaan Rerata Dua Sampel Gain Normal ... 249
(6)
xii Lampiran 4.24. Gain Normal Berdasarkan Tingkat Kemampuan
Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 254
Lampiran 4.25. Gain Normal Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa Kelas kontrol ... 255
Lampiran 4.26. Perhitungan Uji Normalitas Gain Normal Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa ... 256
Lampiran 4.27. Perhitungan Uji Homogenitas Gain Normal Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa ... 259
Lampiran 4.28. Perhitungan ANOVA Dua Jalur Gain Normal Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa ... 262
Lampiran 4.29. Perhitungan Uji T Gain Normal Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa ... 264
Lampiran 4.30. Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 266
Lampiran 4.31. Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 267
Lampiran 4.32. Rangkuman Hasil Wawancara ... 268
Lampiran 4.33. Hasil Pendapat Guru ... 270
Lampiran 4.34. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 272
Lampiran 4.35. Dokumentasi ... 274
(7)
xiii DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemecahan Masalah... 46
Tabel 3.2. Hasil Analisis Validitas Butir Soal Komunikasi Matematis ... 46
Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 47
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemecahan Masalah ... 48
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Komunikasi Matematis... 49
Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemecahan Masalah ... 50
Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Komunikasi Matematis ... 50
Tabel 3.8. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 54
Tabel 3.9. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 55
Tabel 4.1. Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 67
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 68
Tabel 4.3. Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol... 69
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Perbedaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kontrol... 71
Tabel 4.5. Pengujian Perbedaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 72
Tabel 4.6. Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 73
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 74
(8)
xiv Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol... 75 Tabel 4.9. Hasil Pengujian Perbedaan Rata-rata Skor Postes Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 77 Tabel 4.10. Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematis Sebelum dan Sesudah Mendapat Perlakuan pada
Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 78 Tabel 4.11. Hasil Pengujian Perbedaan Rata-rata Skor Pretes dan Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah pada Kelas Eksperimen
dan Kontrol ... 80 Tabel 4.12. Hasil Pengujian Perbedaan Rata-rata Skor Pretes dan Postes
Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kelas Eksperimen
dan Kontrol ... 81 Tabel 4.13. Hasil Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah .. 83 Tabel 4.14. Hasil Perbandingan Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematis ... 84 Tabel 4.15. Rata-rata Gain Normal Kemampuan Pemecahan Masalah
dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 85 Tabel 4.16. Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan
Kontrol ... 86 Tabel 4.17. Hasil Uji Homogenitas Gain Normal Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan
Kontrol ... 87 Tabel 4.18. Pengujian Perbedaan Rata-rata Gain Normal Kemampuan
Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kontrol... 90 Tabel 4.19. Pengujian Perbedaan Rata-rata Gain Normal Kemampuan
(9)
xv Tabel 4.20. Nilai Rata-rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Berdasarkan Tingkat Kemampuan Siswa pada Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 92 Tabel 4.21. Uji ANOVA Dua Jalur Tentang Interaksi Kemampuan
Pemecahan Masalah Berdasarkan Pembelajaran dan Tingkat
Kemampuan Siswa ... 94 Tabel 4.22. Hasil Uji t tentang Pengaruh Pembelajaran Berdasarkan
Kemampuan Matematika Siswa terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah ... 97 Tabel 4.23. Nilai Rata-rata Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis
Berdasarkan Tingkat Kemampuan Siswa pada Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 98 Tabel 4.24. Uji ANOVA Dua Jalur Tentang Interaksi Kemampuan
Komunikasi Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Tingkat
Kemampuan Siswa ... 100 Tabel 4.25. Hasil Uji t tentang Pengaruh Pembelajaran Berdasarkan
Kemampuan Matematika Siswa terhadap Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematis ... 102 Tabel 4.26. Koefisien Korelasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah
dan Komunikasi Matematis Siswa Setelah Diberikan Perlakuan
Pada Kelas Eksperimen dan Kontrol... 104 Tabel 4.27. Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 106 Tabel 4.28. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan PMR ... 109 Tabel 4.29. Sikap Siswa terhadap Soal-soal Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematis ... 111 Tabel 4.30. Rerata Aktivitas Siswa dan Guru dalam Tiap Pembelajaran ... 113
(10)
xvi DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM
Halaman Gambar 3.1. Tahapan Kegiatan dalam Penelitian ... 64 Diagram 4.1. Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah
dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .. 67 Diagram 4.2. Rata-rata Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah
dan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .. 73 Diagram 4.3. Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematis Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan
Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 79 Diagram 4.4. Rata-rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
BerdasarkanTingkat Kemampuan Siswa pada Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 93 Diagram 4.5. Interaksi Pembelajaran dengan Kemampuan Matematika
Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 95 Diagram 4.6. Rata-rata Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelompok Siswa Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Kelas
Eksperimen dan Kontrol ... 98 Diagram 4.7. Interaksi Pembelajaran dengan Kemampuan Matematika
Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematis ... 101 Diagram 4.8. Rerata Aktivitas Siswa dan Guru dalam Tiap Pembelajaran ... 113
(11)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dalam menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Sumber daya manusia yang dimaksudkan perlu memiliki keterampilan yang meliputi berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, mampu bekerja sama, serta mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan.
Salah satu sarana yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia seperti yang diharapkan di atas adalah melalui pendidikan. Secara umum tujuan pendidikan merupakan upaya untuk mengantarkan peserta didik ke arah kemandirian dan kedewasaan. Dengan demikian semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi berperan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang handal.
Sebagai ilmu dasar, matematika dipelajari pada semua jenjang pendidikan sekolah, mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Tujuan pendidikan matematika ditingkat pendidikan dasar adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Ruseffendi (1991) mengatakan bahwa kegunaan matematika adalah antara lain dapat menyelesaikan soal-soal dan berkomunikasi sehari-hari, meningkatkan kemampuan berfikir logis, tepat, dan pemahaman ruang. Adapun salah satu manfaat yang menonjol dalam mempelajari matematika menurut Karso (1998: 1.4) adalah dapat membentuk pola
(12)
pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis, dan penuh kecermatan.
Secara rinci tujuan pembelajaran matematika di sekolah tertuang dalam Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau lainnya untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa begitu pentingnya matematika dipelajari siswa sebagai bekal dan alat dalam menghadapi kehidupan ini. Namun pentingnya mempelajari matematika tersebut tidak tergambar pada hasil belajar siswa dalam matematika. Hasil belajar matematika siswa terutama siswa tingkat sekolah dasar sangat memprihatinkan. Dalam penelitiannya, Sumarmo (1999a: 120) mengemukakan bahwa hasil belajar matematika siswa sekolah dasar belum memuaskan, juga adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa dan kesulitan yang dihadapi guru dalam mengajarkan matematika. Pada tingkat nasional hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai EBTANAS Murni (NEM) dan Ujian Akhir Nasional
(13)
(UAN) dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2001 selalu di bawah 6 dalam skala 1 sampai 10 (Darhim, 2004:2).
Selanjutnya berdasarkan hasil laporan penelitian Trends in International Mathematics Science Study (TIMSS, 2007) menunjukkan bahwa pada tahun 2003 peringkat siswa Indonesia pada bidang studi matematika berada di deretan 34 dari 45 negara. Selanjutnya pada tahun 2007 menunjukkan bahwa peringkat siswa Indonesia pada bidang studi matematika berada pada deretan 36 dari 48 negara.
Selain dari hasil belajar yang telah diungkap di atas, permasalahan juga terjadi dalam proses pembelajaran matematika. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada bulan juni 2008 di salah satu SD di Lampung sebagai studi pendahuluan terdapat beberapa permasalahan yang terjadi, yaitu (1) Siswa jarang bertanya dalam proses pembelajaran (siswa tidak dilatih bertanya), (2) Siswa belum mampu memberikan tanggapan (tidak diberi kesempatan dan tidak dilatih), (3) Ada siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika tetapi tidak mengerti apa yang dikerjakannya, dan kurang memahami apa yang dikerjakannya (tidak meaningful), (4) Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan operasi matematika khususnya bilangan pecahan, (5) Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami soal cerita, (6) Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh yang sudah diberikan.
Permasalahan hasil belajar dan proses pembelajaran matematika seperti tersebut di atas, harus diperbaiki. Hal ini sangat penting, mengingat kegunaan dan manfaat mempelajari matematika dalam kehidupan ini seperti yang telah
(14)
diungkapkan bagian awal bab ini. Jika dikaji lebih mendalam tentang permasalahan hasil belajar dan proses pembelajaran matematika seperti di atas, maka masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah dan komunikasi matematis. Atau dengan kata lain, kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa masih rendah. Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat dari banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami soal cerita, kesulitan dalam melakukan operasi matematika, dan kesulitan dalam mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh yang sudah diberikan. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari jarangnya siswa bertanya dan belum mampu memberi tanggapan atau menjelaskan ide-idenya dalam pembelajaran matematika.
Selama ini kita menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika (secara konvensional) siswa jarang sekali siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Sehingga siswa sangat sulit dalam memberikan penjelasan yang benar, jelas, dan logis atas jawabannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Cai, Lane, Jakabcsin (1996) bahwa sebagai akibat dari sangat jarangnya para siswa dituntut untuk menyediakan penjelasan dalam pelajaran matematika, sehingga sangat asing bagi mereka untuk berbicara tentang matematika. Dengan demikian adalah mengejutkan mereka jika diminta untuk memberikan pertimbangan atas jawabannya.
Untuk mengurangi kejadian itu menurut Pugalee (2001), dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan
(15)
orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi siswa. Hal ini berarti bahwa dalam pembelajaran adalah penting memberikan waktu bagi siswa untuk berdiskusi dalam menjawab, menanggapi pernyataan dan pertanyaan orang lain dengan argumentasi yang benar dan jelas.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa seperti tersebut di atas harus ditingkatkan, karena kemampuan pemecahan masalah merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. NCTM (2000) menyatakan bahwa pemecahan masalah bukanlah sekedar tujuan dari belajar matematika tetapi juga merupakan alat utama untuk melakukan atau bekerja dalam matematika. Kemampuan memecahkan masalah juga sangat diperlukan manusia karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Wahyudin (2003:3) bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau situasi-situasi pembuatan keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang dalam hidupnya. Selanjutnya, menurut Ruseffendi (1991: 291) bahwa kemampuan memecahkan masalah penting bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami matematika tetapi juga bagi mareka yang akan menerapkannya, baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan memecahkan masalah sangat diperlukan manusia karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Demikian juga kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication) dalam pembelajaran sangat penting untuk diperhatikan, hal ini
(16)
karena melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasi berfikir matematikanya baik secara lisan maupun tulisan. Lindquist (Lindquist & Elliot, 1996) menyatakan jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, penilaian matematika. Selanjutnya Turmudi (2008:55) menyatakan bahwa komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara untuk sharing gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman.
Dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa khususnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, maka harus dilakukan dengan upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Namun bukan suatu hal mudah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, sebab banyak faktor yang menentukan kualitas hasil pembelajaran matematika. Ruseffendi (dalam Darhim, 2004) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran matematika terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak belajar yaitu (1) kecerdasan anak, (2) kesiapan anak, (3) bakat anak, (4) kemauan belajar, (5) minat anak, (6) model penyajian materi, (7) pribadi dan sikap guru, (8) suasana belajar, (9) kompetensi guru, dan (10) kondisi luar. Di samping itu, kualitas hasil pembelajaran matematika mungkin pula dipengaruhi oleh evaluasinya, sebab selama ini hanya aspek kognitif yang banyak diukur sedangkan dua aspek lainnya yaitu afektif dan psikomotor sering terabaikan.
(17)
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa di atas, model penyajian materi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Darhim (2004, 3) mengemukakan bahwa penyajian materi yang menarik, menyenangkan, sederhana, mudah dipahami, dan sesuai dengan kondisi siswa, merupakan modal utama untuk memberi rasa senang terhadap matematika. Hal ini penting karena terdapat anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disukai dan bahkan menakutkan bagi sebagian siswa, karena matematika dianggap sulit dan susah dipahami. Ruseffendi (1984) mengatakan bahwa matematika (ilmu pasti) bagi anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi. Sementara Wahyudin (1999) mengatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami. Dengan demikian ketidaksenangan siswa terhadap matematika mungkin disebabkan oleh sukarnya memahami matematika.
Kurang disukainya pelajaran matematika oleh siswa mungkin dipengaruhi oleh faktor materi atau proses pembelajarannya (Darhim, 2004: 4). Dari segi materi, matematika merupakan ilmu yang abstrak (Gravemeijer, 1994). Bagi anak-anak matematika akan terasa abstrak jika materinya dibuat jauh dari kehidupan sehari-hari. Ruseffendi (1979c: 2) menyarankan agar dalam menerangkan pengerjaan hitung sedapat mungkin supaya dimulai dengan menggunakan benda-benda riil, gambarnya atau diagramnya yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kemudian dilanjutkan ke tahap kedua yaitu berupa modelnya, dan akhirnya ke tahap simbol.
(18)
Oleh karena itu, perlu adanya suatu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat menjembatani anak-anak tahap operasional konkrit (usia SD) dalam mempelajari matematika sebagai ilmu yang abstrak. Pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika, misalnya dengan cara memperlihatkan sikap ramah dalam menanggapi berbagai kesalahan siswa, mengajak siswa belajar sambil bermain, menggunakan berbagai metode yang disesuaikan dengan kemampuan dan karakter siswa, dan menciptakan iklim belajar yang terbuka dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran.
Tuntutan pembelajaran matematika seperti tersebut di atas, sesuai dengan pendekatan pendidikan matematika realistik yang dikembangkan di Belanda. Pendidikan matematika realistik banyak diwarnai oleh pandangan Freudenthal tentang matematika, yaitu matematika dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia (Freudenthal, 1991). Selanjutnya Gravemeijer (1994) mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Di dalam pendidikan matematika realistik pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang riil sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna.
Dalam pembelajaran matematika realistik, siswa diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas bekerja matematika, melakukan proses pemodelan, dan menempuh self-development model yang dapat menghasilkan kebebasan berfikir (free production) siswa, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
(19)
Pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik dan prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal, adanya masalah kontekstual yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata, dengan pembuatan model yang dapat memudahkan siswa untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah, adanya interaktivitas baik sesama siswa maupun siswa dengan guru yang dapat membantu siswa yang lemah untuk memahami konsep atau prosedur matematika sedangkan bagi siswa yang pandai dapat meningkatkan kemampuan dalam memberi penjelasan, tanggapan, dan lain-lain.
B. Batasan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada apakah pembelajaran matematika melalui pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa kelas IV Sekolah Dasar Percobaan Negeri (SDPN) Bandung pada pokok bahasan pecahan.
C. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang diselidiki dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa kelas IV SD?
(20)
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara siswa yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang signifikan antara siswa yang menggunakan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?
3. Adakah keterkaitan (hubungan) yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa?
4. Bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah, dan komunikasi matematika siswa yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dan pembelajaran biasa
(21)
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dan pembelajaran biasa.
3. Mengetahui keterkaitan (hubungan) antara kemampuan pemecahan masalah, dan komunikasi matematika siswa.
4. Mengetahui sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR) sebagai usaha dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa Sekolah Dasar.
Pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dapat dijadikan alternatif model pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematika siswa dan kemampuan-kemampuan lainnya.
F. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah yang signifikan antara siswa yang menggunakan pendekatan Pendidikan
(22)
Matematika Realistik (PMR) dan yang menggunakan pendekatan pembelajaran biasa.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang signifikan antara siswa yang menggunakan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dan yang menggunakan pendekatan pembelajaran biasa.
3. Terdapat keterkaitan (hubungan) yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindarkan penafsiran yang berbeda, berikut diberikan beberapa definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR) yaitu menggunakan masalah kontekstual, menggunakan pemodelan, menggunakan kontribusi siswa, adanya interaktifitas dalam proses pembelajaran, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
2. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan. Dalam penelitian ini, indikator kemampuan pemecahan masalah yang diukur adalah: mengidentifikasi unsur yang diketahui dan ditanyakan, membuat model matematika matematika baik model informal maupun model formal,
(23)
menentukan strategi dan menerapkannya untuk menyelesaikan masalah, dan menentukan jawaban yang benar.
3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaian masalah kontesktual yang disertai alasan dari jawaban tersebut. Dalam penelitian ini, indikator kemampuan komunikasi matematis yang diukur adalah membuat model masalah (model informal) yang berupa gambar atau diagram dari masalah yang diberikan, membuat model matematika (model formal) yang berupa simbol matematika berdasarkan masalah yang diberikan, menentukan strategi dan menyelesaikan masalah, dan menjelaskan ide, strategi penyelesaian, atau jawaban yang diperoleh secara tulisan, baik berupa gambar, grafik, maupun aljabar.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang menunjukkan ketertarikan dan kesungguhan dalam mengikuti pelajaran matematika, menunjukkan ketertarikan dan memperoleh manfaat dalam mengikuti pembelajaran dengan PMR, dan menunjukkan kemampuan dalam pemecahan masalah dan komunikasi matematis.
(24)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian
Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Ruseffendi (2005: 35) penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran biasa. Desain penelitian yang digunakan adalah ”Control Group Pretest-Posttest Design”. Adapun desain penelitian ini adalah sebagai berikut:
O X O O O Keterangan:
O : Pretes dan postes (tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika)
X : Perlakuan pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Percobaan Negeri (SDPN) Setiabudhi Bandung tahun pelajaran 2008/2009, yang terdiri dari dua kelas dan masing-masing kelas terdiri dari 39 siswa. Kelas A sebagai kelas
(25)
eksperimen, sedangkan kelas B sebagai kelas kontrol. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak.
Alasan pemilihan subjek penelitian pada SDPN Setiabudhi Bandung adalah sebagai berikut:
1. SDPN Setiabudhi Bandung sudah relatif lama yaitu 8 tahun menerapkan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).
2. Penerapan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) diperlukan guru-guru yang berjiwa pembaharuan.
3. Kemampuan siswa dalam setiap kelas relatif sama.
Adapun beberapa karaktersitik dari siswa SDPN Setiabudhi Bandung ini sebagai berikut:
1. Rata-rata nilai matematika siswa dalam Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) tahun pelajaran 2007/2008 adalah 7,03.
2. Latar belakang orang tua sebagian besar dari pegawai negeri dan wiraswasta, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai beikut:
1. Variabel bebas (independent variables) dalam penelitian ini adalah pembelajaran melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) 2. Variabel terikat (dependent variables) dalam penelitian ini adalah adalah
(26)
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan lima buah instrumen penelitian yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis, skala sikap, lembar observasi, wawancara, dan kuesioner.
1. Tes (mengukur kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis)
Tes kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini berupa soal-soal pemecahan masalah yang kontekstual yang berkaitan dengan materi pecahan. Kemampuan pemecahan masalah siswa diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaian masalah kontekstual yakni mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan; membuat model matematika (model formal) atau kalimat matematika, menentukan strategi dan menerapkannya dalam menyelesaikan masalah; dan menentukan hasil (jawaban) yang benar.
Sedangkan tes kemampuan komunikasi matematis berupa soal-soal atau masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi pecahan. Kemampuan komunikasi matematis siswa diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaian masalah kontekstual yakni kemampuan siswa dalam membuat model masalah yang berupa gambar dan diagram, membuat model matematika atau simbol matematika, membuat penyelesaian masalah, dan menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
(27)
Tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis disusun dalam bentuk uraian. Tes kemampuan pemecahan masalah terdiri dari lima soal dan tes kemampuan komunikasi matematis juga terdiri dari lima soal. Dalam penyusunan tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi ini dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang ada dalam silabus, dan indikator kemampuan pemecahan masalah dan komuniksi matematis yang akan diukur. Indikator kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis disajikan pada Lampiran 3.1. Kisi-kisi soal pemecahan masalah disajikan pada Lampiran 3.2, sedangkan kisi-kisi soal komunikasi matematis disajikan pada Lampiran 3.3.
b. Menyusun soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis berdasarkan kisi-kisi tersebut dan membuat contoh kunci jawaban. Soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis disajikan pada Lampiran 3.4, sedangkan contoh kunci jawabannya disajikan pada Lampiran 3.5.
c. Menilai validitas isi soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang berkaitan dengan kesesuaian antara indikator dengan soal, validitas konstruk, dan kebenaran kunci jawaban oleh dosen pembimbing, mahasiswa S2 UPI, dan guru SD kelas IV.
d. Mempertimbangkan keterbacaan soal yang dilakukan oleh dosen pembimbing, mahasiswa S2 UPI, dan guru SD kelas IV, untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut dapat dipahami baik atau tidak oleh siswa. Dalam hal ini juga
(28)
dilakukan uji coba soal terhadap enam siswa untuk mengetahui keterbacaan siswa terhadap soal tersebut.
e. Melakukan uji coba tes yang dilanjutkan dengan menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tes (soal) yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi syarat atau belum. Pada penelitian ini, Pelaksanaan uji coba tes (soal) kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis dilakukan pada tanggal 31 Januari 2009 kepada siswa kelas V SDN Padjajaran 1 Bandung, dengan pertimbangan bahwa siswa kelas V sudah pernah mempelajari materi pecahan sebelumnya di kelas IV. Hasil uji coba tes yang telah dilaksanakan sebagai berikut:
1) Validitas
Untuk mengukur validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 2001: 72). Perhitungan korelasi korelasi product moment pearson dilakukan dengan bantuan program excel. Perhitungan lengkap untuk validitas tes kemampuan pemecahan masalah tersaji pada Lampiran 3.6, sedangkan perhitungan lengkap untuk tes kemampuan komunikasi matematis tersaji pada Lampiran 3.7.
Hasil perhitungan validitas butir soal kemampuan pemecahan masalah disajikan pada Tabel 3. 1.
(29)
Tabel 3.1.
Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemecahan Masalah No
Soal rXY
Interpretasi Validitas thitung
tabel
t Keputusan SR RD SD TG ST
3 0,86 √ 8,08 2,807 Valid
4 0,76 √ 5,61 2,807 Valid
5 0,85 √ 7,74 2,807 Valid
7 0,80 √ 6,39 2,807 Valid
9 0,86 √ 8,08 2,807 Valid
Berdasarkan Tabel 3.1, dapat dilihat bahwa semua item soal pemecahan masalah yang terdiri dari lima soal adalah valid. Hal ini menunjukkan bahwa kelima soal pemecahan masalah tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
Sedangkan hasil perhitungan validitas item soal kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3. 2.
Tabel 3.2.
Hasil Analisis Validitas Butir Soal Komunikasi Matematis
No Soal rXY
Interpretasi Validitas
hitung
t ttabel Keputusan
SR RD SD TG ST
1 0.637 √ 5.07 2.807 Valid
2 0.578 √ 4.27 2.807 Valid
6 0.554 √ 3.98 2.807 Valid
8 0.523 √ 3.63 2.807 Valid
10 0.717 √ 6.46 2.807 Valid
Berdasarkan Tabel 3.2, dapat dilihat bahwa semua item soal komunikasi matematis yang terdiri dari lima soal adalah valid. Hal ini menunjukkan bahwa kelima soal komunikasi matematis tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
(30)
2) Reliabilitas
Dalam menentukan koefisien korelasi reliabilitas soal menggunakan rumus Cronbach Alpha. Hal ini berdasarkan pada pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa untuk menghitung koefisien korelasi reliabilitas pada bentuk soal yang memiliki jawaban ragam, seperti skala likert atau soal uraian menggunakan cara Cronbach Alpha. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Ruseffendi, 1991).
Perhitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan bantuan program excel. Perhitungan relibilitas soal pemecahan masalah selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.8, sedangkan perhitungan relibilitas soal komunikasi matematis selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.9. Hasil perhitungan reliabilitas butir soal kemampuan pemecahan masalah disajikan pada Tabel 3. 3.
Tabel 3.3.
Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis
Soal r Keterangan
Pemecahan Masalah 0,78 Reliabel
Komunikasi Matematis 0,79 Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.3 diperoleh bahwa soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis adalah reliabel. Hal ini menunjukkan bahwa soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
(31)
3) Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar atau tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya (Arikunto, 2001: 208).
Perhitungan indeks kesukaran soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis dilakukan dengan bantuan program excel. Perhitungan indeks kesukaran soal pemecahan masalah selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.10, sedangkan perhitungan indeks kesukaran soal komunikasi matematis selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.11. Hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal pemecahan masalah disajikan pada Tabel 3. 4.
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemecahan Masalah No. Soal Indek Kesukaran Interpretasi
3 0,5 Sedang
4 0,78 Mudah
5 0,41 Sedang
7 0,32 Sedang
9 0,16 Sukar
Dengan memperhatikan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa dari hasil uji coba soal pemecahan masalah terdapat 1 atau 20% soal yang sukar, 3 atau 60% soal yang sedang, dan 1 atau 20% soal yang mudah.
Selanjutnya hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.5.
(32)
Tabel 3.5
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Komunikasi Matematis No. Soal Indek Kesukaran Interpretasi
1 0,75 Mudah
2 0,57 Sedang
6 0,68 Sedang
8 0,25 Sukar
10 0,35 Sedang
Dengan memperhatikan Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa dari hasil uji coba soal komunikasi matematis terdapat 1 atau 20% soal yang sukar, 3 atau 60% soal yang sedang, dan 1 atau 20% soal yang mudah.
4) Daya Pembeda
Ruseffendi (Rahayu, 2006) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa pandai dapat menjawab soal dengan baik, dan siswa yang kurang pandai tidak dapat menjawab soal dengan baik.
Perhitungan daya pembeda soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis dilakukan dengan bantuan program excel. Perhitungan daya pembeda soal pemecahan masalah selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.12, sedangkan perhitungan daya pembeda soal komunikasi matematis selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.13. Hasil perhitungan daya pembeda butir soal pemecahan masalah disajikan pada Tabel 3. 6.
(33)
Tabel 3.6.
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemecahan Masalah
No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
3 0,39 Cukup
4 0,50 Baik
5 0,39 Cukup
7 0,43 Baik
9 0,32 Cukup
Dengan memperhatikan Tabel 3.6 di atas dapat dilihat bahwa soal pemecahan masalah yang telah diujikan memiliki daya pembeda yang cukup baik dan baik, sehingga soal pemecahan masalah tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
Selanjutnya, hasil perhitungan daya pembeda butir soal komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3. 7.
Tabel 3.7.
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Komunikasi Matematis
No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,54 Baik
2 0,38 Cukup
6 0,75 Sangat baik
8 0,39 Cukup
10 0,64 Baik
Dengan memperhatikan Tabel 3.7 di atas dapat dilihat bahwa soal komunikasi matematis yang telah diujikan memiliki daya pembeda yang cukup baik, baik, dan sangat baik sehingga soal komunikasi matematis tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
(34)
2. Angket Skala Sikap
Sikap merupakan salah satu komponen dari aspek afektif, yang merupakan kecenderungan seseorang merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau kelompok individu. Oleh karena itu, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak terhadap suatu konsep atau objek matematika.
Angket ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa secara umum yang terkait dengan pelajaran matematika, pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, dan soal-soal kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Angket skala sikap diberikan kepada siswa kelompok eksperimen yang dilakukan setelah pembelajaran dan postes.
Dalam penyusunan skala sikap ini, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang memuat tentang sikap siswa dan indikatornya yang akan diukur. Kisi-kisi skala sikap disajikan pada Lampiran 3.14. Kemudian disusun skala sikap yang berupa pernyataan-pernyataan dalam bentuk pernyataan tertutup tentang pendapat siswa. Angket skala sikap selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.15. Dalam skala sikap ini terdapat 23 pernyataan yang memiliki pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
3. Lembar Observasi
Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati dan menelaah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PMR. Lembar observasi ini terdiri dari indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan untuk memonitor munculnya karakteristik PMR dalam proses pembelajaran. Dalam
(35)
lembar observasi ini memuat aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran pada kelas eksperimen.
Salah satu tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga diharapkan pada pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik. Selanjutnya dengan lembar observasi dapat digunakan untuk menelaah secara lebih mendalam tentang temuan yang diperoleh dari hasil penelitian. Lembar observasi tentang kegiatan siswa selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.16, sedangkan lembar observasi tentang kegiatan guru selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.17.
4. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada siswa kelas eksperimen yaitu siswa-siswa yang belajar dengan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasa pecahan. Wawancara ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang kesulitan yang dihadapi siswa, tanggapan atau pendapat siswa secara lisan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, yang pernyataan-pernyataannya tidak tercakup dalam skala sikap. Pedoman wawancara tersaji pada Lampiran 3.18.
5. Kuesioner
Pada penelitian ini kuesioner diberikan kepada guru bidang studi matematika di sekolah tempat dilaksanakannya penelitian. Pada kuesioner diberikan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan pembelajaran matematika realistik meliputi pendapat guru tentang pembelajaran matematika
(36)
realistik, kelebihan dan kekurangannya, serta soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang telah diberikan. Lembar kuesioner selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.19.
E. Pedoman Penskoran
Untuk memperoleh data yang didasarkan hasil penelitian secara objektif, maka diperlukan pedoman penskoran yang proporsional untuk setiap butir soal dai kedua tes tersebut.
Soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah disusun dalam bentuk uraian. Soal yang diberikan berbentuk soal atau masalah kontekstual yang disusun berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah. Penjabaran kemampuan pemecahan masalah didasarkan pada empat indikator, yaitu (1) merumuskan, mengidentifikasi unsur yang diketahui dan ditanyakan, (2) membuat pemodelan baik model informal maupun model formal matematika, (3) menentukan strategi dan menerapkannya untuk menyelesaikan masalah, dan (4) membuat jawaban yang benar. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan pemecahan masalah disajikan pada Tabel 3.8.
(37)
Tabel 3.8
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0
Jawaban benar disertai alasan yang benar
Jawaban benar, alasan tidak lengkap
- Jawaban hampir benar - Kesimpulan
tidak ada - Jawaban
benar, tetapi alasan salah
Jawaban ada tapi tidak benar
Tidak ada
jawaban
Soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis disusun dalam bentuk uraian. Soal yang diberikan berbentuk soal atau masalah kontekstual yang disusun berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. Penjabaran kemampuan komunikasi matematis didasarkan pada indikator (1) membuat model masalah (model informal) yang berupa gambar atau diagram dari masalah yang diberikan, (2) membuat model matematika (model formal) yang berupa simbol matematika berdasarkan masalah yang diberikan, (3) menentukan strategi dan menyelesaikan masalah, dan (4) menjelaskan ide, strategi penyelesaian, atau jawaban yang diperoleh secara tulisan, baik berupa gambar, grafik, maupun aljabar. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.9.
(38)
Tabel 3.9
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 0
Jawaban benar disertai alasan yang benar
Jawaban benar, alasan tidak lengkap
- Jawaban hampir benar
- Kesimpulan tidak ada
- Jawaban benar, tetapi alasan salah
Jawaban ada tapi tidak benar
Tidak ada jawaban
F. Bahan Ajar
Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika dengan pembelajaran matematika realistik pada kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun dengan mengacu pada karakteristik pembelajaran matematika realistik yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di lapangan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP). Isi bahan ajar memuat masalah kontekstual yang berkaitan dengan pokok bahasan pecahan, yang disusun agar siswa dapat mengembangkan model-model matematika dalam menyelesaikan masalah kontekstual tersebut untuk menemukan sendiri konsep-konsep ataupun prosedur matematika yang sedang dipelajari. Sebelum penyusunan bahan ajar, terlebih dahulu disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) agar setiap penyusunan bahan ajar mengarahkan kepada tujuan yang jelas. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disajikan pada Lampiran 3.20.
(39)
Bahan ajar dalam penelitian ini berupa lembar aktivitas siswa (LAS). Lembar aktivitas siswa memuat kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi pecahan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. Lembar aktivitas siswa selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.21.
G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran PMR Kegiatan Pembelajaran Biasa 1. Kegiatan pembelajaran pada kelas
eksperimen melalui pendekatan
PMR dilaksanakan dengan
mengacu kepada karakteristik PMR yang telah disusun dalam
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) pada
Lampiran 3.20
2. Bahan ajar yang digunakan adalah bahan ajar yang dirancang dalam bentuk masalah kontekstual yang harus diselesaikan oleh siswa. Masalah kontekstual tersebut diberikan di awal pembelajaran.
1. Kegiatan pada kelas kontrol dilakukan seperti biasa (konvensional) yaitu guru mengawali pembelajaran dengan membahas soal-sal yang telah lalu, kemudian memberikan penjelasan konsep yang baru secara informatif dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal untuk latihan. 2. Bahan ajar yang digunakan adalah
buku ajar yang biasa dipakai oleh guru. Dalam bahan ajar tersebut juga terdapat masalah kontekstual, namun diberikan kepada siswa setelah guru
menyampaikan materi dan
(40)
3. Siswa berperan sebagai peserta yang aktif dalam pembelajaran. Kontribusi dalam pembelajaran diharapkan datang dari siswa sendiri dengan memproduksi dan mengkonstruksi sendiri model secara bebas.
4. Interaksi bersifat multi arah
5. Guru berperan sebagai fasilitator, mediator, dan pembimbing dalam proses pembelajaran, serta melakukan refleksi dan evaluasi.
3. Siswa berperan sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru dan berlatih menyelesaikan soal-soal latihan.
4. Interaksi bersifat dua arah
5. Guru berperan sebagai sumber belajar, menjelaskan konsep, menjelaskan contoh soal, memberikan soal-soal latihan yag harus dikerjakan siswa, dan mengevaluasi hasil belajar siswa
H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa dikumpulkan dengan melalui tes hasil belajar (pretes dan postes)
2. Data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam belajar matematika sebagai akibat pembelajaran matematika realistik dikumpulkan melalui angket sikap siswa.
(41)
3. Data yang berkaitan dengan aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran matematika realistik dikumpulkan melalui lembar observasi.
I. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.
2. Membuat daftar nilai dalam bentuk tabel yang berisikan skor hasil tes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gains) dengan rumus:
pre maks
pre post
S S
S S g
− −
= (Hake dalam Melzer, 2002)
Keterangan: Spost = Skor postes
Spre = Skor pretes
Spost = Skor maksimum
Kriteria tingkat gain adalah
g ≥ 0,7 : tinggi
0,3 < g < 0,7 : sedang
(42)
4. Menghitung rata-rata (X) skor hasil pretest, postes, dan N-gain dengan menggunakan rumus:
∑
= = n i i X n X 1 1(Uyanto, 2006: 65).
5. Menghitung standar deviasi ( S ) skor hasil pretes, postes, dan gain normal dengan menggunakan rumus:
∑
= − − = n i i X X n S 1 2 ) ( 1 1(Uyanto, 2006: 65).
6. Menguji normalitas data skor pretes, postes, dan gain normal dengan menggunakan rumus Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov):
} , ) ( ) (
sup{ −Φ −∞≤ ≤∞
= • z z z F
D n (Uyanto, 2006: 48).
dengan
S X X
z(k) = ( (k) − ), S = simpangan baku sampel
n z z dari jumlah z
Fn k
≤
= ( )
)
( , Fn(z)= fungsi distribusi empiris )
(z
Φ = fungsi distribusi kumulatif
7. Menguji homogenitas varians skor pretest, posttest, dan gain normal dengan menggunakan uji Levene sebagai berikut:
∑∑
∑
− = • = • • • − − − − = k i N j i ij k i i i i Z Z k Z Z N k N W 1 2 1 1 2 ) ( ) 1 ( ) ( ) ((Uyanto, 2006: 135).
Dimana Zij = Yij −Yi•
(43)
•
i
Z = rata-rata group ke-i
• •
Z = rata-rata keseluruhan data
8. Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian perbedaan dua sampel yang digunakan adalah uji t sebagai berikut:
Y X P n n S Y X t 1 1 + −
= (Uyanto, 2006: 134).
dengan df = nx + ny – 2 dan
2 ) 1 ( ) 1
( 2 2
− + − + − = Y X Y y X X P n n S n S n S
9. Jika sebaran data berdistribusi tidak normal dan tidak homogen, atau syarat untuk uji parametrik tidak terpenuhi, maka pengujian perbedaan dua sampel yang digunakan adalah uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney:
µ σ ) (U E U ZH −
= (Uyanto, 2006: 295).
dengan 1 1 1
2 1 2 ) 1 ( R n n n n
U = + + −
12 ) 1
( 1 2
2
1 + −
= n n n n
σ
1
R = jumlah peringkat pada kelompok ke-1 1
n = jumlah sampel kelompok 1 2
n = jumlah sampel kelompok 2
Proses perhitungan-perhitungan di atas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13.0.
(44)
J. Teknik Analisis Data
Teknik statisik yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif yang digunakan adalah tabel frekuensi, rata-rata dan standar deviasi, untuk mendeskripsikan ciri atau karakteristik data masing-masing variabel penelitian. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis.
K. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 02 Februari sampai 03 Maret 2009 sebanyak 10 kali pertemuan termasuk pretes dan postes yang masing-masing pertemuan 2 x 35 menit.
L. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Melakukan studi kepustakaan tentang pembelajaran matematika di sekolah
dasar .
2. Melakukan observasi pendahuluan melalui wawancara dengan guru mata pelajaran matematika untuk memperoleh informasi tentang kesulitan dan permasalahan siswa dalam belajar matematika, cara-cara yang dipakai guru dalam mengatasi pemasalahan siswa, serta model pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah.
(45)
4. Penyusunan komponen-komponen pembelajaran yaitu tes matematika, angket skala sikap, bahan ajar, dan lembar observasi yang dikonsultasikan kepada pembimbing.
5. Melakukan uji coba tes matematika kepada objek di luar objek penelitian untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Tes yang dianggap layak akan digunakan dalam penelitian, dan tes yang tidak layak akan dibuang atau direvisi.
6. Penentuan subjek penelitian yaitu siswa kelas IV SDPN Setiabudhi Bandung. 7. Dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia, selanjutnya sampel
yang dipilih masing-masing diperlakukan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
8. Melakukan persiapan pelaksanaan penelitian, memperhatikan kesiapan guru dalam pelaksanaan pembelajaran matematika realistik. Karena guru mata pelajaran matematika yang akan melaksanakan pembelajaran pada penelitian ini sudah pernah mengikuti pelatihan pembelajaran matematika realistik baik di tingkat lokal maupuan nasional, maka tidak dilakukan pelatihan khusus. Namun demikian, tetap melakukan diskusi dan sharing dengan guru tentang bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian ini, agar bahan ajar dan komponen pembelajaran lainnya sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, sehingga bahan ajar tersebut dapat berfungsi secara maksimal dalam proses pembelajaran.
9. Memberikan pretes / tes awal kepada kedua kelompok eksperimen kemudian menentukan rata-rata hasil pretes tersebut untuk mengetahui kemampuan
(46)
pemecahan masalah dan komunikasi matematis dari masing-masing kelompok sebelum mendapat perlakuan.
10.Melaksanakan pembelajaran matematika , yaitu kelompok eksperimen dengan menggunakan pendekatan matematika realistik, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pendekatan matematika biasa (konvensional)
11.Memberikan postes / tes akhir kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika setelah mendapat perlakuan.
12.Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian, untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa antara yang menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran biasa.
13.Melakukan analisis data angket, observasi, dan hasil wawancara. 14.Membuat kesimpulan dari hasil penelitian.
(47)
Pada penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan seperti pada Gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1
Tahapan Kegiatan dalam Penelitian
Penyusunan rancangan pembelajaran biasa
Pelaksanaan pembelajaran biasa Studi kepustakaan
Penyusunan rancangan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Penyusunan, ujicoba, revisi, dan pengesahan instrumen
Penentuan subjek Pretes
Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Postes Analisis Data
(48)
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bagian terdahulu mengenai kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dan siswa yang belajar dengan cara konvensional, serta sikap siswa terhadap pembelajaran matematika diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar dengan cara konvensional. Dalam hal ini, peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) lebih baik daripada siswa yang belajar dengan cara konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar dengan cara konvensional. Dalam hal ini, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) lebih baik daripada siswa yang belajar dengan cara konvensional.
3. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini berarti bahwa peringkat yang diperoleh siswa pada kemampuan pemecahan masalah dengan
(49)
peringkat yang diperolehnya pada kemampuan komunikasi matematis, boleh dikatakan hampir sama.
4. Sikap siswa berdasarkan hasil skala sikap mengenai ketertarikan dan kesungguhan dalam mengikuti pelajaran matematika, ketertarikan terhadap model pembelajaran PMR dan manfaat mengikuti pelajaran matematika dengan pendekatan PMR, serta soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan persentase jawaban siswa yaitu setuju dan sangat setuju untuk pernyataan positif lebih tinggi, dari jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini, maka dapat dikemukakan rekomendasi sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan PMR secara signifikan lebih baik daripada pembelajaran pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa sekolah dasar. Dengan demikian, pembelajaran matematika dengan PMR sangat potensial diterapkan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis.
2. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada penelitian ini, terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika realistik ini salah satunya adalah masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat model sehingga waktu yang direncanakan sering tidak mencukupi. Pembuatan model ini berkaitan erat dengan kemampuan
(50)
siswa dalam memahami masalah kontekstual. Masalah kontekstual sangat penting sebagai titik awal proses belajar siswa. Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (Sabandar, 2001) konteks berfungsi agar soal dapat dipecahkan dan konteks menunjang terbentuknya ruang gerak dan transparansi dari problem, dan dapat melahirkan berbagai strategi. Oleh karena itu, dalam membuat atau merancang masalah kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari disesuaikan juga dengan kemampuan awal siswa dan dapat dibayangkkan oleh siswa sehingga siswa lebih mudah memahami masalah dan lebih terbiasa dalam membuat model matematika.
3. Sebagai upaya meningkatkan kemampuan matematika siswa, perlu pengembangan kemampuan matematika secara menyeluruh. Kemampuan matematika meliputi kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis, pemahaman, penalaran, koneksi, dan sebagainya. Karena dalam penelitian ini hanya membahas tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, yang menghasilkan temuan bahwa pembelajaran matematika dengan PMR secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, maka untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk meneliti kemampuan-kemampuan yang lain dengan materi yang berbeda dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.
Ali, D.S. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik Melalui Kelompok Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMP Dalam Pemecahan Masalah Matematika. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan. Arikunto, S. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi revisi). Jakarta.
Bumi Aksara.
Baroody, A.J. (1993). Poblem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.
Branca, N.A., (1980). Problem Solving as a Goal, Process, and Basic Skill. In Stephen Krulik and Robert E. Reys (Ed). Problem Solving in School Mathematics. (p 3-8). NCTM.
Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M.S. (1996). Assessing Students’ Mathematical Communication. Official Journal of The Science and Mathematics. 96(5) 238-246.
Darhim. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah dasar Kelas Awal Dalam Matematika. Desertasi PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Darhim dan Hamzah. (2005). Antara Realistic Mathematics Education (RME) dengan Matematika Modern (New Math). Jurnal Ilmu Pendidikan. Hal: 10-25.
Darta. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual dalam Upaya Pengembangan Kemampuan Memecahkan Masalah dan Komunikasi Matematika Mahasiswa Calon Guru. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
De Lange, J. (1996). Using and Applying Mathematics in Education. In A.J. Bishop (Ed). International Handbook of Mathematics Education. Dordrecnt: Kluwor Academics Publisher.
Duren,P.E., dan Cherrington, A. (1992). The Effective of Cooperative Work versus Independent Practice on The Learning of some Problem Solving
(52)
Strategies. Official Journal of School Science and Mathematics. 92 (2). 80-83.
Fatah, A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Fraivilling, J.L., Murphy, L.A., dan Fuson, K.C. (1999). Advancing Children’s Mathematical Thingking in Everyday Mathematics Classroom. Journal for Research in Mathematics Education. 30. 148 -170.
Freudenthal, H. (1973). Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: D.Reidel Publising Co.
Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer
Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: CD- β Press. Fruedenthal Institute.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Desertasi. PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997). Mathematical Tasks and Student Cognitive: Classroom-Based Factors That Support and Inhibit High-Level Mathematical Thinking and Reasoning. Journal for Research in Mathematics Education. 28.524-549.
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Desertasi. PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan
Herwati. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam Kelompok Kecil. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Karso. (1998). Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Linquist, M., dan Elliot, P.C. (1996). “Communication an Imperative for Change: A Conversation With Mary Linquist”, dalam Communication In Mathematics K-12 dan Bayment, 1996 Year Book. National Council Teacher of Mathematics.
(53)
Ma, X. (1997). Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievement in Mathematics: A Meta – Analysis. Journal for Research in Mathematics Education. 28(1), 26-27.
McCoy, L.P. (1994). Mathematical Problem Solving Processes of Elementary Male and Female Students. Journal of School Science and Mathematics. 94 (5).
Marpaung. Y. (2001). Pendekatan Realistik dan dalam Pembelajaran Matemaitika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Tentang Pendidikan Mateamtika Realistik Tanggal 14 – 15 Nopember 2001. Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Marry, E.B. (1998). Development of Mathematical Communication in Problem Solving Group by Language Immunity Students. Bilingual Research Journal: Spring 22, 2-4. Academic Research Library. Page_ 149-174. Meltzer, E.D. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physic: A Posible “Hidden Variabel” in Diagnostic Pretest Scores. Vol. 70. Page 1259-1268.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA:NCTM.
Priatna, N. (2003). Teknik Probing Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SLTP. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI Bandung.
Polya, G. (1981). Mathematical Discovery on Understanding, Learning, and Teaching Problem Solving. New York: John Willey&Sons.
Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy. Journal Research of Mathematics Education, 6(5).296-299.[online].
Tersedia:http://www.my.nctm.org/ercsources/articlesummary.asp?URI=M TMS2001-01-296a&from=B[07/06/2005]
Rahayu, P. (2006). Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Riduwan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Ruseffendi, E.T. (1979c). Seri Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid, Guru, dan SPG Seri ketiga. Bandung: Tarsito.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci.
Ali, D.S. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik Melalui Kelompok Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMP Dalam Pemecahan Masalah Matematika. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan. Arikunto, S. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi revisi). Jakarta.
Bumi Aksara.
Baroody, A.J. (1993). Poblem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.
Branca, N.A., (1980). Problem Solving as a Goal, Process, and Basic Skill. In Stephen Krulik and Robert E. Reys (Ed). Problem Solving in School Mathematics. (p 3-8). NCTM.
Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M.S. (1996). Assessing Students’ Mathematical Communication. Official Journal of The Science and Mathematics. 96(5) 238-246.
Darhim. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah dasar Kelas Awal Dalam Matematika. Desertasi PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Darhim dan Hamzah. (2005). Antara Realistic Mathematics Education (RME) dengan Matematika Modern (New Math). Jurnal Ilmu Pendidikan. Hal: 10-25.
Darta. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual dalam Upaya Pengembangan Kemampuan Memecahkan Masalah dan Komunikasi Matematika Mahasiswa Calon Guru. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
De Lange, J. (1996). Using and Applying Mathematics in Education. In A.J. Bishop (Ed). International Handbook of Mathematics Education. Dordrecnt: Kluwor Academics Publisher.
Duren,P.E., dan Cherrington, A. (1992). The Effective of Cooperative Work versus Independent Practice on The Learning of some Problem Solving
(2)
Strategies. Official Journal of School Science and Mathematics. 92 (2). 80-83.
Fatah, A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Fraivilling, J.L., Murphy, L.A., dan Fuson, K.C. (1999). Advancing Children’s Mathematical Thingking in Everyday Mathematics Classroom. Journal for Research in Mathematics Education. 30. 148 -170.
Freudenthal, H. (1973). Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: D.Reidel Publising Co.
Freudenthal, H. (1991). Revisiting Mathematics Education. China Lectures. Dordrecht: Kluwer
Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: CD- β Press. Fruedenthal Institute.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Desertasi. PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997). Mathematical Tasks and Student Cognitive: Classroom-Based Factors That Support and Inhibit High-Level Mathematical Thinking and Reasoning. Journal for Research in Mathematics Education. 28.524-549.
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Desertasi. PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan
Herwati. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik dalam Kelompok Kecil. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Karso. (1998). Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Linquist, M., dan Elliot, P.C. (1996). “Communication an Imperative for Change: A Conversation With Mary Linquist”, dalam Communication In Mathematics K-12 dan Bayment, 1996 Year Book. National Council Teacher of Mathematics.
(3)
Ma, X. (1997). Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievement in Mathematics: A Meta – Analysis. Journal for Research in Mathematics Education. 28(1), 26-27.
McCoy, L.P. (1994). Mathematical Problem Solving Processes of Elementary Male and Female Students. Journal of School Science and Mathematics. 94 (5).
Marpaung. Y. (2001). Pendekatan Realistik dan dalam Pembelajaran Matemaitika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Tentang Pendidikan Mateamtika Realistik Tanggal 14 – 15 Nopember 2001. Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Marry, E.B. (1998). Development of Mathematical Communication in Problem Solving Group by Language Immunity Students. Bilingual Research Journal: Spring 22, 2-4. Academic Research Library. Page_ 149-174. Meltzer, E.D. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physic: A Posible “Hidden Variabel” in Diagnostic Pretest Scores. Vol. 70. Page 1259-1268.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA:NCTM.
Priatna, N. (2003). Teknik Probing Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SLTP. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI Bandung.
Polya, G. (1981). Mathematical Discovery on Understanding, Learning, and Teaching Problem Solving. New York: John Willey&Sons.
Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy. Journal Research of Mathematics Education, 6(5).296-299.[online].
Tersedia:http://www.my.nctm.org/ercsources/articlesummary.asp?URI=M TMS2001-01-296a&from=B[07/06/2005]
Rahayu, P. (2006). Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
Riduwan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Ruseffendi, E.T. (1979c). Seri Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid, Guru, dan SPG Seri ketiga. Bandung: Tarsito.
(4)
_____________. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
_____________. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
_____________. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Edisi Revisi). Bandung: Tarsito.
Sabandar, J. (2001). Refleksi Dalam Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah Seminar Nasional Tentang Pendidikan matematika Realistik Indonesia Tanggal 14-15 November 2001. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan. Sandra, L.A. (1999). Listening to Students. Teaching Children Mathematics. Vol.5
No. 5. Januari. Hal: 289-295.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
. (2007). Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: SPs. UPI. Saragih, S. (2005). Pembelajaran Matematika dengan Peta Konsep, Alat Peraga,
dan Belajar Kelompok. Jurnal Kependidikan Universitas Negeri Yogyakarta. 33 (1). 53-62.
. (2007). Pengembangan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik.
Schoen, H.L., dan Oehmke, T. (1980). A New Approach to The Measurement of Problem –Solving Skill. In Stephen Krulik and Robert E. Reys (Ed). Problem Solving in School Mathematics. (p 216-227). NCTM.
Slavin, R. (1994). Educational Psychology: Theories Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher.
Slavin, R. (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. : Second Edition. America: Allyn and Bacon.
Streefland, L. (1991). Realistic Mathematics Education In Primary School. Netherlands: Freudenthal Institute.
Subarinah, S. (2006). Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
(5)
Sugiyono, dan Wibowo, E. (2001). Statistika Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.0 For Windows. Bnadung: Alfabetha.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kulaitatif, R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Suherman, E., dan Sukjaya. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Sumarmo, U. (1999a). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Keterampilan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.
_____________. (2003). Daya dan Disposisi Matematika: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB. _____________. (2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika
Pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI.
Sururi, dan Suharto, N. (2007). Belajar SPSS for Windows untuk Mengelolan Data Penelitian. Bandung: Dewa Ruchi.
Suryadi, D. (2003). Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI Bandung.
_________. (2007). Pendidikan Matematik. Dalam Ali, Muhamad. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.
Syaban, M. (2008). Menumuhkan Daya Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan dan Budaya. [Online]. Tersedia: http//educare.e.fkipunla.net.
TIMSS. (2007). Mathematics Acheivement of Fourth end Eighth Graders in 2007. [Online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/timss/table07-1.asp. (16 Juni 2007). Traffer, A. (1991). Realistic Mathematics Education in The Netherlands
1980-1990. In L. Streefland (Ed). Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrecht: CD- β Press. Freudenthal Institute.
Turmudi. (2001). Implementasi Awal Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Di SLTP Negeri 2 Bandung. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI Bandung.
(6)
_____________. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Usman, H. (2006). Pengantar Statistik. Jakarta:Bumi Aksara.
Uyanto, S. (2006). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa Dalam Menata Pelajaran Matematika. Desertasi PPs UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.
_____________. (2003). Peranan Problem Solving. Makalah Seminar Technical Cooperation Project for Development of Mathematics and Science for Primary and Secondary Education in Inodenesia. August 25 2003.