Pengaruh Pendekatan Diskursif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di Kelas Viii Mts Negeri 32 Jakarta)
(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII MTs Negeri 32 Jakarta)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh: FRENDY ASTRA NIM. 109017000087
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
(2)
(3)
(4)
(5)
i
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pendekatan Diskursif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 di MTs Negeri 32 Jakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment
dengan desain Posttest Control Group Design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik claster sampling. Sampel penelitian berjumlah 32 siswa untuk kelas eksperimen dan 33 siswa untuk kelas kontol. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis berbentuk uraian dengan 4 (empat) indikator dan Angket. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pendekatan Diskursif lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pendekatan ekspositori. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari pendekatan Diskursif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
(6)
ii
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.
The purpose of this research is to find any influences of The Discursive approach to problem solving mathematical ability students. The population was the students of MTsN 32 Jakarta on November 2013. This research used quasi experiment method with posttest only control group design. The sample was taken by using claster sampling technique. The amount of the research sample was 33 students for the experiment class and 34 students for the control class. The writer collected the data by using instruments such as test in essay to measure the problem solving mathematical with four indicators and questionnaire. The result shows that there are the differences of mean between posttest experiment class and control class.The test results showed that the average mathematical problem-solving ability of students who were given Discursive approach is higher than the mathematical problem-solving ability of students who were given the expository approach. This indicates that there are significant from Discursive approaches to students' mathematical problem solving ability.
(7)
iii
nikmat ihsan, nikmat iman, dan nikmat islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Salawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa‟i, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan arahan, pelajaran, dan kepercayaan yang pernah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Bapak selalu berada dalam kemuliaanNya.
4. Ibu Dr. Tita Khalis MAryati, M.Kom, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.
5. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang Ibu berikan selama ini mulai dari awal kuliah hingga sampai saat ini. Semoga Ibu selalu mendapat keberkahan dari Allah SWT.
(8)
iv
berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.
8. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.
9. Ibu Erika, S.Pd Guru Matematika MTsN 32 Jakarta yang telah membimbing penulis untuk melakukan penelitian di sekolah ini.
10. Seluruh dewan guru MTsN 32 Jakarta, yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta siswa dan siswi MTsN 32 Jakarta, khususnya kelas VIII-1 dan VIII-2 yang telah kooperatif dalam penelitian ini. 11. Ayahanda tercinta Astari dan Ibunda tercinta Neneng, S.Pd yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Tak Ketinggalan untuk ”Adik” Ari Rakasiwi dan Vilda Zaskia beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
12. Teristimewa Viera Avianutia dan keluarga yang selalu mendampingi, membantu menghilangkan stres, panik dan kesulitan serta memberikan motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan, serta perhatian selama ini. 13. Sahabat Three Idiot M. Anang Jatmiko dan Ghufron Kamil, My Friend Didin,
Hafas, Awal, Linda, Noty, Izah serta Panitia OPTIKA 12 Sakhina, Nurul, Erdy, Firda, Hafiz, Riri, Linda dll. Terima kasih atas canda tawa dan kebersamaan kalian selama ini.
14. Kakak-kakakku tercinta Ka Nur Malitasari S.Pd, Ka Dyan Novitasari S.Pd, Ka Rizma Amalia, S.Pd, Ka Syahida Bellanisa, S.pd, Ka Rosita Mahmudah,
(9)
v
C29 dan PMTK Angkatan 2009 serta ade-ade kelas Angkatan 2008 dan 2007 Terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan kepada penulis.
16. Kawan-kawan BEM Jurusan Pendidikan Matematika, BEM Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan DEMA UIN Jakarta yang telah memberikan berbagai pengalaman berorganisasi dan berkreasi selama penulis menjalani masa-masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, Januari 2014
Penulis Frendy Astra
(10)
vi
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pemecahan Masalah ... 9
2. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 13
3. Pendekatan Diskursif ... 16
4. Pendekatan Ekspositori ... 21
B. Penelitian Relevan ... 23
C. Kerangka Berpikir ... 24
D. Hipotesis Penelitian ... 26
BAB III: METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
B. Variabel dan Desain Penelitian ... 27
(11)
vii
D. Teknik Pengumpulan Data ... 29
E. Sumber Data ... 30
F. Instrumen Penelitian ... 30
G. Analisis Instrumen ... 33
1. Validitas Instrumen ... 33
2. Reliabilitas Instrumen ... 34
3. Taraf Kesukaran ... 35
4. Daya Pembeda Soal ... 36
5. Angket Siswa ... 37
H. Teknik Analisis Data ... 38
1. Uji PrasyaratAnalisis Data ... 39
1.1Uji Normalitas ... 39
1.2Uji Homogenitas Varians ... 40
2. Uji Hipotesis ... 41
I. Hipotesis Statistik ... 42
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 43
1. Hasil Posttest Kemampuan pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 44
a. Hasil Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 44
b. Hasil Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 45
2. Hasil Instrumen Non Tes (Angket) ... 47
B. Hasil Uji Prasyarat Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 51
1. Uji Normalitas ... 51
2. Uji Homogenitas ... 52
3. Pengujian Hipotesis ... 53
(12)
viii
1. Analisis Hasil Posttest ... 54
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Per-Indikator ... 54
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 64
4. Proses Pembelajaran di Kelas dengan Pendekatan Diskursif ... 66
D. Hasil Temuan ... 68
E. Keterbatasan Penelitian ... 71
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
(13)
ix
Kelas Kontrol ... 50
Gambar 4.2 Hasil Jawaban Posttest No.3 Siswa Kelas Eksperimen ... 54
Gambar 4.3 Hasil Jawaban Posttest No.3 Siswa Kelas Kontrol ... 55
Gambar 4.4 Hasil Jawaban Posttest No.4 Siswa Kelas Eksperimen ... 56
Gambar 4.5 Hasil Jawaban Posttest No.4 Siswa Kelas Kontrol ... 57
Gambar 4.6 Hasil Jawaban Posttest No.3 Siswa Kelas Eksperimen ... 59
Gambar 4.7 Hasil Jawaban Posttest No.3 Siswa Kelas Kontrol ... 59
Gambar 4.8 Hasil Jawaban Posttest No.8 Siswa Kelas Eksperimen ... 61
Gambar 4.9 Hasil Jawaban Posttest No.8 Siswa Kelas Kontrol ... 61
(14)
x
Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 27
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 30
Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes... 31
Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Realibilitas ... 33
Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 34
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 35
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Instrumen ... 36
Tabel 3.9 Kisi-kisi Angket ... 37
Tabel 4.1 Diagram Batang Daun Hasil Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 43
Tabel 4.2 Diagram Batang Daun Hasil Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 44
Tabel 4.3 Perbandingan Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 45
Tabel 4.4 Persentase Jawaban Angket Siswa Pada Indikator 1 ... 47
Tabel 4.5 Persentase Jawaban Angket Siswa Pada Indikator 2 ... 49
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ... 51
Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ... 51
Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis ... 53
Tabel 4.9 Perbandingan Persentase per Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 62
(15)
xi
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 96
Lampiran 3 Bahan Ajar ... 106
Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen…………. ... 127
Lampiran 5 Pedoman Penskoran …………. ... 129
Lampiran 6 Uji Coba Instrumen ... 130
Lampiran 7 Angket Skala Sikap ... 132
Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen... 135
Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 138
Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 140
Lampiran 11 Hasil Uji Daya Beda Instrumen ... 142
Lampiran 12 Instrumen Tes ... 144
Lampiran 13 Kunci Jawaban Instrumen ... 146
Lampiran 14 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 151
Lampiran 15 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 154
Lampiran 16 Daftar Nilai Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 157
Lampiran 17 Daftar Nilai Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 158
Lampiran 18 Perhitungan Angket ... 159
Lampiran 19 Persentase Angket... 160
Lampiran 20 Hasil Uji Normalitas ... 162
Lampiran 21 Hasil Uji Homogenitas Posttest ... 164
Lampiran 22 Perhitungan Hasil Uji Hipotesis ... 165
Lampiran 23 Tabel r Product Momen ... 166
Lampiran 24 Harga Kritis Chi Kuadrat ... 167
Lampiran 25 Nilai Distribusi F ... 169
Lampiran 26 Nilai Distribusi t ... 171
Lampiran 27 Lembar Uji Referensi ... 172
Lampiran 28 Surat Bimbingan Skripsi ... 176
(16)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar.
Matematika merupakan mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini terbukti dengan matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang terdapat pada Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah. Melalui pengajaran matematika, siswa diharapkan dapat menambah kemampuan, mengembangkan keterampilan dan aplikasinya. Bahkan matematika juga menjadi metode berfikir logis dan sistematis. Implikasinya matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran matematika siswa harus ditekankan sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar agar kemampuannya berkembang, dan siswa terlibat secara aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan berpikir sistematis, logis dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan matematis pada lingkungan belajarnya atau dalam pemecahan masalah.
Pendapat Piaget, seorang pakar psikologi terkemuka, menyimpulkan: ...Children have a built-in desire to learn, bahwa anak-anak memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar1. Tujuan dari setiap belajar mengajar adalah untuk memperoleh hasil yang optimal. Kegiatan ini akan tercapai jika siswa sebagai subyek terlibat secara aktif baik fisik maupun emosinya dalam proses belajar mengajar.
1
Muhibbin Syah, M.Ed.“Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Terbaru”,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal 111.
(17)
Salah satu faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya proses pembelajaran matematika adalah dari aspek guru. Guru cenderung menggunakan metode dan teknik pengajaran yang bersifat „menyuapkan‟ pengetahuan kepada siswa. Hal ini yang menyebabkan siswa cenderung bersikap pasif pada proses pembelajaran matematika. Padahal matematika itu dasar untuk mempelajari pelajaran lain, sebagai contoh pada pelajaran fisika dan kimia, sebelum belajar pelajaran fisika dan kimia, siswa harus punya dasar kemampuan matematika yaitu bagaimana cara mengoperasikan penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan pecahan.
Dalam harian kompas.com edisi Senin, 21 Januari 2013 pukul 11:45 WIB, wakil menteri pendidikan nasional Fasli Jalal mengatakan bahwa, sebagian besar pembelajaran di sekolah, guru masih dominan di kelas sehingga siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda sehingga mematikan kreativitas siswa2. Fenomena pendidikan tersebut, terjadi pada proses pembelajaran matematika. Akibatnya, yang dilakukan adalah menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru dan penyelesaian matematika hanya terdiri dari satu jawaban. Hal ini menyebabkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa rendah.
Dalam pembelajaran matematika kemampuan pemecahan masalah sangat penting, berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah3. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dibuktikan melalui data yang dikeluarkan oleh PISA 2009 yang menyebutkan skor matematika siswa Indonesia turun menjadi 371 dan Indonesia berada pada posisi 61 dari 65 negara4. PISA merupakan suatu program penilaian skala internasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa menerapkan pengetahuan yang sudah mereka pelajari di sekolah. PISA fokus dalam mengukur kemampuan siswa dalam
2Kompas.com,”
Guru masih terlalu dominan di kelas”, edisi : Senin, 21 Januari 2013 | 11:45 WIB.
3
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI, 2001), h. 83
4
(18)
bidang membaca, matematika dan sains. PISA mengacu pada filosofi matematika bukanlah suatu ilmu yang terisolasi dari kehidupan sehari-hari, melainkan matematika justru bersumber dari dan untuk kehidupan sehari-hari. Aspek yang dinilai PISA adalah kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning) dan kemampuan komunikasi (communication). Hasil PISA diatas dapat dijadikan sebagai informasi bahwa masih banyak siswa yang tidak bisa menjawab materi ujian matematika yang berstandar internasional. Jika dilihat dari materi yang diujikan, materi yang diberikan merupakan soal-soal tidak rutin (masalah matematis yang membutuhkan penalaran). Di Indonesia, soal seperti itu belum dibiasakan pada siswa dalam pelajaran matematika di sekolah. Selama ini, penekanan pembelajaran matematika adalah pada pemberian rumus, contoh soal, dan latihan soal rutin. Siswa hanya mengerjakan soal latihan yang langsung diselesaikan dengan menggunakan rumus dan algoritma yang sudah diberikan sehingga siswa hanya dilatih mengingat dan seperti mekanik. Konsekuensinya adalah, jika mereka diberikan soal non rutin, mereka melakukan banyak kesalahan. Akibatnya, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia masih rendah.
Pemecahan masalah matematis merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika karena dapat membangkitkan siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, siswa menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Kemampuan pemecahan masalah matematis menitikberatkan pada hubungan antara sasaran dengan aturan-aturan. Langkah operasional yang merupakan kegiatan dalam menghubungkan pola maupun bentuk-bentuk mengenai struktur matematika dikelola melalui kegiatan berdasarkan langkah-langkah Polya, yaitu: memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, menjalankan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali hasil.
Dalam proses pembelajaran di Indonesia kebanyakan masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Menurut Subekti dalam penelitiannya
(19)
menyatakan bahwa upaya guru ke arah peningkatan proses belajar mengajar belum optimal, metode dan pendekatan yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional, dan hal ini membawa dampak negatif terhadap daya serap siswa yang ternyata masih tetap lemah yang ditandai dengan masih rendahnya rata-rata Nilai Ujian Nasional5.
Hasil wawancara dengan guru bidang studi Matematika MTsN 32 Jakarta menunjukkan bahwa metode ceramah adalah metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran matematika, siswa belum mampu memahami masalah ketika dihadapi pada soal pemecahan masalah, siswa tidak mengingat rumus yang telah diajarkan oleh guru pada materi sebelumnya. Selain dengan guru bidang studi matematika, wawancara juga dilakukan dengan seorang siswa yang dipilih secara acak. Siswa tersebut menyatakan menyukai pelajaran matematika jika materi yang dipelajari mudah, siswa juga tidak terbiasa mengerjakan soal matematika yang berbeda dengan contoh yang diberikan guru. Saat ditanya pembelajaran secara individu atau kelompok yang lebih disukai, siswa menjawab lebih senang pembelajaran matematika secara berkelompok karena bisa berdiskusi dengan teman jika tidak mengerti. Jika menghadapi soal yang sulit, siswa cenderung mengesampingkannya bahkan mengabaikannya, serta siswa menyukai pembelajaran matematika dengan cara guru menerangkan materi pelajaran sampai siswa benar-benar paham.
Rangkaian wawancara tersebut memberikan gambaran bahwa siswa masih bergantung pada guru, terbiasa menunggu informasi yang diberikan oleh guru dan tidak terbiasa membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini juga yang menyebabkan siswa sulit untuk mengingat materi sebelumnya yang telah diajarkan guru. Siswa juga tidak siap saat dihadapi persoalan non rutin.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu ada usaha dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selama ini terdapat banyak pendekatan yang telah dirumuskan oleh para ahli untuk membantu proses belajar mengajar matematika demi tercapainya tujuan dalam meningkatkan pemecahan
5Endang Dedy dkk,”
Penyuluhan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Kepada Guru-Guru Sekolah Dasar”,(FMIPA UPI ,2004),h.2.
(20)
masalah matematis siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang berpeluang untuk meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa secara menyeluruh adalah pembelajaran dengan pendekatan diskursif, karena pendekatan pembelajaran diskursif menyediakan lingkungan untuk siswa membentuk masyarakat belajar dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas matematika, refleksi terhadap aktivitas matematika yang dilakukan, berdebat dan diskusi mengenai aktivitas matematika yang dilakukan.
Menurut Sierpinska, pendekatan diskursif berfokus pada komunikasi berupa debat, alasan-alasan logis secara tertulis, dan komunikasi matematis sehingga pendekatan ini memandang siswa dalam kelas sebagai masyarakat belajar yang berinteraksi satu sama lain6. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pendekatan diskursif menuntut siswa terlibat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran dengan cara berdiskusi dan berinteraksi satu sama lain, sehingga mampu menemukan langkah-langkah dalam pemecahan permasalahan. Interaksi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa penting untuk membimbing potensi matematis siswa.
Pendekatan diskursif dirancang sedemikian rupa sehingga siswa akan terpacu dengan berbagai aktivitas, seperti pengajuan pertanyaan, mendengarkan ide orang lain, menulis, maupun melakukan percakapan berbagai arah untuk sampai pada pemahaman matematika. Aktivitas tersebut dilakukan siswa ketika menyusun rencana pemecahan masalah matematis yang sedang dimiliki siswa sehingga bisa menyelesaikan rencana pemecahan masalah matematis dengan baik. Demikian pula pembelajaran dengan pendekataan diskursif di kelas, dilakukan dengan melakukan berbagai kegiatan seperti intervensi guru, pengambilan keputusan pengaturan kelas dan pembelajaran dengan tujuan tercapai kualitas lingkungan yang memadai, mampu membuat siswa berpartisipasi aktif, mendorong mengembangkan intelektual siswa serta bisa membantu menjawab permasalahan yang dihadapi siswa, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
6
Anna Sierpinska,”Language And Communication In Mathematics Education:
(21)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul “Pengaruh
Pendekatan Diskursif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa”.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka timbul berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Fenomena umum menunjukan bahwa proses pembelajaran matematika diajarkan secara ekspositori, dimana guru menjadi pusat pembelajaran
(teaching center).
2. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran matematika.
3. Pendekatan yang dilakukan oleh guru belum beranjak dari pola tradisional. 4. Siswa cenderung bersikap pasif dalam proses pembelajaran matematika.
C.Pembatasan Masalah
Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka peneliti memberikan batasan sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Diskursif dengan karakteristik komunikasi, debat, pengajuan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dalam pembelajaran matematika.
2. Penelitian ini akan di fokuskan dan diukur pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan indikator Polya yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, menjalankan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali terhadap solusi.
3. Penelitian dilakukan pada siswa SMP kelas VIII.
(22)
D.Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya yaitu:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan diskursif lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pendekatan ekspositori?
2. Bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan diskursif?
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan problematika yang telah dikemukakan, maka tujuan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan informasi mengenai perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan diskursif dan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan ekspositori terhadap pembelajaran matematika.
2. Mendapatkan informasi mengenai respon siswa terhadap proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan diskursif.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang pengaruh Pendekatan Diskursif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat memberikan kontribusi sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Sebagai pedoman sekaligus penambah pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran matematika yang baik dalam mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik profesional.
2. Bagi siswa
a. Dapat mengembangkan daya kreativitas siswa.
(23)
3. Bagi guru dan Sekolah
a. Dapat menambah pengetahuan guru mengenai alternatif pendekatan pembelajaran dalam memecahkan masalah, khususnya pada mata pelajaran matematika sehingga dapat dimanfaatkan sebagai input dalam memperbaiki proses belajar mengajar.
b. Jika hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran diskursif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, maka sekolah dapat merekomendasikan penggunaan pendekatan pembelajaran ini pada materi yang lain atau bahkan pada mata pelajaran yang lain.
(24)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Kajian Teori
Berikut akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritis untuk penunjang relevansi antara teori dengan penelitian. Kajian teori-teori ini meliputi hal-hal yang yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan pendekatan diskursif. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan di jelaskan pada bahasan berikut ini.
1. Pemecahan Masalah
Membahas mengenai pemecahan masalah maka tidak terlepas dari apa itu masalah. Ruseffendi mengemukakan bahwa suatu persoalan merupakan masalah bagi seseorang bila persoalan itu tidak dikenalinya, dan orang tersebut mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya, terlepas apakah akhinya ia sampai atau tidak kepada jawaban masalah itu1. Selanjutnya Ruseffendi mengemukakan bahwa persoalan akan menjadi suatu permasalahan bagi seorang siswa apabila: 1) siswa belum mempunyai prosedur atau algoritma tertentu dalam menyelesaikan persoalan tersebut; 2) siswa harus mampu menyelesaikannya; 3) bila ada niat untuk menyelesaikannya. Apabila salah satu dari ketiga hal tersebut tidak terpenuhi, maka sebuah persoalan bukan suatu permasalahan2. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya3.
Masalah menurut sebagian ahli pendidikan matematika adalah pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, namun tidak semua pernyataan otomatis menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challange) yang tidak dapat dipecahkan
1
Ruseffendi,”pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA”,(bandung: Transito, 2006),h.336.
2
Ibid, h.336-337.
3
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI, 2001), h. 86
(25)
secara prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku4. Menurut Posamentier dan Krulik, masalah adalah suatu situasi yang dihadapi pembelajar yang membutuhkan solusi dan untuk menemukan pemecahannya tidak segera dapat diketahui5.
NCTM merekomendasikan pemecahan masalah termasuk manipulasi materi, sebagai aktivitas utama dalam pembelajaran matematika, sebab ini merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep dan pemahaman matematika dibalik algoritma perhitungan. Lebih lanjut, NCTM menyatakan dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa mampu6:
1. membangun pengetahuan baru melalui pemecahan masalah; 2. memecahkan masalah matematika maupun dalam konteks lain;
3. menerapkan dan menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah;
4. mengamati dan merefleksikan dalam proses pemecahan masalah matematika. Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Polya memaparkan empat langkah dalam pemecahan masalah, pertama memahami masalah, kedua menyusun rencana, ketiga melaksanaan rencana, dan terakhir menguji kembali.
In order to group conveniently the question and suggestion of our list, we shall distinguish four phase of the work. First, we have to see clearly what is required. Second, we have to see how the various items are connected, how the unknow is linked to the data, in order to obtain the idea of the solution, to make a plan. Third, we carry out our plan. Fourth, we look back at the complete solution, we review and discuss it7.
Pada intinya Lechner dalam Wardhani, dkk menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya
4Fajar Shodiq, “
Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi”, (Yogjakarta: Diknas PPPG Matematika, 2004), h. 10.
5
Alfred S. Posamentier dan Stephen Krulik, “Problem Solving in Mathematics grade 3-6”, (California: CONWIN, 2009), h. 1.
6
Principles and Standards for School Mathematics (NCTM: USA, 2000). h.52
7
George Polya, “How to Solve It”, (Princeton: Princeton University Press, 1973), cet ke-2, h.5
(26)
ke dalam situasi baru yang belum dikenal8. Sedangkan Robert Harris dalam Wardhani, dkk menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah pengelolaan masalah dengan suatu cara sehingga berhasil menemukan tujuan yang dikehendaki9.
Polya secara garis besar mengemukakan empat langkah utama dalam pemecahan masalah yaitu: Understanding the problem, Devising a Plan, Carrying out the Plan, dan Looking Back. Secara rinci keempat langkah itu diuraikan sebagai berikut10:
1. Memahami masalah (Understanding the Problem)
Pada langkah ini siswa harus memahami: Masalah apa yang dihadapi?; Apa yang diketahui?; Apa yang ditanya?; Apa kondisinya?; Bagaimana memilah kondisi-kondisi tersebut?; Tuliskan hal-hal itu, bila perlu buatlah gambar,gunakan simbol atau lambang yang sesuai.
2. Menyusun rencana pemecahan (Devising a Plan)
Menemukan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui, atau mengaitkan hal-hal yang mirip secara analogi dengan masalah. Apakah pernah mengalami problem yang mirip? Apakah mengetahui masalah yang berkaitan? Teorema apa yang dapat digunakan? Apakah ada pola yang dapat digunakan?
3. Melaksanakan rencana (Carrying out the Plan)
Menjalankan rencana untuk menemukan solusi, melakukan dan memeriksa setiap langkah apakah sudah benar, bagaimana membuktikan bahwa perhitungan, langkah-langkah dan prosedur sudah benar.
4. Memeriksa kembali (Looking Back)
Melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses dan solusi yang dibuat untuk memastikan bahwa cara itu sudah baik dan benar. Selain itu untuk mencari apakah dapat dibuat generalisasi, untuk menyelesaikan masalah yang sama, menelaah atau mencari kemungkinan adanya penyelesaian lain.
8
Sri Wardhani, dkk., “Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD”, (Yogyakarta: PPPPTK, 2010), h.15.
9
Ibid, h.15.
10
(27)
Dalam pembelajaran matematika banyak sekali akan penyajian permsalahan-permasalahan, dimana siswa harus bisa memecahkan permasalahan- permasalahan tersebut. Ketika dalam pemecahan masalah tersebut, alangkah akan lebih baik jika siswa lebih banyak yang aktif yaitu dalam artian siswa memecahkan permaslahan tersebut sendiri atau dengan diskusi dengan teman. Tetapi ketika kita melihat kondisi siswasekarang, akan lebih efektif jika pemecahan masalah dengan berdiskusi dengan teman.Hal ini dikarenakan, siswa jika diberikan tugas atau disajikan permasalahan secara individu pada mereka justru enggan mengerjakannya justru mereka akan banyakbertanya kepada teman. Sehingga akan lebih efektif jika sejak awal pembelajaran di setting secara kooperatif agar kerja siswa semakin optimal.
Mempelajari pemecahan masalah matematika membuat siswa mendapatkan jalan dalam berpikir, memiliki keingintahuan dan ketekunan, dan percaya diri dengan situasi yang tidak biasa ditemuinya diluar kelas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dalam memecahkan masalah dibutuhkan setiap siswa agar terbentuk sikap keingintahuan tinggi, ketekunan dalam menyelesaikan masalah, serta percaya diri saat menemui masalah non rutin khususnya masalah yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Pemecahan masalah juga diartikan sebagai jalan untuk berpikir. Siswa tidak bisa menjadi seorang pemecah masalah jika tidak cermat dalam proses pemecahan masalah. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Posamentier dan Krulik yaitu
student cannot expect to learn to be problem solvers without careful structure of the process11.
Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004), bahwa pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik. Ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan masalah, dan merumuskan pernyataan kedalam model matematika. Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah sebagai berikut12:
1. Menunjukkan pemahaman masalah
11
Alfred S. Posamentier dan Stephen Krulik, op.cit. h. 2
12
Fajar Shodiq, “kemahiran Matematika”, (Yogjakarta: Diknas PPPG Matematika, 2009), h. 14.
(28)
2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah
3. Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah
6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan matematika. Menurut Holmes, latar belakang atau alasan seseorang perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta bahwa orang yang mampu memecahkan masalah akan hidup dengan produktif dalam abad 2113. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dapat membantu seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bekerja lebih produktif, dan dapat memahami isu-isu global yang terjadi di masyarakat.
Pemecahan masalah bertujuan membangun pengetahuan matematika baru, karena berawal dari masalah, siswa dapat berpikir lebih dalam untuk dapat menyelesaikannya. NCTM menyatakan bahwa By learning problem solving in mathematics, student should acquire ways of thinking, habits of persistence and curiousity, and confidence in unfamiliar situations that will serve them well outside the mathematics classroom14. Mempelajari pemecahan masalah matematika membuat siswa mendapatkan jalan dalam berpikir, memiliki keingintahuan dan ketekunan, dan percaya diri dengan situasi yang tidak biasa ditemuinya diluar kelas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dalam memecahkan masalah dibutuhkan setiap siswa agar terbentuk sikap keingintahuan tinggi, ketekunan dalam menyelesaikan masalah, serta percaya diri saat menemui masalah non rutin khususnya masalah yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
13
Sri Wardhani, dkk., op.cit. h.7
14
(29)
Menurut Dodson dan Hollander kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan siswa dalam mempelajari matematika sebagai berikut15: 1. Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika
2. Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi
3. Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar
4. Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan 5. Kemampuan untuk menaksir dan menganalisis
6. Kemampuan untuk memvisualisasikan dan menginterpretasi kualitas dan ruang 7. Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh
8. Kemampuan untuk berganti metode yang telah diketahui
Adapun karakteristik pemecahan masalah matematis yang baik menurut Sumarmo, dkk dalam Zulkarnain diantaranya adalah: 1) mampu memahami konsep dan istilah matematika; 2) mampu memahami keserupaan, perbedaan dan analogi; 3) mampu mengidentifikasi unsur yang kritis dan memilih prosedur dan data yang benar; 4) mampu mengetahui data yang tidak relevan; 5) mampu mengestimasi dan menganalisis; 6) mampu memvisualisasi (manggambarkan) dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan; 7) mampu menggeneralisasi berdasarkan beberapa contoh; 8) mampu menukar/ menganti metoda/ cara dengan tepat; 9) memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat serta hubungan dengan sesama siswa; 10) memiliki rasa cemas yang rendah16.
Suydam yang dikutip oleh Klurik dan Reys dalam Erna Suwangsih merangkum karakteristik kemampuan seorang problem solver yang baik sebagai berikut17:
15
Herry Pribawanto Suryawan, “Strategi Pemecahan Masalah Matematika”,
http://ebookbrowse.com/strategi-pemecahan-masalah-matematika-pdf-d33814193 , diakses pada hari senin, 5 September 2011
16
Rafiq Zulkarnaen,” Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa SMA Melalui Pendekatan Open-ended dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Coop-coop,prosiding seminas UNY,(FMIPA UNY: 2 juni 2012), h.4.
17
Erna Swaningsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS,2006), hal.128.
(30)
1. Mampu memahami konsep dan istilah matematika. 2. Mampu mengetahui keserupaan, perbedaan dan analogy.
3. Mampu mengidentifikasi unsure yang kritis dan memilih prosedur dan data yang benar.
4. Mampu mengetahui data yang tidak relevan. 5. Mampu mengestimasi dan menganalisis.
6. Mampu memvisualisasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan.
7. Mampu menggeneralisasikan berdasakan beberapa contoh. 8. Mampu menukar, menggali metoda / cara dengan tepat.
9. Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat disertai hubungan baik dengan sesame siswa.
10.Memiliki rasa cemas yang rendah.
Adapun pengertian kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini adalah suatu proses dalam menyelesaikan masalah yang tidak rutin melalui konsep polya yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah secara otomatis memiliki sikap keingintahuan tinggi, ketekunan dan rasa percaya diri yang ada dalam dirinya.
Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah meliputi kegiatan:
11.Memahami masalah
Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan yang ditanyakan.
Membuat gambar dari masalah 12.Merencanakan penyelesaian masalah
Merumuskan model matematika
Menentukan langkah-langkah penyelesaian dengan memilih konsep yang sesuai dengan permasalahan
13.Melaksanakan rencana penyelesaian masalah
Menjalankan rencana penyelesaian sesuai dengan langkah-langkah yang telah dirancang
(31)
14.Memeriksa kembali terhadap solusi
Memeriksa kebenaran hasil atau jawaban
Menarik kesimpulan dari hasil yang diperoleh
3. Pendekatan Diskursif
Istilah pendekatan dapat diartikan sebagai suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau khusus, dikelola18. Pendekatan sangat menentukan dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan mempunyai pengaruh besar terhadap hasil yang diharapkan. Oleh karena itulah sebelum melaksanakan pengajaran, guru perlu memikirkan terlebih dahulu atau menentukan pendekatan yang tepat yang akan diberikan kepada siswa dalam proses pembelajaran.
Dalam pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik peran guru adalah menstimulus dan memelihara lingkungan belajar. Hal tersebut dapat dilakukan melalui terciptanya lingkungan kelas yang menyenangkan, positif dan memiliki kenyamanan dalam bertanya, tertantang, membutuhkan alasan dan pertimbangan dalam menyelesaikan suatu pemecahan masalah.
Menurut sfard dalam learning discourse menyatakan bahwa dalam menangani masalah, kita akan harus berurusan dengan pertanyaan tentang bagaimana komunikasi kelas berubah menjadi satu bahasa matematika. Jelas, lawan bicara dalam wacana matematika harus berbagi beberapa nilai atau meta-aturan 19. Oleh karena itu, interaksi didalam kelas sangat berpengaruh dalam proses pemecahan masalah matematis siswa.
Langkah awal untuk mewujudkan lingkungan belajar yang membuat pembelajaran matematika lebih menyenangkan adalah membangun sikap positif, saling berdiskusi, sikap tidak takut salah, rasa bebas untuk mengekspresikan ide-ide dan kemampuan berkontribusi terhadap pembelajaran. Karena kegiatan
18
Ruseffendi, op.cit, h.240.
19
Bert van oers,”learning discourse”,(netherland: kluwer academic publisher, 2001),h.66.
(32)
tersebut melibatkan keahlian mendengarkan, dan ketertarikan terhadap pemikiran orang lain. Siswa mendapatkan manfaat dua arah selama pembelajaran matematika. Hal tersebut senada dengan pendapat NCTM mengenai para siswa yang memiliki kesempatan, semangat, dan dukungan untuk berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan di dalam kelas matematika memperoleh keuntungan ganda: mereka berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka belajar untuk berkomunikasi matematika20.
Menurut Sierpinska, salah satu pendekatan pembelajaran yang memandang bahasa, komunikasi, discourse, dan berpikir bukan merupakan suatu objek refleksi teoritis yang terpisah adalah pendekatan diskursif21. Menurut Chilver dalam Sierpinska, dua puluh lima tahun yang lalu pendekatan diskursif dalam pendidikan memiliki arti sebagai penggunaan penulisan essay, diskusi, dan forum debat sebagai bentuk komunikasi pada seluruh bidang di sekolah22. Dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dituntut terlibat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran dengan cara berdiskusi dan berinteraksi satu sama lain, sehingga mampu menemukan langkah-langkah dalam pemecahan permasalahan.
Menurut Coulange dalam Sierpinska, kelas matematika pada pendekatan diskursif dipandang sebagai suatu komunitas yang dinamakan komunitas pembelajaran matematika23. Komunitas pembelajaran tersebut meliputi aktivitas matematika, refleksi aktivitas matematika, dan debat mengenai aktivitas matematika. Menurut Sierpinska, bahasa, komunikasi, pembelajaran, dan berpikir pada pendekatan diskursif merupakan suatu objek reflektif teoritis yang tidak terpisah. Bahasa sebagai alat komunikasi, pembelajaran merupakan contoh khusus dari komunikasi, dan berpikir merupakan jenis komunikasi dengan diri sendiri24.
Sierpinska menyatakan bahwa Pendekatan diskursif tidak berfokus pada transmisi informasi dari seseorang kepada yang lainnya25. Selama pembelajaran
20
Principles and Standards for School Mathematics (NCTM: USA, 2000). 21Anna Sierpinska,”
Language And Communication In Mathematics Education:
Discoursing Mathematics Away”,(Talk At Lule Tekniska Univesitet,2002),h.4.
22
Ibid, h.9. 23
Anna Sierpinska,op.cit., h.4.
24
Ibid, h.4.
25
(33)
siswa menyelesaikan persoalan-persoalan, menyetujui pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan strategi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Ketiga aktivitas tersebut dilakukan melalui interaksi sosial, percakapan, diskusi, dan bentuk percakapan lainnya yang terjadi dalam komunitas pembelajaran matematika. Dalam berinteraksi ini setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diterima tersebut akan dijadikan refleksi bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Berdasarkan interaksi yang terjadi melalui diskusi pada pembelajaran matematika dengan pendekatan diskursif akan memungkinkan konsep diri siswa yang asalnya kurang menjadi berkembang dan meningkat ke arah yang lebih positif.
Pada pendekatan diskursif, aktivitas berkomunikasi, kegiatan belajar dan mengajar dan berpikir dalam memecahkan masalah dipandang bukan merupakan aktivitas individu tetapi merupakan partisipasi kelompok kelas matematika. Karena dalam pemecahan suatu masalah matematis diperlukan pemikiran dalam penyusunan langkah pemecahan suatu masalah, sehingga proses tersebut sejalan dengan prinsip Vygotsky mengenai arah pengem bangan berpikir yang benar bukanlah dari individu ke sosial tetapi dari sosial ke individu. Dengan demikian perubahan dan hasil yang diperoleh tidak hanya berupa pemahaman terhadap konsep-konsep matematika, memecahkan masalah matematis dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk pengetahuan setelah memperoleh pengalaman dan lingkungan belajar matematika tetapi juga dapat meningkatkan sikap positif dari konsep diri masing-masing individu.
Sierpinska mengatakan Pendekatan diskursif memandang bahwa komunikasi yang dilakukan tidak harus selalu bersifat verbal namun boleh dilaksanakan pada bentuk non verbal seperti penggunaan simbol-simbol26. Pemecahan masalah merupakan obyek reflektif teoritis yang tidak terpisahkan dari komunikasi baik itu verbal maupun tertulis yang didasarkan pada pengunaan simbol-simbol.
Menurut Sumarmo, pembelajaran diskursif matematika memuat kegiatan komunikasi matematis seperti menulis esay matematik, diskusi, dan debat
26
(34)
matematik di kelas. Oleh karena itu tugas guru dalam debat matematik adalah menciptakan situasi kelas yang mendukung berlangsungnya diskursus matematik. Beberapa kegiatan di antaranya: mengajukan masalah dan pertanyaan, tugas yang open-endeed, tugas non rutin, dan tugas yang mengundang siswa berkomunikasi aktif dan berpikir kritik27.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa, pembelajaran matematika dengan pendekatan diskursif adalah pembelajaran yang memfokuskan pada kegiatan debat dengan memberikan alasan-alasan logis dan menggunakan masalah sebagai bahan diskusi.
Agar pendekatan Diskursif dapat diterapkan maka proses pembelajaran harus memunculkan karekteristik Diskursif itu sendiri. Berlatar belakang dari karekteristik diatas, dapat disusun sintak yang menunjukkan penerapan Diskursif. Menurut Elsa Komala dalam disertasinya, langkah-langkah penerapan pendekatan Diskursif adalah sebagai berikut28 :
1. Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari 2. Siswa dilibatkan untuk belajar berkelompok
3. Siswa diberikan permasalahan yang dapat mendorong siswa untuk merepresentasikan pemahamannya berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya sehingga siswa bisa menyusun rumusan permasalahan.
4. Setiap siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya tentang masalah yang diajukan sehingga terjadi tanya jawab antar siswa, dari hasil diskusi ini siswa bisa memahami masalah misalnya apa yang diketahui, apa syaratnya, apa yang diketahui dari masalah (apa yang ditanyakan bisa kongkrit, gambar, grafik atau verbal), apa yang ditanyakan dari masalah, kemudian penyelesaian yang akan digunakan, argumentasi pengaitan data. Sehingga setiap siswa bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
27Utari Sumarmo,”
berpikir matematika tingkat tinggi: eksperimen dengan siswa dan mahasiswa melalui beragam pendekatan dan strategi”,(FPMIPA UPI: 2010), h.4.
28
Elsa Komala, “Pembelajaran Pendekatan Diskursif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa sekolah menengah pertama”, Disertasi Universitas Pendidikan Indonesia, (Bandung: Perpustakaan UPI, 2012), h.29, t.d.
(35)
5. Diskusi kelas dilakukan setelah siswa berdiskusi dengan kelompok masing-masing, salah satu siswa mempresentasikan hasil temuannya kelompok lain menanggapi, mengomentari melengkapi, sehingga terbentuk solusi terbaik berdasarkan informasi yang diberikan oleh siswa serta melakukan refleksi terhadap efektivitas seluruh kegiatan. Pada kegiatan ini tercipta masyarakat belajar.
6. Langkah terakhir dari kegiatan pembelajaran adalah membuat rangkuman materi yang telah dipelajari. Dalam hal ini guru sebagai fasilitator mengarahkan, membimbing serta mengklarifikasi masalah siswa melalui langkah-langkah penyelesaian masalah yang benar dan tepat untuk membentuk pemahaman suatu konsep matematika.
Adapun langkah-langkah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan diskursif yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan:
1. Guru mengkondisikan kelas agar dapat berlangsung suasana pembelajaran matematika yang kondusif seperti menyiapkan sarana dan prasarana. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yakni menyediakan segala fasilitas yang diperlukan siswa, antara lain menyediakan Bahan Ajar Siswa.
2. Melakukan apersepsi dan motivasi dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegunaannya dalam mempelajari materi yang diajarkan. 3. Membuat komunitas belajar matematika siswa kedalam
kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang siswa. b. Aktifitas matematik:
1. Menyampaikan masalah, guru memberikan bahan ajar siswa kepada masing-masing kelompok.
2. Diskusi, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pemahamannya kepada kelompoknya untuk masing-masing berdebat mengenai bahan ajar dan siswa yang lain menanggapinya. dari hasil debat ini siswa bisa memahami masalah misalnya apa yang diketahui, apa
(36)
syaratnya, apa yang diketahui dari masalah (apa yang ditanyakan bisa kongkrit, gambar, grafik atau verbal), apa yang ditanyakan dari masalah, kemudian penyelesaian yang akan digunakan seperti langkah-langkah penyelesaian sehingga setiap siswa bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
3. Debat antar kelompok dilakukan setelah siswa berdiskusi dengan kelompok masing-masing melalui debat. Salah satu siswa mempresentasikan hasil temuannya kelompok lain menyanggah, menanggapi, mengomentari dan melengkapi, sehingga terbentuk solusi terbaik berdasarkan informasi yang diberikan oleh siswa serta melakukan refleksi terhadap efektivitas seluruh kegiatan. Pada kegiatan ini tercipta masyarakat belajar.
4. Elaborasi, setelah debat kelas dan memperoleh kesimpulan, siswa mengerjakan soal yang bervariasi dalam kelompok masing-masing dan dibahas bersama-sama.
c. Refleksi matematik:
1. Menyimpulkan, pada tahap ini guru mengarahkan siswa dalam membuat kesimpulan pada Bahan Ajar Siswa dari materi yang telah diajarkan. 2. Mengklarifikasi, dalam hal ini guru sebagai fasilitator mengarahkan,
membimbing serta mengklarifikasi masalah melalui langkah-langkah penyelesaian masalah yang benar dan tepat.
d. Penutup:
1. Meminta siswa mengumpulkan kembali Bahan Ajar Siswa yang telah dikerjakan.
2. Guru menegaskan kembali materi yang telah dipelajari dan memberikan tugas kepada siswa untuk memantapkan, memperdalam, dan memperluas pengetahuan yang telah diperolehnya.
4. Pendekatan Ekspositori
Pendekatan Ekspositori adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa dianggap sebagai objek
(37)
yang menerima apa yang diberikan oleh guru29. Proses pembelajaran dengan pendekatan ekspositori, dimulai dengan guru memberikan informasi dengan cara guru mulai menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola/aturan/dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep, selajutnya meminta murid untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk di sampingnya, dan sedikit ada tanya jawab. Kemudian, kegiatan terakhir adalah siswa mencatat materi yang telah diterangkan. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan ekspositori dapat dirinci sebagai berikut30:
a. Persiapan, dalam tahap ini guru mempersiapkan bahan yang akan diajarkan secara rapi dan sistematis.
b. Apersepsi, dalam tahap ini guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dibahas, bisa dengan bertanya atau memberikan ulasan secara singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan.
c. Penyajian, dalam tahap ini guru memberikan penjelasan materi, bisa dengan ceramah atau menyuruh siswa membaca bahan yang telah dipersiapkan diambil dari buku, teks tertentu atau ditulis oleh guru.
d. Evaluasi, dalam tahap ini guru memberikan pertanyaan di akhir pembelajaran dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai materi yang telah diajarkan atau siswa yang disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari lisan atau tulisan.
Pendekatan ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) yang sering dipakai pada pengajaran matematika31. Umumnya pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian,
29
Syaiful Sagala., Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet 8, h. 78.
30
Ibid. h.79. 31
(38)
menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, pendekatan ini hanya menekankan kepada siswa menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus-rumus tersebut diperoleh. Hal ini berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman. Penerapan pendekatan ekspositori dalam penelitian ini, merupakan penyesuaian dengan pendekatan yang biasa digunakan disekolah yang akan diteliti.
B.Penelitian Yang Relevan
1) Elsa Komala. (2012). Pembelajaran Pendekatan diskursif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa sekolah menengah pertama. Hasil penelitian Elsa yaitu, menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan diskursif dapat meningkatkan kemampuan self concept dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Pembelajaran matematika dengan pendekatan diskursif secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan self concept dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi konvensional karena dalam pendekatan diskursif siswa dituntut menyelesaikan masalah dengan berkelompok dan berdebat sehingga mendorong siswa memperoleh pemahaman dari siswa lain sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa dapat meningkat. Langkah-langkah dalam penelitian ini menjadi rekomendasi yang baik untuk penelitian dengan pendekatan diskursif32.
2) Fiqih Wulandari. (2011). Penerapan Strategi Heuristik Vee Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VIII MTs Negeri Tangerang II Pamulang Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi Heuristik vee dapat meningkatkan
32
Elsa Komala. “Pembelajaran Pendekatan Diskursif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa sekolah menengah pertama”, Disertasi Universitas Pendidikan Indonesia, (Bandung: Perpustakaan UPI, 2012),tidak dipublikasikan.
(39)
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa MTs. Pembelajaran matematika dengan strategi Heuristik vee secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Sikap siswa terhadap strategi Heuristik vee dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah positif. Penelitian ini meneliti kemampuan pemecahan masalah matematis dengan konsep polya yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melakukan perhitungan serta memeriksa kembali33.
C.Kerangka Berpikir
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika, yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang dan menyelesaikan model matematika, serta menafsirkan solusi yang diperoleh. Matematika dipandang mampu dalam memecahkan berbagai persoalan, baik dalam pelajaran matematika, pelajaran lain, maupun dalam kehidupan nyata.
Pemecahan masalah mengutamakan proses dalam menemukan solusi penyelesaian dibandingkan hasil akhir sehingga menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa. Pemecahan masalah adalah suatu proses dalam menyelesaikan masalah yang tidak rutin melalui konsep polya yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali. Masalah tidak rutin ialah permasalahan yang tidak biasa ditemui dalam memecahkan masalah, sehingga dibutuhkan suatu jalan untuk menyelesaikannya. Suatu pertanyaan matematika dianggap sebagai masalah apabila pertanyaan tersebut memuat tantangan yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin.
Proses pembelajaran yang baik tidak hanya menumpahkan informasi yang diketahui guru kepada siswa (transfer of knowledge) tetapi proses pembelajaran yang bisa membuat siswa mengonstruksi pengetahuannya sendiri dari hasil penemuan. Dibutuhkan suatu pembelajaran inovatif agar proses pembelajaran tidak hanya sekedar menerima dan menghapalkannya tetapi dapat menjadi
33
Fiqih Wulandari, Penerapan Strategi Heuristik Vee Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012, tidak dipublikasi
(40)
bermakna. Pembelajaran bermakna mengaitkan suatu materi pembelajaran dengan keadaan tertentu sehingga pembelajaran mudah dimengerti. pendekatan diskursif adalah pembelajaran yang memfokuskan pada debat dengan memberikan alasan-alasan logis dan menggunakan masalah sebagai bahan diskusi. Pendekatan diskursif mendorong keberanian bertanya, keberanian menjawab pertanyaan atau memberikan alasan dalam memecahkan suatu permasalahan matematis siswa. Sehingga siswa dapat memiliki sikap keingintahuan tinggi, ketekunan dan rasa percaya diri yang ada dalam dirinya dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Dengan gambar, kerangka berpikir penelitian dapat disajikan sebagai berikut :
Bagan 2.1
(41)
D.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoretik dan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
“kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajaran matematikanya dengan pendekatan diskursiflebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajaran matematikanya dengan pendekatan ekspositori.”
(42)
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan
Waktu
PelaksanaanPenelitian dilakukan di MTsN 32 Jakarta Jl. H. Liun muchtar raya petukangan utara pesanggrahan Jakarta selatan. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII pada bulan Oktober – November 2013 semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Adapun agenda pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai berikut :
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan
Juli Ags Sept Okt Nov Des
Persiapan dan Perencanaan Observasi
Kegiatan Penelitian Pengolahan Data Laporan Penelitian
B. Variabel dan
Desain
PenelitianPada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan varibel terikat. Variabel bebasnya adalah pendekatan pembelajaran yaitu Diskursif,
sedangkan variabel terikatnya adalah pemecahan masalah matematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi-eksperimen yaitu yang metode penelitian berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Dalam metode penelitian ini, peneliti ikut serta dalam penelitian yaitu dengan mengajar matematika di sekolah tersebut dengan menggunakan Pendekatan Diskursif.
Peneliti akan menguji coba pendekatan pembelajaran Diskursif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, kemudian membandingkan hasil tes pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pendekatan
(43)
pembelajaran Diskursif (kelas eksperimen) dengan siswa yang diajarkan dengan metode pendekatan konvensional (kelas kontrol).
Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only control group design, artinyapengkontrolan secara acak dengan tes hanya diakhir perlakuan1.
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Kelompok Treatmen Post Test
R Eksperimen X1 O
R Kontrol X O
Keterangan: R : Random
X1 : Perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu dengan menggunakan pendekatan Diskursif.
X : Perlakuan pada kelompok kontrol yaitu dengan pendekatan Ekspositori O : Hasil post-test kelompok eksperimen
O : Hasil post-test kelompok kontrol
Rancangan ini terdiri atas dua kelompok, satu kelompok eksperimen diberikan perlakuan pendekatan pembelajaran Diskursif dan satu kelompok kontrol diberikan perlakuan yang berbeda.
Langkah yang dilakukan sebelum memberikan tes pada kedua kelas yang di teliti adalah melakukan proses pembelajaran pada kedua kelas tersebut. Perlakuan (treatment) diberikan pada kelas eksperimen dalam bentuk pemberian variabel bebas (pendekatan pembelajaran Diskursif) untuk kemudian dilihat pengaruhnya ada variabel terikat (pemecahan masalah matematis siswa).
C. Populasi dan
Teknik
Pengambilan Sampel1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti
1
Ruseffendi, Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya,(Bandung:PT Tarsito,2005),h.51
(44)
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya2. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa MTsN 32 Jakarta. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh siswa MTsN 32 Jakarta kelas VIII pada semester Ganjil tahun 2013/2014 yang terbagi dalam 4 kelas. Penempatan siswa pada kelas VIII MTsN 32 Jakarta dilakukan secara acak oleh pihak sekolah tanpa didasarkan atas peringkat dan nilai. Siswa tidak dikelompokkan dengan beberapa kriteria dan kurikulum yang diberikan pun sama. Dengan demikian, berdasarkan data bahwa setiap kelas pada kelas MTsN 32 Jakarta ini merupakan kelas yang relatif homogen dengan karakteristik siswa dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sempel adalah contoh yang dianggap mewakili populasi, atau cermin dari keseluruhan objek yang diteliti3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Cluster Sampling Cluster Sampling merupakan bentuk sampling random dengan cara membagi populasinya menjadi beberapa cluster dengan aturan-aturan tertentu.4 Setelah dilakukan sampling terhadap 4 kelas yang ada, diperoleh sampel kelas VIII 1 yang terdiri dari 34 siswa dan kelas VIII 2 yang terdiri dari 33 siswa. Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi kelas mana yang akan dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen, diperoleh kelas VIII 1 sebagai kelas kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan ekspositori), dan kelas VIII 2 sebagai kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan Diskursif).
D.
Teknik
Pengumpulan DataData diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan pemberian tes pemahaman konsep matematik yang sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus.
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 117. 3
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011) h. 155 4
(45)
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan terdiri dari 6 soal dengan pokok pembahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Adapun tes kemampuan pemecahan masalah matematis diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII 2 yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan Diskursif dan kelompok kontrol yaitu kelas VIII 1 yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan ekspositori.
E.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, yaitu:
1. Siswa, yaitu yang menjadi sampel penelitian. Dari siswa didapat informasi tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan respon dalam pembelajaran. Dan sumber data juga didapat dari siswa yang menjadi sampel untuk melakukan uji coba instrumen.
2. Peneliti, yaitu sumber data yang penting karena di dalam penelitian ini berperan sebagai perancang penelitian, pelaksana pembelajaran, dan penganalisis hasil penelitian.
F.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan jurnal harian siswa dalam proses pembelajaran dengan pendekatan Diskursif. Soal tes untuk mengukur Pemecahan masalah matematis disusun dalam bentuk uraian yang terdiri dari 6 buah tes berbentuk tes objektif dengan kisi-kisi soal pada lampiran. Pemberian tes dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Sedangkan angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui respon siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan diskursif.
Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uraian kemampuan pemecahan masalah akan dijelaskan sebagaimana terdapat pada Tabel di bawah ini:
(46)
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek Pemecahan
masalah Indikator Pemecahan masalah Nomor Soal
Memahami Masalah Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan yang ditanyakan.
Membuat gambar dari masalah
1,2,3,4,5,6 Merencanakan
Pemecahan Masalah
Merumuskan model matematika
Menentukan langkah-langkah penyelesaian dengan memilih konsep yang sesuai dengan permasalahan
Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah
Menjalankan rencana penyelesaian sesuai dengan langkah-langkah yang telah dirancang.
Memeriksa Kembali Terhadap Solusi
Memeriksa kebenaran hasil atau jawaban
Menarik kesimpulan dari hasil yang diperoleh
Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis, rubrik yang digunakan untuk pemberian skor hasil tes pada penelitian ini yaitu rubrik holistik. Rubrik holistik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan kesan keseluruhan
(47)
atau kombinasi semua kriteria5. Berikut ini rubrik penskoran tes kemampuan pemecahan masalah menurut kadir dalam fiqih wulandari 6 :
Tabel 3.4
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Skor Memahami
Masalah Membuat Rencana
Melakukan Penghitungan
Memeriksa Kembali 0. Salah
menginterpretasi / salah sama sekali
Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan
Tidak melakukan penghitungan
Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterampilan lain
1. Salah
menginterpretasi sebagian soal, mengabaikan kondisi soal Membuat rencana pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan, sehingga tidak dapat dilaksanakan Melaksanakan prosedur yang benar, mungkin menghasilkan jawaban benar tetapi salah perhitungan Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas
2. Memahami masalah soal selengkapnya
Membuat rencana pemecahan yang benar, tetapi salah dalam hasil/tidak ada hasil Melakukan proses yang benar, mungkin menghasilkan jawaban yang benar Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses
3. Membuat rencana
yang benar, tetapi belum lengkap
Hasil dan proses yang benar
4. Membuat rencana
sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar
5
Puji Iryanti, Penilaian Unjuk Kerja, (Yogyakarta: PPPGM, 2004), h. 13.
6
Fiqih Wulandari, Penerapan Strategi Heuristik Vee Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012, tidak dipublikasi
(48)
G.
Analisis Instrumen
Sebuah tes terlebih dahulu diujicobakan sebelum digunakan sehingga memenuhi kriteria instrumen yang baik. Uji coba ini dimaksudkan untuk memperoleh validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan reliabilitas instrumen. Dikatakan baik sebagai alat pengukur jika memenuhi persyaratan berikut:
1. Validitas
Uji validitas digunakan pada instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis adalah dengan menggunakan validitas butir soal. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus product moment dari Pearson. Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan rumus
product moment sebagai berikut7:
} ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 y y n x x n y x xy n rxy Keterangan:
: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N : Jumlah responden
X : skor butir soal Y : skor total
Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil perhitungan dengan pada taraf signifikansi 5%, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedom atau derajat kebebasan yaitu dk = n-2. Soal dikatakan valid jika nilai , sebaliknya soal dikatakan tidak valid jika nilai .
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen penelitian, dari 6 item penyataan yang diujicobakan diperoleh 6 item pernyataan yang valid, yang terdiri dari nomor 1,2,3,4,5,6 yang mewakili indikator kemampuan pemecahan masalah. Sehingga yang digunakan sebagai instrumen penelitian
7
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 72.
(49)
adalah 6 item pernyataan yang telah valid. Perhitungan selengkapnya mengenai uji validitas instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran 8.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan formula Alpha Cronbach, yaitu8:
∑
)
Keterangan :
= realibilitas yang dicari
∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
Klasifikasi interpretasi reliabilitas yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 5
Kriteria koefisien reliabilitas:
Interval Kriteria
0,80 ≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ r < 0,80 Tinggi 0,40 ≤ r < 0,70 Sedang 0,20 ≤ r < 0,40 Rendah
r ≤ 0,20 Sangat rendah (tidak valid)
Dari uji reliabilitas yang dilakukan pada butir soal yang valid didapatkan reliabilitas sebesar 0,71 dengan tingkat reliabilitas sedang.
8
(50)
Perhitungan selengkapnya mengenai reliabilitas tes dapat dilihat pada lampiran 9.
3. Taraf kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar9.
Tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan rumus :
Keterangan :
= indeks kesukaran
= jumlah skor butir i yang dijawab dengan betul oleh peserta tes = jumlah skor maksimal butir soal i xjumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut10:
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Nilai P Tingkat Kesukaran
0,0- 0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
Pengukuran tingkat kesukaran butir soal ini menunjukkan 3 butir soal termasuk dalam kategori mudah dan 3 butir soal termasuk dalam kategori sedang. Perhitungan selengkapnya mengenai taraf kesukaran dapat dilihat pada lampiran 10.
9
ibid., h. 208. 10
(51)
4. Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah11:
DP =
Keterangan:
DP = Daya pembeda soal
JBA = Jumlah nilai kelompok atas yang menjawab benar JBB = Jumlah nilai kelompok bawah yang menjawab benar
JSA = Jumlah peserta kelompok atas x jumlah skor maksimal butir soal JSB = Jumlah peserta kelompok bawah x jumlah skor maksimal butir soal PA = = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB =
= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Adapun klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.7
Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai D Daya Pembeda
0,00- 0,20 Jelek (poor)
0,21- 0,40 Cukup ( satisfactory) 0,41-0,70 Baik (good)
0,71-1,00 Baik sekali (excellent) < 0,00 (negatif) Tidak baik (dibuang saja)
Dari perhitungan uji daya pembeda butir soal yang valid diperoleh 1 butir soal dengan kriteria baik, 3 butir soal dengan kriteria cukup, dan 2 butir soal dengan kriteria jelek. Perhitungan selengkapnya mengenai daya pembeda dapat dilihat pada lampiran 11.
11
(52)
Dari data hasil uji instrument yang telah dilakukan maka rekapitulasi hasil perhitungan analisis instrumen dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Tabel 3.8
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Instrumen
Setelah dilakukan perhitungan analisis instrumen, dari 6 butir soal yang diujikan diperoleh 6 soal yang valid. Taraf kesukaran dari 6 soal yang valid, diperoleh 3 butir soal dengan kriteria mudah dan 3 butir soal dengan kriteria sedang. Daya pembeda dari 6 soal yang valid diperoleh 3 butir soal dengan kriteria cukup, 2 butir soal dengan kriteria Jelek, dan 1 butir soal dengan kriteria Baik.
5. Angket Siswa
Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisi12. Dalam penelitian ini digunakan Angket berupa seperangkat pernyataan tertulis yang berhubungan dengan respon. Angket ini digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan Strategi heuristik vee dalam pembelajaran dalam materi relasi dan fungsi.
12
Ruseffendi, op.cit. h.121 No. Soal
Uji Coba Validitas
Taraf Kesukaran
Daya
Pembeda Keterangan
1 Valid Sedang Jelek Diperbaiki
2 Valid Mudah Jelek Digunakan
3 Valid Mudah Cukup Digunakan
4 Valid Sedang Baik Digunakan
5 Valid Mudah Cukup Digunakan
(53)
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert dalam bentuk cheklist, skala likert meminta kepada kita sebagai individual untuk menjawab Sangat Setuju (SS), setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Masing –masing jawaban dikaitkan dengan angka atau nilai, misalnya SS=5, S=4, TS=2, STS =1 bagi suatu pernyataan yang mendukung sifat positif dan nilai-nilai sebaliknya yaitu SS=1, S=2, TS=4, STS =5 bagi pernyataan yang mendukung sifat negatif13. Alternatif jawaban netral tidak digunakan dalam angket, hal ini bertujuan agar siswa dapat menunjukkan sikap yang jelas terhadap setiap pernyataan yang diajukan.
Tabel 3.9 Kisi-kisi Angket
No Indikator Nomor Pernyataan
Positif Negatif 1 Menunjukkan minat terhadap pembelajaran
menggunakan media pembelajaran pendekatan diskursif pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
1 2 5 6
3 4 12 11 2 Menunjukkan kegunaan mengikuti
pembelajaran menggunakan pendekatan diskursif pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel
7 9
8 10
H.
Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis, untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Uji yang digunakan adalah uji-t.
Namun sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan uji-t, maka perlu dilakukan uji prasyarat analisis terlebih dahulu. Uji prasyarat yang perlu dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas untuk memeriksa keabsahan sampel sebagai prasyarat dapat dilakukan analisis data.
13
(54)
1. Uji prasyarat analisis a. Uji Normalitas
Uji normalitas untuk menguji apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian menunjukan bahwa sebaran data berdistribusi normal maka dalam menguji kesamaan dua rata-rata digunakan uji-t.
Pengujian normalitas data hasil penelitian dengan menggunakan Chi-Square, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut14:
1) Perumusan hipotesis
Ho: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Ha: sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal 2) Menentukan rata-rata dan standar deviasi
3) Data dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi. Dengan membuat daftar frekuensi observasi (fo) dan frekuensi ekspektasi (fe)
4) Menghitung nilai 2 hitung melalui rumus sbb:
E E O
f f
f 2
2 ( )
5) Menentukan 2tabel pada derajat bebas (db) = k – 3, dimana k banyaknya kelompok. Dengan taraf kepercayaan 95% atau taraf signifikan α = 5% 6) Kriteria pengujian
Jika 2 ≤ 2tabel maka H0 diterima Jika 2 >2tabel maka H0 ditolak 7) Kesimpulan
2
≤ 2
tabel : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal 2
> 2tabel : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
14
Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,(Jakarta: PT. Rosemata Sampurna, 2010) hlm.111
(55)
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji kesamaan varians pada kedua kelompok populasi. Apabila hasil pengujian menunjukkan kesamaan varians maka untuk uji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t (apabila berdistribusi normal) dan digunakan varians gabungan. Apabila hasil pengujian menunjukkan tidak homogen maka untuk uji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t (apabila berdistribusi normal) dan tidak digunakan varians gabungan.
Uji homogenitas varians dua buah variabel independen dapat dilakukan dengan Uji F, adapun langkah-langkah statistik uji F yang dimaksud diekspresikan sebagai berikut15:
1) Perumusan Hipotesis Ho : σ12= σ22
Distribusi populasi kedua kelompok mempunyai varians yang sama Ha : σ12 σ22
Distribusi populasi kedua kelompok mempunyai varians yang tidak sama 2) Menghitung nilai F dengan rumus Fisher:
2 2
k b
S S F
Keterangan: 2
b
S = varians terbesar 2
k
S = varians terkecil
3) Menentukan taraf signifikan α = 5 %
4) Menentukan Ftabel pada derajat bebas db1 = (n1 – 1) untuk pembilang dan db2 = (n2 – 1) untuk penyebut, dimana n adalah banyaknya anggota kelompok
5) Kriteria pengujian
Jika Fhitung ≤ Ftabel maka H0 diterima
15
(1)
174
Lampiran 26
Nilai Persentil Untuk Distribusi T
υ t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,90 t0,80 t0,75 t0,70 t0,60 t0,55
1 2 3 4 63,66 9,92 5,84 4,60 31,82 6,96 4,54 3,75 12,71 4,30 3,18 2,78 6,31 2,92 2,35 2,13 3,08 1,89 1,64 1,53 1,376 1,961 0,978 0,941 1,000 0,816 0,765 0,741 0,727 0,617 0,584 0,569 0,325 0,289 0,277 0,271 0,158 0,142 0,137 0,134 5 6 7 8 9 4,03 3,71 3,50 3,36 3,25 3,36 2,14 3,00 2,90 2,82 2,57 2,45 2,36 2,31 2,26 2,02 1,94 1,90 1,86 1,83 1,48 1,44 1,42 1,40 1,38 0,920 0,906 0,896 0,889 0,883 0,727 0,718 0,711 0,706 0,703 0,559 0,553 0,549 0,546 0,543 0,267 0,265 0,263 0,262 0,261 0,132 0,131 0,130 0,130 0,129 10 11 12 13 14 3,17 3,11 3,06 3,01 2,98 2,76 2,72 2,68 2,65 2,62 2,23 2,20 2,18 2,16 2,14 1,81 1,80 1,78 1,77 1,76 1,37 1,36 1,36 1,35 1,34 0,879 0,876 0,873 0,870 0,868 0,700 0,697 0,695 0,694 0,692 0,542 0,540 0,539 0,538 0,537 0,260 0,260 0,259 0,259 0,258 0,129 0,129 0,128 0,128 0,128 15 16 17 18 19 2,95 2,92 2,90 2,88 2,86 2,60 2,58 2,57 2,55 2,54 2,13 2,12 2,11 2,10 2,09 1,75 1,75 1,74 1,73 1,73 1,34 1,34 1,33 1,33 1,33 0,866 0,865 0,864 0,862 0,861 0,691 0,690 0,689 0,688 0,688 0,536 0,535 0,534 0,534 0,533 0,258 0,258 0,257 0,257 0,257 0,128 0,128 0,128 0,127 0,127 20 21 22 23 24 2,84 2,83 2,82 2,81 2,80 2,53 2,52 2,51 2,50 2,49 2,09 2,08 2,07 2,07 2,06 1,72 1,72 1,72 1,71 1,71 1,32 1,32 1,32 1,32 1,32 0,860 0,859 0,858 0,858 0,857 0,687 0,686 0,686 0,685 0,685 0,533 0,532 0,532 0,532 0,531 0,257 0,257 0,256 0,256 0,256 0,127 0,127 0,127 0,127 0,127 25 26 27 28 29 2,79 2,78 2,77 2,76 2,76 2,48 2,48 2,47 2,47 2,46 2,06 2,06 2,05 2,05 2,04 1,71 1,71 1,70 1,70 1,70 1,32 1,32 1,31 1,31 1,31 0,856 0,856 0,855 0,855 0,854 0,684 0,684 0,684 0,683 0,683 0,531 0,531 0,531 0,530 0,530 0,256 0,256 0,256 0,256 0,256 0,127 0,127 0,127 0,127 0,127 30 40 60 120 2,75 2,70 2,66 2,62 2,58 2,46 2,42 2,39 2,36 2,33 2,04 2,02 2,00 1,98 1,96 1,70 1,68 1,67 1,66 1,645 1,31 1,30 1,30 1,29 1,28 0,854 0,853 0,848 0,845 0,842 0,683 0,681 0,679 0,677 0,674 0,530 0,529 0,527 0,526 0,524 0,256 0,255 0,254 0,254 0,253 0,127 0,126 0,126 0,126 0,126 Sumber: Statistical Tables for Biological, Agricultural and Medical Research, Fisher, R. A. dan Yates, F Table III, Oliver & Boyd Ltd, Edinburgh.
Nilai Persentil Untuk Distribusi t υ = dk
(Bilangan Dalam Badan Daftar Menyatakan tp)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)