ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR BERUPA TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA

(1)

commit to user

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR BERUPA TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA (STUDI KASUS PERKARA KEPEMILIKAN RUMAH DUA JANDA

PAHLAWAN DALAM PUTUSAN NOMOR 256/Pid.B/2010/PN.JKT.TIM, TANGGAL 27 JULI 2010)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

HANA PRABAWATI NIM. E.1107028

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user ii


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv

PERNYATAAN

Nama :Hana Prabawati NIM :E1107028

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum(skripsi)berjudul: ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR BERUPA TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA (STUDI KASUS PERKARA KEPEMILIKAN RUMAH DUA JANDA PAHLAWAN DALAM PUTUSAN NOMOR 256/Pid.B/2010/PN.JKT.TIM, TANGGAL 27 JULI 2010) adalah betul-betul karya sendiri.Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum(skripsi)ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

Hana Prabawati NIM.E1107028


(5)

commit to user v

ABSTRAK

Hana Prabawati,E1107028, ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR BERUPA TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA (STUDI KASUS PERKARA KEPEMILIKAN RUMAH DUA JANDA PAHLAWAN DALAM PUTUSAN NOMOR 256/Pid.B/2010/PN.JKT.TIM,TANGGAL 27 JULI 2010). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,2011.

Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam menjatuhkan putusan berupa tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima.

Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan preskriptif.. Jenis data yang dipergunakan ialah data sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara kasus mengenai Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan berupa tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa dalam peradilan pidana, Penuntutan dari Penuntut Umum yang ditujukan kepada terdakwa dimana didalam diri terdakwa masih terkait dengan peradilan yang masih berkekuatan hukum tetap, masih terikat dengan putusan Badan Peradilan lain yaitu Peradilan Tata Usaha Negara yang belum berkekuatan hukum tetap yaitu masih dalam pemeriksaan tingkat Kasasi. Meskipun terhadap diri terdakwa terbukti memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan, namun demikian terhadap diri terdakwa meskipun terbukti,akan tetapi tidak dijatuhi pidana. Tetapi Hakim menjatuhkan putusan terhadap perkara ini yaitu bahwa penuntutan tidak dapat diterima.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah agar penegakan hukum pidana baik dalam pidana materiil maupun dalam penerapan pidana formil dapat dilakukan oleh para Penegak Hukum dengan baik, dari tingkat penyidikan, penuntutan, maupun tingkat persidangan dipengadilan.


(6)

commit to user vi

ABSTRACT

Hana Prabawati, E1107028, JURIDICAL ANALYSIS ON THE VERDICT OF EAST JAKARTA COURT IN THE FORM OF GENERAL PROSECUTOR DEMAND CANNOT BE ACCEPTED (A CASE STUDY ON HOUSE OWNERSHIP CASE OF TWO WARRIOR WIDAWS ON VERDICT NUMBER 256/Pid.B/2010/PN.JKT.TIM, ON JULY 27TH,2010). Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret, 2011.

This research aim is knowing how consideration of The Judges in East Jakarta Court in giving verdict in the form of General Prosecutor demand cannot be accepted.

According from the type, this research is a doctrinal legal research. The research applied the perspective approach and used secondary data, which are library materials including books, literature, laws and regulations, legal documents research result in the form of reports and some other resources related to this research. The collected data were analyzed by a case study on consideration of The Judges in giving verdict in the form of General Prosecutor demand cannot be accepted.

Based on the research result and discussion, can be conclude that in criminal judicature, demand of the General Prosecutor to the defendant where in the defendant itself relate to the judicature that has fixed juridical power, still tied on the verdict of other Judicature Institution, which is State Administration Court, that has no fixed juridical power and still in cassation investigation. Although in the defendant itself proved the chapter in laws and regulations that was arraigned, the defendant is not given criminal punishment. The Judges give verdict to this case as General Prosecutor demand cannot be accepted.

This research is useful in handling of material criminal case and formal criminal case can be well done by the officers who deal with justice, from the investigation, demanding, and the justification in the court.


(7)

commit to user vii

MOTTO

Karena itu Aku berkata kepadamu : apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberkan kepadamu. ( Markus 11:24).

Ketekunan mahal harganya.Tak banyak orang yang bisa menjalaninya.begitupun dengan kemuliaan dan harga diri.tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini.

Ketekunan adalah titian jalan panjang yang licin berliku.

Tuhan akan membuat segala sesuatu indah pada waktuNya.


(8)

commit to user viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia, berkat dan kasih yang telah diberikan-Nya;

2. Ayahanda Djumadi.,S.H dan Ibunda Dra. Enny Dianawati, S.E yang telah memberikan doa, semangat dan kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis;

3. Adikku Magdalena Wibawati yang selalu menyemangati penulis;

4. My Lovely Qnoy (Wahyu) Ardiyatmoko terimakasih atas dukungan, serta semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk kekompakan selama ini (sisca,mitha,ristya);

6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;

7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

8. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.


(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penulisan hukum ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR BERUPA TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA (STUDI KASUS PERKARA KEPEMILIKAN RUMAH DUA JANDA PAHLAWAN DALAM PUTUSAN NOMOR 256.Pid.B/2010/PN.JKT.TIM,TANGGAL 27 JULI 2010)” , penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Moh Yamin, S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Bambang Santoso, S.H,M.Hum selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

4. Ibu Rahayu Subekti,S.H,M.Hum selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.

5. Bapak Harjono,S.H,M.H selaku ketua program Non Reguler Fakultas Hukum UNS. 6. Unit PPH yang banyak membantu penulis dalam konsultasi judul skripsi.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapakku dan Ibuku tercinta yang selalu menjadi penyemangat, motivator utama didalam hidupku untuk menjalani kehidupan ini, terima kasih untuk doa,nasehat,cinta dan kasih sayangnya yang luar biasa untuk aku.


(10)

commit to user x

10.Seluruh keluarga besarku yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih doa, semangat dan motivasinya.

11.Mas Qnoy (Wahyu) Ardiyatmoko pacarku tercinta yang selalu memberi semangat, dan menjadi motivasiku dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Sahabat-sahabatku yang kusayang Sisca, Mitha, Ristya yang selalu membuat hari hari kuliahku berwarna, terima kasih atas semangat, solidaritas, dan kekompakannya dalam suka duka selama ini.

13.Teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2007 senang bisa mengenal kalian semuanya dalam suka maupun duka.

14.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,terima kasih atas bantuannya.

Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat umum.

Surakarta, Maret 2011 Penulis


(11)

commit to user xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ……….. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ... Kerangk a Teori ... 11

1. ... Tinjauan Tentang Pembuktian ... 11

a). ... Teori Tentang Pembuktian ... 11

b). ... Macam-Macam Alat Bukti ... 15

2. ... Tinjauan Tentang Penuntutan ... 17


(12)

commit to user xii

b).Pengertian Jaksa dan Penuntut Umum ... 18 c). Tugas dan Wewenang Penuntut Umum ……….. 19 3. ... Tinjauan

Tentang Putusan Hakim ... 21 a). Pengertian Putusan Hakim ………. 21 b). Jenis-Jenis Putusan ……… 22 c). Formalitas Yang Harus Dipenuhi Dalam Putusan Hakim ………. 24 4. ... Tinjauan

Tentang Putusan Bebas ... 26 a) ... Pengerti

an Putusan Bebas ... 26 b) ...

Macam-Macam Putusan Bebas ... 26 c) ... Putusan

Bebas Ditinjau Dari Asas Pembuktian ……….. ... 28 B. ... Kerangk

a Pemikiran... 30 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ... P ertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur Dalam Menjatuhkan Putusan Berupa Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima Dalam Perkara Kepemilikan Rumah Dua Janda Pahlawan…….. 32 BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 53 B. Saran-Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

commit to user xiii

DAFTAR GAMBAR


(14)

commit to user

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, demikianlah penegasan yang terdapat dalam UUD 1945. Hal ini berarti bahwa negara hukum Indonesia sebagaimana digariskan adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin kedudukan yang sama dan sederajat bagi setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, yang mana implementasi dari konsep negara hukum ini tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Negara hukum atau “Rule of Law” dalam arti menurut konsepsi dewasa ini mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti : Pengakuan dan Perlindungan terhadap hak-hak asasi, legalitas dari tindakan Negara/pemerintahan dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas. Adapun mengenai hak-hak asasi itu sendiri, dalam pemberian interprestasi atau maknanya selalu diletakkan dalam kerangka pandangan hidup dan budaya serta cita-cita hukum dari bangsa dan negara yang bersangkutan.

Bagi bangsa Indonesia hak asasi manusia atau yang disebut hak dan kewajiban warga negara telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bersumber pada Pancasila agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.


(15)

commit to user

Hukum seyogyanya harus berperan di segala bidang kehidupan, baik dalam kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia maupun dalam kehidupan warga negaranya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan adanya keamanan, dan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa terkecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum maupun oleh penguasa negara, segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.

Penegakan hukum itu sendiri adalah sebagai upaya untuk menegakkan norma hukum yang nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas hubungan hukum di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diharapkan dapat mendorong kreatifitas serta peran aktif masyarakat dalam membangun suatu negara, khususnya dalam menjamin kemerdekaan Hak Asasi Manusia karena merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal. Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dalam tindak pidana dibuktikan dengan adanya proses peyelidikan, penyidikan, penahanan, penuntutan, pra peradilan, pemeriksaan sidang, pembuktian, kemudian putusan pengadilan yang dilakukan oleh hakim sebagai pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Semua proses tersebut dilakukan dengan menjunjung tinggi keadilan demi tetap tegaknya hukum.

Terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan terdakwa atau penuntut umum, maka dapat diajukan upaya hukum. Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.


(16)

commit to user

Indonesia sebagai negara hukum. Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena hakim adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan juga kekhilafan.

Jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan dan pembagian kekuasaan dalam negara, serta pemerintahan berdasarkan hukum tersebut harus dijamin dalam suatu konstitusi. Selain itu, konstitusi tersebut harus pula menjamin kemerdekaan warga negara untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, dan sebagainya, dengan kata lain harus menjamin kehidupan berdemokrasi. Untuk itu semua harus ada lembaga yang bertugas menegakkan konstitusi, demokrasi dan hukum, yaitu :lembaga kekuasaan kehakiman. Menurut Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-Undang.

Upaya hukum dapat dilakukan terdakwa maupun penuntut umum terhadap putusan hakim pada tingkat Pengadilan Negeri dengan mengajukan banding, kecuali terhadap putusan bebas. Apabila terdakwa maupun jaksa penuntut umum tidak menerima putusan Pengadilan Negeri, maka dapat mengajukan banding. Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, yang diatur dalam KUHAP Bab XVII. Upaya hukum yang dapat ditempuh terpidana terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah peninjauan kembali. Upaya hukum Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa, karena sebenarnya lembaga ini bertentangan dengan asas kepastian hukum. Prinsip asas kepastian hukum menentukan bahwa putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap

(gezag van gewijsde) tidak bisa diubah lagi. Asas kepastian hukum itu disebut

neb is in idem, artinya tidak boleh terjadi dua kali putusan terhadap satu kasus


(17)

commit to user

Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR

BERUPA TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT

DITERIMA (STUDI KASUS PERKARA KEPEMILIKAN RUMAH

DUA JANDA PAHLAWAN DALAM PUTUSAN NOMOR

256/Pid.B/2010/PN.JKT.TIM, TANGGAL 27 JULI 2010)”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.

Dalam penelitian ini perumusan masalah dari masalah-masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam menjatuhkan putusan berupa tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima”?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan ini tidak dilepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan objektif. yaitu untuk mengetahui secara jelas mengenai konstruksi hukum pembuktian hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam menjatuhkan putusan berupa tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.


(18)

commit to user

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam konstruksi hukum pembuktian hakim.

c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum acara pada khususnya.

b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah di bidang hukum.

2. Manfaat praktis

a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang diperoleh.

b. Memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya, yang berkaitan


(19)

commit to user

dengan pengaturan sistem penuntutan terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur berupa tuntutan penuntut umum.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan penelitian, sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan, menemukan, menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu penelitian tanpa metode penelitian. Dengan demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang sangat signifikan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai, validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan metodenya. Adapun metode atau teknis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu penampilan yang sistematis menyangkut aturan yang mengatur kategori sah tentang undang-undang tertentu, meneliti hubungan antara aturan, serta meneliti bahan pustaka atau sumber data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32).

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif. Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22)


(20)

commit to user 3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan., yaitu adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan kasus..

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sejumlah data atau fakta atau keterangan yang digunakan oleh seseorang yang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan -bahan kepustakaan, terdiri dari literatur, dokumen-dokumen, peraturan perundang - undangan yang berlaku, laporan, desertasi, teori-teori dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dan relevan dengan masalah yang diteliti. Karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum normatif, maka lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder sedangkan data primer lebih bersifat sebagai penunjang.

5. Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian normatif adalah sumber data sekunder yang meliputi bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke IV.


(21)

commit to user

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

3) UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

4) Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan. 5) Putusan Nomor : 256/Pid.B/2010/PN.Jkt.Tim.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti :

1) Buku-buku.

2) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan atau terkait dalam penelitian ini.

3) Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini 4) Internet.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yaitu pengumpulan data sekunder. Penulis mengumpulkan data sekunder dari peraturan perundang- undangan, buku-buku, karangan ilmiah, dokumen resmi, karangan ilmiah, dokumen resmi serta pengumpulan data melalui media internet.

7. Teknik Analisis Data

Pada tahap akhir adalah menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat mengetahui konstruksi hukum pembuktian hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam menjatuhkan putusan berupa tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima dan mengetahui upaya hukum yang bisa ditempuh penuntut umum terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat


(22)

commit to user

khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau

conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47). Di dalam logika silogistik untuk

penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim, 2008: 249).

F. Sistimatika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai dua hal yaitu, yang pertama adalah kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yang meliputi: Pertama mengenai Tinjauan Tentang Pembuktian. Kedua, Tinjauan Tentang Penuntutan. Ketiga, Tinjauan Tentang Putusan Hakim. Keempat, Tinjauan Umum Tentang Putusan Bebas. Pembahasan yang kedua adalah mengenai kerangka pemikiran.


(23)

commit to user

Dalam hal ini penulis membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya: mengetahui konstruksi hukum pembuktian hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam menjatuhkan putusan berupa tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima dan mengetahui upaya hukum yang bisa ditempuh penuntut umum terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

BAB IV :PENUTUP

Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(24)

commit to user

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

a. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian 1).Teori Tentang Pembuktian

Dalam pembuktian perkara pidana pada umumnya dan khususnya delik korupsi, diterapkan KUHAP. Sedangkan dalam pemeriksaan delik korupsi selain diterapkan KUHAP, diterapkan juga sekelumit Hukum Acara Pidana, yaitu pada Bab IV terdiri atas Pasal 25 sampai dengan Pasal 40 dari UU No. 31 Tahun 1999.

Dalam hal pembuktian Undang-undang ini menerapkan pembuktian terbalik, sebagaimana ternyata dalam penjelasannya. Sistem ini tidak sama dengan hukum pembuktian dalam KUHAP. Dikatakan dalam memori penjelasan, bahwa undang-undang ini juga menerapkan pembuktian yang terbalik, yang bersifat terbatas atau berimbang. Adapun teori atau sistem pembuktian adalah sebagai berikut:

a) Teori Tradisionil

B. Bosch-Kemper, menyebutkan ada beberapa teori tentang pembuktian yang tradisionil tentang Teori Pembuktian, yakni:

(1) Teori Negatief

Teori ini mengatakan bahwa hakim boleh menjatuhkan pidana, jika hakim mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa telah terjadi perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Teori ini dianut oleh HIR, sebagai ternyata dalam Pasal 294 HIR ayat (1), yang pada dasarnya ialah:

(a) Keharusan adanya keyakinan hukum, dan keyakinan itu didasarkan kepada:


(25)

commit to user (2) Teori Positief

Teori ini mengatakan bahwa hakim hanya boleh menentukan kesalahan terdakwa, bila ada bukti minimum yang diperlukan oleh undang-undang. Dan jika bukti minimum itu kedapatan, bahkan hakim diwajibkan menyatakan bahwa kesalahan terdakwa. Titik berat dari ajaran ini ialah positivitas. Tidak ada bukti, tidak dihukum; ada bukti meskipun sedikit harus dihukum. Teori ini dianut oleh KUHAP, sebagaimana ternyata dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP. Pasal 183 KUHP berbunyi sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” (3) Teori bebas

Teori ini tidak mengikat hakim kepada aturan hukum. Yang dijadikan pokok, asal saja ada keyakinan tentang kesalahan terdakwa, yang didasarkan pada alasan-alasan yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh pengalaman. Teori ini tidak dianut dalam sistem HIR maupun sistem KUHAP.

b) Teori Modern

(1) Teori pembuktian dengan keyakinan belaka

(bloot gemoedelikje overtuiging, atau conviction intime)

Aliran ini tidak membutuhkan suatu peraturan tentang pembuktian dan menyerahkan segala sesuatunya kepada kebijaksanaan hakim dan terkesan hakim sangat bersifat subjektif. Menurut aliran ini sudah dianggap cukup bahwa hakim mendasarkan terbuktinya suatu keadaan atas keyakinan belaka, dengan tidak terikat oleh suatu peraturan.


(26)

commit to user

Dalam sistem ini, hakim dapat menurut perasaan belaka dalam menentukan apakah keadaan harus dianggap telah terbukti. Karena aliran itu, aliran ini disebut convention

intime atau bloote gemoedelijke overtuiging. Dasar

pertimbangannya menggunakan pikiran secara logika dengan memakai silogisme, yakni premise mayor, premise minor dan konklusio, sebagai hasil penarikan pikiran dan logika. Sistem penjatuhan pidana tidak didasarkan pada alat-alat bukti yang sah menurut perundang-undangan. (2) Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif

(positief wettelijke bewijstheorie)

Aliran sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif, atau disebut juga positief wettelijke

bewijstheorie. Dalam teori ini, undang-undang menetapkan

alat-alat bukti mana yang dapat dipakai oleh hakim, dan cara bagaimana hakim mempergunakan alat-alat bukti serta kekuatan pembuktian dari alat-alat itu sedemikian rupa.

Jika alat-alat bukti ini sudah dipakai secara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, maka hakim harus menetapkan keadaan sudah terbukti, walaupun hakim mungkin berkeyakinan bahwa yang harus dianggap terbukti itu tidak benar. Sebaliknya, jika tidak dipenuhi cara-cara mempergunakan alat-alat bukti, meskipun mungkin hakim berkeyakinan bahwa keadaan itu benar-benar terjadi, maka dikesampingkanlah sama sekali keyakinan hakim tentang terbukti atau tidaknya sesuatu hal.

(3) Teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif

(negatief wettelijke bewijstheorie) dan Teori keyakinan atas

alasan logis (beredeneerde vertuging atau conviction raisonnee)


(27)

commit to user

Kedua teori pembuktian ini mempunyai persamaan dalam hal hakim harus diwajibkan menghukum orang, apabila ia yakin bahwa perbuatan yang bersangkutan terbukti kebenarannya dan lagi bahwa keyakinan harus disertai penyebutan alasan-alasan yang berdasarkan atas suatu rangkaian buah pemikiran (logika).

Perbedaannya dalam hal pada teori pembuktian menurut undang-Undang secara negatif menghendaki alasan-alasan yang disebutkan oleh Undang-undang sebagai alat bukti.tidak memperbolehkan menggunakan alat bukti lain yang tidak disebut dalam undang-undang dan tentang mempergunakan alat bukti,hakim terikat pada ketentuan undang-undang

(4) Teori pembuktian negatif menurut undang-undang (negatief wettelijk overtuiging)

KUHAP maupun HIR menganut teori yang mana, yaitu teori negatif menurut undang-undang. Kedua-duanya memiliki persamaan dalam sistem dan cara menggunakan alat-alat baukti, yakni teori pembuktian negatif menurut undang-undang. Hal itu ternyata pada Pasal 183 KUHAP (sama dengan Pasal 294 ayat (1) HIR). Pasal 183 KUHAP berbunyi :

Hakim tidak boleh menjalankan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Sedangkan pada Pasal 294 ayat (1) HIR berbunyi :

Tiada seorang pun boleh dihukum mati, kecuali hakim mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar terjadi perbuatan yang dapat


(28)

commit to user

dihukum dan bahwa orang dituduh itulah yang bersalah tentang perbuatan itu.

2). Alat-alat bukti

Alat-alat bukti, disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, ialah : a) Keterangan saksi

Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang dinyatakan di sidang pengadilan, dimana keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan padanya (Unnus Testis Nullus Testis) dan saksi harus memberikan keterangan mengenai apa yang ia lihat, dengar, ia alami sendiri tidak boleh mendengar dari orang lain (Testimonium De

Auditu). Syarat menjadi saksi :

(1) Syarat objektif saksi

(a) Dewasa telah berumur 15 tahun / sudah kawin (b) Posisi berubah akalnya

(c) Tidak ada hubungan keluarga baik hubungan pertalian darah / perkawinan dengan terdakwa

(2) Syarat subjektif saksi

Mengetahui secara langsung terjadinya tindak pidana dengan melihat, mendengar, merasakan sendiri.

(3) Syarat formil

Saksi harus disumpah menurut agamanya b) Keterangan ahli

Keterangan ahli berdasarkan pengertian dalam Pasal 186 KUHAP dipakai sebagai acuan dalam menyatakan terdakwa bersalah atau tidak, dimana ia harus memberikan pendapat yang didasarkan atas keilmuan dan keahlian khusus mengenai suatu hal untuk kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli dapat diberikan dalam dua bentuk :


(29)

commit to user

(1) Tertulis, dalam hal ini ada pendapat yang bukan dari keterangan hali, tetapi alat bukti surat

(2) Lisan, contohnya visum et repertum adalah untuk peristiwa pada waktu itu (orang/korban penganiayaan)

c) Surat-surat

Yang dimaksud surat sebagai alat bukti pada Pasal 187 KUHAP adalah :

(1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum/yang dibuat dihadapannya.

(2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal/keadaan.

(3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenal suatu hal/keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

(4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat bukti yang lain.

d) Petunjuk

Pengertian petunjuk berdasarkan Pasal 188 KUHAP adalah :

(1) Perbuatan kejadian/keadaan yang karena persesuainnya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tidak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

(2) Pasal 188 ayat (2) mengemukakan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari :

(a) Keterangan saksi (b) Surat


(30)

commit to user (c) Keterangan terdakwa

(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dilaksanakan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

e) Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa dalam Pasal 189 KUHAP adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan, ketahui/alami sendiri.

b. Tinjauan Tentang Penuntutan 1). Pengertian Penuntutan

Penuntutan secara gramatika yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan bahwa penuntutan berasal dari kata tuntut yang berarti meminta dengan keras (setengah mengharuskan supaya dipenuhi); menagih; menggugat (untuk dijadikan perkara); membawa atau mengadu ke Pengadilan; berusaha keras untuk mendapat (tujuan atau sesuatu); berusaha atau berdaya upaya mencapai (mendapat dan sebagainya); sesuatu (tujuan dan sebagainya). Sedangkan pengertian penuntutan secara yuridis, yaitu menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP, yaitu: “Tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”. Dalam hal-hal untuk memperoleh putusan hakim agar terhadap seseorang dijatuhi pidana (tuntutan pidana) inisiatifnya adalah pada perseorangan, yaitu pada pihak yang dirugikan. Lama kelamaan sistem ini ini menunjukan kekurangan- kekurangan yang menyolok.

Penuntutan secara terbuka (accusatory murni), dengan sendirinya telah menyebabkan penunututan kesalahan seseorang menjadi lebih sulit,


(31)

commit to user

sebab yang bersangkutan segera akan mengetahui dalam keseluruhannya, semua hal yang memberatkan diri penuntut umum, sehingga akan memperoleh kesempatan untuk menghilangakan sebanyak mungkin bukti-bukti atas kesalahannya. Sifat perdata dari penuntutan tersebut menyebabkan pula bahwa kerap kali sesuatu tuntutan pidana tidak dilakukan oleh orang yang dirugikan, karena ia takut terhadap pembalasan dendam atau ia tidak mampu untuk mengungkapkan kebenaran dari tuntutannya, sebab kekurangan alat-alat pembuktian yang diperlukan. Atas alasan inilah maka pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pembinaan peradilan yang baik telah dan menyerahkan kepada suatu badan Negara.

2). Pengertian jaksa dan penuntut umum

Di dalam KUHAP dibedakan pengertian jaksa di dalam pengertian umum dan penuntut umum di dalam pengertian jaksa yang sementara menuntut suatu perkara. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 butir 6 KUHAP jo Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yaitu sebagai berikut:

a) Pengertian Jaksa Menurut pengertian Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP, yang dimaksud dengan jaksa ialah, pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai dengan pengertian diatas, maka yang menjadi kewenangan Jaksa ialah untuk bertindak sebagai penuntut umum dan bertindak sebagai pelaksana putusan pengadilan (eksekutor).

b) Pengertian Penuntut Umum Menurut pengertian Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP, yang dimaksud dengan penuntut umum ialah jaksa yang diberi wewenang oleh undang–undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanankan penetapan hakim.


(32)

commit to user 3). Tugas dan Wewenang Penuntut Umum

Apabila antara Pasal 1 butir 6 huruf b KUHAP dikaitkan dengan Pasal 1 butir 6 huruf a KUHAP maka dapat disimpulkan tugas jaksa adalah sebagai berikut :

a) Sebagai Penuntut Umum. (1) Melakukan Penuntutan.

(2) Melaksanakan penetapan pengadilan.

b) Melaksanakan putusan Pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap ( eksekutor ).

Di dalam Pasal 13 KUHAP ditentukan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan tuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selain ini dalam Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004) menyebutkan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Kejaksaan adalah Lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Menurut ketentuan Pasal 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang :

a) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu.

b) Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.

c) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau merubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan kepada penyidik.


(33)

commit to user e) Melimpahkan perkara ke pengadilan.

f) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.

g) Melakukan penuntutan.

h) Menutup perkara demi kepentingan umum.

i) Mengadakan “tindakan lain“ dalam lingkup tugas dan tanggung jawab penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini.

j) Melaksanakan penetapan hakim.

Di dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan. Pasal 137 KUHAP menentukan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili.

Setelah Penuntut Umum hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajarinya dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahuakan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ini ternyata belum lengkap, penuntut umum mengebalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk melengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik sudah harus menyampaikan kembali berkas yang perkara kepada penuntut umum (Pasal 138 KUHAP).

Mengenai kebijakan penuntut, maka penuntut umum yang menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap atau belum, hal ini untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri untuk diadili. Hal


(34)

commit to user

ini diatur di dalam Pasal 139 KUHAP. Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan. Pasal 140 ayat (1) KUHAP dinyatakan, apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka dalam waktu secepatnya segera membuat surat dakwaan.

Jika menurut pertimbangan penuntut umum diketahui bahwa perkara tersebut tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke Pengadilan, maka penuntut umum membuat suatu ketetapan mengenai hal itu (Pasal 140 ayat (2) butir a KUHAP). Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka, dan apabila ia ditahan, maka ia wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim (Pasal 140 ayat (2) butir c KUHAP). Hal ini biasa disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penuntutan. c. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

1. Pengertian Putusan

Pengertian putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI tahun 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan. Ada pula yang mengartikan putusan sebagai terjemahan dari kata vonis, yaitu hasil akhir dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. ( Evi Hartanti, 2006: 52)

Sedangkan pengertian putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


(35)

commit to user

Dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP diatur bahwa putusan sedapat mungkin merupakan hasil musyawarah majelis dengan permufakatan yang bulat, kecuali hal itu telah diusahakan sungguh-sungguh tidak tercapai, maka ditempuh dengan dua cara :

a. Putusan diambil dengan suara terbanyak.

b. Jika yang tersebut pada huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan, yang dipilih ialah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.

Menurut Yahya Harahap bahwa putusan akan dijatuhkan pengadilan, tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. ( M.Yahya Harahap, 2005: 347)

2. Jenis Putusan

Jenis-jenis putusan hakim dalam perkara pidana, antara lain a. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili

Dalam hal menyatakan tidak berwenang mengadili ini dapat terjadi setelah persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan maka terdakwa atau penasihat hukum

terdakwa diberi kesempatan untuk mengajukan eksepsi ( tangkisan ). Eksepsi tersebut antara lain dapat memuat bahwa

Pengadilan Negeri tersebut tidak berkompetensi ( wewenang ) baik secara relatif maupun absolut. Jika majelis hakim berpendapat sama dengan penasihat hukum maka dapat dijatuhkan putusan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili ( Pasal 156 ayat (2) KUHAP ).

b. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum

Dakwaan batal demi hukum dapat dijatuhkan karena Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan tidak cermat,


(36)

commit to user

kurang jelas dan tidak lengkap. Mengenai surat dakwaan yang batal demi hukum ini dapat didasari oleh yurisprudensi yaitu Putusan Mahkamah Agung Registrasi Nomor: 808/K/Pid/1984 tanggal 6 Juni yang menyatakan : “Dakwaan tidak cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap harus dinyatakan batal demi hukum.” c. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima

Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima pada dasarnya termasuk kekurangcermatan penuntut umum sebab putusan tersebut dijatuhkan karena :

1) Pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan dalam delik aduan, tidak ada;

2) Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah pernah diadili ( ne bis in idem ); dan

3) Hak untut penuntutan telah hilang karena daluwarsa ( verjaring )

d. Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum

Putusan ini dijatuhkan jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum ( Pasal 191 ayat (2) KUHAP ). Terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum dapat disebabkan karena :

1) Materi hukum pidana yang didakwakan tidak cocok dengan tindak pidana,

2) Terdapat keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat dihukum. Keadaan istimewa tersebut antara lain :


(37)

commit to user

(b) melakukan di bawah pengaruh daya paksa atau overmacht ( Pasal 48 KUHP )

(c) adanya pembelaan terdakwa ( Pasal 49 KUHP ) (d) adanya ketentuan Undang-Undang ( Pasal 50 KUHP ) (e) adanya perintah jabatan ( Pasal 51 KUHP )

e. Putusan Bebas

Putusan bebas dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas ( Pasal 191 ayat (1) KUHAP )

Pada penjelasan pasal tersebut, untuk menghindari penafsiran yang kurang tepat, yaitu yang dimaksud dengan “ perbuatan yang didakwakan padanya tidak terbukti sah dan meyakinkan ” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

f. Putusan pemidanaan pada terdakwa

Pemidanaan dapat dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan padanya ( Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Hakim dalam hal ini membutuhkan kecermatan, ketelitian serta kebijaksanaan memahami setiap yang terungkap dalam persidangan.

B. Formalitas yang Harus Dipenuhi dalam Putusan Hakim

Secara umum formalitas yang harus ada dalam suatu putusan hakim baik terhadap putusan Tindak Pidana Korupsi maupun Tindak pidana lainnya bertitik tolak pada ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Dari ketentuan tersebut sedikitnya 10 ( sepuluh ) buah elemen harus terpenuhi. Dan menurut


(38)

commit to user

ayat (2) pasal tersebut, apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi kecuali yang tersebut pada huruf g dan i, maka putusan batal demi hukum ( “van rechtswege nietig ” ).

Ketentuan-ketentuan formalitas tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kepala putusan yang berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” ;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa ;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam Surat Dakwaan

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa ;

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa ;

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim, kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal ;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan ;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti ;

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu ;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan ;

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera. ( Lilik Mulyadi, 2000: 147-148 )


(39)

commit to user

1. Tinjauan Tentang Putusan Bebas

a. Pengertian dan Landasan Hukum Putusan Bebas ( vrijspraak )

Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat ( 1) KUHAP yang berbunyi “ Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.

Dari ketentuan tersebut diatas, berarti putusan bebas ditinjau dari segi yuridis ialah putusan yang dinilai oleh majelis hakim tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif, artinya dari pembuktian yang diperoleh di persidangan, tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu. Selain itu juga tidak memenuhi memenuhi asas batas minimum pembuktian, artinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. ( M.Yahya Harahap, 2005: 348 )

b. Macam-macam Putusan Bebas ( vrijspraak )

Dalam praktek peradilan, bentuk-bentuk putusan bebas ( vrijspraak ) adalah sebagai berikut :

a. Putusan bebas Murni ( de “zuivere vrijspraak”)

Putusan bebas murni adalah putusan akhir dimana hakim mempunyai keyakinan mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa adalah tidak terbukti (Rd. Achmad S. Soemadipradja. 1981:89 ).


(40)

commit to user

Putusan bebas tidak murni adalah putusan dalam hal batalnya tuduhan secara terselubung atau “pembebasan” yang menurut kenyataannya tidak didasarkan kepada ketidakterbuktiannya apa yang dimuat dalam surat tuduhan. ( Rd. Achmad S. Soemadipradja. 1981: 89 ).

Pembebasan tidak murni pada hakikatnya merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang terselubung, dapat dikatakan apabila dalam suatu dakwaan unsur delik dirumuskan dengan istilah yang sama dalam perundang-undangan, sedangkan hakim memandang dakwaan tersebut tidak terbukti ( Oemar Seno Adjie, 1989: 167 ).

Putusan bebas tidak murni mempunyai kualifikasi, sebagai berikut :

1) Pembebasan didasarkan atas suatu penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan.

2) Dalam menjatuhkan putusan pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, baik absolut maupun relatif dan sebagainya ( Oemar Seno Adjie, 1989: 164 ).

c. Pembebasan berdasarkan alasan pertimbangan kegunaannya ( de

”vrijskpraak op grond van doelmatigheid overwegingen”),

Pembebasan berdasarkan alasan pertimbangan kegunaannya adalah pembebasan yang didasarkan atas pertimbangan bahwa harus diakhiri suatu penuntutan yang sudah pasti tidak akan ada hasilnya. ( Rd. Achmad S. Soemadipradja, 1981: 89).

d. Pembebasan yang terselubung ( de ”bedekte vrijskrpraak” ) Pembebasan yang terselubung pembebasan yang dilakukan dimana hakim telah mengambil keputusan tentang ”feiten” dan


(41)

commit to user

menjatuhkan putusan ”pelepasan dar tuntutan hukum”, padahal putusan tersebut berisikan suatu ”pembebasan secara murni”. ( Rd. Achmad S. Soemadipradja, 1981: 89).

c. Putusan Bebas ditinjau dari Asas Pembuktian

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia mmeperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Dari ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut di atas, terkandung dua asas mengenai pembuktian, yaitu :

1) Asas minimum pembuktian, yaitu untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

2) Asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif yang mengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup terbukti, harus pula diikuti keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa.

Berdasarkan kedua asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP tersebut, apabila dihubungkan dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP, maka putusan bebas pada umumnya didasarkan penilaian dan pendapat hakim bahwa :

1) kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk, serta pengakuan terdakwa sendiri tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Artinya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena


(42)

commit to user

menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai, atau

2) Pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batas minimum pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan hanya satu orang saksi. Dalam hal ini, selain tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian itu juga bertentangan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan unnus testis

nullus testis atau seorang saksi bukan saksi.

Putusan bebas disini bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan yang akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum. ( M.Yahya Harahap, 2005: 348


(43)

commit to user

B.Kerangka Pemikiran

Bebas Murni Bebas Tidak

Murni Putusan Bebas

( Pasal 191 ayat (1) KUHAP ) Pemidanaan

( Pasal 193 ayat (1) KUHAP )

Lepas dari Segala Tuntutan Hukum ( Pasal 191 ayat (2) KUHAP )

Terdakwa Ny.SOETARTI SOEKARNO

Upaya Hukum Hakim

Putusan


(44)

commit to user

PENJELASAN

Putusan hakim dalam perkara tindak pidana, merupakan mahkota dan puncak dari perkara pidana. Oleh karena itu dalam membuat putusan hakim harus berhati-hati dan menghindari sedikit mungkin ketidakcermatan sampai dengan kecakapan teknik membuatnya. Kemudian agar putusan tersebut mumpuni maka selain dalam diri hakim hendaknya dimiliki sikap demikian, juga harus didukung penguasaan ilmu dari segi teoritik dan praktek. Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan Undang-undang dan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.

Seperti dalam putusan hakim pada umumnya, dalam menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) hakim harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Hakim harus benar-benar jeli dalam memeriksa suatu perkara sebelum hakim tersebut menjatuhkan putusan dalam proses persidangan, terdakwa dan penuntut umum dapat menggunakan haknya untuk tidak menerima putusan pengadilan dengan mengajukan upaya hukum yang berupa Perlawanan, Banding, Kasasi, atau hak terpidana untuk ajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.


(45)

commit to user

BAB III . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam Menjatuhkan Putusan Berupa Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima Dalam

Perkara Kepemilikan Rumah Dua Janda Pahlawan

1.

Deskripsi Kasus

Ny. SOETARTI SOEKARNO merupakan seorang isteri dari R. SOEKARNO yang bekerja sebagai pegawai pada Perum/Perjan Pegadaian terhitung sejak tahun 1954 dan telah pensiun mengakhiri tugasnya sebagai pegawai Perum/Perjan Pegadaian terhitung sejak bulan Oktober. Semasa suaminya menjadi pegawai Perum/Perjan Pegadaian, Ny. SOETARTI SOEKARNO mengikuti suaminya menempati Rumah Dinas Pegadaian yang terletak di Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007, Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur (sebagaimana surat penunjukan Nomor: Bm.7/28/19 tanggal 21 Pebruari 1987), dimana ketentuan setiap para pegawai/pejabat yang menempati rumah dinas/jabatan tersebut telah diatur dalam peraturan direksi perum pegadaian Nomor:BG.4/13/1 tanggal 1 Mei 1992. Setelah suaminya pensiun mengakhiri tugasnya sebagai pegawai perum/perjan pegadaian sejak bulan Oktober 1987,bersama isterinya,Ny. SOETARTI SOEKARNO masih menempati Rumah Dinas Perumahan Pegadaian tersebut, sehingga pihak Perum Pegadaian memberikan peringatan kepada suami Ny. SOETARTI SOEKARNO yaitu R. SOEKARNO untuk segera mengosongkan rumah dinas tersebut karena akan ditempati oleh pegawai/pejabat yang masih aktif, tetapi suami Ny. SOETARTI SOEKARNO tidak bersedia mengosongkan rumah dinas tersebut. Kemudian pada tanggal 21 Maret 2003, suami Ny. SOETARTI SOEKARNO meninggal dunia, namun Ny. SOETARTI SOEKARNO masih tetap menempati dan tidak bersedia meninggalkan Rumah Dinas Perum Pegadaian tersebut walau telah mendapat teguran dan peringatan beberapa kali dari pihak Perum Pegadaian Jakarta Timur, padahal Ny. SOETARTI SOEKARNO bukanlah pegawai Perum Pegadaian, melainkan isteri dari pegawai yang bernama R. SOEKARNO.


(46)

commit to user

Karena pihak Perum Pegadaian mengalami kerugian dan telah diperingatkan berkali-kali untuk segera mengosongkan atau meninggalkan rumah dinas Perum Pegadaian tersebut, maka pada tanggal 19 Januari 2009 Sdr. SUMANTO HADI selaku Direktur Umum Perum Pegadaian melaporkan permasalahan tersebut kepada pihak Penyidik Polres Metro Jakarta Timur melalui Kuasa Hukumnya Sdr. GULADI AKSIONO. Hal tersebut dilakukan oleh Ny. SOETARTI SOEKARNO dan kawan-kawan dikarenakan mereka beranggapan bahwa rumah tersebut dapat dimiliki secara dibeli berdasarkan Pasal 16 PP No.31 Tahun 2005 Jo. Pasal 16 PP No.40 Tahun 1994, namun ternyata Perum Pegadaian menolak (berdasarkan Surat Direksi Perum Pegadaian tanggal 10 September 2008 No:235/Log.300.313/08) keinginan Ny. SOETARTI SOEKARNO tersebut.

2.

Identitas Terdakwa

Nama Lengkap : NY. SOETARTI SOEKARNO Tempat Lahir : Solo

Umur/Tgl. Lahir : 78 tahun/14 Januari 1932 Jenis Kelamin : Perempuan

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jl. Cipinang Jaya II B No. 38, Rt.007/007

Kel Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SKP

3.

Dakwaan Penuntut Umum

Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur mendakwa terdakwa melakukan tindak pidana sebagai berikut :

Kesatu :

Bahwa terdakwa Ny.SOETARTI SOEKARNO, pada hari dan tanggal serta bulan yang sudah tidak disebutkan lagi sejak tahun 1987 sampai dengan


(47)

commit to user

perkara ini dilaporkan ke Penyidik tanggal 19 Januari 2009, atau setidak tidaknya pada suatu waktu masih didalam tahun 1987 sampai dengan tahun 2009, bertempat di Kompleks Perumahan Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No. 38, Rt 007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur, atau setidak-tidaknya disalah satu tempat lain yang masih termasuk didalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) yakni penghuni rumah oleh bukan pemiliknya hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemiliknya, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Bahwa Perum Pegadaian Jakarta Timur mempunyai rumah dinas yang disediakan untuk para pejabat/pegawainya yang masih bertugas/aktif antara lain Rumah Dinas Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No. 38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan Kec. Jatinegara Jakarta Timur dengan Sertifikat HGB Nomor: 512/Cipinang Besar Selatan atas nama PERUM PEGADAIAN (untuk rumah dinas).

b. Bahwa terdakwa mempunyai suami yang bernama R.SUKARNO yang bekerja sebagai pegawai pada Perum/Perjan Pegadaian terhitung sejak tahun 1954 dan telah pensiun mengakhiri tugasnya sebagai pegawai Perum/Perjan Pegadaian terhitung sejak bulan Oktober tahun 1987 kemudian meninggal dunia pada tanggal Maret 2003.

c. Bahwa semasa suami terdakwa bernama R.SUKARNO menjadi pegawai perum/perjan pegadaian tersebut terdakwa mengikuti suaminya menempati Rumah Dinas Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur (sebagaimana surat penunjukan Nomor: Bm.7/28/19 tanggal 21 Pebruari 1987), dimana ketentuan setiap para pegawai/pejabat yang menempati rumah dinas/jabatan tersebut telah diatur dalam peraturan direksi perum pegadaian Nomor:BG:4/13/1 tanggal 1 Mei 1992 yang antara lain dalam :

1) Bab I pasal 1 ayat (1) : Rumah jabatan PERUM Pegadaian adalah


(48)

commit to user

kepentingan pejabat selama melaksanakan tugas dan memangku jabatan di PERUM Pegadaian.

2) Bab II pasal 3 ayat (1) : setiap pejabat yang akan menempati rumah

jabatan perusahaan harus mengadakan perjanjian penghunian dengan perusahaan diatas kertas bermaterai dan untuk tidak menyewakan rumah jabatan perusahaan kepada pihak ketiga, tidak mengubah bentuk bangunan dan bersedia/sanggup mengosongkan rumah jabatan perusahaan setelah dicabut izin penghuninya.

3) Bab V pasal 7 ayat (2) : huruf a : diberhentikan dengan hak pensiun,

dan huruf e : meninggal dunia.

Bahwa setelah suami terdakwa yang bernama R.Sukarno pensiun mengakhiri tugasnya sebagai pegawai perum/perjan pegadaian sejak bulan Oktober tahun 1987 bersama terdakwa masih menempati Rumah Dinas Perumahan Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No. 38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur sehingga pihak Perum Pegadaian memberikan peringatan kepada suami terdakwa yang bernama R.SUKARNO untuk segera mengosongkan rumah dinas yang ditempati tersebut dengan melalui surat Nomor : BG-4/11/29 tanggal 24 April tahun 1996 akan tetapi suami terdakwa yang bernama R.SUKARNO tidak bersedia mengosongkan rumah dinas yang ditempati tersebut, hingga kemudian setelah suami terdakwa yang bernama R.SUKARNO meninggal dunia pada tanggal Maret 2003 terdakwa masih menempati rumah dinas tersebut lalu pada tanggal 19 Agustus 2008 kembali pihak Perum Pegadaian mengirimkan surat Nomor:235/Log.300.313/08 tanggal 19 Agustus 2008 kepada terdakwa agar segera mengosongkan rumah dinas milik Perum Pegadaian tersebut karena akan ditempati oleh pegawai/pejabat yang masih aktif sedangkan suami terdakwa yang bernama R.SUKARNO telah pensiun sejak Oktober tahun 1987 dan telah meninggal dunia pada tanggal Maret 2003.


(49)

commit to user

Bahwa walaupun suami terdakwa yang bernama R.SUKARNO (alm) telah pensiun sejak Oktober tahun 1987 dan telah meninggal dunia pada tanggal Maret 2003, namun tedakwa masih tetap menempati dan tidak bersedia meninggalkan Rumah Dinas Perum Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur tersebut walau telah mendapat teguran dan peringatan beberapa kali dari pihak Perum Pegadaian Jakarta Timur, padahal terdakwa bukanlah pegawai Perum Pegadaian melainkan isteri dari pegawai yang bernama R.SUKARNO yang telah pensiun sejak Oktober tahun 1987 dan telah meninggal dunia pada Maret 2003, dimana sebelum menempati rumah dinas tersebut R.SUKARNO (alm) telah mengetahui aturan-aturan umum bagi setiap pegawai yang menempati rumah dinas sebagaimana surat Direktur Perum Pegadaian Nomor:BG:4/13/1 tanggal 1 Mei tahun 1992 diatas

Bahwa oleh karena terdakwa telah beberapa kali diperingatkan untuk segera meninggal atau mengosongkan rumah dinas Perum Pegadaian yang ditempati tersebut namun tidak bersedia meninggalkan rumah dinas Pegadaian tersebut, maka pada tanggal 19 Januari 2009 Sdr. SUMANTO HADI selaku Direktur Umum Perum Pegadaian melaporkan permasalahan tersebut pada pihak Penyidik Polres Metro Jakarta Timur melalui Kuasa Hukumnya Sdr. GULADI AKSIONO

Atau :

Kedua :

Bahwa terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO, pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan didalam dakwaan pertama diatas, secara melawan hak memasuki atau secara melawan hak berada disebuah rumah atau sebuah ruangan yang tertutup atau sebuah halaman yang tertutup yang dipakai oleh orang lain tidak segera meninggalkan

tempat itu atas pemintaan orang yang berhak atau atas nama orang


(50)

commit to user

- Bahwa Perum Pegadaian Jakarta Timur mempunyai rumah dinas yang disediakan untuk para pejabat/pegawainya yang masih bertugas/aktif antara lain Rumah Dinas Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur dengan Sertifikat HGB Nomor:512/Cipinang Besar Selatan atas nama PERUM PEGADAIAN (untuk rumah dinas)

- Bahwa terdakwa mempunyai suami yang bernama R.SUKARNO yang bekerja sebagai pegawai pada Perum/Perjan Pegadaian terhitung sejak tahun 1954 dan telah pensiun mengakhiri tugasnya sebagai pegawai perum/perjan pegadaian terhitung sejak bulan Oktober tahun 1987 kemudian meninggal pada tanggal Maret 2003

- Bahwa semasa suami terdakwa bernama R.SUKARNO menjadi pegawai perum/perjan pegadaian tersebut terdakwa mengikuti suaminya menempati Rumah Dinas Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan,Kec. Jatinegara Jakarta Timur (sebagaimana surat penunjukan Nomor :BM.7/28/19 tanggal 21 Pebruari 1987), dimana ketentuan setiap para pegawai/pejabat yang menempati rumah dinas/jabatan tersebut telah diatur dalam peraturan direksi perum pegadaian Nomor: BG:4/13/1 tanggal 1 Mei tahun 1992 yang antara lain dalam :

a. Bab I pasal 1 ayat(1) : Rumah jabatan PERUM Pegadaian adalah rumah yang dimiliki atau disewa oleh PERUM Pegadaian untuk kepentingan pejabat selama melaksanakan tugas dan memangku jabatan di PERUM Pegadaian.

b. Bab II pasal 3 ayat (1) : setiap pejabat yang akan menempati rumah jabatan perusahaan harus mengadakan perjanjian penghunian dengan perusahaan diatas kertas bermaterai dan untuk tidak menyewakan rumah jabatan perusahaan kepada pihak ketiga, tidak merubah bentuk bangunan dan bersedia/sanggup mengosongkan rumah jabatan perusahaan setelah dicabut izin penghuninya.


(51)

commit to user

c. Bab V pasal 7 ayat (2) : huruf a : diberhentikan dengan hak pensiun, dan huruf e : meninggal dunia.

Bahwa setelah R.SUKARNO pensiun mengakhiri tugasnya sebagai pegawai perum/perjan pegadaian sejak bulan Oktober tahun 1987 bersama terdakwa masih menempati Rumah Dinas Perumahan Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007 Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur untuk itu pihak Perum Pegadaian memberikan peringatan kepada suami terdakwa yang bernama R. SUKARNO untuk segera mengosongkan rumah dinas yang ditempati tersebut dengan melalui surat Nomor :BG-4/11/29 tanggal 24 April tahun 1996 akan tetapi suami terdakwa yang bernama R. SUKARNO tidak bersedia mengosongkan rumah dinas yang ditempati tersebut, hingga kemudian setelah suami terdakwa yang bernama R. SUKARNO meninggal dunia pada tanggal Maret 2003 terdakwa masih menempati rumah dinas tersebut lalu pada tanggal 19 Agustus 2008 kembali pihak Perum Pegadaian mengirimkan surat Nomor : 235/Log.300.313/08 tanggal 9 Agustus 2008 kepada terdakwa agar segera mengosongkan rumah dinas milik Perum Pegadaian tersebut karena akan ditempati oleh pegawai/pejabat yang masih aktif sedangkan suami terdakwa yang bernama R. SUKARNO telah pensiun sejak Oktober tahun 1987 dan telah meninggal dunia pada tanggal Maret 2003

Bahwa walaupun suami terdakwa yang bernama R.SUKARNO (alm) telah pensiun sejak oktober tahun 1987 dan telah meninggal dunia pada tanggal Maret 2003, namun terdakwa masih tetap menempati dan tidak bersedia meninggalkan Rumah Dinas Perum Pegadaian Jln. Cipinang Jaya II B No.38, Rt.007/007, Kel. Cipinang Besar Selatan, Kec. Jatinegara Jakarta Timur tersebut walau telah mendapat teguran dan peringatan beberapa kali dari pihak Perum Pegadaian Jakarta Timur , padahal terdakwa bukanlah pegawai Perum Pegadaian melainkan isteri dari pegawai yang bernama R.SUKARNO yang telah pensiun sejak Oktober tahun 1987 dan telah meninggal dunia pada tanggal Maret 2003, dimana


(52)

commit to user

sebelum menempati rumah dinas tersebut R.SUKARNO (alm) telah mengetahui aturan-aturan umum bagi setiap pegawai yang menempati rumah dinas sebagaimana surat Direktur Perum Pegadaian Nomor :BG:4/13/1 tanggal 1 Mei 1992 diatas

Bahwa oleh karena terdakwa telah beberapa kali diperingatkan untuk segera meninggal atau mengosongkan rumah dinas Perum Pegadaian yang ditempati tersebut, maka pada tanggal 19 Januari 2009 Sdr. SUMANTO HADI selaku Direktur Umum Perum Pegadaian melaporkan permasalahan tersebut pada pihak Penyidik Polres Metro Jakarta Timur melalui kuasa hukumnya Sdr. GULADI AKSIONO

Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut, pihak Perum Pegadaian Jakarta Timur mengalami kerugian.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 167 ayat (1) KUHP.

4.

Tuntutan Penuntut Umum

Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka terdakwa oleh Penuntut umum dituntut sebagai berikut :

a) Menyatakan terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja menghuni rumah oleh bukan pemiliknya hanya sah apabila ada persetujuan atau izin

pemiliknya”, sebagaimana yang didakwakan Pasal 12 ayat (1) Jo. Pasal

36 ayat (4) Undang-Undang No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dalam dakwaan Pertama, dan membebaskan terdakwa dari dakwaan selebihnya.

b) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO

berupa pidana penjara selama: 2 (dua) bulan dengan masa percobaan selama : 4 (empat) bulan.


(53)

commit to user

c) Menyatakan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bendel foto copy petikan Surat Keputusan Kepala Perjan Pegadaian No.Bm.7/28/19 tanggal 21 Pebruari 1987 an. R.SOEKARNO

- 1 (satu) bendel foto copy Surat Penunjukan untuk menempati Rumah Dinas No.Peg.8-23 di Komplek Perum Pegadaian Cipinang Jaya a.n.K.SITORUS No. BG.4/3/41 tanggal 18 Juli 1990

- 1 (satu) bendel foto copy Surat Penunjukan untuk menempati Rumah Dinas di Komplek Cipinang Jaya II/C No. 12 a.n A.KUSAINI No.BG.7/43/35, tanggal 18 September 1979.

d) Menyatakan agar Terdakwa tersebut diatas, membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah)

5.

Pertimbangan Hakim

Menimbang, bahwa Terdakwa telah diajukan kemuka persidangan Pengadilan karena telah didakwa :

- Pertama : Melanggar Pasal 12 ayat (1) Jo. Pasal 36 ayat (4) UU No.4

Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. - Atau kedua : Melanggar Pasal 167 ayat (1) KUHP.

Menimbang, bahwa setelah membaca dan meneliti surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut, Majelis berpendapat, bahwa surat dakwaan yang dibuat dan diajukan Penuntut Umum adalah disusun dalam bentuk alternatif (pilihan), karena itu Majelis akan mempertimbangkan lebih dahulu dakwaan yang dianggap lebih terbukti sesuai hasil pemeriksaan dipersidangan dan apabila dakwaan tersebut terbukti maka dakwaan alternatif yang lain tidak perlu dipertimbangkan lagi,akan tetapi bila tidak terbukti maka dakwaan yang


(54)

commit to user

lain akan dipertimbangkan pula.Terhadap Dakwaan Pertama, yaitu melanggar Pasal 12 ayat (1) Jo. Pasal 36 ayat (4) UU No.4 tahun 1992.

Menimbang, bahwa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya menuntut supaya terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Pertama, yaitu Pasal: 12 ayat(1) Jo Pasal: 36 ayat (4) UU No.4 Tahun 1992

Menimbang, bahwa Pasal : 12 ayat (1) UU No.4 Tahun 1992 berbunyi :

“Penghunian rumah oleh bukan pemiliknya hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemiliknya”.

Menimbang, bahwa Pasal : 36 ayat (4) berbunyi : “Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal :12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan/ atau denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)”.

Menimbang, bahwa ketentuan Pasal : 36 ayat (4) ini berlaku secara imperatif bagi siapapun atau setiap orang atau badan yang sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 tersebut. Tindak pidana ini bukan delik aduan dan didalamnya tidak ditemukan ketentuan apapun yang memberikan kewenangan (diskresi) kepada siapapun untuk memberlakukannya secara tentatif.

Menimbang, bahwa akan tetapi menyangkut waktu pelaksanaannya ketentuan Pasal : 12 ayat (1) tersebut baru dapat dilaksanakan setelah ada Peraturan Pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal : 12 ayat (7) UU No.4 Tahun 1992 yang berbunyi :

“Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Menimbang, bahwa Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU ini adalah : Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994, yaitu tentang Rumah Negara.


(55)

commit to user

Menimbang, bahwa lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi : pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan

hak atas rumah Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal : 2, Peraturan

Pemerintah tersebut.

Menimbang, bahwa Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 ini kemudian dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2005 yang isinya merubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994.

Menimbang, bahwa apakah terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO dapat dinyatakan terbukti telah dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal : 12 ayat (1) Jo. Pasal 36 ayat (4) UU No.4 Tahun 1992 tersebut ? . Hal ini akan dipertimbangkan sebagai berikut.

Menimbang, bahwa adapun unsur-unsur dari Pasal 12 ayat (1) Jo Pasal 36 ayat (4) UU No.4 Tahun 1992 tersebut adalah :

1. Setiap orang atau badan.

2. Dengan sengaja menghuni rumah yang bukan miliknya. 3. Tanpa adanya persetujuan atau izin dari pemilikbahwanya.

Menimbang, bahwa dari keterangan para saksi dan para ahli serta bukti-bukti surat dan keterangan terdakwa yang disampaikan dipersidangan setelah dihubungkan satu sama lain, dihubungkan pula dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan, diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut.

1. Bahwa Perusahaan Umum PEGADAIAN memiliki 38 unit rumah dinas diatas tanah dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) Sertifikat No. 512 dengan luas tanah 10.450 M2 yang terletak di Desa/ Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

2. Bahwa rumah-rumah dinas tersebut diserahkan kepada para karyawan Perum Pegadaian untuk ditempati melalui Surat Penunjukan.


(1)

commit to user

dimana proses pemeriksaannya masih berjalan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sehingga demikian penuntutan terhadap terdakwa menempati dan atau menghuni rumah dinas pegadaian tersebut secara causalitas masih digantungkan kepada putusan yang bersifat tetap dari Peradilan Tata Usaha Negara. Sehingga karena penuntutan pidana terhadap terdakwa masih digantungkan kepada hasil pemeriksaan dan putusan yang bersifat tetap dari badan peradilan lain, maka penuntutan pidana dari penuntut umum terhadap terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO adalah terlalu cepat atau telalu dini ( Prematur ). Sehingga karenanya terhadap penuntutan pidana yang dinyatakan prematur, maka penuntutan pidana terhadap terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO haruslah dinyatakan tidak dapat diterima dan terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO harus dinyatakan lepas dari tuntutan hukum ( Ontslag van alle rechtsvervolging). Mencermati apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim tersebut, sesungguhnya bahwa pengajuan terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO dalam perkara ini seharusnya terhadap diri terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO baik sejak berstatus sebagai tersangka ( masih dalam tingkat penyidikan ), tingkat penuntutan, tingkat pemeriksaan di Pengadilan Negeri ( sebagai terdakwa ) adalah belum waktunya ( Prematur ) karena penuntutan pidana terhadap terdakwa masih digantungkan pada hasil pemeriksaan dari hasil yang bersifat tetap.


(2)

commit to user

BAB IV. PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka Penulis dapat merumuskan simpulan sebagai berikut :

Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam Menjatuhkan Putusan Berupa Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima Dalam Perkara Kepemilikan Rumah Dua Janda Pahlawan adalah :Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai dengan susunan dakwaan dalam bentuk alternatif ( pilihan ) Majelis Hakim telah mengambil sikap dakwaan yang dianggap lebih terbukti yaitu dakwaan pertama Pasal 12 ayat (1) Jo. Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang No. 4 Tahun 1992. Bahwa sesuai hasil pemeriksaan dipersidangan atas dasar fakta-fakta yang terungkap, Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan kesatu yaitu Pasal 12 ayat (1) Jo. Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 telah terpenuhi dan terbukti dalam perbuatan terdakwa.

Bahwa meskipun terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam pasal dakwaan primer, Majelis Hakim menyatakan dalam pertimbangan hukumnya dalam putusan perkara tersebut, terdakwa tidak dijatuhi pidana setimpal dengan perbuatannya karena penuntutan terhadap diri Ny. SOETARTI SOEKARNO secara causalitas masih digantungkan pada putusan yang bersifat tetap ( Inkracht van Gewisjde ) dari Badan Peradilan lain yaitu Peradilan Tata Usaha Negara dimana proses pemeriksaannya masih berjalan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia.


(3)

commit to user

pidana terhadap terdakwa tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima dan terdakwa Ny. SOETARTI SOEKARNO harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum ( Ontslag van alle rechtsvervolging ).

B. Saran-Saran

1. Hakim diharapkan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, maka dari itu pertimbangan Hakim dalam suatu putusan yang mengandung penghukuman terdakwa harus ditujukan terhadap hal-hal terbuktinya peristiwa pidana yang dituduhkan kepada terdakwa, sehingga dalam perkara ini, putusan Hakim sungguhlah sudah tepat meskipun perbuatan terdakwa memenuhi unsur dalam pasal dakwaan namun karena dalam perkara ini masih digantungkan pada putusan yang bersifat tetap, maka penuntutannya bersifat prematur. Oleh karena itu bagi setiap Hakim yang menangani perkara yang demikian haruslah berani menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima.


(4)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Darwan Prinst. 1998. Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Jakarta : Djambatan H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret

University Press

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising.

Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika

Lexi J Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta

M. Yahya Harahap. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.

Jakarta: Sinar Grafika

Oemar Seno Adjie. 1989. KUHAP Sekarang. Jakarta : Erlangga

Rd. Achmad S.Soemadipradja. 1981. Pokok-pokok Hukum acara Pidana

Indonesia. Bandung : Alumni


(5)

commit to user

Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana


(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS TENTANG AMAR PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YANG TIDAK JELAS

0 5 16

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN (Putusan Nomor: 1102/Pid.B/2008/PN.Jr)

0 5 17

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN (Putusan Nomor: 1102/Pid.B/2008/PN.Jr)

0 4 17

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA KARENA PENGADUAN KADALUARSA (Putusan Pengadilan Negeri Jember: 1140/PID.B/2008/PN.Jr)

0 4 16

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN OP TEGENSPRAAK BERUPA PENUNTUTAN TIDAK DAPAT DITERIMA KARENA TERDAKWA TIDAK DAPAT DIHADIRKAN KEMBALI DI PERSIDANGAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM (2)

0 12 68

KAJIAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENYATAKAN KASASI PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA

1 5 65

TINJAUAN TENTANG PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YANG MENYATAKAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA SERTA UPAYA HUKUMNYA DALAM PERKARA PENGANIAYAAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Wonosari Nomor: 103/Pid/2014/ PN Wno.).

0 0 11

STUDI NORMATIF PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM PENGADILAN NEGERI BLITAR YANG MEMUTUS TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STATUS PERKARATERDAKWA DALAM PERKARA PERUSAKAN BARANG (Studi Kasus dalam Putusan Nomor : 161/Pid.B/2010/PN.

0 0 1

10 Putusan Pidana (Format Penuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima) FINAL 17052013

0 0 3

PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM MENYATAKAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK DAPAT DITERIMA DAN PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS PERKARA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2846K/PID.SUS/2015) - UNS Institutional Repository

0 0 14