PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL Peningkatan Keaktifan Dan Kemampuan Komunikasi Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match (PTK Pada Siswa Kelas VIII G SMP Negeri

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
(PTK Pada Siswa Kelas VIII G SMP Negeri 3 Ngadirojo Wonogiri Tahun 2014/2015)

Naskah Publikasi

Diajukan Oleh :

RIYANA HARI RAHAYU
A 410 100 109

PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

PERSETUJUAN NASKAH PUBLIKASI
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH

(PTK Pada Siswa Kelas VIII G SMP Negeri 3 Ngadirojo Wonogiri Tahun 2014/2015)

Diajukan Oleh:

RIYANA HARI RAHAYU
A 410 100 109

Telah disetujui oleh:
Pembimbing

Rita P. Khotimah, S.Si, M.Sc
Tanggal Persetujuan :

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
(PTK Pada Siswa Kelas VIII G SMP Negeri 3 Ngadirojo Wonogiri Tahun 2014/2015)

Oleh :
Riyana Hari Rahayu1, Rita P. Khotimah2

1

Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UMS, riyanahari92@gmail.com
2

Staf Pengajar UMS Surakarta, rpamujiyanti@ums.ac.id

ABSTRAK
. Tujuan penelitian, untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan
komunikasi belajar matematika pada siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Ngadirojo
dengan model pembelajaran Make A Match. Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, catatan
lapangan, tes, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode alur
yaitu proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keaktifan dan kemampuan
komunikasi matematika, hal ini dapat dilihat dari: (1) siswa mampu mengerjakan
tugas dari kondisi awal 19,23% meningkat menjadi 84,61% (2) siswa mampu
menyelesaikan soal latihan dari kondisi awal 26,92% meningkat menjadi 73,07%.
(3) siswa mampu bekerjasama dalam kelompok menunjukkan peningkatan dari
kondisi awal 11,53% meningkat menjadi 76,92%. Dilihat dari beberapa indikator

kemampuan komunikasi belajar sebagai berikut : (1) siswa mampu menjawab
pertanyaan dari kondisi awal 19,23% meningkat menjadi 88,46% (2) siswa
mampu mengajukan pertanyaan dari kondisi awal 38,46% meningkat menjadi
80,76%. (3) siswa mampu mengemukakan ide matematika secara tertulis
menunjukkan peningkatan dari kondisi awal 26,92% meningkat menjadi 73,07%.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran make a match dapat meningkatkan
keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika pada siswa kelas VIIIG
SMP Negeri 3 Ngadirojo tahun ajaran 2014/2015.

Kata kunci : keaktifan; kemampuan komunikasi belajar; make a match

PENDAHULUAN
Pelajaran matematika sering menjadi momok bagi para siswa.
Kesulitan yang harus dihadapi dengan berbagai penggunaan logika dan rumus
dalam menyelesaikan soal merupakan kendala dan permasalahan besar.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran atau
media tertentu. Untuk itu proses komunikasi harus diciptakan dan diwujudkan
melalui kegiatan penyampaian pesan, tukar menukar pesan atau informasi dari
setiap pengajar kepada pembelajar, atau sebaliknya.

Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan
mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru di
dalam proses pembelajaran. Demikian pula berarti harus dapat diterapkan oleh
siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh
adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika
dibutuhkan. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran matematika
sangat penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya tujuan yang
diinginkan.
Setelah

peneliti

melakukan

observasi

pendahuluan,

kegiatan


pembelajaran yang terjadi di kelas VIIIG SMP Negeri 3 Ngadirojo
ditemukan permasalahan yaitu masih banyak siswa yang kurang aktif dalam
proses pembelajaran matematika. Berkaitan dengan keadaan tersebut
ditemukan keragaman masalah tentang keaktifan siswa kelas VIIIG SMP
Negeri 3 Ngadirojo antara lain (1) siswa mampu mengerjakan tugas dari

kondisi awal 19,23% (2)

siswa mampu menyelesaikan soal latihan dari

kondisi awal 26,92% (3) siswa mampu bekerjasama menunjukkan
peningkatan dari kondisi awal 11,53%. Dilihat dari beberapa masalah
kemampuan komunikasi belajar sebagai berikut : (1) siswa mampu menjawab
pertanyaan dari kondisi awal 19,23% (2)

siswa mampu mengajukan

pertanyaan dari kondisi awal 38,46% (3) siswa mampu mengemukakan ide
matematika secara tertulis menunjukkan peningkatan dari kondisi awal
26,92%. Akar penyebab dari rendahnya keaktifan dan kemampuan

komunikasi belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebabnya bisa berasal dari
guru, siswa, lingkungan, dan atau sarana prasarana (model pembelajaran).
Dominasi guru dalam kelas menyebabkan siswa menjadi pasif karena siswa
kurang dapat mengemukakan pendapat bahkan malu untuk menanyakan
materi yang belum difahaminya. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat
berakibat pada rendahnya keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar
matematika siswa. Strategi pembelajaran sangat penting digunakan oleh guru
dalam mengajar karena dapat meningkatkan keeaktifan dan kemampuan
komunikasi belajar matematika siswa.
Gambaran permasalahan di atas menunjukkan bahwa pengajaran
matematika disekolah perlu diperbaiki guna meningkatkan keaktifan dan
kemampuan komunikasi belajar matematika siswa terhadap pelajaran
matematika. Tugas seorang guru tidak hanya mengajarkan materi pelajaran
saja, tetapi guru harus dapat menciptakan keaktifan dan kemampuan

komunikasi belajar kepada siswa dan diharapkan pengetahuan itu dapat
bertahan lama dalam ingatan siswa. Untuk mengantisipasi permasalahan
tersebut, dalam pembelajaran matematika harus digunakan variasi model
pembelajaran yang sesuai. Salah satu model pembelajaran yang dianggap

sesuai yaitu penerapan make a match.
Make

a

match

merupakan

model

pembelajaran

yang

sangat

menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan
sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun bisa tetap diajarkan dengan
metode pembelajaran ini dengan catatan, siswa diberi tugas mempelajari

topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas
mereka sudah memiliki bekal pengetahuan (Hisyam Z, dkk. 2007: 69).
Melalui penerapan ini siswa diharapkan meningkatkan keaktifan dan
kemampuan komunikasi belajar matematikanya. Oleh karena itu, siswa lebih
mudah dalam menyelesaikan berbagai macam soal matematika.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti melakukan penelitian
tindakan kelas dengan menggunakan penerapan make a match, dan
diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan komunikasi
belajar matematika.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan di kelas VIIIG SMP Negeri 3
Ngadirojo tahun ajaran 2014/2015. Subjek penelitian 26 siswa yang terdiri

dari 12 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan
pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 pada bulan November 2014.
Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data pada
penelitian ini adalah observasi, tes, catatan lapangan, dokumentasi dan
wawancara. Validitas dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data yang
meliputi triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi pengamat.

Triangulasi sumber data yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan
data hasil wawancara. Triangulasi metode yaitu mengumpulkan data yang
sejenis dengan menggunakan lembar observasi. Sedangkan untuk triangulasi
pengamat yaitu adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini mempunyai
harapan agar terjadi adanya perubahan yang lebih baik dalam pembelajaran
matematika. Adapun indikator-indikator yang yang dicapai sebagai bentuk
keberhasilan penelitian tindakan kelas ini yaitu, indikator keaktifan : (1) siswa
mampu mengerjakan tugas 19,23% (2) siswa mampu menyelesaikan soal
latihan 26,92% (3) siswa mampu bekerjasama dalam kelompok 11,53%.
Dilihat dari beberapa indikator kemampuan komunikasi belajar sebagai
berikut : (1) siswa mampu menjawab pertanyaan 19,23% (2) siswa mampu
mengajukan pertanyaan 38,46% (3)

siswa mampu mengemukakan ide

matematika secara tertulis 26,92%.
Prosedur penelitian tindakan kelas yang diterapkan berupa tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan


refleksi. Secara umum

pelaksanaan dilaksanakan dalam dua siklus. Pada perencanaan tindakan

dilakukan pengkajian silabus, pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran,
media, menyusun lembar pengamatan, dan lembar evaluasi. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan pada setiap pertemuan adalah kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat dijelaskan sebagai
berikut, pada kondisi awal sebelum tindakan dilakukan, indikator keaktifan
siswa yaitu: (1) siswa mampu mengerjakan tugas 19,23%, (2) siswa mampu
menyelesaikan soal latihan 26,92%, (3) siswa mampu bekerjasama dalam
kelompok 11,53%. Dilihat dari beberapa indikator kemampuan komunikasi
belajar yaitu : (1) siswa mampu menjawab pertanyaan 19,23%, (2) siswa
mampu mengajukan pertanyaan 38,46%, (3) siswa mampu mengemukakan
ide matematika secara tertulis 26,92%.
Presentase ini menunjukkan bahwa siswa masih rendahnya keaktifan
dan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa. Berdasarkan tindakan
kelas siklus I, keaktifan siswa meningkat dengan indikator siswa mampu

mengerjakan tugas 46,15%, siswa mampu menyelesaikan soal latihan
53,84%, siswa mampu bekerjasama dalam kelompok 38,46%. Dilihat dari
beberapa indikator kemampuan komunikasi belajar yaitu siswa mampu
menjawab pertanyaan 42,30%, siswa mampu mengajukan pertanyaan
53,84%, siswa mampu mengemukakan ide matematika secara tertulis
34,61%.
Hal ini dapat dikatakan meningkat dikarenakan adanya penerapan
model pembelajaran make a match dalam proses pembelajaran, sehingga
siswa cenderung lebih aktif dan memiliki kemampuan komunikasi belajar
matematika yang lebih baik. Akan tetapi, peningkatan pada siklus I belum
sesuai dengan indikator pencapaian sehingga diadakannya siklus II untuk
mencapai indikator pencapaian.
Pada siklus II didapatkan hasil dengan indikator siswa mampu
mengerjakan tugas 84,61%, siswa mampu memecahkan soal latihan 73,07%,
siswa mampu mengajukan pertanyaan 76,92%. Dilihat dari beberapa

indikator kemampuan komunikasi belajar yaitu siswa mampu menjawab
pertanyaan 88,46%, siswa mampu bekerjasama dalam kelompok 80,76%,
siswa mampu mengemukakan ide matematika secara tertulis 73,07%.
Hal ini dapat dikatakan proses pembelajaran yang berlangsung di
kelas dengan siklus II mengalami peningkatan yang signifikan, sehingga pada
siklus II dapat dikatakan berhasil karena sudah mencapai indikator
pencapaian.
Hasil peningkatan keaktifan di atas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Indikator

Tabel 1
Data Peningkatan Keaktifan Siswa
Sebelum tindakan
Siklus I

Siswa

Siklus II

5 siswa

12 siswa

22 siswa

(19,23%)

(46,15%)

( 84,61%)

Siswa menyelesaikan

7 siswa

14 siswa

19 siswa

soal latihan dengan benar

(26,92%)

(53,84%)

(73,07%)

mengerjakan tugas

Siswa bekerjasama
dalam kelompok

10 siswa

14 siswa

21 siswa

(38,46%)

(53,84%)

( 80,76%)

Hasil peningkatan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa
di atas dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2
Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Belajar Matematika Siswa
Indikator
Sebelum tindakan
Siklus I
Siklus II

Siswa menjawab

5 siswa

11 siswa

23 siswa

pertanyaan

(19,23%)

(42,30%)

(88,46%)

Siswa mengajukan

3 siswa

10 siswa

20 siswa

pertanyaan

(11,53%)

(38,46%)

(76,92%)

Siswa mengemukakan

7 siswa

9 siswa

19 siswa

(34,61%)

(73,07%)

ide matematika

(26,92%)

secara tertulis

Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa keaktifan
dan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa dengan berbagai
indikator dapat dikatakan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
terjadi karena siswa semakin lama semakin terbiasa dalam penerapan make a
match pada saat pembelajaran di kelas. Pada siklus II siswa yang aktif
mengalami peningkatan dikarenakan siswa merasa lebih menyenangkan
dengan adanya penerapan model pembelajaran yang baru ini.

Adapun grafik peningkatan keaktifan dengan beberapa indikator pada
pembelajaran matematika dari sebelum tindakan sampai tindakan kelas siklus
II dapat digambarkan pada gambar grafik 3 berikut :
Banyak Siswa

25
20

Mengerjakan
Tugas

15
10

Menyelesaikan
Soal Latihan
dengan Benar

5
0
Kondisi Siklus I Siklus
Awal
II
Indikator Keaktifan

Bekerjasama
dalam Kelompok

Gambar 3
Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa Melalui Model
Pembelajaran Make a Match

Adapun

grafik

peningkatan

kemampuan

komunikasi

belajar

matematika siswa dengan beberapa indikator pada pembelajaran matematika
dari sebelum tindakan sampai tindakan kelas siklus II dapat digambarkan
pada gambar grafik 4 berikut :

Banyak Siswa

25
20
15
10
5

Menjawab
Pertanyaan
Mengajukan
Pertanyaan

0
Kondisi Siklus I Siklus
Mengemukakan
Awal
II
Ide Matematika
Secara Tertulis
Indikator kemampuan Komunikasi Belajar
Matematika

Gambar 4
Grafik Peningkatan Kemampuan Komunikasi Belajar Matematika Siswa
Melalui Model Pembelajaran Make a Match

Pada kondisi awal sebelum tindakan dilakukan, siswa yang
mengerjakan tugas dari guru sebanyak 5 siswa (19,23%). Dalam hal ini, siswa
masih banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas dari guru, karena siswa
kurang percaya diri dengan jawabannya, selain itu guru kurang memberi
motivasi kepada siswa agar bisa secara mandiri mengerjakan tugas mereka
masing-masing. Berdasarkan tindakan siklus I, siswa yang mampu
mengerjakan tugas mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 12 siswa
(46,15%), hal ini di dorong adanya penerapan model pembelajaran make a
match

pada proses pembelajaran. Dapat dilihat bahwasannya dalam

penerapan model pembelajaran ini keaktifan dan kemampuan komunikasi
belajar matematika siswa dapat meningkat, akan tetapi belum sesuai dengan
indikator pencapaian. Pada tindakan siklus II, siswa yang mampu
mengerjakan tugas dari guru dengan benar sebanyak 23 siswa (84,61%).
Peningkatan yang signifikan ini, dapat diketahui bahwasanya penerapan
model pembelajaran make a match telah berhasil diterapkan pada siswa.
Pada kondisi awal sebelum tindakan dilakukan, siswa yang
menyelesaikan soal latihan dengan benar sebanyak 7 siswa (26,92%). Pada
saat siswa diberi soal mandiri hanya beberapa saja siswa yang nilainya
mencapai KKM (≥75), disebabkan karena siswa kurang konsentrasi dan
masih banyak siswa yang menghabiskan waktu dengan melihat pekerjaan
teman yang lain dan tidak fokus dengan soalnya masing-masing. Berdasarkan
tindakan siklus I, siswa yang mampu menyelesaikan soal latihan secara benar
mengalami peningkatan yaitu sebanyak 14 siswa (53,84%), dengan adanya

penerapan model pembelajaran make a match siswa dapat dikatakan
mengalami peningkatan pada indikator menyelesaikan soal latihan dengan
benar. Pada siklus II, siswa yang mampu menyelesaikan soal latihan dengan
benar sebanyak 19 siswa (73,07%). Pada indikator mampu menyelesaikan
soal latihan dengan benar dapat dikatakan mengalami peningkatan yang
signifikan dengan adanya penerapan model pembelajaran make a match.
Pada kondisi awal sebelum tindakan, siswa yang mampu bekerjasama
dalam kelompok sebanyak 10 siswa (38,46%). Kekompakan dalam
menyelesaikan masalah di dalam kelompok bukanlah hal yang mudah, karena
siswa harus saling bekerjasama untuk menyelesaikan berbagai masalah yang
diberikan guru untuk dipecahkan bersama anggota kelompoknya, siswa juga
dituntut untuk bisa saling memberi masukan satu sama lain dan tidak boleh
egois. Berdasarkan tindakan siklus I , siswa yang mampu bekerjasama dalam
kelompok sebanyak 14 siswa (53.84%), pada siklus I ini siswa masih
cenderung individual dan masih malu untuk saling mengkomunikasikan
pendapat mereka satu sama lain. Guru dengan peneliti juga harus memotivasi
siswa pada siklus II untuk meningkatkan keaktifan pada indikator siswa
bekerjasama dalam kelompok. Pada siklus II, siswa yang mampu bekerjasama
dalam kelompok sebanyak 21 siswa (80,76%). Hal ini terlihat jelas dengan
adanya penerapan model pembelajaran make a match ini dapat meningkatkan
keaktifan siswa dengan indikator siswa bekerjasama dalam kelompok.
Pada kondisi awal sebelum tindakan, siswa yang mampu menjawab
pertanyaan sebanyak 5 siswa (19,23%). Keberanian dalam menjawab

pertanyaan dari guru tiap siswa berbeda beda, siswa yang aktif akan
terpancing saat guru memberi pertanyaan, tapi untuk siswa yang pasif mereka
akan cenderung diam dan tidak mau bersaing, dalam hal ini guru menekankan
agar semua siswa tanpa terkecuali bisa saling bersaing dan berani dalam
setiap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Berdasarkan tindakan
siklus I , siswa yang menjawab pertanyaan sebanyak 11 siswa (42,30%), pada
siklus I ini siswa yang aktif masih mendominasi saat pembelajaran
berlangsung sedangkan siswa yang lain cenderung diam saja. Guru dengan
peneliti juga harus memotivasi siswa pada siklus II untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi belajar siswa pada indikator menjawab pertanyaan.
Pada siklus II, siswa yang mampu menjawab pertanyaan sebanyak 23 siswa
(88,46%). Hal ini terlihat jelas dengan adanya penerapan model pembelajaran
make a match ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi belajar
matematika siswa dengan indikator siswa menjawab pertanyaan.
Pada kondisi awal sebelum tindakan, siswa yang mampu mengajukan
pertanyaan sebanyak 3 siswa (11,53%). Keberanian dalam mengajukan
pertanyaan atau pendapat setiap siswa berbeda beda, terlihat saat mereka
diberi permasalahan untuk diselesaikan, kemampuan mereka untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang belum mereka ketahui juga sangat
penting karena guru akan mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
Berdasarkan tindakan siklus I , siswa yang mengajukan pertanyaan sebanyak
10 siswa (38,46%), pada siklus I ini siswa masih banyak yang malu-malu dan
tidak mau mengeluarkan pendapat mereka sehingga suasana pembelajaran

kurang hidup. Guru dengan peneliti juga harus memotivasi siswa pada siklus
II untuk meningkatkan kemampuan komunikasi belajar siswa pada indikator
mengajukan pertanyaan. Pada siklus II, siswa yang mampu menjawab
pertanyaan sebanyak 20 siswa (76,92%). Hal ini terlihat jelas dengan adanya
penerapan model pembelajaran make a match ini dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi belajar matematika siswa dengan indikator siswa
mengajukan pertanyaan.
Pada

kondisi

awal

sebelum

tindakan,

siswa

yang

mampu

mengemukakan ide matematika secara tertulis sebanyak 7 siswa (26,92%).
Kemampuan mengemukakan ide matematika secara tertulis merupakan hal
yang tidak mudah, siswa harus memiliki ketrampilan dan kreatifitas yang
tinggi dimana mereka akan memunculkan ide-ide baru guna memudahkan
pembelajaran matematika. Berdasarkan tindakan siklus I , siswa yang
mengemukakan ide matematika secara tertulis sebanyak 7 siswa (26,92%),
pada siklus I ini siswa masih kurang aktif dalam mengemukakan ide
matematika mereka. Guru dengan peneliti juga harus memotivasi siswa pada
siklus II untuk meningkatkan kemampuan komunikasi belajar siswa pada
indikator menjawab pertanyaan. Pada siklus II, siswa yang mampu
mengemukakan ide matematika secara tertulis sebanyak 19 siswa (73,07%).
Hal ini terlihat jelas dengan adanya penerapan model pembelajaran make a
match ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi belajar matematika
siswa dengan indikator siswa mengemukakan ide matematika secara tertulis.

Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan dan kemempuan komunikasi
belajar matematika siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
didukung oleh penelitian Rika Awara Murti (2010) menyimpulkan bahwa
penerapan metode Quantum Teaching dan Quantum Learning dapat
meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran matematika. Dalam hal ini
model pembelajaran yang digunakan berbeda, tetapi indikator keaktifan yang
digunakan sama yaitu, (1) mengerjakan tugas, (2) menyelesaikan soal latihan
dengan benar, (3) bekerjasama dalam kelompok.
Karly W. Kosko & Jesse L. M. Wilkins (2010) menyimpulkan bahwa
sifat hubungan antara komunikasi matematika dan penggunaan manipulaitif
masih tetap, hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi praktis untuk
mengajar matematika.
Kathleen Kostos and Eul Kyung Shin (2010) menjelaskan bahwa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jurnal matematika mempunyai
pengaruh positif dari kemampuan komunikasi matematika dan penggunaan
kosa kata matematika.
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pembanding adalah
penelitian yang dilakukan oleh Intan Ratnafuri Hardiyanti (2011) tentang
peningkatan

kedisiplinan

dan

kemampuan

komunikasi

pembelajaran

matematika sedangkan pendekatannya menggunakan College Ball. Dengan
demikian, perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada
pendekatan pembelajaran yang digunakan. Sedangkan persamaannya terletak

pada hasil penelitian yang dicapai yaitu terdapat peningkatan kemampuan
komunikasi belajar matematika dari tiap siklus.
Kadir

Tiya,

dkk

(2012)

menyimpulkan

bahwa

kemampuan

komunikasi matematika siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah
lebih tinggi

hasil belajarnya daripada

hasil belajar siswa yang melalui

kemampuan komunikasi matematika siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional.
Nunun Elida (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan
pembelajaran kooperatif Think Talk Write.

SIMPULAN
Penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan
keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa. Hal tersebut
dapat dilihat dari tercapainya indikator-indikator keaktifan sebagai berikut :
1) siswa mengerjakan tugas dari 19,23% sebelum tindakan menjadi 84,61%
pada akhir tindakan, 2) siswa menyelesaikan soal latihan dengan benar dari
26,92% sebelum tindakan menjadi 73,07% pada akhir tindakan, 3) siswa
bekerjasama dalam kelompok dari 38,46% sebelum tindakan menjadi 80,76%
pada akhir

tindakan, dan

indikator kemampuan komunikasi belajar

matematika siswa sebagai berikut : 1) siswa menjawab pertanyaan dari
19,23% sebelum tindakan menjadi 88,46% pada akhir tindakan, 2) siswa
mengajukan pertanyaan dari 11,53% sebelum tindakan menjadi 76,92% pada

akhir tindakan, 3) siswa mengemukakan ide matematika secara tertulis dari
26,92% sebelum tindakan menjadi 73,07% pada akhir tindakan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hendaknya kepala
sekolah menindak lanjuti penerapan model pembelajaran make a match dan
menganjurkan kepada guru

matematika untuk menerapkan model

pembelajaran tersebut dalam kegiatan

pembelajaran. Guru matematika

hendaknya menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam
pembelajaran matematika sebagai alternatifnya dengan menerapkan model
pembelajaran make a match untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan
komunikasi

belajar

matematika

siswa.

Melalui

penerapan

model

pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih menarik dan
menyenangkan sehingga siswa lebih termotivasi dalam proses pembelajaran
di kelas dan dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan komunikasi
belajar matematika siswa. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat
menerapkan

model

pembelajaran

make

a

match

untuk

mengatasi

permasalahan lain yang muncul dalam pembelajaran matematika dan
menerapkan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan keaktiafan
dan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa sehingga selanjutnya
dapat membandingkan hasilnya dengan make a match.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aunurrahman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Bandung.
Baca, Arief S, dkk.1990. Media Pembelajaran. Jakarta: CV. Rajawali.
Dosen, TIM FIP-IKIP Yogyakarta. 1992. Bacaan Wajib MediaPembelajaran,
Diktat.Yogyakarta.
Electronic Journal of Mathematics Education, 5 (2), 79-90
Elida, N. 2012. Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah
Pertama melalui Pembelajaran Think Talk Write (TTW). Jurnal Infinity.
Vol. 1 No. 2.
Hardiyanti, Intan Ratnafuri. 2011. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika
Melalui Strategi Pembelajaran College Ball bagi Siswa Kelas III Semester
Genap SD Negeri Banyuagung 2 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011.
Surakarta : Skripsi UMS (Tidak Diterbitkan)
Hopkins, David. 2011. Panduan Guru PenelitianTindakan Kelas a Teachers's Guide
Classroom Research. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Kosko, Karl W. and Wilkins, Jesse L. M. 2010. “Mathematical Communication and
Its Relation to the Frequency of Manipulative Use”. Journal International
Kostos, Katheleen and Eul Kyung Shin. 2010. “Using Math Journals to Enchance
Second Graders’ Communication of Mathematical Thinking”. Early
Chilhoos Education Journal. Springer Science+Bussines Media, LLC.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2011. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Murti, Rika Awara. 2010. UpayaPeningkatan Keaktifan Belajar Matematika dengan
Menggunakan Metode Quantum Teaching dan Quantum Learning pada
Siswa Kelas VII SMP N 2 Jaten Karanganyar Tahun Ajaran 2009 / 2010.
Surakarta : Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ristanto. 2012. Peningkatan Kedisiplinan dan Kemampuan Komunikasi dalam
Pembelajaran Matematika melalui Strategi Aktif College Ball. Surakarta
:Skripsi Universitas MuhammadiyahSurakarta

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Bandung :
Laksbang Mediatama.
Sanaky, Hujair A.H. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta : Safiria Insani Press.
Siregar, Sofyan. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers.
Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Susilo, Herawati, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas sebagai Sarana
pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang :
Bayumedia Publisihing.
Sutama. 2010. Penelitian Tindakan Teori dan Praktek dalam PTK, PTS, dan
PTBK. Surakarta: Citra Mandiri Utama.
Tiya, Kadir dkk. 2012. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
terhadap Hasil Belajar melalui Kemampuan Komunikasi Matematika
Siswa”. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 3 no 2 2012
Zaini, Hisyam, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

0 7 205

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

1 21 58

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Metro TP 2013/2014)

0 7 51

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas 3 SD Negeri Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajara

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas 3 SD Negeri Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajara

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas 3 SD Negeri Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajara

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas 3 SD Negeri Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajara

0 0 55

Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Pada Siswa Kelas IX.6 di SMP Negeri 13 Pekanbaru

0 0 13

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ( Cooperative Integrated Reading and Composition ) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Bengkalis

0 0 6