Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang)

Skripsi

Diajukan untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Oleh:

Tri Wahyuni Putri NIM: 108018300008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan aktivitas belajar matematika siswa melalui model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation. Penelitian dilaksanakan di SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang Tahun Ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas, wawancara, dan tes.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model Pembelajaran Kooperati tipe Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa. Peningkatan aktivitas belajar matematika siswa terlihat dari persentase pada siklus I sebesar 62%, yaitu meliputi aktivitas visual 66%, aktivitas menulis 64%, aktivitas oral 60% aktivitas mental 56%, dan aktivitas emosional 70%. Pada siklus II meningkat menjadi 76% yang meliputi aktivitas visual 76,67%, aktivitas menulis 73,33%, aktivitas oral 76,67%, aktivitas mental 73,33%, dan aktivitas emosional 80%.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation, aktivitas belajar matematika.


(6)

ii

Tarbiyah Science and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The purpose of this research is to analyze the increasing of students mathematics learning activity through Cooperative Learning Model of Group Investigation Type. This research was conducted at SDN West Kebayoran Lama 10 Evening in academic Year 2013/2014. The methods used in this research in Class Action Research which consists of four stages of planning, implementation, observation, and reflection. The research instrument used is the observation sheet activities, interviews, and tests.

Research result revealed that the application of Cooperative Learning Models of Group Investigation type can improve students mathematics learning activities. The increase in student mathematics learning activity seen from the percentage in first cycle by 62% which includes 66% of visual activity, 64% of writing activity, 60% of oral activity, 56% of mental activity and 70% of emotional activity. In the second cycle increased to 76% which includes 76,67% of visual activity, 73,33% of writing activity, 76,67% of oral activity, 73,33% of mental activity, and 80% of emotional activity.

Keywords: Cooperative Learning of Group Investigation Type, mathematics learning activities.


(7)

iii

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, serta umatnya hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Madrasah Ibtidiyah pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidatullah Jakarta. Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan, dukungan dan doa dari berbagai pihak sangat membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Khalimi, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan pengarahan dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran dan perhatian yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Dra. Sururin M.Ag selaku dosen pembimbing akademik. Terima Kasih atas bimbingan dan motivasi yang Ibu berikan selama ini, mulai dari awal kuliah hingga sampai saat ini.

5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.


(8)

iv

dibutuhkan.

7. Kepala sekolah SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang Bapak H. Muh. Sadelih, S.Pd beserta guru stafnya yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam proses penelitian skripsi ini.

8. Teristimewa untuk kedua orang tua ayahanda (Jamal Neto) dan ibunda (Tamimah) tercinta yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang, dan memberikan dukungan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak-kakakku (Yeni Auliawati dan Fatwa Arifah) dan adikku (M. Khafid) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10.Sahabat-sahabat terbaikku Khusnul Khotimah, Amalina Mahmudah, Nurlaelah, Anna Yuliana serta sahabt-sahabtku tercinta KOBE 08, dan teman-teman seperjuangan Jurusan PGMI angkatan 2008, terima kasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan, kasih sayang, semangat, canda tawa, dan perhatian kepada penulis

Serta semua pihak dan para motivator yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, semoga bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datanganya Ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, Juni 2015 Penulis


(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFATAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori... 7

1. Aktivitas Belajar Matematika ... 7

a. Pengertian Belajar ... 7

b. Pengertian Matematika... 9

c. Aktivitas Belajar Matematika ... 11

d. Jenis-jenis Aktivitas Belajar Matematika ... 13

2. Hasil Belajar Matematika ... 14

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 16

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 18


(10)

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

B. Metode dan Desain Penelitian ... 28

C. Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian ... 30

D. Peran dan Posisi dalam Penelitian ... 30

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 31

F. Indikator Keberhasilan Kinerja ... 31

G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 32

H. Data dan Sumber Data... 32

I. Instrumen Penelitia ... 33

J. Teknik Pengumpulan Data ... 34

K. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi 34 L. Analisis Data ... 36

M. Tindak Lanjut dan Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 36

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian... 39

B. Pemeriksaan Keabsahan Data... 62

C. Analisis Data ... 63

D. Pembahsan Penemuan Penelitian ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(11)

vii

Tabel 4.2 : Hasil Belajar Matematika Siklus I ... 54

Tabel 4.3 : Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Pada Pembelajaran Siklus II ... 59

Tabel 4.4 : Hasil Belajar Matematika Siklus II ... 61

Tabel 4.5 : Rekapitulasi persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa ... 63


(12)

viii

Gambar 4.3 : Kegiatan Tes Akhir Siklus I ... 54 Gambar 4.4 : Kegiatan Tes Akhir Siklus II... 62


(13)

ix

Diagram 4.2 : Persentase Aktivitas Siswa Siklus I dan II ... 65 Diagram 4.3 : Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I dan II ... 67


(14)

(15)

xi

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa (LKS)………109

Lampiran 4 : Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I sebelum Uji Validitas………..133

Lampiran 5 : Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I sebelum Uji Validitas……….134

Lampiran 6 : Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II sebelum Uji Validitas……….138

Lampiran 7 : Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II sebelum Uji Validitas……….139

Lampiran 8 : Lembar Wawancara dengan Guru Pra Penelitian………..143

Lampiran 9 : Lembar Wawancara dengan Siswa Pra Penelitian…………...144

Lampiran 10 : Lembar Wawancara dengan Guru setelah Penelitian………...145

Lampiran 11 : Lembar Wawancara dengan Siswa setelah Penelitian…………146

Lampiran 12 : Perhitungan Validitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I………147

Lampiran 13 : Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I setelah Uji Validitas………148

Lampiran 14 : Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I setelah Uji Validitas……….……….149

Lampiran 15 : Perhitungan Validitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II..………153

Lampiran 16 : Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II setelah Uji Validitas………154

Lampiran 17 : Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II setelah Uji Validitas……….155


(16)

xii

Siswa……….166

Lampiran 21 : Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I………..170

Lampiran 22 : Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus II………..171

Lampiran 23 : Distribusi Frejuensi Hasil Belajar Siklus I………172

Lampiran 24 : Distribusi Frejuensi Hasil Belajar Siklus II………...174

Lampiran 25 : Hasil Wawancara dengan Guru Pra Penelitian………..176

Lampiran 26 : Hasil Wawancara dengan Siswa Pra Penelitian……….178

Lampiran 27 : Hasil Wawancara dengan Guru setelah Penelitian……….180


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, aktivitas belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses aktivitas belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku baik potensial maupun aktual yang bersifat relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Sedangkan kegiatan pembelajaran adalah kegiatan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran siswa dituntut keaktifannya. Aktif yang dimaksud adalah siswa aktif bertanya, mempertanyakan, mengemukakan gagasan dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena belajar memang merupakan suatu proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuannya. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.2

1Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional

, (Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2008), hal. 8

2

Joko Sulianto, Ryky Manadar Sary, Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Kreatifitas Siswa pada materi Matematika di Sekolah Dasar dengan Pembelajaran Pemecahan masalah,


(18)

Proses belajar membutuhkan aktivitas karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Dalam pembelajaran, yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah siswa, sedang guru memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh siswa.

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Mengingat betapa pentingnya pembelajaran matematika, maka cara untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika di Sekolah Dasar adalah dengan menggunakan kurikulum, penguasaan materi, strategi mengajar, penggunaan model pembelajaran, penggunaan metode dan media yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan. Pelajaran matematika harus dikuasai oleh anak sejak dari SD, sehingga anak terampil dan dapat menggunakan atau menerapkan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dari uraian tersebut secara nyata menunjukkan bahwa mata pelajaran Matematika sangat penting dan bermanfaat bagi peserta didik ke depan. Sehingga diharapkan pembelajaran di sekolah dapat membantu peserta didik untuk bepikir kritis dan dapat mengambil keputusan secara rasional. Pembelajaran matematika diharapkan menggunakan model pembelajaran yang sesuai atau mudah diterima oleh siswa agar aktivitas belajar meningkat dan tidak membuat siswa jenuh. Guru


(19)

dikatakan berhasil dalam mengajar bila ada peningkatan dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.3

Pembelajaran matematika perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. Disamping itu juga agar pembelajaran matematika terutama untuk kelas V tidak membosankan dan monoton maka diperlukan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dan terarah.

Langkah-langkah tersebut memrlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu adanya model pembelajaran yang melinatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun model yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.4 Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesame anggota kelompok untuk belajar.

Dalam proses pembelajaran para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi dan berdiskusi memecahkan masalah.

Dari hasil observasi awal di SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang kelas V, mengalami permasalah dalam proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika. Pra penelitian diawali dengan melakukan observasi di kelas selama kurang lebih seminggu. Setiap melakukan pengamatan selalu

3

Siti Hanisah, dkk, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation Dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika, (Universitas Sebelas Maret, 2013), h. 1-2

4

Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010), Cet ke-1, h.203


(20)

ditemukan masalah yang sama, yaitu persiapan siswa yang sangat kurang dalam menerima pelajaran, aktivitas siswa masih belum Nampak pada saat pembelajaran dan masih banyak siswa mendapatkan nilai dibawah KKM.

Masalah di atas ternyata terjadi pada setiap kelas, hal ini sesuai dengan pernyataan guru kelas V yang dibenarkan dengan guru-guru lain yaitu untuk pelajaran matematika jangan dilihat hasilnya terlebih dahulu tapi motovasi siswa di sini untuk mengikuti pelajaran matematika sangat rendah.

Kecenderungan menggunakan metode ceramah di depan kelas masih mendominasi strategi pembelajaran yang dipergunakan. Hal ini disebabkan karena ceramah dirasa sangat praktis, mudah dilaksanakan oleh guru dan dapat menyampaikan materi ajar yang jumlahnya cukup banyak. Guru tidak peduli bahwa dengan ceramah, siswa akan memperoleh pengetahuan yang sifatnya hafalan (knowledge), mudah dilupakan, pasif, dan aktivitasnya rendah. Guru sering mengatakan, “ paham atau tidak itu urusan dan tanggung jawab siswa”.

Rendahnya respon / aktivitas siswa dalam proses pembelajaran antara lain disebabkan oleh proses pembelajaran yang bersifat reseptif yaitu guru banyak ceramah, guru kurang melatih mengembangkan potensi bertanya, semangat belajar rendah, tidak tahu manfaat belajar. Penggunaan metode ceramah dalam proses pembelajaran, akan melahirkan siswa yang lemah, pasif, duduk, dengar, dan catat. Nilai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan duduk, dengar, dan catat bersifat mudah dilupakan. Untuk mengatasi permasalahan ini ditawarkan penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

Group investigation adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 2 sampai 6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok.5 Pembelajaran kooperatif tipe group

5

Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Cet ke-3, h.220


(21)

investigation adalah salah satu model pembelajaran yang mudah diterapkan karena melibatkan aktivitas seluruh siswa.

Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Berdasarkan masalah tersebut, peneliti memberikan alternatif untuk menjadikan pembelajaran matematika di kelas V menjadi suatu pembelajaran yang menarik perhatian siswa dan siswa dapat mengetahui dengan jelas makna dari pembelajaran matematika tersebut.

Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu, peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul: “Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajran Kooperatif Tipe GI (Grouop Investigation)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut, yaitu:

1. Orientasi pembelajaran masih berpusat pada guru

2. Rendahnya aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika

3. Penggunaan metode dan strategi pembelajaran matematika belum maksimal karena masih bersifat konvensional.

4. Pasifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika.


(22)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada peningkatan aktivitas belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

D. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian tindakan ini adalah:

1. Bagaimana peningkatan aktivitas belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

b. Meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:

a. Bagi sekolah, melalui penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang baik bagi sekolah dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika.

b. Bagi guru, menambah alternatif dalam menggunakan model dan strategi pembelajaran di kleas yang selama ini masih menggunakan proses pembelajaran yang konvensional menjadi proses yang menyenangkan yang dapat meningkatkan hasil belajar yang maksimal. c. Bagi siswa, melalui penelitian ini siswa dapat menggunakan model


(23)

pembelajaran, sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar matematikanya.

d. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang berminat meneliti kembali mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar matematika siswa atau penelitian yang terkait dengan itu.


(24)

8 1. Aktivitas Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Belajar dalam kacamata psikologi dan dunia pendidikan dapat dijelaskan dan didefinisikan dengan beragam cara oleh kalangan psikolog. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai tindakan dan perilaku manusia yang kompleks yang hanya dialami oleh manusia itu sendiri.

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku. Perubahan kearah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain baik dalam bidang keterampilan, kebiasaan, sikap, dan lain sebagainya. Belajar juga merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Satu pertanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tesebut baik perubahan yang bersifat kognitif dan psikomotor maupun yang menyangkut afektif.1

Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang sudah ada. Adapun struktur kognitif ialah fajta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Sudjana (1996) berpendapat, belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan

1

Haroan Sirega, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa Kelas X-1 SMAN 1 Tanjung Pura Pada Pelajaran Kimia, (Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, no. 1, Juni 2013), h. 42


(25)

sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar. Sedangkan menurut John Dewey, belajar merupakan bagian interaksi manusia dengan lingkungannya.

Hamalik (2003) menyajikan dua definisi yang umum tentang belajar, yaitu:

1) Belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.

2) Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.2

Sejalan dengan pendapat di atas menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3 Lebih jauh Slameto memberikan ciri-ciri tentang perubahan tingkah laku yang terjadi dalam belajar, yaitu perubahan terjadi secara sadar; bersifat kontinu dan fungsional; bersifat positif dan aktif; bukan bersifat sementara; bertujuan dan terarah; dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dengan demikian, tidak semua perubahan perilaku adalah belajar dan tidak selalu menghasilkan perbaikan ditinjau dari nilai-nilai sosial. Perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk belajar.

Berdasarkan teori-teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi yang

2

Asep Jihad, Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), h.2

3

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.2


(26)

terjadi dalam diri manusia sehingga tingkah laku, sikap, pemahaman, kecakapan, kebiasaan, serta kepandaiannya berkembang dengan hasil dari praktik atau pengalaman tertentu dalam interaksi dengan lingkungannya.

b. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematika yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematika berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengn berpikir. Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.4

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelsaian masalah mengenai bilangan.”5

Menurut beberapa ahli mengungkapkan, “James dan James

mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berhubungan satu dengan

yang lainnya”. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu

aljabar, analisis dan geometri. Johnson dan Rising juga berpendapat, matematika adalah pola mengorganisasika, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang

4

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h.3

5

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.723


(27)

didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahas simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keteraturan dan keharmonisannya.6

Menurut Jhonson & Myklebust (1967:224) “matematika adalah simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.”7

Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan-hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan mengenai bilangan. Dapat dikatakan juga bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan pada orang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa:

1) Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang struktur yang terorganisir.

2) Matematika adalah ilmu deduktif.

3) Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan.

4) Matematika mencakup empat wawasan besar, yakni aritmatika, aljabar, geometrid an analisis.

5) Matematika adalah ilmu tentang logika.

6) Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang serta operasinya.

6

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), h.4

7

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.252


(28)

c. Aktivitas Belajar matematika

Belajar pada dasarnya dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Baik itu dilakukan di sekolah secara formal maupun di lingkungan non formal seperi di alam sekitar. Pada kenyataannya sekolah lebih dikenal sebagai pusat kegiatan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadirman A.M. yang menyatakan bahwa “sekolah adalah salah satunya pusat kegiatan belajar karena sekolah merupakan arena untuk

mengembangkan aktivitas”.8 Lebih lanjut ia mengatakan “pada

prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak aktivitas”.9 Ini berarti seseorang yang belajar pasti mengalami perubahan tingkah laku menjadi suatu kegiatan aktivitas.

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya

“kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau

kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. (Rosalia, 2005:2). Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.10

Aktivitas dalam belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari-hari di dalam kelas (dalam istilah kata proses belajar mengajar).

8

Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 10. h. 100

9

Ibid., h. 95

10

Pengertian Aktivitas menurut Para Ahli, dalam

http://soddis.blogspot.com/2013/08/pengertian-aktivitas-menurut-para-ahli.html, Tanggal 26 Desember 2013


(29)

Aktivitas dalam belajar dilakukan bila keduanya hadir, adanya guru dan siswa. Aktivitas itu sendiri berupa kehadiran, pembahasan materi pelajaran, adanya diskusi antar guru dan siswa.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja.11

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukian dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik samapai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketermapilan terintegrasi. Keterampilan dasar yaitu mengobeservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variable, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variable, hipotesis, mengidentifikasi variable secara operasional, merancang penelitian dana melaksanakan eksperimen.

11

Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran, dalam

http://www.zainalhakim.web.id/keaktifan-siswa-dalam-proses-pembelajaran.html, Tanggal 26 Desember 2013


(30)

Jadi dapat dismpulkan bahwa aktivitas belajar matematika adalah rangkaian kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika sehingga menimbulkan perubahan perilaku belajar pada diri siswa.

d. Jenis-jenis Aktivitas Belajar

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Oleh karena itu, banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivita siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Deidrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antar lain dapat digolongkan sebgai berikut:12

1) Visual Activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaaan, pekerjaan orang lain.

2) Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3) Listening Activities, seperti: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4) Writing Activities, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5) Drawing Activities, seperti: menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola.

6) Motor Activities, seperti: melakukan percobaan, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7) Mental Activities, seperti: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emotional Activities, seperti menaruh minat, merasa bosan,

gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

12

Sardiman A.M., Interaksi Dan Motivasi BelajarMengaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.101


(31)

Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman sisiwa sendiri. Guru mempunyai tugas merangsang keaktifan dan menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengelola dan mencerna adalah siswa itu sendiri sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-masing. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses dari keaktifan siswa.

Dari aktivitas yang telah diuraikan di atas, penulis menyimpulkan indikator aktivitas belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu:

Indikator Aktivitas

Aspek yang diamati

Visual Memperhatikan penjelasan guru atau teman Oral -Menanyakan materi yang belum dipahami

-Merespon/menjawab pertanyaan Writing -Menyalin/mencatat materi

-Mengerjakan tugas

Mental Memecahkan/menjawab permasalahan Emotional Minat dan antusias siswa

2. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan tolok ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nila yang berupa huruf atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.


(32)

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar, setelah mengalam belajar siswa berubah perilakunya.

Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.13

Menurut Sudjana, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.14

Di sisi lain Benyamin Bloom mengklasifikasi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah psikomotorik

Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual,

13

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), h.44-45

14

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), Cet. 14, h. 22.


(33)

keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.15

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas maka disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara sadar dan menyeluruh yang diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dan juga dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dimana ketiga ranah tersebut saling berhubungan satu sama lain.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Jhonson & Jhinson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Dalam strategi pembelajaran kooperatif, siswa diarahkan untuk bisa juga bekerja, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu.16

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).17

15

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Hasil Belajar Mengajar,..., h.22-23

16

Masitoh, Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009), Cet.1. h.232

17

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. 7. h. 242.


(34)

Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain.18

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati, 2002:25). Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.19

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses pembelajaran, melainkan bisa juga dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa lain.

Pada pembelajaran kooperatif, guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya narasumber dalam proses pembelajaran, tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator, dan manajer pembelajaran.

Dari definisi para ahli tentang pembelajaran kooperatif, dapat di simpulkan bahwa pendekatan kooperatif adalah suatu variasi

18

Tukiran Taniredja, dkk. Model-model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 56.

19

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. 3, h.203


(35)

pendekatan pembelajaran yang sistematis dimana siswa bekerja pada kelompok-kelompok kecil dan dalam kelompok kecil tersebut siswa belajar dan saling bekerja sama dalam memahami suatu materi pelajaran sesuai pada pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Dalam kooperatif, dikatakan belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran karena dalam kelompok tersebut siswa berdiskusi dan berargumen serta membantu teman sekelompok yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Sehingga kegiatan tersebut akan membantu siswa yang lemah dalam memahami materi dan memberikan pengutatn kepada siswa yang sudah memahami materi. Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisisatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu:20

1) Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.

2) Pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agam, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3) Untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya,

20

Tukiran Taniredja, dkk. Model-model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 60


(36)

menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:21

1) Prinsip ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Kenerhasilan kerja keompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok.

2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3) Interaksi tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas

kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4) Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5) Evaluasi prose kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekrja sama dengan lebih efektif.

21

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesinalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), Cet.3. h. 212


(37)

d. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

Slavin membagi pembelajaran kooperatif dalam beberapa tipe, diantaranya: Student Teams Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT), JIGSAW, Team Assisted Individualization (TAI) dan Group Investigation (GI). Dari semua tipe tersebut pada dasarnya sama yaitu lebih mengutamakan kerja sama kelompok, akan tetapi dalam pengelompokan tugas tipe-tipe tersebut berbeda.

1) Pembelajaran tipe STAD, materi dirancang untuk pembelajaran kelompok, siswa secara kolaboratif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk LKS. Setiap anggota kelompok saling membantu dan bertanggung jawab atas keberhasilan tugasnya masing-masing sehingga semua anggota kelompok dapat materi dengan tuntas.

2) Pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa belajar dalam kelompoknya untuk mempersiapkan diri agar soal-soal yang diberikan melalui turnamen dapat terselesaikan. Dalam turnamen akademik ini, perwakilan dari masing-masing kelompok dengan kemampuan akademik yang sama akan bersaing secara sehat. 3) Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW, setiap kelompok

ditugaskan untuk mempelajari satu topik tertentu, kemudian akan bertemu dengan anggota kelompok lain yang mempelajari topik yang sama. Setelah berdiskusi dan bertukar pikiran, para siswa kembali ke kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan atau mendiskusikan apa yang telah dipelajarinya kepada teman-teman kelompoknya.

4) Dalam pembelajaran tipe TAI, siswa secara individu belajar dan menyelasaikan tugas-tugas yang diberikan dalam jumlah tertentu, selanjtunya siswa yang memiliki kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang dibuat anggota kelompoknya apabila menemui kesulitan, sehingga soal-soal yang diberikan dapat terjawab semuanya.


(38)

5) Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), salah satu model yang cocok untuk mempersatukan proyek belajar yang menuntut kemahiran dari setiap kelompok dalam menganalisis untuk memecahkan permasalahan. Dari hasil analisis terbus kemudian setiap kelompok melaporkannya dalam diskusi kelas.22

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation a. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Model pembelajaran group investigation dikembangkan oleh Sholomo dan Yeal Sharan di Universitas Tel Aviv. Pembelajaran dimana siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, klompok ras dan etnis atau klompok sosial lainnya.23

Strategi belajar kooperatif tipe GI dikembangkan oleh Sholomo Sharan dan Yeal Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka. Menurut Slavin (1995), strategi kooperatif GI sebenarnya dilandasi oleh filosofi belajar John Dewey. Teknik kooperatif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan

22

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet.1, h.164

23

Robert E. Slavin, Cooperative Learning teori, riset dan praktik, (Bandung: Nusa Media, 2009), Cet. IV, h.24


(39)

kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.

Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan atas suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua doamin tersebut (Slavin, 1995). Oleh karena itu, group investigation tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal (atau tidak mengacu kepada dimensi sosial-afektif pembelajaran). Aspek sosial-afektif kelompok, pertukaran intelektualnya, dan materi yang bermakna, merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil.24

Group Investigation merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbunkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

24

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Cet. Ke-3. h. 220-221


(40)

b. Komponen Utama dalam Group Investigation

Menurut Sharan & Sharan, karakteristik unik investigasi kelompok ada pada integrasi dari empat fitur dasar yaitu investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi intrinsik.25

1) Investigasi

Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah yang menantang dan rumit kepada kelas. Ditengah-tengah berlangsungnya penelitian mereka mencari jawaban masalah, siswa membangun pengetahuan yang mereka peroleh, bukannya menerima apa saja yang diberikan guru kepada mereka. Proses investigasi menekankan inisiatif siswa, dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dengan sumber yang mereka temukan, dan jawaban yang mereka rumuskan. Siswa mencari informasi dan gagasan dengan bekerja sama dengan rekan mereka menggabungkannya bersama pendapat, informasi, gagasan, ketertarikan, dan pengalaman yang masing-masing mereka bawa ketika mengerjakan tugas. Bersama-sama mereka menempa informasi dan gagasan ke dalam pengetahuan baru melalui proses penafsiran.

2) Interaksi

Interaksi di antara siswa penting bagi investigasi kelompok. Ini adalah kendaraan yang dengannya siswa saling memberikan dorongan, saling mengembangkan gagasan satu sama lain, saling membantu untuk memfokuskan perhatian mereka terhadap tugas, dan bahkan saling mempertentangkan gagasan dengan menggunakan sudut pandang yang bersebrangan. Menurut Thelen, bahwa interaksi sosial dan intelektual merupakan cara yang digunakan siswa untuk mengolah lagi pengetahuan personal

25

Tukiran Taniredja, dkk. Model-model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 75-76


(41)

mereka di hadapan pengetahuan baru yang didapatkan oleh kelompok, selama berlangsungnya penyelidikan.

3) Penafsiran

Pada saat para siswa menjalankan penelitian, mereka secara individual, berpasangan, dan dalam bentuk kelompok kecil, mereka mengumpulkan banyak sekali informasi dari berbagai sumber berbeda. Secara berkala mereka bertemu dengan anggota kelompok mereka untuk bertukar informasi dan gagasan. Bersama-sama mereka mencoba membuat penafsiran atas hasil penelitian mereka. Penafsiran atas temuan-temuan yang telah mereka gabung merupakan proses negoisasi antara tiap-tiap pengetahuan pribadi siswa dengan gagasan dan informasi yang diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu. Dalam konteks ini, penafsiran merupakan proses sosial-intelektual yang sesungguhnya.

4) Motivasi Intrinsik

Dengan mengundang siswa untuk menghubungkan masalah-masalah yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan dan perasaan mereka, investigasi kelompok meningkatkan minat pribadi mereka untuk mencari informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendatangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan orang lain.

c. Implementasi Pembelajaran Group Investigation

Implementasi pembelajaran group investigation secara umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu:26

1) Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menalaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorisasi saran-saran; para siswa bergabung ke dalam kelompokbelajar dengan pilihan topik yang

26

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. 3. h. 221-222


(42)

sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi).

2) Merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki; bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa-pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi).

3) Melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide).

4) Menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan esnsial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana presentasi)

5) Mempresentasikan laporan akhir (presntasi dibuat untuk keselurahan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas).

6) Evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Siti Hanisah, Tri Saptuti, H. Setyo Budi. “Penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika Tentang Pecahan pada Siswa Kelas V SD”,


(43)

memberikan kesimpulan bahwa pada pelaksanaan tindakan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V.27

2. Titik Mugiati. “Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Matematika

Materi Operasi Hitung Bilangan Bulat Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation Pada Siswa Kelas IV SDN 187/I Teratai”, memberikan kesimpulan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran group investigation dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN 187/I Teratai.28

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran koopertaif tipe group investigation dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

2. Pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

27

Siti Hanisah, dkk, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group

Investigation Dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika, (Universitas Sebelas Maret, 2013)

28

Titik Mugiati, Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Group Investigation, (Universitas jambi, 2013)


(44)

28

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014, yaitu pada bulan April – Mei 2014 di SDN 10 Petang Kebayoran Lama Selatan.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukian oleh siswa.1 PTK harus tertuju atau mengenail hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Istilah PTK mengandung makna sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Tujuan PTK adalah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik.2

Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang berulang. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan siklus adalah satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula,3 dimana tiap-tiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

Pada tahap perencanaan peneliti menentukan focus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrument pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Dalam tahap ini peneliti menentukan titik fokus

1

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research-CAR), dalam Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-9, h.3

2

Suhardjono, Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru, dalam Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.61

3


(45)

peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian bekerja sama dengan kolaborator (guru kelas) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan disajikan dalam proses pembelajaran di kelas. Pada tahap ini juga peneliti membuat instrument penelitian yang terdiri dari lembar observasi aktivitas belajar, catatan lapangan, lembar wawancara dan soal tes untuk akhir siklus. 2. Pelaksanaan tindakan (Acting)

Pada tahap ini, adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan yang telah dibuat, yaitu melaksanakan tindakan kelas.

3. Pengamatan (Observing)

Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan untuk memperoleh data yang akurat untuk perbaikan pada siklus berikutnya. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, menggali dan mendokumentasikan semua gejala indikator yang terjadi selama proses penelitian. Peneliti melakukan pengamatan dengan dibantu oleh guru kelas yang bertugas sebagai observer dan kolaborator. Sebagai observer yaitu mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan memberi penilaian terhadap peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. 4. Refleksi (Reflecting)

Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis bersama peneliti dan observer, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang telah dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan. Tahap ini dilaksanakan dengan maksud untuk memperbaiki kegiatan penelitian sebelumnya, yang akan diterapkan pada penelitian berikutnya.


(46)

Adapun desain penelitian tindakan tindakan kelas yang akan dilaksanakan digambarkan sebagai berikut.4

Bagan 3.1 Siklus Dalam PTK

Setelah melakukan analisis dan refleksi pada siklus I, penelitian akan dilanjutkan dengan siklus II. Apanila dengan hasil dari siklus II sudah menunjukan bahwa indikator keberhasilan telah dicapai, maka penelitian dihentikan. Tetapi apabila indikator keberhasilan belum dicapai, maka penelitian dilanjutkan ke siklus III, dengan hasil refleksi siklus II sebagai acuannya.

C. Subjek/Partisipan yang terlibat dalam Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN 10 Petang Kebayoran Lama Selatan dan guru kelas V sebagai kolaborator dan observer.

Pada saat pelaksanaan tindakan guru matematika kelas membantu peneliti mengamati aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses

4

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h.16. Perencanaan

Pelaksanaan Refleksi

Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan SIKLUS I

Pengamatan

SIKLUS II Perencanaan


(47)

pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatakan informasi mengenai aktivitas belajar siswa dalam rangka perbaikan pada pelaksanaan tindakan berikutnya.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peran penelti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaku penelitian. Peneliti bekerja sama dengan guru matematika kelas sebagai kolaborator dan observer. Sebagai kolaborator yaitu bekerja dalam hal membuat rancangan pembelajaran, melakukan refleksi dan menentukan tindakan-tindakan pada siklus selanjutnya. Sebagai observer yaitu member penilaian terhadap peneliti dalam mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan mengamati aktivitas belajar matematika siswa selama proses pembelajaran.

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Penelitian ini diawali dengan mengamati kondisi real pembelajaran yang terjadi di kelas, mencari akar masalahnya, kemudian peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi. Setelah itu, peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dikenakan terhadap subjek penelitian tindakan. Hasil perencanaan ini akan dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan tindakan pada siklus I. Setelah semua rangkaian tahapan siklus I dilalui, hasilnya dianalisis dan dibandingkan dengan indikator keberhasilan. Jika hasil siklus I sudah memenuhi indikator keberhasilan, maka untuk lebih meyakinkan lagi peneliti akan memperbaiki pelaksanaan tindakan siklus I dalam siklus II. Sebaliknya, jika hasil siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan, maka penelitian tindakan dilanjutkan dengan siklus II dengan menggunakan hasil refleksi pada siklus I. Jika hasil siklus II sudah memenuhi indikator keberhasilan, maka penelitian tindakan dihentikan. Sebaliknya, jika hasil siklus II belum memenuhi indikator keberhasilan, maka penelitian tindakan dilanjutkan dengan siklus III dan seterusnya hingga memenuhi indikator keberhasilan.


(48)

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil penelitian yang diharapkan adalah dengan indikator keberhasilan sebagai berikut:

1. Hasil pengamatan melalui lembar observasi aktivitas belajar matematika siswa menunjukan peningkatan aktivitas belajar matematika siswa. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil persentase seluruh indikator aktivtas mencapai rata-rata 70%.

2. Ketuntasan belajar (siswa yang memperoleh hasil belajar lebih dari atau sama dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65) mencapai 70%.

Jika kedua indikator kinerja tersebut telah terpenuhi maka penelitian tindakan ini berhasil dan tindakan penelitian dihentikan. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua indikator keberhasilan kinerja belum terpenuhi, maka tindakan penelitian ini harus dilanjutkan ke siklus berikutnya, dan disertai dengan adanya perbaikan-perbaikan yang menjadi kekurangan dari siklus sebelumnya.

G. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

1. Data kualitatif: hasil observasi aktivitas belajar matematika siswa, catatan evaluasi tindakan penelitian/keterangan, hasil wawancara guru dan siswa, serta hasil dokumentasi (berupa foto kegiatan pembelajaran)

2. Data kuantitatif: hasil tes siswa pada setiap akhir siklus

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari seluruh siswa kelas V SDN 10 Petang Kebayoran Lama Selatan tahun pelajaran 2013/2014 sebagai subjek penelitian, guru kolaborator dan peneliti.

H. Instrumen-instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu:


(49)

Instrumen tes berbentuk tes formatif yaitu tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Tes ini bertujuan untuk memperoleh data pencapaian hasil belajar subjek penelitian pada siklus tersebut.

2. Instrumen Non Tes

Dalam instrumen non tes ini digunakan instrumen sebagai berikut:

a. Instrumen aktivitas belajar matematika siswa, untuk mengukur aktivitas belajar matematika siswa saat tindakan dikenakan terhadap subjek penelitian tindakan.

b. Catatan evaluasi tindakan penelitian/keterangan, bertujuan untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan tindakan penelitian telah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah direncanakan dan hal-hal lain yang terjadi selama pelaksanaan tindakan penelitian berlangsung. Sehingga dapat memperbaiki tindakan selanjutnya.

c. Pedoman wawancara, wawancara dilakukan terhadap subjek penelitia. Tujuannya adalah untuk mengetahui aktivitas belajar matematika siswa pada indikator-indikator aktivitas serta hal-hal lain yang berkaitan dengan model pembelajaran koopertif tipe group investigation.

I. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian tindakan ini data-data yang dikumpulkan berupa informasi tentang:

1. Data aktivitas belajar matematika siswa

Data aktivitas belajar matematika siswa dieproleh dari hasil observasi aktivitas belajar matematika siswa, catatan evaluasi tindakan penelitian/keterangan, hasil wawancara guru dan siswa, serta hasil dokumentasi aktivitas pembelajaran saat tindakan berlangsung.

2. Data hasil belajar matematika siswa

Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes formatif setiap akhir siklus.


(50)

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Study

Untuk memperoleh data yang valid digunakan teknik triangulasi, yaitu: 1. Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang

berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi tentang aktivitas siswa dilakukan dengan mengobservasi siswa, wawancara siswa, dan memeriksa hasil kerja siswa dalam mengerjakan soal.

2. Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal yang sama. Untuk memperoleh informasi tentang aktivitas belajar siswa dilakukan wawancara dengan guru dan siswa.

3. Memeriksa kembali data-data yang terkumpul, baik tentang kejangalan-kejanggalan, keaslian maupun kelengkapannya.

4. Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul

Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah valid dan reliabel, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ini digunakan validitas butir soal (empiris). Pengujian validitas butir soal instrument dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi poin biserial, yaitu:5

Keterangan :

= koefisien korelasi point biserial

= mean (nilai rata-rata) skor dari subjek yang menjawab benar untuk butir soal yang dicari validitasnya

= mean (nilai rata-rata) skor total = Deviasi standar skor total

= proporsi subjek yang menjawab benar = proporsi subjek yang menjawab salah (1-p)

5

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), cet. Ke-15, h. 258


(51)

Hasil validitas/hasil uji coba menyimpulkan siklus I yang terdiri dari 25 butir soal (lampiran 4) terdapat 18 butir soal yang valid (lampiran 14) dan 7 tidak valid. Butir tidak valid adalah no 1, 9, 13, 20, 21, 23, dan 24. Pada siklus II yang terdiri dari 25 butir soal (lampiran 6) terdapat 20 butir soal yang valid (lampiran 18) dan 5 tidak valid. Butir tidak valid adalah no 4, 7, 16, 22, dan 25.

Uji realibilitas dimaksudkan untuk mengukur ketetapan atau keajegan alat tes, untuk uji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20).6

Rumus: Keterangan:

= reliabilitas tes secara keseluruhan = banyaknya butir soal yang valid

1 = bilangan konstan = Varian total

= proporsi siswa yang menjawab item soal dengan benar = proporsi siswa yang menjawab item soal dengan salah

= jumlah hasil perkalian antara dan

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien reabilitas siklus I adalah 0,69 (lampiran 13) dan nilai koefisien reabilitas siklus II adalah 0,83 (lampiran 17).

K. Analisis Data dan Interpretasi Data

Data yang diperoleh dalam penlitian ini, kemudian selanjutnya diinterpretasikan melalui analisis perhitungan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Kuantitatif

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), cet. Ke-9, h.101


(52)

Data kuantitatif berupa data skor aktivtas belajar matematika siswa dan nilai tes formatif akhir siklus. Data-data tersebut peneliti sajikan ke dalam bentuk tabel, diagram batang (grafik), serta mengelompokannya ke dalam tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan aturan sturgess. Kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik, deskriptif berupa nilai persentase, rata-rata (ukuran pemusatan data), nilai tertinggi, nilai terendah, dan standar deviasi (ukuran penyebaran data). Statistik deskriptif merupakan statistic yang berkenaan dengan pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, dan penyajian sebagian atau seluruh data (pengamatan) tanpa pengambilan keputusan.7

Rumus persentase yang digunakan adalah:8

Keterangan:

P = Angka persentase

f = Frekuensi yang akan dicari persentasenya

N = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

Menganalisis data dengan standar deviasi bertujuan untuk mengukur sejauh mana variabilitas atau sebaran/penyebaran data-data tersebut. Jika semakin besar nilai standar deviasi maka kualitas data semakin tidak baik. Sebaliknya semakin kecil nilai standar deviasi yang digunakan maka kualitas data semakin baik pula.

Rumus standar deviasi yang digunakan adalah:9

Keterangan:

= Standar deviasi

7

Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output Program SPSS, (Jakarta: Rosemata Sempurna, 2010), h.4.

8

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 43.

9

Kadir, StatistikaUntuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output Program SPSS, ..., h. 43.


(53)

xi = Data ke-i

f = frekuensi

n = banyaknya individu

setelah menganalisis data-data, selanjutnya adalah memberikan interpretasi terhadap nilai persentase, rata-rata, dan standar deviasi sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang tepat.

2. Data kualitatif

Data kualitatif berupa data aktivitas belajar matematika siswa yang diperoleh dari instrument catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, catatatan evaluasi tindakan penelitian, dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek penelitian. Dianalisi secara kualitatif dengan proses koding untuk mengorganisasi data, selanjutnya membuat interpretasi data dan mendeskripsikannya secara jelas atas dasar data sehingga menjadi suatu kesimpulan.

L. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan

Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan belum mencapai criteria keberhasilan yaitu peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika maka sebagai rencana perbaikan pembelajaran, penelitian akan dilanjutkan pada siklus II. Siklus ini terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta analisis dan refleksi. Penelitian ini berakhir, apabila peneliti menyadari bahwa penelitian ini telah berhasil menguji penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

Kegiatan penelitian yang penulis lakukan diantaranya adalah memepersiapkan instrument penelitian seperti lembar observasi aktivitas belajar matematika siswa, lembar observasi aktivitas kelompok, LKS, soal-soal tes formatif untuk menilai hasil belajar matematika siswa. Peneliti juga dapat menggunakan lembar kerja siswa yang dibuat oleh peneliti sendiri atau yang dianjurkan oleh sekolah.


(54)

Dalam melakukan penelitian, guru bidang studi berkolaborasi dengan observer. Observer berperan dalam membantu kelancaran penelitian dan dapat juga sebagai kolaborator untuk berdiskusi membicarakan kegiatan pada siklus selanjutnya.


(55)

39 A. Deskripsi Data Hasil Peneleitian 1. Observasi Pendahuluan

Observasi pendahuluan dimulai dengan melakukan observasi ke SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang. Hasil observasi diperoleh berdasarkan pengamatan proses pembelajaran serta wawancara terhadap guru dan siswa. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 8, 10, dan 12 April 2014.

Pada hari Selasa, tanggal 8 April 2014 peneliti menemui kepala sekolah untuk menjelaskan tujuan kedatangan peneliti ke SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang. Diperoleh informasi bahwa model Pembelajaran Kooepartif tipe Group Investigation belum pernah diterapkan di SDN Kebayoran Lama Selatan 10 Petang karena biasanya guru matematika menerapkan pembelajaran konvensional dan belum pernah menerapkan pembelajaran berkelompok seperti Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation. Peneliti menjelaskan secara singkat contoh penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation. Peneliti juga menjelaskan bahwa kelas yang akan dijadikan objek penelitian adalah kelas V. Setelah diizinkan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut, kepala sekolah meminta peneliti menemui guru matematika kelas V.

Berdasarkan obesrvasi dan wawancara yang peneliti lakukan dalam survei pendahuluan didapat bahwa aktivitas belajar matematika siswa, ada siswa yang aktif, ada yang biasa-biasa saja, dan ada juga siswa yang kurang aktif. Pada saat pembelajaran dimulai, terlihat sebagian siswa belum siap untuk memulai pembelajaran. Guru pun berusaha untuk mengambil perhatian siswa dengan menjelaskan materi. Metode yang digunakan pada saat pembelajaran adalah eskpositori, tanya jawab, dan penugasan. Selama proses pembelajaran, perhatian siswa pada saat guru menjelaskan materi hanya sekitar 20-30 menit saja selama dua jam pelajaran, itupun masih ada beberapa siswa yang terlihat kurang mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru. Siswa terlihat mengobrol dan


(56)

bercanda pada saat pembelajaran berlangsung, sehingga guru harus berkali-kali mengur siswa untuk tidak melakukan hal yang tidak bermanfaat selama proses pembelajaran. Hanya beberapa siswa saja yang duduk dibagian depan yang benar-benar memperhatikan. Setiap pertemun selama pembelajaran berlangsung, beberapa siswa izin untuk keluar kelas secara bergantian. Hal ini dapat berdampak kurang baik bagi siswa tersebut karena tidak mendengarkan penjelasan guru secara keseluruhan.

Respon siswa dalam proses pembelajaran terlihat biasa-biasa saja, tidak ada yang aktif mengemukakan pendapatnya, malah kebanyakan siswa acuh tak acuh terhadap pembelajaran matematika. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya sebagian besar siswa hanya diam dan menunduk. Jarang sekali siswa yang menjawab atau menanggapi pertanyaan teman atau guru. Bahkan dari 36 siswa hanya 20 siswa yang mencatat materi yang sudah guru sampaikan dan catatan merekapun kurang lengkap. Mereka akan mencatat materi jika disuruh atau ditegur guru saja.

Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika dapat dikatakan kurang. Ini terlihat dari respon siswa yang kurang menyukai ketika guru memberikan tugas pada saat materi selesai. Sehingga ada beberapa siswa menyalin tugas temannya dengan alasan tidak mengerti dan malas mengerjakan.

Berdasrkan hasil observasi dan wawancara dengan siswa pada tanggal 10 dan 12 April 2014, dapat disimpulkan bahwa tidak banyak siswa yang menyukai pelajaran matematika dengan alasan karena matematika itu pelajaran yang sulit dan memusingkan. Siswa terlihat bosan pada saat mengikuti pelajaran matematika. Siswa terlihat bosan pada saat mengikuti pelajaran matematika. Dari observasi survei pendahuluan didapat bahwa hasil presentase aktivitas belajar siswa, rata-ratanya hanya mencapai 47,5%.

Hasil observasi pembelajaran matematika di kelas dan wawancara tersebut digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pada siklus I nanti.


(57)

2. Tindakan Pembelajaran Siklus I

Tindakan pembelajaran siklus I merupakan tindakan awal yang sangat penting, hal ini dikarenakan analisis dari hasil tindakan pembelajaran ini akan dijadikan sebagai refleksi bagi peneliti pada tindakan pembelajaran selanjutnya. Pada pembelajaran siklus I sub pokok bahasan yang disampaiakn yaitu mengenai sifat-sifat bangun datar.

a) Tahap perencanan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah peneliti mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Peneliti juga membuat instrument-instrumen penelitian, yaitu lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar observasi kerjasama siswa dalam kelompok, lembar catatan lapangan, alat dokumentasi, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, serta LKS untuk tiap pertemuan dan soal tes untuk akhir siklus I.

Lembar Kerja Siswa (LKS) dibuat sendiri oleh peneliti sebagai alat bantu proses pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Lembar soal tes siklus I dibuat untuk mengetahui perkembangan hasil belajar matematika siswa. Lembar observasi digunakan untuk mencatat aspek-aspek aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation.

Target yang ingin dicapai pada siklus I ini yaitu siswa mengalami peningkatan aktivitas belajar dengan model pembelajaran kooepratif tipe group investigation.

b) Tahap Pelaksanaan dan observasi

Tindakan pembelajaran siklus I dilaksanakan dalam enam pertemuan yang terdiri dari 5x pertemuan untuk meberikan materi dan 1x pertemuan untuk tes siklus I dengan alokasi waktu (2x35 menit) tiap peretemuannya..

1) Pertemuan ke-1 (Kamis, 17 April 2014)

Pertemuan pertama berlangsung selama 2x 35 menit (2 jam pelajaran) yang dimulai dari pukul 13.50 sampai dengan 15.00 WIB, pokok bahasan yang dibahas adalah sifat-sifat bangun datar segitiga.. Kegiatan ini diawali dengan membuka


(58)

kegiatan pembelajaran dan apersepsi. Pada pertemuan ini seluruh siswa hadir di kelas .

Guru mata pelajaran hadir sebagai observer untuk mengamati dan memberikan penilaian ketika proses pembelajaran berlangsung kemudian dicatat pada lembar observasi.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan penjelasan mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan langkah-langkah yang terdapat pada pembelajaran tersebut serta menjelaskan bahwa setiap pembelajaran kooperatif tipe group investigation dilakukan secara berkelompok, yang setiap kelompok terdiri atas 6 orang siswa. Peneliti memberi penjelasan bahwa setiap kelompok akan diberikan LKS yang di dalamnya terdapat perintah dan soal latihan, setelah siswa mengerjakan seluruh perintah dan soal latihan dalam LKS (1) kemudian siswa perwakilan setiap kelompok maju ke depan kelas untuk melaporkan hasil kerja kelompoknya dan kelompok yang lain ikut menanggapi.

Pembagian kelompok sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya yaitu pada saat peneliti melakukan pra penelitian, peneliti bersama guru kelas membagi siswa menjadi 6 kelompok dari 36 siswa yaitu 20 prempuan dan 16 laki-laki.

Sesuai perintah siswa duduk bersama kelompok yang telah ditentukan, peneliti memberikan gambaran umum atau sedikit penjelasan mengenai materi sifat bangun datar segitiga. Kemudian peneliti bersama observer membagikan LKS (1) kepada masing-masing kelompok. Peneliti meminta kepada setiap siswa untuk aktif dalam mengerjakan tugas dalam LKS (1) tanpa harus mengandalkan salah satu siswa atau siswa yang pintar saja. Ketua dari setiap kelompok mulai membagi tugas yang sesuai langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe GI. Misal ada siswa yang bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data, ada yang bertugas mencari penyelesaian soal, ada yang bertugas mencatat jawaban akhir penyelsaian soal, dan ada yang melaporkan hasil kerja kelompok ke depan kelas.

Masing-masing kelompok terlihat ribut karena berebutan tugas dengan teman sekelompoknya. Peneliti mencoba menjelaskan bahwa setiap siswa dalam


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan pembelajaran kooperatif model group investigation untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi SMA SIT Fajar Hidayah Kotawisata-Cibubur: penelitian tindakan di SMA Fajar Hidayah pada kelas X

0 6 75

Peningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation

0 15 189

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sdit Bina Insani ( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Sdit Bina Insani Kelas V Semester Ii Serang-Banten )

0 3 184

IMPLEMENTASI METODE KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

0 6 183

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION Peningkatan Prestasi Belajar Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas X Teknik Komputer Dan

0 0 17

Dusalan Volume 6 Nomor 2 Juli 2015

0 0 9

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

0 0 10

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI)

0 0 6

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN INVESTIGASI MATEMATIKA SISWA Alfira Mulya Astuti

0 0 12