Studi Deskriptif Mengenai Profil Komitmen Organisasi pada Guru SMA Negeri "X" yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi.

(1)

the degrees of the components of organizational commitment, namely affective commitment, continuance commitment, and normative commitment. This research was conducted using the method of descriptive studies with technique survey conducted in 40 teachers, using measuring devices adapted organizational commitment and modified from the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) by Meyer and Allen (1997). Measurement tools used consists of 22 items. Measurement validity using Spearman Rank formula and the validity of the obtained results ranged from 0.408 to 0.902 and 0.726 realibilitas range.

Based on the statistical treatment of data, then the results obtained eight organizational commitment profile that 35% of teachers in SMA "X" is already certified in the town of Sukabumi have AFF profile (K), Con (K), Nor (K), 15% of teachers have a profile aff (K), Con (K), Nor (L), 12.5% of teachers have a profile aff (K), Con (L), Nor (K), 10% of teachers have a profile aff (K), Con (L ), Nor (L), 12.5% of teachers have AFF profile (L), Con (K), Nor (K), 7.5% of teachers have AFF profile (L), Con (K), Nor (L) , 0% of teachers have AFF profile (L), Con (L), Nor (K), 7.5% of teachers have AFF profile (L), Con (L), Nor (L).

Conclusion The majority of organizational commitment profiles owned by the State high school teacher with an "X" which was certified in the town of Sukabumi is an AFF profile (K), Con (K), Nor (K) with a percentage of 35%. No teacher in SMA "X" is already certified in the town of Sukabumi which has eight full profile organization Aff (L), Con (L), Nor (K). The most important factor influencing organizational commitment is the age and working time of teachers at the school.


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai profil komitmen organisasi pada guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi dilihat melalui derajat komponen-komponen komitmen organisasi yaitu affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode studi deskriptif dengan teknik survei yang dilakukan pada 40 orang guru, menggunakan alat ukur komitmen organisasi yang diadaptasi serta dimodifikasi dari Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) oleh Meyer dan Allen (1997). Alat ukur yang digunakan terdiri dari 22 item. Pengukuran validitas menggunakan rumus Rank Spearman dan diperoleh hasil validitas yang berkisar antara 0,408-0,902 dan realibilitas berkisar 0,726.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka didapatkan hasil delapan profil komitmen organisasi yakni 35% guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi memiliki profil Aff (K), Con (K), Nor (K), 15 % guru memiliki profil Aff (K), Con (K), Nor (L), 12,5% guru memiliki profil Aff (K), Con (L), Nor (K), 10% guru memiliki profil Aff (K), Con (L), Nor (L), 12,5% guru memiliki profil Aff (L), Con (K), Nor (K), 7,5% guru memiliki profil Aff (L), Con (K), Nor (L), 0% guru memiliki profil Aff (L), Con (L), Nor (K), 7,5% guru memiliki profil Aff (L), Con (L), Nor (L).

Kesimpulan mayoritas profil komitmen organisasi yang dimiliki oleh guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi adalah profil satu Aff (K), Con (K), Nor (K) dengan jumlah presentase 35%. Tidak ada guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi yang memiliki profil delapan komitmen organisasi Aff (L), Con (L), Nor (K). Faktor yang paling mempengaruhi komitmen organisasi adalah usia dan masa kerja guru di sekolah tersebut.


(3)

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... v

Daftar Bagan ... viii

Daftar Tabel ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pikir ... 11


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komitmen ... 22

2.1.1 Definisi Komitmen Organisasi ... 22

2.1.2 Model of Commitment ... 23

2.1.3 Indicator of Commitment ... 25

2.1.4 Antecedents Komitmen Organisasi ... 32

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen ... 33

2.1.6 Konsekuensi dari Komitmen Terhadap Organisasi ... 35

2.2 Teori Perkembangan Dewasa ... 36

2.2.1 Perkembangan Dewasa Awal ... 36

2.2.2 Perkembangan Dewasa Madya ... 37

2.3. Job Description Guru ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

3.2.1 Variabel Penelitian ... 41

3.2.2 Definisi Operasional ... 41

3.3 Alat Ukur ... 42

3.3.1 Alat Ukur Komitmen Organisasi ... 42

3.3.2 Sistem Penilaian ... 43

3.3.3 Data Penunjang ... 44


(5)

3.5.1 Populasi Sasaran ... 46

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ... 46

3.6 Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 48

4.2 Hasil Pembahasan ... 51

4.3 Pembahasan ... 53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

5.2.1 Saran Teoritis ... 62

5.2.2 Saran Praktis ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... x

DAFTAR RUJUKAN... xi


(6)

DAFTAR BAGAN

Skema 1.1 Kerangka Pikir... 20

Skema 2.1 Komitmen Organisasi ... 25

Skema 2.2 Model Multidimensional Komitmen Organisasi ... 31


(7)

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia...48

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...49

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital...49

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan ... ..50

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ...50


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem Pendidikan di Indonesia saat ini memang masih belum dapat dikatakan sebaik Finlandia yang merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya semakin menurun. Berdasarkan data Educational Development Index (EDI) menunjukkan pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara. Survei United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tahun 2012 terhadap kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara, sedangkan untuk kualitas para guru, kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Menurut Educational For All Global Monitoring Report tahun 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dapat dikatakan rendah. Hal ini dibuktikan oleh indeks pembangunan manusia Indonesia yang semakin menurun. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2011 tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang salah satu penentu utamanya adalah tingkat pendidikan bangsa, menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 108 pada


(9)

tahun 2010 menjadi peringkat 124 pada tahun 2012 dari 180 negara. Hal ini menunjukkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan yang juga mantan Rektor ITB mengatakan pendidikan Indonesia menghadapi tantangan untuk mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpikir, bukan sekedar ingin cepat lulus dan mendapat gaji besar. Kondisi pendidikan di Indonesia memiliki disparitas yang besar. Indonesia juga menghadapi tantangan untuk mengembangkan sains, teknik, dan pertanian yang dapat mendorong kemajuan bangsa (Edukasi Kompas, 24 November 2013). Salah satu penyebab pendidikan di Indonesia menjadi rendah yaitu kualitas dan kuantitas tenaga pendidik (guru) di Indonesia yang masih sangat rendah (Kompasiana, 24 November 2013).

Secara makro jumlah guru di Indonesia masih kurang karena jumlah guru yang akan pensiun tidak diimbangi dengan penerimaan guru baru. Kekurangan guru ini tentu harus dicari solusi agar rasio jumlah guru dan murid seimbang. Selain dalam jumlah nominal, kekurangan pun terjadi dalam kompetensi guru. Meskipun dalam satu sekolah memiliki jumlah nominal guru yang cukup, namun belum tentu dalam kompetensi di bidang mata pelajaran. Kualitas pendidikan di Indonesia ikut ditentukan oleh profesionalisme guru karena guru sangat berperan mempersiapkan peserta didik yang berkualitas. Namun masih bermunculan gugatan kepada kinerja dan profesionalisme guru. Profesionalisme guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantarannya, guru yang belum mencapai pendidikan yang sesuai dengan yang diisyaratkan atau belum layak mengajar,


(10)

3

guru mengajar tidak sesuai dengan ijazah yang dimilikinya, motivasi mengajar guru rendah, dan kurangnya penguasaan materi pelajaran yang diajarkan. (Kemendikbud, 30 Agustus 2014)

Tabel 1.1 Latar Belakang Pendidikan Guru (NUPTK, 2011)

Jenjang SMA D1 D2 D3 S1 S2 S3 Jumlah

SMA 6.336 916 1.559 12.208 225.546 7.736 86 254.387

Kondisi guru saat ini menjadi sebuah tantangan untuk tetap memperbaiki sistem pendidikan yang ada dengan berbagai macam program. Mulai dari memperbaiki sistem penerimaan tenaga pendidik dan membuat program untuk memperhatikan kesejahteraan dan kualitas guru. Sejauh ini memang belum terlihat hasil yang signifikan dari program-program yang dibuat oleh pemerintah.

Untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia, guru memiliki peran yang sangat penting dalam membantu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Seperti yang banyak diberitakan di media elektronik dan media massa, guru justru dianggap tidak memiliki kualitas dan kompetensi yang baik dalam menjalankan posisinya sebagai guru. Keadaan guru di Indonesia pada saat ini bisa dikatakan kurang memenuhi kelayakan standar pengajar dan belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Kualitas


(11)

guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Begitu pula halnya dengan beberapa guru di SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi. Kepala Sekolah di SMA Negeri “X” kota Sukabumi pun menyadari masih ada guru-guru yang tidak mengikuti sistem atau aturan yang berlaku. Pada kenyataannya di lapangan masih ada guru yang masuk ke dalam kelas tanpa diketahui apakah benar-benar memberikan materi atau tidak. Beberapa guru juga ada yang tidak memenuhi jam mengajar sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu 24 jam per minggu. Hal tersebut terjadi di SMA Negeri “X” Kota Sukabumi walaupun tidak semua guru melakukan hal tersebut. Kepala Sekolah SMA Negeri “X” Kota Sukabumi mengakui pentingnya menjalankan program PKG (Penilaian Kinerja Guru). Ia menyatakan apabila instrumen PKG dijalankan dengan semestinya maka kualitas profesionalisme guru akan tetap terjaga, namun Ia menyayangkan instrumen-instrumen PKG yang belum berjalan dengan semestinya.

Jenjang pendidikan guru juga akan berpengaruh terhadap kompentensi yang dimilikinya. Hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S1. Begitupun dengan persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi. Adapun 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut profesional. Selain jenjang pendidikan yang belum memadai, kompetensi guru juga masih belum memadai. Saat dilakukan tes terhadap guru semua bidang studi,


(12)

5

rata-rata tidak sampai 50% soal yang bisa dikerjakan. Tidak ada guru yang meraih nilai 80. Bahkan ada guru yang meraih nilai terendah 1 (Edukasi Kompas, 24 November 2013).

Hal tersebut menunjukkan kualitas guru di Indonesia dapat dikatakan rendah dan ini menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Apabila guru memiliki komitmen yang tinggi untuk benar-benar mengabdi dalam mencerdaskan anak bangsa, maka akan terlihat dari keseriusan yang muncul dalam perilaku guru tersebut misalnya dalam menyusun proses pembelajaran setiap semester, cara guru membimbing dan melatih anak didiknya, mengevaluasi hasil mengajar dan lain sebagainya.

Guru memang bukan faktor utama yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tetapi guru menjadi sentral penggerak dalam bidang pendidikan. Gurulah yang menjalankan sistem-sistem yang telah dibuat oleh Dinas Pendidikan. Oleh karena itu untuk mengatasi beberapa masalah pendidikan di Indonesia yang berkaitan dengan guru, pemerintah mengadakan beberapa program untuk mengatasinya. Pertama adalah membuat program Uji Kompetensi Guru untuk mengetahui perkembangan kompetensi yang dimiliki para guru, dan kedua adalah mengadakan program sertifikasi yang dimulai pada tahun 2006 dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan guru.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Pemerintah memberikan apresiasi


(13)

kepada guru yang telah menyelesaikan program sertifikasi berupa kelipatan gaji sebagai keuntungan dari program sertifikasi tersebut. Sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru (UU no. 14 tahun 2005) kepada guru PNS dan Non-PNS (Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2009 pasal 3 ayat 2). Melalui program-program ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan (Jurnal Untan, 24 November 2013).

Guru yang sudah bersertifikasi dianggap sebagai guru professional, dimana sebagai guru professional tentunya memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak-hak guru professional terdapat pada pasal 14 UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 yaitu mendapat jaminan kesejahteraan sosial dan memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum, mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan, memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut serta menentukan kelulusan, penghargaan dan atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan, memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas, memiliki kebebasan untuk berserikat dalam melaksanakan organisasi


(14)

7

profesi, memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Kewajiban guru professional termuat di dalam pasal 20 UU No.14 Tahun 2005, yaitu membuat perangkat pembelajaran, silabus, program tahunan, program semester, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan LKS, melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, melakukan kegiatan penilaian seperti ulangan harian, midsemester, ujian semester, ujian kenaikan kelas dan Ujian Akhir Sekolah (UAS), melakukan analisis hasil ulangan dan ujian sekolah, menyusun dan melaksanakan program remedial dan pengayaan, mengisi daftar nilai siswa, melaksanakan kegiatan membimbing kepada guru lain dalam proses kegiatan belajar mengajar, membuat alat peraga atau media pembelajaran, menumbuhkembangkan sikap menghargai karya seni, mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum, melaksanakan tugas tertentu di sekolah seperti piket, wali kelas, wakasek, staff wakasek, panitia ujian, dll, mengembangkan program pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, membuat catatan tentang hasil belajar siswa, mengisi dan meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pengajaran, mengatur petugas kebersihan ruang kelas, sekolah atau ruang praktikum, mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan pangkatnya, memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. (Kompasiana, 30 Agustus 2014).

Pemberian sertifikasi pada dasarnya bertujuan agar para guru berusaha untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya dan dapat menjalankan hak


(15)

dan kewajibannya sebaik mungkin. Namun pada kenyataannya sebanyak lima persen dari 40 orang guru yang sudah bersertifikasi di SMA Negeri “X” kota Sukabumi mengakui bahwa dengan adanya sertifikasi membuat guru merasa lebih nyaman sehingga guru tersebut merasa tidak perlu lagi melakukan pengembangan diri terlebih lagi dengan status pegawai tetap dan pegawai negeri yang mereka miliki membuat mereka merasa pekerjaannya sudah cukup aman dan mapan. Walaupun demikian, sekitar 90%-95% guru lainnya merasa dengan adanya sertifikasi mereka dituntut untuk menunjukkan kinerja yang lebih dari sebelumnya sehingga merasa perlu mengembangkan kompetensi yang dimiliki. Program sertifikasi ini diharapkan mampu memunculkan guru-guru yang memiliki kompetensi dan berkomitmen terhadap tugasnya. Apabila guru memiliki komitmen yang kuat terhadap pekerjaannya maka kinerjanya pun akan lebih baik. Dengan demikian, selain kompetensi yang memadai, komitmen pun perlu dimiliki oleh guru dalam menjalankan pekerjaannya. Kinerja seorang guru dikatakan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar.

Menurut Allen dan Meyer (1997) komitmen adalah kondisi psikologis yang merupakan karakteristik hubungan pekerja dengan organisasi dan keterlibatan pekerja untuk memutuskan tetap menjadi bagian dari organisasi. Komponen-komponen komitmen organisasi menurut Meyer, Allen dan Smith (1997) dibagi menjadi tiga, yaitu Affective Commitment adalah komitmen terhadap organisasi yang berasal dari keinginan (want) keinginan guru yang sudah bersertifikasi untuk berkontribusi dan mengidentifikasi diri terhadap SMA dan


(16)

9

menyenangi keanggotaannya dalam kegiatan di SMA Negeri “X” kota Sukabumi, Continuance Commitment adalah komitmen bersifat ekonomis dalam artian guru bertahan di sekolah tersebut karena ia membutuhkan (need), kebutuhan guru yang sudah bersertifikasi untuk memilih tetap bertahan disekolah karena adanya kerugian dan keuntungan yang diperoleh oleh guru tersebut jika meninggalkan pekerjaannya, Normative Commitment adalah komitmen terhadap sekolah yang berasal dari nilai-nilai yang dianut oleh guru, penghayatan guru yang sudah bersertifikasi untuk memenuhi tanggung jawab, kesetian dan kewajibannya di SMA Negeri “X” kota Sukabumi.

Menurut Kepala Sekolah SMA Negeri “X” kota Sukabumi, komitmen yang dimiliki setiap guru sangat mempengaruhi kinerjanya. Menurutnya, guru yang memiliki komitmen yang kuat akan terlihat dari cara guru tersebut melaksanakan proses pembelajaran, terlihat dari sikap guru, cara berbicara, tingkat kehadiran, antusiasme dalam menjalankan sistem, dan lain sebagainya. Kepala Sekolah SMA Negeri “X” Kota Sukabumi juga menyatakan bahwa guru yang mengajar dan membimbing siswa-siswinya dengan sepenuh hati meskipun di luar jam kerja seperti kelas tambahan seringkali menghasilkan siswa-siswi yang berprestasi. Berbeda halnya dengan guru yang mengajar namun memiliki orientasi timbal balik materi, guru tersebut tidak pernah menghasilkan siswa-siswi yang berprestasi. Menurutnya hal tersebut disebabkan oleh dorongan mengajar yang berbeda. Guru yang mengajar karena benar-benar ingin siswa-siswinya berprestasi maka Ia akan mengerahkan seluruh upaya untuk mencapai hal tersebut, sedangkan


(17)

guru yang mengajar secara timbal balik, maka Ia tidak memiliki upaya untuk membuat siswa-siswinya berprestasi.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap sepuluh orang guru yang ditemui di SMA Negeri “X” kota Sukabumi, sebanyak tujuh orang guru (7%) menunjukkan keterikatan secara emosional terhadap sekolah, merasa menjadi bagian dari anggota sekolah sehingga mereka merasa harus selalu hadir untuk datang mengajar ke sekolah, merasa senang dapat berkontribusi terhadap perkembangan sekolah sehingga mereka merasa wajib memperbarui metode-metode mengajar agar para siswanya dapat memahami materi yang disampaikan, dan merasa dirinya harus menjadi model untuk para siswanya. Sebanyak tiga orang guru (3%) menunjukkan tanggung jawab dan kesetiaan terhadap sekolah, terlihat dari masa kerja yang sudah lebih dari 20 tahun dan tetap mengajar di sekolah tersebut. Mereka juga memiliki rasa tanggung jawab untuk sama-sama menghasilkan siswa-siswi yang berkualitas. Beberapa guru di SMA Negeri “X” kota Sukabumi menyatakan bahwa menjadi guru adalah keinginan mereka sendiri untuk mengabdi kepada negara dan dapat memberikan pendidikan pada siswa-siswi di Indonesia.

Fenomena diatas menunjukkan bahwa guru di SMA Negeri “X” kota Sukabumi menunjukkan komitmen dengan komponen yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai profil komitmen organisasi pada guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi.


(18)

11

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran komponen-komponen profil komitmen organisasi pada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kuat lemah komponen-komponen komitmen organisasi pada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran profil komitmen mengenai organisasi pada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi pada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi.


(19)

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberi informasi tambahan pada bidang Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan, dan Psikologi Industri dan Organisasi mengenai komitmen pada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi.

2. Memberi informasi tambahan pada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang serupa dan mendorong dikembangkannya penelitian yang berhubungan dengan hal tersebut.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberi informasi kepada Dinas Pendidikan mengenai gambaran profil komitmen pada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi agar dapat melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap kinerja dan unjuk kerja guru berdasarkan komitmen yang dimiliki guru.

2. Memberi informasi tambahan pada Kepala Sekolah SMA Negeri “X” Kota Sukabumi mengenai profil komitmen para guru, agar Kepala Sekolah dapat membuat pelatihan bagi para guru guna meningkatkan komitmennya dengan melihat profil komitemen yang dimiliki oleh setiap guru sehingga diharapkan kinerjanya dapat meningkat.

3. Memberi masukan kepada Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi mengenai pentingnya komitmen organisasi agar mereka dapat melakukan evaluasi diri untuk lebih meningkatkan kinerjanya.


(20)

13

1.5Kerangka Pikir

Meyer dan Allen (1997) menyatakan pengertian komitmen yang hampir serupa dengan Mowday, di mana komitmen adalah kondisi psikologis yang merupakan karakteristik hubungan pekerja dengan organisasi dan keterlibatan pekerja untuk memutuskan tetap menjadi bagian dari organisasi. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu: Affective Commitment, Normative Commitment, dan Continuance Commitment. Setiap komponen tersebut tidak dapat dijumlahkan dan dijadikan dalam satu kesimpulan karena setiap komponen jelas didasari oleh motif yang berbeda. Di antara ketiganya pun tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk karena jika komitmen organisasi pada tiap komponen berada pada level tinggi, maka kualitas pekerjaannya pun akan baik.

Komponen yang pertama adalah affective commitment. Komitmen ini berasal dari keinginan (want) guru untuk tetap menjadi anggota sekolah karena kemauan sendiri, dan untuk berkontribusi dan mengidentifikasi diri terhadap SMA, serta menyenangi keanggotaan dalam kegiatan di SMA Negeri “X” kota Sukabumi hal tersebut terlepas dari keuntungan-keuntungan yang diperoleh. Guru dengan affective commitment yang kuat memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap sekolah. Hal ini berarti bahwa guru tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap sekolah, seperti ikut serta dalam memajukan SMA tempatnya mengajar, mengajar dengan tujuan mencerdaskan anak bangsa tanpa mengharap imbalan, mengajar, melatih dan membimbing agar siswa-siswanya menjadi siswa berprestasi. Guru dengan


(21)

affective commitment kuat akan memiliki motivasi untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi sekolah dibandingkan dengan guru yang tidak memiliki affective commitment.

Terjadinya affective commitment dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu: organizational characteristic, personal characteristic, dan pengalaman kerja. Organizational characteristic meliputi job design, serta variasi dan tantangan. Pekerjaan yang bervariasi dan menantang dapat memacu komitmen guru terhadap sekolahnya. Personal characteristic seperti usia dan lama bekerja biasanya mempengaruhi komitmen guru terhadap sekolah. Semakin tua usia guru, maka akan semakin mendekati akhir masa kerjanya sehingga guru cenderung akan menghabiskan masa kerjanya di sekolah tersebut, dengan demikian affective commitment terhadap sekolah akan semakin kuat. Pengalaman kerja meliputi bagaimana perlakuan sekolah terhadap guru dapat memunculkan sikap positif sehingga dapat mengarahkan tingkah laku kerja yang muncul, seperti perasaan dihargai, serta pemberian fasilitas dan imbalan. Sebagai contoh, pada karakter personal, guru yang memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya akan memiliki komitmen yang lebih kuat dibandingkan guru yang kurang percaya diri terhadap kemampuannya.

Komponen yang kedua adalah continuance commitment. Komitmen ini bersifat ekonomis, dalam artian guru bertahan di sekolah tersebut karena ia membutuhkan (need) keuntungan dan upah atau karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Komitmen guru pada sekolah karena guru merasa akan kehilangan biaya yang tinggi jika meninggalkan sekolahnya, termasuk biaya ekonomi


(22)

15

(tunjangan pensiun) dan biaya sosial (persahabatan dengan rekan kerja). Guru memiliki komitmen pada organisasinya karena mereka membutuhkannya. Guru dengan continuance commitment yang kuat akan bertahan dalam sekolah, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Guru terpaksa menjadi anggota untuk menghindari kerugian finansial dan kerugian lain. Guru yang memiliki continuance commitment yang kuat akan tetap bergabung dengan sekolah, bukan karena keterikatan emosional, tetapi karena pertimbangan kerugian yang akan mereka peroleh jika keluar.

Terjadinya continuance commitment dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu : management factors, environmental conditions, dan role states. Management factors adalah kemampuan individu dalam mengatur segala hal yang berkaitan dengan apa yang akan dikerjakan. Environmental conditions adalah kondisi lingkungan di mana adanya tanggung jawab, contohnya adalah memberikan nafkah pada keluarga sehingga membuat guru akan memiliki continuance commitment yang baik dikarenakan takut kehilangan sumber penghasilan. Role states seperti rolling jabatan yang sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing guru sehingga guru bisa merasakan keadaan yang berbeda dan tidak merasa bosan dalam bekerja.

Komponen yang ketiga adalah normative commitment. Komitmen ini berasal dari nilai-nilai yang dianut guru. Guru percaya bahwa dirinya terikat dengan sekolah karena ia merasa bahwa hal ini adalah sesuatu yang benar (ought to). Komitmen guru terhadap sekolah karena merasa hal tersebut adalah suatu


(23)

kewajiban. Perasaan ini mungkin berasal dari berbagai sumber. Sebagai contoh, sekolah mungkin sudah menghubungkan berbagai sumber daya dalam melatih guru untuk merasakan suatu kewajiban moral sehingga guru yang telah dilatih merasa hutang budi dan harus membayarnya. Guru ini memiliki komitmen pada sekolah karena merupakan keharusan. Normative commitment didasarkan pada pendekatan obligation, di mana komitmen sebagai tekanan normatif yang telah diinternalisasikan agar individu bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan sekolah. Normative commitment menimbulkan perasaan kewajiban pada guru untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari sekolah. Guru dengan normative commitment yang kuat akan tetap bertahan dalam sekolah karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas benefit yang telah diberikan sekolah.

Terjadinya normative commitment disebabkan oleh dua hal, yaitu : sosialization experience, dan psychological contract. Sosialization experience adalah pengalaman sosialisasi selama berada dalam sekolah. Jika sekolah menanamkan kepercayaan pada guru bahwa sekolah mengharapkan loyalitas guru, maka guru juga akan menunjukkan normative commitment yang kuat. Psychological contract merupakan penyebab dari terjadinya normative commitment. Sebagai contoh, guru yang memiliki psychological contract dengan bentuk relational (berisi tentang tanggung jawab yang berhubungan antara kedua pihak, sekolah dan guru, lebih abstrak dan berdasarkan pada prinsip social exchange), maka guru ini akan memiliki normative commitment yang kuat. Ia


(24)

17

akan bekerja karena rasa tanggung jawabnya terhadap psychological contract yang ia yakini.

Pada dasarnya tujuan pembuatan sekolah adalah untuk memajukan dan mengembangkan para siswa yang belajar di sekolah tersebut. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memajukan dan mengembangkan sekolah. Guru adalah salah satu faktor utama yang dapat membantu memajukan dan mengembangkan sekolah. Oleh karena itu, ketika calon guru akan mengajar di suatu sekolah, maka akan diadakan proses penyeleksian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan memilih sumber daya manusia yang berkualitas, diharapkan mereka memiliki komitmen organisasi yang kuat.

Lembaga pendidikan saat ini menjadi salah satu berita yang sedang banyak diperbincangkan oleh banyak orang karena lembaga ini memiliki program baru untuk meningkatkan kesejahteraan guru dengan cara memberikan tunjangan lebih per tiga bulan. Melalui program ini diharapkan guru menjadi lebih bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya untuk mendidik para siswa sehingga pendidikan di Indonesia bisa semakin meningkat. Program yang sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini adalah program sertifikasi. Dalam program sertifikasi ini, guru yang sudah memenuhi syarat akan mendapatkan tunjangan kelipatan gaji per tiga bulan, dengan tujuan dapat membantu kesejahteraan para guru sehingga jika guru sudah sejahtera diharapkan mereka dapat fokus saat mengajar atau memberikan ilmu di sekolah.


(25)

Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8 yang menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11 ayat (1) yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

Manfaat uji sertifikasi menurut pengamat pendidikan Mansur Muslich antara lain: Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri, melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini, menjadi wahana penjaminan mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan. Dengan adanya program sertifikasi ini, diharapkan kinerja guru akan lebih baik sehingga pendidikan di Indonesia dapat meningkat. Prosesnya yaitu pemerintah memberikan tunjangan lebih pada para guru, kemudian para guru dapat meningkatkan komitmen organisasinya sehingga kinerjanya pun ikut meningkat.


(26)

19

Selain ketiga komponen tersebut, komponen komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan pengalaman selama masa kerja. Faktor pertama yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah karakteristik individu (usia dan lama bekerja). Biasanya guru yang usianya semakin tua, komitmen organisasinya akan semakin kuat karena mereka merasa masa kerjanya semakin singkat sehingga mereka cenderung akan menghabiskan masa kerjanya di sekolah tersebut dengan memberikan yang terbaik pada lembaga. Selain itu, kesempatan pasar kerja yang berkurang untuk usia yang sudah tua menyebabkan pekerja menjadi lebih bertanggungjawab dan lebih berkomitmen dalam melakukan pekerjaan mereka sekarang. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh pengalaman-pengalaman mereka sebelumnya. Lama bekerja juga dapat mempengaruhi komitmen organisasi pada seseorang. Biasanya guru yang sudah lama bekerja dalam suatu sekolah akan memiliki rasa bangga karena ia telah menjadi guru senior di sekolah tersebut. Senioritas sering akan membawa keuntungan yang mengarah pada pengembangan sikap kerja yang baik sehingga akan muncul keinginan untuk memberikan contoh yang baik pada guru-guru baru. Individu yang mengembangkan keterikatan yang mendalam dengan organisasi dan rekan kerja mereka serta menghabiskan lebih banyak waktu dengan rekan kerja akan mempengaruhi komitmen organisasi seseorang.

Faktor kedua yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah karakteristik pekerjaan. Biasanya pekerjaan yang bervariasi dan menantang dapat memacu komitmen guru terhadap sekolah. Faktor ketiga yang mempengaruhi


(27)

komitmen organisasi adalah pengalaman selama masa kerja. Hal ini mencakup perasaan dihargai oleh sekolah dalam bentuk pemberian fasilitas dan imbalan. Melalui aspek dan faktor tersebut kita dapat mengetahui profil komitmen organisasi seorang guru.

Hasil dari penelitian ini berupa gambaran delapan profil komitmen organisasi.

Profil tipe 1 Aff (K), Con (K), Nor (K): Guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi yang memiliki profil ini akan sangat berkontribusi, bertanggung jawab, menyenangi keanggotaan dan memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap sekolahnya dan melihat keuntungan dan kerugian yang didapat jika mengajar di sekolah tersebut.

Profil tipe 2 Aff (K), Con (K), Nor (L): guru yang memiliki profil ini akan sangat berkontribusi, menyenangi keanggotaan, melihat keuntungan dan kerugian yang didapat jika mengajar di sekolah tersebut, namun kurang setia dan kurang bertanggung jawab.

Profil tipe 3 Aff (K), Con (L), Nor (K): guru yang memiliki profil ini akan sangat berkontribusi, menyenangi keanggotaan, memiliki tanggung jawab yang tinggi dan kesetiaan terhadap sekolah, serta kurang mementingkan keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan jika mengajar di sekolah tersebut.

Profil tipe 4 Aff (K), Con (L), Nor (L): guru yang memiliki profil ini akan sangat berkontribusi dan menyenangi keanggotaan di sekolah, tidak mementingkan keuntungan dan kerugian yang didapat jika mengajar di sekolah


(28)

21

tersebut, namun kurang memiliki rasa tanggung jawab dan kesetiaan terhadap sekolah.

Profil tipe 5 Aff (L), Con (K), Nor (K): guru yang memiliki profil ini akan kurang berkontribusi dan kurang menyenangi keanggotaan, serta mementingkan keuntungan dan kerugian yang didapat jika mengajar di sekolah tersebut, namun memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan kesetiaan yang besar jika dirasa mendapatkan keuntungan yang diharapkan.

Profil tipe 6 Aff (L), Con (K), Nor (L): guru yang memiliki profil ini akan kurang berkontribusi dan menyenangi keanggotaan, kurang bertanggung jawab dan setia terhadap sekolah, serta mementingkan keuntungan dan kerugian yang didapatkan di tempatnya mengajar.

Profil tipe 7 Aff (L), Con (L), Nor (K): guru yang memiliki profil ini akan kurang berkontribusi dan menyenangi keanggotaan, serta kurang mementingkan keuntungan dan kerugian yang didapat, namun memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan setia terhadap sekolah tempatnya mengajar.

Profil tipe 8 Aff (L), Con (L), Nor (L): guru yang memiliki profil ini akan kurang berkontribusi dan menyenangi keanggotaan, serta kurang bertanggung jawab dan setia terhadap sekolah, namun kurang mementingkan keuntungan dan kerugian yang didapat dari tempatnya mengajar.

Untuk lebih jelasnya, berikut diagram terjadinya proses komitmen organisasi pada individu


(29)

Skema 1.1 Kerangka Pikir Faktor-faktor yang mempengaruhi Komponen Komitmen Organisasi:

1. Karakteristik Pribadi (usia, lama kerja, jenis kelamin, pendidikan dan status marital)

2. Karakteristik Pekerjaan (variasi tantangan kerja)

3. Pengalaman masa kerja (fasilitas, imbalan)

Aff (K), Con (K), Nor (K)

Aff (K), Con (K), Nor (L)

Aff (K), Con (L), Nor (K)

Aff (K), Con (L), Nor (L) Komitmen

terhadap Organisasi Guru SMA Negeri

“X” yang sudah Bersertifikasi di

Kota Sukabumi Aff (L), Con (K), Nor (K)

Aff (L), Con (K), Nor (L)

Aff (L), Con (L), Nor (K)

3 Komponen Komitmen :

1. Affective Commitment

(Organizational Characteristic, Personal Characteristic dan Pengalaman Kerja)

2. Continuance Commitment

(Management Factors, Environmental Conditions, Role States)

3. Normative Commitment

(socialization Experience dan Psychological Contract)


(30)

23

1.6Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat ditarik sejumlah asumsi, yaitu :

1. Komitmen organisasi Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi berbeda karena dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan dan status marital.

2. Komitmen organisasi guru Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi meliputi komponen affective commitment, continuance commitment, normative commitment yang nantinya akan menentukan profile komitmen organisasi dari guru tersebut

3. Komponen komitmen organisasi Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi memiliki derajat yang berbeda-beda.


(31)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang komitmen organisasi pada 40 orang guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Mayoritas profil komitmen organisasi yang dimiliki oleh guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi adalah Aff (K), Con (K), Nor (K) dengan jumlah presentase 35%.

2. Tidak ada guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi yang memiliki profil komitmen organisasi Aff (L), Con (L), Nor (K).

3. Faktor yang paling mempengaruhi profil komitmen organisasi adalah usia dan masa kerja guru di sekolah tersebut. Semakin bertambah usia guru, maka penghayatannya mengenai komitmen organisasinya akan lebih berkembang dan membuat komitmennya menjadi semakin kuat. Semakin lama masa kerja guru tersebut dapat memunculkan sikap positif sehingga dapat mengarahkan tingkah laku kerja yang positif.


(32)

62

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti komitmen organisasi, disarankan :

1. Dapat memberikan informasi mengenai pentingnya komitmen organisasi pada setiap individu yang akan mempengaruhi produktivitas seseorang.

2. Untuk mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan komitmen organisasi, contohnya dengan menggali lebih detil kaitan antara hubungan komitmen organisasi guru dengan perilaku atau kinerja yang ditampilkan.

3. Tidak disarankan untuk membuat alat ukur item negative dengan kata-kata “tidak”.

5.2.2 Saran Praktis

1. Dinas Pendidikan kota Sukabumi perlu terjun langsung ke lapangan untuk melihat track record prestasi guru di tempatnya bekerja serta melihat produktivitas para guru. Dari produktivitas yang muncul dapat terlihat bagaimana komitmen guru terhadap sekolah, sehingga Dinas Pendidikan kota Sukabumi dapat melihat komitmen yang dimiliki guru dan bisa melakukan evaluasi untuk mendapatkan solusi yang tepat agar tercipta guru profesional yang berkomitmen tinggi dalam mengajar.


(33)

2. Kepala Sekolah SMA Negeri “X” di kota Sukabumi disarankan untuk memberikan pelatihan terhadap para guru atau mensosialisasikan pentingnya komitmen yang dimiliki oleh guru dalam meningkatkan produktivitas.

3. Bagi Guru SMA Negeri “X” kota Sukabumi disarankan untuk mengetahui profil komitmen organisasi yang mereka miliki sehingga dapat melakukan evaluasi diri untuk lebih meningkatkan kinerjanya.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing Design, Analysis, and Use. Boston: Allyn and Bacon.

Greenberg,J.,& Baron, R.A. 1993. Behavior In Organizations 4th ed. Boston: Allyn & Bacon.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistic in Psychology And education. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

John W. Santrock. 1995. Life Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Manurung, Rosida T. 2003. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Kristen Maranatha.

Meyer, J. P., & Allen, N. J. 1997. Commitment in the worplace theory research and application. California: Sage Publications.

Meyer, J., Stanley, D., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (in press). Affective, continuance, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of antecedents, correlates and consequences.

Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steeras, R. 1982. Organizational linkages : the psychology of commitment, absenteeism, and turnover. San Diego, California : Academic Press.

Sudjana, N, Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru


(35)

Perawat di Rumah Sakit “X” Bandung.

http://dinaspendidikan.blogspot.com/2009/11/lulus-sertifikasi-guru-tak-jamin-mutu.html?m=1

www.kompas.com

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/component/content/article/24-organisasi/48-indikator-komitmen

http://www.sekolahdasar.net/2011/11/peran-guru-dalam-mencerdaskan-bangsa.html?m=1

http://setya066.wordpress.com

http://staff.ui.ac.id/internal/131998622/material/Arisan86-KomitmenOrganisasi-Liche.pdf

http://www.sukabumikota.go.id/

http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/09/pengujian-validitas-dan-reliabilitas.html?m=1

www.wikipedia.com

http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/27/21175927/Indonesia.Alami.Krisis.Pe nndidikan

http://wiare.blogspot.com/2013/02/rendahnya-kualitas-pendidikan-di-negara.html/m=1

http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/07/08304834/Kualitas.Guru.Masih.Rend ah.%20Rabu%207%20Maret%202012

http://www.forumsains.com/artikel/jati-diri-guru-saat-ini/?wap2

http://m.kompasiana.com?post/read/552591/1/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-mei


(1)

1.6Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat ditarik sejumlah asumsi, yaitu :

1. Komitmen organisasi Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi berbeda karena dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan dan status marital.

2. Komitmen organisasi guru Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi meliputi komponen affective commitment, continuance

commitment, normative commitment yang nantinya akan menentukan profile

komitmen organisasi dari guru tersebut

3. Komponen komitmen organisasi Guru SMA Negeri “X” yang Sudah Bersertifikasi di Kota Sukabumi memiliki derajat yang berbeda-beda.


(2)

61

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang komitmen organisasi pada 40 orang guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Mayoritas profil komitmen organisasi yang dimiliki oleh guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi adalah Aff (K), Con (K), Nor (K) dengan jumlah presentase 35%.

2. Tidak ada guru SMA Negeri “X” yang sudah bersertifikasi di kota Sukabumi yang memiliki profil komitmen organisasi Aff (L), Con (L), Nor (K).

3. Faktor yang paling mempengaruhi profil komitmen organisasi adalah usia dan masa kerja guru di sekolah tersebut. Semakin bertambah usia guru, maka penghayatannya mengenai komitmen organisasinya akan lebih berkembang dan membuat komitmennya menjadi semakin kuat. Semakin lama masa kerja guru tersebut dapat memunculkan sikap positif sehingga dapat mengarahkan tingkah laku kerja yang positif.


(3)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti komitmen organisasi, disarankan :

1. Dapat memberikan informasi mengenai pentingnya komitmen organisasi pada setiap individu yang akan mempengaruhi produktivitas seseorang.

2. Untuk mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan komitmen organisasi, contohnya dengan menggali lebih detil kaitan antara hubungan komitmen organisasi guru dengan perilaku atau kinerja yang ditampilkan.

3. Tidak disarankan untuk membuat alat ukur item negative dengan kata-kata “tidak”.

5.2.2 Saran Praktis

1. Dinas Pendidikan kota Sukabumi perlu terjun langsung ke lapangan untuk melihat track record prestasi guru di tempatnya bekerja serta melihat produktivitas para guru. Dari produktivitas yang muncul dapat terlihat bagaimana komitmen guru terhadap sekolah, sehingga Dinas Pendidikan kota Sukabumi dapat melihat komitmen yang dimiliki guru dan bisa melakukan evaluasi untuk mendapatkan solusi yang tepat agar tercipta guru profesional yang berkomitmen tinggi dalam mengajar.


(4)

63

2. Kepala Sekolah SMA Negeri “X” di kota Sukabumi disarankan untuk memberikan pelatihan terhadap para guru atau mensosialisasikan pentingnya komitmen yang dimiliki oleh guru dalam meningkatkan produktivitas.

3. Bagi Guru SMA Negeri “X” kota Sukabumi disarankan untuk mengetahui profil komitmen organisasi yang mereka miliki sehingga dapat melakukan evaluasi diri untuk lebih meningkatkan kinerjanya.


(5)

Ali Imron. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing Design, Analysis, and Use. Boston: Allyn and Bacon.

Greenberg,J.,& Baron, R.A. 1993. Behavior In Organizations 4th ed. Boston: Allyn & Bacon.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistic in Psychology And education. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

John W. Santrock. 1995. Life Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Manurung, Rosida T. 2003. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Kristen Maranatha.

Meyer, J. P., & Allen, N. J. 1997. Commitment in the worplace theory research

and application. California: Sage Publications.

Meyer, J., Stanley, D., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (in press). Affective, continuance, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of antecedents, correlates and consequences.

Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steeras, R. 1982. Organizational linkages : the

psychology of commitment, absenteeism, and turnover. San Diego,

California : Academic Press.

Sudjana, N, Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru


(6)

xiii

DAFTAR RUJUKAN

Cristia, Arry. 2004. Studi Deskriptif Mengenai Profile Komitmen Organisasi Pada Perawat di Rumah Sakit “X” Bandung.

http://dinaspendidikan.blogspot.com/2009/11/lulus-sertifikasi-guru-tak-jamin-mutu.html?m=1 www.kompas.com http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/component/content/article/24-organisasi/48-indikator-komitmen http://www.sekolahdasar.net/2011/11/peran-guru-dalam-mencerdaskan-bangsa.html?m=1 http://setya066.wordpress.com http://staff.ui.ac.id/internal/131998622/material/Arisan86-KomitmenOrganisasi-Liche.pdf http://www.sukabumikota.go.id/ http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/09/pengujian-validitas-dan-reliabilitas.html?m=1 www.wikipedia.com http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/27/21175927/Indonesia.Alami.Krisis.Pe nndidikan http://wiare.blogspot.com/2013/02/rendahnya-kualitas-pendidikan-di-negara.html/m=1 http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/07/08304834/Kualitas.Guru.Masih.Rend ah.%20Rabu%207%20Maret%202012 http://www.forumsains.com/artikel/jati-diri-guru-saat-ini/?wap2 http://m.kompasiana.com?post/read/552591/1/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-mei http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/648/pdf