Pengaruh Konsentrasi Perekat Daun Jambu Mete dan Tekanan Pengempaan dalam Pembuatan Briket dari Sekam Padi dan Ketaman Kayu
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOMASSA
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari sektor pertanian atau kehutanan yang diperkirakan berpotensi menghasilkan sekitar 25% dari kebutuhan energi global dan membutuhkan pengembangan lebih lanjut oleh masyarakat [17 dan 18]. Biomassa adalah materi organik yang merupakan sumber energi terbarukan yang mengandung karbon dan kadar hidrogen yang tinggi dan dapat dikonversi menjadi bahan bakar [19].
Sumber biomassa ada beberapa macam antara lain biomassa pertanian dan biomassa hutan. Biomassa pertanian merupakan limbah dari tanaman pertanian antara lain batang, cabang, daun serta produk samping dari hasil pertanian dimana limbah tersebut dapat dijadikan sebagai sumber energi. Sedangkan biomassa hutan yang dapat digunakan sebagai penyumbang energi antara lain kayu, dan penebangan kayu, serta produk samping industri kayu. Selain itu, biomassa juga dapat berasal dari lumpur pengolahan air, serta proses pembuatan makanan dan pakan ternak hewan [17 dan 20].
Biomassa dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu : a. Limbah pertanian : limbah hasil panen
b. Limbah hasil kehutanan : limbah kayu pabrik, sisa-sisa penebangan pohon dan semak-semak.
c. Limbah kota dan industrial : limbah padat perkotaan, kotoran dan limbah industri.
Proses produksi biomassa menjadi energi terbagi menjadi dua kategori proses, yaitu :
a. Proses termokimia : pembakaran, pirolisis, pencairan dan gasifikasi
b. Proses biologi : biofotolisis langsung, biofotolisis tak langsung, reaksi perpindahan air-gas secara biologi, foto-fermentasi dan dark-fermentasi [21].
(2)
10
Biomassa dapat diterima oleh masyarakat luas sebagai sumber bahan baku dalam menghasilkan energi terbarukan terkait dengan potensinya yang cukup menjanjikan untuk dijadikan bahan bakar yang meminimalkan masalah lingkungan. Penggunaan limbah pertanian sebagai sumber energi merupakan prospek yang menjanjikan dalam pembangunan di sektor energi. Hal ini berdasarkan hasil pertimbangan bahwa limbah pertanian bersifat ramah lingkungan dan tidak digunakan sebagai sumber pangan sehingga potensi limbah pertanian fokus seluruhnya pada pengadaan energi alternatif. Limbah pertanian yang biasanya dihasilkan antara lain sekam padi, ampas tebu, tandan kosong kelapa sawit dan jerami. Juninger dkk. (2001) dalam Barz (2011) mengatakan bahwa jika semua limbah proses pertanian digunakan, dapat memberikan kontribusi antara 25% dan 40% dari total produksi energi komersial utama di berbagai negara Asia Tenggara [22].
2.1.1 Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang menutupi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang saling bertautan yang disebut lemma dan palea [23]. Sekarang ini, penggunaan sumber energi terbarukan mulai populer dan terus meningkat yaitu sekitar 3% per tahun. Hal ini disebabkan kekhawatiran akibat dampak lingkungan yang semakin meningkat karena penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus sehingga pemerintah di seluruh dunia menggalakkan penggunaan sumber energi terbarukan karena sifatnya yang ramah lingkungan [24]. Sekam padi sebagai sumber energi dapat mengurangi dampak dari emisi gas rumah kaca. Diketahui bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sekam padi lebih rendah daripada bahan bakar fosil [25].
Tabel 2.1 Data Produksi Padi dan Sekam Padi pada Tahun 2007-2010 [26]
Tahun Produksi (juta ton)
Padi Sekam Padi
2005 54 10,8
2006 54,45 10,89
2007 57,15 11,43
2008 60,33 12,07
2009 64,40 12,88
(3)
11
Sekam padi merupakan limbah pertanian yang cukup banyak dihasilkan.Sekitar 20 kg sekam padi dihasilkan setiap 100 kg beras. Sekam padi mengandung substansi organik dan 20% materi anorganik [27 dan 28]. Tabel 2.1 menyajikan data komponen yang terkandung dalam sekam padi:
Tabel 2.2 Komposisi Sekam Padi [27]
Komponen Jumlah (%)
Kadar Air 9,38
Densitas 0,72
Abu 11,34
Senyawa Volatil 6,74
Nitrogen 1,15
Karbon 20,63
Sulfur 1,31
Ada tiga produk samping yang berasal dari tanaman padi yaitu jerami padi, sekam padi, dan dedak padi. Dedak padi biasanya digunakan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, dan sebagainya. Sedangkan jerami dan sekam padi belum digunakan secara optimal, padahal kedua biomassa ini dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan yang dapat berkonstribusi dalam menyediakan sumber energi nasional [29].
Sekam padi merupakan sumber biomassa yang memiliki potensi besar untuk dikonversi menjadi energi dan dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi bagi masyarakat pedesaan. Biomassa yang terdapat di pedesaan harganya lebih murah atau bahkan didapat secara gratis. Pengkonversian biomassa menjadi energi dapat mengurangi limbah pertanian dan jika dikelola dengan baik bisa mendatangkan pendapatan tambahan bagi masyarakat pedesaan sehingga mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat [30 dan 31]. Sekam padi merupakan sumber energi yang cukup potensial di India sebagai penghasil tenaga listrik. Sekam padi sebagai sumber pembangkit listrik muncul pada tahun 2007 dan diharapkan dapat menjangkau daerah-daerah pedesaan sehingga membantu dalam penyedian listrik di daerah terpencil. Sekam padi sendiri sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar pada tungku ataupun tanur. Di Bangladesh, briket sekam padi telah digunakan di beberapa daerah. Briket merupakan bahan bakar tanpa asap yang memberikan suhu yang lebih tinggi dan
(4)
12
lebih cepat daripada batu bara maupun kayu [29 dan 32]. Meskipun telah diketahui banyaknya manfaat sekam padi, namun kebanyakan petani hanya mendapatkan harga atau keuntungan yang tidak seberapa. Hal ini disebabkan : a. Kurang kesadaran potensi sekam padi tersebut oleh petani
b. Kurangnya informasi akan pengetahuan dan teknologi c. Masalah sosial-ekonomi
d. Kurangnya kepedulian lingkungan [32].
2.1.2 Ketaman Kayu
Limbah kayu merupakan sisa-sisa kayu yang tidak dibutuhkan yang berasal dari proses pengolahan kayu seperti serbuk gergaji, lembaran dan kulit kayu serta ketaman kayu [12].
Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Gergajian di Sumatera Utara [33]
No Tahun Kayu
Gergajian (M3)
Limbah Kayu Gergajian, 50% (M3)
1 2002 37.432 18.716
2 2003 7.557 3.778,5
3 2004 19.915 9.957,5
4 2005 51.368 25.684
5 2006 66.616 33.308
Limbah ketaman kayu dan serbuk gergaji yang dihasilkan cukup besar. Terkadang ketaman kayu dicampur dengan sekam padi kemudian digunakan sebagai alas hewan-hewan ternak. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah ketaman kayu. Sekarang ini, ketaman kayu mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi. Kemampuan ketaman kayu untuk dijadikan bahan baku pembuatan bahan bakar semakin menambah nilai ekonomis bahan itu sendiri. Limbah kayu biasanya dijadikan bahan bakar pada industri-industri utlitas seperti boiler dan heater [34 dan 35].
2.2 KARBONISASI
Biomassa tidak bisa digunakan secara langsung sebagai sumber energi. Untuk mengubah biomassa menjadi sumber energi dapat memanfaatkan proses
(5)
13
karbonisasi. Proses karbonisasi merupakan proses pirolisis, dimana materi organik diletakkan pada tempat bertemperatur tinggi tanpa kehadiran oksigen [36]. Pada proses karbonisasi, biomassa akan terkonversi menjadi arang. Selain arang, pada proses karbonisasi juga dihasilkan karbon monoksida (CO), metana dan air. Konversi biomassa kayu menjadi arang pada proses karbonisasi secata teoritis dapat mencapai angka 44-55%. Namun, hal tersebut bukanlah hal mutlak dengan pertimbangan perbedaan jenis biomassa yang berarti memiliki komposisi yang berbeda pula sehingga mempengaruhi kualitas arang hasil konversi biomassa kayu yang dikarbonisasi [37].
Reaksi yang terjadi pada proses karbonisasi adalah sebagai berikut [37]: C21H32O14 C7H4O + 9CO + 5CH4 + 4H2O
Temperatur pada proses karbonisasi mempengaruhi kualitas arang yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan temperatur degradasi senyawa yang terdapat dalam biomassa tersebut, seperti selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa diharapkan terdegradasi dengan baik sehingga arang yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus [38]
Temperatur merupakan kondisi proses yang paling penting dalam karbonisasi. Temperatur optimum harus dicapai pada proses karbonisasi. Berdasarkan temperatur optimum, karbonisasi dapat dibagi menjadi dua kelas. Pada temperatur 200 oC hingga 300 oC dan pada temperatur di atas 320 oC. Pada temperatur di atas 320 oC itulah arang terbentuk.
Selain temperatur, waktu karbonisasi juga menentukan kualitas arang. Temperatur yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat sedangkan pada temperatur yang lebih rendah waktu yang dibutuhkan juga lebih lama. Temperatur dan waktu optimum dalam pembentukan suatu arang tergantung dari bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang mengandung lebih banyak hemiselulosa membutuhkan temperatur yang lebih rendah agar terdekomposisi menjadi arang daripada bahan baku yang lebih banyak mengandung selulosa. Berbeda dengan hemiselulosa dan selulosa, bahan baku yang mengandung banyak lignin terdekomposisi lebih awal dari selulosa dan hemiselulosa tetapi terdekomposisi sempurna di atas temperatur yang dibutuhkan hemiselulosa dan selulosa.
(6)
14
Selain kandungan bahan baku, yang tidak kalah penting dalam menentukan temperatur dan waktu adalah ukuran partikel. Ukuran partikel yang lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari partikel yang berukuran lebih kecil pada temperatur yang sama [39].
2.3 BRIKET
Briket dapat didefiniskan sebagai sumber energi alternatif yang dibentuk dari konversi fisik-mekanikal dari material dengan atau tanpa perekat dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Proses pembuatan briket merupakan teknologi pemadatan bahan baku untuk meningkatkan densitas bahan baku tersebut dengan bentuk dan ukuan yang seragam agar lebih mudah dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan. Akhir-akhir ini briket telah menimbulkan banyak ketertarikan di negara berkembang di seluruh dunia sebagai suatu teknik untuk memanfaatkan limbah biomassa sebagai sumber energi [40 dan 41].
Proses pembuatan briket dengan tujuan pembuatan bahan bakar telah ada ribuan tahun yang lalu namun kemudian pengaplikasiannya hilang begitu saja. Sekitar abad ke-18, proses pembuatan briket mulai diperkenalkan lagi. Pada tahun 1865 telah ditemukan adanya mesin yang digunakan untuk membuat briket dari gambut sebagai bahan bakar dan dicatat sebagai awal mula mesin pembuatan briket. Penggunaan briket organik (briket biomassa) baru-baru ini mulai dibandingkan dengan briket batubara [42].
(Briket memiliki standar dalam menentukan kualitas suatu briket. Tabel 2.4 menunjukkan standar suatu briket).
Tabel 2.4 Standar Kualitas Briket di Beberapa Negara [43 dan 44]
Sifat Arang Briket Jepang Inggris Amerika Indonesia
Kadar Air (%) 6-8 3,6 6,2 7,57
Kadar Senyawa Volatil (%) 15-30 16,4 19-28 15
Kadar Abu (%) 3-6 5,9 8,3 5,51
Fixed Carbon 60-80 75,3 60 77
Kerapatan (g/cm3) 1,0-1,2 0,48 1 -
(7)
15
Ada beberapa keuntungan dari produksi dan penggunaan briket biomassa, yaitu: 1. Menyediakan sumber bahan bakar murah untuk keperluan rumah tangga,
yang terjangkau oleh semua penduduk
2. Menyediakan sarana yang baik dalam mengkonversi limbah pertanian menjadi benda yang memiliki nilai ekonomi.
3. Membantu melestarikan beberapa sumber daya alam karena merupakan alternatif yang tepat. Oleh karena itu, hal ini akan berguna untuk mengurangi jumlah minyak dan gas yang biasanya digunakan untuk menghasilkan energi bagi keperluan rumah tangga.
4. Menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang karena akan dibutuhkan operator untuk mengoperasikan mesin briket, mendistribusikan bahan baku dan menjual briket yang dihasilkan.
5. Produk yang dihasilkan mudah diangkut dan disimpan
6. Proses ini membantu dalam memecahkan masalah penumpukan limbah biomassa
7. Bahan bakar yang dihasilkan seragam dalam ukuran dan kualitas 8. Membantu mengunagi kayu bakar dan penggundulan hutan 9. Briket yang dihasilkan tidak mengandung sulfur
10. Memiliki kualitas yang konsisten dan memiliki efisiensi yang sempurna [41, 45 dan 46].
Beberapa kekurangan dari briket biomassa antara lain:
1. Harga investasi tinggi dan konsumsi energi yang besar dalam proses pembuatannya
2. Kadang-kadang terjadi karakteristik pembakaran yang tidak diinginkan misalnya asap
3. Keeratan briket yang dapat melonggar bila terkena air bahkan akibat kelembaban cuaca yang tinggi [41 dan 45].
2.4 PEREKAT (BINDER)
Perekat digunakan untuk mempererat briket [13]. Perekat tersebut dapat mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan seperti sifat termal dan pembakarannya tergantung dari jenis perekat, jumlah perekat dan jumlah air yang
(8)
16
digunakan. Perekat yang digunakan dalam pembuatan briket berupa perekat organik ataupun anorganik. Beberapa perekat organik antara lain minyak mentah, pati dan molase. Perekat anorganik meliputi tanah liat, natrium silikat dan semen [46].
Jambu mete (Anacardium occidentale L) termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angisopermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Sapindales, famili Anacardiaceae, genus Anacardium, dan spesies Anarcadium occidentale L. [16]. Jambu mete berasal dari Brazil dan ditemukan pada ketinggian 1-1200 m dpl di daerah tropis. Nama umum dari tanaman ini adalah jambu monyet tetapi di beberapa daerah dikenal dengan nama lain. Nama jambu mete berasal dari daerah Jawa dan terkadang disebut juga jambu mede. Di daerah Sumatera dikenal dengan nama gaju atau jambu erang sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama jambu parang, jambu sepal, jambu gayus, jambu seran ataupun janggus [47].
Jambu mete merupakan hasil perkebunan yang cukup penting dan merupakan komoditi ekspor sehingga jambu mete ikut berperan dalam menyumbang devisa negara dan memberikan keuntungan bagi petani. Tanaman jambu mete pada tahun 2003 saja sudah memiliki areal yang cukup luas sekitar 581.641 ha dengan total produksi 112.509 ton. Pada umumnya tanaman ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia bagian Timur seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara [48].
Daun jambu mete mengandung beberapa senyawa kimia seperti tannin, asam anakardat, kardol, karbohidrat, protein lemak, vitamin, mineral, fenol, asam hidroksi benzoat, glikosida kermferol, glikosida dan kuersetin. Senyawa tannin, kardol dan asam anakardat lebih banyak terdapat pada daun jambu mete muda daripada daun jambu mete tua. Daun jambu mete mengandung tannin dengan kadar 4,15% [60]. Tannin adalah gabungan senyawa fenolat dengan berat molekul 500-3000 [49]. Tannin menyebabkan daun jambu mete bersifat adhesif karena memiliki sifat gelatin [16]. Gelatin merupakan polimer yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) dan bersifat mengikat. Oleh karena itu, perekat berbasis tannin sudah banyak digunakan pada panel kayu dan sudah dikomersialkan sejak tahun 1971 karena melekat dengan cukup baik [50 dan 51].
(9)
17
2.5 TEKANAN PENGEMPAAN
Tekanan pengempaan merupakan merupakan tekanan yang digunakan dalam proses pengempaan yang biasanya dilakukan saat proses pencetakan briket. Tekanan pengempaan dilakukan untuk lebih memadatkan biomassa sehingga mengecilkan pori atau celah di antara partikel-partikel biomassa yang kemudian menyebabkan partikel-partikel biomassa lebih terikat dengan erat [28]. Mekanisme yang terjadi selama pengempaan antara lain :
a. Biomassa yang belum merekat cukup kuat dikempa sehingga biomassa menjadi lebih erat dan densitas meningkat
b. Biomassa yang sudah dikempa menjadi kompak, erat, dan bidang kontak antarpartikel meningkat
c. Tekanan yang diberikan sama atau seragam untuk setiap partikel biomassa sehingga biomassa tersebut memiliki kepadatan yang sama.
Beberapa cara pengempaan pada pembuatan briket antara lain : a. Pengempaan dengan tekanan tinggi (> 100 MPa atau 1000 kg/cm2)
b. Pengempaan dengan tekanan sedang dibantu dengan perangkat pemanas (50 MPa – 100 MPa atau 500 kg/cm2– 1000 kg/cm2)
c. Pengempaan dengan tekanan rendah dibantu dengan perekat (< 50 MPa atau 500 kg/cm2)
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa pada biomassa yang telah diberi perekat hanya memerlukan pengempaan dengan tekanan rendah karena biomassa sudah merekat satu sama lain saat diberi perekat [52].
2.6 ANALISIS EKONOMI
Minyak bumi merupakan sumber energi paling utama dalam kehdiupan manusia [3]. Kebutuhan energi manusia yang semakin meningkat mendorong penggunaan minyak bumi yang semakin banyak pula. Minyak bumi merupakan sumber energi terbarukan yang suatu saat akan habis [4]. Oleh karena itu, diperlukan suatu energi alternatif untuk menggantikan penggunaan minyak bumi. Salah satu energi alternatif adalah briket.
Limbah pertanian berupa sekam padi sangat banyak dihasilkan di Indonesia. Bukan hanya limbah pertanian tetapi limbah kayu juga banyak terdapat di
(10)
18
Indonesia dan belum dimanfaatkan secara maksimal [12 dan 20]. Limbah tersebut merupakan biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket. Dari penelitian dapat diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan baku. Sekam padi didapatkan dari tempat penggilingan padi sedangkan ketaman kayu didapatkan dari tempat pembuatan furniture. Kedua bahan baku didapat secara mudah dan gratis. Selain itu, pada penelitian ini daun jambu mete digunakan sebagai perekat. Daun jambu mete diambil dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan didapat secara gratis. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kedua bahan baku serta perekat..
Di pasaran, briket arang rumah tangga yang dijual berasal dari sekam padi atau kayu dengan harga Rp. 6.000,00 – Rp. 6.500,00 per kg. Berdasarkan bahan baku, jika briket dijual seharga tersebut per kg, maka laba yang diperoleh per kg adalah sama dengan harga penjualan briket tersebut karena bahan baku dan perekat didapat secara gratis. Namun, biaya yang dikeluarkan selama pembuatan briket tidak hanya ditinjau dari bahan baku dan perekat tetapi juga dari biaya peralatan, listrik, dll.
(1)
13
karbonisasi. Proses karbonisasi merupakan proses pirolisis, dimana materi organik diletakkan pada tempat bertemperatur tinggi tanpa kehadiran oksigen [36]. Pada proses karbonisasi, biomassa akan terkonversi menjadi arang. Selain arang, pada proses karbonisasi juga dihasilkan karbon monoksida (CO), metana dan air. Konversi biomassa kayu menjadi arang pada proses karbonisasi secata teoritis dapat mencapai angka 44-55%. Namun, hal tersebut bukanlah hal mutlak dengan pertimbangan perbedaan jenis biomassa yang berarti memiliki komposisi yang berbeda pula sehingga mempengaruhi kualitas arang hasil konversi biomassa kayu yang dikarbonisasi [37].
Reaksi yang terjadi pada proses karbonisasi adalah sebagai berikut [37]: C21H32O14 C7H4O + 9CO + 5CH4 + 4H2O
Temperatur pada proses karbonisasi mempengaruhi kualitas arang yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan temperatur degradasi senyawa yang terdapat dalam biomassa tersebut, seperti selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa diharapkan terdegradasi dengan baik sehingga arang yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus [38]
Temperatur merupakan kondisi proses yang paling penting dalam karbonisasi. Temperatur optimum harus dicapai pada proses karbonisasi. Berdasarkan temperatur optimum, karbonisasi dapat dibagi menjadi dua kelas. Pada temperatur 200 oC hingga 300 oC dan pada temperatur di atas 320 oC. Pada temperatur di atas 320 oC itulah arang terbentuk.
Selain temperatur, waktu karbonisasi juga menentukan kualitas arang. Temperatur yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat sedangkan pada temperatur yang lebih rendah waktu yang dibutuhkan juga lebih lama. Temperatur dan waktu optimum dalam pembentukan suatu arang tergantung dari bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang mengandung lebih banyak hemiselulosa membutuhkan temperatur yang lebih rendah agar terdekomposisi menjadi arang daripada bahan baku yang lebih banyak mengandung selulosa. Berbeda dengan hemiselulosa dan selulosa, bahan baku yang mengandung banyak lignin terdekomposisi lebih awal dari selulosa dan hemiselulosa tetapi terdekomposisi sempurna di atas temperatur yang dibutuhkan hemiselulosa dan selulosa.
(2)
14
Selain kandungan bahan baku, yang tidak kalah penting dalam menentukan temperatur dan waktu adalah ukuran partikel. Ukuran partikel yang lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari partikel yang berukuran lebih kecil pada temperatur yang sama [39].
2.3 BRIKET
Briket dapat didefiniskan sebagai sumber energi alternatif yang dibentuk dari konversi fisik-mekanikal dari material dengan atau tanpa perekat dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Proses pembuatan briket merupakan teknologi pemadatan bahan baku untuk meningkatkan densitas bahan baku tersebut dengan bentuk dan ukuan yang seragam agar lebih mudah dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan. Akhir-akhir ini briket telah menimbulkan banyak ketertarikan di negara berkembang di seluruh dunia sebagai suatu teknik untuk memanfaatkan limbah biomassa sebagai sumber energi [40 dan 41].
Proses pembuatan briket dengan tujuan pembuatan bahan bakar telah ada ribuan tahun yang lalu namun kemudian pengaplikasiannya hilang begitu saja. Sekitar abad ke-18, proses pembuatan briket mulai diperkenalkan lagi. Pada tahun 1865 telah ditemukan adanya mesin yang digunakan untuk membuat briket dari gambut sebagai bahan bakar dan dicatat sebagai awal mula mesin pembuatan briket. Penggunaan briket organik (briket biomassa) baru-baru ini mulai dibandingkan dengan briket batubara [42].
(Briket memiliki standar dalam menentukan kualitas suatu briket. Tabel 2.4 menunjukkan standar suatu briket).
Tabel 2.4 Standar Kualitas Briket di Beberapa Negara [43 dan 44]
Sifat Arang Briket Jepang Inggris Amerika Indonesia
Kadar Air (%) 6-8 3,6 6,2 7,57
Kadar Senyawa Volatil (%) 15-30 16,4 19-28 15
Kadar Abu (%) 3-6 5,9 8,3 5,51
Fixed Carbon 60-80 75,3 60 77
Kerapatan (g/cm3) 1,0-1,2 0,48 1 -
(3)
15
Ada beberapa keuntungan dari produksi dan penggunaan briket biomassa, yaitu: 1. Menyediakan sumber bahan bakar murah untuk keperluan rumah tangga,
yang terjangkau oleh semua penduduk
2. Menyediakan sarana yang baik dalam mengkonversi limbah pertanian menjadi benda yang memiliki nilai ekonomi.
3. Membantu melestarikan beberapa sumber daya alam karena merupakan alternatif yang tepat. Oleh karena itu, hal ini akan berguna untuk mengurangi jumlah minyak dan gas yang biasanya digunakan untuk menghasilkan energi bagi keperluan rumah tangga.
4. Menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang karena akan dibutuhkan operator untuk mengoperasikan mesin briket, mendistribusikan bahan baku dan menjual briket yang dihasilkan.
5. Produk yang dihasilkan mudah diangkut dan disimpan
6. Proses ini membantu dalam memecahkan masalah penumpukan limbah biomassa
7. Bahan bakar yang dihasilkan seragam dalam ukuran dan kualitas 8. Membantu mengunagi kayu bakar dan penggundulan hutan 9. Briket yang dihasilkan tidak mengandung sulfur
10. Memiliki kualitas yang konsisten dan memiliki efisiensi yang sempurna [41, 45 dan 46].
Beberapa kekurangan dari briket biomassa antara lain:
1. Harga investasi tinggi dan konsumsi energi yang besar dalam proses pembuatannya
2. Kadang-kadang terjadi karakteristik pembakaran yang tidak diinginkan misalnya asap
3. Keeratan briket yang dapat melonggar bila terkena air bahkan akibat kelembaban cuaca yang tinggi [41 dan 45].
2.4 PEREKAT (BINDER)
Perekat digunakan untuk mempererat briket [13]. Perekat tersebut dapat mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan seperti sifat termal dan pembakarannya tergantung dari jenis perekat, jumlah perekat dan jumlah air yang
(4)
16
digunakan. Perekat yang digunakan dalam pembuatan briket berupa perekat organik ataupun anorganik. Beberapa perekat organik antara lain minyak mentah, pati dan molase. Perekat anorganik meliputi tanah liat, natrium silikat dan semen [46].
Jambu mete (Anacardium occidentale L) termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angisopermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Sapindales, famili Anacardiaceae, genus Anacardium, dan spesies Anarcadium occidentale L. [16]. Jambu mete berasal dari Brazil dan ditemukan pada ketinggian 1-1200 m dpl di daerah tropis. Nama umum dari tanaman ini adalah jambu monyet tetapi di beberapa daerah dikenal dengan nama lain. Nama jambu mete berasal dari daerah Jawa dan terkadang disebut juga jambu mede. Di daerah Sumatera dikenal dengan nama gaju atau jambu erang sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama jambu parang, jambu sepal, jambu gayus, jambu seran ataupun janggus [47].
Jambu mete merupakan hasil perkebunan yang cukup penting dan merupakan komoditi ekspor sehingga jambu mete ikut berperan dalam menyumbang devisa negara dan memberikan keuntungan bagi petani. Tanaman jambu mete pada tahun 2003 saja sudah memiliki areal yang cukup luas sekitar 581.641 ha dengan total produksi 112.509 ton. Pada umumnya tanaman ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia bagian Timur seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara [48].
Daun jambu mete mengandung beberapa senyawa kimia seperti tannin, asam anakardat, kardol, karbohidrat, protein lemak, vitamin, mineral, fenol, asam hidroksi benzoat, glikosida kermferol, glikosida dan kuersetin. Senyawa tannin, kardol dan asam anakardat lebih banyak terdapat pada daun jambu mete muda daripada daun jambu mete tua. Daun jambu mete mengandung tannin dengan kadar 4,15% [60]. Tannin adalah gabungan senyawa fenolat dengan berat molekul 500-3000 [49]. Tannin menyebabkan daun jambu mete bersifat adhesif karena memiliki sifat gelatin [16]. Gelatin merupakan polimer yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) dan bersifat mengikat. Oleh karena itu, perekat berbasis tannin sudah banyak digunakan pada panel kayu dan sudah dikomersialkan sejak tahun 1971 karena melekat dengan cukup baik [50 dan 51].
(5)
17
2.5 TEKANAN PENGEMPAAN
Tekanan pengempaan merupakan merupakan tekanan yang digunakan dalam proses pengempaan yang biasanya dilakukan saat proses pencetakan briket. Tekanan pengempaan dilakukan untuk lebih memadatkan biomassa sehingga mengecilkan pori atau celah di antara partikel-partikel biomassa yang kemudian menyebabkan partikel-partikel biomassa lebih terikat dengan erat [28]. Mekanisme yang terjadi selama pengempaan antara lain :
a. Biomassa yang belum merekat cukup kuat dikempa sehingga biomassa menjadi lebih erat dan densitas meningkat
b. Biomassa yang sudah dikempa menjadi kompak, erat, dan bidang kontak antarpartikel meningkat
c. Tekanan yang diberikan sama atau seragam untuk setiap partikel biomassa sehingga biomassa tersebut memiliki kepadatan yang sama.
Beberapa cara pengempaan pada pembuatan briket antara lain : a. Pengempaan dengan tekanan tinggi (> 100 MPa atau 1000 kg/cm2)
b. Pengempaan dengan tekanan sedang dibantu dengan perangkat pemanas (50 MPa – 100 MPa atau 500 kg/cm2– 1000 kg/cm2)
c. Pengempaan dengan tekanan rendah dibantu dengan perekat (< 50 MPa atau 500 kg/cm2)
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa pada biomassa yang telah diberi perekat hanya memerlukan pengempaan dengan tekanan rendah karena biomassa sudah merekat satu sama lain saat diberi perekat [52].
2.6 ANALISIS EKONOMI
Minyak bumi merupakan sumber energi paling utama dalam kehdiupan manusia [3]. Kebutuhan energi manusia yang semakin meningkat mendorong penggunaan minyak bumi yang semakin banyak pula. Minyak bumi merupakan sumber energi terbarukan yang suatu saat akan habis [4]. Oleh karena itu, diperlukan suatu energi alternatif untuk menggantikan penggunaan minyak bumi. Salah satu energi alternatif adalah briket.
Limbah pertanian berupa sekam padi sangat banyak dihasilkan di Indonesia. Bukan hanya limbah pertanian tetapi limbah kayu juga banyak terdapat di
(6)
18
Indonesia dan belum dimanfaatkan secara maksimal [12 dan 20]. Limbah tersebut merupakan biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket. Dari penelitian dapat diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan baku. Sekam padi didapatkan dari tempat penggilingan padi sedangkan ketaman kayu didapatkan dari tempat pembuatan furniture. Kedua bahan baku didapat secara mudah dan gratis. Selain itu, pada penelitian ini daun jambu mete digunakan sebagai perekat. Daun jambu mete diambil dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan didapat secara gratis. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kedua bahan baku serta perekat..
Di pasaran, briket arang rumah tangga yang dijual berasal dari sekam padi atau kayu dengan harga Rp. 6.000,00 – Rp. 6.500,00 per kg. Berdasarkan bahan baku, jika briket dijual seharga tersebut per kg, maka laba yang diperoleh per kg adalah sama dengan harga penjualan briket tersebut karena bahan baku dan perekat didapat secara gratis. Namun, biaya yang dikeluarkan selama pembuatan briket tidak hanya ditinjau dari bahan baku dan perekat tetapi juga dari biaya peralatan, listrik, dll.