Pengaruh Konsentrasi Perekat Daun Jambu Mete dan Tekanan Pengempaan dalam Pembuatan Briket dari Sekam Padi dan Ketaman Kayu

(1)

LAMPIRAN 1

FLOWCHART PENELITIAN

L1.1 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU PROSES PENGARANGAN 1

L1.1.1 Flowchart Persiapan Sekam Padi

Gambar L1.1 Flowchart Persiapan Sekam Padi (Proses Pengarangan 1) Dimasukkan sekam padi pada cawan sebanyak 15 gram

Diletakkan dalam desikator hingga dingin Mulai

Selesai

Diletakkan di dalam kantong plastik

Dimasukkan sekam padi ke dalam furnace dengan suhu 400˚C selama 2 jam

Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace


(2)

L1.1.2 Flowchart Persiapan Ketaman Kayu

Gambar L1.2 Flowchart Persiapan Ketaman Kayu (Proses Pengarangan 1) Dimasukkan ketaman kayu pada cawan sebanyak 15 gram

Diletakkan dalam desikator hingga dingin

Selesai

Diletakkan di dalam kantong plastik Dimasukkan ketaman kayu ke dalam furnace

dengan suhu 400˚C selama 2 jam Mulai

Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace


(3)

L1.2 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU PROSES PENGARANGAN 2

Gambar L1.3 Flowchart Pesiapan Sekam Padi dan Ketaman Kayu (Proses Pengarangan 2)

Dimasukkan sekam padi dan ketaman kayu pada cawan dengan perbandingan berat 1:1

Diletakkan dalam desikator hingga dingin

Selesai

Diletakkan di dalam kantong plastik Dimasukkan sekam padi dan ketaman kayu ke

dalam furnace dengan suhu 400˚C selama 2 jam

Mulai

Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace


(4)

L1.3 FLOWCHART PERSIAPAN PEREKAT DAUN JAMBU METE

Tidak

Ya

Gambar L1.4 Flowchart Persiapan Perekat Daun Jambu Mete Dicuci daun jambu mete mudah

100 gram daun jambu mete mudah diblender dengan 200 ml air

Mulai

Dipotong kecil-kecil ± 1 cm

Selesai Apakah sudah halus?


(5)

L1.4 FLOWCHART PROSES PEMBUATAN BRIKET

Gambar L1.5 Flowchart Proses Pembuatan Briket

Diulangi prosedur untuk konsentrasi perekat daun jambu mete yang lain, yaitu 12,5%, 15% dan 20%

Dilakukan pengujian terhadap briket yang telah dicetak Ditimbang arang sekam padi dan arang ketaman kayu dengan

perbandingan 1:1 Mulai

Dimasukkan masing-masing bahan baku dan perekat ke dalam cetakan

Selesai

Dikempa dengan mesin pencetak briket

Dikeringkan di dalam oven selama 1 jam

Dimasukkan campuran bahan baku dan perekat ke dalam cetakan Dicampur dengan perekat daun jambu mete dengan konsentrasi 10%


(6)

L1.5 FLOWCHART ANALISA KADAR BAHAN VOLATIL

Gambar L1.6 Flowchart Analisa Kadar Bahan Volatil Dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin

Diulangi prosedur untuk variabel lainnya

Dihitung persentase senyawa volatil

Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

Dimasukkan ke dalam oven hingga berat konstan tercapai dan dicatat

Selesai Mulai

Ditimbang berat sampel briket dan dicatat Dimasukkan ketaman kayu ke dalam furnace


(7)

L1. 6 FLOWCHART ANALISA KADAR ABU

Gambar L1.7 Flowchart Analisa Kadar Abu Dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin

Diulangi prosedur untuk variabel lainnya

Dihitung persentase kadar abu

Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

Selesai Mulai

Ditimbang berat sampel briket dan dicatat Dimasukkan ketaman kayu ke dalam furnace


(8)

L1.7 FLOWCHART ANALISA KADAR AIR

Gambar L1.8 Flowchart Analisa Kadar Air Diulangi prosedur untuk variabel lainnya

Dihitung kadar air briket

Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

Dihitung perubahan berat sampel dan dicatat

Dimasukkan ke dalam oven hingga berat konstan tercapai dan dicatat

Selesai Mulai


(9)

L1.8 FLOWCHART ANALISA UJI KALOR

Ditutup alat Bomb

Diisikan oksigen dengan tekanan 10 bar

Ditimbang sampel briket pada cawan dengan berat tertentu

Ditempatkan cawan pada ujung tangki penyala

Digulung kawat penyala pada Oxsigen Bomb Calorimeter dan dipasang pada tangki penyala

Mulai

Diaduk air pendingin selama 5 menit Ditutup kalorimeter

Dimasukkan air pendingin 1250 ml Ditempatkan alat Bomb ke dalam kalorimeter

Dicatat temperatur air pendingin Diaduk air pendingin selama 5 menit

Dicatat temperatur alat pendingin

Dihidupkan penyalaan


(10)

Gambar L1.9 Flowchart Analisa Uji Kalor

L1.9 FLOWCHART ANALISA UJI TEKAN

Gambar L1.10 Flowchart Analisa Uji Tekan Selesai

Dimatikan pengaduk Dihitung nilai kalor

Diatur pada kecepatan 2 x 10-4 m/s Diletakkan sampel di antara dua plat

Selesai Mulai

Ditekan hingga struktur sampel hancur A


(11)

LAMPIRAN 2

DATA PENELITIAN

L2.1 DATA KADAR AIR BRIKET

Tabel L2.1 Hasil Analisis Kadar Air Briket No

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan Pengepressan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan

Kadar Air (%)

1 10 85 1 9,500

2 10 85 2 10,500

3 10 105 1 8,000

4 10 105 2 9,000

5 12,5 85 1 8,000

6 12,5 85 2 10,000

7 12,5 105 1 10,500

8 12,5 105 2 11,000

9 15 85 1 6,000

10 15 85 2 7,500

11 15 105 1 12,000

12 15 105 2 12,500

13 20 85 1 9,000

14 20 85 2 10,000

15 20 105 1 12,500


(12)

L2.2 DATA KADAR SENYAWA VOLATIL BRIKET

Tabel L2.2 Hasil Analisis Kadar Senyawa Volatil Briket No

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan Pengepressan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan

Kadar Senyawa Volatil (%)

1 10 85 1 55,8011

2 10 85 2 53,0726

3 10 105 1 51,6304

4 10 105 2 51,3736

5 12,5 85 1 61,4130

6 12,5 85 2 55,0000

7 12,5 105 1 54,7486

8 12,5 105 2 53,9326

9 15 85 1 53,7234

10 15 85 2 51,8919

11 15 105 1 53,4091

12 15 105 2 49,7143

13 20 85 1 54,9451

14 20 85 2 52,7778

15 20 105 1 53,7143


(13)

L2.3 DATA KADAR ABU BRIKET

Tabel L2.3 Hasil Analisis Kadar Abu Briket No

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan Pengepressan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan

Kadar Abu (%)

1 10 85 1 21,5470

2 10 85 2 22,9050

3 10 105 1 25,0000

4 10 105 2 23,0769

5 12,5 85 1 19,5652

6 12,5 85 2 21,6667

7 12,5 105 1 21,2291

8 12,5 105 2 21,9101

9 15 85 1 19,1489

10 15 85 2 21,0811

11 15 105 1 21,0227

12 15 105 2 21,7143

13 20 85 1 17,0330

14 20 85 2 20,0000

15 20 105 1 19,4286


(14)

L2.4 DATA KADAR FIXED CARBON BRIKET

Tabel L2.4 Hasil Analisis Kadar Fixed Carbon Briket No

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan Pengepressan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan

Kadar Fixed Carbon (%)

1 10 85 1 13,1519

2 10 85 2 13,5223

3 10 105 1 15,3696

4 10 105 2 16,5495

5 12,5 85 1 11,0217

6 12,5 85 2 13,3333

7 12,5 105 1 13,5223

8 12,5 105 2 13,1573

9 15 85 1 21,1277

10 15 85 2 19,5270

11 15 105 1 13,5682

12 15 105 2 16,0714

13 20 85 1 19,0220

14 20 85 2 17,2222

15 20 105 1 14,3571


(15)

L2.5 DATA NILAI KALOR BRIKET

Tabel L2.5 Hasil Uji Nilai Kalor Briket No

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan Pengepressan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan

Nilai Kalor (kal/g)

1 10 85 1 1892,121

2 10 85 2 1969,436

3 10 105 1 2011,257

4 10 105 2 2086,744

5 12,5 85 1 1877,138

6 12,5 85 2 1900,83

7 12,5 105 1 1900,788

8 12,5 105 2 1896,984

9 15 85 1 3045,8271

10 15 85 2 2892,612

11 15 105 1 1932,984

12 15 105 2 2046,732

13 20 85 1 2243,625

14 20 85 2 2114,023

15 20 105 1 1983,324


(16)

LAMPIRAN 3

CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN KADAR AIR X = 2 gr

A = 1,810 gr PMC

x 100% PMC

-

x 100%

x 100%

= 9,500%

Keterangan : PMC = Percentage Moisture Content

D = Perubahan berat sampel kering oven = X – A X = Berat awal sampel

A = Berat sampel kering oven

L3.2 PERHITUNGAN KADAR SENYAWA VOLATIL A = 1,810 gr

B = 0,800 gr

PVM

- x 100%

-

x 100% = 55,801%

Keterangan : PVM = Percentage Volatile Matter

A = Berat sampel kering oven

B = Berat sampel setelah 10 menit dalam furnace pada temperatur 5500C


(17)

L3.3 PERHITUNGAN KADAR ABU A = 1,810 gr

C = 0,390 gr

PAC

x 100%

x 100% = 21,547 %

L3.4 PERHITUNGAN KANDUNGAN FIXED CARBON PMC = 10,497%

PVM = 55,801% PAC = 21,547%

= 100% - 9,500% - 55,801% - 21,547% = 13,152%

Keterangan : PMC = Percentage Moisture Content

PVM = Percentage Volatile Matter


(18)

LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO BAHAN BAKU SEKAM PADI

Gambar L4.1 Foto Bahan Baku Sekam Padi

L4.2 FOTO BAHAN BAKU KETAMAN KAYU


(19)

L4.3 FOTO ARANG KEDUA BAHAN BAKU

Gambar L4.3 Foto Arang Sekam Padi dan Ketaman Kayu

L4.4 FOTO DAUN JAMBU METE


(20)

L4.5 FOTO PENCETAK BRIKET

Gambar L4.5 Foto Alat Press Briket

L4.6 FOTO PRODUK


(21)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ozturk, Serdar, Ali Sozdemir dan Ozlem Ulger, The Real Crisis Waiting for the World : Oil Problem and Energy Security, International Journal of Energy Economics and Policy, ISSN:2146-4553, Volume 3, Halaman 74-79, 2013.

[2] Behboudi, Davood, Hossien Panahi dan Soha Moosavi, An Investigation of the Contribution of Renewable and Non-Renewable Energy Consumption to Economic Growth in OIC Countries, International Journal of Economics, Management and Accounting, Volume 21, Nomor 2, Halaman 45-57, 2013.

[3] Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral, Kajian Indonseia Energy Outlook, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012.

[4] Friedrichs, Jorg, Global Energy Crunch : How Different Parts of the World Would React to a Peak Oil Scenario, International Journal of Energy Policy, Volume 38, Nomor 8, Halaman:4562-4569, 2010.

[5] Winch, Peter dan Rebecca Stepnitz, Peak Oil and Health in Low and Middle Income Countries: Impacts and Potential Responses, American Journal of Public Health, Volume 101, Nomor 9, Halaman 1607-1614, 2011.

[6] Akowuah, Joseph O, Frands Kemausuor dan Stephen J Mitchual, Physico-Chemical Characteristics and Market Potential of Sawdust Charcoal Briquette,

International Journal of Energy and Environmental Engineering, Volume 3, Nomor 20, Halaman 1-6, 2012.

[7] Balaka, Ridway, Aditya Rachman dan Ld Muh. Golok Jaya, Mitigating Climate Change through the Development of Clean Renewable Energy in Southeast Sulawesi, a Developing Region in Indonesia, International Journal of Energy, Information and Communications, Volume 4, Nomor 4, Halaman 33-42,


(22)

[8] Kumar, Ajay, Kalyani Mohanta, Devendra Kumar dan Om Parkash, Properties and Industrial Applications of Rice Husk: A review, International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering, ISSN: 2250-2459, Volume 2, Nomor 10, Halaman 86-90, 2012.

[9] Arimoro, Francis O, Robert B. Ikomi dan Efe C. Osalor, The Impact of Sawmill Wood Wastes on the Water Quality and Fish Communities of Benin Rive, Niger Delta Area Nigeria, International Journal of Science & Technology, Volume 2, Nomor 1, Halaman 1-12, 2007.

[10] E.A, Dr. Ubuoh, Dr. Akande S.O.C dan Dr. Akhionbare, S.M.O, Assessment of Wood Waste Dumpsite on Dynamics of Soil Physico-Chemical Characteristics in Njoku Timber Market Imo State Nigeria, International Journal of Multidisciplinary Science and Engineering, Volume 3, Nomor 2, 2012

[11] Shakya, G.R, I. Shakya, M. Augustus Leon, Biomass Briquetting of Agricultural and Forest Residues and Herb Waste in Nepal, 2005.

[12] Bahri, Samsul, Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu untuk Pembuatan Briket Arang dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan di Nangroe Aceh Darussalam, TESIS, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, 2007

[13] Raju, Ch. A. I, K. Ramya Jyothi, M. Satya dan U. Praveena, Studies on Development of Fuel Briquettes for Household and Industrial Purpose,

International Journal of Research in Engineering and Technology, ISSN: 2319-1163, Volume 3, Nomor 2, Halaman 54-63, 2014.

[14] Urgel, Amielle Marie M, Production of Homemade Biomass Briquettes from Dried Syzygium samarangense (Makopa) Leaves, APEC Youth Scientist Journal, Volume 6, Nomor 2, Halaman 135-144, 2014.


(23)

[15] Martin, Ogbu Ikechukwu, Enhacing the Properties of Coal Briquette using Spear Grass (Imperata Cylindrica) and Elephant Grass (Pennisetum Purpureum),

Department of Pure and Industrial Chemistry, Faculty of Physical Sciences, Nnamdi Azikiwe University, Awka, 2010.

[16] Heruwati, Lia Dwi. Pengaruh Variasi Tekanan pada Pembuatan Briket Arang Tempurung Kelapa dengan Perekat Daun Jambu Mete Muda (Anacardium occidentale L.) terhadap Nilai Kalor yang Dihasilkan. 2009.

[17] Murtala, Ahmed M, Bello A. Aliyu dan Gutti Babagana, Biomass Resource as a Source of Sustainable Energy Production in Developing Countries, Journal of Applied Phytotechnology in Enviromental Sanitation, Volume 1, Nomor 2, Halaman 103-112, 2012.

[18] Mishra, Pankaj, Prafull Singh dan Prashant Baredar, Impact of Moisture Level in Atmosphere on Biomass Gasification : A Bioenergy for Sustainable Development, International Journal of Enviromental Sciences, ISSN: 0976-4402, Volume 1, Nomor 4, Halaman 640-644, 2010

[19] Tchapda, Aime Hilaire dan Sarma V. Pisupati, A Review of Thermal Co-Conversion of Coal and Biomass Waste, Journal of Energies, ISSN: 1996-1073, 2014.

[20] Briens, Cedric, Jan Piskorz dan Franco Berruti, Biomass Valorization for Fuel and Chemicals Production- A Review, International Journal of Chemical Reactor Engineering, Volume 6, 2008.

[21] Ni, Meng, Dennis Y.C. Leung, Michael K.H. Leung dan K. Sumathy, An Overview of Hydrogen Production from Biomass, Journal of Fuel Processing Technology, Volume 87, Halaman 461-472, 2006.


(24)

[22]Barz, M dan M.K.Delivand, Agricultural Residues as Promising Biofuels for Biomass Power Generation in Thailand, Journal of Sustainable Energy & Enviroment Special Issue, Halaman 21-27, 2011.

[23] Patabang, Daud, Karakteristik Termal Briket Arang Sekam Padi dengan Variasi Bahan Perekat, Jurnal Mekanikal, Volume 3, Nomor 2, Halaman 286-292, 2012.

[24] Mitchual, Stephen J, Kwasi Frimpong-Mensah dan Nicholas A Darkwa, Effect of Species, Particle Size and Compacting Pressure on Relaxed Density and Compressive Strength of Fuel Briquettes, International Journal of Energy and Environmental Engineering, Volume 4, Nomor 30, Halaman 1-6, 2013.

[25] Afzal, Anis, Mohibullah Mohibullah dan Virendra Kumar Sharma, Performance Analysis of A Rice Husk Power Generating System: A Case Study,

International Journal of Sustainable Energy, Volume 30, Nomor 1, 2011.

[26] Utami, Ficka Prameidia, Sintesis dan Karakterisasi Zeolit A4 dari Abu Sekam Padi sebagai Penyerap Logam Berat Timbal (II) dan Tembaga (II), Tugas Akhir, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan, 2013.

[27] Olawale, Olamide dan Festus Adekunle Oyawale, Characterization of Rice Husk via Atomic Absorption Spectrophotometer for Optimal Silica Production,

International Journal of Science and Technology, ISSN: 2224-3677, Volume 2 Nomor 4 Halaman 210-213, 2012.

[28] Adekunle O, Aliu dan Daramola, A.S, Optimisation for the use of Rice Husk Ash and Sawdust as Alternative Binder for Concrete, The International Journal of Engineering and Science, ISSN : 2319-1813, Volume 2, Nomor 10, Halaman 39-42, 2013.


(25)

[29]Ahiduzzaman, M, Rice Husk Energy Technologies in Bangladesh,

Agricultural Engineering International : the CIGR Ejournal Overview, Volume IX, Nomor 1, Halaman 1-10, 2007.

[30] Bello, Segun R dan Adegbulugbe T.A, Comparative Study on Utilization of Charcoal, Sawdust and Rice Husk in Biomass Furnace-Dryer, Agricultural Engineering International: the CIGR Journal of Scientific Research and Development, Volume 12, Halaman 1-8, 2010.

[31] Diji, C.J, Electricity Production from Biomass in Nigeria : Options, Prospects and Challenges, International Journal of Engineering and Applied Sciences,

ISSN: 2305-8269, Volume 3, Nomor 4, Halaman 84-98, 2013.

[32] Pandey, Ritesh, Santosh K. Sar dan Ashish Kumar Bhui, Feasibility of Installating Rice Husk Power Plant in Chhattisgarh to Meet Sustainable Energy Demands, International Journal of Advanced Engineering Research and Studies,

ISSN: 2249-8974, Volume 1, Nomor 4, Halaman 57-60, 2012.

[33] Wijayanti, Diah Sundari, Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit, Skripsi, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, 2009/

[34] Davis, J.D, J.L. Purswell, E.P. Columbus, A.S. Kiess, Evaluation of Chopped Switchgrass as a Litter Material, International Journal of Poultry Science, ISSN: 1682-8356, Volume 9, Nomor 1, Halaman 39-42, 2010.

[35] Tsai, Wen-Tien, Regulatory Promotion of Waste Wood Reused as an Energy Source and the Environmental Concerns about Ash Residue in the Industrial Sector of Taiwan

[36] Lonia, B dan R.K. Bansal. An Experimental Approach for Studying the Fuel Chareacteristics of Agricultural Waste Based Charcoal A Case Study.


(26)

International Journal of Management & Information Technology, ISSN: 2278-5612, Volume 5, Nomor 3, Halaman 248-257, 2013.

[37] Isahak, Wan Nor Roslam Wan, Mohamed Wahab Mahamed Hisham dan Mohd Ambar Yarmo, Highly Porous Carbon Materials from Biomass by Chemical and Carbonization Method: A Comparison Study, Journal of Chemistry, 2013.

[38] Sazali, N dan Zawati Harun, The Effect of Carbonization Temperature on the Gas Permeation Properties, International Journal of Technical Research and Applications, ISSN: 2320-8163, Nomor 9, Halaman 36-38, 2014.

[39] Rautiainen, Mari, Mikko Havimo dan Kristaps Gruduls, Biocoal Production, Properties and Uses, Baltic Bioenergy and Industrial Charcoal, 2012.

[40] Chinyere, D.C, S.N Asoegwu, G. I. Nwandikom, An Evaluation of Briquettes from Sawdust and Corn Starch Binder, The International Journal of Science & Technoledge, ISSN: 2321-919X, Volume 2, Nomor 7, Halaman 149-157, 2014. [41] Pakhare, Kapil A dan R.N.Baxi, Failure Analysis of Taper Die of Biomass Briquetting Machine : A Review, International Journal of Engineering and Social Science, ISSN: 2249-9482, Volume 2, Nomor 1, 2012.

[42] Martin, Ogbu Ikechukwu, Enhacing the Properties of Coal Briquette using Spear Grass (Imperata Cylindrica) and Elephant Grass (Pennisetum Purpureum),

Department of Pure and Industrial Chemistry, Faculty of Physical Sciences, Nnamdi Azikiwe University, Awka, 2010.

[43] Lubis, Hasril Amri, Uji Variasi Komposisi Bahan Pembuat Briket Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian, Skripsi, Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, 2011.


(27)

[44] Wijayanti, Diah Sundari, Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit, Tugas Akhir, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, 2009.

[45] Maninder, Rupinderjit Singh Kathuaria dan Sonia Grover, Using Agricultural Residues as a Biomass Briquetting: An Alternative Source of Energy, IOSR Journal of Electrical and Electronics Engineering, ISSN: 2278-1676, Volume 1, Nomor 5, Halaman 11-15, Department of Electrical Engineering, Guru Nanak dev Engineering College Ludhiana, Punjab, India, 2012.

[46] Olivia, Ilochi Nkechinyere, Comparative Analysis of Coal Briquette Blends with Groundnut Shell and Maize Cob, Department of Pure and Industrial Chemistry, Faculty of Physical Sciences, Nnamdi Azikiwe University, Awka, 2010.

[47] Tampubolon, Tria Novita, Isolasi Senyawa Flavonoida dari Daun Tumbuhan Jambu Monyet (Anacardium occidentale L.), Skripsi, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, 2011

[48] Sulistyawati, Dewi dan Sri Mulyati, Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale L) terhadap Candida albicans, Biomedika, ISSN: 1979-35X, Volume 2, Nomor 1, 2009.

[49] Mekhanzie, Megen, Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Mete Sebagai Denture Cleanser terhadap Pertumbuhan Candida albicans dengan Waktu Perendaman 15 Menit, Skripsi, Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, 2012.

[50] Setiawati, Ima Hani, Karakteristik Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, 2009.


(28)

[51] Mansouri, H. R, P. Navarrete, A. Pizzi, S. Tapin-Lingua, B. Benjelloun-Mlayah, H. Pasch dan S. Rigolet, Synthetic-Resin-Free Wood Panel Adhesives from Mixed Low Molecular Mass Lignin and Tannin, HAL archives-ouvertes, 2011.

[52] Grover, P.D dan S.K. Mishra, Biomass Briquetting : Technology and Practices, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Bangkok, 1996.

[53] Siahaan, Satriyani, Melvha Hutapea dan Rosdanelli Hasibuan, Penentuan Kondisi Optimum Suhu dan Waktu Karbonisasi pada Pembuatan Arang dari Sekam Padi, Jurnal Teknik Kimia USU, Volume 2, Nomor 1, Halaman 26-30, 2013.

[54] Heruwati, Lia Dwi. Pengaruh Variasi Tekanan pada Pembuatan Briket Arang Tempurung Kelapa dengan Perekat Daun Jambu Mete Muda (Anacardium occidentale L.) terhadap Nilai Kalor yang Dihasilkan. 2009.

[55] Chirchir, David K, Daudi M Nyaanga dan Jason M Githeko, Effect of Binder Types and Amount on Physical and Combustion Characteristics, International Journal of Engineering Research and Science & Technology, ISSN: 2319-5991, Volume 2, Nomor 1, 2013.

[56] Borowski, Gabriel, dan Jan J. Hycnar, Utilization of Fine Coal Waste as a Fuel Briquettes, International Journal of Coal Preparation and Utilization, ISSN: 1939-2699, Volume 33, Halaman 194-204, 2013.

[57] Putri, Elsa Utami, Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Fraksi dari Ekstrak Metanol Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn.) dan Penapisan Fitokimia dari Fraksi Paling Aktif, Skripsi, Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, 2012.


(29)

[58] Chinenye, Ndukwu MacManus, A.S. Ogunlowo dan O.J.Olukunle, Cocoa Bean (Theobroma cacao L.) Drying Kinetics, Chilean Journal of Agricultural research, Volume 70, Nomor 4, Halaman 633-639, 2010.

[59] Geankoplis, Christie J, Transport Processes and Unit Operations, Third Edition. Prentice-Hall International, 2003.

[60] Prasetyawati, Sari, Komposisi Protein Kokon Cricula trifenestrata Helf. dan Kadar Protein, Air, Abu, Flavonoid, Tanin Daun Jambu Mete, Skripsi, Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

[61] Mansaray, K.G dan A.E.Ghaly, Physical and Thermochemical Properties of Rice Husk, Energy Sources Article, 2007.

[62] Abdulrasheed, A, Aroke U.O, Ibrahim M, Compression Pressure Effect on Mechanical & Combustion Properties of Sawdust Briquette using Styrofoam Adhesive as Binder, American Journal of Engineering Research, Volume 4, Nomor 8, Halaman 205-211, 2015.


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi proses pembuatan briket yaitu di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan serta Laboratorium Proses Manufaktur, Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan

Lokasi Analisa produk briket yang dihasilkan yaitu di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan. Jenis kegiatan dan jadwal pelaksanaannya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan

Bulan Ke 1 2 3 4 5 6 1. Persiapan Penelitian

2. Survei dan Pembelian Bahan

3. Pelaksanaan Penelitian dan pengumpulan data 4. Kompilasi data dan penarikan kesimpulan 5. Penulisan karya ilmiah


(31)

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Sekam padi

2. Ketaman kayu 3. Air

4. Daun jambu mete 3.2.2 Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain : Peralatan Pembuatan Briket :

1. Oven 2. Cawan 3. Furnace

4. Kantong Plastik 5. Pencetak Briket 6. Penjepit Tabung 7. Aluminium Foil 8. Desikator 9. Pengaduk 10. Wadah plastik 11. Neraca Digital. Peralatan Analisa Briket : 1. Penjepit Tabung

2. Oxygen Bomb Calorimeter

3. Wadah plastik 4. Neraca Digital 5. Furnace 6. Oven 7. Desikator 8. Aluminium Foil 9. Cawan


(32)

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian Run

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan

Pengompakan(kg/cm2) Cara pengarangan 1

10

85 Proses Pengarangan 1

2 Proses Pengarangan 2

3

105 Proses Pengarangan 1

4 Proses Pengarangan 2

5

12,5

85 Proses Pengarangan 1

6 Proses Pengarangan 2

7

105 Proses Pengarangan 1

8 Proses Pengarangan 2

9

15

85 Proses Pengarangan 1

10 Proses Pengarangan 2

11

105 Proses Pengarangan 1

12 Proses Pengarangan 2

13

20

85 Proses Pengarangan 1

14 Proses Pengarangan 2

15

105 Proses Pengarangan 1

16 Proses Pengarangan 2

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 Persiapan Bahan Baku Proses Pengarangan 1

3.4.1.1 Persiapan Sekam Padi

1. Ditimbang sekam padi pada cawan sebanyak 15 gram

2. Sekam padi dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400˚C selama 2 jam [53]

3. Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace

4. Diletakkan di dalam desikator hingga dingin 5. Dihaluskan menggunakan mortar

6. Diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh 7. Disimpan di dalam kantong plastik.

3.4.1.2Persiapan Ketaman Kayu

1. Ditimbang ketaman kayu pada cawan sebanyak 15 gram


(33)

3. Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace

4. Diletakkan di dalam desikator hingga dingin 5. Dihaluskan menggunakan mortar

6. Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh 7. Disimpan di dalam kantong plastik.

3.4.2 Persiapan Bahan Baku Proses Pengarangan 2

1 Ditimbang sekam padi dan ketaman kayu pada cawan dengan perbandingan berat 1:1

2 Sekam padi dan ketaman kayu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400˚C selama 2 jam

3 Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace

4 Diletakkan di dalam desikator hingga dingin 5 Dihaluskan menggunakan mortar

6 Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh 7 Disimpan di dalam kantong plastik.

3.4.3 Persiapan Perekat Daun Jambu Mete [54]

1. Daun jambu mete muda dicuci kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran ± 1 cm

2. 100 gram daun jambu mete muda diblender atau dihancurkan dengan 200 ml air hingga halus dengan hasil menyerupai pasta atau bubur yang berwarna hijau.

3.4.4 Proses Pembuatan Briket [55]

1. Ditimbang arang sekam padi dan arang ketaman kayu dengan perbandingan 1:1

2. Dicampur dengan perekat daun jambu mete dengan konsentrasi 10% 3. Dimasukkan campuran bahan baku dan perekat ke dalam cetakan 4. Dikempa dengan mesin pencetak briket


(34)

6. Diulangi prosedur di atas untuk konsentrasi perekat daun jambu mete yang lain yaitu 12,5%, 15% dan 20%

7. Dilakukan pengujian terhadap briket yang telah dicetak. 3.5 PROSEDUR ANALISA

3.5.1 Analisa Kadar Bahan Volatil

1. Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram 2. Dimasukkan ke dalam oven hingga berat konstan tercapai (A)

3. Dimasukkan briket ke dalam furnace pada suhu 550 ˚C selama 10 menit

4. Dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin 5. Ditimbang berat sampel briket (B)

6. Dihitunga kadar senyawa volatil (Percentage Volatile Matter atau PVM) dengan Persamaan 3.1 [6]

(3.1) 3.5.2 Analisa Kadar Abu

1. Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

2. Dimasukkan ke dalam oven hingga berat konstan tercapai (A) 3. Ditimbang lagi sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

4. Dimasukkan briket ke dalam furnace pada suhu 550˚C selama 4 jam 5. Dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin

6. Ditimbang berat sampel briket (C)

7. Dihitung kadar abu briket (Percentage Ash Content atau PAC) dengan Persamaan 3.2 [6]

(3.2) 3.5.3 Analisa Kadar Air

1. Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram (E)

2. Dimasukkan ke dalam oven pada suhu hingga berat sampel konstan 3. Dihitung berat sampel briket (D)


(35)

(3.3)

3.5.4 Analisa Fixed Carbon

Persentase fixed carbon dihitung dengan pengurangan jumlah PVM, PAC dan PMC dari 100% seperti pada Persamaan 3.4 [6]

(3.4) 3.5.5 Analisa Uji Kalor

1. Sampel briket ditimbang 0,3 gram pada cawan

2. Kawat penyala pada Oxsigen Bomb Calorimeter digulung dan dipasang pada tangkai penyala

3. Cawan ditempatkan pada ujung tangkai penyala 4. Alar Bomb ditutup

5. Oksigen diisikan ke dalam alat dengan tekanan 30 bar 6. Dipasang alat Bomb ke dalam kalorimeter

7. Dimasukkan air pendingin 1250 ml 8. Ditutup kalorimeter

9. Diaduk air pendingin selama 5 menit 10. Dicatat temperatur air pendingin (T1)

11. Dihidupkan penyalaan

12. Air pendingin diaduk terus menerus selama 5 menit 13. Dicatat temperatur air pendingin (T2)

14. Pengaduk dimatikan.

15. Nilai kalor dihitung seperti Persamaan 3.5

Nilai kalor = T2-T1– 0,05 × Cv × 0,24 (3.5)

Dimana:

T1 = suhu air mula-mula (˚C)

T2 = suhu setelah pembakaram (˚C)

0,05 = suhu akibat kenaikan panas pada kawat Cv = Berat jenis kalorimeter = 73529,6 (kJ/kg) 0,24 = konstanta 1 J = 0,24 kal


(36)

3.5.6 Analisa Uji Tekan [56]

1. Sampel diletakkan di antara dua plat 2. Diatur plat pada kecepatan 2 x 10-4 m/s 3. Ditekan hingga struktur sampel hancur.


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS KUALITAS BRIKET

Briket merupakan salah satu sumber energi alternatif yang penting. Namun sebelum digunakan, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan. Analisa kualitas briket yang dihasilkan adalah terhadap kadar air, kadar senyawa volatil, kadar abu, kandungan fixed carbon

serta nilai kalor briket.

4.1.1 Analisis Kadar Air

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kadar air briket. Konsentrasi perekat yang digunakan adalah 10%, 12,5%, 15%, dan 20% dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2. Proses pengarangan dilakukan dengan dua proses yaitu proses pengarangan 1 dan proses pengarangan 2. Proses pengarangan 1 dilakukan dengan mengarangkan masing-masing bahan baku yaitu sekam padi dan ketaman kayu pada cawan yang berbeda dan setelah menjadi arang kedua bahan baku tersebut dicampur. Sedangkan proses pengarangan 2 dilakukan dengan mencampurkan kedua bahan baku yaitu sekam padi dan ketaman kayu terlebih dahulu kemudian diarangkan pada cawan yang sama.

4.1.1.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa kadar air briket pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat. Meskipun demikian, pada beberapa titik dihasilkan penurunan kadar air briket seiring penambahan konsentrasi perekat. Kadar air briket tertinggi mencapai angka 13% yaitu pada briket dengan perlakuan PP2, TP=105 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 20%. Secara umum, briket dengan perlakuan PP2 dan TP=105 kg/cm2 rata-rata memiliki kandungan air yang besar dibandingkan dengan sampel lainnya.


(38)

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air Briket

Pada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 menunjukkan peningkatan kadar air seiring dengan peningkatan konsentrasi perekat daun jambu mete. Sebagian besar kandungan dalam daun jambu mete adalah asam anakardat. Asam anakardat memiliki sifat higroskopik atau menyerap air [57]. Karena sifat higroskopik tersebut menyebabkan perekat daun jambu mete menyerap uap air dari udara. Oleh karena itu semakin banyak perekat daun jambu mete yang digunakan semakin banyak kandungan asam anakardat dan tannin yang bersifat higroskopis sehingga menyebabkan semakin tinggi kandungan air.

Kandungan air bahan baku untuk setiap run adalah sama tetapi memiliki kadar air yang berbeda setelah dicetak menjadi briket. Perekat daun jambu mete dibuat dengan 100 gram daun jambu mete yang dihaluskan dan dilarutkan dalam 200 ml air. Setelah selesai perekat tersebut dicampurkan ke dalam bahan baku dengan konsentrasi 10%, 12,5%, 15%, dan 20%. Selain itu, kandungan air pada daun jambu mete cukup banyak sekitar 63,83%. Hal itu juga menyebabkan

semakin banyak perekat yang dicampurkan pada bahan baku maka semakin banyak pula kadar air yang terkandung di dalam perekat.

0 2 4 6 8 10 12 14

10 12,5 15 20

K adar A ir (% )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1 TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1 TP = 105 kg/cm2; PP1 TP = 85 kg/cm2; PP2 TP = 105 kg/cm2; PP2


(39)

Briket yang telah dicetak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Hal ini berarti pada waktu pengeringan yang sama, briket yang memiliki kadar air lebih banyak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai berat konstan. Hal ini sesuai dengan kurva pengeringan secara teoritis yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 menerangkan bahwa bahan dengan kadar air yang lebih banyak akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai berat konstan.

Gambar 4.2 Kurva Pengeringan [58]

4.1.1.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air

Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kadar air briket. Pengaruh tekanan pengempaan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa kadar air pada briket dengan perlakuan konsentrasi perekat yang sama dan proses pengarangan yang sama pula mengalami kenaikan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan namun pada konsentrasi perekat 10% untuk proses pengarangan 1 dan 2 kadar air briket mengalami penurunan seiring dengan peningkatan tekanan.

Tekanan pengempaan 105 kg/cm2 membuat briket lebih padat dan kompak daripada briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm. Pada proses pengeringan, panas dari oven berkontak lebih maksimal pada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2 karena briket tersebut lebih longgar mengakibatkan panas dapat masuk ke sela-sela briket sehingga luas bidang permukaan yang

Waktu (jam)

K

ad

ar

a

ir

(

%


(40)

terkena panas lebih banyak daripada briket yang dikempa dengan tekanan 105 kg/cm2.

Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.3 Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air Briket

Penjelasan di atas sesuai dengan rumus :

[58]

Dari persamaan di atas diketahui bahwa luas permukaan (A) berbanding terbalik dengan waktu pengeringan (t). Semakin luas bidang permukaan maka semakin luas bidang kontak pada proses pengeringan sehingga semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mengeringkan suatu bahan. Pengeringan briket dilakukan selama 1 jam di dalam oven dengan suhu 105 oC. Hal ini berarti pada waktu pengeringan yang sama, briket yang memiliki luas bidang permukaan lebih besar mengandung kadar air yang lebih sedikit daripada briket yang memiliki luas bidang permukaan lebih kecil.

Pada proses pengeringan kandungan air bebas pada bahan akan naik ke 0 2 4 6 8 10 12 14 85 K ad ar Air (% )

Tekanan (kg/cm2)

KP=10%; PP1 KP=12,5%;PP1 KP=15%;PP1 KP=20%;PP1 KP=10%;PP2 KP=12,5%;PP2 KP=15%;PP2 KP=20%;PP2 105


(41)

menyebabkan air tersebut kemudian menguap [59]. Pada briket yang lebih kompak, air bebas pada briket akan lebih susah untuk naik ke permukaan briket sehingga menyebabkan proses pengeringan belum maksimal.

Briket dengan konsentrasi 10% baik pada proses pengarangan 1 maupun proses pengarangan 2 mengalami penurunan kadar air pada penambahan tekanan dari 85 kg/cm2 ke 105 kg/cm2. Hal ini dapat dikarenakan pada konsentrasi perekat 10% tidak terlalu merekatkan partikel briket satu sama lain sehingga tekanan tidak terlalu berpengaruh.

4.1.1.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Air

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kadar air briket yang terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Kadar Air Briket berbagai Perlakuan No. Konsentrasi

Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Air (%) 1 10

85 PP1 9,5000

2 PP2 10,5000

3

105 PP1 8,0000

4 PP2 9,0000

5

12,5

85 PP1 8,0000

6 PP2 10,0000

7

105 PP1 10,5000

8 PP2 11,0000

9

15

85 PP1 6,0000

10 PP2 7,5000

11

105 PP1 12,0000

12 PP2 12,5000

13

20

85 PP1 9,0000

14 PP2 10,0000

15

105 PP1 12,5000

16 PP2 13,0000

Keterangan : PP = Proses Pengarangan KP = Konsentrasi Perekat

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa kadar air pada briket dengan konsentrasi perekat dan tekanan pengempaan yang sama rata-rata mengalami kenaikan ketika


(42)

diarangkan dengan proses pengarangan 2. Meskipun demikian, terdapat titik dimana kadar air briket tetap atau konstan.

Proses pengarangan 2 adalah proses pengarangan dimana kedua bahan baku diletakkan dalam satu cawan yang sama kemudian dirangkan. Sedangkan proses pengarangan 1 adalah proses pengarangan dimana kedua bahan diletakkan dalam cawan yang berbeda dan diarangkan. Proses pengarangan 2 meningkatkan kadar air briket jika dibandingkan dengan briket yang diproses dengan metode pengarangan 1. Pada proses pengarangan terjadi reaksi berikut ini :

C21H32O14 C7H4O + 9CO + 5CH4 + 4H2O [37]

Pada proses pengarangan 2, salah satu bahan baku mungkin memicu bahan baku lain agar terkarbonisasi lebih cepat sehingga menyebabkan produkdari proses pengarangan terbentuk lebih banyak. Pada reaksi di atas, diketahui bahwa hasil dari proses karbonisasi antara lain karbon monoksida (CO), metana (CH4)

dan air (H2O). Hal tersebut menyebabkan air lebih banyak dihasilkan pada proses

pengarangan 2 daripada proses pengarangan 1. Akibatnya briket yang dibuat dengan proses pengarangan 2 mengakibatkan briket lebih banyak mengandung air.

Dari Gambar 4.1 dan 4.3 serta Tabel 4.1 terlihat bahwa kadar air briket cukup tinggi. Kadar air paling rendah adalah 6% dan yang paling tinggi adalah 13%. Menurut Lubis (2011), standar kadar air untuk briket di Indonesia adalah 7,57% [43]. Dari grafik di atas diketahui bahwa briket yang dihasilkan memiliki kadar air yang jauh dari standar. Ditinjau dari kadar air, briket yang memenuhi syarat hanyalah briket dengan perlakuan TP=85 kg/cm2, KP=15%, PP1 dan briket dengan perlakuan TP=85 kg/cm2, KP=15%, PP2.

Kadar air merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap nilai kalor briket. Semakin rendah kadar air sebuah briket semakin tinggi nilai kalor briket tersebut [6]. Kadar air yang rendah menandakan briket cukup kering yang berpengaruh terhadap lama penyalaan dan pembakaran briket. Oleh karena itu, briket yang dihasilkan sebaiknya memiliki kadar air yang rendah.


(43)

4.1.2 Analisis Kadar Senyawa Volatil

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kadar senyawa volatil briket.

4.1.2.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar senyawa volatil dapat dilihat pada Gambar 4.4. Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat. Kadar senyawa volatil briket tertinggi adalah 61,413% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 12,5%. Sedangkan kadar senyawa volatil briket terendah adalah 50,575% yaitu pada briket dengan perlakuan PP2, TP=105 kg/cm2 dan kosentrasi 20%.

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.4 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Semua briket dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 mengalami peningkatan kadar senyawa volatil pada konsentrasi perekat 10% ke 12,5%. Daun jambu mete mengandung flavonoid terutama glikosida kuersetin dan

0 10 20 30 40 50 60 70

10 12,5 15 20

K adar Senyaw a V ol at il ( % )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1 TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1 TP = 105 kg/cm2; PP1 TP = 85 kg/cm2; PP2 TP = 105 kg/cm2; PP2


(44)

kemferol, dan asam hidroksibenzoat. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) dalam Putri (2012) bahwa senyawa identitas pada daun jambu mete adalah asam anakardat. Selain mengandung asam anakardat, daun jambu mete juga mengandung beberapa senyawa alkohol [57]. Senyawa alkohol, asam anakardat dan flavonoid adalah senyawa yang mudah menguap. Hal inilah yang menyebabkan kandungan senyawa volatil meningkat pada penambahan konsentrasi perekat.

Namun pada briket dengan konsentrasi 15%, kadar senyawa volatil mengalami penurunan. Pada konsentrasi perekat 15%, perekat tersebut mampu merekatkan partikel briket sedikit lebih baik sehingga kandungan-kandungan senyawa volatil pada briket ikut tertahan dan daya menguapnya lebih kecil daripada sebelumnya. Pada briket dengan konsentrasi perekat 20%, kadar senyawa volatil kembali mengalami kenaikan. Senyawa alkohol dalam konsentrasi perekat daun jambu mete yang lebih besar semakin besar menyumbang kadar senyawa volatil yang menyebabkan kadar senyawa volatil meningkat daripada briket dengan konsentrasi perekat 15%.

4.1.2.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa volatil

Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kadar senyawa volatil briket. Pengaruh tekanan pengempaan terhadap kadar senyawa volatil dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket pada setiap perlakuan mengalami penurunan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan. Briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 105 kg/cm2 memiliki kadar senyawa volatil yang lebih rendah daripada briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2.

Senyawa volatil dimaksudkan untuk senyawa yang menguap selama proses karbonisasi sehingga senyawa volatil dihitung berdasarkan banyaknya zat yang menguap. Oleh karena itu, semakin banyak zat yang menguap maka semakin besar pula kadar senyawa volatilnya.


(45)

Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.5 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Tekanan pengempaan 105 kg/cm2 membuat briket lebih padat dan kompak daripada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2. Karena lebih kompak dan padat, zat-zat yang terkandung dalam daun jambu mete lebih melekat pada briket. Akibatnya, zat-zat tersebut lebih sulit menguap. Pada saat dimasukkan ke dalam furnace untuk dianalisa, zat-zat pada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2 yang berstruktur lebih longgar dan tidak terlalu kompak akan mudah melepaskan diri dan menguap. Bukan berarti zat-zat pada daun jambu mete tersebut tidak akan menguap pada briket yang lebih kompak karena pada dasarnya zat-zat pada daun jambu mete tersebut merupakan zat-zat yang mudah menguap.

4.1.2.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Senyawa volatil

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kadar senyawa volatil briket yang terlihat pada Tabel 4.2.

Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket pada masing-masing perlakuan rata-rata mengalami penurunan ketika diarangkan dengan

0 10 20 30 40 50 60 70 85 S en yaw a V olatil ( % )

Tekanan (kg/cm2)

KP=10%; PP1 KP=12,5%;PP1 KP=15%;PP1 KP=20%;PP1 KP=10%;PP2 KP=12,5%;PP2 KP=15%;PP2 KP=20%;PP2 105


(46)

proses pengarangan 2 meskipun terdapat titik dimana kadar senyawa volatil mengalami kenaikan.

Tabel 4.2 Data Kadar Senyawa Volatil Briket berbagai Perlakuan No. Konsentrasi

Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Senyawa Volatil (%) 1 10

85 PP1 55,8011

2 PP2 53,0726

3

105 PP1 51,6304

4 PP2 51,3736

5

12,5

85 PP1 61,4130

6 PP2 55,0000

7

105 PP1 54,7486

8 PP2 53,9326

9

15

85 PP1 53,7234

10 PP2 51,8919

11

105 PP1 53,4091

12 PP2 49,7143

13

20

85 PP1 54,9451

14 PP2 52,7778

15

105 PP1 53,7143

16 PP2 50,5747

Keterangan : PP = Proses Pengarangan

Tujuan mengetahui kadar senyawa volatilyaitu untuk mengetahui senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi. Artinya, proses karbonisasi membantu senyawa volatil dalam arang menguap. Pada proses pengarangan 2, kemungkinan salah satu bahan baku mempercepat waktu mulai (start)

terkarbonisasinya bahan baku lainnya sehingga bahan baku tersebut terkarbonisasi lebih awal dari normalnya yang berarti memperlama waktu karbonisasinya. Pada saat proses tersebut senyawa volatil lebih banyak menguap. Oleh karena itulah, proses pengarangan menyebabkan kadar senyawa volatil semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan [53] bahwa semakin lama waktu karbonisasi pada suhu 400 0C, maka kadar senyawa volatil semakin menurun.


(47)

volatil yaitu 15% [44]. Pada penelitian ini kadar senyawa volatil briket yang paling rendah adalah 50,575% dan dapat dilihat bahwa sangat jauh dari standar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa briket yang dihasilkan dari berbagai perlakuan tidak ada yang memenuhi syarat.

Kadar senyawa volatil dalam biomassa akan membuat biomassa tersebut sangat reaktif dan membuat pembakaran menjadi lebih cepat [6]. Kadarsenyawa volatil adalah zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air. Semakin tinggi kadar senyawa volatil di dalam briket arang maka asap yang dihasilkan akan lebih banyak pada saat briket dinyalakan karena adanya reaksi antara karbon monoksida (CO) dengan turunan alkohol yang tinggi [44].

4.1.3 Analisis Kadar Abu

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kadar abu briket.

4.1.3.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.6 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu Briket 0 5 10 15 20 25

10 12,5 15 20

K adar A bu ( % )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1 TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1 TP = 105 kg/cm2; PP1 TP = 85 kg/cm2; PP2 TP = 105 kg/cm2; PP2


(48)

Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa kadar abu briket pada masing-masing perlakuan mengalami penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat Kadar abu briket tertinggi mencapai angka 25% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=105 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 10%. Sedangkan kadar abu briket terendah adalah 17,033% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=105 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 20%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan kadar abu daun jambu mete adalah 1,54% [60] dan kadar abu dari sekam padi berkisar dari 18,20-23,40% [61]. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu perekat lebih rendah dibanding kadar abu bahan dasar, sehingga dengan penambahan jumlah konsentrasi bahan perekat akan memicu turunnya kadar abu arang briket.

4.1.3.2 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Abu

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kadar abu briket pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10%, 12,5%, 15% dan 20% dan tekanan pengompakan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 yang terlihat pada Tabel 4.3. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa kadar abu briket pada masing-masing perlakuan rata-rata mengalami kenaikan ketika diarangkan dengan metode pengarangan 2. Meskipun demikian, terdapat titik dimana kadar abu briket mengalami penurunan. Proses pengarangan 2 memungkinkan bahan baku yang lebih dulu terkarbonisasi memicu bahan baku lainnya. Akibatnya bahan baku yang waktu mulai karbonisasi lebih lama akan terkarbonisasi lebih awal dan lebih lama daripada normalnya sehingga memungkinkan proses karbonisasi mencapai maksimal sebelum 2 jam dan mulai menjadi abu.

Dari Gambar 4.6 serta Tabel 4.3 terlihat bahwa kadar abu briket cukup tinggi. Menurut [43], kualitas kadar abu briket yang sesuai standar adalah 5,51%. Dilihat dari grafik yang didapat jelas bahwa kadar abu briket tidak memenuhi standar dan sangat jauh dari standar dimana dari data diketahui bahwa kadar abu paling rendah untuk setiap perlakuan briket yaitu 17,033%. Sehingga ditinjau dari kadar abu, briket-briket ini tidak memenuhi syarat.

Abu merupakan sisa pembakaran yang tidak mudah terbakar dimana salah satu unsur penyusunnya adalah silika [6 dan 44]. Abu memiliki pengaruh yang


(49)

bakar [6]. Karena itu, bahan bakar sebaiknya memiliki kandungan abu yang rendah. Kadar abu yang tinggi dalam bahan bakar biasanya mengarah ke emisi debu yang lebih tinggi dan mempengaruhi efisiensi. Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah nilai kalor suatu briket [6].

Tabel 4.3 Data Kadar Abu Briket berbagai Perlakuan No. Konsentrasi

Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Abu (%) 1 10

85 PP1 21,5470

2 PP2 22,9050

3

105 PP1 25,0000

4 PP2 23,0769

5

12,5

85 PP1 19,5652

6 PP2 21,6667

7

105 PP1 21,2291

8 PP2 21,9101

9

15

85 PP1 19,1489

10 PP2 21,0811

11

105 PP1 21,0227

12 PP2 21,7143

13

20

85 PP1 17,0330

14 PP2 20,0000

15

105 PP1 19,4286

16 PP2 20,1149

Keterangan : PP = Proses Pengarangan 4.1.4 Analisis Kandungan Fixed Carbon

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kandungan fixed carbon briket. Konsentrasi perekat yang digunakan adalah 10%, 12,5%, 15%, dan 20% dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 dengan proses pengarangan (PP) 1 dan 2.

4.1.4.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kandungan fixed carbon briket pada berbagai tekanan pengempaan yaitu 85 kg/cm2 dan proses pengarangan (PP) yaitu PP1 dan PP2 dapat dilihat pada Gambar 4.8.


(50)

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.7 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon

Briket

Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa kandungan fixed carbon briket pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat dimana variasi konsentrasi perekat yang digunakan pada penelitian ini yaitu 10%, 12,5%, 15%, 20%. Kandungan fixed carbon tertinggi pada briket mencapai angka adalah 21,128% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 15%. Sedangkan kandungan fixed carbon terendah pada briket adalah 11,022% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi 12,5%.

Kadar fixed carbon dapat dihitung setelah nilai kadar air, kadar senyawa volatil dan kadar abu diketahui seusai dengan persamaan 3.4

4.1.4.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon

Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kandungan fixed carbon briket. Pengaruh tekanan pengempaan terhadap kandungan fixed carbon pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10%,

0 5 10 15 20 25

10 12,5 15 20

F ixed Car b on (% )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1

TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2 TP = 85 kg/cm2; PP1 TP = 105 kg/cm2; PP1 TP = 85 kg/cm2; PP2 TP = 105 kg/cm2; PP2


(51)

12,5%, 15% dan 20% dan kedua proses pengarangan (PP) yaitu PP1 dan PP2 dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.8 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon

Briket

Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa kandungan fixed carbon pada briket pada masing-masing beberapa mengalami penurunan dan sebagiannya lagi mengalami kenaikan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan.

Pada Gambar 4.7 dan 4.8 dapat dilihat perbedaan kandungan fixed carbon

yang mengalami kenaikan dan penurunan. Konsentrasi perekat dan tekanan pengempaan mempengaruhi kualitas briket seperti kadar air dan senyawa volatil. Kandungan kadar air dan senyawa volatil itulah yang mempengaruhi kandungan

fixed carbon pada suatu briket. Seperti yang telah diketahui, kandungan fixed carbon dapat dihitung dengan persamaan 3.4

Dari persamaan 3.4 diketahui kadar air, kadar abu dan kadar senyawa volatil dapat dipengaruhi dari perlakuan tekanan pengempaan dan konsentrasi perekat. Oleh sebab itu, tekanan pengempaan dan konsentrasi perekat mempengaruhi kandungan fixed carbon.

0 5 10 15 20 25 85 F ixed Car b on (% )

Tekanan (kg/cm2)

KP=10%; PP1 KP=12,5%;PP1 KP=15%;PP1 KP=20%;PP1 KP=10%;PP2 KP=12,5%;PP2 KP=15%;PP2 KP=20%;PP2 105


(52)

4.1.4.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kandungan Fixed Carbon

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kandungan fixed carbon briket pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10%, 12,5%, 15% dan 20% dan tekanan pengompakan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 yang terlihat pada Tabel 4.4.

Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa kandungan fixed carbon briket pada masing-masing perlakuan rata-rata mengalami penurunan ketika diarangkan dengan metode pengarangan 2 meskipun terdapat titik dimana kadar fixed carbon briket mengalami penurunan. Kadar fixed carbon briket tertinggi mencapai angka 21,128% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 15%. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa briket yang diarangkan dengan proses pengarangan 1 memiliki kandungan fixed carbon yang lebih banyak dibandingkan dengan briket yang diproses dengan proses pengarangan 2.

Tabel 4.4 Data Kandungan Fixed Carbon Briket berbagai Perlakuan No. Konsentrasi

Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Fixed Carbon (%) 1 10

85 PP1 13,1519

2 PP2 13,5223

3

105 PP1 15,3696

4 PP2 16,5495

5

12,5

85 PP1 11,0217

6 PP2 13,3333

7

105 PP1 13,5223

8 PP2 13,1573

9

15

85 PP1 21,1277

10 PP2 19,5270

11

105 PP1 13,5682

12 PP2 16,0714

13

20

85 PP1 19,0220

14 PP2 17,2222

15

105 PP1 14,3571

16 PP2 16,3103

Keterangan : PP = Proses Pengarangan


(53)

Proses pengarangan 2 mempengaruhi proses pengarangan yang berakibat pada naiknya kandungan abu pada sampel. Selain meningkatkan kandungan abu, kemungkinan lain adalah salah satu bahan baku (sekam padi atau ketaman kayu) menahan atau menghambat proses karbonisasi bahan baku lainnya sehingga bahan baku tersebut tidak terkarbonisasi secara maksimal.

Dari Gambar 4.8 dan 4.9 serta Tabel 4.4 terlihat bahwa kandungan fixed carbon briket sangat rendah jika dibandingkan dengan standar. Standar kandungan fixed carbon briket Indonesia adalah 77%. Fixed carbon adalah fraksi karbon yang terdapat di dalam arang selain fraksi air, senyawa volatil, dan abu. Kandungan fixed carbon mempengaruhi nilai kalor sebuah briket. Semakin tinggi kandungan fixed carbon maka semakin tinggi pula nilai kalor sebuah briket [44]. Oleh karena itu, briket diharapkan memiliki kandungan fixed carbon yang tinggi.

4.1.5 Analisis Nilai Kalor

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat nilai kalor pada briket dari berbagai konsentrasi perekat dan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 dengan proses pengarangan.

Tabel 4.5 Data Kandungan Fixed Carbon dan Nilai Kalor Briket No. Konsentrasi Perekat (%) Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Fixed Carbon (%) Nilai Kalor (kal/g) 1 10

85 PP1 13,1519 1892,121

2 PP2 13,5223 1969,436

3

105 PP1 15,3696 2011,257

4 PP2 16,5495 2086,744

5

12,5

85 PP1 11,0217 1877,138

6 PP2 13,3333 1900,83

7

105 PP1 13,5223 1900,788

8 PP2 13,1573 1896,984

9

15

85 PP1 21,1277 3045,8271

10 PP2 19,5270 2892,612

11

105 PP1 13,5682 1932,984

12 PP2 16,0714 2046,732

13

20

85 PP1 19,0220 2243,625

14 PP2 17,2222 2114,023

15

105 PP1 14,3571 1983,324


(54)

Dari Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa nilai kalor tertinggi adalah 3045,8271 kal/g yaitu pada briket yang dikarbonisasi dengan proses pengarangan 1, dicampur dengan konsentrasi perekat 15%, dan dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2. Nila kalor terendah dimiliki oleh briket yang dikarbonisasi dengan proses pengarangan 1, dicampur dengan konsentrasi perekat 12,5%, dan dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2. Dilihat dari Tabel 4.5, konsentrasi perekat tidak secara khusus atau mutlak mempengaruhi nilai kalor sebuah briket. Hal serupa juga berlaku untuk tekanan pengempaan dan proses pengarangan. Ketiga faktor tersebut dengan variasi masing-masing turut mempengaruhi nilai kalor pada briket.

Namun, jika diamati hubungan kadar fixed carbon dengan nilai kalor terdapat suatu hubungan yang berbanding lurus seperti yang ditampilkan Gambar 4.10. Dari Gambar 4.10 terlihat bahwa jika kandungan fixed carbon briket tinggi maka nilai kalor briket juga meningkat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai fixed carbon berpengaruh terhadap nilai kalor briket. Nilai kalor briket merupakan indikasi energi yang tersimpan dalam briket untuk digunakan sebagai bahan bakar [6]. Semakin tinggi nilai kalor, maka semakin tinggi pula energi yang tersimpan di dalamnya.

Gambar 4.9 Hubungan Kandungan Fixed Carbon terhadap Nilai Kalor Briket Nilai kalor merupakan parameter terpenting yang menentukan kualitas

1500 2000 2500 3000 3500

10 15 20 25

Ni

lai

K

al

or

(

kal

/g)


(55)

SNI yakni 5.000 kal/g [44]. Oleh karena itu, briket yang dihasilkan belum dapat dikatakan sebagai briket yang baik.

4.2 ANALISIS SIFAT FISIK BRIKET

Selain analisis kandungan briket, sifat fisik briket juga tidak kalah penting untuk dilakukan dalam menentukan baik atau tidaknya sebuah briket. Briket diharapkan memiliki sifat fisik antara lain tidak meninggalkan warna hitam jika dipegang, tidak berjamur, kuat, dan saling merekat satu sama lain agar tidak mudah hancur [14 dan 43]. Briket merupakan arang yang dibentuk dengan bantuan alat mekanik sehingga mudah dalam proses penyimpanan ataupun transportasi [40 dan 41].

Pada penelitian ini, sifat fisik briket tidak memenuhi standar karena briket dengan perekat daun jambu mete tidak menghasilkan briket yang cukup merekat sehingga mudah hancur dan tidak kuat. Pada saat briket akan dicetak dan dikeringkan di oven, beberapa briket hancur ketika disentuh karena sangat lunak. Ketika dijatuhkan dari ketinggian ±1 meter, briket hancur seketika. Baik briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 maupun 105 kg/cm2, keduanya langsung hancur. Briket dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 lebih mudah hancur dibandingkan terhadap briket dengan tekanan pengempaan 105 kg/cm2 pada penggunaan konsentrasi perekat yang sama. Briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 105 kg/cm2 dengan konsentrasi perekat yang tertinggi yaitu 20% juga tidak memberikan pengaruh yang besar karena briket tersebut langsung hancur ketika dijatuhkan dari ketinggian ±1 meter. Oleh karena itu, perekat daun jambu mete tidak dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket.

Daun jambu mete mengandung tanin yang bersifat adhesif sehingga diyakini mampu menjadi perekat dalam pembuatan briket. Namun, berdasarkan hasil yang diperoleh perekat daun jambu mete tidak berfungsi sebagai perekat yang baik. Hal ini kemungkinan karena kandungan tanin dalam daun jambu mete yang tidak terlalu banyak. Selain itu, konsentrasi perekat daun jambu mete terhadap berat sampel yaitu 10%, 12,5%, 15%, dan 20%. Perlu diingat bahwa dalam pembuatan daun jambu mete sebagai perekat, terlebih dahulu daun jambu


(56)

mete dicacah kecil-kecil dan dihaluskan bersama dengan air agar menjadi larutan. Jadi, dalam larutan perekat tersebut, konsentrasi tanin semakin sedikit karena daun jambu mete sudah dicampur dengan air. Tannin juga bersifat mudah menguap. Dengan demikian, daun jambu mete dapat bersifat kurang rekat sehingga sulit untuk dijadikan perekat. Oleh karena itu, perekat daun jambu mete tidak dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket.

Karena sifat fisik briket yang dihasilkan tidak baik, maka pembuatan briket ini diulangi dengan variabel yang sama tetapi menggunakan perekat lain yakni tepung beras ketan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, briket yang menggunakan tepung beras ketan sebagai perekat memiliki struktur yang kompak dan cukup kuat sehingga tidak mudah hancur ketika dijatuhkan dari ketinggian ± 1 meter. Berdasarkan analisa uji tekan, briket dengan perekat tepung beras ketan memiliki nilai antara 862,9852 hingga 3138,128 N/m2. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai uji tekan briket dengan perekat daun jambu mete yang tidak terbaca karena briket tersbut terlalu rapuh. Dengan demikian, tepung beras ketan dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah: 1. Daun jambu mete tidak dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan

briket karena briket yang dihasilkan bersifat lunak dan mudah hancur 2. Briket yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar air yang lebih

tinggi dari standarnya yaitu berkisar dari 6%-13% dengan standar kadar air briket Indonesia adalah 7,57%.

3. Kadar senyawa volatil briket berkisar 50,575%-61,413%. Kadar senyawa volatil briket ini tidak sesuai dengan standar briket Indonesia yaitu 15%. 4. Kadar abu briket pada peneltian ini tidak memenuhi standar yaitu berkisar

17,033%-25% sedangkan standar kadar abu briket Indonesia adalah 5,51%.

5. Kandungan fixed carbon terendah adalah 11,022% dan kandungan fixed carbon tertinggi adalah 21,128% .

6. Nilai kalor tertinggi pada briket yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 3045,8271 kal/g yaitu briket yang dikarbonisasi dengan metode pengarangan 1, dicampur dengan perekat 15% dan dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2. Namun hasil ini masih jauh di bawah standar nilai kalor briket Indonesia.

5.2 SARAN

Beberapa hal yang dapat disarankan dari penelitian yang telah dilakukan adalah:

1. Sebaiknya perlu diketahui lebih dahulu kadar zat yang bersifat merekat suatu perekat sebagai pertimbangan terhadap penggunaannya sebagai perekat pada briket

2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya diteliti penggunaan perekat lain yang mengandung amilum terhadap kekuatan briket yang dihasilkan


(58)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOMASSA

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari sektor pertanian atau kehutanan yang diperkirakan berpotensi menghasilkan sekitar 25% dari kebutuhan energi global dan membutuhkan pengembangan lebih lanjut oleh masyarakat [17 dan 18]. Biomassa adalah materi organik yang merupakan sumber energi terbarukan yang mengandung karbon dan kadar hidrogen yang tinggi dan dapat dikonversi menjadi bahan bakar [19].

Sumber biomassa ada beberapa macam antara lain biomassa pertanian dan biomassa hutan. Biomassa pertanian merupakan limbah dari tanaman pertanian antara lain batang, cabang, daun serta produk samping dari hasil pertanian dimana limbah tersebut dapat dijadikan sebagai sumber energi. Sedangkan biomassa hutan yang dapat digunakan sebagai penyumbang energi antara lain kayu, dan penebangan kayu, serta produk samping industri kayu. Selain itu, biomassa juga dapat berasal dari lumpur pengolahan air, serta proses pembuatan makanan dan pakan ternak hewan [17 dan 20].

Biomassa dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu : a. Limbah pertanian : limbah hasil panen

b. Limbah hasil kehutanan : limbah kayu pabrik, sisa-sisa penebangan pohon dan semak-semak.

c. Limbah kota dan industrial : limbah padat perkotaan, kotoran dan limbah industri.

Proses produksi biomassa menjadi energi terbagi menjadi dua kategori proses, yaitu :

a. Proses termokimia : pembakaran, pirolisis, pencairan dan gasifikasi

b. Proses biologi : biofotolisis langsung, biofotolisis tak langsung, reaksi perpindahan air-gas secara biologi, foto-fermentasi dan dark-fermentasi [21].


(59)

Biomassa dapat diterima oleh masyarakat luas sebagai sumber bahan baku dalam menghasilkan energi terbarukan terkait dengan potensinya yang cukup menjanjikan untuk dijadikan bahan bakar yang meminimalkan masalah lingkungan. Penggunaan limbah pertanian sebagai sumber energi merupakan prospek yang menjanjikan dalam pembangunan di sektor energi. Hal ini berdasarkan hasil pertimbangan bahwa limbah pertanian bersifat ramah lingkungan dan tidak digunakan sebagai sumber pangan sehingga potensi limbah pertanian fokus seluruhnya pada pengadaan energi alternatif. Limbah pertanian yang biasanya dihasilkan antara lain sekam padi, ampas tebu, tandan kosong kelapa sawit dan jerami. Juninger dkk. (2001) dalam Barz (2011) mengatakan bahwa jika semua limbah proses pertanian digunakan, dapat memberikan kontribusi antara 25% dan 40% dari total produksi energi komersial utama di berbagai negara Asia Tenggara [22].

2.1.1 Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang menutupi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang saling bertautan yang disebut lemma dan palea [23]. Sekarang ini, penggunaan sumber energi terbarukan mulai populer dan terus meningkat yaitu sekitar 3% per tahun. Hal ini disebabkan kekhawatiran akibat dampak lingkungan yang semakin meningkat karena penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus sehingga pemerintah di seluruh dunia menggalakkan penggunaan sumber energi terbarukan karena sifatnya yang ramah lingkungan [24]. Sekam padi sebagai sumber energi dapat mengurangi dampak dari emisi gas rumah kaca. Diketahui bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sekam padi lebih rendah daripada bahan bakar fosil [25].

Tabel 2.1 Data Produksi Padi dan Sekam Padi pada Tahun 2007-2010 [26]

Tahun Produksi (juta ton)

Padi Sekam Padi

2005 54 10,8

2006 54,45 10,89

2007 57,15 11,43

2008 60,33 12,07

2009 64,40 12,88


(60)

Sekam padi merupakan limbah pertanian yang cukup banyak dihasilkan.Sekitar 20 kg sekam padi dihasilkan setiap 100 kg beras. Sekam padi mengandung substansi organik dan 20% materi anorganik [27 dan 28]. Tabel 2.1 menyajikan data komponen yang terkandung dalam sekam padi:

Tabel 2.2 Komposisi Sekam Padi [27] Komponen Jumlah (%) Kadar Air 9,38

Densitas 0,72

Abu 11,34

Senyawa Volatil 6,74

Nitrogen 1,15

Karbon 20,63

Sulfur 1,31

Ada tiga produk samping yang berasal dari tanaman padi yaitu jerami padi, sekam padi, dan dedak padi. Dedak padi biasanya digunakan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, dan sebagainya. Sedangkan jerami dan sekam padi belum digunakan secara optimal, padahal kedua biomassa ini dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan yang dapat berkonstribusi dalam menyediakan sumber energi nasional [29].

Sekam padi merupakan sumber biomassa yang memiliki potensi besar untuk dikonversi menjadi energi dan dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi bagi masyarakat pedesaan. Biomassa yang terdapat di pedesaan harganya lebih murah atau bahkan didapat secara gratis. Pengkonversian biomassa menjadi energi dapat mengurangi limbah pertanian dan jika dikelola dengan baik bisa mendatangkan pendapatan tambahan bagi masyarakat pedesaan sehingga mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat [30 dan 31]. Sekam padi merupakan sumber energi yang cukup potensial di India sebagai penghasil tenaga listrik. Sekam padi sebagai sumber pembangkit listrik muncul pada tahun 2007 dan diharapkan dapat menjangkau daerah-daerah pedesaan sehingga membantu dalam penyedian listrik di daerah terpencil. Sekam padi sendiri sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar pada tungku ataupun tanur. Di Bangladesh, briket sekam padi telah digunakan di beberapa daerah. Briket


(61)

lebih cepat daripada batu bara maupun kayu [29 dan 32]. Meskipun telah diketahui banyaknya manfaat sekam padi, namun kebanyakan petani hanya mendapatkan harga atau keuntungan yang tidak seberapa. Hal ini disebabkan : a. Kurang kesadaran potensi sekam padi tersebut oleh petani

b. Kurangnya informasi akan pengetahuan dan teknologi c. Masalah sosial-ekonomi

d. Kurangnya kepedulian lingkungan [32]. 2.1.2 Ketaman Kayu

Limbah kayu merupakan sisa-sisa kayu yang tidak dibutuhkan yang berasal dari proses pengolahan kayu seperti serbuk gergaji, lembaran dan kulit kayu serta ketaman kayu [12].

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Gergajian di Sumatera Utara [33] No Tahun Kayu

Gergajian (M3)

Limbah Kayu Gergajian, 50% (M3)

1 2002 37.432 18.716

2 2003 7.557 3.778,5

3 2004 19.915 9.957,5

4 2005 51.368 25.684

5 2006 66.616 33.308

Limbah ketaman kayu dan serbuk gergaji yang dihasilkan cukup besar. Terkadang ketaman kayu dicampur dengan sekam padi kemudian digunakan sebagai alas hewan-hewan ternak. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah ketaman kayu. Sekarang ini, ketaman kayu mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi. Kemampuan ketaman kayu untuk dijadikan bahan baku pembuatan bahan bakar semakin menambah nilai ekonomis bahan itu sendiri. Limbah kayu biasanya dijadikan bahan bakar pada industri-industri utlitas seperti

boiler dan heater [34 dan 35]. 2.2 KARBONISASI

Biomassa tidak bisa digunakan secara langsung sebagai sumber energi. Untuk mengubah biomassa menjadi sumber energi dapat memanfaatkan proses


(62)

karbonisasi. Proses karbonisasi merupakan proses pirolisis, dimana materi organik diletakkan pada tempat bertemperatur tinggi tanpa kehadiran oksigen [36]. Pada proses karbonisasi, biomassa akan terkonversi menjadi arang. Selain arang, pada proses karbonisasi juga dihasilkan karbon monoksida (CO), metana dan air. Konversi biomassa kayu menjadi arang pada proses karbonisasi secata teoritis dapat mencapai angka 44-55%. Namun, hal tersebut bukanlah hal mutlak dengan pertimbangan perbedaan jenis biomassa yang berarti memiliki komposisi yang berbeda pula sehingga mempengaruhi kualitas arang hasil konversi biomassa kayu yang dikarbonisasi [37].

Reaksi yang terjadi pada proses karbonisasi adalah sebagai berikut [37]: C21H32O14 C7H4O + 9CO + 5CH4 + 4H2O

Temperatur pada proses karbonisasi mempengaruhi kualitas arang yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan temperatur degradasi senyawa yang terdapat dalam biomassa tersebut, seperti selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa diharapkan terdegradasi dengan baik sehingga arang yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus [38]

Temperatur merupakan kondisi proses yang paling penting dalam karbonisasi. Temperatur optimum harus dicapai pada proses karbonisasi. Berdasarkan temperatur optimum, karbonisasi dapat dibagi menjadi dua kelas. Pada temperatur 200 oC hingga 300 oC dan pada temperatur di atas 320 oC. Pada temperatur di atas 320 oC itulah arang terbentuk.

Selain temperatur, waktu karbonisasi juga menentukan kualitas arang. Temperatur yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat sedangkan pada temperatur yang lebih rendah waktu yang dibutuhkan juga lebih lama. Temperatur dan waktu optimum dalam pembentukan suatu arang tergantung dari bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang mengandung lebih banyak hemiselulosa membutuhkan temperatur yang lebih rendah agar terdekomposisi menjadi arang daripada bahan baku yang lebih banyak mengandung selulosa. Berbeda dengan hemiselulosa dan selulosa, bahan baku yang mengandung banyak lignin terdekomposisi lebih awal dari selulosa dan hemiselulosa tetapi terdekomposisi sempurna di atas temperatur yang dibutuhkan hemiselulosa dan


(63)

Selain kandungan bahan baku, yang tidak kalah penting dalam menentukan temperatur dan waktu adalah ukuran partikel. Ukuran partikel yang lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari partikel yang berukuran lebih kecil pada temperatur yang sama [39].

2.3 BRIKET

Briket dapat didefiniskan sebagai sumber energi alternatif yang dibentuk dari konversi fisik-mekanikal dari material dengan atau tanpa perekat dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Proses pembuatan briket merupakan teknologi pemadatan bahan baku untuk meningkatkan densitas bahan baku tersebut dengan bentuk dan ukuan yang seragam agar lebih mudah dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan. Akhir-akhir ini briket telah menimbulkan banyak ketertarikan di negara berkembang di seluruh dunia sebagai suatu teknik untuk memanfaatkan limbah biomassa sebagai sumber energi [40 dan 41].

Proses pembuatan briket dengan tujuan pembuatan bahan bakar telah ada ribuan tahun yang lalu namun kemudian pengaplikasiannya hilang begitu saja. Sekitar abad ke-18, proses pembuatan briket mulai diperkenalkan lagi. Pada tahun 1865 telah ditemukan adanya mesin yang digunakan untuk membuat briket dari gambut sebagai bahan bakar dan dicatat sebagai awal mula mesin pembuatan briket. Penggunaan briket organik (briket biomassa) baru-baru ini mulai dibandingkan dengan briket batubara [42].

(Briket memiliki standar dalam menentukan kualitas suatu briket. Tabel 2.4 menunjukkan standar suatu briket).

Tabel 2.4 Standar Kualitas Briket di Beberapa Negara [43 dan 44]

Sifat Arang Briket Jepang Inggris Amerika Indonesia

Kadar Air (%) 6-8 3,6 6,2 7,57

Kadar Senyawa Volatil (%) 15-30 16,4 19-28 15

Kadar Abu (%) 3-6 5,9 8,3 5,51

Fixed Carbon 60-80 75,3 60 77

Kerapatan (g/cm3) 1,0-1,2 0,48 1 -


(1)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Konsumsi Energi di Indonesia

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air Briket

Gambar 4.2 Kurva Pengeringan

Gambar 4.3 Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air Briket

Gambar 4.4 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Gambar 4.5 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Gambar 4.6 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu Briket

Gambar 4.7 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan

Fixed Carbon Briket

Gambar 4.8 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan

Fixed Carbon Briket

Gambar 4.9 Hubungan Kandungan Fixed Carbon terhadap Nilai Kalor Briket

Gambar L1.1 Flowchart Persiapan Sekam Padi (Proses Pengarangan 1)

Gambar L1.2 Flowchart Persiapan Ketaman Kayu (Proses Pengarangan 1)

Gambar L1.3 Flowchart Persiapan Sekam Padi dan Ketaman Kayu (Proses Pengarangan 2)

Gambar L1.4 Flowchart Persiapan Perekat Daun Jambu Mte Gambar L1.5 Flowchart Proses Pembuatan Briket

Gambar L1.6 Flowchart Analisa Kadar Bahan Volatil Gambar L1.7 Flowchart Analisa Kadar Abu

1 27 28 29 32 34 37 39 40 43 56 57 58 59 60 61 62


(2)

xiii Gambar L1.8 Flowchart Analisa Kadar Air Gambar L1.9 Flowchart Analisa Uji Kalor Gambar L1.10 Flowchart Analisa Uji Tekan Gambar L4.1 Foto Bahan Baku Sekam Padi Gambar L4.2 Foto Bahan Baku Ketaman Kayu

Gambar L4.3 Foto Arang Sekam Padi dan Ketaman Kayu Gambar L4.4 Foto Daun Jambu Mete

Gambar L4.5 Foto Pencetak Briket Gambar L4.6 Foto Briket

63 65 65 73 73 74 74 75 75


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian terdahulu Mengenai

Pembuatan Briket

Tabel 2.1 Data Produksi Padi dan Sekam Padi pada Tahun 2007-2010

Tabel 2.2 Komposisi Sekam Padi

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Gergajian di Sumatera Utara Tabel 2.4 Standar Kualitas Briket di Beberapa Negara

Tabel 3.1 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian

Tabel 4.1 Data Kadar Air Briket berbagai Perlakuan

Tabel 4.2 Data Kadar Senyawa Volatil Briket berbagai Perlakuan Tabel 4.3 Data Kadar Abu Briket berbagai Perlakuan

Tabel 4.4 Data Kandungan Fixed Carbon Briket berbagai Perlakuan Tabel 4.5 Data Kandungan Fixed Carbon dan Nilai Kalor Briket Tabel L2.1 Hasil Analisis Kadar Air Briket

Tabel L2.2 Hasil Analisis Kadar Senyawa Volatil Briket Tabel L2.3 Hasil Analisis Kadar Abu Briket

Tabel L2.4 Hasil Analisis Kadar Fixed Carbon Briket Tabel L2.5 Hasil Uji Nilai Kalor Briket

4

10 11 12 15 19 21 30 35 38 41 42 66 67 68 69 70


(4)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN 1 FLOWCHART PENELITIAN

L1.1 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU PROSES PENGARANGAN 1

L1.1.1 Flowchart Persiapan Sekam Padi L1.1.2 Flowchart Persiapan Ketaman Kayu

L1.2 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU PROSES PENGARANGAN 2

L1.3 FLOWCHART PERSIAPAN PEREKAT DAUN JAMBU METE

L1.4 FLOWCHART PROSES PEMBUATAN BRIKET L1.5 FLOWCHART ANALISA KADAR BAHAN VOLATIL L1.6 FLOWCHART ANALISA KADAR ABU

L1.7 FLOWCHART ANALISA KADAR AIR L1.8 FLOWCHART ANALISA UJI KALOR L1.9 FLOWCHART ANALISA UJI TEKAN

56 56 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 LAMPIRAN 2 DATA PENELITIAN

L2.1 DATA KADAR AIR BRIKET

L2.2 DATA KADAR SENYAWA VOLATIL BRIKET L2.3 DATA KADAR ABU BRIKET

L2.4 DATA KADAR FIXED CARBON BRIKET L2.5 DATA NILAI KALOR BRIKET

66 66 67 68 69 70 LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN KADAR AIR

L3.2 PERHITUNGAN KADAR SENYAWA VOLATIL L3.3 PERHITUNGAN KADAR ABU

L3.4 PERHITUNGAN KANDUNGAN FIXED CARBON

71 71 71 72 72 LAMPIRAN D DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO BAHAN BAKU SEKAM PADI

73 73


(5)

L4.2 FOTO BAHAN BAKU KETAMAN KAYU L4.3 FOTO ARANG KEDUA BAHAN BAKU L4.4 FOTO DAUN JAMBU METE

L4.5 FOTO PENCETAK BRIKET L4.6 FOTO PRODUK

73 74 74 75 75


(6)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

KP PAC PMC PP1 PP2 PVM TP

Konsentrasi Perekat Percentage Ash Content Percentage Moisture Content Proses Pengarangan 1

Proses Pengarangan 2 Percentage Volatile Matter Tekanan Pengempaan