Indeks Fibroq Penderita Sirosis Hati Berdasarkan Besar Varises Esofagus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sirosis Hati
2.1.1. Definisi
Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani, yang
berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi. Istilah sirosis
diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.20,21

Definisi sirosis

berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah suatu proses difus yang
ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi struktur nodul
abnormal yang tidak memiliki organisasi lobular yang normal.22
Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.23 Banyak bentuk
kerusakan hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan
berlebihan matriks ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam
hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian

besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.21
Progresifitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai beberapa tahun.20,21,24

2.1.2. Epidemiologi
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian
per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang
kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS.
Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima kehidupan mereka
akibat penyakit ini.20,21 Setiap tahun, 2000 kematian tambahan dikaitkan dengan
kegagalan hati fulminan (KHF). KHF disebabkan hepatitis virus (misalnya, hepatitis A
dan B), obat-obatan (misalnya asetaminofen), racun (misalnya Amanita phalloides,
yellow death cap mushroom), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau berbagai
etiologi lainnya. Penyebab kriptogenik bertanggung jawab atas sepertiga dari kasus
fulminan. Pasien dengan sindrom KHF memiliki tingkat kematian 50-80% kecuali
mereka memperoleh transplantasi hati.21
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta
umat manusia menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya kejadian baru sirosis hepatis bertambah
3 - 4 juta orang.22 Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti

belum diketahui, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia berdasar diagnosis klinis saja didapati prevalensi sirosis hati yang dirawat di
bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 – 8,4% di Jawa dan Sumatera,
sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata – rata
prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam,
atau rata – rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Kasus ini lebih

banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan
perbandingan 2,1 : 1 dan usia rata – rata 44 tahun (rentang usia 13 – 88 tahun) dengan
kelompok terbanyak antara usia 40 – 50 tahun.25
2.1.3. Etiologi dan patogenesis
Terdapat banyak penyebab sirosis hati, beberapa diantaranya jarang terjadi,
bahkan muncul di masa kecil (misalnya air minum dari pipa tembaga). Sirosis
merupakan penyakit yang diperoleh atau berbasis genetika. Penentuan etiologi pada
tindakan diagnosis dini harus selalu menjadi prioritas, karena dapat membantu
pengobatan dan juga prognosis. Dengan menggabungkan data klinis biokimia,
histologi, dan epidemiologi penyebab sirosis sebagian besar dapat ditentukan. Pada
masa lalu penyakit hati alkohol merupakan penyebab sirosis yang paling menonjol di
Amerika Serikat. Akhir – akhir ini hepatitis C mulai meningkat jumlahnya sebagai
penyebab utama hepatitis kronik maupun sirosis secara nasional. Di Indonesia, banyak

penelitian menunjukkan bahwa hepatitis B dan C merupakan penyebab sirosis yang
lebih menonjol dibanding penyakit hati alkoholik.25 Banyak kasus sirosis kriptogenik
ternyata disebabkan penyakit perlemakan hati non – alkoholik (non-alcoholic fatty
liver disease) NAFLD. Bila kasus – kasus sirosis kriptogenik diteliti, ternyata banyak
pasien menunjukkan satu atau lebih faktor resiko klasik NAFLD seperti : obesitas,
diabetes, dan hipertrigliseridemia. Diduga steatosis berkurang pada beberapa hati
penderita, sementara fibrosis hatinya justru berkembang dengan progresif. Ini yang
membuat diagnosis histologi dari NAFLD menjadi sulit.21,24,26 Sepertiga orang

Amerika mempunyai NAFLD, sekitar 2 – 3% orang Amerika menunjukkan steatosis
non – alkoholik (non – alcoholic steatohepatitis) NASH, yang deposisi lemaknya
dalam hepatosit mengalami komplikasi berupa peradangan atau inflamasi hati dan
fibrosis. Diperkirakan 10% pasien NASH dikemudian hari berkembang menjadi
sirosis. NAFLD dan NASH telah diperkirakan akan menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat utama pada dekade mendatang.21,24
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%), penyakit
hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik
(18%), hepatitis B yang bersamaan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%).21,27
Penyebab lain penyakit hati menahun dan sirosis : hepatitis autoimun, sirosis bilier
primer, sirosis bilier sekunder (berhubungan dengan obstruksi saluran empedu

ekstrahepar menahun), kolangitis sklerosing primer, hemokromatosis, penyakit
Wilson, defisiensi α-1 antitripsin, penyakit granulomatosa (contoh : sarkoidosis),
penyakit glycogen storage type IV, hepatitis imbas obat (contoh : metotreksat, αmetildopa, amiodaron), obstruksi aliran vena (contoh : sindrom Budd-Chiari, penyakit
veno-oklusif), gagal jantung kanan kronik dan regurgitasi trikuspid.21,26,27
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel – sel stelata yang berada
dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi matriks
ekstraseluler. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel – sel hepatosit,
sel – sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai contoh
: peningkatan kadar TGF β-1 dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronik dan

sirosis. TGF β-1 selanjutnya akan merangsang sel – sel stelata yang aktif untuk
memproduksi kolagen tipe I.20,21 Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (
ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan
menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel – sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat
konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel – sel stelata dapat memicu
terjadinya hipertensi portal.20,21,28

Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati.20
Etiology

Infection
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D

Diagnostic evaluation
HBsAg, anti-HBs, anti-HBc, HBV DNA
Anti-HCV, HCV RNA
Anti-HDV

Toxins
Alcohol

History, AST/ALT ratio, liver biopsy

Cholestasis
Primary biliary cirrhosis
AMA, IgM, liver biopsy
Secondary biliary cirrhosis
MRCP, ERCP, liver biopsy

Primary sclerosing cholangitis MRCP, ERCP, liver biopsy
AutoImmune
Autoimmune hepatitis
Vascular
Cardiac cirrhosis
Budd-chiari syndrome
Sinusoidal obstruction
syndrome
Metabolic
Hemochromatosis
Wilson disease
Alpha-1 antitrypsin
deficiency
NASH
Cryptogenic

ANA, IgG level smooth muscle antibodies,
liver-kidney microsomal antibodies, liver biopsy
Echocardiogram, liver biopsy
CT, USG, MRI/MRA

History of offending drug use, liver biopsy

Iron studies, HFE gene mutation, liver biopsy
Serum and urinary copper, ceruloplasmin, slit
lamp eye examination, liver biopsy
Alpha-1 antitrypsin level, protease inhibitor
type, liver biopsy
Liver biopsi
Exclude NASH, drugs

ALT, alanine aminotransferase; AMA, antimitochondrial antibodies; ANA, antinuclear antibodies;
anti-HBc, antibody to hepatitis B core antigen; anti-HBs, antibody to hepatitis B surface antigen;
anti-HCV, antibody to hepatitis C virus; anti-HDV, antibody to hepatitis D virus; AST, aspartate
aminotransferase;CT,
computed
tomography;
ERCP,
endoscopic
retrograde
cholangiopancreatography; HBsAg, hepatitis B surface antigen; IgG, immunoglobulin G; IgM,

immunoglobulin M; MRA, magnetic resonance angiography; MRCP, magnetic resonance
cholangiopancreatography; MRI, magnetic resonance imaging; NASH, nonalcoholic
steatohepatitis; US, ultrasonography

2.1.4. Manifestasi klinis
Keluhan subjektif dari pasien sirosis bersifat non karakteristik dan ambigu.
Kelelahan dikeluhkan sekitar 60-80% pasien, gangguan tidur (mungkin disebabkan
oleh gangguan irama melatonin), keluhan gangguan saluran cerna (50-60%), dan
gangguan mental kadang dikeluhkan oleh pasien.29
Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah:
kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual,
penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan produksi
faktor-faktor pembeku darah).20,21,30 Hepatic myelopati dengan paraparesis spastic
jarang terjadi, umumnya terdapat pada tahap lanjut dari sirosis. Gejala dari neuropati
perifer juga terjadi. Kadang terjadi meteorismus dan pada beberapa kasus timbul
asites. Takikardia, hipotensi, dan sistolik murmur yang menunjukkan sirkulasi
hiperdinamik juga dapat terjadi. Spider naevi menunjukkan gangguan yang signifikan
pada sirkulasi sistemik dan pulmoner. Murmur dapat terdengar pada area umbilical
(sindroma Cruveilhier-Baumgarten). Laki-laki dapat menampakkan gejala feminisasi,
sedangkan wanita menunjukkan gejala hipogonadisme.29

Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari
sirosis hati tersebut. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi gejala
pertama yang membawa pasien pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap dalam
kondisi kompensata selama bertahun-tahun sebelum berubah menjadi dekompensata.
Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi, seperti
ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Ikterus terjadi karena kegagalan

fungsi hati, dan pengobatan terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali
pasien mendapat transplantasi.20,21,27,30
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan perdarahan
varises : stadium 1 (tidak ada varises, tidak ada asites), stadium 2 (ada varises tanpa
asites), stadium 3 (asites dengan atau tanpa varises), dan stadium 4 (perdarahan
dengan atau tanpa asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis
kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis dekompensata.11
2.1.5. Diagnosis
Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi hati.
Namun biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius meskipun sangat jarang.
Diagnosis kemungkinan sirosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
, pemeriksaan laboratorium rutin, maupun pemeriksaan pencitraan. Bila diagnosis

sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan untuk menentukan beratnya
sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan lain juga dapat dibuat untuk
menentukan penyakit dasar yang menyebabkan sirosis seperti : ANA (Antinuclear
antibody), ASMA (Anti – smooth muscle antibody), AMA (Anti – mitochondrial
antibody) yang juga dapat ditemukan pada darah pasien hepatitis autoimun atau sirosis
bilier primer.11,20,21,27,30 Penilaian atau klasifikasi tingkat keparahan sirosis diukur
dengan menggunakan skor Child – Pugh.13

Tabel 2.2 Klasifikasi Child – Pugh20

Parameter
Asites
Ensefalopati
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (mg/L)
Waktu Prothrombin
Skor total
5-6
7-9
10-15


1

Skor
2

3

tidak ada
tidak ada
< 2,0
> 3,5
1-3

ringan
ringan/sedang
2-3
2,8-3,5
4-6

sedang/berat
sedang/berat
> 3,0
< 2,8
> 6,0

Kelas Child
Pugh
A
B
C

2.2. Varises Esofagus
2.2.1. Definisi
Penderita sirosis hati yang memiliki varises esofagus yang besar akibat
hipertensi portal beresiko 25-35% mengalami perdarahan serta 15-20 % beresiko
kematian pada setiap episode perdarahan. Tingkat kematian bergantung kepada
keadaan umum pasien dan beratnya perdarahan.20 Varises esofagus merupakan
kolateral portosistemik yang terbentuk setelah adanya dilatasi saluran pembuluh darah
vena mulai dari distal esofagus akibat hipertensi portal. Varises esofagus sering terjadi
pada 2 – 5 cm distal dari esofagus.31
2.2.2. Patofisiologi
Pada sirosis, hipertensi portal terinisiasi melalui peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik dan kemudian diperberat oleh perubahan pada sirkulasi sistemik

dan splanik yang meningkatkan aliran portal. Peningkatan resistensi vaskular
intrahepatik tidak hanya disebabkan oleh faktor mekanikal (seperti : jaringan fibrosis
dan nodul - nodul regeneratif yang mendistorsi arsitektur pembuluh darah hepar),
tetapi juga oleh komponen dinamis reversibel yang dimediasi oleh peningkatan tonus
vaskular disebabkan oleh kontraksi aktif miofibrolast di sekitar sinusoid hepatik dan
dalam septa fibrous. Komponen

dinamik ini (menyumbang sekitar 30% pada

peningkatan resistensi vaskular intrahepatik) menggambarkan gangguan fungsional
dari sirkulasi hepar akibat dari peningkatan produksi vasokonstriktor (contoh :
endotelin – 1, norepinephrin, angiotensin II, leukotriene, tromboxane A2) dan
penurunan pelepasan vasodilator endogen (terutama NO / nitric oxide).32,33,34,35 Sel
stelata memiliki sifat kontraktil yang dapat dimodulasi oleh substansi vasoaktif antara
lain NO dan endothelin yang dapat meningkatkan resitensi intrahepatik dan aliran
darah terutama pada sinusoidal.36 Angiogenesis juga telah menunjukkan pengaruh
terhadap hipertensi portal melalui studi – studi yang menggambarkan pengaturan
peningkatan tekanan portal, sirkulasi hiperdinamik, neovaskularisasi splanchnic, dan
kolateralisasi portosistemik yang diregulasi oleh VEGF (Vascular Endothelial Growth
Factor) dan PDGF (Platelet derived Growth Factor).37
Pada sirosis, gradien portosistemik dinilai dengan mengukur WHVP (Wedged
Hepatic Venous Pressure) atau pengukuran tekanan sinusoid hepar dan dikurangi
dengan FHVP (Free Hepatic Venous Pressure) / tekanan bebas vena hepatika atau
tekanan vena cava inferior intraabdominal sehingga akan didapat HVPG (Hepatic

Venous Pressure Gradient). Nilai normal HVPG adalah 3 – 5 mmHg.13 Nilai HVPG ≥
10 mmHg sudah menggambarkan hipertensi portal yang signifikan secara klinis dan≥
12 mmHg untuk terjadinya perdarahan varises akut, dan perubahan nilai HVPG yang
terjadi setiap waktu memiliki nilai prediksi untuk perkembangan varises
esofagogastrik, resiko perdarahan variseal, perkembangan komplikasi hipertensi portal
non



variseal

(asites,

sindrom

hepatorenal,

dan

ensefalopati),

dan

mortalitas.38,39,40,41,42 Pengukuran satu kali sangat bermanfaat dalam menentukan
prognosis sirosis kompensata dan dekompensata, sedangkan pengukuran berulang
sangat berguna untuk monitor respon terhadap terapi farmakologi dan progresi
penyakit hati. Pada pasien sirosis didapati peningkatan resistensi intrahepatik dan
peningkatan aliran darah splanchnik. Faktor awal yang berperan yaitu peningkatan
resistensi intrahepatik sementara peningkatan aliran darah splanchnik meruapakan
fenomena sekunder untuk mempertahankan atau memperburuk peningkatan hipertensi
portal dan menimbulkan keadaan hiperdinamik ditandai dengan peningkatan nadi,
cardiac output, dan volume plasma.43

Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi Portal 43

2.2.3. Epidemiologi
Varises dan perdarahan varises merupakan komplikasi sirosis yang diakibatkan
langsung dari hipertensi portal. Pasien dengan sirosis dan varises gastroeseofageal
memiliki nilai HVPG setidaknya 10–12 mmHg. Varises gastroesofageal tampak pada
sekitar 50% pasien sirosis.13 Pada saat sirosis pertama kali didiagnosis, varises tampak
pada 30–40% pasien stadium kompensata dan pada 60% pasien stadium
dekompensata.39 Pada pasien sirosis tanpa varises saat pemeriksaan endoskopi

pertama kali, insidensi tahunan terbentuknya varises yang baru rata – rata 7% (berkisar
antara 5–10% per tahun.44,45,46
Tabel 2.3 Epidemiologi Varises Esofagus dan Korelasinya dengan Tingkat
Keparahan Penyakit Hati 10

Setelah terbentuknya varises, ukuran varises akan bertambah dari kecil sampai
besar sebelum akhirnya ruptur dan berdarah. Progresi dari varises ukuran kecil hingga
menjadi besar masih kontroversial, namun menunjukkan angka laju progresi varises
yang berkisar antara 5–30% per tahun.44,45,46,47 Perdarahan varises pertama memiliki
angka insidensi sekitar 4% per tahun, dan resiko ini meningkat menjadi 15% per tahun
pada pasien dengan varises ukuran medium sampai besar. Insidensi perdarahan ulang
berkisar antara 30 – 40% pada 6 minggu pertama.46
2.2.4. Perjalanan alamiah varises esofagus
Pada pasien sirosis yang belum mengalami varises berarti tekanan portalnya
belum cukup tinggi untuk menyebabkan varises. Seiring bertambahnya tekanan portal,

pasien akan memiliki progresi mengalami varises yang kecil. Bertambahnya waktu
dan sejalan dengan peningkatan sirkulasi hiperdinamik, aliran darah yang melalui
varises akan meningkat sehingga meningkatkan tekanan pada dinding varises.
Perdarahan varises disebabkan ruptur terjadi ketika bertambahnya ketegangan
maksimal pada dinding varises.10 Diameter pembuluh darah merupakan salah satu
penentu tekanan variseal. Pada tekanan yang sama, pembuluh darah dengan diameter
besar akan ruptur sedangkan pembuluh darah dengan diameter kecil tidak akan ruptur.
Selain diameter pembuluh darah, salah satu penentu tekanan pada dinding varises
adalah tekanan di dalam varix yang berkaitan langsung dengan HVPG. Oleh karena
itu, penurunan HVPG seharusnya memicu penurunan tekanan pada dinding varises
sehingga mengurangi resiko ruptur. Perdarahan varises tidak akan terjadi ketika
HVPG diturunkan menjadi < 12 mmHg, dan resiko perdarahan ulang juga menurun
secara signifikan dengan penurunan HVPG lebih dari 20% nilai awal.13 Faktor lain
yang juga sangat konsisten dengan progresi varises adalah klasifikasi keparahan
penyakit hati berdasarkan skor Child – Pugh, dan tampilan red wale marks
(didefinisikan sebagai venula yang membesar dan memanjang pada permukaan
varises) pada saat pemeriksaan endoskopi awal.13,45,48

Gambar 2.2 Perjalanan Alamiah Varises Esofagus 46
2.2.5. Diagnosis
Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy (EGD) merupakan gold standar
dalam mendiagnosis varises.13 Konsensus saat ini menyatakan bahwa setiap pasien
sirosis seharusnya menjalani skrining varises dengan endoskopi pada saat diagnosis.
Tujuan dari skrining varises esofagus adalah untuk mendeteksi pasien yang
memerlukan terapi profilaksis. Pemeriksaan endoskopi sebaiknya diulang setelah 2 – 3
tahun kemudian setelah endoskopi pertama pada pasien tanpa varises. Berdasarkan
angka laju progresi besar varises yang berkisar 10 – 15 % per tahun, endoskopi
sebaiknya diulang setiap 2 tahun pada pasien dengan varises yang kecil. Pada pasien
dengan sirosis yang dekompensata atau tampak red wale marks pada endoskopi,
interval pemeriksaan endoskopi tiap 1 tahun sangat direkomendasikan.11,12,13,45,46,47

Tabel 2.4 Guideline Diagnosis Varises Esofagus 10

Telah lama diketahui bahwa gambaran varises secara endoskopi sangat krusial
untuk memprediksi pasien mana yang memiliki resiko tinggi untuk perdarahan varises
dan juga yang mana akan memiliki keuntungan dari terapi. Oleh sebab itu dibutuhkan
sistem yang divalidasi untuk klasifikasi gambaran varises esofagus secara endoskopi.
Pada tahun 1981, Beppu dkk. telah mengklasifikasikan varises esofagus berdasarkan
gambaran endoskopi, dimana karakteristik dari varises yang terjadi diklasifikasikan
dalam 3 tingkatan yaitu F1, F2 dan F3.49

Tabel 2.5 Derajat Varises Esofagus dengan Pemeriksaan Endoskopi 49
Beppu’s Endoscopic Grades for Esophageal
Varices
Grade

Characteristics of Varices

F1

Small and straight

F2

Moderately sized, tortuous, and occupying less
than one third of the lumen

F3

Large, coiled, and occupying one third or more of
the lumen

Pada tahun 2004 Japanese Research Society for Portal Hypertension juga
telah merancang sistem klasifikasi yang baru untuk menggambarkan varises esofagus,
sistem ini menggambarkan varises berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna.50
Tabel 2.6 Sistem Klasifikasi Varises Esofagus (Japanese Research Society for
Portal Hypertension)50

Dengan menggunakan endoskopi didapatkan gambaran varises esofagus
berdasarkan ukuran dan bentuk.
Gambar 2.3 Varises Esofagus dengan Endoskopi 50

2.2.6. Diagnosis varises esofagus non-endoskopi
Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan diagnosis varises esofagus
adalah dengan menggunakan endoskopi, namun pemeriksaan endoskopi secara
periodik dan berkala sangatlah mahal dan tidak semua pusat pemberi pelayanan
kesehatan terutama di daerah yang memiliki fasilitas endoskopi, serta adanya
keterbatasan kompetensi dari seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan
endoskopi,

sehingga

dibutuhkan

pemeriksaan

(marker)

non–invasive

yang

berhubungan dengan hipertensi portal, yang dapat mengidentifikasi ukuran varises
esofagus pada penderita sirosis hati.

Berdasarkan konsep bahwa perkembangan hipertensi portal akibat dari
fibrosis hati yang merupakan faktor kontribusi penting terhadap peningkatan resistensi
hepatik, marker serum non–invasive dari fibrosis hati telah diuji sebagai prediktor
varises esofagus pada pasien sirosis dengan hasil yang menjanjikan. Beberapa tes yang
sebelumnya divalidasi sebagai prediktor fibrosis hati seperti : Lok Score, APRI, Fib –
4, dan Forns index, juga dapat digunakan untuk memprediksi adanya varises
esofagus.18,51
Tabel 2.7 Akurasi Marker Serum Non-invasive dalam Mendeteksi
Adanya Varises Esofagus 51
Parameter
Mean value
(+SD) EV absent
Mean value
(+SD) EV present
p
Cutoff value
Se(%)(95%CI)
Sp(%)(95%CI)
+LR
-LR
PPV(%)
NPV(%)
AUROC
SE (95%CI)
p

APRI
2.42(+2.7)

FIB-4
4.88(+4.27)

Forns Index
7.67(+1.79)

Lok Score
0.62(+0.24)

2.56(+2.22)

6.40(+4.69)

8.6(+1.8)

0.77(+0.22)

0.623
> 1.434
66.24(58.373.6)
44.59(3356.6)
1.2
0.76
71.7
38.4
0.545
0.04(0.4790.611)
0.259

0.02
> 3.98
66.24(58.373.6)
54.05(42.165.7)
1.44
0.62
75.4
43
0.624
0.038(0.5580.687)
0.0011

< 0.0001
> 7.297
78.98(71.885.1)
44.59(33-56.6)

< 0.0001
> 0.62
76.16(68.632.7)
50.72(38.463.0)
1.55
0.47
77.2
49.3
0.690
0.036(0.6240.750)
< 0.0001

1.43
0.47
75.2
50
0.648
0.037(0.5830.709)
0.001

Penelitian mengenai beberapa

pemeriksaan marker serum non-invasive

dalam memprediksi adanya varises esofagus pada penderita sirosis hati yang telah
dipublikasikan mendapatkan bahwa Lok Score merupakan pemeriksaan non-invasive
terbaik dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus berukuran
besar. Lok score dengan nilai cut-off >0.62 dan >0.796 memiliki sensitivitas (76.16%
dan 76.92%) dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus yang
berukuran besar. namun penelitian tersebut tidak mengikutsertakan indeks FibroQ.51
Tabel 2.8 Akurasi Marker Serum Non-invasive dalam Mendeteksi Adanya
Varises Esofagus Berukuran Besar 51

Parameter
Mean value
(+SD) EV absent
Mean value
(+SD) EV present
p
Cutoff value
Se(%)(95%CI)
Sp(%)(95%CI)
+LR
-LR
PPV(%)
NPV(%)
AUROC
SE (95%CI)
p

APRI
2.44(+2.34)

FIB-4
5.29(+4.07)

Forns Index
8.02(+1.74)

Lok Score
0.67(+0.24)

2.67(+2.48)

7.41(+5.6)

8.96(+1.93)

0.85(+0.17)

0.518
> 2.201
51.47(3963.3)
61.35(53.468.9)
1.33
0.79
35.7
75.2
0.538
0.042(0.4720.609)
0.361

0.06
> 6.7498
45.59(33.558.1)
77.3(70.183.5)
2.01
0.7
45.6
77.3
0.528
0.041(0.5630.691)
0.002

< 0.0001
> 8.538
63.24(50.774.6)
63.19(55.370.6)
1.72
0.58
41.7
80.5
0.645
0.041(0.5790.706)
0.0004

< 0.0001
> 0.796
76.92(64.886.5)
61.29(53.169)
1.99
0.38
45.5
86.4
0.731
0.039(0.6670.788)
0.0001

2.3. Indeks FibroQ
Indeks FibroQ dikemukakan pertama sekali di tahun 2009 pada penderita hepatitis
kronis. Menurut penelitinya, untuk nilai lebih besar dari 1,6 dapat memprediksi
adanya fibrosis hati yang signifikan (significant fibrosis/Skor Metavir >2/F2,F3 dan
F4). Sementara untuk nilai lebih kecil dari 0,6 dapat menyingkirkan adanya fibrosis
hati yang signifikan. Indeks ini juga dapat memprediksi adanya sirosis hati dengan
nilai > 2,6 dengan sensitivitas mencapai 100% dan spesifisitas 64,9%. Indeks FibroQ
juga telah diteliti dan dibandingkan dengan beberapa marker serum non-invasive
dalam memprediksi adanya fibrosis hati pada penderita hepatitis C, dimana didapatkan
bahwa indeks FibroQ merupakan pemeriksaan non-invasive terbaik dalam
memprediksi adanya fibrosis hati yang signifikan maupun fibrosis hati yang luas
(extensive fibrosis/skor Metavir >3/F3 dan F4) dibandingkan FIB-4, AAR, API dan
Lok score dengan nilai cut-off >1,6 untuk fibrosis hati yang signifikan (sensitivitas
77,6%, spesifisitas 65,9%, AUC:0,789 ) dan nilai cut-off >2,6 untuk fibrosis hati yang
luas (AUC:0,728).19,52

Tabel 2.9 Kemampuan Marker-marker Fibrosis Non-invasive dalam
Memprediksi Fibrosis yang Signifikan (F2,F3,F4) dan Fibrosis
Hati Luas (F3,F4) 52

Sementara penggunaan indeks FibroQ dalam memprediksi ukuran varises
esofagus hingga saat ini belum pernah dipublikasikan.
Rumus untuk menghitung Indeks FibroQ adalah:

Indeks FibroQ = (10 x Age (year) x AST x PT INR)/ (PLT x ALT)