Hubungan besar varises esofagus secara endoskopi dengan Lok Score pada penderita sirosis hati

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sirosis hati

2.1.1 Definisi
Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani,
yang berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi. Istilah
sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.

19,20

Definisi

sirosis berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah suatu proses difus
yang ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi
struktur nodul abnormal yang tidak memiliki organisasi lobular yang normal.

21


Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
22

teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.

Banyak bentuk

kerusakan hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan
berlebihan matriks ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam
hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada
sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.

20

Progresifitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai beberapa tahun.


19,20,23

5
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Epidemiologi
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian
utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima
kehidupan mereka akibat penyakit ini.

19,20

Setiap tahun, 2.000 kematian

tambahan dikaitkan dengan kegagalan hati fulminan (FHF). FHF disebabkan
hepatitis

virus (misalnya,


hepatitis

A dan

B), obat-obatan (misalnya

asetaminofen), racun (misalnya Amanita phalloides, yellow death cap mushroom),
hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau berbagai etiologi lainnya. Penyebab
kriptogenik bertanggung jawab atas sepertiga dari kasus fulminan. Pasien dengan
sindrom FHF memiliki tingkat kematian 50-80% kecuali mereka memperoleh
transplantasi hati.

20

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170
juta umat manusia menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari
seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya kejadian baru sirosis
hepatis bertambah 3 - 4 juta orang.


21

Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di

Indonesia, secara pasti belum diketahui. Namun dari beberapa laporan rumah
sakit umum pemerintah di Indonesia berdasar diagnosis klinis saja didapati
prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar
antara 3,6 – 8,4% di Jawa dan Sumatera, sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan
di bawah 1%. Secara keseluruhan rata – rata prevalensi sirosis adalah 3,5%
seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata – rata 47,4% dari
seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Kasus ini lebih banyak ditemukan pada
kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2,1 : 1 dan usia
rata – rata 44 tahun (rentang usia 13 – 88 tahun) dengan kelompok terbanyak
antara usia 40 – 50 tahun.

24

6
Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Etiologi dan Patogenesis
Terdapat banyak penyebab "sirosis hati", beberapa diantaranya jarang
terjadi, bahkan muncul di masa kecil ( misalnya air minum dari pipa tembaga ).
Sirosis merupakan penyakit yang diperoleh atau berbasis genetika. Klasifikasi
etiologi, terutama dengan diagnosis dini, harus selalu menjadi prioritas, karena
dapat membantu pengobatan dan juga prognosis. Dengan menggabungkan data
klinis biokimia, histologi, dan epidemiologi penyebab sirosis sebagian besar dapat
ditentukan. Pada masa lalu penyakit hati alkohol merupakan penyebab sirosis
yang paling menonjol di Amerika Serikat. Akhir – akhir ini hepatitis C mulai
meningkat jumlahnya sebagai penyebab utama hepatitis kronik maupun sirosis
secara nasional. Di Indonesia, banyak penelitian menunjukkan bahwa hepatitis B
dan C merupakan penyebab sirosis yang lebih menonjol dibanding penyakit hati
alkoholik.

19,24,25

Banyak kasus sirosis kriptogenik ternyata disebabkan penyakit

perlemakan hati non – alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease) NAFLD. Bila
kasus – kasus sirosis kriptogenik diteliti, ternyata banyak pasien menunjukkan

satu atau lebih faktor resiko klasik NAFLD seperti : obesitas, diabetes, dan
hipertrigliseridemia. Diduga steatosis berkurang pada beberapa hati penderita,
sementara fibrosis hatinya justru berkembang dengan progresif. Ini yang membuat
diagnosis histologi dari NAFLD menjadi sulit.

20,23,25

Sepertiga orang Amerika

mempunyai NAFLD, sekitar 2 – 3% orang Amerika menunjukkan steatosis non –
alkoholik (non – alcoholic steatohepatitis) NASH, yang deposisi lemaknya dalam
hepatosit mengalami komlipkasi berupa peradangan atau inflamasi hati dan
fibrosis. Diperkirakan 10% pasien NASH dikemudian hari berkembang menjadi
sirosis. NAFLD dan NASH telah diperkirakan akan menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat utama pada dekade mendatang.

20,23

Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%),
penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%),

kriptogenik (18%), hepatitis B yang bersamaan hepatitis D (15%), dan penyebab
lain (5%).

20,26

Penyebab lain penyakit hati menahun dan sirosis : hepatitis
7
Universitas Sumatera Utara

autoimun, sirosis bilier primer, sirosis bilier sekunder (berhubungan dengan
obstruksi saluran empedu ekstrahepar menahun), kolangitis sklerosing primer,
hemokromatosis,

penyakit

Wilson,

defisiensi

α-1


antitripsin,

penyakit

granulomatosa (contoh : sarkoidosis), penyakit glycogen storage type IV, hepatitis
imbas obat (contoh : metotreksat, α-metildopa, amidaron), obstruksi aliran vena
(contoh : sindrom Budd-Chiari, penyakit veno-oklusif), gagal jantung kanan
kronik dan regurgitasi trikuspid.

20,25,26

Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan
antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel – sel stelata
yang berada dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk
memproduksi matriks ekstraseluler. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi
oleh sel – sel hepatosit, sel – sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi
kerusakan hati. Sebagai contoh : peningkatan kadar TGF - β1 dijumpai pada
pasien dengan hepatitis C kronik dan sirosis. TGF - β1 selanjutnya akan
merangsang sel – sel stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe I.


19,20

Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse ( ruang antara hepatosit dan
sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan
kapilarisasi sinusoid. Sel – sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi.
Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel – sel stelata dapat memicu terjadinya
hipertensi portal.

19,20,27

8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati

19

2.1.4 Manifestasi klinis
Keluhan subjektif dari pasien sirosis bersifat non karateristik dan ambigu.

Kelelahan dikeluhkan sekitar 60-80% pasien, gangguan tidur (mungkin
disebabkan oleh gangguan irama melatonin), keluhan gangguan saluran cerna (5060%), dan gangguan mental kadang dikeluhkan oleh pasien.

28

Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain
adalah: kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal,
mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan
produksi faktor-faktor pembeku darah).

19,20,29,30

Hepatic myelopati dengan

paraparesis spastic jarang terjadi, terutama pada tahap lanjut dari sirosis. Gejala
dari neuropati perifer juga terjadi. Kadang terjadi meteorismus dan pada beberapa
kasus timbul asites. Takikardia, hipotensi, dan sistolik murmur yang menunjukkan
sirkulasi hiperdinamik juga terjadi. Spider naevi menunjukkan gangguan
signifikan pada sirkulasi sistemik dan pulmoner. Murmur dapat


9
Universitas Sumatera Utara

terdengar pada area umbilical (sindroma Cruveilhier-Baumgarten). Laki-laki
dapat menampakkan gejala feminisasi, sedangkan wanita menunjukkan gejala
hipogonadisme.

28

Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi
dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi gejala
pertama yang membawa pasien pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan
kompensata selama bertahun-tahun sebelum berubah menjadi dekompensata.
Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi, seperti
ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Ikterus terjadi karena
kegagalan fungsi hati, dan pengobatan terhadap komplikasi ini biasanya
mengecewakan, kecuali pasien mendapat transplantasi.

19,20,26,29,30

Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan
perdarahan varises : stadium 1 (tidak ada varises, tidak ada asites), stadium 2 (ada
varises tanpa asites), stadium 3 (asites dengan atau tanpa varises), dan stadium 4
(perdarahan dengan atau tanpa asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam
kelompok sirosis kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis
dekompensata.

10

2.1.5 Diagnosis
Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi
hati. Namun biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius meskipun sangat
jarang. Diagnosis kemungkinan sirosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik , pemeriksaan laboratorium rutin, maupun pemeriksaan
imejing. Bila diagnosis sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan
untuk menentukan beratnya sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan
lain juga dapat dibuat untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
sirosis seperti : ANA (Antinuclear antibody), ASMA (Anti – smooth muscle
antibody), AMA (Anti – mitochondrial antibody) yang kadang – kadang dapat
10
Universitas Sumatera Utara

ditemukan
primer.

pada

10,19,20,26,30

darah

pasien

hepatitis

autoimun

atau

sirosis

bilier

Penilaian atau klasifikasi tingkat keparahan sirosis diukur

dengan menggunakan skor Child – Pugh.

12

Tabel 2.2 Klasifikasi Child – Pugh

12

2.2 Varises esofagus
2.2.1 Defenisi
Penderita sirosis hati yang memiliki varises esofagus yang besar akibat
hipertensi portal beresiko 25 % - 35 % mengalami perdarahan serta 15 % - 20 %
beresiko kematian pada setiap episode perdarahan. Tingkat kematian bergantung
kepada keadaan umum pasien dan beratnya perdarahan.

19

Varises esofagus

merupakan kolateral portosistemik yang terbentuk setelah adanya dilatasi saluran
pembuluh darah vena mulai dari distal esofagus akibat hipertensi portal. Varises
esofagus sering terjadi pada 2 – 5 cm distal dari esophagus.

31

2.2.2 Patofisiologi
Pada sirosis, hipertensi portal terinisiasi melalui peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik dan kemudian diperberat oleh perubahan pada sirkulasi
sistemik dan splanik yang meningkatkan aliran portal. Peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik tidak hanya disebabkan oleh faktor mekanikal (seperti :
jaringan fibrosis dan nodul - nodul regeneratif yang mendistorsi arsitektur
pembuluh darah hepar), tetapi juga oleh komponen dinamis reversibel yang

11
Universitas Sumatera Utara

dimediasi oleh peningkatan tonus vaskular disebabkan oleh kontraksi aktif
miofibrolast di sekitar sinusoid hepatik dan dalam septa fibrous. Komponen
dinamik ini (menyumbang sekitar 30% pada peningkatan resistensi vaskular
intrahepatik) menggambarkan gangguan fungsional dari sirkulasi hepar akibat
dari peningkatan produksi vasokonstriktor (contoh : endotelin – 1, norepinephrin,
angiotensin II, leukotriene, tromboxane A2) dan penurunan pelepasan vasodilator
endogen (terutama NO / nitric oxide).

32,33,34,35

Sel stelata memiliki sifat

kontraktil yang dapat dimodulasi oleh substansi vasoaktif antara lain NO dan
endothelin yang dapat meningkatkan resitensi intrahepatik dan aliran darah
tertutama pada sinusoidal.

36

Angiogenesis juga telah menunjukkan pengaruh

terhadap hipertensi portal melalui studi – studi yang menggambarkan pengaturan
peningkatan tekanan portal, sirkulasi hiperdinamik, neovaskularisasi splangnik,
dan kolateralisasi portosistemik yang diregulasi oleh VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor) dan PDGF (Platelet derived Growth Factor).

37

Pada sirosis, gradien portosistemik dinilai dengan mengukur WHVP
(Wedged Hepatic Venous Pressure) atau pengukuran tekanan sinusoid hepar dan
dikurangi dengan FHVP (Free Hepatic Venous Pressure) / tekanan bebas vena
hepatika atau tekanan vena cava inferior intraabdominal sehingga akan didapat
HVPG (Hepatic Venous Pressure Gradient). Nilai normal HVPG adalah 3 – 5
mmHg.

12,38

Nilai HVPG ≥ 10 mmHg sudah menggambarkan hipertensi portal

yang signifikan secara klinis dan≥ 12 mmHg untuk terjadinya perdarahan varises
3

akut, dan perubahan nilai HVPG yang terjadi setiap waktu memiliki nilai
prediksi untuk perkembangan varises esofagogastrik, resiko perdarahan variseal,
perkembangan komplikasi hipertensi portal non – variseal (asites, sindrom
hepatorenal, dan ensefalopati), dan mortalitas.

39,40,41,42,43

Pengukuran satu kali

sangat bermanfaat dalam menentukan prognosis sirosis kompensata dan
dekompensata, sedangkan pengukuran berulang sangat berguna untuk monitor
respon terhadap terapi farmakologi dan progresi penyakit hati. Pada pasien sirosis

12
Universitas Sumatera Utara

didapati peningkatan resistensi intrahepatik dan peningkatan aliran darah splanik.
Faktor awal yang berperan yaitu peningkatan resitensi intrahepatik sementara
peningkatan aliran darah splanik meruapakan fenomena sekunder untuk
mempertahankan

atau

memperburuk

peningkata

hipertensi

portal

dan

menimbulkan keadaan hiperdinamik ditandai dengan peningkatan nadi, kardiak
output, dan volum plasma.

44

Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi Portal

44

2.2.3 Epidemiologi
Varises dan perdarahan varises merupakan komplikasi sirosis yang
diakibatkan langsung dari hipertensi portal. Pasien dengan sirosis dan varises
gastroeseofageal memiliki nilai HVPG setidaknya 10 – 12 mmHg. Varises
gastroesofageal tampak pada sekitar 50% pasien sirosis.

12

Pada saat sirosis

pertama kali didiagnosis, varises tampak pada 30 – 40% pasien stadium
kompensata dan pada 60% pasien stadium dekompensata.

40

Pada pasien sirosis

tanpa varises saat pemeriksaan endoskopi pertama kali, insidensi tahunan
terbentuknya varises yang baru rata – rata 7% (berkisar antara 5 – 10% per
tahun.45,46,47

Setelah terbentuknya varises, ukuran varises akan bertambah dari

13
Universitas Sumatera Utara

kecil sampai besar sebelum akhirnya ruptur dan berdarah. Progresi dari varises
ukuran kecil hingga menjadi besar masih kontroversial, namun menunjukkan
angka laju progresi varises yang berkisar antara 5 – 30% per tahun.

45,46,47,48

Perdarahan varises pertama memiliki angka insidensi sekitar 4% per tahun, dan
resiko ini meningkat menjadi 15% per tahun pada pasien dengan varises ukuran
medium sampai besar. Insidensi perdarahan ulang berkisar antara 30 – 40% pada
6 minggu pertama.

47

Tabel 2.3 Epidemiologi varises esofagus dan korelasinya dengan
49
tingkat keparahan penyakit hati

2.2.4 Perjalanan alamiah varises esofagus
Pada pasien sirosis yang belum mengalami varises berarti tekanan
portalnya belum cukup tinggi untuk menyebabkan varises. Seiring bertambahnya
tekanan portal, pasien akan memiliki progresi mengalami varises yang kecil.
Bertambahnya waktu dan sejalan dengan peningkatan sirkulasi hiperdinamik,
aliran darah yang melalui varises akan meningkat sehingga meningkatkan tekanan
pada dinding varises. Perdarahan varises disebabkan ruptur terjadi ketika
bertambahnya ketegangan maksimal pada dinding varises.

49

Diameter pembuluh

darah merupakan salah satu penentu tekanan variseal. Pada tekanan yang sama,
pembuluh darah dengan diameter besar akan ruptur sedangkan pembuluh darah
dengan diameter kecil tidak akan ruptur. Selain diameter pembuluh darah, salah

14
Universitas Sumatera Utara

satu penentu tekanan padan dinding varises adalah tekanan di dalam varix yang
berkaitan langsung dengan HVPG. Oleh karena itu, penurunan HVPG seharusnya
memicu penurunan tekanan pada dinding varises sehingga mengurangi resiko
ruptur. Perdarahan varises tidak akan terjadi ketika HVPG diturunkan menjadi <
12 mmHg, dan resiko perdarahan ulang juga menurun secara signifikan dengan
penurunan HVPG lebih dari 20% nilai awal.

12

Faktor lain yang juga sangat

konsisten dengan progresi varises adalah klasifikasi keparahan penyakit hati
berdasarkan skor Child – Pugh, dan tampilan red wale marks (didefinisikan
sebagai venula yang membesar dan memanjang pada permukaan varises) pada
saat pemeriksaan endoskopi awal.

12,46,50

Gambar 2.2 Perjalanan alamiah varises esofagus

47

2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy (EGD) merupakan gold
standar dalam mendiagnosis varises.

12

Konsensus saat ini menyatakan bahwa

setiap pasien sirosis seharusnya menjalani skrining varises dengan endoskopi
pada saat diagnosis. Tujuan dari skrining varises esofagus adalah untuk
mendeteksi pasien yang memerlukan terapi profilaksis. Pemeriksaan endoskopi

15
Universitas Sumatera Utara

sebaiknya diulang setelah 2 – 3 tahun kemudian pada pasien tanpa varises pada
saat endoskopi pertama. Berdasarkan angka laju progresi besar varises yang
berkisar 10 – 15 % per tahun, endoskopi sebaiknya diulang setiap 2 tahun pada
pasien dengan varises yang kecil. Pada pasien dengan sirosis yang dekompensata
atau tampak red wale marks pada endoskopi, interval pemeriksaan endoskopi tiap
1 tahun sangat direkomendasikan.

10,11,12,46,47,48

Tabel 2.4 Guideline diagnosis varises esofagus

49

Telah lama diketahui bahwa gambaran varises secara endoskopi sangat
krusial untuk memprediksi pasien mana yang memiliki resiko tinggi untuk
perdarahan varises dan juga yang mana akan memiliki keuntungan dari terapi.
Oleh sebab itu dibutuhkan sistem yang divalidasi untuk klasifikasi gambaran

16
Universitas Sumatera Utara

varises esofagus secara endoskopi. Pada tahun 1980 Japanese Research Society
for Portal Hypertension merancang sistem klasifikasi yang kompleks untuk
menggambarkan varises esofagus, sistem ini menggambarkan varises berdasarkan
warna, ukuran, bentuk, lokasi, dan stigmata.

51

Tabel 2.5 Sistem klasifikasi varises esofagus (Japanese Research Society for
Portal Hypertension)

51,52

2.3 Diagnosis Non – endoskopi varises esofagus
Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan diagnosis varises esofagus
adalah dengan menggunakan endoskopi. Namun pemeriksaan endoskopi secara
periodik dan berkala sangatlah mahal dan sering dihubungkan dengan komplikasi
yang dapat timbul seperti perdarahan maupun perforasi. Di samping itu tidak
semua pusat pemberi pelayanan kesehatan terutama di daerah yang memiliki
fasilitas endoskopi serta adanya keterbatasan kompetensi dari seorang dokter
untuk melakukan pemeriksaan endoskopi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan
(marker) non – invasif yang berhubungan dengan hipertensi portal, yang dapat
mengidentifikasi adanya varises esofagus pada penderita sirosis hati.

17
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan konsep bahwa perkembangan hipertensi portal akibat dari
fibrosis hati yang merupakan faktor kontribusi penting terhadap peningkatan
resistensi hepatik, marker serum non – invasive dari fibrosis hati telah diuji
sebagai prediktor varises esofagus pada pasien sirosis dengan hasil yang
menjanjikan. Beberapa tes yang sebelumnya divalidasi sebagai prediktor fibrosis
hati seperti : Lok Score, APRI, Fib – 4, dan Forns index, dapat digunakan untuk
memprediksi adanya varises esofagus.

17,18

Stefanescu et al meneliti mengenai

beberapa pemeriksaan marker serum noninvasif dalam memprediksi adanya
varises esofagus pada penderita sirosis hati, dimana didapatkan bahwa Lok Score
merupakan pemeriksaan noninvasif terbaik dalam memprediksi adanya varises
esofagus dan varises esofagus berukuran besar dengan nilai cut-off >0.62 dan
>0.796 memiliki sensitivitas (76.16% dan 76.92%). Hal ini yang juga mungkin
mendasari penggunaan Lok Score dalam memprediksi ada tidaknya serta ukuran
varises esofagus pada pasien sirosis hati.

Lok Score
Lok Score dikemukakan saat uji Halt-C. Menurut penelitinya, untuk nilai
kecil dari 0,2 dapat menyingkirkan adanya sirosis hati. Sementara untuk nilai
lebih dari 0,5 untuk mengkonfirmasi adanya sirosis hati. Saat dicoba sebagai
prediktor varises esofagus, ternyata hasilnya sangat memuaskan. Dengan jumlah
sampel yang besar, untuk nilai Lok Score > 0,9 diperoleh AUROC (Area Under
Receiver Operating Curve) 0,77 dalam mendiagnosa Varises esofagus, sementara
nilai Lok Score > 1,5 diperoleh AUROC (Area Under Receiver Operating Curve)
sebesar 0,69 untuk memprediksi varises esofagus ukuran besar dengan Negative
predictive value (NPV) nya 92%. Dalam penelitian lain yang lebih kecil, nilai Lok
Score > 0,6 dapat memprediksi adanya varises esofagus (AUROC 0,81; NPV
96%) dan nilai Lok Score > 0,87 dapat memprediksi adanya varies esofagus
ukuran besar.

18
Universitas Sumatera Utara

Stefanescu et al meneliti mengenai beberapa pemeriksaan marker serum
noninvasif dalam memprediksi adanya varises esofagus pada penderita sirosis
hati, dimana didapatkan bahwa Lok Score merupakan pemeriksaan noninvasif
terbaik dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus
berukuran besar dengan nilai cut-off >0.62 dan >0.796 memiliki sensitivitas
(76.16% dan 76.92%).

18

Rumus untuk menghitung Lok Score adalah:
3

3

Lok Score: log odds = -5.56 – 0.0089 x platelet count (10 /mm ) + 1.26 x
(AST/ALT) + 5.27 x INR
Lok = (exp (log odds)) / (1+exp (log odds))

Pada penelitian Stefanescu dkk, dinyatakan cut-off value dari Lok Score
adalah sebagai berikut:

18

Tabel 6. Akurasi marker serum noninvasive dalam mendeteksi adanya
varises esofagus

18

19
Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Akurasi marker serum noninvasive dalam mendeteksi adanya
varises

20
Universitas Sumatera Utara