modifikasi perilaku dengan self-control strategies untuk menurunkan tingkat Kecanduan Online Role Playing Game

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam
kesehariannya belajar diharapkan untuk dapat mencurahkan perhatiannya pada
kegiatan akademik disekolah. Hal ini bertujuan agara siswa mendapatkan ilmu
yang bermanfaat dan prestasi akademik yang memuaskan (Gunarsa, 2003).
Prestasi akademik menjadi sangat penting bagi para siswa karena prestasi adalah
suatu hal yang menjadi indikator untuk keberhasilan tercapainya tujuan
pembelajaran. Selain itu prestasi siswa juga menentukan apakah ia dapat lulus
atau tidak (Arikunto, 1990).
Sudah menjadi harapan setiap guru, agar siswanya dapat mencapai hasil
belajar yang sebaik-baiknya. Namun kenyataan yang dihadapi tidak selalu
menunjukkan apa yang diharapkan itu dapat terealisir sepenuhnya. Data dari
tenaga pendidikan di sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa banyak
siswa yang meninggalkan sekolah sebelum tamat masih cukup tinggi, ada siswa
yang memperoleh prestasi belajar yang rendah, bolos sekolah dan ada banyak
kasus siswa yang melarikan diri dari rumah karena merasa tidak mampu
mengatasi kesulitan di rumah, sekolah, atau pergaulan dengan teman, dan kasus
kenakalan remaja. Tidak semua remaja terlibat dalam problematika yang

dikemukakan diatas, namun jumlah siswa yang terlibat dalam problematika itu

1

dianggap cukup besar, sehingga memperhatinkan dan menjadi masalah nasional
(Winkel, 1997).
Banyak siswa yang tidak mampu mencapai hasil belajar sebagaimana yang
diharapkan oleh para guru. Dalam proses pencapaian prestasi tersebut seringkali
siswa dihadapkan dengan berbagai kendala yang bisa menurunkan prestasinya.
Salah satu kendala yang menurunkan prestasi siswa adalah aktivitas bermain
online game (Suverantam, 2011). Dalam era dunia tanpa batas ini, internet yang
selama ini diketahui hanya untuk browsing, e-mail, chatting ternyata sekarang
sering digunakan oleh siswa untuk bermain game yang lebih dikenal dengan
online game (Rini, 2011).
Online game menjadi tren baru yang banyak diminati remaja karena
seseorang tidak lagi bermain sendirian, tetapi memungkinkan bermain bersama
puluhan orang sekaligus dari berbagai lokasi. Online game merupakan jenis situs
yang menyediakan berbagai macam jenis permainan yang dapat melibatkan
beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling
terhubung di waktu yang sama (Young, 2009). Hal ini memungkinkan para

pemain mendapat kesempatan untuk sama-sama bermain, berinteraksi dan
berpetualang serta membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya.
Dewasa ini online game sedang marak di masyarakat, peminatnya mulai
dari anak-anak sampai orang dewasa. Kalangan remaja merupakan pangsa pasar
online game yang berjumlah cukup besar. Sebanyak 56% pelajar Amerika
menyatakan pernah bermain online game (Pew Internet & American Life Project,
2003). Di Indonesia sendiri penggemar online game sudah mencapai enam juta

2

orang (Farzana, 2009) dan remaja menduduki kelompok usia terbesar pada
pemain online game (Surya, 2005).
Pada tahun 2007 diprediksi bahwa jumlah pemain online game paling
banyak 2.5 juta pemain, dan pemain online game kebanyakan dari kalangan
remaja atau pelajar (Astutik, 2008). Berdasarkan penelitian Astutik (2008)
menyatakan bahwa 37,1% siswa aktif bermain online game. Pada umumnya siswa
dibuat tidak mengenal waktu dalam memainkan online game. Hal ini senada
dengan penuturan salah satu siswa SMP.
“Aku si kak biasanya habisin waktuku sama teman-teman yang main
game, atau chatting, tapi lebih seru kalau main game online. Aku bisa

main lebih dari 3 jam lah.”
(Komunikasi Personal, 22 Maret 2014)
“Aku suka sekali main game online, biasanya kalau sudah main ya bisa
lupa waktu.. pernah waktu itu aku dicariin mamaku ke warnet, gara-gara
dari pulang sekolah sampe udah malam aku belum pulang-pulang ke
rumah.”
(Komunikasi Personal, 22 Maret 2014)
Berdasarkan penelitian Bakker (1997) dikemukakan bahwa para pemain
game rata-rata berusia antara 12-30 tahun dengan persentase 80 persen berusia 1221 tahun. Hal ini didukung oleh pendapat Griffiths (1998) menyatakan bahwa
banyaknya remaja yang bermain online game, karena mereka merasa online game
sebagai tempat melepaskan berbagai emosi.
Young & Abreu (2011) menyatakan beberapa alasan mengapa remaja
lebih rentan dalam menggunakan permainan online game adalah disebabkan
kurangnya kemampuan kognitif dan emosi yang dibutuhkan dalam mengontrol
dirinya, online game sangat memberikan penguatan besar kepada remaja karena
interaksi individu remaja dengan online game memberikan kesenangan kepada

3

diri penggunanya dan adanya perasaan belongingness, kompetensi, dan kekuatan

yang mereka butuhkan, serta menghilangkan stress dari tekanan akademik.
Salah satu jenis permainan online game yang sangat digemari adalah
online role playing game, khususnya pada anak-anak dan remaja. Adapun istilah
lain dari online role playing game adalah Massively Multiplayer Online Role
Playing Game (MMORPG), online role playing game yaitu sebuah permainan di
mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi
untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh
mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka
tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan (Young &
Abreu, 2011).
Sebagai sebuah alat rekreasi, permainan online role playing game dapat
bersifat positif ataupun negatif. Dilihat dari sisi positifnya, bahwa dengan bermain
game pemain mempunyai kesempatan untuk belajar sosial, seperti bagaimana
bertemu orang-orang, mengatur kelompok kecil, bekerjasama dengan orang, dan
berpartisipasi dalam interaksi sosial dengan pemain lainnya (Tyrer, 2008).
Menurut Steere (1994) pemain juga berkesempatan untuk melakukan eksplorasi
diri dan memenuhi kebutuhan seperti penggunaan waktu untuk kegiatan santai
atau leisure time.

4


Sisi negatif dari permainan ini adalah para pemain game mempunyai
kecenderungan menghabiskan banyak waktu, pikiran dan uang untuk bermain,
dimana hal ini akan mengarahkan pemain mengalami kecanduan. Individu mulai
menggunakan secara berlebihan untuk mengimbangi hal-hal lain yang kurang
dalam hidupnya dan tertarik untuk melakukan kontak sosial, tetapi dengan tingkat
anonimitas yang menarik, dimana orang-orang tersebut merasa cemas dalam
situasi nyata (Padwa & Cunningham, 2009).
Penggunaan internet yang sehat, rata-rata penggunaanya mengakses
internet sebanyak 8 jam perminggu. Sedangkan remaja yang mengalami
kecanduan bermain game pada umumnya menghabiskan waktunya untuk bermain
rata-rata 23 sampai 38 jam per minggu (Young & Roger, 1998; Sophie, 2006).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa para pemain game dapat bermain sampai
12 jam tanpa makan atau tidur. Biasanya mereka datang berkelompok dan
biasanya mereka lebih senang jika bermain di warnet secara bersama-sama
daripada bermain sendirian di personal computer (Wijoseno, 2007).
Young (2006) juga menyatakan bahwa tanda-tanda kecanduan game
adalah ketika permainan dilakukan dengan waktu lebih dari 4 (empat) jam dalam
sehari. Durasi waktu yang digunakan juga semakin lama akan semakin bertambah
agar individu mendapatkan efek perubahan dari perasaan, dimana setelah bermain

game individu merasakan kenyamanan dan kesenangan (Young & Abreu, 2011).
Sebaliknya, individu biasanya akan merasa cemas atau bosan ketika bermain
game ditunda atau diberhentikan. Selain itu, pemain game online juga sering

5

mengabaikan kehidupan sehari-hari, seperti sekolah, bekerja, bergaul, kebersihan,
dan kesehatan pribadi, karena kecanduan bermain Online Game (Young, 2009).
Kecanduan internet yang dialami remaja khususnya kecanduan Online
Role Playing Game dapat dilihat dari waktu yang dihabiskan saat online dan
sejauhmana fungsi internet atau online game mempengaruhi dirinya. Berdasarkan
penelitian Young (2006) menyatakan bahwa kecanduan pengguna internet
menimbulkan tingkat kecanduan dari mild, moderat, sampai severe, dimana hal ini
akan menimbulkan tingkat permasalahan di kehidupan pemain, seperti
menimbulkan masalah dalam pekerjaan atau sekolah, sosial, fisik, dan masalah
keuangan.
Dampak yang disebabkan kecanduan bermain online game disini tidak
bersifat sementara, namun dapat bersifat jangka panjang. Menurut Swandarini
(2007) dalam jangka panjang, dampaknya adalah banyaknya waktu yang sedikit
banyak berpengaruh pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan, keadaan

fisik remaja, dan kehidupan sosial remaja.
Pada aspek pendidikan, setidaknya berakibat pada proses belajar
akademis. Suasana kelas seolah-olah merupakan penjara bagi jiwa remaja yang
kecanduan online game. Tubuhnya ada di kelas tetapi pikirannya, rasa penasaran
dan keinginan ada di online game. Seperti belajar, tetapi pikirannya sibuk
mengolah bayang-bayang game yang mendebarkan. Kadangkala remaja juga
malas belajar atau sering membolos sekolah hanya untuk bermain online game.
“Aku senang banget kalau sudah pulang sekolah, karena bisa main game
online bareng teman-teman. Rasanya gak sabar.. kalau disekolah waktu
terasa lama banget jadi membosankan. Paling kalau bosan dikelas cerita
sama kawan dia sudah sampe level mana.. rasanya senang banget kalau

6

aku bisa unggul dibandingakan teman-temanku, tapi kalau sudah ada
yang levelnya lebih tinggi dari aku.. rasanya gak terima dan langsung
ingin main dan ngalahi mereka”
(Komunikasi Personal, 22 Maret 2014)
“Aku kalau sudah main si bisa sampe 4 jam atau lebih. Biasanya main
habis pulang sekolah, ya kadang-kadang bolos bimbel dan sekolah kak

hehehe..kalau bolos sekolah atau bimbel sih biasanya rame-rame sama
teman. Kalau bolos bimbel kami rencanain pas jam istirahat atau pas
belajar, kalau bolos sekolah dari hari sebelumnya sudah janjian gak
masuk sekolah dan langsung ngumpul di warnet atau dimana baru pergi
bareng.”
(Komunikasi Personal, 23 Maret 2014)
“Rasanya kalau sudah main tuh bisa lupa segalanya kak.. main game
online itu sangat menyenangkan.. ya aku kadang-kadang lupa ngerjain
tugas dan belajar untuk ujian, karena keasyikan main.. Cuma gimana ya
kak, kalau gak main game itu rasanya ada yang kurang .”
(Komunikasi Personal, 23 Maret 2014)

Aktivitas bermain online role playing game yang berlebihan akan dapat
menjauhkan individu dari kegiatannya sehari-hari khususnya dalam kegiatan
akademik, seperti belajar yang merupakan tugas utama sebagai seorang siswa
(Young, 2011). Studi penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Wan dan Choiu
(2007) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kecanduan
bermanin online game diantaranya kontrol diri, motivasi, kebutuhan psikologis
(keinginan berkuasa), keinginan berprestasi, dan kesepian. Frekuensi bermain
online game juga menjadi penyebab seseorang semakin terikat dan menjadi

pecandu (Griffiths, 2004).
Penelitian Sanditaria (2012) juga menyatakan bahwa ada dua faktor
penyebab anak bisa kecanduan bermain online game, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu keinginan yang kuat dari anak untuk memperoleh
nilai yang tinggi dalam online game, rasa bosan yang dirasakan anak ketika
berada di rumah atau di sekolah, ketidakmampuan mengatur prioritas untuk

7

mengerjakan aktivitas penting lainnya, dan kurangnya self control dalam diri
anak. Faktor eksternal berupa lingkungan yang kurang terkontrol karena temanteman anak juga banyak bermain online game, kurang memiliki hubungan sosial
yang baik, dan harapan orang tua yang terlalu tinggi terhadap anaknya untuk
mengikuti berbagai les atau kegiatan.
Membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi, maka
diperlukan dukungan lingkungan atau penguatan untuk mendapatkan respon yang
diinginkan dari siswa. Untuk mengatasi perilaku kecanduan siswa terhadap online
role playing game ini dapat dilakukan dengan self control strategies (Cormier &
Cormier, 1991). Martin & Pear (2003) menyatakan self-control strategies adalah
salah satu teknik dari modifikasi perilaku yang berdasarkan teori Skinner.
Mekanisme ini bertujuan untuk membantu mengurangi perilaku kecanduan

bermain online role playing game, sehingga dapat mengurangi durasi individu
dalam bermain online role playing game dan dampak negatif dari kecanduan
bermain online role playing game khususnya dalam pendidikan.
Skinner (Alwisol, 2006) menjelaskan bahwa self-control bukanlah
kekuatan untuk mengontrol di dalam “self”, tetapi bagaimana mengontrol
variabel-variabel luar yang menentukan tingkahlaku. Self-control strategies
merupakan suatu prosedur untuk mengarahkan dan mengatur perilakunya sendiri
dan biasanya subjek terlibat pada beberapa atau seluruh lima komponen dasar
yaitu menentukan perilaku sasaran atau permasalahan, membuat komitmen untuk
berubah, mengambil data atau penganalisa penyebab, membuat design dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan serta berusaha untuk mencegah

8

kegagalan (Fishbach & Shah, 2006; Martin & Pear, 2002). Pada treatment selfcontrol strategies individu dituntut untuk bisa mengatasi faktor-faktor atau
variabel-variabel luar penyebab kecanduan online game dengan mengatur situasi
atau stimulus, mengatur perilaku dan mengatur konsekuensi untuk mencapai
tujuan sasaran yaitu mengurangi jumlah durasi bermain online game.
Kontrol diri menjadi penting dalam usaha untuk mengurangi penggunaan
internet khususnya bermain online game. Hal ini dikarenakan teknik self control

dapat membantu peserta belajar startegi-strategi untuk mengurangi kecanduan
online game, mengatur waktu bermain online game dan menguatkan usaha peserta
untuk menghindari kecanduan online game (Triharim, 2013).
Martin & Pear (2003) menyatakan bahwa banyak masalah yang dapat
dibantu dengan self-control meliputi self-restrain yang berfungsi untuk individu
belajar mengurangi perilaku yang berlebihan yang menimbulkan kesenangan,
seperti merokok yang berlebihan, minum-minuman, dan menonton televisi.
Masalah lain yang membutuhkan self-control adalah untuk merubah arah perilaku
yang berlawanan. Maksudnya adalah respon yang dibutuhkan akan ditingkatkan,
seperti belajar, latihan, perilaku assertive dan performing pekerjaan rumah tangga.
Permasalahan siswa diselesaikan dengan bantuan modifikasi perilaku
dengan self-control strategies. Maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai
“Modifikasi perilaku dengan self-control strategies untuk mengurangi tingkat
kecanduan Online Role Playing Game”.

9

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini adalah bagaimana modifikasi perilaku dengan self-control
strategies dapat menurunkan tingkat kecanduan Online Role Playing Game.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesa adanya efektifitas
modifikasi perilaku dengan self-control strategies dalam menurunkan tingkat
kecanduan online role playing game .

D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat Teoritis Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan sumber informasi bagi
disiplin ilmu psikologi terutama di bidang psikologi pendidikan, yakni
mengenai gambaran efektivitas modifikasi perilaku dengan selfcontrol strategies dan memberikan gambaran kasus kecanduan Online
Role Playing Game yang terjadi pada siswa.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi
peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan
mengenai modifikasi perilaku dengan self control strategies dan
kecanduan online role playing game.

10

2.

Manfaat Praktis Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa kecanduan online
role playing game untuk mengurangi durasi bermain online game
mereka sehingga dengan perubahan tersebut mereka dapat memiliki
kegiatan yang positif dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan proses
belajar di sekolah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada orangtua dan
sekolah mengenai fenomena kecanduan online role playing game yang
dapat membuat konsentrasi berlajar dan prestasi sekolah menurun dan
penggunaan modifikasi perilaku dengan self control strategies sebagai
salah satu intervensi dan sarana memahami kecanduan online role
playing game.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau
bahan pertimbangan bagi para terapis yang ingin menerapkan
modifikasi perilaku dengan self control strategies pada siswa yang
kecanduan online role playing game.

E. Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari lima bagian, yang terdiri dari sebagai berikut:
Bab I

: Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.

11

Bab II

: Landasan teori
Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung
penelitian yang dilakukan. Teori yang digunakan merupakan teori
yang terkait dengan kecanduan internet, kecanduan online role
playing game, remaja dan siswa SMP, modifikasi perilaku, self
control strategies.

Bab III

: Metode penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai variabel penelitian, defenisi
operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data,
prosedur penelitian dan metode analisa data.

Bab IV

: Hasil penelitian dan pembahasan
Bab ini berisi mengenai hasil pelaksanaan intervensi serta
pembahasan.

Bab V

: Kesimpulan dan saran
Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan saran baik untuk
penelitian selanjutnya maupun saran praktis untuk subjek.

12