Pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online

(1)

Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh:

MEGATASYA KURNIA SERENA

NIM : 108070000160

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

The beautiful about learning is nobody can take it away from you

-B.B King-

“Life is like a camera.

FOCUS on what’s important, CAPTURE the good

times, DEVELOP from the negatives, love the result, and if you don’t

like the result leave it and take another SHOT “

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku

tercinta, Keluarga, Sahabat, dan Orang terkasih.


(6)

vi (B) Oktober 2014

(C) MegatasyaKurnia Serena

(D) Halaman : XIII + 118Halaman + Lampiran.

(E) Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Self Control Terhadap Agresivitas Remaja Pengguna Game Online

(F) Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas pada remaja pengguna game online. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 200 responden remaja pengguna game online point blank. Teknik pengambilan sampel menggunakan non-probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala agresivitas yang diadaptasi dari skala baku agresivitas yang dibuat oleh Buss &Perry (1992). Skala kecerdasan emosi yang diadaptasi dari skala baku kecerdasan emosi yang dibuat oleh Goleman (2006). Skala self control yang dibuat berdasarkan aspek-aspek self control Averill (1973). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 16. Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0.097. Hal ini berarti 9,7% variabel agresivitas remaja pengguna game online dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 8 variabel yaitu self awareness, self regulation, motivasi diri, empati, Interpersonal relationship, behavioral control, cognitive control, dan decisional control dengan indeks signifikansi sebesar 0,011 (p < 0,05), berarti hipotesis utama penelitian (Ha) yang menyatakan ada pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti juga variabel-variabel lain yang cukup berpengaruh dengan agresivitas, selain itu juga menambahkan proporsi sampel yang lebih banyak.


(7)

vii

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat danhidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh tanggung jawab dan kerja keras. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menempuh studi di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini menjadi bentuk tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh penulis, sehingga dalam masa pengerjaannya tidak terlepas adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si, Wakil Dekan I, serta seluruh jajaran dekanat lainnya.

2. Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi. dosen pembimbing skripsi I yang senantiasa membimbing, menjadi tempat berdiskusi dan memberi wawasan baru dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Zulfa Indira Wahyuni, M. Psi. Dosen pembimbing skripsi II yang senantiasa memberi nasihat, kritik dan semangat selama proses penyusunan skripsi. 4. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi. Dosen Penguji I dan Ilmi Amalia, M.Psi,

Psi. Dosen Penguji II, yang telah berkenan menguji penelitian penulis dalam sidang Munaqasyah


(8)

viii

Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis Bapak Herry Iriansyah dan Ibu Widya Iswarintiwi yang yang selalu mencurahkan segala bentuk dukungan dan doa yang tak ternilai, serta menjadi pengingat dan penguat dikala lelah, sedih dan jenuh. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih sayangNya kepada keluarga kami. Serta kepada kaka dan adikku Aldilase Irdiansyah, Fadilla Zuraida, dan Ikhsanda Raka Firmansyah terimakasih untuk semangat, perhatian dan dukungan yang kalian berikan, karena kalianlah penulis menjadi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kekasihku Agung Sekti Laksana, SH.Untuk kesabaran, dukungan, doa dan motivasinya kepada penulis yang membuat penulis selalu kuat dan merasa tidak kesepian dalam menghadapi kesulitan. Terimakasih untuk kebersamaannya selama 4 tahun ini. Semoga keberkahan selalu dilimpahkan oleh ALLAH.

9. Sahabat-sahabat ku tata, farah, tika, edo, sinta, yang selalu bersedia mendengarkan keluhkesah dan menjadi teman sharing mengenai apapun dalam hidup ini, terima kasih banyak telah menjadi keluarga bagipenulis, kalian adalah teman terbaik yang pernah penulis miliki. Endang, ichan, hani,


(9)

ix

lelah. Untuk teman- teman kels D dan selurh angkatan 2008 fakultas psikologi yang memotivasi dan saling mendukung secara positif.

Semoga kalian semua selalu diberkahi Allah dan jazakumullah khairan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Jakarta, November 2014


(10)

x

... iii

LEMBAR ORISINALITAS ... iv

MOTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 Pendahuluan... 1

1.1.LatarBelakangMasalah………. 1

1.2.Pembatasan DanPerumusanMasalah……… 12

1.2.1. PembatasanMasalah………. 12

1.2.2. PerumusanMasalah……….. 14

1.3. TujuanPenelitianDan ManfaatPenelitian……… 14

1.3.1. TujuanPenelitian………... 14

1.3.2. ManfaatPenelitian……… 14

1.3.2.1. ManfaatTeoritis………... 14

1.3.2.2. ManfaatPraktis……… 15

1.4. SistematikaPenelitian……… 15

BAB 2 LandasanTeori... ... 17

2.1. Agresivitas……… 17

2.1.1. PengertianAgresivitas………... 17

2.1.2. Bentuk–bentukAgresivitas……….. 19

2.1.3. PengukuranAgresivitas……….. 20

2.1.4. Faktor yang MempengaruhiAgresivitas………. 22

2.2. KecerdasanEmosi……….. 26

2.2.1. PengertianKecerdasanEmosi……….. 26

2.2.2. Faktor-faktor yang MempengaruhiKecerdasanEmosi……. 27

2.2.3. PengukuranKecerdasanEmosi………... 30

2.2.4. Aspek-aspekKecerdasanEmosi………... 31

2.3. Self Control………... 33


(11)

xi

2.4.2. TugasPerkembanganRemaja………... 39

2.5. Game Online……….. 40

2.5.1. PengertianGame Online………. 40

2.5.2. Jenis-jenisGame Online………. 41

2.6. KerangkaBerfikir……… 42

2.7. Hipotesis………. 46

2.7.1. Hipotesis Mayor………... 46

2.7.2. Hipotesis Minor……… 47

BAB 3 Metode Penelitian... 48

3.1. PopulasidanSampelPenelitian……….... 49

3.2. VariabelPenelitian……….. 49

3.3. DefinisiOperasional………... 50

3.4. InstrumenPengumpulan Data………. 51

3.5. UjiValiditasInstrumen……….... 54

3.6. UjiValiditasKonstruk……….. 55

3.7. UjiValiditasKontruk………... 57

3.7.1. UjiValiditasKonstrukAgresivitas………. 57

3.7.2. UjiValiditasKecerdasanEmos……….... 58

3.7.2.1. UjiValiditasSelf Awreness……… 61

3.7.2.2. UjiValiditasSelf Regulation……… 64

3.7.2.3. UjiValiditasMotivasi……… 67

3.7.2.4. UjiValiditasEmpati………. 70

3.7.2.5. UjiValiditasInterpersonal Relationship…….. 72

3.7.3. UjiValiditasSelf Control……….. 75

3.7.3.1. UjiValiditasBehaviour Control………... 75

3.7.3.2. UjiValiditasCognitive Control……….... 78

3.7.3.3. UjiValiditasDecisional Control……….... 80

3.8. TehnikAnalisis Data……….. 83

3.9. ProsedurPenelitian……….... 86

BAB 4 HasilPenelitian...……….……….………. 88

4.1. GambaranSubjekPenelitian……… 88


(12)

xii

4.3.3. KategorisasiSelf Regulation……….... 92

4.3.4. KategorisasiMotivasi……….... 93

4.3.5. KategorisasiEmpati………... 94

4.3.6. KategorisasiInterpersonal Relationship……….... 94

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 104

5.1. Kesimpulan... 104

5.2. Diskusi... 105

5.3. Saran... 110

5.3.1. Saran Metodelogis... 110

5.3.2. Saran Praktis... 111 DaftarPustaka


(13)

xiii

Tabel 3.1 Blue Print Agresivitas... 51

Tabel 3.2 Blue Print KecerdasanEmosi... 52

Tabel 3.3 Blue Print self control... 53

Tabel 3.4 Bobotnilaiskala ...……….. 54

Tabel 3.5 MuatanItem UntukAgresivitas... ………... 59

Tabel 3.6 MuatanFaktor ItemAspekSelf Awarenes ... 63

Tabel 3.7MatriksSelf Awarenes... 64

Tabel 3.8 Muatan Item AspekSelf Regulation... 66

Tabel 3.9MatriksSelf Regulation... 67

Tabel 3.10 Muatan item AspekMotivasi………... 69

Tabel 3.11 Matriksvariabelmotivasi………... 70

Tabel 3.12 Muatan Item AspekEmpati……….... 71

Tabel 3.13 MatriksVariabelEmpati... 72

Tabel 3.14 Muatan Item AspekInterpersonal Relationship ... 74

Tabel 3.15 MatriksVariabelInterpersonal Relationship... 74

Tabel 3.16Muatan Item AspekBehaviour Control.... 76

Tabel3.17MatriksVariabelBehaviour Control... 77

Tabel 3.18Muatan ItemAspekCognitive Control... 79

Tabel 3.19MatriksVariabelCognitive Control... 80

Tabel 3.20Muatan Item AspekDecisional Control... 82

Tabel 3.21MatriksVariabelDecisional Control...... 82

Tabel 4.1JumlahSubjekBerdasarkanJenisKelamin... 88

Tabel 4.2DeskripsiStatistikVariabelPenelitian... 89

Tabel 4.3 Norma Skor Variabel... 91

Tabel 4.4Kategorisasi Agresivitas... 91

Tabel 4.5KategorisasiSelf Awarenes... 92

Tabel 4.6KategorisasiSelf Regulation... 92

Tabel 4.7Kategorisasi Motivasi... 93

Tabel 4.8Kategorisasi Empati... 94

Tabel 4.9KategorisasiInterpersonal Relationship... 94

Tabel 4.10KategorisasiBehaviour Control... 95

Tabel 4.11KategorisasiCognitive Control... 95


(14)

(15)

xv

Gambar3.1 AnalisisKonfirmatorik Dari Agresivitas... 52

Gambar 3.2 AnalisisKonfirmatorik Dari self awarenes... 62

Gambar 3.3 AnalisisKonfirmatorik Dari self regulation...... 65

Gambar 3.4 AnalisisKonfirmatorik Dari Motivasi... 68

Gambar 3.5 AnalisisKonfirmatorik Dari Empati... 70

Gambar 3.6 AnalisisKonfirmatorik Dari Interpersonal Relationship... ... 73

Gambar 3.7 AnalisisKonfirmatorik Dari Behaviour Control... 76

Gambar 3.8 AnalisisKonfirmatorik Dari Cognitive Control... 78


(16)

1

1.1.Latar Belakang Masalah

Maraknya agresivitas akhir-akhir ini yang dilakukan oleh remaja merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar sangat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Perkembangan teknologi yang pesat mempunyai korelasi yang erat dengan meningkatnya kecenderungan perilaku yang dilakukan oleh remaja. Perkembangan teknologi terutama didunia game membawa dampak negatif untuk para remaja dan mengakibatkan banyaknya tindakan agresivitas yang dilakukan oleh para remaja di indonesia (Dwi, 2012).

Banyaknya bentuk agresivitas yang muncul merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Peristiwa yang terjadi oleh seorang mahasiswa salah satu Universitas swasta di Indonesia yang melakukan perampokan enam mini market di daerah Serpong Tangerang pada tahun 2013, setelah diselidiki pria tersebut memiliki kecanduan bermain game online Point Blank,ia mengaplikasikan visualisasi yang terdapat dalam permainan tersebut seperti strategi, cara menembak dan menggunakan senjata tajam dalam aksinya ketika merampok. Motif perampokan yang ia lakukan selain untuk mengaplikasikan apa yang ada


(17)

dalam game onlinetersebut juga ia merampok karena ingin membeli voucher permainan tersebut dalam jumlah yang besar (www.berita6.com)

Kemudian kejadian sangat memprihatinkan pada tanggal 18 januari 2010 yaitu seorang remaja rumania bernama Lonut Silvia nekat menghujani ibunya dengan tikaman pisau hanya karena sang ibu menolak membayar tagihan internet (detik.com).

Permusuhan, perkelahian, dan pebunuhan yang dilakukan oleh remaja, dimungkinkan karena adanya dorongan agresif pada diri mereka. Agresivitas merupakan suatu motif yang ada pada setiap manusia, dan hal tersebut banya di pengaruhi oleh bermacam – macam faktor di dalam perkembangannya. (Berkowitz,1995).Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi agresivitas remaja adalah faktor permainan pada game online ataupun tayangan televisi yag menampilkan adegan kekerasan. (Kusumadewi, 2010)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudha (dalam Kusumadewi,2010) terhadap 100 orang remaja disalah satu kecamatan di wilayah Kota Sidoardjo menunjukan sebanyak 60 pelajar pernah berkelahi di sekolah dan merusak barang-barang yang ada bila sedang marah. Diketahui juga dari hasil penelitian tersebut 40 pelajar diantaranya senang bermain game online jenis kekerasan.

Perilaku agresif di dunia maya sering dihubungkan dengan perilaku agresif di dunia nyata. Hal itu disebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Michelle


(18)

(dalam Lusiana, 2009), bahwa perilaku agresif didalam media berhubungan dengan agresivitas yang serius dikalangan remaja. Adapun dalam penelitian yang dilakukan pada 1558 remaja yang berada pada usia 15-18 tahun, hasil penelitiannya adalah responden yang pernah mengakses permainan yang menampilkan perkelahian, penembakan, dan pembunuhan maka akan berpotesi terlibat tindak kekerasan di dunia nyata daripada mereka yang tidak mengakses permainan tersebut.

Awal mula game online terjadi karena kemajuan teknologi yang mutakhir. Ditambah, manusia adalah makhluk yang tidak puas dengan apa yang ada. alhasil, berbagai alat-alat teknologi pun difungsikan untuk membuat permainan praktis, dan tetap mengasah otak.Dalam 10 tahun terakhir, permainan elektronik atau yang kita sering sebut dengan game online telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Ini bisa kita lihat di kota-kota besar,banyak sekali game center yang muncul. Game center itu sendiri tidak seperti halnya warnet, mereka memiliki pelanggan tetap yang lebih banyak daripada warnet. Inilah yang membuat game center hampir selalu ramai dikunjungi.Game saat ini tidak seperti game terdahulu, jika dahulu game hanya bisa maksimal dimainkan dua orang, sekarang dengan kemajuan teknologi terutama jaringan internet, gamebisa dimainkan 100 orang lebih sekaligus dalam waktu yang bersamaan (http//fakta-game-online.gamesnews.co.id)


(19)

Khusus di Indonesia, fenomena game online tidak kalah dengan luar negeri. Posisi game online ibarat seorang sahabat yang bisa mengusir kebosanan dan menghilangkan stress. Apalagi, lewat permainan ini, para garner bisa bertemu dengan orang baru yang menjadi lawan atau rekan main mereka. Jenis game online pun bermacam-macam. Ada yang mengusung strategi, role playing, atau bahkan sport game. Harus diakui, game online saat ini bukan hanya sebagai hiburan semata. Bermain game diyakini juga sebagai ajang mengasah otak. Para garner dapat mengasah kecepatan berpikir dan menciptakan strategi (Dwi, 2012).

Meningkatnya penggunaan komputer dan internet menjadi kebutuhan sehari-hari, mengakibatkan potensi penggunaan secara berlebihan dan bahkan dapat berubah menjadi ketergantungan (Funk, dalam Kusumadewi, 2010). Salah satu bentuk kecanduan yang ditimbulkan oleh penggunaan internet adalah internet game online/internet game atau biasa dikenal juga dengan online game. Menurut analisa pasar global, industri internet games telah mencapai US$ 28.5 miliar di tahun 2005(BusinessWire,dalam Kusumadewi, 2005). Internet juga telah membawa genre permainan baru seperti MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game), Ragnarok, Seal, MMORTS (Massively Multiplayer Online Real Time Strategy), Point blankdan Lost Saga.

Salah satu permainan yang digemari dan popular di Indonesia khususnya dikalangan para remaja adalah Point Blank, Dalam Game ini ada dua kubu yang saling berperang, yakni Free rebels dan CT-FORCE. Masing-masing kubu punya


(20)

cerita sendiri sewaktu awal terbentuknya. Terbentuknya Free rebels diawali Semakin bertambahnya imigran yang tidak mendapatkan pekerjaan dan terusir dari masyarakat, sehingga untuk bertahan hidup para imigran kemudian melakukan berbagai macam tindak kriminal dari perampokan hingga pengedaran obat-obatan terlarang.Aksi kriminal ini berkembang menjadi gerakan yang teroganisir hingga terbentuk organisasi yang dinamakan Free rebels. Tujuannya tidak lain untuk menguasai seluruh perdagangan obat terlarang dan senjata di seluruh dunia serta menciptakan rasa takut bagi masyarakat. Sedangkan terbentuknya CT-FORCE, Akibat konflik dengan imigran yang semakin meluas, pemerintah memutuskan dibentuk suatu organisasi khusus untuk menghadapi para teroris.Sejak dibentuknya organisasi ini, mereka mulai mencari informasi dan keberadaan dari organisasi teroris yang dinamakan Free rebels.Sejalan dengan meningkatnya ancaman teroris tersebut, pemerintah kemudian mengirimkan bantuan pasukan terbaik yang pernah ada di pemerintahan yang kemudian datang dan bergabung serta berganti nama menjadi CT-FORCE (Counter Terrorist Force). (www. duniabaca.com/asal-usul-sejarah-game-online-point-blank.html ).

Amalia, Direktur Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan Konten, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengatakan, setidaknya ada 30 juta orang Indonesia yang memainkan game online (www.beritanya.com), atau dengan kata lain, 1 dari 8 orang Indonesia adalah


(21)

pemain game online. Dengan kondisi pasar seperti itu, Indonesia menjadi pasar yang cukup potensial untuk industri permainan interaktif. Menurut detikinet.com, dengan adanya internet sebagai salah satu kebutuhan atau sarana yang memudahkan aktivitas, pola budaya dalam masyarakat Indonesia juga dapat mengalami banyak perubahan. Sangat memungkinkan anak-anak sampai anak remaja lebih kenal dengan budaya Warcraft dibanding tarian Aceh. Saat ini telah banyak warnet yang melengkapi fasilitas online game dalam tiap komputer yang mereka sediakan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, game onlinebanyak diminati oleh sebagian kalangan usia dari mulai anak-anak sampai dewasa. Saat ini, 67% remaja di Amerika Serikat bermain internet game secara online (Rideout, et. al., 2005 dalamYee, 2006). Karena kurangnya kemampuan untuk mengendalikan antusiasme terhadap sesuatu yang dapat membangunkan minat mereka, seperti internet dan komputer games, mereka dinilai lebih rentan melakukan penyimpangan dalam penggunaan internet. Melarikan diri dari kehidupan nyata ke dunia maya seringkali diasosiasikan dengan masalah serius dalam keseharian remaja. Kegemaran bermain internet game di kalangan remaja menimbulkan berbagai tanggapan mengenai pengaruh internet game terhadap perkembangan para gamers (Subrahmanyam, Kraut, Greenfield, & Gross, 2000 dalam Kusumadewi, 2010).


(22)

Saat ini perhatian media dan popularitas internet game yang dihubungkan dengan dampak-dampak buruk yang diakibatkan oleh Internet gametelah banyak dibicarakan, tetapi tetap saja penelitian mengenai topik tersebut masih sangat minim (Riki,2011). Penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini telah menemukan banyak hubungan antara game online dengan ketergantungan dan perilaku mereka (Internet Paradox Study), penurunan tajam pada social involvement,peningkatan kesendirian dan depresi (Subrahmanyam, 2000; Kraut, et al., 1998 dalam Riki, 2011), serta mengalami high levels of emotional loneliness dan atau kesulitan berinteraksi dalam kehidupan nyata (AMA, 2008). Mereka cenderung tidak dapat mengontrol emosi dan menunjukan prilaku agresi (Brenner; Egger; Griffiths; Morahn-Martin; Thompson; Scherer; Young, dalam Young, 2009). Penelitian ini diperkuat dari hasil observai yang dilakukan peneliti di sebuah warnet khusus game online, peneliti menemukan beberapa anak - anak dan remaja sedang bermain game online Point Blank, ketika mereka mengalami kekalahan dalam bermain, sebagian diantara mereka menunjukan agresivitas seperti berteriak, berkata kasar terhadap gamer lain, membanting headphone dan menekan keyboard komputer dengan keras dan kasar.

Dampak negatif yang ditimbulkan dalam permainan game onlinePoint blank terlihat dari perilaku agresivitas yang muncul dari para gamer, seperti kata-kata kasar, rasa benci dan agresivitas fisik yang muncul pada saat gamer bermain game tersebut. Disadari atau tidak point blankternyata secara tidak langsung


(23)

mengajari seseorang untuk menggunakan kata-kata dan perilaku kasar, adegan yang terdapat dalam permainan tersebut 90% menunjukan perilaku agresi, seperti menembak, memukul, dan berkata kasar. Sehingga hal ini mengakibatkan gamer terbawa emosi ketika karakter yang dimainkannya mati atau mengalami kekalahan. Selain perilaku agresi yang muncul, tidak terkendalinya emosi juga mengakibatan para gamer sulit untuk mengontrol dirinya dan emosi menjadi tidak terkendali. (Inge.dkk, 2011)

Kecerdasan Emosi atau lebih dikenal dengan istilah Emotional Intelegence menurut Goleman (2002) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampun seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri an perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain.

Hasil penelitian Theredia Merda mengenai Kontribusi Kecerdasan Emosi Pada Agresivitas Terhadap Remaja Adiksi Game online yang menggunakan sample remaja siswa-siswi SMPN 19 Jakarta sebanyak 124 orang menunjukan bahwa kecerdasan emosi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap agresivitas pada remaja. Kontribusi yang diberikan sebesar 25% sedangkan 75% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor pribadi, lingkungan


(24)

keluarga, lingkungan kelompok sebaya, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kategori subjek peneltian menunjukkan kecerdasan emosi yang tinggi dan memiliki agresivitas yang tinggi pula. (Merda, 2009).

Sistem self control merupakan kondisi tingkah laku yang sudah dibentuk berdasarkan pengaruh keadaan-keadaan yang menekan diri, dimana keadaan tersebut bisa berasal dari luar ataupun dari dalam. Self control seseorang bisa terbentuk juga karena adanya aturan-aturan atau hukum yang mengikat diri agar tingkah laku yang diwujudkan bisa dikendalikan.

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Meepien, Sampoch Iamsuit dan Panrepee, fakutas Psikologi Universitas Bangkok (2010) tentang Efek DariPelatihanSelfcontrolUntukMengurangiPerilakuAgresifPelanggarRemajaPere mpuan di PusatPelatihan remajaPrane, dengan menggunakan responden 93 remaja perempuan usia 16-18 tahun yang di bagi menjadi dua kelompok, peneliti mengemukakan beberapa riset, riset yang pertama menunjukan bahwa subjek dengan kelmpok treatment mengurangi prilaku agresivitas mereka mulai 70,0 kali per minggu pada periode awal menjadi 42,4 dan 19,8 kali per minggu dalam periode treatment selanjutnya. Sedangkan subjek dalam kelompok kontrol prilaku agresif mereka tetap di tingkat yang sama selama tiga periode. (68.2,66.4, dan 63.0). hal ini menunjukan bahwa ketika membandingkan perbedaan antara kelompok pertama dan kedua ditemukan bahwa setelah


(25)

menjalani treatment self control, tingkat agresi dari subjek dalam kelompok treatment pertama berkurang secara signifikan dari yang di awal periode.

Menurut penelitian tentang self control yang dilakukan oleh Ajzen dkk tahun 1982 (Jawahar, 2001: 876) menyebutkan bahwa orang dengan self control yang tinggi cakap dalam memecahkan isyarat-isyarat dalam lingkungan sosialnya dan juga pandai dalam menyelaraskan tingkah lakunya agar sesuai dengan konteks sosialnya. Sebaliknya, perilaku dengan self control yang rendah mereflekskan perasaan dan sikap mereka tanpa menghargai situasi atau konsekuensi interpersonal akibat perilakunya tersebut.Sementara itu Denson, Dewall, & Finkel dalampenelitian terbarunya menemukan bahwa self controlberkontribusi dalammengurangi bahaya sosial yang terkait dengan agresi yang tidak terkendali(Denson, Dewall, & Finkel, 2012).Penelitian diatas menunjukkan bahwa self controlmemiliki pengaruh yangcukup besar terhadap perilaku agresif, Dimana menurut Baumeister, dkk (1994)self controlsebagai kemampuan untuk mengabaikan respon tertentu untukmenyesuaikan dengan yang lain, yang terkait dengan berbagai hal yang positif(dalam Dewall, Finkel, & Denson, 2012). Sehingga ketika agresi mendesakmenjadi aktif, maka self controldapat membantu seseorang mengabaikankeinginan untuk berperilaku agresif (Dewall, Finkel, & Denson, 2012).

Ketergantungan internet game online yang dialami pada masa remaja, dapat mempengaruhi kecerdasan emosi dan kemampuan dalam mengontrol diri


(26)

mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Orleans & Laney, 1997). Karena emosi mereka yang tidak terkontrol dengan melihat aksi atau fitur yang ada dalam game tersebut yang selalu dimainkan berulang-ulang. Melalui fitur dan aksi yang ada dalam game tersebut dan emosi yang tidak terkontrol oleh karena itu timbulah agresivitas dalam diri mereka. Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai fenomena meningkatnya penggunaan internet dan juga makin bertambahnya pemain internet games di Indonesia (Internet World Stats, 2008; Kompas.com). Penelitian mengenai internet game yang dihubungkan dengan kecerdasan emosi, self control dan agresivitas di Indonesia pun sepertinya masih sangat terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, hal tersebut dinilai penting oleh peneliti guna memberikan informasi mengenai pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitaspada penggunagame online.

1.2Batasan Masalah Dan Perumusan Masalah 1.2.1 Batasan Masalah

Untuk menghindari dan meluasnya penelitian mengenai kecerdasan emosidan self controlterhadap Agresivitas, perlu dilakukan pembatasan masalah.

Masalah penelitian dibatasi sebagai berikut :

1. Kecerdasan emosi atau lebih dikenal dengan Emotional Qeutient (EQ) menurut Goleman (1995) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa


(27)

percaya diri, penguasaan diri,komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan,mempengaruhi melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya.

2. Agresivitas adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud menyakiti untuk menyakiti dan merugikan orang lain (Berkowitz,1995).

3. Self control merupakan kemampuan seseorang untuk membimbing,mengatur dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arahkonsekuensi positif(Hurlock,1994).

4. Remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikis. Sample penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu remaja awal. Usia 12/13 sampai dengan 17/18 tahun

5. Game online merupakan sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet).Game online yang digunakan peeliti yaitu Point Blank. Point Blank merupakan sebuah Online First Person Shooting Game dengan tingkat realistik tinggi.


(28)

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.Apakah kecerdasan emosi (self awareness, Self Regulation, memotivasi diri, empati dan interpersonal relationship) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas?

2.Apakah self control (behavior control,cognitive control dan interpersonal relationship) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas?

3.Apakah kecerdasan emosi dan self control bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap agresivitas?

1.3. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas pada remaja pengguna game online

1.3.2. Manfaat Penelitian 1. 3.2.1. Manfaat teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu memberikan sumbangan pada ilmu psikologi dalam memahami fenomena yang terjadi dihubungkan


(29)

dengan permainan komputer dengan menggunakan internet dari pandangan ilmu-ilmu psikologi.

1. 3 2.1. Manfaat Praktis

1. Data dari hasil penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi orang tua dan pemerhati pendidikan dalam mendampingi para remaja pengguna game online untuk dapat menanamkan emotional quetiont dan self controlyang baik pada mereka.

2. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan baru mengenai dampak yang dapat ditimbulkan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai internet game online.

1.4. Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan

Meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka

Membahas mengenai teori perilaku Agresivitas, Kecerdasan Emosi, Self control,Remaja dan Game Online.


(30)

Meliputi Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sample, Tehnik Pengumpulan Data, dan Metode Pengumpulan Data.

Bab 4 Hasil Penelitian

Meliputi Gambaran Umum Subjek dan Hasil pengumpulan data dari kuesioner.

Bab 5 Penutup

Berisi Kesimpulan, Diskusi, dan Saran. Daftar Pustaka


(31)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1Agresivitas

2.1.1. Pengertian Agresivitas

Dalam psikologi sosial, agresi diartikan sebagai perilaku langsung yang mengarah kepada orang lain dan berusaha untuk menyakitinya (Anderson & Carnagey, 2004). Kata agresi digunakan untuk perilaku menyakiti tanpa menghiraukan niat atau maksud munculnya agresi maupun konten dari perilaku tersebut (Wiggins, dkk, 1994). Sedangkan Baron & Richardson mendefinisikan agresi sebagai segala perilaku untuk menyakiti orang lain yang tidak ingin disakiti (Bushman & Huesman, 2010; DeWall, Anderson & Bushman, 2011).

Agresi adalah setiapperilaku yangdiarahkan padaindividu lain secara langsung yang dilakukan denganmaksudmenyakiti.Selain itu, pelaku harus yakin bahwa perilaku tersebutakan merugikandantarget termotivasi untuk menghindariperilaku tersebut (Anderson & Bushman, 2002). DeWall, Anderson & Bushman (2011) menyatakan bahwa agresi memiliki tiga ciri utama. Pertama, agresi merupakan perilaku yang tampak. Agresi bukanlah emosi seperti kemarahan dan pikiran, tetapi agresi adalah “tindakan melakukan sesuatu (by doing something)”. Kedua, agresi merupakan “intentional” atau suatu kesengajaan, bukan ‘accidental’ atau kecelakaan tanpa disengaja. Tetapi agresi adalah suatu kesengajaan yang


(32)

bertujuan untuk menyakiti. Ketiga, korban dari agresi berusaha untuk menghindari ancaman atau perilaku agresi tersebut. Sears (2009) juga menyebutkan bahwa agresi merupakan perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti seseorang. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang disengaja baik fisik maupun verbal untuk menyakiti atau merusak, yang mungkin itu merupakan reaksi permusuhan (Sears, 2009).

Franzoi (2003) mendefinisikan agresi segala bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti seseorang, beberapa orang, atau objek. Kemudian Buss (dalam Durkin, 1995) menyatakan bahwa agresi adalah respon yang menyampaikan stimulus berbahaya kepada orang lain, termasuk penyerangan fisik, menghina dan umpatan verbal.

Perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik (seperti menendang atau memukul) maupun psikis (seperti memaki atau mengancam). Jika menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi (Berkowitz, 1995).

Baron mendefinisikan agresi sebagai siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain (Baron, 1994). Baron (1994) juga mendeskripsikan agresi sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk


(33)

menyakiti atau melukai mahluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu.

Dari definisi diatas dapat diimpulkan bahwa agresivitas adalah perilaku melukai baik fisik maupun mental dengan suatu tujuan tertentu. Maka tidak dapat dikatakan agresi apabila perilaku tersebut tidak dilakukan tanpa memiliki tujuan. 2.1.2 Bentuk-bentuk Agresivitas

Buss dan Perry (1992) mengelompokan kedalam empat bentuk, yaitu : agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk marah dan kebencian. Bentuk-bantuk agresivitas ini yang akan dipakai sebagai alat ukur dalam penyusunan skala agresivitas.

a. Agresi fisik

Adalah merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik. Misal menyerang, memukul, menendang, atau membakar.

b. Agresi Verbal

Adalah merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis, misalnya berdebat menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksukaan, menyebar gosip dan kadang bersikap sarkastis.


(34)

c. Rasa Marah

Merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif.Misalkan, mudah kesal, hilangkan kesebaran.

d. Sikap Permusuhan

Sikap permusuhan merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil.

2.1.3 Pengukuran Agresivitas remaja

Pengukuran yang digunakan dalam mengukur agresivitasadalah (Leon, Peyes, Vila, dkk, 2002):

Aggression Questionnaire (AQ). Instrumen ini terdiri dari 29 pernyataan, pada standar psikometri menunjukan reliabilitas dan internal konsistensi yang adequat. Instrumen ini memililki konsistensi internal antara .72 dan .89 dan reliabilitas tes –rites antara .72 dan .80

Kemudian dalam Diamond & Magaletta (2006), pengukuran agresivitas lainnya adalah the short-form-Buss-Perry aggression questionnaire (BPAQ-SF). Instrumen ini dikembangkan oleh Bryan & Smith (2001) kemudian dimodifikasi oleh Diamond, Wang, Buffington- Vollum (2005). BPAQ-SF terdiri dari 12 pernyataan dan memiliki reliabilitas yang adekuat. Selain itu BPAQ-SF telah digunakan oleh 1.181 sampel laki-laki dan 435 sampel wanita.


(35)

Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dan mengadaptasi Aggression questionnairemilikBush & Perry (1992). Skala ini pernah diadaptasi pada penelitian Spanyol, dengan sampel pada studi satu terdiri dari 384 murid laki-laki dan perempuan dari University, dan studi dua dengan sampel 57 narapidana serta 93 mahasiswa. Skala ini terdiri dari item yang meliputi empat aspek, yaitu agresivitas fisik, agresivitas verbal, rasa marah, dan sikap permusuhan. Penulis mengadaptasi skala ini, dikarenakan konsep teori ini berkaitan dengan variabel penelitian yang akan diteliti.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

Agresivitas sebagaimna tingkah laku lainnya tidaklah muncul secara kebetulan, melainkan muncul akibat dari faktor pencetus, baik factor dari dalam diri (internal) maupun faktor yang berasal dari luar (eksternal)(Lutfi dkk,2009).

Baron, Branscombe & Byrne (2008) menyatakan bahwa penyebab perilaku agresivitas dibagi menjadi empat kategori, yakni sosial, kebudayaan, personal dan faktor situasional.

1. Determinan sosial

Determinan sosial merupakan faktor-faktor yang terkait dengan sosial meliputi kata-kata atau tindakan orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya agresivitas. Diantaranya yaitu:


(36)

1. Frustrasi

Kata frustrasi berarti hambatan dalam mencapai tujuan (Wiggins, dkk,1994). Menurut Dollard, dkk (1939) ada dua pernyataan penting pada hipotesis frustasi-agresi (frustassion- aggression hypothesis): i) frustrasi selalu memunculkan bentuk tertentu dari agresi, ii) agresi selalu muncul dari frustrasi. Teori dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang frustasi selalu terlibat dalam tindak agresi. Merujuk pada teori, frustrasi dapat menghasilkan agresi; karena agresi tidak pernah terjadi tanpa frustrasi (Wiggins, dkk, 1994).

2. Provokasi langsung.

Penelitian menemukan indikasi bahwa provokasi fisik atau verbal dari orang lain merupakan salah satu penyebab kuat terjadinya agresi.

3. Deindividuasi

Deindividuasi adalah keadaan hilangnya kesadaran akan diri sendiri(self awareness) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anonimitas dan pengalihan atau menjauhkan perhatian dari individu. Keadaan ini membawa individu kepada perilaku yang diluar batas-batas norma.

4. Pengaruh media massa

Anderson (2004) Berkowitz (1995), dkk, telah melakukan penelitian mengenai kekerasan di media massa dapat meningkatkan agresi diantara anak-anak atau orang dewasa. Pemaparan terhadap kekerasan di media mungkin memang merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada


(37)

tingginya tingkat kekerasan di Negara-negara dimana materi-materi tersebut dilihat olehbesar orang.Untuk mendukung penelitian tersebut, dalam Bushman & Huesman (2001) memaparkan eksperimen laboratorium jangka pendek terhadap anak-anak dan orang dewasa untuk menonton film dan acara televisi yangmengandungkekerasan atau yang tidak mengandung kekerasan. Hasil yang diperoleh dari eksperimen tersebut mengungkapkan bahwa tingkat agresi lebih tinggi pada partisipan yang melihat film atau program kekerasan.

2. Faktor kebudayaan 1) Cultures of honor

Cultures of honor merupakan sebuah keyakinan, norma dan ekspektasi dari suatu kebudayaan. Faktor ini mengindikasikan dimana norma kebudayaan sangat kuat sebagai respon untuk menyakiti atau penghinaan kehormatan seseorang.

2) Kecemburuan seksual (sexual jealousy)

Faktor ini dimulai dari penelitian yang dilakukan oleh Vandello & Cohen (1999; 2003), bahwasanya ada “sign” atau kode tentang Psikologi sosial memberikan alasan bahwa terdapat tanda “male honor” atau kehormatan laki-laki yang sangat kuat di Amerika latin dan Amerika bagian selatan. Vandello & Cohen (2003) dan Puente & Cohen (2003) mengindikasikan bahwa kecemburuan seksual penyebab terjadinya agresi. Dengan demikian, kecemburuan


(38)

seksual diperkirakan memunculkan reaksi kuat dari agresi di kebudayaan tersebut.

3. Kepribadian

Berikut ini adalah trait atau karakteristik yang memicu beberapa orang melakukan agresivitas:

1) Pola perilaku tipe A (type A behavior pattern).

Menurut Glass dan Strube pola perilaku tipe A merupakan pola perilaku yang sangat kompetitif, selalu terburu-buru, irritable atau mudah marah dan agresif. Sedangkan pola tipe B (type B behavior pattern) adalah kebalikan dari pola perilaku tipe A. pola perilaku tipe B tidak memiliki karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan pola perilaku tipe A. Tipe A cenderung lebih agresif dari pada tipe B. Orang tipe A yang benar-benar hostile: mereka tidak melakukan agresi pada orang lain hanya karena hal itu merupakan alat yang bermanfaaat untuk mencapai tujuan. Tapi mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam agresi hostile daripada tipe B yaitu agresi yang tujuan utamanya adalah untuk melakukan suatu kekerasan pada korban. Tipe A cenderung tidak terlibat dalam agresi instrumental, dimana agresi ini dilakukan untuk mendapatkan tujuan lain seperti mengontrol sumber-sumber daya yang berharga.


(39)

4. Emosi

Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku agresif adalah kondisi emosi. Munculnya perilaku yang negatif, menurut Goleman (2000) merupakan gambaran adanya emosi-emosi yang tidak terkendali dan mencerminkan semakin meningkatnya ketidakseimbangan emosi.

Penelitian yang dilakukan oleh Dodge dan Coie (dalam Berkowitz, 1993) menunjukkan bahwa ada orang-orang yang cenderung melakukan agresi berdasarkan emosi. peneliti tersebut menemukan bahwa orang yang sering melakukan agresi berdasarkan emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Cenderung memberi atribusi bahwa orang lain menampilkan sikap permusuhan (hostility) meskipun orang lain belum tentu bersikap/bertindak demikian.

2. Cenderung percaya bahwa agresi merupakan respon yang tepat untuk sikap bermusuhan (seperti yang mereka persepsikan) tersebut.

5. Alkohol

Terjadinya perilaku agresi dikaitkan pada mereka yang mengkonsumsi alkohol. Penjelasan yang lain menyatakan bahwa mengkonsumsi alcohol dalam dosis tinggi akan memperburuk proses kognitif terutama pada informasi yang kompleks dan menyebabkan gangguan kognitif, yaitu mengurangi kemampuan seseorang untuk mengatasi atau bertahan dalam situasi-situasi yang sulit.


(40)

2.2. Kecerdasan Emosi

2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Dalam istilah latin emosi di jelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “jiwa yang menggerakan kita” (Goleman,2000). Kecerdasan emosi atau lebih di kenal dengan Emotional Intelligence menurutGoleman (2000) di definisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasan diri, komitmen dan ntegritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomuikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain.

Goleman mengartikan emosi sebagai satu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi, merujuk pada suatu kadaan dalam diri seseorang yang memperlihatkan ciri-ciri kognisi tertentu, pengindraan, reaksi fisiologis dan pelampiasan dalam perilaku.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa emosi adalah reaksi perasaan perasaan diri seseorang yang timbul karena ada suatu stimulus dan memperlihatkan kognisi, reaksi fisiologis, reaksi biologis, dan bahkan reaksi behavioral tertentu.


(41)

Setelah di sebutkan beberapa istilah emosi secara umum, dan kemudian di kaitkan dengan istilah kecerdasan, maka dapat dipersempit pembahasan ini, yaitu mengenai kecerdasan emosional, maka pengertian kecerdasan emosi menurut Goleman, kecerasan emosi adalah kemampuan-kemampuan unt mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, empati dan kemamuan untuk membina hubungan. (Goleman,2000).

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi

Goleman (2000) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu:

1. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi dengan cara contoh-contoh ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari.

2. Lingkungan non keluarga. Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain. Menurut Le


(42)

Dove (Goleman. 2002) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic, tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.

1. Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

2. Sistem limbic. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan


(43)

tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis.Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.

2.2.3 Pengukuran kecerdasan emosi

Dalam Cherniss (2000) Pengukuran kecerdasan emosi yang pernah digunakan adalah Bar-On’s EQ-I (Bar-On, 1997). Instrument ini berbentuk self-repot yang di desain untuk kualitas personal “emotional well-being” dan bebas budaya. EQ-I telah digunakan untuk menilai ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6.21. Dan saat ini EQ-I dikenal dalam memperdiksi validitas di situasi kerja, salah satunya yang paling sukses dan sering digunakan pada pengrekrutan di U.S.Air Force.

Pengukuran yang lain dalam mengukur kecerdasan emosi adalah Multifactor Emotional Intelligence Scale (Mayer, Caruso & Salovey). Berbeda dengan EQ-I, MEIS berbentuk tes kemampuan (test of ability) yang terdiri dari 402 pernyataan. Peserta diberikan rangkaian tugas yang di disain


(44)

untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menerima, mengidentifikasi, memahami dan diskriminan validity, tetapi tidak meramalkan keabsahan (validity).

Kemudian pengukuran Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Teset (MSCEIT) merupakan pengembangan dari MEIS dan salah satu pengukuran kecerdasan emosi yang unggul, karena instrument ini telah digunakan lebih dari 50 penelitian dan 5000 partisipan, instrument ini juga dapat digunakan dengan rentang umur 17 – 79 tahun dengan reliabilitas sebesar .91 (Papadogiannis, Logan & Sitarenios, 2009).

Namun pengukuran kecerdasan emosi dapat juga dilakukan sesuai dengan indikator-indikator yang diambil dalam teori. Dalam penelitian ini, pengukuran kecerdasan emosi pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Goleman (2006), yakni kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain).

2.2.4 Aspek-aspek kecerdasan emosi

Salovey & Mayer (dalam Goleman, 2006) mengungkapkan lima karakteristik kecerdasan emosi bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan, yaitu:

1. Self awareness (mengenali emosi diri)

Kesadaran dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosi. Pada tahap ini diperlukan adanya


(45)

pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.

2. Self Regulation (Mengendalikan emosi atau kontrol diri)

Mengendalikan emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Mengendalikan emosi berhasil bila; mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negative yang merugikan dirinya sendiri.

3. Memotivasi diri (motivation one-self ).

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, memotivasi diri dan menguasai diri sendiri. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut:


(46)

b. Derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang

c. Kekuatan berfikir positif d. Optimis

e. Keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang terjadi, pekerjaannya hanya berfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya

4. Mengenali emosi orang lain ( emphaty)

Mengenali emosi orang lain atau empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca pikiran orang lain, begitu juga sebaliknya.

5. Membina hubungan dengan orang lain ( interpersonal relationship) Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan, seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.


(47)

2.3Self control

2.3.1. PengertianSelf control

Menurut Ghufron (2010) kontrol diri (self control) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya, selain itu juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

Goldfried dan Merbaum (dalam Lazarus, 1976), Mendefinisikan self control sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.Self control juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu.Santrock (2003) menyatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat suatu system pengaturan diri (self-regulation) yang memusatkan perhatian pada pengontrolan diri ( self-control) Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri (self) mengatur dan mengendalikan perilaku dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu


(48)

mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka seseorang tersebut akan dapat menjalani kehidupan dengan baik.

Menurut Hurlock (1994) self control adalah kemampuan seseorang untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif.Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan bagaimana seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.Chaplin (2002) menyatakan bahwa self control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan yang dimiliki oleh tiap individu untuk selalu mengarahkan, mengendalikan, mengatur, dan mengubah perilakunya kearah yang lebih positif.

2.3.2 Pengukuran Self control

Pengukuran kontrol diri telah dikembangkan dalam beberapa penelitian terdahulu, diantaranya ialah Grasmick et al. (dalam McMullen, 1999) yangmerancang The Grasmick et al. Self controlScale. Alat ukur ini terdiri dari 24 item, yang dikembangkan untuk mengukur kontrol diri orang dewasa


(49)

bedasarkan enam komponen, yaitu impulsif, tugas-tugas sederhana, mencari resiko, aktifitas fisik, pusat diri dan kemarahan.

Selanjutnya, The Brief Self control Scale (BSCS) yang dikembangkan oleh Tangney et.al (2004), yang terdiri dari 13 item. Skala self control ini dikembangkan untuk mengukur self control dalam komunitas mahasiswa, berdasarkan lima komponen yaitu mengendalikan pikiran, mengendalikan emosi, mengendalikan impuls, mengatur perilaku dan kebiasaan. Dalam penelitian ini, penulis mengadaptasi skala milik Hani Inayati (2013) berdasarkan konsep teori Averil (1973). Skala ini terdiri dari item yang meliputi tiga aspek, yaitu kemampuan mengontrol tingkah laku, kemampuan mengontrol kognisi dan kemampuan mengontrol keputusan.

Penulis mengadaptasi skala ini, dikarenakan konsep teori ini berkaitan dengan faktor pendukung perilaku menyimpang dan agresi. Selain itu, tersedianya item-item dan pembagian aspek di dalam skala ini membuat penulis merasa mudah untuk menyesuaikan item dengan sampel penelitian. Namun, karena total item yang tersedia terlalu banyak, maka peneliti mengurangi jumlah item menjadi 18, tanpa mengurangi dimensi yang ada di dalamnya. Dengan demikian, sangat ideal jika skala ini dipakai pada populasi penelitian dalam lingkup siswa, yang bertujuan untuk menghindari rasa jenuh dalam masa pengerjaan.


(50)

2. 3.3 Jenis dan Aspek-aspek Self control

Berdasarkan Konsep Averill (1973), terdapat 3 jenis kemampuan mengontroldiri yang meliputi 3 aspek. Averill (1973) menyebut self control dengan sebutankontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior control), Kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control).

a. Behavioral control

Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsungmempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitumengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasistimulus (stimulus modifiability).

Kemampuan mengatur pelaksanaanmerupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikansituasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yangkemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku denganmenggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akanmenggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakankemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidakdikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegahatau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaianstimulus yang sedang


(51)

berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunyaberakhir, dan membatasi intensitasnya.

b. Cognitive control

Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidakdiinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatukejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untukmengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperolehinformasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidakmenyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut denganberbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilaidan dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikansegi-segi positif secara subjektif.

c. Decisional control

Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakanberdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalammenentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan,kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagaikemungkinan tindakan.Aspek ini terdiri atas dua komponen yaitu mengantisipasi peristiwa dan mampu memilih tindakan.Dengan mengantisipasi peristiwa individu mampu


(52)

menahan dirinya. Kemampan memilih tindakan dalam menentukan pilihan atau keputusan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan pada diri individu untuk memlih berbagai kemungkinan tindakan.

Alasan penggunaan konsep dari Averill dalam mengukur tingkat kontrol diriyang dimiliki oleh individu yaitu dapat diketahui mengenai jenis kontrol diri yangdigunakan oleh individu lebih jelas dan lebih rinci.Hal ini disebabkan pada konsep inidapat diketahui mengenai aspek-aspek yang digunakan oleh individu dalammelakukan proses pengontrolan diri.

2.4 REMAJA

2.4.1. Pengertian Remaja

Menurut Piaget, pengertian remaja secara psikologis adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa,usia dimana anak tidak lagi merasa dibawa h tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama. (Hurlock,1980)

Monks Menjelaskan bahwa remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk kegolongan orang dewasa.(Moh Ali & Moh. Astori, 2004)


(53)

Masa remaja, menurut Mappiare (Moh.Ali & Moh. Astori, 2004), berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 12 sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Usia 12/13 sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal. 2. Usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, dimana umur mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak dan belum juga dapat digolongkan kedalam dewasa.

2.4.2. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980), adalah :

1. Mampu menerima keadaan fisiknya.

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

4. Mencapai kemandirian emosional. 5. Mencapai kemandirian ekonomi.

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat disiplin untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.


(54)

7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orangtua.

8. Mengembangkan prilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki usia dewasa.

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10. Memberi dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

2.5Game Online

2.5.1. Pengertian Game Online

Game online adalah komputer yang dapat dimainkan oleh multipemain melalui internet. Biasanya disediakan sebagai tambahan layanan dari perusahaan penyedia jasa online atau dapat diakses langsung (mengunjungi halaman web yang bersangkutan) atau melalui sistem yang disediakan dari perusahan yang menyediakan permainan tersebut(Kusumadewi,2010).

2.5.2. Jenis-jenis Game Online

Jenis-jenis permainan dalam game online bisa dibagi ke dalambeberapa kategori seperti Massively Multiplayer Online Role PlayingGame(MMORPG), Massively Multiplayer Online Real Time Strategy(MMORTS), Massivel


(55)

Multiplayer Online First Person Shooter(MMOFPS), dan lain-lain (Kusumadewi, 2010).

a. MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Games) Definisi MMORPG adalah salah satu jenis game online dimana pemain bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemain yang lain. Kemampuan tertentu yang dimiliki oleh karakter diperoleh melalui pengalaman (experience), dan biasanya berhubungan dengan kemampuannya bertempur dan atau untuk melawanmusuh. Dalam permainan lebih ditekankan pada aspek kolaborasidan sosial, bukan kompetisi. Interaksi sosial dalam permainanjenis ini sangat diperlukan, karena pemain harus berkolaborasidengan pemain lain untuk mencapai tujuan yang lebih rumit danharus bergabung dalam „organisasi‟ atau „suku‟ dari pemain lainagar mengalami peningkatan dalam permainan (Wan & Chiou,2007). Pemain dituntut untuk berimajinasi sedemikian rupasehingga karakter yang diinginkan terbentuk sempurna. Gamejenis ini juga biasanya menyediakan fasilitas ruang chatting(mengobrol), animasi yang bergerak dan berekspresi, sampaimembentuk tim untuk melawan musuh ataupun monster-monsteryang ada. Saat ini, permainan yang populer di dunia adalah Worldof Warcraft, Guild Wars dari Amerika, Final Fantasy dari Jepang,dan Lineage dari Korea. Di Indonesia, permainan yang populardari jenis ini adalah Ragnarok,


(56)

Perfect World, Seal Online, RanOnline, Audition Ayo Dance, Risk Your Life (RYL), Tantra,Gunbound, Getamped, dan masih banyak lagi.

b. MMORTS (MassivelyMultiplayer Online Real Time Strategy)

Definsi MMORTS adalah salah satu jenis game online yang didalamnya terdapat kegiatan mendirikan gedung, pengembangan teknologi, konstruksi bangunan serta pengolahan sumber dayaalam.MMORTS merupakan kategori dari game online yang menggabungkan real-time strategy (RTS) dengan banyak pemain secara bersamaan di internet. Gameyang popular dari jenis ini adalah WarCraft (1994), Command and Conqueror (1995), Total Annihilation (1997), StarCraft (1998), SimCity (1999), dan lain-lain.

c. MMOFPS (Massively Multiplayer Online First Person Shooter)Definisi MMOFPS adalah satu jenis game online yang menekankan pada penggunaan senjata. MMOFPS banyak mendapat tentangan dari berbagai pihak dibandingkan dengan jenis permainan lainnya karena dalam MMOFPS sangat menonjolkan kekerasan dan agresivitas. Biasanya sepanjang permainan yang ada hanya pertarungan dan pembunuhan. Para pemain dapat bermain secara sendiri-sendiri (single) atau juga bisa membentuk tim dalam melawan musuh. Sampai saat ini hanya sedikit sekali MMOFPS yang baru dibuat. Hal tersebut dikarenakan sangat banyaknya jumlah pemain yang bermain pada saat bersamaan di internet sehingga terdapat masalah teknis dan infrastruktur


(57)

pada internet. Contoh gamedari MMOFPS ini adalah World War II Online (2001), Point Blank dan PlanetSide (2003). Di Indonesia, contoh yang terkenal dari jenis ini adalah Counter Strike. Menurut sumber yang sama, gameini sangat disukai oleh anak-anak dan remaja laki-laki, karena gameini mengandalkan skil kecepatan, memompa adrenalin dan membutuhkan ketepatan menembak. Dalam penelitian ini jenis game yang digunakan yaitu Point blank.

2.6 Kerangka Berfikir

Semakin berkembangnya teknologi dunia internet terutama pada game online berdampak pada perkembangan masa tumbuh kembang anak-anak dan remaja. Maraknya game online dengan jenis yang mengarah kepada perilaku agresi, seperti peperangan dan perkelahian membuat perkembangan anak dan remaja menjadi terpengaruh atau memodelling apa yang ada dalam game tersebut. Dengan tampilan game yang menarik, suara yang memacu adrenalin dalam game tersebut sehingga membuat seseorang menjadi tertantang dan merasa gembira atau senang bermain Game online. Ketika para pengguna game online menang dalam sebuah permainan, maka mereka memiliki keyakinan bahwa dirinya hebat dan merasa jago, dari keyakinan tersebut munculah perilaku untuk bermain ke tahap atau level selanjutnya hingga akhir dan hal tersebut dilakukan secara terus – menerus. Pada saat para gamer mengalami kekalahan dalam sebuah permainan


(58)

maka hal yang ditimbulkan adalah meningkatnya agresivitas sehingga menurunnya kecerdasan emosi dan kontrol diri para pengguna game online.

Berkaitan dengan penelitian atkinson (2000) dengan tegas menyatakan bahwa, agresi merupakan reaksi emosional. Dengan demikian emosi merupakan salah satu faktor utama dalam agresivitas.Penelitian Atkinson dikuatkan dengan pernyataan Litrell dkk (Hurlock,1980) yang menyatakan bahwa anak-anak dan remaja selalu ingin mengetahui, mencoba, dan meniru apa yang dialihat dan membuatnya merasa tertarik dalam berbagai hal termasuk dalam hal online game. Namun hal ini tidak berlaku bagi mereka yang mampu mengelola emosi dan mengontrol dirinya dengan baik. Goleman (1995) menjelaskan bahwa salah satu ciri-ciri dari kecerdasan emosi adalah Self Regulation yang berarti individu yang cerdas secara emosi adalah individu yang mampu menahan emosi dan dorongan negatif . Kontrol diri sebagai cara individu untuk mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1980). Self control(kontrol diri) merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama prose-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Kemampuan kontrol diri mempengauhi agresivitas jadi aspek-aspek dari kontrol diri juga mempengaruhi agresivitas,diataranya: apabila kemampuan mengontrol prilaku, mengontrol stimulus,kemampuan antisipasi peristiwa,kemampuan menafsirkan peristiwa dan kemampuan mengambil keputusan tinggi mempunyai agresivitas rendah. Hal ini


(59)

didukung dengan penelitian Slaby dan Guera menunjukan bahwa individu dengan tingkat agresivitas yang tinggi berhubungan dengan kemampuan mereka dalam mengontrol prilaku dan emosinya yang rendah.

Berdasarkan pada teori-teori yang ada dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa, remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan self controlyang baik terutama dalam hal bermain game online, memiliki agresivitas yang rendah begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu penulis berasumsi adanya pengaruh kecerdasan emosi dan self controlterhadap agresivitas pada remaja pengguna game online


(60)

Gambar 2.1

Diagram Kerangka Berfikir

2.7 Hipotesis

2.7.1 Hipotesis Mayor:

Ha: Ada pengaruh yang signifikan Kecerdasan Emosi(Mengenali emosi diri, Mengelola emosi diri, Memotivasi diri, Empati, Membina hubungan) dan Self lf Self control

1. Kontrol Perilaku (Behavior Control) 2. Kontrol Kognitif (Cognitive Control) 3. Mengontrol Keputusan (Decesional

Control).

Kecerdasan Emosi 1.Mengenali emosi diri 2.Mengelola emosi diri 3.Memotivasi diri 4.Empati

5.Membuna hubungan


(61)

control(Behavior Control, Cognitive Control, Decesional Control) terhadap Agresivitas Remaja Pengguna Game Online.

2.6.2 Hipotesis Minor:

Ha1:Ada pengaruh yang signifikan mengenali emosi diri terhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha2:Ada pengaruh yang signifikan mengelola emosi diri terhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha3:Ada pengaruh yang signifikan memotivasi diri terhadapagresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha4:Ada pengaruh yang sinifikan empati terhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha5:Ada pengaruh yang signifikan membina hubungan terhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha6:Adapengaruh yang signifikan behavior controlterhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha7:Ada pengaruh yang signifikancognitive controlterhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Ha8 :Ada pengaruh yang signifikan decesionalterhadap agresivitas Remaja Pengguna Game Online

Selanjutnya, dikarenakan pengujian hipotesis di atas dilakukan dengan analisis statistik, maka hipotesis tersebut diubah menjadi hipotesis nihil (Ho), yang


(62)

berbunyi “tidak ada pengaruh yang signifikan Kecerdasan Emosi dan Self controlterhadap Agresivitas Remaja Pengguna Game Online”. Dengan demikian hipotesis nihil inilah yang akan diujikan apakah ditolak atau diterima secara statistik (signifikan).


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini dijelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari enam sub bab, yaitu populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia 12-17 tahun pengguna Game Onlne Point Blank. Dikarenakan jumlah populasi tidak dapat dketahui jumlah populasinya. Oleh karena itu peneliti menggunakan subjek penelitian sebanyak 200 orang. Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling.Nonprobability sampling digunakan ketika peneliti tidak mengetahui peluang terpilihnya seseorang karena tidak mengetahui jumlah suatu populasi atau tidak dapat memiliki daftar anggota dari suatu populasi yang dapat menggambarkan karakteristik populasi tersebut.. 3.2 Variabel Penelitian

Variabel terikat atau dependent variable dalam peelitian ini adalah agresivitas, sedangkan variabel bebas atau independent variable yaitu kecerdasan emosi dan self control.


(64)

3.3 Definisi Operasional

Setelah menentukan variable mana yang menjadi variabel terikat dan variabel bebas, maka selanjutnya peneliti menentukan definisi operasional dari veriabel-variabel penelitian yang kemudian akan digunakan dalam penelitian ini.

Adapun penjelasan definisi operasional variabel adalah sebagai berikut : 1. Agresivitas

Agresivitas adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud menyakiti untuk menyakiti dan merugikan orang lain. Agresivitas diukur melalui bentuk agresivitas fisik, verbal, anger, dan hostility.

2. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan Emosi adalah kemampuan mengatur kehidupan emosi dengan menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui kemampuan untuk mengenali emosi (self awareness), mengendalikan emosi (Self Regulation), motivasi diri,empati dan membina hubungan dengan orang lain (interpersonal relationship).

3. Self control

Self controladalah kemampuan seseorang untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui pertimbangan kognif sehingga dapat membawa kearah konsekuensi positif. Kontrol diri diukur melalui Kontrol Perilaku (Behavior Control), Kontrol Kognitif (Cognitive Control), Mengontrol Keputusan (Decesional Control).


(65)

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan instrument berupa skala dan kuesioner yang terdiri dari :

1. Isian biodata subjek penelitian, Angket ini berisi pertanyaan mengenai biodata responden, seperti inisial, dan usia.

Agresivitas di dapatkan dari alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan mengadaptasikan skala agresivitas Buss dan Perry (1992). Agresivitas yang diukur berdasarkan bentuk-bentuknya, yakni agresivitas fisik, verbal, kemarahan (anger), dan permusuhan (hostility).

Tabel 3.1

Blue Print agresivitas

No. Dimensi Indikator Favo Unfav Jumlah

1. PhysicalAggression (agresivitas fisik) Melukai, menyerang, memukul,menend ang,menyakiti secara fisik

2, 5, 8, 11, 13, 22, 25,

28

16 9

2. VerbalAggression(agr esivitas verbal)

Melukai dan menyakiti melalui verbalis, sarkartis

4, 6, 14, 21, 27

5

3. Anger (rasa marah) Mudah kesal, hilang kesabaran, tidak mampu mengontrol kemarahan

1, 12, 18, 19,13, 29

9 7

4. Hostility (permusuhan)

Rasa benci, iri hati

3, 7, 10, 15, 17, 20, 24,

26

8


(66)

Skala kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada dimensi kecerdasan emosi dari Solovey dan Moyer (dalam Goleman,2006). Adapun blue print skala kecerdasan emosi.

Table 3.2

Blue print Skala Kecerdasan Emosi

No Dimensi Indikator Favo Unfav Jumlah

1 Self-awareness

(mengenali emosi)

mengenali emosi diri, kesadaran menguasai emosi

1,3,5,9,13 7,11 7

2 Self-regulation

(mengendalikan emosi) Menghibur diri sendiri, melepaskan kemurungan, kecemasan,dan ketersinggungan

2,8,14 6,10,12, 28,29

8

3 Motivasi diri Mengendalikan dorongan hati, antusiasme, gairah, optimis

15,17,19 23,30,31 8 21, 25

4 Empati Kesadarana akan perasan,kepentingan, keprihatinan

terhadap org lain

16,18, 20 4, 27 5

5 Interpersonal

relationship

Membina hubungan dengan org lain, keterampilan

22,24,26 32 4

Jumlah 32

Skala Kontrol Diri (self control) yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada dimensi self control dari Averill (1973). Yakni Kontrol Perilaku (behavior control), Kontrol kognitif (cognitivecontrol), dan Mengontrol Keputusan (decisional control).


(67)

Table 3.3

Blue print Skala Kecerdasan Emosi

No Dimensi Indikator Favo (F) Unfav

(UF)

Jumlah

1 Behaviour Control Mengatur

pelaksanaan, memodivikasi stimulus

1.13.2 11,12,14 6

2 Cognitive Control Memperoleh

informasi, melakukan penilaian

3, 15, 16,17,18

4 6

3 Decisional Control Mengantisipasi

peristiwa, mampu memilih tindakan

5, 9, 10 6, 7,8 6

Jumlah 18

Pilihan jawaban untuk skala agresivitas, kecerdasan emosi dan self control terdiri dari empat macam, yaitu :

1. SS, apabila subjek merasa sangat setuju atas pernyataan yang di berikan. 2. S, apabila subjek merasa setuju atas pernyataan yang di berikan.

3. TS, apabila subjek merasa tidak setuju atas pernyataan yang di berikan.

4. STS, apabila subjek merasa sangat tidak setuju atas pernyataan yang di berikan.

Pada tiap jawaban, peneliti memberikan nilai atau bobot tertentu sebagaimana yang ditujukan di table 3.4

Bobot nilai tiap jawaban pada skala agresivitas, kecerdasan emosi, dan self control.


(68)

Table 3.4

Skala Favorable Unvaforable

(SS) 4 1

(S) 3 2

(TS) 2 3

(STS) 1 4

3.5 Uji Validitas Instrumen

Setelah mendapatkan data yang diinginkan peneliti kemudian menguji validitas konstruk maupun reliabilitas masing-masing alat ukur.

Dalam pengujian validitas, digunakan CFA (confirmatory Factor Analysis) dengan metode ini dapat diketahui apakah seluruh item mengukur apa yang hendak diukur dan apakah masing-masing tem signifikan dalam mengukur hal tersebut. Dilakukan dengan cara membandingkan sejauh mana matriks korelasi hasil estimasi menggunakan teori dengan matriks korelasi yang diperoleh dari data. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan teori adalah konsep bahwa seluruh item mengukur satu hal yang sama (undimensional) yaitu konstruk yang hendak di ukur.

Jika tidak ada perbedaan yang signifikan antara teori dengan data, aka berarti bahwa seluruh item itu mengukur hal yang sama (undimensional). Selanjutnya dengan menggunakan software yang sama dapat diuji apakah masing-masing item signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur.dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan row score / skor mentah (menjumlahkan skor item). Oleh karena itu seenarnya tidak diperlukan informasi tentang reliabilitas


(1)

3. OUTPUT CFA SELF CONTROL

3.1 Output CfA Self Control dimensi Behaviour Control

DA NI=6 NO=200 MA=KM LA

item1 item2 item3 item4 item5 item6 KM SY FI= newbehav.cor

MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK

behaviour FR LX 1 - LX 6

FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 4 1 TD 5 4 TD 2 1 TD 3 1 PD

OU TV MI SS

DA NI=6 NO=200 MA=KM

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 5

Minimum Fit Function Chi-Square = 9.63 (P = 0.087)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 9.07 (P = 0.11) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 4.07

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 16.65) Minimum Fit Function Value = 0.048

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.020 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.084)


(2)

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.064 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.13) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.30 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.21 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.19 ; 0.27) ECVI for Saturated Model = 0.21

ECVI for Independence Model = 1.38

Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 262.05 Independence AIC = 274.05

Model AIC = 41.07 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 299.84 Model CAIC = 109.85 Saturated CAIC = 132.26 Normed Fit Index (NFI) = 0.96 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.32 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.89 Critical N (CN) = 312.90

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.047 Standardized RMR = 0.047

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.23

3.1.1 Diagram Path Behaviour Control

3.2 Output CfA Dimensi Cognitive Control


(3)

LA

item1 item2 item3 item4 item5 item6 KM SY FI= cognitive.cor

MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK

cognitive FR LX 1 - LX 6

FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 6 4 TD 2 1 PD

OU TV MI SS

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 7

Minimum Fit Function Chi-Square = 6.16 (P = 0.52)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 6.00 (P = 0.54) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 8.76)

Minimum Fit Function Value = 0.031

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.044) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.079) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.80

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.18 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.18 ; 0.22) ECVI for Saturated Model = 0.21

ECVI for Independence Model = 1.87

Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 360.59 Independence AIC = 372.59

Model AIC = 34.00 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 398.38 Model CAIC = 94.18 Saturated CAIC = 132.26

Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.01 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.46 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.96


(4)

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.030 Standardized RMR = 0.030

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.97 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.33

3.2.1 Digram Path Cognitive Control

3.3 Output CFA Dimensi Decisional Control DA NI=6 NO=200 MA=KM

LA

item1 item2 item3 item4 item5 item6 KM SY FI= decisional.cor

MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK

Decisional FR LX 1 - LX 6

FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 4 3 TD 4 2 FR TD 3 1 TD 5 1 TD 2 1 TD 6 3

PD

OU TV MI SS

DA NI=6 NO=200 MA=KM Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 3

Minimum Fit Function Chi-Square = 2.86 (P = 0.41)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 2.86 (P = 0.41) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 8.22)


(5)

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.041) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.12) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.61

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.20 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.20 ; 0.24) ECVI for Saturated Model = 0.21

ECVI for Independence Model = 5.05

Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 993.00 Independence AIC = 1005.00

Model AIC = 38.86 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 1030.79 Model CAIC = 116.23 Saturated CAIC = 132.26

Normed Fit Index (NFI) = 1.00 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.20 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.99

Critical N (CN) = 790.85

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.022 Standardized RMR = 0.022

Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.97 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.14


(6)