Hubungan Intensitas Nyeri dengan Tingkat Kecemasan pada Penderita Nyeri Punggung Bawah Kronis di RSUP H. Adam Malik

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nyeri Punggung Bawah
2.1.1. Definisi
Menurut van Tudler et al. (2006) nyeri punggung bawah digambarkan
sebagai nyeri dan ketidaknyamanan,terlokalisir di bawah pinggiran kosta dan di
atas lipatan gluteus inferior, dengan ada atau tidaknya nyeri pada kaki. Nyeri
punggung bawah akut umumnya didefinisikan sebagai suatu episode nyeri
punggung bawah kurang dari 6 minggu; nyeri punggung bawah subakut adalah
nyeri punggung bawah menetap antara 6-12 minggu; nyeri punggung bawah
kronik adalah nyeri punggung bawah menetap lebih dari 12 minggu.
Nyeri punggung bawah dapat berkaitan dengan gangguan pada vertebra
lumbar, diskus intervertebralis, ligamentum di sekitar tulang belakang dan diskus,
saraf tulang belakang dan saraf, otot-otot punggung bawah, organ panggul dan
perut, dan kulit yang menutupi area lumbal.

2.1.2. Epidemiologi
Menurut Andersson (1995) dalam Munir (2012). Nyeri punggung bawah

merupakan persoalan yang sering di jumpai pada negara-negara industri. Pada
populasi di Eropa 40-80% pernah mengalami keluhan nyeri pinggang dalam
hidupnya dan insiden tahunan menunjukan angka 5%.Sebuah survei pada 2685
laki-laki di inggris, menemukan 23% mengalami nyeri pada daerah lumbal.
Sekitar 80% orang Amerika mengalami LBP selama masa hidup
mereka.Diperkirakan 15-20% memiliki rasa sakit terus menerus, dan sekitar 2-8%
mengalami nyeri kronis.LBP merupakan penyebab kedua setelah flu biasa
yangmenyebabkan waktu kerja hilang; LBP adalah penyebab paling sering kelima
untuk rawat inap dan alasan ketiga yang paling umum untuk menjalani prosedur
pembedahan.Produktivitas kerugian LBP kronis mendekati $28 miliarsetiap tahun
di Amerika Serikat (PhilloBeukes,2012).

6

2.1.3. Faktor Resiko
Faktor resiko nyeri punggung bawah banyak, tapi tidak ada penyebab yang
meyakinkan. Lihat Tabel 2.1. Faktor resiko yang mungkin termasuk faktor
genetika, usia, dan merokok. Faktor resiko yang besar kemungkinannya termasuk
pernah ada riwayat sakit punggung, ketidakpuasan kerja, postur kerja statis,
mengangkat, getaran, obesitas, dan faktor psikososial (Manchikanti, 2000).


Tabel2.1.:Faktor resiko NPB.
Penyebab

Memungkinkan

Bisa Menimbulkan

TidakAdaHubungan

Tidak ada

Genetik

Mengangkat

Tinggi Badan

Usia


Getaran

Skoliosis

Merokok

Faktor psikososial

Kifosis

Jenis Kelamin

Leg-length discrepancy

Obesitas

Aktifitas fisik

Pekerjaan fisik yang
berat

Postur tubuh kerja
yang statis
Pernah alami sakit
punggung
Kerja

yang

tidak

puas
Sumber: Manchikanti, 2000.
Faktor psikologikal juga termasuk umum di temukan pada pasien nyeri
punggung bawah (Bener(2006) dalam Bener et al.(2013).

7

2.1.4. Etiologi
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi
pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, ataupun struktur lain

yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain (Engstrom,
2005):
1. Kelainan kongenital spina lumbalis:Spondilolisis terdiri atas defek tulang
yang mungkin disebabkan oleh trauma pada segmen yang telah mempunyai
kelainan kongenital di daerah pars interartikularis. Defek biasanya paling
bagus dilihat dengan dengan proyeksi obliquepada x-ray datar atau CT scan
dan muncul dalam keadaan cedera tunggal.
2. Kelainan trauma: Seorang pasien yang mengeluh nyeri bagian belakang tubuh
dan ketidakmampuan untuk menggerakan tungkai dapat mempunyai suatu
tulang belakang yang fraktur. Sprain (terkilir, keseleo) dan strain (teregang)
punggung bawah dikaitkan dengan cedera minor yang berhubungan dengan
mengangkut objek berat, jatuh, atau deselerasi tiba-tiba seperti kecelakaan
yang mengakibatkan spasme otot. Fraktur vertebra dihasilkan oleh cedera
yang menyebabkan kompresi atau penekanan anterior sebagian besar fraktur
pada korpus vertebra lumbal terjadi akibat cedera fleksi dan terdiri atas fraktur
kompresi. Pada trauma yang lebih berat, pasien dapat mengalami dislokasi
fraktur, fraktur terbuka yang bukan hanya melibatkan korpus vertebra tetapi
juga elemen posteriornya.
3. Penyakit Diskus Lumbalis: keadaan ini merupakan penyebab utama nyeri
punggung bagian bawah dan tungkai yang kronik, berat atau rekuren dan

biasanya terjadi pada level L4-L5 dan L5-S1. Penyebabnya biasanya tidak
diketahui; faktor resiko lebih tinggi pada individu overweight.
4. Kondisi Degeneratif: Stenosis spinal lumbalis dideskripsikan sebagai kanalis
spinal lumbalis yang menyempit. Ketika penyakit ini semakin parah,
klaudikasi neurogenik yang terdiri dari nyeri punggung, kaki dan bokong akan
terinduksi dengan berjalan atau berdiri lalu akan lega jika duduk, akan terjadi.

8

Gejala pada kaki biasanya bilateral. Berbeda dengan klaudikasi vaskular,
gejala dipicu dengan berdiri tanpa berjalan.
5. Arthritis: Spondilosis, atau penyakit tulang tipe osteoartritis yang lebih sering
terjadi ini biasanya ditemukan pada usia lanjut dan dapat melibatkan spinal
servikalis dan lumbo-sakral. Pasien sering mengeluhkan rasa nyeri berpusat di
tulang belakang dan bertambah berat ketika bergerak dan berhubungan dengan
keterbatasan gerak. Ankylosingspondilitis merupakan bentuk dari penyakit
atritis tulang belakang yang sering ditemui dengan onset NPB.Gambaran awal
perjalanan penyakitnya dilukiskan sebagai gejala ”rasa kaku di pagi hari”.
6. Neoplasma nyeri punggung merupakan simptom neurologis yang umum pada
pasien dengan kanker sistemik dan biasanya berhubungan dengan ke

metastasis vertebralis. Karsinoma metastasis (payudara,paru, prostat,tiroid,
ginjal dan saluran pencernaan). Nyeri yang diraskan cenderung konstan,
tumpul, tidak hilang oleh istirahat, dan bertambah parah saat malam.
7. Infeksi/inflamasi:

vertebral

ostemyelitis

biasanya

disebabkan

oleh

stafilokokus tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri lain atau mycobakterium
tuberkulosis (Pott’s disease). Sumber primer infeksi cenderung adalah saluran
kemih, kulit, atau paru, didapatkan pada 40% pasien.
8. Metabolik: Immobilisasi atau kelainan sistemik yang mendasari seperti
osteomalasia, hiperparatiroid, multiple myeloma, karsinoma metastasis, atau

pengguna glikokortikoid bisa mempercepat osteoporosis dan membuat korpus
vertebra lemah. Penyebab paling umum fraktur korpus vertebra yang bukan
disebabkan

trauma

adalah

osteoporosis

postmenopausal

atau

senile.Manifestasi tunggal dari fraktur kompresi bisa berupa nyeri yang
terlokalisir yang dieksaserbasi oleh pergerakan.
9. Vaskular: Penyakit dari toraks, abdomen, atau pelvis bisa mengalihkan nyeri
ke bagian posterior dari segmen spinalis yang menginervasi organ yang
terkena. Terkadang, NPB adalah pertama dan satu-satunya tanda. Tanda lokal
seperti nyeri pada saat palpasi dan spasme paraspinal tidak ditemukan dan

sedikit atau pergerakan spinal yang tidak menimbulkan nyeri. Nyeri punggung
menjadi tanda pertama.

9

10. Penyakit Psikiatri: Pasien dengan nyeri punggung kronik memiliki riwayat
penyakit psikiatri (depresi, cemas, penyiksaan terhadapnya) yang dimana
menimbulkan onset dari sakit punggung.

2.1.5. Patofisiologi
Beberapa struktur peka terhadap nyeri punggung bawah yang dimana bila
terangsang oleh berbagai stimulus lokal terhadap reseptor-resptornya; periosteum,
sepertiga bagian luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan
otot. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap
berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Maka keluarlah berbagai
mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi
nyeri, hyperalgesia maupun allodynia dimana bertujuan mencegah pergerakan
untuk memungkinkan kelangsungan proses penyembuhan. Terdapat proses untuk
mencegah kerusakan yaitu spasme otot yang untuk membatasi pergerakan. Namun
Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya

titik picu (trigger points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri (Meliala
dkk.(2003) dalam Bukit (2014).

2.1.6. Short form McGill.
SF-MPQ terdiri dari tiga bagian. Komponen utama/ bagian pertama terdiri
dari 15 kata (11 sensorik dan 4 afektif), yang dinilai sendiri oleh pasien sesuai
dengan keparahan mereka pada skala 4 titik (0 = tidak ada, 1= ringan, 2 = sedang,
3 = berat), hal ini menghasilkan 3 nilai yaitu, skor sensorik dan afektif dihitung
dengan menambahkan nilai sensorik dan afektif secara terpisah, dan total skornya
adalah jumlah dari dua skor yang disebutkan tadi.
Bagian kedua adalah VAS (Visual Analog Scale), merupakam garis 10cm
garis horizontal dengan batas yang jelas dengan batas deskriptif mulai dari “tidak
sakit” dengan “nyeri terburuk”. Intensitas nyeri ditandai dengan cm, dan sebagai
bukti mewakili intensitas nyeri pasien saat menyelesaikan kuesioner.
Bagian ketiga dari SF-MPQ ialah PPI (Pain Present Intensity), yang
merupakan 6 poin skala penilaian verbal. Dalam skala ini, pasien diminta untuk

10

memilih antara enam kata, dari 0 = tidak ada sampai 5 = menyiksa; pilih kata

yang paling tepat menggambarkan intensitas keseluruhan rasa sakit mereka di saat
akhir menyelesaikan kuesioner (Adelmanesh et al., 2011)

2.2. Kecemasan
2.2.1. Definisi
Menurut Wiramihardja (2005) dalam Hardiani (2012), kecemasan sudah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,maka dari itu kecemasan merupakan
suatu hal yang wajar pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan adalah suatu
perasaan bersifat umum, dimana seseorang kehilangan kepercayaan diri dan
merasa ketakutan yang tidak jelas asal maupun wujudnya.
Cemas ialah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya(Stuart, 2006).
Cemas cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak
hanya persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti peristiwa. Cemas
mempengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran(Sadock, 2010).

2.2.2. Epidemiologi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
prevalensi gangguan mental emosional yang timbul dengan gejala-gejala depresi
dan kecemasan ialah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
orang, maka dari itu beban penyakit dari penyakit jiwa di Indonesia masih sangat
besar (DEPKESRI 2014).

2.2.3. Faktor Resiko
Menurut penelitian Malonda (1999) dalam Ayuningtyas (2012) dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu:
1. Faktor umur : tingkat kematangan seseorang dalam berfikir.
2. Faktor pendidikan : tingkat pengetahuan seseorang.
3. Faktor pendapatan : tingkat kemampuan seseorang mencukupi kebutuhannya.
4. Faktor pengalaman : sesuatu yang pernah dialami.

11

2.2.4. Tingkat Kecemasan
Menurut

Stuart

(2006),

Kecemasan

mempunyai

berbagai

tingkatmenggolongkan sebagai berikut :
1. Kecemasan ringan
Adanya ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; kecemasan ini membuat
individu menjadi waspada dan meningkatkan lapangan pencerapannya.
Kecemasan ini juga berperan dalam menghasilkan pertumbuhan serta
kreativitas dan memotivasi belajar
2. Kecemasan sedang
Individu

menjadi

lebih

berfokus

pada

hal

yang

penting

dan

mengesampingkan hal lain. Kecemasan ini mempersempit lapangan
pencerapannnya. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
selektif namun jika diarahkan untuk melakukannya individu dapat berfokus
pada lebih banyak area.
3. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lapangan pencerapan individu. Individu
cenderung berfokus pada hal yang spesifik dan rinci serta tidak berpikir
tentang hal yang lain. Individu memerlukan arahan yang banyak untuk
berfokus pada daerah yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan.
4. Tingkat panik.
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.Karena mengalami
kehilangan kendali, hal yang rinci terpecah dari proporsinya.Individu menjadi
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik

dapat

menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, disorganisasi kepribadian, persepsi
menyimpang, dan kehilangan pemikiran rasional; jika berlangsung terus
menerus dalam waktu yang lama menimbulkan kematian

12

2.2.5. Gejala Klinik
Menurut Stuart (2006), gejala dan gambaran klinis cemas adalah :
1. Secara Fisiologis:
a. Kardiovaskuler : palpitasi, jantung “berdebar”, tekanan darahmeningkat, rasa
ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
b. Pernapasan : napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal,
pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah-engah.
c. Neuromuskular : refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, rigiditas, gelisah dan mondar-mandir, wajah tegang,
kelemahan umum, sertatungkai lemah dan gerakan yang janggal.
d. Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan,menolak makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, mual, diare dan nyeri pada ulu hati.
e. Saluran perkemihan : tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
f. Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa
panas dandingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

2. Secara Psikologis;
a. Perilaku : gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicaracepat,
kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari
hubunganinterpersonal, melarikan diri dari masalah, hiperventilasi serta sangat
waspada;
b. Kognitif : perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi
menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan
kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera (kematian), dan mimpi
buruk; Afektif: mudah terganggu, tidaksabar, gelisah, tegang, gugup,
ketakutan, waspada, kengerian dan kekhawatiran ,kecemasan, rasa bersalah
dan malu.

13

2.2.6. Patofisiologi
Tubuh manusia berusaha untuk mempertahankan homeostasis setiap
saat.Apa pun yang di lingkungan mengganggu homeostasis didefinisikan sebagai
stressor.Keseimbangan homeostatis kemudian dibangun kembali oleh adaptasi
fisiologis yang terjadi dalam menanggapi respon stres.
Respon stres pada manusia melibatkan kaskade kejadian hormonal,
termasuk pelepasan corticotropin-releasing factor (CRF), yang pada gilirannya,
merangsang pelepasan kortikotropin, yang menyebabkan pelepasan hormon stres
(glukokortikoid dan epinefrin) dari adrenal korteks. Glukokortikoid biasanya
mengerahkan umpan balik negatif ke hipotalamus, sehingga mengurangi
pelepasan CRF.
Amigdala adalah modulator utama dari respon takut ataupun kecemasan,
yang merangsang stimulus.Ketika diaktifkan, amigdala merangsang daerah otak
tengah dan batang otak, menyebabkan hiperaktivitas otonom, yang dapat
dikorelasikan dengan gejala fisik kecemasan.Dengan demikian, respon stres
melibatkan aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.Sumbu ini adalah
hiperaktif dalam depresi dan kecemasan.
Glukokortikoid mengaktifkan lokus caeroleus, yang dimana mengirimkan
sebuah pengaktifan kembali proyeksi yang kuat ke amigdala dengan
menggunakan norepinefrin neurotransmitter.Amigdala kemudian mengirimkan
CRF lebih, yang mengarah ke sekresi glukokortikoid berlebihan, dan
menghasilkan siklus buruk dari umpan balik antara pikiran dan tubuh. Kontak
yang terlalu lama system saraf pusa tdengan
menghabiskannya

tingkat

norepinefrin

dalam

hormone glukokortikoid akan
lokus

caeruleus.

Dimana

norepinefrin adalah neurotransmitter penting yang terlibat dalam perhatian,
kewaspadaan, motivasi, aktivitas, dan mungkin selanjutnya yang terjadi ialah
timbulnya depresi (Shelton, 2004).

14

2.2.7. Hammilton Anxiety Rating Scale
Hammilton Anxiety Rating Scale (HAM-A) untuk mengukur gejala
kecemasan yang muncul pada individu yang mengalami kecemasan. Terdapat 14
item pertanyaan, setiap item yang dinilai dengan 5 tingkatan skor, antara 0 (tidak
ada) sampai dengan 4 (berat). Penentuan derajat kecemasan skor, skor 0-13 berarti
tidak ada kecemasan, 14-17 kecemasan ringan, 18-24 kecemasan sedang,
25>kecemasan berat (Hamilton, 1959).

2.2.8. Hubungan LBP dengan Kecemasan
Temuan studi menunjukkan bahwa LBP adalah masalah yang umum
ditemukan pada populasi umum.Data menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan diamati antara tekanan psikologis dan prevalensi LBP.Somatisasi
adalah lebih umum di LBP, diikuti oleh depresi. Selain itu, faktor sosiodemografi
seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, kelebihan berat badan, dan merokok
merupakan faktor pencetus LBP (Bener (2006) dalam Bener et al. ( 2013).
Gangguan ansietas menyeluruh sering terjadi pada pasien dengan penyakit
kronis. Penyebab gangguan ansietas menyeluruh sampai sekarang tidak diketahui
dengan pasti. Studi pada binatang dan beberapa studi lain menyebutkan bahwa
disfungsi dari berbagai neurotransmitter merupakan penyebab gangguan ansietas
menyeluruh. Serotonin, norepinephrin, dan - aminobutyric acid (GABA)
disregulasi mempunyai peranan penting. Studi lain menunjukkan keterlibatan
glutamat pada gangguan cemas dan mood. Glutamat adalah neurotransmitter asam
amino yang meningkatkan transmisi sinaptik.

Disregulasi glutamat di otak

menyebakan peningkatan “rapid firing” dari jalur respon cemas, sehingga muncul
gejala-gelaja yang disebut dengan gangguan cemas(Helsley, 2008).
Neurotransmitter adalah messager kimiawi di otak, dan hormone
membawa message ke seluruh tubuh. Hipotalamus melepaskan corticotropin
releasing factor (CRF) yang mencetuskan pelepasan hormone adrenocorticotropin
(ACTH) dari glandula pituitary.Hormon adrenocorticotropin menstimulasi
pelepasan cortisol dan glandula adrenal.Hormon stress ini dilepaskan di aliran
darah dan memberikan efek ke otak, mempertahankan integritas psikologi.

15

Cortisol menyebabkan terjadinya umpan balik negative. Amigdala adalah
modulator utama dari respon takut ataupun kecemasan, yang merangsang
stimulus. Ketika diaktifkan, amigdala merangsang daerah otak tengah dan batang
otak, menyebabkan hiperaktivitas otonom, yang dapat dikorelasikan dengan gejala
fisik kecemasan.Dengan demikian, respon stres melibatkan aktivasi aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal.Sumbu ini adalah hiperaktif dalam depresi dan
kecemasan (Vanin, 2008).