Hubungan Intensitas Nyeri dengan Insomnia pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

 
 
 
 
    



 
 
 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Gangguan tidur bisa dibedakan menjadi 4 kategori besar: 1) insomnia; 2)
hypersomnia; 3) gangguan pada siklus tidur-bangun cirkadian; dan 4) parasomnia

(menurut American Psychiatric Association,1994 dalam Kay & Khasman, 2006).
Berdasarkan definisi gangguan tidur, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV) hanya memasukkan gangguan tidur
yang kronis (durasi sekitar 1 bulan). Sedangkan, International Classification of
Sleep Disorders memasukkan gangguan tidur yang pendek dan sedang, dimana
terbukti lebih sering terjadi daripada gangguan tidur yang kronis (menurut
Diagnostic Classification Steering Committee Therapy MJC, 1990 dalam Kay &
Khasman, 2006).
Penderita insomnia kronis mempunyai risiko kecelakaan kendaraan dua
kali lebih besar, tapi hanya 5% dari penderita yang mencari bantuan medis
terhadap insomnianya. Tetapi, hanya 40% atau lebih dari penderita yang mencari
kesembuhan dengan obat-obatan, alkohol atau keduanya sekaligus(Kaplan &
Sadock’s,P2009).
Menurut penelitian Xiang et al.(2008) gangguan tidur pada lansia yang
berumur 65 tahun atau lebih pada daerah pedesaan di Beijing, China adalah
11.7%.
Pada penelitian 70 pasien nyeri punggung bawah, 53% dilaporkan
mengalami insomnia sedang sampai berat (Menurut Tang et al., 2007 pada
Nalajala, Walls, Hili, 2013).
Pada penelitian oleh Purshothaman dkk (2013) prevalensi insomnia

dengan menggunakan Insomnia Severity Index(ISI), the Oswestry Disability
Index(ODI) dan the Numerical Rating Scale(NRS) pada 120 pasien nyeri
punggung bawah menunjukkan bahwa 47% dari 120 pasien mengalami insomnia

 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    
yang



 
 

 

 

signifikan.
Insomnia primer, dalam DSM-IV 307.42, dibedakan menjadi 2, insomnia

psikofisiologik dan insomnia idiopatik. Insomnia physiologik sangat sering
ditemukan, sekitar 1 sampai 10% pada populasi seluruh dunia dan sampai 25%
pada lansia; disisi lain, insomnia idiopatik sangat jarang. Insomnia psikofisiologik
bertahan setidaknya sebulan, dan sembuh lebih dari setahun pada hampir semua
pasien: pada bebrapa kasus bisa menjadi kasus yang kronik, menguat dan
melemahPselamaPbertahun-tahunP(DavidP&PJames,P2004).
Nyeri punggung bawah kronis bisa timbul karena struktur anatomi yang
bervariasi atau karena adanya kelainan patologis pada tulang punggung sehingga
membutuhkan pengobatan berdasarkan penyebabnya. Diperkirakan 80-90%
pasien yang didiagnosa nyeri punggung bawah kronis timbul dari sebab mekanis
yang tidak spesifik. Kebanyakan penderita nyeri punggung bawah kronis ini di
tatalaksana secara non-operative ditambah tatalaksana konservatif yang bervariasi
(Merepeza,P2014).

Nyeri punggung bawah(NPB) biasanya didefinisikan sebagai nyeri,
tertekannya otot atau kekakuan yang bersifat lokal di bawah batas costal dan
diatas lipatan gluteal inferior, dengan atau tanpa nyeri kaki(sciatica). NPB adalah
sebuah masalah yang besar karena menyebabkan penurunan sosial ekonomi dan
beban bagi pelayanan medis di seluruh dunia. Insiden dari LBP sampai sekarang
dilaporkan sekitar 60-80% dan dari insiden tersebut 80-90% kasus dimana nyeri
berkurang selama 2-3 bulan pertama istirahat pasien(sekitar 10-20%) dan
berkembang menjadi

sindrom nyeri kronis. Nyeri punggung bawah kronis

termasuk 73-77% dari semua pasien dengan kelainan nyeri punggung bawah.
Sekitar 90% dari kasus nyeri punggung tidak mempunyai sebab yang bisa di
identifikasiPdanPdisebutPnonspesifikP(YilmazP&PDedeli,P2012).
Penelitian cross-sectional pada 268 pasien yang berusia 18 tahun atau
lebih, yang dilakukan selama 6 bulan menunjukkan hasil bahwa gangguan tidur
adalah hal yang umum ditemukan pada pasien-pasien yang dirawat pada klinik
rehabilitasi yang mengalami nyeri punggung bawah kronik. Juga terdapat
hubungan langsung antara intensitas nyeri dan derajat gangguan tidur, yang


 
Universitas Sumatera Utara

 

 
 
 
 
    



 
 
 

 

manifestasinya adalah penurunan kualitas tidur (menurut Marin dkk, 2006 dalam

Bukit, 2011).
Penelitian yang dilakukan pada 70 penderita nyeri punggung bawah kronik
menemukan sebanyak 53% dari penderita nyeri punggung bawah kronik
menderita insomnia dan mencari pengobatan pada klinik-klinik nyeri (menurut
Tang dkk,

2007

dalam Bukit, 2011). Pasien dengan nyeri yang kronis

mempunyai risiko yang sedikit lebih tinggi untuk mengalami insomnia
dibandingkan dengan paisen yang tidak (Nicole , KellyPandPPaul, 2007).
Oleh karena tingginya prevalensi insomnia pada pasien nyeri punggung
bawah kronis di seluruh dunia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
hubungan intensitas nyeri dengan insomnia pada pasien nyeri punggung bawah
kronis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik pada tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini: Apakah ada hubungan intensitas nyeri dengan insomnia pada

penderita NPB kronis?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan intensitas nyeri dengan insomnia
pada penderita NPB kronis

1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran nyeri pada pasien NPB kronis
2. Mengetahui gambaran karakteristik pasien NBP kronis

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat memberikan
manfaat untuk:

 
Universitas Sumatera Utara

 


 
 
 
 
    



 
 
 

 

1. Bagi Pendidikan
Menambah wawasan tenaga medis tentang hubungan intensitas nyeri dengan
insomnia pada pasien NPB kronis
2. Bagi Penelitian
Sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk meneliti kualitas tidur yang

berhubungan dengan intensitas nyeri pada pasien NPB kronis
3. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat dan keluarga lebih mengetahui tentang hubungan intensitas
nyeri NPB kronis dengan insomnia

 
Universitas Sumatera Utara