Fasilitasi pelaksanaan lokakarya dalam p (1)

Fasilitasi pelaksanaan lokakarya dalam pengembangan profesi guru
Teddy Fiktorius (fiktoriusteddy@yahoo.com)
"Beritahu saya, dan saya akan lupa. Tunjukkan kepada saya, dan saya mungkin
ingat. Libatkan saya, dan saya akan mengerti. " Konfusius 450 SM

Penyelenggaraan kegiatan pengembangan profesionalisme bagi tenaga
pendidik berupa kegiatan lokakarya memerlukan perencanaan dan persiapan yang
memadai (Bekisa, Schwendtner, Ondruch, & Samsonova, 2011). Langkahlangkah yang dilaksanakan selama proses awal tersebut menghabiskan cukup
banyak waktu, tenaga, pikiran, dan dana. Oleh karena itu, sangatlah penting
bahwa kegiatan yang sudah dipersiapkan sedemikian matang tersebut dapat
memenuhi atau bahkan melebihi harapan dan tujuan yang ingin dicapai, yaitu
mengkomunikasikan informasi yang disajikan kepada peserta.
Maraknya globalisasi

dan pesatnya perkembangan teknologi telah

memberikan kita kesempatan yang lebih luas untuk mengadakan sebuah kegiatan
lokakarya melalui berbagai cara yang lebih jitu, yaitu cara-cara yang lebih efektif
dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terkait bidang
profesionalisme dan pedagogik di dalam bidang pendidikan. Oleh sebab itu,
penyelenggara atau fasilitator lokakarya yang kompeten hendaknya lebih peka

terhadap tuntutan terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan kerja mereka
yang dapat berdampak pada efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan suatu
kegiatan lokakarya.
Akan tetapi, memfasilitasi sebuah lokakarya dapat menjadi momok yang
menakutkan jika fasilitator lokakarya masih baru dalam hal itu. Meskipun
demikian,

dengan

sedikit

pemikiran

yang

mendalam,

fasilitator

dapat


menyelenggarakan sebuah lokakarya dengan baik, bahkan jika fasilitator tidak
memiliki banyak pengalaman sebelumnya. Artikel ini menyajikan beberapa
prinsip dasar dan ide-ide praktis yang semestinya dimanfaatkan oleh para
fasilitator lokakarya guna mencapai keberhasilan.

I.

Definisi fasilitasi lokakarya
Fasilitasi

dalam

lokakarya

sebagai

kegiatan

pengembangan


profesionalisme bagi tenaga pendidik adalah suatu cara yang tepat untuk
membantu tenaga pendidik dalam memperoleh ataupun meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan (Richards & Farrell, 2005; Steinert &
Ouellet, 1998; Bekisa et al., 2011). Berbeda dengan peran dasar seorang
tenaga pendidik di ruang lingkup sekolah, memfasilitasi sebuah lokakarya
bukanlah mengenai mengambilalih tanggungjawab dan peranan.
Fasilitator lokakarya bahkan tidak perlu menjadi ahli dalam topik
lokakarya yang diadakan (meskipun pada kenyataannya hal ini cukup dapat
membantu). Kunci sukses sebuah fasilitasi yang baik adalah bahwa
fasilitator dan para peserta lokakarya lainnya berada di posisi dan peranan
yang sama. Dengan kata lain, fasilitator dan peserta berbagi tanggung jawab
untuk menciptakan pengalaman belajar yang baik yang dapat membuahkan
hasil yang dikehendaki.
II.

Pelaksanaan fasilitasi lokakarya
Memfasilitasi sebuah lokakarya melibatkan peranan dan tanggung
jawab yang beragam (Bekisa et al., 2011). Hal pertama yang mendasar yang
sering terlintas di benak pikiran kita adalah bagaimana caranya untuk

mendapatkan pengetahuan dan keterampilan melalui kegiatan yang mungkin
kita sebut sebagai pengajaran. Terkadang metode pengajaran seperti yang
dilakukan oleh seorang guru di kelas dapat kita gunakan sebagai fasilitasi
yang mendatangkan hasil yang efektif. Sebagai contoh, jika terdapat
sekelompok peserta lokakarya yang tidak memiliki pengetahuan dasar
tentang topik yang kita sampaikan, kita mungkin memulai fasilitasi dengan
presentasi atau demonstrasi sebelum memberikan mereka kesempatan untuk
menerapkan apa yang mereka telah pelajari.
Meskipun demikian, sumber informasi dan pengetahuan tidak harus
hanya bermuara dari fasilitator. Tugas kita sebagai fasilitator lokakarya lebih
sering mengarah pada pengaturan kegiatan yang memungkinkan peserta

untuk belajar dari satu sama lain dan membangun pengetahuan mereka
sendiri. Bahkan jika lokakarya ini mencakup hal yang baru bagi para
peserta, fasilitator masih dapat mendorong mereka untuk melakukan refleksi
pada pengalaman hidupnya, bukan sekedar menyampaikan informasi kepada
mereka.
III. Tips dan implikasi fasilitasi pelaksanaan sebuah lokakarya
Berikut adalah beberapa tips penting dan implikasi yang mendukung
fasilitasi pelaksanaan sebuah lokakarya:

A.

Pengingatan kembali apa yang telah dipelajari
1.

Deskripsi
Jika kita ingin seseorang untuk sekedar mengetahui sesuatu,
kita mungkin berpikir bahwa pilihan yang terbaik adalah
memberitahu mereka. Namun, akan sulit bagi kita untuk
berkonsentrasi hanya pada mendengarkan dan mengingat hal-hal
yang dikatakan kepada kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kebanyakan orang akan belajar lebih banyak jika kita tidak hanya
menyampaikan informasi secara audio saja, namun juga secara
visual.

2.

Implikasi untuk fasilitasi
Metode fasilitasi yang ideal adalah merancang serangkaian
kegiatan yang memberikan kesempatan bagi para peserta untuk

merasakan langsung pengalaman hidup yang kontekstual yang
berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari (Kačkere, Lázár, &
Matei,

2007).

Misalnya,

jika

kita

bermaksud

untuk

menyampaikan pengajaran tentang bagaimana cara untuk
mengajar dengan menggunakan fasilitas proyektor LCD dan
perangkat laptop, para peserta mungkin memerlukan kesempatan
untuk benar-benar berlatih mengoperasikan fasilitas tersebut

sebelum

mereka

pengoperasiannya.

dapat

mengingat

segala

prosedur

B.

Memori jangka panjang
1.

Deskripsi

Jika peserta secara berkelanjutan melakukan pembelajaran
dan refleksi dari lokakarya yang dilaksanakan, sangat diperlukan
bagi mereka agar mentransfer pengetahuan baru tersebut ke
dalam memori jangka panjang mereka. Kunci utama kesuksesan
dari fenomena ini adalah keterlibatan aktif para peserta baik
ketika penyampaian informasi maupun peninjauan ulang atas
informasi tersebut selama lokakarya.

2.

Implikasi untuk fasilitasi
Dalam rangka untuk memastikan para peserta lokakarya
tetap berkonsentrasi pada pembelajaran yang melibatkan memori
jangka

panjang

mereka,

fasilitator


perlu

secara

kreatif

menemukan cara untuk meninjau kembali isi lokakarya tanpa
menimbulkan kesan bahwa hal tersebut adalah pengulangan yang
membosankan. Sebagai contoh, di dalam sebuah lokakarya
tentang pengajaran bahasa Inggris, khususnya dalam aspek
membaca, selain diberikan kesempatan untuk berlatih unjuk kerja
pengajaran aspek membaca, peserta bisa kemudian difasilitasi
dengan teknik yang berbeda melalui permainan maupun kuis
terkait aspek pengajaran yang sama.
C.

Gaya belajar
1.


Deskripsi
Beberapa orang tertentu mungkin merasa lebih mudah
untuk memahami dan mengingat hal-hal yang mereka tahu
melalui satu gaya belajar tertentu, misalnya visual (penglihatan),
auditori (pendengaran) dan kinestetik (gerakan). Fasilitasi yang
efektif terkait hal ini adalah fasilitasi yang memberikan
kesempatan yang luas bagi para peserta untuk mengingat hal-hal
tertentu dengan mengandalkan penglihatan mata, pendengaran
telinga, dan gerakan badan mereka.

2.

Implikasi untuk fasilitasi
Hal yang paling penting di sebuah lokakarya adalah bahwa
kegiatan tersebut mencakup semua indera dalam pengalaman
belajar setiap peserta. Sebagai contoh, seorang fasilitator dapat
menyediakan

handout


yang

dapat

dibaca

oleh

peserta,

menyampaikan informasi secara lisan, dan memberikan waktu
kepada para peserta untuk berlatih atau unjuk kerja selama
lokakarya (Bekisa et al., 2011).
Contoh cara mendukung pembelajaran visual mencakup
menulis informasi di papan tulis, menyediakan gambar dan
grafik, menunjukkan film, mendemonstrasikan suatu hal dan
sebagainya. Peserta lokakarya yang memiliki gaya belajar visual
akan merasa pembelajarannya optimal ketika kegiatan lokakarya
tersebut banyak melibatkan penyampaian informasi yang bersifat
tertulis.
Fasilitator yang ulung dapat mendukung pembelajaran yang
bersifat audio melalui sesi ceramah, diskusi, musik, puisi, dan
kesempatan untuk berbicara dan mendengarkan orang lain.
Berbeda dengan peserta yang memiliki gaya belajar visual,
mereka yang gaya pembelajarannya bersifat audio mungkin saja
akan membaca segala informasi tertulis secara nyaring agar
informasi tertulis tersebut bisa diproses secara optimal.
Untuk memfasilitasi peserta yang gaya belajarnya bersifat
kinestetik, seorang fasilitator dapat menawarkan kesempatan
bagi mereka untuk melakukan praktik atau unjuk kerja.
Pengalaman gaya belajar seperti ini cukuplah mudah untuk
dilaksanakan ketika topik kegiatan lokakarya menyangkut hal
yang konkrit yang memungkinkan peserta untuk melakukan
demonstrasi. Namun, sebaliknya jika topik lokakarya bersifat
abstrak maka metode demikian akan sulit untuk dilaksanakan.

IV. Penutup
Kegiatan pengembangan profesionalisme bagi tenaga pendidik dalam
kegiatan berupa lokakarya adalah satu di antara perangkat pelatihan yang
paling populer di bidang pendidikan. Bila dirancang dengan matang,
lokakarya dipandang sebagai sebuah metode pengembangan profesionalisme
yang mengedepankan efisiensi waktu dan biaya (Bekisa et al., 2011).
Mempersiapkan sebuah lokakarya melibatkan pemahaman menyeluruh
terkait berbagai isu dan fenomena sosial. Setiap lokakarya memiliki
partisipan yang beragam dengan keterampilan, tujuan, dan karakteristik
yang unik. Oleh karena itu, penyelenggara atau fasilitator kegiatan
lokakarya yang handal seyogyanya mampu menyajikan informasi dengan
cara yang semua orang bisa pahami.
Daftar Pustaka
Bekisa, B. et al (2011). Manual for workshop leaders. Utrecht: Utrecht University
Kačkere, A., Lázár, I., & Matei, G. S. (2007). Planning intercultural
communication workshops. In I. Lázár, et al. (Eds.), Developing and
assessing intercultural communicative competence: A guide for language
teachers and teacher educators. Kapfenberg: Bachernegg
Richards, J. C., Gallo, P.,& Renandya,W. (2001). Exploring teachers’ beliefs and
processes of change. PAC Journal 1(1)
Richards, J. C. & Farrell, T. S. C. (2005). Professional development for language
teachers: Strategies for teacher learning. Cambridge: Cambridge University
Press
Steiner, L. (2004). Designing effective professional development experiences:
What do we know?. Illinois: Learning Point Associates
Steinert, Y. & Ouellet, M. N. (1998). A workbook on designing successful
workshops. McGill University: Faculty Development Office Faculty of
Medicine
Tiberius, R. & Silver, I. (2001). Guidelines for conducting workshops and
seminars that actively engage participants. University of Toronto:
Department of Psychiatry