Faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016 Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan
desain case control dengan memilih penderita DM Tipe II sebagai kasus dan bukan
penderita DM Tipe II sebagai kontrol. Adapun alasan menggunakan desain ini karena
studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan
penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan
status paparannya (Murti, 2003). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
retrospektif dimana efek diidentifikasi pada saat ini kemudian faktor risiko

diidentifikasi terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010).
Rancangan penelitian case control ini diajukan sebagai berikut:
Faktor Risiko (+)
Retrospektif

Kasus:
Responden dengan
DM


Retrospektif

Kontrol:
Responden yang tidak
menderita DM

Faktor Risiko (-)

Faktor Risiko (+)

Faktor Risiko (-)

Gambar 3.1. Skema Rancangan Case Control

52
Universitas Sumatera Utara

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten

Aceh Utara. Alasan pemilihan Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh
Utara sebagai tempat penelitian dikarenakan di Rumah Sakit ini merupakan Rumah
Sakit Tipe B dan tersedia data tentang DM yang ingin diteliti.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung mulai bulan Maret 2016 – Agustus 2016.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
a. Populasi kasus
Seluruh pasien yang datang berobat ke poli edukasi diabetes pada Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan menderita
DM tipe II.
b. Populasi kontrol
Seluruh pasien yang datang berobat ke poli edukasi diabetes pada Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan tidak
menderita DM tipe II.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Sampel
a. Sampel Kasus

Sampel kasus adalah pasien baru yang menderita DM Tipe II yang berobat di
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan
dengan rekam medik dan didukung dengan hasil pemeriksaan Laboratorium
yang tercatat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupten Aceh Utara
b. Sampel Kontrol
Sampel kontrol adalah sebagian pasien yang berobat di Rumah Sakit Umum
Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tetapi tidak menderita DM Tipe II.
3.3.3. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi untuk Kasus
1. Tercatat sebagai pasien poli Edukasi Diabetes di Rumah Sakit Umum
Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang baru didiagnosa menderita
DM tipe II dan belum terjadi komplikasi.
2. Bisa berkomunikasi dengan baik
3. Bersedia menjadi Responden
b. Kriteria Inklusi untuk Kontrol
1. Pasien baru yang berobat di poli edukasi diabetes dan dinyatakan tidak
menderita DM tipe II
2. Bisa berkomunikasi dengan baik
3. Bersedia menjadi Responden


Universitas Sumatera Utara

3.3.4. Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus besar sampel untuk studi
kasus kontrol berpasangan menurut Sostroasmoro (2013) yaitu:

ni = n2 =

dimana

p=

Keterangan:
n1=n2

= Sampel

Ƚ

= Tingkat Kemaknaan 5%




= Nilai deviasi normal Ƚ 5% = 1.645

OR

= Odds Rasio

p

= Proporsi faktor risiko

q

= 1- p



= Nilai deviasi normal Ⱦ 20 % = 0,842


Penentuan besar sampel penelitian dengan memperhatikan hasil OR dari
beberapa penelitian terdahulu tentang variabel yang berhubungan dengan resiko
kejadian penyakit DM Tipe II seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Besar Sampel Berdasarkan Odds Ratio Penelitan Terdahulu
Variabel
Riwayat Keluarga
Aktifitas Fisik
Tekanan Darah Tinggi
Merokok

OR

n1 = n2

4,3
2,3
2,2
2,6


14
40
46
37

Referensi
Syamiyah (2014)
Garnita (2012)
Manik (2012)
Munawar (2014)

Universitas Sumatera Utara

Untuk memenuhi jumlah sampel minimal maka digunakan OR terkecil dari
variabel penelitian terdahulu. Perhitungan besar sampel dengan menggunakan OR
dari hasil penelitian Manik (2012) di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga
Kabupaten Samosir Sumatera Utara dengan variabel Tekanan Darah Tinggi (OR =
2,2) yaitu:

P=


=

= 0,68

q = 1- p = 0,32

Besar Sampel:

n1 = n2 =

=

=

= 45,54= 46

Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapat besar sampel minimal adalah
46 orang penderita DM Tipe II. Sehingga jumlah sampel untuk kelompok kasus yaitu
sebanyak 46 orang penderita DM tipe II dan kelompok kontrol sebanyak 46 orang

bukan penderita DM Tipe II. Perbandingan kasus dengan kontrol adalah 1:1 dengan
dilakukan matching terhadap kasus dan kontrol yaitu umur dan jenis kelamin.

Universitas Sumatera Utara

3.3.5

Teknik Pengambilan Sampel
Sampel diperoleh dengan dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam

penelitian ini adalah pasien baru pada poli rawat jalan, dengan mengikut sertakan
semua usia dari populasi yang ada sampai mencapai 46 sampel kasus yang menderita
DM tipe II dan 46 sampel kontrol yang tidak menderita DM tipe II.

3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner
untuk mengetahui umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, aktivitas fisik, pola makan,
perilaku merokok.
3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder untuk mengetahui berat badan, tinggi badan, tekanan darah
diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh
Utara.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Adapun pengujian validitas dan realibilitas dijelaskan sebagai berikut (Agus
Riyanto, 2011) :
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah/valid atau tidaknya suatu
keuisioner. Kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada angket mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh pernyataaan tersebut. Untuk menguji

Universitas Sumatera Utara

validitas alat ukur terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat
ukur dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor butir, dimana nila r tabel =
0,361.
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi
17.00 untuk menguji keshahihan butir. Kriteria yang digunakan untuk menguji
keshahihan butir yaitu sebagai berikut:
a. Jika rhitung > rtabel, dengan taraf signifikan Ƚ = 0,05 maka pertanyaan dikatakan

valid

b. Jika rhitung < rtabel, dengan taraf signifikan Ƚ = 0,05 maka pertanyaan dikatakan
tidak valid.

Tabel 3.2. Uji Validitas Instrumen
Item Pertanyaan

rhitung

rtabel

Ket

0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361
0,361

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Pengetahuan
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9

0,645
0,619
0,596
0,499
0,426
0,626
0,616
0,780
0,721

Berdasarkan tabel 3.1 diatas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan
instrumen adalah valid, hal ini dapat dilihat dari r hitung output nilai korelasi antara tiap
item dengan skor total item pada keseluruhan pernyataan lebih besar dari r tabel (0.361),

sehingga 9 pernyataan dapat digunakan untuk penelitian.

Universitas Sumatera Utara

b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk suatu kuesioner yang merupakan indikator dari
variabel atau kostruk. Butir pertanyaan dikatakan reliable atau andal apabila jawaban
dari responden terhadap pertanyaan adalah konsisten. Uji reliabilitas dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 dan butir pernyataan yang sudah
dinyatakan valid dalam uji validitas ditentukan reliabilitasnya dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 maka pertanyaan reliabel.
b. Jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,6 maka pertanyaan tidak reliabel.
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen dapat
dipercaya. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Variabel
dikatakan reliabel jika nilai r Alpha Cronbach > 0,6, hal ini dapat dilihat pada tabel
3.2 berikut :
Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Pola makan
Merokok

Cronbach Alpha
0,794
0,790

Keterangan
Reliabel
Reliabel

Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha dari
seluruh variabel yang diujikan nilainya sudah diatas 0,6 maka dapat disimpulkan
bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini dalam uji reliabilitas dinyatakan reliabel.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 responden yang datang
berobat ke Praktek Dokter Bersama Kimia Farma Lhokseumawe, dimana responden

Universitas Sumatera Utara

memiliki karakteristik yang sama dan pada responden yang telah ikut dalam uji
validitas dan reabilitas tidak dibenarkan lagi menjadi sampel penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen, yaitu faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan
diabetes), faktor risiko yang dapat dimodifikasi (IMT, aktivitas fisik, tekanan darah
tinggi, pola makan dan kebiasaan merokok). Variabel dependen, yaitu kejadian
Diabetes Mellitus.
3.5.2. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah:
1.

Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi
a. Umur adalah masa hidup responden dari lahir sampai ulang tahun terakhir
pada saat dilakukan wawancara.
b. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara
biologis sejak responden lahir.
c. Riwayat keluarga dengan diabetes adalah kondisi keluarga yang dinyatakan
positif menderita DM Tipe II dengan diagnosis oleh dokter baik orang tua
responden maupun saudara kandung

Universitas Sumatera Utara

2.

Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi
a.

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah pembagian berat badan dalam kilogram
dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat yang dihitung berdasarkan
metode Antropometri.

b.

Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan yang biasa dilakukan pasien DM
Tipe II setiap hari selama 24 jam.

c.

Tekanan darah tinggi adalah bila hasil pengukuran tekanan darah sistolik

d.

൑140 mmhg dan diastolik ൒90 mmhg.

Pola makan adalah kebiasaan makan makanan pokok, konsumsi sayuran/
buah dan jumlah konsumsi gula pasir.

e.

Kebiasaan merokok adalah orang yang menghisap semua jenis rokok
secara aktif dan rutin atau pernah merokok sebelumnya.

3.6. Metode Pengukuran
a. Riwayat keluarga DM
0

= Tidak, jika tidak ada orang tua atau saudara kandung yang menderita DM

1

= Ya, jika bila salah seorang orang tuanya atau saudara kandung menderita
DM

b. Indeks Massa Tubuh (IMT), diukur dengan menggunakan metode antropometri
yaitu membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m).
Selanjutnya nilai IMT dikategorikan menjadi 2 yaitu :
0

= IMT tidak berisiko, jika IMT pasien < 25,0

Universitas Sumatera Utara

= IMT berisiko, jika IMT pasien ൒ 25,0

1

c. Aktivitas fisik, menurut WHO adalah aktivitas fisik sedang sampai berat selama
30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan sekurang kurangnya
3(tiga) kali seminggu yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Yang dibagi
menjadi 2 kategori, berisiko dan tidak berisiko yaitu :
0=

Aktivitas fisik teratur, jika pasien melakukan aktivitas baik olahraga rutin 3
kali seminggu dan tidak ada jeda lebih dari 3 hari atau melakukan salah
satu pekerjaan di industry ringan, mahasiswa, militer yang tidak sedang
berperang, kerja rumah tangga, bersepeda, bowling, jalan cepat, berkebun,
golf atau sepatu roda atau pekerjaan rumah yang dilakukan minimal 30
menit dalam sehari secara teratur.

1=

Aktivitas fisik tidak teratur, jika pasien tidak pernah olahraga atau olahraga
ringan jika dilakukan 1-2 kali per minggu dan atau durasi kurang dari 30
menit setiap melakukan olahraga atau melakukan pekerjaan seperti
pegawai kantor, guru, ahli hukum, sekretaris kantor, memancing atau supir.

d.

Tekanan darah tinggi, diukur menggunakan tensi meter dengan satuan mmhg.
Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah responden relaks (duduk atau
berbaring selama 5 menit). pengelompokannya adalah sebagai berikut :
0 = Tekanan darah tidak berisiko, jika sistolik/diastolik < 140/90 mmHg
1 = Tekanan darah berisiko, jika sistolik/diastolik >140/90 mmHg

Universitas Sumatera Utara

e.

Pola makan, kebiasaan makan makanan pokok, mengkonsumsi sayuran/ buah
dan jumlah konsumsi gula pasir yang di bagi menjadi 2 kategorikan sebagai
berikut :
0 = Seimbang, jika pasien mengkonsumsi

makanan pokok 3-4 porsi,

sayuran/buah 3-5 porsi dan konsumsi gula pasir 2-3 porsi
1 = Tidak seimbang, jika pasien mengkonsumsi makanan pokok >4 porsi,
sayuran/buah >5 porsi dan konsumsi gula pasir >3 porsi
f.

Kebiasaan merokok, diukur dengan menanyakan pasien pada saat wawancara
pernah merokok sebelumnya untuk semua jenis rokok, Selanjutnya kelompok
dikategorikan kedalam 2 kategorikan yaitu :
0 = Tidak merokok, jika pasien tidak merokok atau sudah berhenti merokok
sekurang-kurangnya 3 bulan terakhir
1

= Merokok, jika pasien merokok untuk semua jenis rokok.
Tabel 3.4. Tabel Pengukuran Variabel Penelitian

Nama Variabel

Indikator

Riwayat Keluarga

1

IMT

1

Aktivitas Fisik

5

Tekanan darah
Tinggi

1

Cara
Pengukuran

Hasil Ukur

Tidak
Ya
IMT
Tdk
berisiko
Metode
( 1, artinya variabel independen sebagai faktor risiko.

Universitas Sumatera Utara

c. Bila OR < 1, artinya variabel independen sebagai faktor protektif (Sastroasmoro,
2011).
2.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen
dengan seluruh variabel independen yang diteliti, sehingga diketahui variabel yang
paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II dengan menggunakan uji
conditional logistic regression. Variabel independen yang diuji pada analisis

multivariat adalah variabel yang pada hasil analisis bivariat mendapat nilai p < 0,25.
Selanjutnya untuk mengetahui kasus dengan DM tipe II yang dapat dicegah
dengan memperbaiki faktor resiko yang dominan maka dilakuka perhitungan
Population Attributable Risk (PAR) , yaitu : PAR =

Keterangan:
P = Proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan
r = Rasio Odds variabel yang paling dominan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Karakteristik
Responden Meliputi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan di Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016
Kejadian DM Tipe II
Total
Kasus

Variabel
Umur
25-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
56-65 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
D3/S1
Pekerjaan
Pegawai negeri
Wiraswasta
IRT
Petani
Supir

Kontrol

N

%

n

%

n

%

9
23
11
3

19,6
50,0
23,9
6,5

9
23
11
3

19,6
50,0
23,9
6,5

18
46
22
6

19,6
50,0
23,9
6,5

20
26

43,5
56,5

20
26

43,5
56,5

40
52

43,5
56,5

1
6
9
21
9

2,2
13,0
19,6
45,7
19,6

1
6
7
21
11

2,2
13,0
15,2
45,7
23,9

2
12
16
42
20

2,2
13,0
17,4
45,7
21,7

11
8
17
9
1

23,9
17,4
36,9
19,6
2,17

14
9
13
9
1

30,4
19,6
28,3
19,6
2,17

25
17
30
18
2

27,2
18,5
32,6
19,6
2,17

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas
responden memiliki umur 36-45 tahun, masing-masing sebanyak 23 orang (50%).
Pada kelompok kasus dan kontrol masing-masing terdapat sebanyak 20 (43,5%)
responden yang berjenis kelamin laki-laki dan 26 (56,5%) responden yang berjenis
kelamin perempuan. Pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas responden

66
Universitas Sumatera Utara

berpendidikan SMA, masing-masing terdapat sebanyak 21 orang (45,7%). Pada
kelompok kasus mayoritas responden memiliki pekerjaan pegawai negeri sebanyak
14 orang (30,4%) dan pada kelompok kontrol mayoritas responden memiliki
pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 17 orang (36,9%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasangan Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016
Kontrol
E+

Kasus

Total

E-

N

%

n

%

n

%

Ya (E+)

9

19,6

15

32,6

24

52,1

Tidak (E-)
IMT
Berisiko (E+)
Tidak berisiko (E-)
Aktivitas fisik
Tidak teratur (E+)
Teratur (E-)
Tekanan darah
Berisiko (E+)
Tidak berisiko (E-)
Pola makan
Tidak seimbang (E+)
Seimbang (E-)
Merokok
Merokok (E+)
Tidak merokok (E-)

15

32,6

7

15,2

22

47,8

12
7

26,0
15,2

21
6

45,7
13,0

33
13

71,7
28,3

11
3

23,9
6,52

17
15

36,9
32,6

28
18

60,9
39,1

16
11

34,8
23,9

8
11

17,4
23,9

24
22

52,1
47,8

14
4

30,4
8,7

22
6

47,8
13,0

36
10

78,3
21,7

10
6

21,7
13,0

4
26

8,7
56,5

14
32

30,4
69,6

Riwayat keluarga DM

Keterangan : E+ : Variabel yang terpapar
E- : Variabel yang tidak terpapar
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat
15 (32,6%) responden yang memiliki riwayat keluarga DM pada kelompok kasus,
tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak memiliki riwayat keluarga DM,
selanjutnya terdapat 15 (32,6%) yang tidak memiliki riwayat keluarga DM pada

Universitas Sumatera Utara

kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki riwayat
keluarga DM.
Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 21 (45,7%) responden yang
berisiko IMT pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut
tidak berisiko IMT, selanjutnya terdapat 7 (15,2%) responden yang tidak berisiko
IMT pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut berisiko
IMT.
Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 17 (36,9%) responden yang
memiliki aktivitas fisik tidak teratur pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol
dari pasangan tersebut memiliki aktivitas fisik yang teratur, selanjutnya terdapat 3
(6,52%) responden yang memiliki aktivitas fisik teratur pada kelompok kasus, tetapi
kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki aktivitas fisik yang tidak teratur.
Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 8 (17,4%) responden dengan
tekanan darah yang berisiko pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari
pasangan tersebut memiliki tekanan darah yang tidak berisiko, selanjutnya terdapat
11 (23,9%) responden dengan tekanan darah yang tidak berisiko pada kelompok
kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki tekanan darah yang
berisiko.
Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 22 (47,8%) responden dengan
pola makan tidak seimbang pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari
pasangan tersebut memiliki pola makan seimbang, selanjutnya terdapat 4 (8,7%)

Universitas Sumatera Utara

responden dengan pola makan seimbang pada kelompok kasus, tetapi kelompok
kontrol dari pasangan tersebut memiliki pola makan tidak seimbang.
Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 4 (8,7%) responden yang
merokok pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak
merokok, selanjutnya terdapat 6 (13%) responden yang tidak merokok pada
kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki kebiasaan
merokok.

4.2. Analisis Bivariat dengan Uji McNemar
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu variabel
independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji Mc Nemar pada
tingkat kemaknaan α < 0,05.
Tabel 4.3 Faktor Risiko Terhadap Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe II
di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016
Kontrol
Kasus
Riwayat keluarga DM
Y Ya (E+)
Tidak (E-)
IMT
Berisiko (E+)
Tidak berisiko (E-)
Aktivitas fisik
Tidak teratur (E+)
Teratur (E-)
Tekanan darah
Berisiko (E+)
Tidak berisiko (E-)

E+

p

E-

OR

95%CI

N

%

n

%

9
15

19,6
32,6

15
7

32,6
15,2

1,000

12
7

26,0
15,2

21
6

45,7
13,0

0,008
*

3,000

1,228-8,353

11
3

23,9
6,52

17
15

36,9
32,6

0,017
*

5,666

1,639-30,180

16
11

34,8
23,9

8
11

17,4
23,9

0,491

0,727

0,253-1,985

1,000

0,455-2,195

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 (Lanjutan)
Pola makan
Tidak seimbang (E+)
Seimbang (E-)
Merokok
Merokok (E+)
Tidak merokok (E-)

14
4

30,4
8,7

22
6

47,8
13,0

10
6

21,7
13,0

4
26

8,7
56,5

0,004
*

5,5

1,867-21,955

0,527

0,667

0,138-2,811

Keterangan : *Signifikan (p 0,25
p < 0,25
p < 0,25
p > 0,25
p < 0,25
p > 0,25

Pemodelan
Tidak masuk pemodelan
Masuk pemodelan
Masuk pemodelan
Tidak masuk pemodelan
Masuk pemodelan
Tidak masuk pemodelan

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari seluruh variabel independen terdapat tiga
variabel yang dimasukkan ke dalam model yaitu variabel IMT, aktivitas fisik, dan
pola makan. Variabel yang tidak dapat dimasukkan dalam model adalah variabel
riwayat keluarga DM, tekanan darah, dan merokok, hal ini disebabkan karena
variabel ini memiliki nilai p > 0,25.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Multivariat dengan Conditional Logisitic Regression
Faktor Risiko Kejadian DM Tipe II
Variabel
IMT
Aktivitas fisik
Pola makan

Model 1
OR(95%CI)
0,7
(0,134-4,081)
2,8
(1,127-7,068)
6,04
(1,080-33,864)

Model 2
OR(95%CI)
2,8
(1,129-7,069)
4,7
(1,843-12,032)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa analisis multivariat dengan uji conditional
logistic regression terdiri atas 2 model. Dari hasil analisis tersebut (model 2) maka

variabel yang dominan berpengaruh terhadap kejadian DM Tipe II di Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara setelah dikeluarkan variabel yang tidak
signifikan secara otomatis oleh uji conditional regression logistik adalah variabel

Universitas Sumatera Utara

pola makan (OR = 4,7 95%CI 1,843-12,032) artinya responden yang pola makannya
tidak seimbang

4,7 kali kecenderungannya menderita penyakit DM tipe II

dibandingkan dengan responden yang pola makannya seimbang.
Selanjutnya untuk memperoleh nilai Population Attributable Risk (PAR)
untuk variabel pola makan dapat dihitung sebagai berikut dimana nilai p (perkiraan
prevalensi paparan dalam populasi) sebesar 0,39 yaitu seperti berikut ini:
PAR 

p (OR  1)
x100
1  p (OR  1)

PAR 

0,39(4,7  1)
x100
1  0,39(4,7  1)

PAR 

1,44
x100
2,44

PAR  0,59 x100

PAR  59
Hal ini menunjukkan bahwa kejadian DM Tipe II dapat dicegah sebesar 59%
dengan pola makan yang seimbang.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Riwayat Keluarga Penderita DM dengan Kejadian Penyakit DM
Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hasil uji bivariat diperoleh nilai p= 1,000 (OR = 1 dengan 95% CI 0,4552,195)maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh riwayat keluarga DM
terhadap kejadian DM Tipe II.
Dari hasil penelitian di ketahui bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan
antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM tipe II. Riwayat
keluarga menderita DM tidak merupakan faktor resiko. Berdasarkan hasil wawancara,
responden tidak mengetahui apakah keluarga ada yang menderita DM atau tidak,
karena sudah meninggal dan tidak pernah memeriksakan diri.
Faktor riwayat keluarga menderita DM merupakan salah satu faktor resiko
penyakit DM, namun kejadian penyakit DM ini dapat juga terjadi pada penderita
yang tidak memiliki riwayat keluarga DM apabila tidak menjalankan pola hidup sehat
dengan pola makan seimbang dan aktifitas fisik teratur.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
menyatakan resiko penderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM
adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk
menderita D M adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan DM
dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan
penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara

74
Universitas Sumatera Utara

kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90%
jika yang menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). Bagi
masyarakat

yang memiliki

keluarga

yang menderita

DM, harus segera

memeriksa kadar gula darahnya karena risiko menderita DM besar.
Seseorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus
timbulnya pradiabetes,

sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari

keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60% sampai 90% kembar identik
merupakan penyandang diabetes (Arisman, 2010). Menurut Codario (2005) jika
seseorang memiliki saudara yang menderita diabetes maka akan mempunyai risiko
sebesar 40% untuk mengalami pradiabetes dan diabetes.

5.2 Pengaruh IMT dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hasil analisis pengaruh IMT terhadap kejadian penyakit DM tipe II diperoleh
nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,134-4,081) artinya tidak ada pengaruh IMT terhadap
kejadian DM tipe II.
Berdasarkan hasil penelitian didapat pada kasus 13 orang penderita DM
tipe II tidak memiliki IMT berlebih 9 orang diantaranya memiliki riwayat
keluarga menderita DM dengan proporsi 69%, , hal ini dikarenakan faktor
riwayat

keluarga

juga

memiliki

peranan

penting

sebagai

pencetus

timbulnya diabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga
yang juga mengidap diabetes. Sedangkan pada kontrol 27 orang yang tidak

Universitas Sumatera Utara

menderita DM tipe II dan tidak memiliki IMT berlebih 13 orang diantaranya
memiliki riwayat keluarga menderita DM dengan proporsi 48 %. Peningkatan
resiko terjadinya DM tidak hanya pada responden yang memiliki IMT berlebih
dan faktor riwayat keluarga menderita DM, tetapi juga dapat terjadi pada
responden yang memiliki IMT normal ini disebabkan karena perubahan gaya
hidup yang kurang aktif atau kurang aktifitas sehingga terjadinya resistensi
insulin. Kurangnya aktifitas fisik tidak sebanding dengan dampak terhadap
obesitas, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan otot otot tidak sensitive
terhadap efek insulin (Nathan, 2010).
Penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa
penelitian

penelitian sebelumnya seprti

yang dilakukan Hu et al., 2004 menunjukkan obesitas merupakan

faktor risiko kejadian diabetes tipe II, dimana IMT 26 sampai 29,9 memilki risiko
1,72 kali mengalami diabetes tipe II dibanding dengan orang yang memilki IMT
normal dan IMT ൒ 30 memilki risiko 5,68 kali mengalami

diabetes tipe 2

dibanding dengan orang yang memiliki IMT normal.

5.3 Pengaruh Aktifitas Fisik dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,017 maka dapat disimpulkan terdapat
pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai
(OR = 2,8 dengan 95%CI 1,192-7,069) artinya responden yang tidak teratur

Universitas Sumatera Utara

melakukan aktifitas fisik 2,8 kali berisiko terkena DM tipe II dibanding dengan yang
teratur melakukan aktifitas fisik.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwasanya penderita diabetes
masih banyak yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu dalam
1 minggu kurang dari 3x atau kurang dari 30 menit, dan kebanyakan mereka
hanya melaksanakan 1x seminggu, bahkan ada yang tidak melakukan olah raga.
Olahraga dapat menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif
terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa
dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini
dapat berlanjut beberapa ja m setelah melakukan olah raga.
Aktiftas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk
menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit
akibat pola hidup seperti diabaetes, serangan jantung

dan stroke (Johnson,

1998).Pada waktu melakukan aktifitas fisik, otot-otot akan memakai lebih
banyak glukosa daripada waktu tidak melakukan aktifitas fisik, dengan demikian
konsentrasi glukosa darah akan turun. Melalui aktifitas fisik, insulin akan
bekerja lebih baik sehingga dapat masuk kedalam sel untuk dibakar menjadi
tenaga (Soegondo, 2010).
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah
menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin
semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang

Universitas Sumatera Utara

yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar
tetapi ditimbun didalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak
mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM
(Kemenkes,2010).
Diberikan juga edukasi tentang pentingnya berolah raga. Olah raga yang
dianjurkan pada pasien dengan hipertensi yaitu tipe olah raga aerobik yaitu
jogging atau berjalan kaki selama minimal 30 menit dengan frekuensi 5-7 kali

per minggu. Pada pasien dengan prediabetes belum memerlukan terapi farmakologi,
dengan modifikasi gaya hidup yang sesuai dan dilakukan secara disiplin akan
mengurangi resiko komplikasi selanjutnya.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wandasari (2013)
yaitu ada hubungan antara aktifitas fisik dan kejadian DM tipe II. Seseorang yang
teratur melakukan olah raga yaitu 3 kali/mingguselama minimal 30 menitdapat
menurunkankejadian DM tipe Iisebesar 3,21 kali dibandingkan dengan yang tidak
melakukan aktifitas fisik. Hasil penelitian Yusmayati (2008) yaitu orang yang
kurang melakukan aktifitas fisik 3,2 kali lebih mudah terkena DM tipe II
dibandingkan dengan orang yang sering melakukan aktifitas fisik.
Penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Prevention Program (2002) di
Amerika Serikat terhadap 3.234 orang yang berisiko DM, dengan intervensi pola
makan dan aktifitas fisik selama 3,2 tahun menunjukkan hasil penurunan resiko
relatif (RR) DM sebesar 58 %. Diabetes Prevention Program (2010) menganjurkan

Universitas Sumatera Utara

untuk melakukan latihan fisik paling sedikit 150 menit dalam seminggu,
sedangkan Diabetes Australia menganjurkan latihan fisik 30 menit minimal 3 kali
seminggu seperti jalan kaki, jogging, berenang dan aerobik (Hotma,2014).

5.4 Pengaruh Tekanan Darah dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,491 (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,2531,985)maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh tekanan darah terhadap
kejadian DM Tipe II.
Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang bisa
menjelaskan hubungan kuat antara hipertensi dengan kejadian penyakit DM.
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh
hipertensi terhadap kejadian DM disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri
yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit yang menyebabkan
proses pengangkutan glukosa menjadi terganggu. (Conen dkk,2007).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sunjaya (2009) menemukan
bahwa individu yang mengalami hipertensi mempunyai resiko 1,5 kali lebih besar
terkena DM disbanding individu yang tidak hipertensi. Trisnawati (2012) menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian DM yaitu
penderita hipertensi 6,85 kali beresiko terkena DM dibanding yang tidak hipertensi.
Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses
terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik satu

Universitas Sumatera Utara

penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang
diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua,
indeks masa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami
komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di Rumah Sakit
(Webber, 2009).
Prevalensi hipertensi pada penderita DM secara keseluruhan adalah 70%,
Pada laki laki 32%, wanita 45% pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit
putih sebanyak 37% dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa
hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa
diabetes (Weir et al. 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) dengan kasus kontrol study,
kontribusi hipertensi dengan terjadinya DM komplikasi stroke diperoleh hasil
OR=8,574. Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45
responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan
kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p=0,073 (P > 0,05).

5.5 Pengaruh Pola Makan dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah
Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat disimpulkan terdapat
pengaruh pola makan terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai
(OR = 4,7 dengan 95%CI 1,843-12,032) artinya responden yang pola makannya tidak
seimbang 4,7 kali berisiko terkena DM tipe II dibandingkan dengan responden yang
pola makannya seimbang.

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil wawancara denga responden didapat bahwa responden dengan DM
tipe II memiliki kebiasaan makan lebih dari 3 kali sehari, begitu juga dengan lauk
protein hewani dan nabati dan responden jarang memakan sayur sayuran dan buah
buahan. Kurangnya konsumsi serat seperti sayur dan buah dapat menyebabkan proses
absorbsi glukosa sangat cepat sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah.
Sedangkan kan sayur dan buah adalah makanan yang dapat memperlambat absorbsi
glukosa sehingga dapat menurunkan kadar gula darah (Almatsier,2010)
Aceh sangat terkenal dengan kulinernya yang sangat kental khas Timur
Tengah dan India terutama makanan yang berlemak terbuat dari santan kelapa dan
kue kue yang sangat manis terbuat dari gula. Kebiasaan masyarakat aceh
menghidangkan makanan tersebut pada hari hari besar seperti hari raya atau pada saat
perayaan pesta. Begitu pula dengan minuman, kebiasaan masyarakat aceh adalah
minum manis baik itu teh maupun kopi .Dari hasil wawancara dengan responden pria
didapatkan juga bahwa mereka memiliki kebiasaan duduk di warung kopi bisa sampai
2-3 jam dan 1-2 kali dalam sehari, biasa mereka menikmati kopi bisa sampai 3-4
gelas perharinya. Begitu pula dengan kebiasaan makan makanan khas aceh seperti
kari kambing yang biasanya hanya pada hari jumat saja, tapi pada saat ini penjual kari
kambing sudah ada pada setiap harinya dan semakin banyak warung yang
menyediakan menu kari kambing.
Diabetes UK(2010) menganjurkan pola makan yang teratur sebanyak 3 kali
sehari bahkan lebih dengan asupan kalori yang seimbang dan dengan jadwal yang
teratur. Keteraturan makan sangat penting dalam mengkondisikan sekresi insulin

Universitas Sumatera Utara

teratur dan konsisten. Bila hal ini dapat berlangsung dengan baik maka ketahanan
pankreas untuk menyekresi insulin dapat optimal (Hotma, 2014).

5.5 Pengaruh Merokok dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,527 (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,1382,811) maka dapat disimpulkan bahwa merokok tidak memengaruhi kejadian DM
Tipe II.
Tidak ada pengaruh secara signifikan kebiasaan merokok terhadap
kejadian DM.

Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di

dekat perokok. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh
rokok

(nikotin) merangsang kelenjar adrenal dan da pat meningkatkan kadar

glukosa. Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki
risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang
tidak terpajan (Irawan,2010).
Berdasarkan hasil di lapangan bahwa responden laki-laki memiliki
kebiasaan

merokok

dengan

mengkonsumsi

10-20

bantang

per

hari,

sedangkan penderita DM perempuan tidak satupun yang merokok dikarenakan
fakt or agama. Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang
samapai 15% dan setelah 10-12 jam baru bisa pulih seperti semula (Tandra, 2014).
Kebiasaan merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM (Wicaksono,
2011).

Universitas Sumatera Utara

84

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1.

Variabel yang mempengaruhi kejadian penyakit DM tipe II adalah pola makan
dan aktifitas fisik.

2.

Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II adalah
pola makan dengan OR = 4,7 yang berarti bahwa responden yang pola makannya
tidak seimbang lebih mudah 4,7 kali terkena DM tipe II dari pada responden
yang pola makannya seimbang.

6.2 Saran
1.

Bagi pihak Rumah Sakit agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan
pendamping pasien mengenai pola makan dan gizi seimbang dan aktifitas fisik
yang baik dilakukan oleh pasien sebagai upaya pencegahan penyakit DM tipe II
dan upaya terjadinya komplikasi. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan
dengan mengadakan penyuluhan misalnya dengan menayangkan video edukasi
kesehatan melalui media televisi, menempelkan poster poster, menyediakan
majalah dan booklet diruang tunggu pasien.

2.

Bagi pihak Dinas Kesehatan agar lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan
Penyakit DM di tingkat kecamatan baik dengan panyuluhan atau penyebaran
brosur dan leaflet khususnya tentang pentingnya menjaga pola makan yang

84
Universitas Sumatera Utara

85

seimbang dapat juga dengan melibatkan petugas Puskesmas dan tokoh
masyarakat, baik pemuka agama ataupun kepala desa.
3. Bagi Puskesmas ditiap kecamatan agar melaksanakan program skrining diabetes
di masyarakat agar dapat mendeteksi dini penderita DM sehingga cepat
mendapatkan pengobatan dan dapat mencegah komplikasi diabetes
4.

Disarankan kepada semua masyarakat usia 20 tahun keatas atau yang memiliki
riwayat keluarga DM untuk secara dini menerapkan pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan gizi seimbang dan melakukan aktifitas fisik teratur.

Universitas Sumatera Utara