Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB VII

BAB VII
PROGRAM, DAN MOTIF MISI GKPB PERIODE 2012-2016
PADA BIDANG PERSEKUTUAN, PELAYANAN DAN KESAKSIAN
DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

Satu periode pelayanan GKPB berdurasi empat tahun. Dalam pelayanan pada periode
2012-2016, GKPB terdiri dari 67 jemaat dan 18 Balai Pembinaan Iman (BPI) 14 ribu jiwa.1
Seluruh jemaat GKPB itu yang terdiri dari suku Bali, Jawa, Ambon, Timor, Toraja, Menado,
Batak, Dayak, Sumba, Sunda, Papua, Tionghoa, Warga Negara Indonesia Keturunan Asing,
dan Warga Negara Asing tersebar di delapan kabupaten dan satu kota madya yang ada di
provinsi Bali.2 Daftar jemaat-jemaat dan BPI GKPB beserta dengan lokasinya di provinsi
Bali tertera dalam lampiran 3 dari disertasi ini. Pelayanan GKPB pada periode 2012-2016 ada
dalam alur sebagaimana diperlihatkan oleh struktur GKPB periode 2012-2016 seperti tertera
dalam lampiran 4 dari disertasi ini. Kemudian dengan maksud agar pelayanan GKPB pada
periode 2012-2016 dapat berjalan mumpuni, GKPB. sebenarnya telah menetapkan arah dari
pelayanan itu.
Program-program pelayanan GKPB pada periode 2012-2016 diarahkan: Pertama, oleh
visi dan misi GKPB dalam kurun waktu 2008-2028. Kedua, oleh tema GKPB 2012-2016.
Visi GKPB untuk kurun waktu 20 tahun, terhitung dari tahun 2008-2028 ialah: “Bumi
Bersukacita Dalam Damai Sejahtera”. Visi ini ditetapkan oleh GKPB dalam sinodenya yang
ke 40 Juni 2006 dan diberlakukan sejak sinodenya ke 41 Juni 2008. Melalui visi ini GKPB

berupaya menselaraskan cita-cita luhurnya dengan kehendak Sang Transenden agar bumi ini
secara keseluruhan ada pada keadaan bersukacita dalam damai sejahtera. Mengenai misi
GKPB juga untuk kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahun 2008-2028 ialah: “Membangun
Peradaban Yang Dijiwai Oleh Kasih Terhadap Tuhan, Sesama dan Lingkungan”. Misi ini

1

GKPB, Laporan Kerja Majelis Sinode 2012-2016 Kepada Sinode ke 45 GKPB Tentang
Perbendaharaan GKPB(Mangupura : Percetakan MBM,2016),67-69. Laporan Bishop I Nengah Suama, dalam
ceramahnya pada pertemuan antara Majelis Sinode Harian GKPB dan mahasiswa teologi Universitas Kristen
Satya Wacana, 29 Juli 2017 di Kantor Sinode GKPB.
2
Ada 35 jemaat dan 2 Balai Pembinaan Iman GKPB yang berlokasi di daerah perkotaan dan di daerah
yang bersentuhan langsung dengan pariwisata. Sedangkan 34 jemaat dan 14 Balai Peminaan Iman lainnya
berlokasi di daerah pedesaan. Strata sosial dan sumber daya manusia jemaat-jemaat GKPB yang terdiri dari
berbagai suku yang ada di indonesia dan juga beberapa orang Warga Negara Asing itu, sangat beragam. Ada
pengusaha besar dan pengusaha kecil, ada pejabat tinggi dan pejabat rendah, ada pegawai negeri dan pegawai
swasta, ada petani dan peternak, ada buruh dan tukang, ada tentara dan polisi, ada dosen dan ada guru, ada juga
yang tidak bekerja karena difabel, lanjut usia dan sakit.


225

ditetapkan oleh GKPB dalam sinodenya yang ke 40 Juni 2006 dan diberlakukan sejak sinode
ke 41 Juni 2008. Melalui misi ini, GKPB bertekad bersama dengan semua sesamanya
manusia, mewujudkan bumi yang damai sejahtera, dengan jalan menciptakan suatu tata
kehidupan yang harmonis dengan Tuhan, sesama dan lingkungan.3
Tentang tema GKPB pada periode 2012-2016 yang juga ditetapkan oleh GKPB
berbarengan dengan ditetapkannya visi dan misi, yang berfungsi untuk memandu perjalanan
misi GKPB sepanjang periode 2012-2016, ialah: “Menjadi Gereja Yang Bertumbuh Bersama
Masyarakat”. Melalui tema ini GKPB mengakui bahwa masyarakat bukanlah orang lain,
melainkan kawan seperjalanan sehingga melalui misinya pada periode 2012-2016, GKPB
berupaya untuk menciptakan interaksi antara GKPB dan masyarakat bukan saling
menegasikan tetapi justru saling menumbuhkan. Dengan berpayungkan tema “Menjadi
Gereja Yang Bertumbuh Bersama Masyarakat”, GKPB berharap warganya semakin merasa
menjadi bagian dari satu masyarakat majemuk dan tidak melihat sesamanya manusia yang
berbeda-beda itu, sebagai orang lain yang harus dikotak-kotakan. Sebaliknya agar mereka
menikmati kepelbagian itu sebagai anugerah Tuhan sehingga mereka dimungkinkan untuk
bertumbuh bersama dalam keperbedaan.4
VII.A.Program Dan Motif Misi GKPB Periode 2012-2016
Dalam mengimplementasikan misi


GKPB

pada periode 2012-2016, GKPB

menuangkan misinya itu melalui program-program pada bidang Persekutuan, Pelayanan dan
Kesaksian. Tentang motif misi GKPB pada periode 2012-2016, diduga terbenam dalam
pemahaman dan cara berpikir GKPB dalam melaksanakan program-program misi itu di
bidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. Program dan motif misi GKPB periode 20122016 seperti termaksud ialah sebagai berikut:
VII.A.1. Program Dan Motif Misi GKPB Periode 2012-2016 Pada Bidang Persekutuan
Dalam mengeksekusi misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang persekutuan,
majelis sinode GKPB melalui departemen Persekutuan dan Pembinaan GKPB menuangkan
misinya itu ke dalam beberapa mata program. Tidak semua program itu dikemukakan di sini.

3

Gereja Kristen Protestan Di Bali,Buku Visi dan Misi GKPB(Mangupura: Percetakan MBM,2006),7-

15.
4


Gereja Kristen Protestan Di Bali,Posisi GKPB Dan Isi Pelayanannya (Mangupura:Percetakan
MBM,2010),10.

226

Yang dibahas di sini, hanya beberapa mata program misi yang motifnya diduga bermasalah
ketika disorot dari perspektif nilai kesatuan, nilai kemanusiaan dan nilai kesetaraan Pancasila.
Beberapa dari mata program termaksud ialah sebagai berikut:
VII.A.1.a. Program Dan Motif Pemantapan Spiritualitas Kristen Bagi Warga Jemaat
Dalam menelisik program pemantapan spiritualitas Kristen bagi warga jemaat, penulis
menemukan bahwa majelis sinode GKPB melalui Departemen Persekutuan dan Pembinaan
mengedukasi jemaat-jemaat GKPB untuk memposisikan Alkitab itu sebagai harta rohani
orang Kristen yang menginspirasi kerohanian orang Kristen. Tidak jarang GKPB menuturkan
warganya bahwa semua buku pada umumnya berisi pengetahuan bukan kebenaran. Hanya
Alkitab yang berisi kebenaran. Hal itu terjadi demikian karena Alkitab adalah firman Allah.
Dalam banyak momen GKPB menuntun warganya untuk senang membaca dan menggali isi
Alkitab karena sebagai firman Allah Alkitab adalah pelita dan suluh yang memantapkan
kehidupan rohani. Dengan maksud untuk menanamkan di hati warga jemaat betapa sucinya
Alkitab itu, warga jemaat sering diajak menyanyikan lagu “baca kitab suci doa tiap hari kalau

mau hidup”.
Pengajaran

menanamkan di hati warga jemaat tentang betapa mulianya Alkitab,

sehingga patut dihormati, nampaknya cukup berhasil. Hal itu dikatakan demikian sebab
hampir di seluruh jemaat GKPB ada tindakan-tindakan warga jemaat yang memperlihatkan
betapa Alkitab itu diagungkan. Beberapa contoh dapat disebutkan di sini: Pertama, dalam
setiap kebaktiam umum, kebaktian hari raya gerejawi, dan kebaktian khusus seperti kebaktian
hari ulang tahun gereja, selalu ada prosesi lilin dan Alkitab mengawali ibadah. Lilin dipakai
sebagai simbol Tuhan, dan Alkitab ditempatkan sebagai firman Tuhan. Pada saat prosesi ini,
jemaat berdiri dengan sikap khidmat.
Kedua, dalam setiap kebaktian peneguhan nikah dan peneguhan iman, majelis jemaat
selalu memberikan Alkitab kepada pasangan suami-istri dan kepada para warga yang
diteguhkan imannya dengan ucapan “selamat beriman karena itu tetaplah berpegang pada
Alkitab”. Ketiga, tiga belas tahun belakangan ini menjelang pembacaan teks Alkitab bahan
khotbah, jemaat-jemaat dengan semangat menyanyi lagu “Kusiapkan hatiku Tuhan, tuk
dengar firmanMu saat ini....”. Keempat, beberapa kali juga terjadi dalam kebaktian
penghiburan dan penguburan, pada peti jenasah ditaruh oleh keluarga dari orang yang
meninggal, Alkitab bukan Alkitab baru tetapi Alkitab milik dari orang yang meninggal. Hal

227

itu dilakukan demikian didasarkan pada harapan keluarga dari orang yang meninggal, bahwa
dia yang meninggal itu berjalan bersama firman Tuhan sehingga tenang menuju bumi abadi.
Berdasarkan pada tindakan dari jemaat-jemaat GKPB seperti tersebut di atas, penulis
berinterpretasi bahwa bagi jemaat-jemaat GKPB Alkitab itu adalah segala-galanya.
Interpretasi yang penulis buat ini, menjadi tidak salah sebab semua informan ketika diajak
berdiskusi mengenai hubungan antara Alkitab dan konteks, mempunyai cara berpikir dari
Alkitab ke konteks.5 Maksud mereka Alkitab menjadi norma untuk menerangi dan menilai
konteks. Mereka berpendirian demikian karena pengajaran GKPB sendiri tentang Alkitab
sebagaimana tertuang dalam buku “Inti Pemahaman Iman GKPB” dan buku “Katekesasi
GKPB”, menyatakan bahwa sebagai firman Allah Alkitab itu bersifat mutlak,6 sumber iman
orang Kristen satu-satunya.7Tindakan jemaat-jemaat GKPB terhadap Alkitab seperti
demikian ini, sudah merupakan sebuah sikap penyembahanterhadap Alkitab.
Sebuah sikap penyembahan terhadap Alkitab akan cendrung mengutamakan Alkitab
sebagai sumber kebenaran-kebenaran mutlak

yang menafikan eksistensi kitab suci atau

kebenaran-kebenaran keberagamaan lainnya. Sikap yang demikian telah dan akan membuat

jemaat-jemaat GKPB menjadi fanatik. Fanatisme yang berlebihan hanya akan menimbulkan
kebutaan rohani. Kemudian rohani yang buta cendrung mendorong orang bersikap
manipulatif yang pada akhirnya hipokrit dengan dalil agama. Sikap yang demikian ini
mengarah kepada pembekuan keberagamaan yang seharusnya dinamis dan responsif terhadap
konteks masyarakat pluralistik.
VII.A.1.b. Program Dan Motif Pemantapan Persekutuan Keluarga Kerajaan Allah
Dalam mengobservasi program pemantapan persekutuan keluarga kerajaan Allah,
penulis menemukan bahwa dengan berpayung pada Roma 8:29, 1 Korintus 1:9, 8:6, GKPB
dalam pemahaman imannya merumuskan kerajaan Allah yang telah datang dan yang akan
datang itu, sebagai persekutuan orang-orang yang percaya dan menerima karya penyelamatan

5

Hasil wawancara dengan Pdt. Pieter Alexander Lestuny, seorang pendeta GKPB yang menjadi
pendeta di jemaat penulis menjadi warga jemaat, dengan Guntur Tateang seorang majelis jemaat GKPB Yudea
Padang Luwih, dengan I Wayan Ruspendi wakil rektor II Universitas Dhyana Pura majelis jemaat GKPB
Legian, dengan I Made Gunawan, seorang guru sekolah minggu di GKPB. wilayah Badung Selatan.
6
Gereja Kristen Protestan Di Bali,Inti Pemahaman Iman(Mangupura:Percetakan MBM,tanpa
tahun),39-40.

7
Departemen Persekutuan dan Pembinaan GKPB,Buku Pelajaran Katakesasi GKPB
(Mangupura:Percetakan MBM,tanpa tahun),1.

228

Allah dalam Kristus.8 Nampaknya dengan berpayungkan pada dogma ini dan dalam rangka
memantapkan program persekutuan keluarga kerajaan Allah, di jemaat-jemaat GKPB ada
ungkapan “Keluarga Kerajaan Allah”. Ungkapan ini pada umumnya merupakan suatu sapaan
yang muncul dari para pemimpin kebaktian atau pertemuan dan dialamatkan kepada warga
jemaat. Warga jemaat agaknya tidak hanya suka tetapi juga menerima bahkan membenarkan
ungkapan “Keluarga Kerajaan Allah” sebagai suatu sapaan yang tepat buat mereka, karena
bagi warga jemaat, kerajaan Allah itu tidak berbeda dengan gereja itu sendiri yang di
dalamnya mereka ada seperti sebuah keluarga. Bagi mereka, seluruh warga gereja menjadi
satu keluarga yaitu keluarga kerajaan Allah.9
Dalam pengamatan penulis hampir di seluruh jemaat-jemaat GKPB, setiap kali
menaikkan doa persembahan kepada Tuhan dalam kebaktian-kebaktian, wargajemaat selalu
memohon agar uang yang telah dikumpulkan berguna untuk pelebaran Kerajaan Allah, tetapi
tidak pernah bersikap kritis walaupun dalam prakteknya uang persembahan itu lebih banyak
digunakan untuk pekerjaan dan kepentingan gereja. Hal ini terjadi demikian adalah karena

ketika warga jemaat mendoakan agar uang persembahan itu berguna untuk pelebaran
Kerajaan Allah, mereka memang maksudkan agar uang persembahan itu berguna bagi
pelebaran dan kepentingan gereja.Dalam hal ini, bagi warga jemaat, sesuatu yang mereka
bawa bagi gereja mereka lihat sebagai sesuatu yang mereka bawa bagi kerajaan Allah.10
Ketika menjawab pertanyaan penulis apakah kata “kerajaan” dalam kalimat yang
berbunyi “dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan” (Wahyu 1:6) dan dalam
kalimat yang berbunyi ,”dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan” (Wahyu
5:10), hendak menerangkan bahwa kerajaan Allah itu adalah gereja, warga GKPB
mengatakan ya. Menurut mereka kata “kerajaan” dalam kitab Wahyu 1:6 dan Wahyu 5:10
dikaitkan dengan Allah dan dikaitkan dengan orang-orang yang dibeli atau ditebus oleh
Yesus Kristus bagi Allah. Jadi kerajaan Allah itu adalah gereja karena yang dibeli atau
ditebus oleh Yesus Kristus bagi Allah dari segala bangsa adalah gereja itu sendiri11.
Menjawab pertanyaan apakah ungkapan “Kerajaan Allah” dalam lagu “Sungguh Kerajaan
8

Gereja Kristen Protestan Di Bali,Inti Pemahaman . . . , 28,30. Departemen Persekutuan dan
Pembinaan GKPB,Buku Pelajaran . . . , 97.
9
Hasil wawancara dengan I Wayan Murdana, majelis jemaat GKPB. Sabda Bayu Singaraja
10

Hasil wawancara dengan I Nyoman Tri Amerta majelis jemaat GKPB. Gunung Muria Gitgit,
Sukasada, Buleleng, Bali utara. I Gusti Putu Sukma Wibawa warga GKPB. Jemaat Yudea Padang Luwih,
Badung.
11
Hasil wawancara dengan I Wayan Agus Wiratama, pendeta GKPB. jemaat Filia Amlapura,
Karangasem, Bali timur. I Wayan Suarta, majelis jemaat GKPB Marga Pakerti Padangtawang, Canggu, Kuta
utara, Badung. Very Mou, majelis jemaat GKPB. Jemaat Yudea, Padang Luwih, Kuta utara, Badung.

229

Allah di bumi tak kalah “(Kidung Jemaat Nomer 247) mau menerangkan dan harus dihayati
bahwa kerajaan Allah itu adalah gereja, semua warga GKPB yang ditanyakan menjawab ya.
Mereka berpendapat demikian karena menurut mereka dalam lagu itu disebutkan bahwa
Yesus yang adalah kepala gereja dilantik menjadi kepala kerajaan Allah. Jadi ungkapan
“Kerajaan Allah” dalam lagu “Sungguh Kerajaan Allah di bumi tak kalah” menunjuk kepada
gereja.12
Kepada beberapa warganya yang malas bergereja dan yang kebetulan banyak
mengalami penderitaan, dan dengan maksud supaya mereka menjadi warga yang rajin
bergereja, kebanyakan para pendeta dan majelis jemaatGKPB sering merujukpada Matius
6:33 yang mengatakan : “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan KebenaranNya, maka semuanya

akan ditambahkan kepadamu, sebagai nasihat. Hal itu dilakukan karena mereka
berpandangan bahwa kerajaan Allah dan kebenaranNya harus dicari di gereja dan dengan
jalan bergereja. Gereja itulah kerajaan Allah dan di luar gereja tidak ada kerajaan
Allah.13Ketika menjawab pertanyaan penulis apakah kerajaan sorga sama dengan sorga,
warga GKPB mengatakan bahwa kerajaan sorga tidak sama dengan sorga. Menurut mereka
kerajaan sorga adalah sebuah lembaga Allah yang ada di dunia. Sedangkan sorga dipahami
sebagai tempat dimana Allah dan orang kudus yang telah meninggal dunia bersemayam.14
Pada waktu ditanyakan apakah kerajaan sorga sama dengan kerajaan- kerajaan dunia,
dijawab bahwa kerajaan sorga tidak sama dengan kerajaan-kerajaan dunia. Kerajaan sorga
dimengerti sebagai lembaga Allah yang dipimpin oleh Allah, yang masih ada di dunia tetapi
berasal dari Allah.Sedangkan kerajaan-kerajaan dunia dimengerti sebagai kerajaan-kerajaan
yang tidak hanya berada di dunia tapi juga berasal dari dunia.15Dalam menjawab pertanyaan
apakah kerajaan Allah sama dengan semua agama yang ada di dunia, dikatakatan bahwa
kerajaan Allahsesuai dengan kesaksian Alkitab dan dogma gereja, tidak sama dengan semua
agama yang ada di dunia. Kerajaan Allah adalah gereja itu sendiri, yaitu lembaga dimana
Allah di dalam Yesus Kristus menjadi rajanya dan orang-orang yang percaya kepadaNya
12

Hasil wawancara dengan I Nengah Jebolyasa, majelis jemaat GKPB. Katung, Bangli, Bali Timur.
I Ketut Sarjana, warga GKPB. jemaat Filia, Amlapura, Karangasem, Bali timur. I Gusti Putu Sukma Wibawa,
warga GKPB Jemaat Yudea Padang luwih, Kuta utara, Badung. Ni Ketut Lipur, warga GKPB jemaat
Blimbingsari di Salatiga
13
Hasil wawancara dengan Ni Gusti Ayu Negari, warga GKPB.Jemaat Mandira Santi Negara,
Jembrana, Bali barat. I Dewa Nyoman Sudarta, majelis jemaat GKPB Belatungan, Tabanan
14
Hasil wawancara dengan Obed Dartha, warga GKPB. Jemaat Mandira Santi Negara, Jembrana,
Bali barat.
15
Hasil wawancara dengan Hematang Jermias, warga GKPB.Jemaat Mandira Negara, Jembrana,
Bali barat

230

menjadi warganya.Sedangkan semua agama yang ada di dunia, selain agama Kristen (gereja)
dipahami bukan sebagai keluarga kerajaan Allah, sebab agama-agama tersebut tidak dipimpin
oleh Yesus Kristus dan penganut-penganutnya tidak percaya kepadaNya sebagai juru selamat
dunia.16
Pada waktu ditanyakan apakah berbuat sesuatu bagi gereja tidak berbeda dengan
berbuat sesuatu bagi kerajaan Allah, dan apakah memberitakan gereja tidak berbeda dengan
memberitakan kerajaan Allah, warga GKPB menjawab tidak, dengan alasan karena kerajaan
Allah dan gereja itu tidak berbeda. Bagi mereka apa yang kita buat bagi gereja kita buat bagi
kerajaan Allah. Memberitakan kerajaan Allah adalah memberitakan gereja.17Ketika
ditanyakan apakah para pendeta mengajarkan dan mewariskan kepada mereka bahwa
kerajaan Allah itu sama saja dengan kerajaan dunia, dijawab tidak.Menurut mereka para
pendeta mengajarkan dan mewariskan kepada mereka bahwa kerajaanAllah adalah
pemerintahan Allah, sedangkan kerajaan dunia adalah pemerintahan dunia. Oleh karena itu
keluarga kerajaan Allah adalah orang-orang yang telah ada dalam pemerintahan Allah dalam
Kristus yaitu gereja. Orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus yang adalah juru
selamat dan kepala gereja, belum masuk sebagai keluarga kerajaan Allah dan masih berada di
dalam kerajaan dunia. Demikian juga orang-orang yang meninggalkan imannya kepada
Kristus sebab menikah dengan orang yang tidak seiman, tidak lagi menjadi keluarga kerajaan
Allah.18
Dengan mengamati perkataan, tindak tanduk warga GKPB, penulis menemukan bahwa
dalam rangka memantapkan persekutuan keluarga kerajaan Allah di bawah terang dogma
gereja dimana gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan oleh Kristus,
banyak warga GKPB menasehati anak-anaknya untuk hati-hati dan pilih-pilih kawan dalam
pergaulan agar jangan sampai menikah dengan orang lain atau orang luar yaitu orang yang
berbeda agama. Kalau ada warga jemaat yang meninggalkan imannya karena menikah,
keluarga besar dari warga tersebut sangat sedih dan sebagian besar jemaat menilai pernikahan
itu sebagai suatu kemalangan. Sebaliknya bila ada warga jemaat yang karena melalui
pernikahannya bisa membawa pasangannya menjadi warga gereja, keluarga besar dan seluruh
warga jemaat sangat bersukacita, sebab pernikahan yang demikian itu dinilai sebagai suatu
16

Hasil Wawancara dengan I Wayan Yohanes, majelis jemaat GKPB.Selabih, Tabanan, Bali.
Hasil wawancara dengan I Wayan Murtiyasa majelis jemaat GKPB. Blimbingsari, Melaya,

17

Jembrana.
18

Hasil wawancara dengan I Gusti Ketut Sudiatmika, warga GKPB, Jemaat Gunung Muria, Gitgit,
Sukasada, Buleleng, Bali utara. I Gede Sudigda, warga GKPB. jemaat Blimbingsari, Melaya, Jembrana.

231

keberhasilan, membawa seseorang dari gelap kepada terang. Berdasarkan pada penemuan ini,
penulis menafsirkan bahwa program pemantapan persekutuan keluarga kerajaan Allah GKPB
adalah sebuah pemujaan dogma gereja. Dalam memperilah dogma gereja senyatanya GKPB
tertuntun untuk memandang sesamanya manusia yang hanya karena berbeda agama, sebagai
orang lain. Dogmalatry mendiskriminasi manusia bukan menyatukan. Pemujaan terhadap
dogma gereja membentuk persekutuan gerejawi yang eksklusif dan mendominasi bukan
persekutuan gerejawi yang inklusif dan transformatif.
VII.A.1.c. Program Dan Motif Pemantapan Kekudusan Dan Ketertiban Gereja
Dalam menelisik program pemantapan kekudusan dan ketertiban gereja, penulis
menemukan bahwa GKPB menetapkan tata gereja dan peraturan gereja dimana beberapa
pasal darinya merupakan hukum gereja yang berpotensi dijadikan instrumen untuk memenuhi
hasrat pribadi warga gereja untuk mendishumanisasi dan menstigmatisasi warga gereja.19
Majelis sinode dan majelis jemaat menerapkan beberapa pasal tata gereja dan peraturan
gereja dengan sangat keras kepada beberapa pekerja, pejabat dan warga gereja tertentu.
Kepada beberapa pekerja dan pejabat gereja yang secara resmi sampai dibahas ditetapkan
melakukan pelanggaran terhadap tata gereja dan peraturan gereja, dijatuhi masa pendisiplinan
berupa tidak boleh menerima sakramen perjamuan kudus dan dibebastugaskan, dan tidak
diperbolehkan menjadi pejabat gereja dalam waktu tertentu. Kepada beberapa warga gereja
yang tidak menghadiri dan tidak menerima kegiatan-kegiatan gerejawi secara berturut-turut
dalam kurun waktu setahun diposisikan dan didaftar sebagai warga gereja tidak aktif.
Mencermati perkataan, bahasa tubuh, dan sikap majelis sinode, majelis jemaat dan
warga jemaat; baik dari pihak yang menjatuhi pendisiplinan maupun dari pihak mereka yang
dijatuhi pendisiplinan, baik dari mereka yang menyebut sesamanya sebagai warga gereja non
aktif maupun dari mereka yang ditulis namanya dalam buku induk sebagai warga gereja tidak
aktif, penulis berinterpretasi bahwa masa pendisplinan dan penertiban itu sekalipun dalam
tata gereja dan peraturan gereja disebut sebagai masa gereja melakukan pembinaan,20 namun
dalam penerapannya adalah lebih banyak ditungngangi oleh mens rea warga gereja, untuk
menghakimi, meremehkan,

melukai bahkan menghancurkan sesamanya yang dikenakan

pendisiplinan.
19

Gereja Kristen Protestan di Bali,Tata Gereja GKPB(Mangupura: Percetakan MBM,2006),7. Lihat
juga Gereja Kristen Protestan di Bali,Peraturan GKPB (Mangupura: Percetakan MBM,2007),12-14.
20
Ibid.,7.

232

Analisa penulis mendapat pembenaran ketika atas pertanyaan penulis bagaimana
pelaksanaan pendisiplinan dijalankan di GKPB, beberapa pekerja dan warga GKPB
mengatakan bahwa penerapan pendisiplinan di GKPB tidak banyak berupa pengembalaan,
tetapi justru lebih banyak bersifat dan berbentuk pendishumanisasian dan penstigmatisasian
sesama manusia yang ditetapkan bersalah sebagai orang yang harus dijauhi dan dilepaskan
dari gereja. Oleh karena begitu rupa dan praktek pendisiplinan, maka tidak sedikit pekerja,
pejabat dan warga gereja yang setelah mendapat perlakukan seperti itu dari gereja dalam
menjalani masa pendisiplinan, bukan menjadi warga yang mendekatkan diri ke gereja malah
menjauhkan diri dari gereja.21
VII.A.1.d. Program Dan Motif Penerapan Fungsi Jabatan Gerejawi
GKPB menetapkan lima jabatan gerejawi yang berfungsi untuk mengatur kehidupan
gereja yaitu: bishop, pendeta, penatua, diaken dan penginjil.22 Dalam meneliti program
penerapan fungsi jabatan gerejawi, penulis menemukan bahwa dalam setiap upacara
gerejawi, warga gereja yang berjabatan gerejawi mengenakan pakaian dan atribut yang
khusus serta duduk atau berdiri di tempat yang khusus pula. Warga gereja yang berjabatan
bishop memegang tongkat, mengenakan jubah yang berbeda dengan jubah pendeta dan
berkalung salib emas lagi besar, sementara pendeta berkalung salib dari perak dan dalam
ukuran lebih kecil. Pada waktu ada warga jemaat biasa meninggal dunia, ia dikubur oleh
pendeta setempat. Tetapi ketika ada warga jemaat dari keluarga pendeta yang meninggal, ia
dikubur oleh bishop. Upacara pernikahan warga jemaat biasa dilayankan oleh pendeta
setempat, sedangkan upacara pernikahan pendeta atau vikaris dilayankan oleh bishop. Pada
waktu ada upacara-upacara seperti pemakaman pendeta dan pentahbisan vikaris ke dalam
jabatan pendeta, selalu ada prosesi para pendeta dengan mengenakan pakaian seragam,
berkalungkan salib dan mereka juga duduk berpisah dari warga jemaat lain yang disebutnya
warga jemaat biasa.
Berdasar pada realita tersebut di atas, penulis berinterpretasi bahwa program penerapan
fungsi jabatan gerejawi di GKPB membuat warga gereja: Pertama, memandang spiritualitas
gerejawi itu lebih sebagai upacara yang bersifat ritualistik daripada sebuah perilaku dan
kinerja yang bersifat humanis. Kedua, membentuk warga gereja melihat organisasi gerejawi
21

Hasil wawancara dengan I Wayan Yasa, Hengki Henkrisliono, I Wayan Gari Viryadama.
Gereja Kristen Protestan di Bali,Tata Gereja Pasal 78 ayat 2(Mangupura:Percetakan
MBM,2006),12.
22

233

itu lebih sebagai lembaga keagamaan yang berstruktur hirarkhis daripada sebagai lembaga
keagamaan yang bersifat egaliter. Dalam interpretasi penulis, program penerapan fungsi
jabatan gerejawi di GKPB menuntun warga GKPB untuk melihat keberagamaan itu sebagai
kegiatan yang bersifat formalistik, ornamental dan show off, sehingga lebih mementingkan
uniformity ketimbang unity; dan organisasi gerejawi itu sebagai lembaga keagamaan yang
berstruktur hirarkis dari pada sebagai lembaga keagamaan yang berstruktur non hirarkis,
sehingga sangat mendiskriminasi warga gereja dan bukan mensederajatkannya.
Interpretasi penulis menampak tervalidasi ketika terhadap pertanyaan penulis, untuk
siapa kira-kira para warga gereja yang berjabatan gerejawi dengan segala seragam dan atribut
jabatannya melayankan dan terlibat dalam upacara-upacara gerejawi, beberapa warga gereja
mengatakan bahwa itu semua dilakukan bukan sebagai sebuah tindakan kemanusiaan, tetapi
sebagai sebuah tindakan untuk kepentingan diri mereka sendiri. Sebagai contoh, demikian
kata para informan, pada waktu koleganya masih hidup, tidak jarang ia mendapat perlakuan
yang melukai batinnya justru dari para koleganya. Pada waktu kawan sekerjanya jatuh sakit
sampai masuk rumah sakit berulangkali, mereka tidak mengunjungi apalagi memberi
bantuan. Tetapi ketika koleganya telah menjadi jenasah, mereka datang dengan pakaian
seragam dan bermuka duram durja, seolah-olah mereka sangat sayang kepada koleganya,
padahal motif mereka berbuat demikian, sebatas hanya untuk menunjukkan kepada publik
bahwa mereka kaum rohaniwan-rohaniwati yang mempunyai solidaritas.23
VII.A.1.e. Program Dan Motif Pemantapan Persekutuan Dengan Gereja-Gereja Di Bali
Dalam meneliti

program pemantapan persekutuan warga GKPB dengan gereja-

gereja yang ada di Bali, penulis menemukan bahwa majelis sinode GKPB melalui
departemen persekutuan dan pembinaan GKPB senantiasa mempelopori dan mengajak
jemaat-jemaat

GKPB

untuk

berpartisipasi

aktif

dalam

kegiatan-kegiatan

yang

diselenggarakan oleh lembaga persekutuan gereja-gereja Protestan yang ada di daerah
provinsi Bali, yang bernama Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG),24 yaitu sebuah
lembaga yang nampaknya memang dikehendaki oleh kementrian agama,25 baik di tingkat

23

Hasil wawancara dengan Dwi Adnyana, Anik Yuesti, I Nyoman Rubin, I Nyoman Sukarya, I Made
Sukariata, Ni Komang Ester, Ni Gusti Ratna.
24
MPAG,Pedoman Dasar Musyawarah Pelayanan Antar Gereja Propinsi Bali (Denpasar:tanpa
penerbit,2010),1.
25
Sebagai bukti MPAG lembaga yang dikehendaki oleh pemerintah, ia melalui kementrian agama
kantor wilayah provinsi Bali mendaftarkan MPAG sebagai lembaga resmi keagamaan umat Kristen Protestan

234

provinsi maupun tingkat kabupaten dan kodya. Sebagaimana terbaca dalam buku “Pedoman
Dasar MPAG Provinsi Bali”, penulis juga menduga bahwa seluruh gereja-gereja anggota
MPAG menyadari bahwa: Pertama, mereka adalah orang-orang yang dipanggil oleh satu juru
selamat yaitu Yesus Kristus, sehingga mereka bertekad untuk merealisasikan tri panggilan
gereja bersekutu, melayani dan bersaksi secara bersama-sama. Kedua, mereka menyadari
bahwa ia bukan saja warga-warga kerajaan Allah tetapi juga adalah warga Indonesia yang
berazaskan Pancasila, sehingga mereka juga bertekad untuk mewujudkan tri kerukunan umat
beragama.26
Dalam mengamati perjalanan pimpinan GKPB dan jemaat-jemaat GKPB dalam
mengikuti kegiatan-kegiatan yang

diselenggarakan oleh MPAG seperti rapat pengurus

MPAG untuk mencari solusi bersama atas masalah-masalah gerejawi yang mereka hadapi,
kebaktian Natal bersama dan kebaktian kebangunan rohani, dan berdasarkan informasi dari
beberapa informan,27penulis mendapat kesan bahwa konten dari partisipasi GKPB dalam
kegiatan-kegiatan MPAG yang dimaksudkan sebagai pemantapan persekutuan GKPB dengan
gereja-gereja Protestan, baru sebatas upaya untuk saling mengenal akan keberadaan masingmasing gereja. Kegiatan-kegiatan dengan konten seperti itu, dalam perkiraan penulis banyak
menguras tenaga dan waktu gereja-gereja anggota MPAG, untuk mendisain acara-acara dan
liturgi yang merepresentasikan dan mengakomodir tradisi masing-masing gereja. Penulis
berkira demikian, karena dalam pengamatan penulis, masing-masing gereja anggota MPAG
dalam setiap kegiatan MPAG, memiliki kepentingan yang bersifat denominasi sentris, berupa
keperluan untuk diterima dan diakui keberadaannya.
Mencermati kegiatan persekutuan gerejawi yang GKPB ikuti dalam MPAG seperti
terurai di atas, kualifikasi dari program pemantapan persekutuan GKPB dengan gereja-gereja
di Bali dalam interpretasi penulis, justru adalah sebuah partisipasi GKPB yang mendukung
kepentingan gereja-gereja melalui lembaga MPAG untuk mendapat pengakuan dan legitimasi
sebagai gereja dari sesama komunitas Kristiani, masyarakat dan pemerintah. Dalam
keadaannya yang demikian, GKPB belum mempunyai upaya, daya dan jalan konkrit untuk
mengajak gereja-gereja dalam wadah MPAG Bali mengembangkan

makna persekutuan

gereja-gereja MPAG dalam perspektif Pancasila, yaitu persekutuan gereja-gereja MPAG
dan kadang-kadang melalui Pembimas Kristen Protestan memfasilitasi kegiatan-kegiatan MPAG. Pada tahun
2016 ada 55 gereja (denominasi)Protestan di Bali yang menjadi anggota MPAG Bali.
26
MPAG,Pedoman Dasar . . . , pengantar.
27
I Ketut Suyaga Ayub, I Nengah Ripa, I Nyoman Sukaya, I Made Putra Wibawa, I Wayan
Damyana, Pieter Lestuny.

235

yang mencintai dan merawat keindonesiaan, padahal lembaga ini menyatakan bahwa ia
berazaskan Pancasila. Interpretasi penulis dibenarkan oleh pendeta GKPB Januar Togatorop
Simatupang yang menjadi Pembimas KristenProtestan pada Kantor Kementrian Agama
Wilayah Provinsi Bali. Dengan merujuk buku Pedoman Dasar MPAG Bali,28 dia mengatakan
setiap gereja anggota MPAG Bali tidak terkecuali GKPB memang hanya dipanggil untuk
mengakui, menerima dan menghormati perbedaan doktrin dan keberadaan masing-masing
gereja. Lebih jauh dia mengatakan, pengurus MPAG pun tidak diperbolehkan sehingga tidak
dibenarkan mencampuri urusan rumah tangga masing-masing gereja.29
VII.A.1.f. Program Dan Motif Pemantapan Hubungan Gereja Dengan Masyarakat
Dalam menelisik

program pemantapan relasi gereja dengan masyarakat, penulis

menemukan bahwa majelis sinode melalui departemen persekutuan dan pembinaan GKPB
dan para pendeta GKPB selalu mengedukasi dan mengajak jemaat-jemaat untuk membangun
relasi yang baik dengan masyarakat melalui etika gerejayang baik. Dengan maksud untuk
menciptakan relasi yang baik dengan masyarakat, tidak sedikit jemaat-jemaat GKPB
melakukan kunjungan rumah dan membawa dana aksi sosial (uang diakonia) kepada warga
masyarakat yang tengah menderita sebagaimana mereka perbuat kepada warga jemaat. Masih
terkait dengan upaya menciptakan relasi yang baik dengan masyarakat, hampir semua jemaatjemaat GKPB melakukan kunjungan pelayatan dan membawa “uang tali kasih” atau
“bingkisan belasungkawa” kepada anggota masyarakat yang berduka atas kematian sanak
saudaranya, seperti yang mereka lakukan kepada anggota jemaat.
Dalam mencermati apa yang dikatakan, gerak-gerik dan mimik, serta tindakan yang
dilakukan oleh jemaat-jemaat GKPB ketika melakukan kedua jenis kegiatan yang
dimaksudkan untuk pemantapan hubungan baik jemaat dengan masyarakat seperti tersebut di
atas, penulis berasumsi bahwa dalam membangun relasi harmonis gereja dengan masyarakat,
ternyata hubungan jemaat dengan masyarakat substansinya sangat berbeda dengan relasi
jemaat dengan sesama warga jemaat. Bertolak dari data yang faktual ini, penulis menafsirkan
bahwa walaupun dalam program pemantapan hubungan jemaat dengan masyarakat,etika

28

Januar Togatorop Simatupang merujuk Pedoman Dasar MPAG Bali BAB III Saling Mengakui Dan
Saling Menghormati, pada pasal 7 yang berbunyi “Anggota MPAG saling mengakui dan saling menghormati
doktrin setiap anggotanya”, pada pasal 9 yang berbunyi “Anggota MPAG saling mengakui dan saling menerima
keberadaan dan perbedaan masing-masing anggota. Dan pada pasal 11 yang mengatakan: “MPAG tidak
mencampuri urusan rumah tangga masing-masing anggotanya”.
29
Hasil wawancara dengan Januar Togatorop Simatupang pada hari Senin 12 Desember 2016.

236

jemaat-jemaat GKPB ternyata diskriminatif. Mereka melihat dan memperlakukan antara
warga gereja dengan warga masyarakat sebagai saudara-saudara yang berbeda.
Interpretasi penulis seperti termaksud di atas, tidak keliru setelah mendengar jawaban
beberapa orang atas pertanyaan yang penulis kemukakan. Ketika penulis menanyakan apakah
kunjungan dan pemberian uang diakonia yang jemaat-jemaat GKPB lakukan terhadap
anggota masyarakat, substansinya sama dengan kunjungan dan pemberian diakonia yang
jemaat-jemaat lakukan kepada anggota gereja, semua informan sejumlah 8 orang dari
masing-masing majelis wilayah menjawab hal itu tidak sama. Menurut mereka, kunjungan
dan pemberian uang diakonia ke warga jemaat dilakukan sebagai tanda persaudaraan di
dalam Tuhan. Sedangkan kunjungan dan pemberian uang diakonia kepada anggota
masyarakat dilakukan untuk memperkenalkan kasih Yesus kepada masyarakat.30
Selanjutnya dalam menjawab pertanyaan apakah pelayatan dan pemberian “uang tali
kasih” yang jemaat-jemaat GKPB lakukan terhadap sesama warga jemaat itu, sama
substansinya dengan yang diperbuat jemaat untuk warga masyarakat, semua informan
sejumlah 8 orang perempuan dari masing-masing wilayah pelayanan GKPB menjawab bahwa
hal itu berbeda. Menurut mereka pelayatan ke warga jemaat adalah pelayatan dimana warga
jemaat berperan sebagai tuan rumah yakni menyambut dan melayani para pelayat,
mengusahakan dan menyediakan segala yang diperlu sebagai tanda jemaat satu saudara
dengan keluarga yang berduka. Sedangkan dalam pelayatan dan pemberian “uang tali kasih”
kepada warga masyarakat dikatakan oleh mereka bahwa dalam pelayatan itu jemaat hanya
berperan sebagai hadirin saja, dan “bingkisan belasungkawa” yang diberikannya itu sebagai
tanda empati semata.31

30

Hasil Wawancara dengan I Gusti Ngurah Suryawan(Wilayah Buleleng),I Made Suarna (Wilayah
Jembrana), I Wayan Ardana (Wilayah Tabanan), I Made Widiadana (Wilayah Badung utara), I Nyoman Subaga
(Wilayah Badung Selatan), I Nyoman Jefri Sutarsa (Wilayah Kota Denpasar), I Wayan Sutarja (Wilayah Bali
timur laut), I Nyoman Wira Saputra(Wilayah Bali timur ).
31
Hasil wawancara dengan: Ni Luh Mastri (Wilayah Badung selatan),Rai Suryawati (Wilayah
Badung utara), Sri Rejeki (Wilayah kota Denpasar), Ni Luh Susanti (Wilayah Tabanan ),Ni Luh Mudrasih
(Wilayah Buleleng), Ni Wayan Sumarni (Wilayah Jembrana), Endang Pasaribu (Wilayah Bali timur laut),
Yanik Yasmini ( Wilayah Bali timur ).

237

VII.A.1.g. Program Dan Motif Penciptaan Upacara-Upacara Gerejawi Yang Kreatif
Membaca Buku Arah Pelayanan GKPB periode 2012-2016,32 penulis menemukan
bahwa program penciptaan upacara-upacara gerejawi kreatif

dicanangkan oleh GKPB

dengan tujuan agar ibadah-ibadah yang diselenggarakan oleh jemaat-jemaat menjadi berkat
bagi masyarakat, menarik, kontekstual, sesuai dengan situasi dan kondisi dimana upacara itu
dilayankan.Tujuan yang demikian ini dipandang sangat relevan karena beberapa jenis
upacara gerejawi seperti ibadah peneguhan nikah, ibadah memasuki rumah baru dan ibadah
pemakaman, tidak hanya dihadiri oleh umat kristiani saja, tetapi juga oleh umat beragama
lain dan pada umumnya dalam jumlah yang tidak sedikit.
Menelisik empat kali upacara peneguhan nikah dan mengobservasi dua kali kebaktian
pemakaman di jemaat-jemaat GKPB dalam kurun waktu tujuh bulan terhitung dari 5 Agustus
2016 sampai dengan 24 Pebruari 2017, penulis menemukan hal-hal sebagai berikut: Pertama,
warga jemaat duduk berkelompok dengan sesama warga jemaat. Kedua, semua warga jemaat
memegang buku liturgi beserta lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah, sedangkan
sebagian besar umat beragama lain tidak diberi liturgi. Ketiga, warga jemaat menyanyi
dengan suara keras karena mereka sudah terbiasa menyanyikan lagu-lagu yang tersedia. Umat
beragama lain diam karena tidak mengenal lagu-lagu yang dinyanyikan jemaat. Keempat,
pendeta berkhotbah dengan sangat semangat tentang “kebahagiaan hidup orang percaya
kepada Kristus”. Kelima, kebanyakan umat beragama lain menampakkan wajah kebingungan
karena merasa asing dan karena sama sekali tidak bisa menikmati isi ibadah. Berdasarkan
pada temuan-temuan seperti tersebut di atas, penulis menafsir bahwa GKPB sekalipun
berpayungkan pada tema bertumbuh bersama masyarakat, dan walaupun berprogram supaya
upacara-upacara gerejawi itu kontekstual, ternyata ibadah GKPB sangat bercorak eksklusif
dan menginjili, sehingga memisahkan dan menggurui, bukan merangkul apalagi
mempersekutukan antara warga jemaat dan warga masyarakat.
Interpretasi penulis sebagaimana tergambar di atas, menampak tidak salah ketika dua
pendeta dan satu orang majelis jemaat atas pertanyaan penulis kenapa gereja dalam
kebaktian-kebaktian yang dihadiri oleh banyak umat beragama lain, tidak membuat liturgi
yang berkarakter humanis saja, mengatakan bahwa justru ketika banyak orang dari umat
beragama lain hadir dalam kebaktian Kristen, gereja harus memakai kesempatan itu untuk
32

Gereja Kristen Protestan Di
(Mangupura:Percetakan MBM,2012), 3-4.

Bali,

Arah

238

Pelayanan

GKPB

Periode

2012-2016,

mengkumandangkan keunikan dan keunggulan ajaran-ajaran Kristen lewat lagu-lagu, doa dan
khotbah, supaya mereka boleh mendengar dan menjadi percaya.33 Jemaat-jemaat GKPB dan
masyarakat Bali sebenarnya memiliki banyak lagu dan ceritera daerah yang sarat dengan
nilai-nilai kemanusiaan. Bila saja jemaat-jemaat GKPB mengkomposisi semua itu dalam
ibadah-ibadah mereka yang dihadiri oleh umat beragama lain, sangat bisa jadi ibadah jemaat
itu akan menjadi ibadah bersama yang sangat mempersekutukan masyarakat.
VII.A.1.h. Program Dan Motif Pemantapan Hubungan Gereja Dengan Agama-Agama
Lain
Dalam mengobservasi program pemantapan hubungan gereja dengan agama-agama
lain, penulis menemukan bahwa majelis sinode melalui departemen persekutuan dan
pembinaan GKPB mengkondisikan para pendeta yang bekerja di tingkat sinode menjadi
pengurus Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) tingkat provinsi, dan para
pendeta yang menjadi pengurus wilayah menjadi pengurus Komunikasi Antar Umat
Beragama tingkat kabupaten. FKUB Bali adalah wadah yang dibentuk pemerintah Bali
melalui kementerian agama republik Indonesia kantor wilayah provinsi Bali dengan
menempatkan lima orang dari masing-masing agama duduk sebagai pengurusnya. Sebagai
hasil bentukan pemerintah yang mendapat sambutan dari agama-agama, kegiatan FKUB
difasilitasi dan diarahkan tujuannya oleh pemerintah, yakni untuk membantu pemerintah
menciptakan masyarakat beragama yang hidup berdampingan rukun. Sesuai dengan nama
dan peruntukannya, FKUB selalu menjadi jalan bagi pemerintah berkomunikasi dan
membuat masing-masing agama melalui perwakilannya saling berdialog dalam sebuah
forum, untuk membahas peristiwa yang akan terjadi dan masalah yang telah terjadi, guna
untuk menciptakan adanya harmoni di antara umat beragama.
Mengamati model dialog FKUB provinsi dan kabupaten/kodya yang ada di Bali,
berupa diskusi berbagi pemahaman terhadap suatu topik dari sudut pandang masing-masing
agama, dan mencermati beberapa materi dialog yang disampaikan oleh para pendeta GKPB
di tingkat provinsi dan kabupaten/kodya, penulis menafsirkan bahwa dalam dialog-dialog
FKUB, GKPB yang berprogram untuk memantapkan hubungan baik dengan agama-agama
lain, ternyata hanya mengulang atau menegaskan apa yang sesungguhnya telah merupakan
ketetapan atau kebenaran konstitusional yaitu kebhinneka tunggal ikaan agama-agama
33

I Made Sukarta, pendeta GKPB. jemaat Kaba-Kaba, Tabanan. Pieter Lestuny, pendeta GKPB.jemaat
Yudea Padang Luwih, I Wayan Sudarma, majelis jemaat GKPB. Suluh Kasih Tibu Biu, Tabanan.

239

Indonesia, dan seraya dengan dengan itu melakukan pemberitaan yang bersifat apologetik
atas kekristenan. Interpretasi penulis ini menampak benar, ketika empat informan yaitu para
pimpinan dan pendeta GKPB yang kerap menjadi pembicara dalam dialog antar agama,
mengatakan bahwa dalam paper-paper dialognya, mereka selalu hanya berangkat dari Alkitab
sehingga memilih dan mengurai teks-teks Alkitab yang dipandangnya mendukung hubungan
antar agama dan yang diduganya membentangkan keunggulan kekristenan.34
Di mata penulis, program pemantapan hubungan gereja dengan agama-agama lain,
yang dibangun berdasarkan pada gaya dialog yang melihat keindonesiaan itu atau kebhinneka
tunggal ikaan agama itu, dari sudut pandang agama masing-masing, memperlihatkan bahwa
keindonesiaan itu, atau Pancasila itu, seolah-olah belum final atau belum menjadi sebuah
ideologi atau konstitusi bangsa. Padahal kebhinneka tunggal ikaan agama-agama itu sudah
final dalam ideologi dan konstitusi Indonesia. Artinya ajaran dari semua agama sudah
terakomodasi dalam Pancasila dan UUD’45. Oleh karena begitu keadaannya, maka dalam
rangka memantapkan hubungan dengan agama-agama lain yang otentik dan juga dalam
rangka memajukan kualitas hubungan dengan agama-agama lain, yang mensejahterakan
bangsa, GKPB semestinya mempelopori gerakan untuk menginovasi model gaya dialog
FKUB, bukan lagi membahas tujuan kerukunan dari sudut pandang masing-masing agama
yang pada memiliki titik tengkar, tetapi justru melihat keberadaan masing-masing agama dari
perspektif titik temu yang mendamaikan yaitu konstitusi.
Menurut penulis dialog yang melihat keindonesiaan dari perspektif Alkitab, membuka
ruang bagi gereja untuk tergoda melakukan apologetik, dimana sifat itu pada umumnya tidak
mendukung upaya penciptaan hubungan baik dengan agama-agama. Sedangkan dialog yang
melihat Alkitab atau dogma gereja dari perspektif Pancasila, sangat bisa jadi akan membantu
gereja untuk berbuka diri, berintrospeksi diri dan bertransformasi diri dalam beretika dan
berupacara, dimana perilaku demikian dalam imaginasi penulis, akan sangat kondusif dalam
penciptaan hubungan baik dengan agama-agama lain.

34

Hasil wawancara dengan I Ketut Suyaga Ayub, I Wayan Damayana, I Nengah Ripa, I Nyoman

Yohanes.

240

VII.A.1.i. Program Dan Motif Pemantapan Hubungan Gereja Dengan Negara Dan
Bangsa
Dalam mengobservasi program pemantapan hubungan gereja dengan negara, penulis
menemukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, jemaat-jemaat GKPB secara institusional selalu
mengindahkan setiap undangan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Kedua, jemaatjemaat GKPB senantiasa mengundang para pemerintah untuk menghadiri upacara-upacara
peringatan hari raya gerejawi yang mereka selenggarakan dan mereka sangat senang sekali,
ketika para pemerintah bisa memenuhi undangan itu. Ketiga, jemaat-jemaat GKPB sangat
bangga sekali ketika dalam setiap upacara-upacara gerejawi, para pemerintah menyampaikan
bahwa agama Kristen adalah salah satu dari agama resmi Indonesia yang dilindungi oleh
negara dan yang diharap peran sertanya bersama dengan agama-agama lain dan pemerintah
dalam menyukseskan pembangunan nasional. Keempat, kehadiran para pemerintah dan
pernyataan mereka tentang keberadaan gereja sebagai bagian integral yang diperlu oleh
negara dan bangsa, oleh jemaat-jemaat GKPB dinilai sebagai penentu atau puncak
keberhasilan sebuah upacara gerejawi.
Dalam mencermati perkaataan jemaat-jemaat GKPB, penulis menemukan bahwa
mereka mengenal semua hari raya nasional seperti: 2 Mei hari pendidikan nasional, 20 Mei
hari kebangkitan nasional, 17 Agustus hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, 28 Oktober
hari sumpah pemuda, 10 Nopember hari pahlawan, dan 20 Nopember hari peringatan puputan
Margarana. Mendengar perkataan jemaat-jemaat GKPB penulis juga menemukan bahwa
tidak sedikit diantara mereka mengetahui lagu-lagu kebangsaan seperti: Indonesia Raya, Satu
Nusa Satu Bangsa, Padamu Negeri,
sampai Merauke. Namun

Maju Tak Gentar, Garuda Pancasila, Dari Sabang

dalam mengamati tindakan jemaat-jemaat GKPB, penulis

menemukan bahwa di gereja mereka hanya menyelengarakan upacara peringatan hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia, dalam sebuah kebaktian minggu pada tanggal yang
bersamaan atau berdekatan dengan 17 Agustus. Peringatan itupun dibuat sangat sederhana.
Mereka hanya menyanyikan lagu Indonesia Raya saja, lalu menaikkan doa syukur atas
kemerdekaan Indonesia. Peringatan yang sangat sederhana itu disisipkan dalam liturgi
minggu. Jemaat-jemaat tidak membuat tata ibadah khusus untuk peringatan kemerdekaan
Indonesia.
Berdasarkan pada temuan-temuan di atas, penulis menafsir bahwa melalui program
pemantapan hubungan gereja dengan negara dan bangsa, ternyata keinginan GKPB lebih
241

banyak untuk mendapat pengakuan dan legitimasi diri dari negara dan bangsa, daripada untuk
menggelorakan semangat kebangsaan warga jemaat dan kecintaan warga jemaat akan tanah
air. Analisa penulis bahwa program GKPB dalam pemantapan hubungan gereja dengan
negara dan bangsa bermotifkan untuk mendapat pengakuan dan legitimasi diri, mendapat
pembenaran ketika beberapa informan atas pertanyaan penulis mengapa pemerintah diundang
dan dimintakan memberi sambutan dalam upacara-upacara gerejawi, mengatakan bahwa
pemerintah diundang supaya pemerintah yang adalah penguasa negara

dan pengayom

masyarakat bisa mengenal lalu memperhitungkan keberadaan gereja.35
Interpretasi penulis bahwa pelaksanaan program GKPB dalam pemantapan hubungan
gereja dengan negara dan bangsa, tidak banyak bertujuan untuk membangkitkan semangat
nasionalisme dan kecintaan akan tanah air. juga mendapat pembenaran ketika beberapa
informan atas pertanyaan penulis mengapa peringatan hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia sangat sederhana dan mengapa GKPB tidak memperingati hari-hari raya nasional
lainnya, mengatakan bahwa urusan inti gereja yang adalah lembaga keagamaan berbeda
dengan urusan inti negara dan bangsa yang adalah lembaga politik. Mendengar jawaban para
informan

seperti tersebut di atas, penulis juga berinterpretasi bahwa GKPB walaupun

mempunyai program pemantapan hubungan gereja dengan negara dan bangsa, ternyata
warganya belum melihat Indonesia itu sebagai karya keselamatan Allah buat seluruh rakyat
Indonesia.
Analisa penulis seperti termaksud di atas, tidak meleset ketika beberapa warga GKPB
atas pertanyaan penulis apakah lembaga gereja itu berbeda sekali dengan negara dan bangsa,
memberi jawab bahwa gereja itu sangat berbeda dengan bangsa. Gereja itu adalah lembaga
keagamaan hasil karya keselamatan Allah di dalamYesus. Sedangkan bangsa adalah lembaga
politik hasil perjuangan para pahlawan bangsa. Lebih jauh mereka mengatakan urusan inti
gereja sebagai lembaga rohani harus lebih banyak memberitakan tentang karya keselamatan
Allah di dalam Yesus. Olehnya, hal-hal yang menyangkut negara dan bangsa tidak perlu
banyak dibahas apalagi diupacarakan di dalam gereja, tegas mereka.36 Penyebab dari realita
ini, sebagaimana ditemukan dalam pemeriksaan penulis atas dokumen-dokumen pengajaran
35

Ni Nyoman Switrini warga GKPB. Jemaat Mandira Santi negara Jembrana Bali barat. Ni Luh Erni
Kesuma wati warga GKPB. Jemaat Bukit Palma Sanggulan Tabanan. Yohanes Ano majelis jemaat GKPB
Mandira Asih, Tegal Badeng, Jembrana, Bali barat. Ni Luh Mudrasih warga GKPB. Jemaat Sabda Bayu
Singaraja, Bali utara.
36
I Ketut Lias Wirawantha warga GKPB. Jemaat Efrata Buduk, Mengwi, Badung. I Gusti Made
Samekto Putra, majelis jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar. I Made Wibawa warga GKPB. jemaat Gabriel
Pegending, Dalung, Kuta utara, Badung, I Gusti Ngurah Ketut Jaya Puta Majelis Jemaat GKPB Piling, Tabanan.

242

GKPB seperti Inti Pemahaman Iman dan Buku Katakesasi, nampaknya karena GKPB sendiri,
memang belum merumuskan secara iman Indonesia itu sebagai karya keselamatan Allah bagi
seluruh rakyat Indonesia.
VII.A.1.j.Program Dan Motif Partisipasi Pembentukkan Gereja Kristen Indonesia
YangEsa
Dalam meneliti program partisipasi GKPB dalam pembentukkan gereja Kristen
protetan Indonesia, penulis menemukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, kata Di dalam
nama Gereja Kristen Protestan Di Bali sekalipun tidak muncul dalam singkatannya (GKPB)
sangat ditekankan oleh para pemimpin dan pekerja GKPB ketika mereka berbicara atau
memperkenalkan GKPB. Kedua, warga GKPB, para pendeta GKPB dan para pekerja GKPB
lainnya tidak hanya terdiri dari suku Bali saja, tetapi dari berbagai suku yang ada di Indonesia
bahkan juga ada beberapa orang yang berasal dari negara-negara di luar Indonesia. Ketiga,
suku Bali yang beragama Kristen Protestan di luar wilayah provinsi Bali seperti di wilayah
Provinsi Sulawesi Tengah, di wilayah provinsi Sumatera Selatan, di wilayah provinsi
Bengkulu, di wilayah provinsi Sulawesi Tenggara jumlahnya lebih banyak daripada seluruh
warga GKPB, namun GKPB dari dulu dan khususnya pada periode pelayanan 2012-2016,
tidak pernah berikhtiar untuk mendirikan GKPB di luar wilayah provinsi Bali. Keempat, suku
Bali yang beragama KristenProtestan yang menggereja di wilayah mereka tinggal, khususnya
di daerah-daerah transmigrasi cendrung untuk menetap di sana, bekerja optimal membangun
diri dan negeri, sampai ajal menjemput mereka.
Interpretasi penulis atas hasil temuan tersebut di atas ialah GKPB memiliki sikap politis
bahwa warga gereja Kristen Protestan dari manapun ia berasal harus melebur diri dan
menyatu dengan gereja Kristen Protestan di suatu wilayah Indonesia dimana dia tinggal,
untuk memperkuat gereja Kristen Protestan pada tingkat wilayah, dalam rangka menciptakan
gereja Kristen Protestan Indonesia yang bersatu dan kuat di tingkat nasional, seraya dengan
itu pula memperkuatwawasan kebangsaan dari warga gereja. Interpretasi bahwa GKPB
berpandangan “memperkuat gereja KristenProtestan di wilayah akan membantu gereja-gereja
KristenProtestan Indonesia menjadi gereja-gereja bersatu dan kuat di tingkat nasional”,
menampak benar, karena beberapa informan ketika penulis menanyakan pandangan mereka
tentang beberapa gereja anggota Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang
mendirikan gereja di beberapa wilayah Indonesia, mengatakan bahwa itu adalah tindakan
yang hanya mementingkan diri sendiri, namun tidak memperkuat gereja KristenProtestan di
243

wilayah, sehingga olehnya juga c

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Teologi Agama-Agama Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) D 762010701 BAB VII

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan di Bali terhadap Konsep Gedung Gereja Bale Bengong di Desa Bontihing, Bali Utara

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB VI

0 6 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB V

0 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB IV

1 3 55

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB III

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Misi Gereja Kristen Protestan di Bali Periode 2012-2016 dalam Perspektif Pancasila D 762012001 BAB I

0 1 16