Pengaruh Kebijakan Deviden Ukuran Perus
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya, suatu perusahaan harus menyediakan jumlah dan jenis produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan harga yang terjangkau atau perusahaan terus melakukan aktivitas ekspansi dalam bentuk lainnya . Untuk itu perusahaan dihadapkan pada kondisi yang mendorong mereka untuk lebih kreatif dalam mencari sumber produksi yang murah, baik bahan baku ataupun modal atau pendanaan.
Manajemen dalam kondisi seperti diatas, harus mengambil keputusan tentang sumber dana mana yang menguntungkan bagi perusahaan. Untuk mengambil keputusan maka manajemen memerlukan informasi. Salah satu informasi yang dihasilkan oleh manajemen adalah laporan keuangan.
Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta arus kas suatu perusahaan yang bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan ekonomi yang kemudian dijadikan sebagai sarana untuk membuat rencana dan kemudian akan digunakan pula untuk melaksanakan pengendalian. Informasi dalam laporan keuangan tersebut harus relevan dan handal supaya dapat berguna bagi pemakai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Batemen dan Snell (2007:20) bahwa para manajer yang berada dalam Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta arus kas suatu perusahaan yang bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan ekonomi yang kemudian dijadikan sebagai sarana untuk membuat rencana dan kemudian akan digunakan pula untuk melaksanakan pengendalian. Informasi dalam laporan keuangan tersebut harus relevan dan handal supaya dapat berguna bagi pemakai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Batemen dan Snell (2007:20) bahwa para manajer yang berada dalam
Informasi mempunyai kualitas relevan bila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai, yaitu dengan cara dapat berguna untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. Sedangkan, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur ( faithful representation ) dari yang seharusnya
disajikan. 1 Seperti yang diuraikan diatas bahwa untuk tetap dapat beraktivitas
menghadapi pesaing, maka perusahaan perlu melakukan kegiatan ekspansi dalam bentuk jumlah, jenis, wilayah pemasaran atau bentuk lainnya. Kegiatan ekspansi ini didanai oleh sumber dana internal dan eksternal. Salah satu sumber dana eksternal perusahaan adalah hutang. Hutang berpengaruh penting pada perusahaan karena selain sebagai sumber pendanaan ekspansi, hutang merupakan mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan ( agency conflict ). Konflik keagenan berhubungan dengan tujuan utama perusahaan.
Konflik keagenan dapat juga terjadi karena manajer memiliki informasi yang lebih baik tentang prospek perusahaan dibandingkan dengan yang dimiliki oleh pemegang saham atau disebut dengan asymetric information (Brigham dan Houston,
2011). Konflik keagenan menimbulkan biaya keagenan (agency cost) untuk mensejajarkan kepentingan-kepentingan manajer dan pemegang saham yang dapat dikurangi dengan penggunaan hutang. Menurut Brigham dan Houston (2011), salah satu alternatif untuk mengurangi kelebihan arus kas adalah dengan hutang yang lebih besar dengan harapan persyaratan pelayanan hutang akan memaksa manajer menjadi lebih disiplin. Manajer akan memiliki kemungkinan kecil untuk melakukan pengeluaran yang sia-sia jika perusahaan memiliki persyaratan pelayanan hutang dalam jumlah besar. Yang perlu diperhatikan oleh para manajer adalah bahwa .
hutang perusahaan berkaitan sangat erat dengan struktur modal suatu perusahaan. 2 Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan dalam melakukan
pendanaan, tetapi dalam penelitian ini hanya meliputi beberapa faktor yaitu Kebijakan deviden, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Pertumbuhan Penjualan dan Likuiditas yang akan dibahas dalam tulisan ini. Profitabilitas adalah laba yang diperoleh perusahaan pada periode tertentu. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang sangat tinggi biasanya menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit. Karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan tersebut melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal (Brigham dan Houston, 2011). Hal ini sesuai dengan pecking order theory yang menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama
1 Zaki Baridwan, Intermediate Accounting, Edisi 8, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 2004, Hal. 6 2 Wahyuning Kurniati, “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap kebijakan Hutang Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Textile/Garments di Bursa Efek Jakarta),” (Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, 2007), Hlm. 25.
kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004).
Menurut Siregar (2005) didalam penelitiannya menemukan bahwa pecking order theory tidak secara spesifik menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara kebijakan deviden dengan kebijakan hutang perusahaan, tetapi ia menyatakan bahwa pecking order theory dapat digunakan untuk memprediksi hubungan antara deviden dengan hutang perusahaan dan investasi melalui ketersediaan dana internal . Apabila deviden dibayarkan, maka dana internal yang tersedia akan berkurang. Secara umum deviden dapat diartikan sebagai bagian yang dibagikan oleh emiten kepada masing- masing pemegang saham. Kestabilan kebijakan deviden menyebabkan keharusan bagi perusahaan untuk membayar sejumlah deviden sehingga kebutuhan pendanaan perusahaan akan meningkat. 3
Untuk menetukan level hutang, perusahaan perlu mempertimbangkan faktor ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Perusahaan - perusahaan yang besar lebih mudah memperoleh pinjaman dari pihak ketiga karena kemampuan mengakses pada pihak lain dan jaminan berupa asset yang bernilai besar
3 Siregar, B, “Hubungan Antara Deviden, Leverage Keuangan, dan Investasi,” Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Vol. 16, No. 3, Hlm. 219.
dibandingkan dengan perusahaan kecil menurut penelitian Tarjo dan Giyanto H.M. (2003). 4
Didalam hasil penelitian Ismiyati dan Hanafi (2003) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap hutang. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka akan semakin kecil hutang bersumber dari luar yang digunakan dalam pendanaan perusahaan karena perusahaan dapat menggunakan internal equity yang diperoleh dari laba ditahan terlebih dahulu. Sebaliknya, rendahnya profitabilitas perusahaan membuat kebutuhan dana belum tercukupi maka perusahaan dapat menggunakan hutang yang bersumber dari luar. Penggunaan profitabilitas sesuai dengan Pecking Order Theory yang meprediksi bahwa manajer akan menggunakan pembiayaan dari dana internal
terlebih dulu yaitu laba ditahan baru kemudian dana 5 eksternal seperti hutang. Likuiditas merupakan aspek yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban hutang yang telah jatuh tempo. Dengan demikian, suatu perusahaaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi, berarti bahwa pe- rusahaan tersebut mampu segera mengembalikan hutang-hutangnya. Hal ini, memberikan kepercayaan terhadap kreditur untuk mengembalikan pinjaman sehingga
4 Tarjo dan Jogiy anto H.M, “Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Publik di Indonesia,” Makalah Seminar, SNA VI, IAI, Hlm. 279. 5
Ismiyati dan Hanafi, “Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Intitusional, Risiko Kebijakan Hutang,
dan Kebijakan Deviden: Analisis Persamaan Simultan,” SNA VI, No. 7, Hlm. 260.
semakin tinggi likuiditas maka akan semakin tinggi kebijakan hutang yang digunakan oleh perusahaan. 6
Menurut Pecking Order Theory , semakin tinggi pertumbuhan (Growth) penjualan perusahaan, maka perusahaan akan lebih memilih untuk mendanai perusahaan dengan menggunakan modal internal yang berasal dari laba dan pendapatan dari penjualan. Suatu perusahaan yang mempunyai earnings yang stabil akan selalu dapat memenuhi kewajiban finansialnya sebagai akibat dari penggunaan modal asing. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai earnings yang tidak stabil dan unpredictable akan menanggung resiko tidak dapat membayar beban bunga pada tahun atau keadaan yang buruk (Rakhmawati, 2008).
Tabel 1.1. Perbandingan Kebijakan Hutang (DER) dan Profitabilitas (ROA)
Kode Perusahaan
DER ROA PT Akasha Wira
DER
ROA
60.21 8.18 46.25 21.42 International Tbk (ADES)
PT Indofood Sukses
41.01 9.36 42.44 8.21 Makmur Tbk (INDF)
63.30 7.33 63.04 8.94 (MYOR) Sumber : diolah Berdasarkan tabel 1, ADES, INDF dan MYOR memiliki DER yang lebih
PT Mayora Indah Tbk
tinggi dari pada ROA. Ini memperlihatkan bahwa perusahaan lebih cenderung
6 Rona Mersi Narita, “Analisis Kebijakan Hutang,” Accounting Analysis Journal, Vol. 1, No. 2, 6 Rona Mersi Narita, “Analisis Kebijakan Hutang,” Accounting Analysis Journal, Vol. 1, No. 2,
Hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang masih memperlihatkan hasil yang tidak konsisten. Menurut Sayilgan et.al (2006); Joni dan Lina (2010) berpengaruh negatif signifikan, sementara menurut Irianto et.al (2008); Ramlall (2009) tidak signifikan.
Ketidak konsistenan hasil penelitian terdahulu untuk variabel likuiditas terhadap kebijakan hutang yaitu antara penelitian yang dilakukan Ramlall (2009); Paydar dan Bardai (2012) yang berpengaruh negatif signifikan, sementara menurut Sabir dan Malik (2012) berpengaruh positif signifikan.
Hasil penelitian tentang pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang memperlihatkan hasil yang tidak konsisten. Menurut Supriyanto dan Falikhatun (2008); Mardinawati berpengaruh positif signifikan, sementara menurut Amirya dan Atmini (2008) negatif.
Hasil penelitian yang tidak konsisten juga ditemukan untuk variabel ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang. Menurut Irianto et.al (2008); Ali (2011) berpengaruh positif, sementara menurut Heyman et.al (2007); Ramlall (2009) berpengaruh negatif.
(November, 2012), Hlm. 2.
Perusahaan food and beverage adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman. Di Indonesia perusahaan makanan dan minuman berkembang pesat, hal ini terlihat dari jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia semakin banyak dari periode ke periode, walaupun ada beberapa perusahaan yang pernah mengalami defisiensi modal untuk sementara karena imbas darim krisis ekonomi. Namun dengan populasi penduduk Indonesia yang cukup banyak akan menjadi konsumen terbesar bagi industri makanan dan minuman, maka industri ini mempunyai prospek yang membaik dimasa sekarang dan akan datang.
Berdasarkan penjelasan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan
manufaktur sektor makanan dan minuman dengan judul: “Pengaruh Kebijakan
Deviden, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas dan Petumbuhan Penjualan Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Makanan dan
Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012 ”.
B. Target Yang Ingin Dicapai
Dengan melaksanakan penelitian ini penulis ingin melihat pengaruh kebijakan deviden, ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas dan petumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012, baik secara simultan maupun parsial. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi manajemen agar berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam mencari sumber dana dan referensi juga bagi Dengan melaksanakan penelitian ini penulis ingin melihat pengaruh kebijakan deviden, ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas dan petumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012, baik secara simultan maupun parsial. Sehingga dapat dijadikan referensi bagi manajemen agar berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam mencari sumber dana dan referensi juga bagi
Penelitian ini juga bermanfaat bagi investor karena dengan mengetahui keterkaitan antar variable yang diteliti ini maka investor dapat lebih berhati-hati dalam memilih perusahaan-perusahaan yang akan menjadi tempat untuk berinvestasi.
BAB II PERUMUSAN MASALAH
Beberapa hal yang ingin penulis teliti adalah mengenai :
1. Pengaruh kebijakan deviden, ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas dan pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang secara simultan pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
2. Pengaruh kebijakan deviden terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
3. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
4. Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
5. Pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
6. Pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
A. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan fenomena yang terjadi di lapangan, penulis hanya akan meneliti variabel Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan fenomena yang terjadi di lapangan, penulis hanya akan meneliti variabel
Dari semua industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, data yang diambil oleh penulis adalah Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012 .
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ingin penulis teliti adalah :
1. Seberapa besar pengaruh kebijakan deviden, ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas dan pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang secara simultan pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
2. Seberapa besar pengaruh kebijakan deviden terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
3. Seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
4. Seberapa besar pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
5. Seberapa besar pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
6. Seberapa besar pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalh diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kebijakan deviden, ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas dan pertumbuhan penjualan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kebijakan deviden terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012.
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh likuiditas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan sektor makanan dan minuman periode 2009-2012.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Kebijakan Hutang
a. Pecking Order Theory
Secara singkat teori ini menyatakan bahwa (1) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (2) Apabila pendanaan dari luar ( eksternal financing ) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan
(Brealey et all). 7 Menurut Mamduh 8 Teori pecking order menetapkan suatu urutan
keputusan pendanaan dimana para manager pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir. Pertama adalah karena pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru, hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan
7 Brealey et all, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, 2007,Hlm. 25.
sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
b. Trade-off Theory
Menurut Brealey 9 et all Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, risiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang
disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan. Teori ini memperbandingkan manfaat dan biaya atau keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan hutang. Pada teori ini juga dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum, hutang akan lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield. Implikasinya adalah semakin tinggi hutang maka akan semakin tinggi
nilai perusahaan (Mutamimah, 2003) 10 . Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan hutang oleh perusahaan menjadi tidak menarik,
karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun (Kaaro, 2001). 11
8 Mamduh, op-cit. 9 Brealey et all, loc-cit., 24.
10 Mutaminah, Analisis Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Non Finansial yang Go Public Di Pasar Modal Indonesia, Jurnal Bisnis Strategi, Vol. 11, Hlm. 71.
c. Signalling Theory
Signalling Theory adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara- cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur
modal yang normal menurut Brigham dan Houston. 12 Manager dapat menggunakan hutang lebih banyak, sebagai sinyal
yang lebih dapat dipercaya. Hal ini karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Sebagai dasar pertimbangan adalah penambahan hutang menyebabkan keterbatasan arus kas dan meningkatnya biaya-biaya beban keuangan sehingga manager hanya akan menerbitkan hutang baru yang lebih banyak apabila mereka yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya. Dengan demikian
hutang merupakan tanda atau sinyal positif (Ross, 1997). 13
11 Kaaro, Analisis Leverage dan Deviden Dalam Lingkungan Ketidakpastian: Pendekatan Pecking Order Theory dan Balancing Theory, SNA IV, 2001
12 Brigham dan Houston, Dasar-Dasar Managemen keuangan, Edisi 11, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2011, Hlm. 184.
2. Hutang
a. Pengertian hutang
Dalam buku karangan Ghozali dan Chairiri definisi hutang ialah kewajiban yang merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Menurut FASB, hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain
dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu 14 . Menurut Munawir hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain
yang belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. 15
Hutang adalah merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan hutang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan
13 Ross, The Determination of Financial Structure: The Incentive Signaling Approach, Bell Journal of Economics and Management Science 8, 1997, Hlm. 26.
14 Ghozali dan Chairiri, Teori Akuntansi, Edisi ketiga, Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipinegoro, 2007, Hlm. 258.
15 Munawir, Analisa Laporan Keuangan,Edisi Keempat, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2004, Hlm. 18.
dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa. 16
b. Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal
yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Mamduh, 2004). 17 Menurut Mamduh (2004) 18 terdapat beberapa faktor yang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan hutang, antara lain :
1) NDT ( Non- Debt Tax Shield) Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi.
16 Nina Diah Pitaloka, op.cit., Hlm. 23. 17 Mamduh, Manajemen Keuangan Edisi 1, BPFE: Yogyakarta, 2004
2) Struktur Aktiva
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
3) Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.
4) Risiko Bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.
5) Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal.
3. Kebijakan Deviden
Pembayaran deviden merupakan bagian dari monitoring aktivitas perusahaan oleh principal kepada pihak manajemen sebagai agent .
18 Ibid
Perusahaan akan cenderung untuk membayar deviden yang lebih besar jika manajemen memiliki proporsi saham yang lebih rendah (Rozeff, 1982). 19
Pembayaran deviden kepada pemegang saham akan mengurangi sumber- sumber dana yang dikendalikan oleh manajemen. Semakin tinggi deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham maka free cash flow dalam perusahaan semakin kecil. Hal ini mengakibaktkan manajemen harus memikirkan untuk memperoleh sumber dana dari luar yang bisa saja berupa hutang. Dengan demikian akan mengurangi kekuasaan manajemen terhadap pengendalian terhadap perusahaan, karena dengan adanya entitas lain yang memberikan hutang kepada pihak perusahaan maka entitas tersebut juga
berkepentingan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan. 20
4. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah cerminan besar kecilnya perusahaan. Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan, ukuran perusahaan merupakan cerminan dari besar/ kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun menurut
Ugy dan Sujoko (2007). 21 Sedangkan menurut Nisa Fidyati (2003), Ukuran perusahaan secara
langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan.
19 Rozeff, “Growth, Beta and Agency Cost as Determinants of Dividen Payout Ratios,” Journal of Financial Research 5 , 1982, hlm. 249.
20 Ibid
Pada umumnya semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran perusahaan juga dapat dikaitkan
dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. 22 Perusahaan kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan
cenderung kurang menguntungkan sedangkan perusahaan besar dapat mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk
mendapatkan dana atau permodalan (Wahidawati 2001). 23 Menurut Weston dan Brigham (2000), perusahaan-perusahaan besar cenderung lebih mudah
untuk memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuannya mengakses pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa asset bernilai lebih besar dibanding perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar akan cenderung menggunakan dana seiring pertumbuhannya.
5. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Deviden merupakan bagian dari laba bersih yang dicapai perusahaan. Perusahaan akan dapat melakukan pembagian deviden jika perusahaan memperoleh profit. Semakin besar profitabilitas perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk
21 Ugy dan Sujoko, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan, Jurnal Manajemen dan kewirausahaan, 2007, Vol. 9, No. 1, Hlm. 42.
22 Nisa, Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan,” Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, 2003, Vol. 1, No. 1, Hlm. 17.
membayar deviden kepada investor semakin besar. Variabel ini menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi
investor menurut Moh’d et all (1998). 24 Menurut Brigham dan Housten, suatu perusahaan yang memiliki
profitabilitas tetap dan pengeluaran investasi tetap maka perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan menggunakan hutang yang relatif rendah
dan sebaliknya. 25
6. Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek, yaitu hutang-hutang yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Likuiditas sangat mendasar bagi perusahaan. Dalam rutinitas sehari- hari, likuiditas antara lain tercermin dalam bentuk kemampuan perusahaan
dalam membayar kreditor tepat waktu atau membayar gaji tepat waktu. 26
Pengukuran likuiditas biasanya mengaitkan kewajiban jangka pendek dengan asset lancar yang tersedia untuk melunasinya. Lingkup pengukuran bisa seluruh asset lancar atau sebagian asset lancar. Beberapa usulan terbaru
23 Wahidahwati, Pengaruh Kepemilikan Managerial dan Kepemilikan Institusional Pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency, 2001, SNA IV.
24 Moh’d et all, The Impact of Ownership Structure on Corporate Debt Policy: a Time-Series Cross- Sectional Analisys, 1998, Financial review 33, hlm. 90.
25 Brigham dan Houston, op-cit., hlm. 186. 26 Toto, Deteksi Cepat Kondisi Keuangan 7 Analisis Rasio Keuangan, Jakarta: Penerbit PPM, 2008,
hlm. 13.
tentang pengukuran likuiditas, bahkan tidak menggunakan asset lancar sebagai sumbernya, tetapi menggunakan arus kas operasi. Penggunaan arus kas operasi dianggap lebih mengena, walaupun pada kenyataannya pengukuran dengan asset lancar masih sering digunakan karena lebih mudah
menghitungnya. 27
7. Pertumbuhan Penjualan
Menurut Brigham dan Houston, (2001) perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan tingkat stabilitas jumlah penjualan yang dilakukan oleh perusahaan untuk setiap periode tahun buku. Pertumbuhan penjualan merupakan signal bagi kreditur untuk memberikan kredit atau bagi bank sebagai kreditor untuk menambah kredit, sehingga pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan yang tinggi akan lebih menguntungkan jika memakai hutang (Mamduh, 2004). Menurut teori signaling maka pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal.
Sedangkan Weston dan Copeland, (1997) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan merupakan ukuran sampai sejauh mana laba per saham dari suatu perusahaan dapat ditingkatkan oleh leverage. Jika penjualan
27 Ibid.
dan laba setiap tahun meningkat, maka pembiayaan dengan utang dengan beban tetap tertentu akan meningkatkan pendapatan pemilik saham. Perusahaan dengan penjualan cenderung meningkat membutuhkan dana besar untuk meningkatkan kegiatan operasionalnya yang kemungkinan tidak tercukupi dari sumber pendanaan internal , sehingga membutuhkan sumber dana eksternal . Pertumbuhan penjualan merupakan signal pada kreditur untuk memberikan kredit atau bagi bank sebagai kreditor untuk menambah kredit.
8. Hubungan Kebijakan Deviden dan Kebijakan Hutang
Siregar (2005) menemukan bahwa Pecking Order Theory yang diperkenalkan oleh Myer dan Majluf (1984) tigak secara spesifik menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara kebijakan deviden dengan kebijakan hutang perusahaan, namun ia menyatakan bahwa Pecking Order Theory dapat digunakan untuk memprediksi hubungan antara deviden dengan hutang perusahaan dan investasi melalui ketersediaan dana internal. Apabila deviden dibayarkan maka dana internal yang tersedia untuk investasi akan berkurang.
Dalam Siregar (2005) Pecking Order Theory menyimpulkan bahwa pembayaran deviden menyebabkan leverage keuangan meningkat karena dibutuhkan dana eksternal dalam menjalankan investasi. Argumen tersebut diperkuat dengan adanya temuan oleh Siregar (2005) yang mendapatkan hasil bahwa pembayaran deviden berpengaruh terhadap hutang keuangan Dalam Siregar (2005) Pecking Order Theory menyimpulkan bahwa pembayaran deviden menyebabkan leverage keuangan meningkat karena dibutuhkan dana eksternal dalam menjalankan investasi. Argumen tersebut diperkuat dengan adanya temuan oleh Siregar (2005) yang mendapatkan hasil bahwa pembayaran deviden berpengaruh terhadap hutang keuangan
9. Hubungan Ukuran Perusahaan dan Kebijakan Hutang
Perusahaan besar yang memiliki asset lebih banyak dibanding perusahaan kecil tentu dapat lebih mudah mengakses pasar modal. Karena kemudahan tersebut maka berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Hal ini berarti perusahaan besar mudah mendapat- kan sumber dana baik melalui saham ataupun hutang. Penelitian yang dilakukan Homaifar dan Zietz et.al (1994), Lopez dan Francisco (2008) menunjukkan hasil yang seragam dimana ukuran perusahaan berpengaruh secara positif signifikan terhadap tingkat hutang perusahaan.
10. Hubungan Profitabilitas dan Kebijakan Hutang
Dalam Ismiyanti dan Hanafi (2003) pada tingkat profitabilitas yang rendah, perusahaan akan menggunakan hutang untuk membiayai operasional perusahaan, sebaliknya pada tingkat profitabilitas yang tinggi perusahaan mengurangi penggunaan hutang. Hal ini disebabkan karena perusahaan diasumsikan mengalokasikan sebagian besar keuntungan pada laba ditahan sehingga mengandalkan sumber dana internal dan menggunakan hutang dalam tingkat yang rendah, tetapi saat mengalami profitabilitas rendah perusahaan akan menggunakan hutang yang tinggi sebagai sumber dana untuk operasional perusahaan.
11. Hubungan Likuiditas Terhadap Kebijakan Hutang
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk dapat mengembalikan kewajibannya. Likuiditas dapat diukur dengan membagi hutang lancar dengan aktiva lancarnya, atau disebut current ratio (CR). Menurut Ozkan (2001) dalam Mulianti (2010) bahwa perusahaan yang memiliki current ratio tinggi berarti memiliki aktiva lancar yang cukup untuk mengembalikan hutang lancarnya. Jadi semakin likuid suatu perusahaan, berarti mempunyai kemampuan membayar hutang jangka pendek, sehingga cenderung akan menurunkan total hutangnya.
Hal ini sesuai dengan teori pecking order yang menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Penelitian yang dilakukan Ramlall (2009), Paydar dan Bardai (2012) menunjukkan hubungan negatif signifikan antara likuiditas terhadap kebijakan hutang.
12. Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Kebijakan Hutang
Menurut Kaaro (2001), pertumbuhan penjualan mencerminkan tingkat produktivitas terpasang yang siap beroperasi serta kapasitas saat ini yang dapat diserap pasar dan mencerminkan daya saing perusahaan dalam pasar. Jadi, semakin tinggi pertumbuhan perusahaan, maka semakin tinggi pula penerimaan perusahaan.
Perusahaan yang memiliki penerimaan tinggi, berarti memiliki kemampuan pendanaan internal yang tinggi. Sesuai dengan teori pecking orde r, perusahaan akan memilih pendanaan internal terlebih dahulu kemuadian hutang dan saham sebagai pilihan terakhir. Penelitian yang dilakukan oleh Amirya dan Atmini (2008) menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan penjualan negatif terhadap hutang. Berdasarkan kajian teori diatas, penelitian ini mencakup pengamatan terhadap perusahaan yang tergabung dalam industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2012, maka kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
BURSA EFEK INDONESIA
Perusahaan Manufaktur
Perusahaan Food and Beverage Investor Tahun 2009-2012
Annual Report Tahun 2009-2012
Kebijakan Deviden
Ukuran Kebijakan Perusahaan
n penjualan
Analisis Regresi Linear Berganda
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data di Bursa Efek Indonesia, Jalan Jendral Sudirman, Kav 52-53, Jakarta Selatan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Maret 2014 sampai dengan selesai.
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dimana data yang didapat secara tidak langsung dari perusahaan, melainkan diperoleh data yang diolah dan telah dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012 dengan melihat laporan keuangan perusahaan.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini menggunakan data sekunder berasal dari Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012 melalui internet www.idx.co.id , Indonesian Capital Market Directory (ICMD), media internet dan buku-buku penunjang lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar didalam Bursa Efek Indonesia perusahaan Manufaktur kategori makanan dan minuman selama periode penelitian 2009-2012 yang berjumlah 76 perusahaan. Dengan rincian: 18 perusahaan pada tahun 2009, 19 perusahaan pada tahun 2010, 19 perusahaan pada tahun 2011, dan 20 perusahaan pada tahun 2012.
2. Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling , yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu yang dikehendaki. 28 Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan yang terdaftar berturut-turut di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2009-2012.
b. Perusahaan mengeluarkan laporan keuangan tahunan yang berakhir tanggal 31 Desember mulai tahun 2009 sampai dengan 31 Desember 2012.
c. Perusahaan yang digunakan dalam penelitian merupakan perusahaan yang
masuk kategori industri manufaktur sector makanan dan minuman. Terdapat 15 sampel dari total 20 perusahaan yang terdaftar di Bursa efek Indonesia periode 2009-2012, sebagai berikut:
1) PT Akasha Wira International Tbk. (ADES)
2) PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA)
3) PT Cahaya Kalbar Tbk. (CEKA)
4) PT Delta Djakarta Tbk. (DLTA)
5) PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST)
6) PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF)
7) PT Mayora Indah Tbk. (MYOR)
8) PT Prasidha Aneka Niaga Tbk. (PSDN)
9) PT Pioneerindo Gourment International Tbk. (PTSP)
10) PT Sierad Produce Tbk. (SIPD)
11) PT Sekar Laut Tbk. (SKLT)
12) PT Sinar Mas Agro Resources And Technology (SMART) Tbk. (SMAR)
13) PT Siantar Top Tbk. (STTP)
14) PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA)
15) PT Ultrajaya Milk Industry And Trading Company Tbk. (ULTJ)
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan dan penelitian lapangan.
1. Studi Kepustakaan Penelitian dilakukan dengan cara membaca dan menelaah berbagai literature yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Penelitian kepustakaan ini
28 Suryono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kesebelas, Bandung: CV Alfabeta, 2008, Hlm. 122.
dilakukan dalam rangka memperoleh data sekunder yang sifatnya teoritis dan digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan nanti.
2. Penelitian Lapangan Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi terhadap laporan keuangan yang disediakan oleh perusahaan itu sendiri yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia.
E. Metode Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran data yang sebagaimana adanya tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan berlaku umum. 29 Metode analisis deskriptif merupakan analisa yang bersifat uraian
berdasarkan kondisi datanya. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor dari masing-masing variabel yang mempengaruhi kebijakan hutang. 30
2. Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas Uji normalitas data digunakan untuk pengujian data variabel independen dan data variabel dependen pada suatu persamaan regresi yang
29 Sugiyono, Statistika Untuk penelitian, Bandung: CV Alfabeta, 2006, Hlm. 21 29 Sugiyono, Statistika Untuk penelitian, Bandung: CV Alfabeta, 2006, Hlm. 21
Plot. 31 Didalam penelitian ini penggunaan analisis regresi linear berganda
sesuai dikarenakan jumlah variabel independen yang digunakan lebih dari dua. 32 Dasar dalam pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
1) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak searah garis diagonal, maka model regresi itu tidak memenuhi standar asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan searah garis diagonal, maka model regresi itu memenuhi standar asumsi normalitas.
b) Multikolinearitas Menurut Imam Ghozali uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel besas (independent variable) . Suatu model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas 33 (independent variable) .
Untuk mendeteksi terjadi atau tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam suatu model regresi adalah sebagai berikut:
30 Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang: Universitas Diponegoro, 2007, Hlm. 19.
31 Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, Yogyakarta: Media Pressindo, 2009, Hlm. 84. 32 Ibid, Hlm. 89. 33 Ghozali, op-cit., Hlm. 95
1) Multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance dan variance inflation factor (VIF). Pada umumnya nilai cutoff yang digunakan untuk menunjukkan ada atau tidaknya multikolinearitas adalah nilai
Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan dengan nilai VIF ≥ 10. 34 Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dengan membuat
hipotesis: Tolerance ≤ 0,10 atau VIF ≥ 10: terjadi multikolinearitas Tolerance ≥ 0,10 atau VIF ≤ 10: tidak terjadi multikolinearitas
c) Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 sebelumnya. 35
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi. Jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi
tidak layak sebagai suatu prediksi. 36 Ukuran yang dijadikan dalam menentukan ada atau tidaknya masalah
autokorelasi adalah Uji Durbin Watson (DW) 37 , dengan ketentuan sebagai berikut:
34 Ghozali, op-cit., Hlm. 96. 35 Ibid, Hlm. 99. 36 Sunyoto, op-cit., 91. 37 Ibid
1) Tidak terjadi autokorelasi apabila nilai DW berada diantara -2 dan +2a atau -2 < DW < +2.
2) Terjadi autokorelasi positif apabila nilai DW dibawah -2 (DW < -2).
3) Terjadi autokorelasi negative apabila nilai DW diatas +2 (DW > +2).
d) Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas menguji apakah terjadi ketidaksamaan variance dan residual dalam model regresi pada suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. Pengujian heterokedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan grafik melalui program SPSS. Dasar
analisis sebagai berikut: 38
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
3. Regresi Linear Berganda
Untuk menguji hubungan antara variabel independen dengan kebijakan hutang menggunakan regresi linear berganda. Persamaan sistematis sebagai berikut:
DER = DPR + ROA + CR + SIZE + b5GS + e Ket: DER = Kebijakan Hutang
DPR = Kebijakan Deviden ROA = Profitabilitas CR
= Likuiditas SIZE = Ukuran Perusahaan GS
= Pertumbuhan Penjualan
e = error Dalam penelitiaan ini penulis menyajikan statistik deskriptif yang mencakup jumlah observasi, nilai minimum, nilai maksimum dan rata-rata variabel yang digunakan dalam penelitian.
4. Koefisien Determinasi ( )
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain.
38 Ghozali, op.cit, Hlm. 125.
Koefisien determinasi akan menunjukkan seberapa baik keseluruhan model regresi dalam menerangkan perubahan dalam nilai variabel yang dependen. Jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model menjadi kelemahan yang mendasar pada koefisien determinasi. Penelitian ini menggunakan
berkisar antara nol dan satu. Jika nilai makin mendekati satu maka semakin baik kemampuan model tersebut dalam menjelaskan
variabel dependen dan sebaliknya.
5. Uji Hipotesis
a. Uji F Uji F bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama atau simultan. Berdasarkan dasar signifikansi adalah sebagai berikut:
1) Jika f-statistik signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
2) Jika f-statistik signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
b. Uji T Uji T bertujuan untuk menguji secara parsial atau individu dari masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan dasar signifikansi adalah sebagai berikut:
1) Jika t-statistik signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
2) Jika t-statistik signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
F. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini mengikuti studi yang telah dilakukan sebelumnya dengan mengukur variabel dependen dan independen.
1. Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Perhitungan sistematis kebijakan hutang adalah sebagai berikut:
Kebijakan Hutang (DER) =
2. Kebijakan Deviden
Kebijakan deviden ( dividend payout ratio ) adalah merupakan persentase dari laba bersih yang akan diabayarkan sebagai deviden tunai kepada para pemegang saham. Perhitungan sistematis kebijakan deviden adalah sebagai berikut:
Kebijakan Deviden (DPR) =
3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan dari besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan dari besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada
Ukuran Perusahaan (Size) = LnTA (total asset)
4. Profitabilitas
Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba memalalui semua kegiatan operasional perusahaan. Beberapa jenis rasio profitabilitas ini dapat dikemukakan sebagai
berikut: 39
a. Margin Laba (Profit Margin) Profit Margin menunjukkan seberapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh oleh setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi.
Margin Laba ( Profit Margin )=
b. Return on Total Asset Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva.
Return on Total Asset = Return on Total Asset =
dari modal pemilik. Return on Investment (Equity) =
5. Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya, yaitu hutang-hutang yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Perhitungan sistematis likuiditas adalah sebagai berikut: 40
Likuiditas (CR) =
6. Pertumbuhan Penjualan
Growth Sales (GS) dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan prosentase kenaikan atau penurunan penjualan dari suatu periode ke periode berikutnya harahap (2007) mengacu pada penelitian yang dilakukan arif susetyo (2006).
Pertumbuhan Penjualan GS = penjualan t – penjualan t-1 Penjualan t-1
39 Sofyan, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, 2007, Jakarta: PT RajaGrafindo persada, Hlm. 304. 40 Sofyan, loc-cit., Hlm. 301.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengeluarkan laporan keuangan tahunan yang berakhir 31 Desember pada tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yang berarti teknik pengambilan sampel dengan memakai pertimbangan atau kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: