Penggunaan Bahasa Indonesia di Jejaring (1)

Penggunaan Bahasa Indonesia di Jejaring Sosial Kurang
Mendidik
Saya sebagai kontra tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Alasannya penggunaan bahasa
Indonesia di jejaring sosial justru mempermudah komunikasi. Mayoritas remaja yang
menganggap bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD terlalu kaku dan terlalu banyak aturan.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit untuk digunakan baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan dan faktanya Bahasa Indonesia merupakan bahasa ke-3
tersulit di Asia.
Bahasa yang di gunakan di jejaring sosial merupakan salah satu kreatifitas kalangan remaja
dalam mengekspresikan dirinya melalui bahasa, dan itu bukan merupakan sebuah masalah jika
diposisikan pada tempat yang sesuai dan proporsi yang tepat dengan memperhatikan kondisi,
kapan dan dengan siapa mereka berbicara. Bahasa yang sering digolongkan oleh para ahli ke
dalam ragam bahasa tidak resmi atau slang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed. IV, 2008) mendefinisikannya sebagai “ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman,
dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud
agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti."
Bahasa yang digunakan di jejaring sosial yang semakin marak merupakan realitas akibat
dinamika peradaban manusia. Bahasa di jejaring sosial merupakan pola bahasa peralihan dari
bahasa lisan ke bahasa tulisan. Tidak ada yang salah dalam bahasa di jejaring sosial karena
dinamika peradaban manusia, budaya, dan lingkungan/demografis adalah factor-faktor yang
mempengaruhi pola berbahasa seseorang.
Disisi lain terdapat motivator-motivator yang aktiv di jejaring sosial yang menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar.
Jadi, menurut saya tidak semua penggunaan Bahasa Indonesia di jejaring sosial kurang
mendidik. Suatu hal yang harus tetap disepaki adalah penggunaan bahasa Indonesia yang
bercampur kode dengan bahasa gaul, dunia maya, alay, ataupun bahasa daerah selagi tidak
dipakai dalam situasi formal tidak lah perlu dirisaukan (Nababan 1993)