Makalah Agama Islam klmpk 9

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ZAKAT

DISUSUN OLEH :
1. Lusi Annisa L 13102049
2. Annisa sabrina 13102037

Prodi : S1 Teknik Informatika B
Dosen Pengampu : Achmad Farisi Aziz, S.Ag.,M.pd.I

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM
JL. D. I. PANJAITAN 128 PURWOKERTO
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam dibangun di atas lima landasan: Syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
Muhamad utusan Alah, menegakan sholat, menunaikan zakat, puasa ramadhon dan
haji." (QS: Bukhori, Muslim). 1[1]

Ini menunjukkan bahwa zakat merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam.
Bahkan pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq orang-orang yang enggan berzakat
diperangi sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban berzakat sama dengan
kewajiban mendirikan sholat.. [2]
Kewajiban zakat atas muslim adalah di antara kebaikan Islam yang menonjol dan
perhatianya terhadap urusan para pemeluknya, hal itu karena begitu banyak manfaat
zakat dan betapa besar kebutuhan orang-orang fakir kepada zakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka pembahasan makalah ini akan difokuskan pada
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian zakat ?
2. Mengapa zakat sebagai solidiritas sosial ?
3. Bagaimana filosofi zakat bagi kehidupan ?
4. Siapa saja penerima zakat ?
1.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembahasan pada makalah ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui dan memahami pengertian zakat.
2. Mengetahui filosofi zakat bagi kehidupan.

3. Mengetahui dan memahami zakat sebagai solidaritaas sosial .

4. Mengetahui penerima zakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Zakat

2.1.1 Pengertian

Zakat

Istilah zakat berasal dari kata Arab yang berarti suci atau kesucian, atau arti lain yaitu
keberkahan. Menurut istilah Agama Islam zakat adalah ukuran/kadar harta tertentu yang
harus dikeluarkan oleh pemiliknya untuk diserahkan kepada golongan/orang-orang yang
berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Jadii seorang muslim yang telah memiliki
harta dengan jumlah tertentu (nisab) sesuai dengan ketentuan dan waktu tertentu (haul) yaitu
satu tahun, wajib mengeluarkan zakatnya. Oleh sebab itu Hukum dari melaksanakan zakat
adalah Fardhu Ain (wajib bagi setiap orang) bagi oarang yang mampu.
Adapun Tujuan zakat adalah sebagaimana firman Allah dalam surat at- Taubah ayat 103 :

(ٌْ ‫تهز ِك ْي ِ ْمٌ هه ٌْم تهط ِ هرٌ صدق ٌ ا ْموا ِل ِ ْمٌ مِ ْنٌ هخ‬

ٌِ ‫ص‬
‫ل ِب‬

ٌ‫له لّ ه ٌْم س نٌ ص وتكٌ اِ ٌّ ع ْي ِ ْم‬
ٌ

ٌ‫ع ِيْمٌ سمِ يْع‬

)١ ٣: ‫التوب‬

Artinya :
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi
mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Jadi tujuan Allah memerintahkan umat Islam untuk membayar zakat adalah agar harta yang
dimilikinya menjadi bersih dan suci. Karena kalau tidak dibayarkan zakatnya, harta yang
dimiliki menjadi kotor dan haram karena tercampur hak orang lain yang dititipkan kepada
orang yang berhak mengeluarkan zakat.


Allah berfirman dalam surah az-Zariyat ( Q.S. 51 ) ayat 19 :
(١٩ٌ:‫فِ ْيٌا ْموا ِل ِ ْمٌح ّقٌ ِل سّآئٌِ ِلٌ ْالمحْ هر ْ ِ ٌ)ال ا يت‬
Artinya :

Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin
yang tidak meminta.ٌ (Q.S. Az-Zariyat )

2.1.2 Filosofi zakat bagi kehidupan
Secara bahasa, zakat dapat diartikan sebagai thaharah (kesucian), shadaqah (empati), nabaat
(tumbuhan), numuwwah atau ziyadah (kesuburan, pertumbuhan, perkembangan atau pertambahan),
dan thayyibaat (kebaikan-kebaikan).ٌSedangkanٌsecaraٌsyar’ieٌbisaٌkitaٌtengokٌpengertianٌzakatٌituٌ
dari kitab-kitab fiqh klasik karangan ulama-ulama terdahulu (salafiyyun) semisal matan taqrib, fathul
qarib, kifayah, dll.

zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam. Perintah zakat merupakan salah satu
yang paling sering disebut di dalam al-Qur’an.ٌBiasanyaٌperintahٌzakatٌituٌselaluٌdigandengٌ
dengan perintah shalat, “…aqiimush sholaata wa-aatuz zakaata…” (…dirikanlahٌshalatٌdanٌ
tunaikanlahٌzakat…).ٌ
Di dalam pembahasan fiqih di kitab-kitab klasik, zakat dibahas begitu panjang lebar, baik

syarat-syaratnya, kategorisasinya, subyek yang berzakat serta pihak-pihak yang dizakati
(mustahiqqiin). Ia menempati prioritas bahasan yang lumayan serius. Karena begitulah yang
juga tertulis di dalam al-Qur’an,ٌbahwaٌzakatٌmerupakanٌrealitasٌkebajikanٌsosialٌsekaligusٌ
kesalehan individual. Saya tidak sebutkan dalil-dalil al-Qur’anٌdanٌal-Hadits yang panjang
dan banyak itu tentang perintah dan kewajiban zakat.
Kategorisasi zakat yang sedemikian ketat bagi orang Islam yang mukallaf (subyek hukum
penuh) hampir mirip dengan kewajiban pajak dalam sebuah negara. Jika ada istilah PTKP
(Pendapatan Tidak Kena Pajak) pada kewajiban pajak dalam sebuah Negara, maka di dalam
zakat ada istilah nishab (batas minimal harta yang kena zakat). Bahkan ada batas minimal
waktu kepemilikan harta yang terkena zakat, yakni haul (satu tahun penyimpanan). Begitu
teknis managemen pemungutan zakat itu sehingga dapat disimpulkan bahwa zakat
merupakan realitas dari prinsip-prinsip keislaman yang dapat membentuk jiwa sosialis.
Karenanya, nilai aqidah seseorang dapat diukur dari caranya mengapresiasi perintah zakat ini.
Selain itu, komitmen keislaman dan keimanan seseorang dapat dikatakan sia-sia atau gugur
dengan sendirinya tanpa diiringi dengan praktek berzakat. Bahkan sayyidina Umar ra. pernah
memerintahkan untuk membakar rumah orang Islam yang menolak perintah zakat. Begitu
seriusnya perintah zakat itu diperhatikan sehingga ia menjadi syarat keislaman dan keimanan
seseorang. Dari situ dapat disimpulkan bahwa beraqidah Islam sama dengan berkomitmen
pada zakat. Menolak berzakat atau bersiasat supaya terhindar dari zakat berarti menolak
aqidah Islam.

Namun demikian, tak banyak dibahas tentang filosofi zakat. Karena itu, kewajiban zakat
menjadi kurang begitu diperhatikan oleh orang Islam, atau setidaknya banyak yang bersiasat
agar dirinya terhindar dari zakat. Hitung-hitungan jumlah harta yang terkena zakat menjadi
sering dipermainkan, baik secara nishab maupun haul. Pada prakteknya, jiwa sosialisme tidak

terbentuk sama sekali oleh perintah zakat. Belum lagi ketika dalam praktek pembagian zakat
itu seringkali diembel-embeliٌdenganٌ“pesanٌsponsor”.ٌWalhasil,ٌpraktekٌzakatٌmenjadiٌsamaٌ
dengan promosi produk dagang atau kampanye parpol. Seorang yang berzakat jadi mirip
seorang salesman atau mirip caleg parpol yang sedang kampanye.
Ada beberapa kategorisasi praktek memberi dalam Islam seperti zakat ini, yakni infaq, shadaqah,
fidyah, hadiyah, dll. Masing-masing punya persyaratan tersendiri. Singkatnya, bahwa praktek
memberi yang dapat membangkitkan jiwa welas asih dan kedermawanan begitu sangat
diperhatikan dalam aqidah Islam.

2.1.3 Sebagai wujud solidaritas sosial
zakat yang merupakan ajaran Islam dalam rangka pemberdayaan umat. Kementerian
Agama Kota Banjarmasin yang dalam hal ini Seksi Bimbingan Masyarakat Islam laksanakan
Pembinaan Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) Se-Kota Banjarmasin yang diikuti oleh 80 orang
peserta, Kamis (24/10). Perwakilan dari Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) SKPD dilingkungan
Pemerintah Kota Banjarmasin dan Instansi-instansi lainnya Se-Kota Banjarmasin.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banjarmasin DR. H. Ahmadi H. Syukran Nafis,
MMٌmembukaٌkegiatanٌiniٌsecaraٌresmi.ٌ“Sayaٌ silaturrahmi dan juga menambah ilmu
pengetahuan khususnya kepada pengelola ataupun para unit pengumpul zakat, kita tahu zakat
yang merupakan salah satu rukun Islam memiliki makna strategis dalam kehidupan sosial
umat. Menunaikan zakat selain sebagai implementasi kewajiban seorang muslim, juga
merupakan wujud solidaritas sosial terhadap sesama umat Islam. Dalam kehidupan
keseharian kita dihadapkan pada realitas sosial ekonomi umat yang masih memerlukan
perhatian dan solusi, sebagai akibat dari krisis multi dimensi yang dialami bangsa kita dalam
tahun-tahun belakangan ini. Namun yang menjadi masalah selama ini antara lain adalah
masalah pengelolaan zakat yang belum dilakukan secara profesional sehingga pengumpulan
dan penyaluran zakat menjadi kurang terarah, disamping itu masih rendahnya pemahaman
masyarakatٌterhadapٌpermasalahanٌzakatٌterutamaٌmasalahٌaktualٌdanٌkontemporer”,ٌungkapٌ
beliau.

Sementara itu pada bagian lain beliau menegaskan Lembaga Amil Zakat
lebihٌprofesional,ٌamanahٌdanٌmandiriٌperluٌterusٌdigalakkan.ٌ“Bahwaٌdenganٌ
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada sosialisasi sadar zakat dan yang
menjadikan Badan atau Lembaga Amil Zakat lebih profesional, amanah dan
mandiri perlu terus digalakkan. Selain itu juga harus ditumbuhkan.
2.1.4 . Penerima


zakat

Golongan yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan yang telah ditegaskan dalam Al
Qur’anٌAlٌKarimٌpadaٌayatٌberikut,

ٌ‫ين‬
ِ ‫ْالمس ِك‬

ٌ‫ْالع ِم ِين‬

‫ع ْي‬

ٌِ ‫ْال هم ّل‬

ٌ‫قه هوبه ه ْم‬

‫فِي‬

ٌِ ‫الرق‬

ِ ٌ‫ْالغ ِ ِمين‬

‫صدق هٌ ِنّم‬
ٌِ ‫ِل ْ هقر‬
ّ ‫اء ال‬

ّ ٌ‫س ِبي ِلٌ اب ِْن‬
‫اٌَِ س ِبي ِلٌ فِي‬
ّ ‫ال‬

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang
miskin, [3] amil zakat, [4] para mu'allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan)
budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan.”ٌ
(Qs. AtٌTaubah:ٌ60)ٌAyatٌiniٌdenganٌjelasٌmenggunakanٌkataٌ“innama”,ٌiniٌmenunjukkanٌ
bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.[1]
1. Golongan pertama dan kedua: fakir dan miskin.
Fakir dan miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi
kebutuhan mereka.
Para ulama berselisih pendapat manakah yang kondisinya lebih susah antara fakir dan

miskin. UlamaٌSyafi’iyahٌdanٌHambaliٌberpendapatٌbahwaٌfakirٌituٌlebihٌsusahٌdariٌmiskin.ٌ
Alasan mereka karena dalam ayat ini, Allah menyebut fakir lebih dulu baru miskin. Ulama
lainnya berpendapat miskin lebih parah dari fakir.[2]
AdapunٌbatasanٌdikatakanٌfakirٌmenurutٌulamaٌSyafi’iyahٌdanٌMalikiyahٌadalahٌorangٌ
yang tidak punya harta dan usaha yang dapat memenuhi kebutuhannya. Seperti
kebutuhannya, misal sepuluh ribu rupiah tiap harinya, namun ia sama sekali tidak bisa
memenuhi kebutuhan tersebut atau ia hanya dapat memenuhi kebutuhannya kurang dari
separuh. Sedangkan miskin adalah orang yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih
dari separuh kebutuhannya, namun tidak bisa memenuhi seluruhnya.[3]
a.kadar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin
Besar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin adalah sebesar kebutuhan yang
mencukupi kebutuhan mereka dan orang yang mereka tanggung dalam setahun dan tidak
boleh ditambah lebih daripada itu. Yang jadi patokan di sini adalah satu tahun karena
umumnya zakat dikeluarkan setiap tahun. Alasan lainnya adalah bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyimpan kebutuhan makanan keluarga beliau untuk
setahun. Barangkali pula jumlah yang diberikan bisa mencapai ukuran nishob zakat.
Jika fakir dan miskin memiliki harta yang mencukupi sebagian kebutuhannya namun belum
seluruhnya terpenuhi, maka ia bisa mendapat jatah zakat untuk memenuhi kebutuhannya
yang kurang dalam setahun.[9]
2. Golongan ketiga: amil zakat.

Untuk amil zakat, tidak disyaratkan termasuk miskin. Karena amil zakat mendapat bagian
zakat disebabkan pekerjaannya. Dalam sebuah hadits disebutkan,

ْ ‫ٌٌال ِم ْس ِ ينه ٌٌٌفأ ْهداه‬
ْ ‫ِل ْغنِ ِى‬
ٌٌٌٌ ِ ‫ٌٌم ْس ِ ين ٌٌج ٌٌلههٌك ٌٌ ِلر هجل ٌٌأ ْ ٌٌ ِب ٌم ِل ِهٌا ْشتراه ٌٌ ِلر هجل ٌٌأ ْ ٌٌ ِلغ‬
ِ ‫ص ِد‬
‫ين ٌٌع ىٌٌفت ه ه‬
ِ ِ ‫ٌٌال ِم ْس‬
ّ
‫ه‬
ّ
ّ ْ ‫أ ْ ٌٌع ْي ٌٌ ِلع ِملٌٌٌأ‬
ٌ ِ ٌٌ ‫ٌٌاٌَِسبِي ِلٌفِىٌٌ ِلغ ٌٌ ِل ْمس‬
ٌ‫ٌتح ل‬
ِ ‫صدق‬
ّ ‫لٌ ِلغنِىٌال‬
“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di
jalan Allah, atau amil zakat, atau orang yang terlilit hutang, atau seseorang yang
membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga miskin kemudian orang
miskin tersebut diberi zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.”[10]
Ulamaٌ Syafi’iyahٌ danٌ Hanafiyahٌ mengatakan bahwa imam (penguasa) akan memberikan
pada amil zakat upah yang jelas, boleh jadi dilihat dari lamanya ia bekerja atau dilihat dari
pekerjaan yang ia lakukan.[11]
b. Siapakah Amil Zakat?
SayidٌSabiqٌmengatakan,ٌ“Amilٌzakatٌadalahٌorang-orang yang diangkat oleh penguasa atau
wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil
zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan
juruٌtulisٌyangٌbekerjaٌdiٌkantorٌamilٌzakat.”[12]
‘AdilٌbinٌYusufٌalٌ‘Azaziٌberkata,ٌ“Yangٌdimaksud dengan amil zakat adalah para petugas
yang dikirim oleh penguasa untuk mengunpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban
membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat
serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang
berhak menerimanya. Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka
adalah orang-orangٌyangٌkaya.”[13]
SyeikhٌMuhammadٌbinٌSholihٌAlٌ‘Utsaiminٌmengatakan,ٌ“Golonganٌketigaٌyangٌberhakٌ
mendapatkan zakat adalah amil zakat. Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh
penguasa untuk mengambil zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikannya
lalu menjaga dan mendistribusikannya. Mereka diberi zakat sesuai dengan kadar kerja
mereka meski mereka sebenarnya adalah orang-orang yang kaya. Sedangkan orang biasa
yang menjadi wakil orang yang berzakat untuk mendistribusikan zakatnya bukanlah termasuk
amil zakat. Sehingga mereka tidak berhak mendapatkan harta zakat sedikitpun disebabkan
status mereka sebagai wakil. Akan tetapi jika mereka dengan penuh kerelaan hati
mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan penuh amanah
dan kesungguhan maka mereka turut mendapatkan pahala. Namun jika mereka meminta upah
karena telah mendistribusikan zakat maka orang yang berzakat berkewajiban memberinya
upahٌdariٌhartanyaٌyangٌlainٌbukanٌdariٌzakat.”[14]
Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa syarat agar bisa disebut sebagai amil zakat adalah
diangkat dan diberi otoritas oleh penguasa muslim untuk mengambil zakat dan
mendistribusikannya sehingga panitia-panitia zakat yang ada di berbagai masjid serta orangorangٌyangٌmengangkatٌdirinyaٌsebagaiٌamilٌbukanlahٌamilٌsecaraٌsyar’i. Hal ini sesuai
dengan istilah amil karena yang disebut amil adalah pekerja yang dipekerjakan oleh pihak
tertentu.
Memiliki otoritas untuk mengambil dan mengumpulkan zakat adalah sebuah keniscayaan
bagi amil karena amil memiliki kewajiban untuk mengambil zakat secara paksa dari orangorang yang menolak untuk membayar zakat.

3. Golongan keempat: orang yang ingin dilembutkan hatinya
Orang yang ingin dilembutkan hatinya. Bisa jadi golongan ini adalah muslim dan kafir.
Contoh dari kalangan muslim:
1. Orang yang lemah imannya namun ditaati kaumnya. Ia diberi zakat untuk menguatkan
imannya.
2. Pemimpin di kaumnya, lantas masuk Islam. Ia diberi zakat untuk mendorong orang
kafir semisalnya agar tertarik pula untuk masuk Islam.
Contoh dari kalangan kafir:
a. Orang kafir yang sedang tertarik pada Islam. Ia diberi zakat supaya condong untuk
masuk Islam.
b. Orang kafir yang ditakutkan akan bahayanya. Ia diberikan zakat agar menahan diri
dari mengganggu kaum muslimin.[15]
4. Golongan kelima: pembebasan budak.
Pembebasan budak yang termasuk di sini adalah: (1) pembebasan budak mukatab, yaitu yang
berjanji pada tuannya ingin merdeka dengan melunasi pembayaran tertentu, (2) pembebasan
budak muslim, (3) pembebasan tawanan muslim yang ada di tangan orang kafir.[16]
5. Golongan keenam: orang yang terlilit utang.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah:
Pertama: Orang yang terlilit utang demi kemaslahatan dirinya.
Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1.
2.
3.
4.
5.

Yang berutang adalah seorang muslim.
Bukan termasuk ahlu bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Bukan orang yang bersengaja berutang untuk mendapatkan zakat.
Utang tersebut membuat ia dipenjara.
Utang tersebut mesti dilunasi saat itu juga, bukan utang yang masih tertunda untuk
dilunasi beberapa tahun lagi kecuali jika utang tersebut mesti dilunasi di tahun itu,
maka ia diberikan zakat.
6. Bukan orang yang masih memiliki harta simpanan (seperti rumah) untuk melunasi
utangnya.
Kedua: Orang yang terlilit utang karena untuk memperbaiki hubungan orang lain. Artinya, ia
berutang bukan untuk kepentingan dirinya, namun untuk kepentingan orang lain. Dalil dari
hal ini sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ْ ‫تحٌّل‬
ٌّ ِ ٌ ‫ٌالمسْأل‬
ِ ‫ث ه ّمٌيه ْم ِس يه ِ ي حٌتّى ِ ي فسأ ٌق ْو ٌبيْنبِحم ل تح ّم ِثلث ِ ِلثلث ّل‬

Sesungguhnya permintaan itu tidak halal kecuali bagi tiga orang; yaitu orang lakilaki yang mempunyai tanggungan bagi kaumnya, lalu ia meminta-minta hingga ia dapat
menyelesaikan tanggungannya, setelah itu ia berhenti (untuk meminta-minta).”[17]
Ketiga: Orang yang berutang karena sebab dhoman (menanggung sebagai jaminan utang
orang lain). Namun di sini disyaratkan orang yang menjamin utang dan yang dijamin utang
sama-sama orang yang sulit dalam melunasi utang.[18]
7. Golongan ketujuh: di jalan Allah.
Yang termasuk di sini adalah:
Pertama: Berperang di jalan Allah.
Menurut mayoritas ulama, tidak disyaratkan miskin. Orang kaya pun bisa diberi zakat dalam
hal ini. Karena orang yang berperang di jalan Allah tidak berjuang untuk kemaslahatan
dirinya saja, namun juga untuk kemaslahatan seluruh kaum muslimin. Sehingga tidak perlu
disyaratkan fakir atau miskin.
Kedua: Untuk kemaslahatan perang.
Seperti untuk pembangunan benteng pertahanan, penyediaan kendaraan perang, penyediaan
persenjataan, pemberian upah pada mata-mata baik muslim atau kafir yang bertugas untuk
memata-matai musuh.[19]
8. Golongan kedelapan: ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal di
perjalanan.
Yang dimaksud di sini adalah orang asing yang tidak dapat kembali ke negerinya. Ia diberi
zakat agar ia dapat melanjutkan perjalanan ke negerinya. Namun ibnu sabil tidaklah diberi
zakat kecuali bila memenuhi syarat: (1) muslim dan bukan termasuk ahlul bait (keluarga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam), (2) tidak memiliki harta pada saat itu sebagai biaya untuk
kembali ke negerinya walaupun di negerinya dia adalah orang yang berkecukupan, (3) safar
yang dilakukan bukanlah safar maksiat.[20]

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zakat dibagi menjadi 2, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah merupakan zakat
yang dikeluarkan umat Islam pada sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal
untuk mensucikan jiwa. Sedangkan zakat mal adalah zakat harta yang dimiliki seseorang
karena sudah mencapai nisabnya.
Hukum mengeluarkan zakat adalah wajib.
Yang dibayarkan zakat fitrah yaitu berupa makanan pokok sebesar 3,1 liter atau 2,5 kg
atau bisa juga dibayarkan dengan uang senilai makanan pokok yang harus dibayarkan.
Sedangkan yang dibayarkan zakat mal berupa binatang ternak, emas dan perak, biji-bijian
dan buah-buahan, rikaz, dan hasil tambang.
Syarat wajib zakat fitrah adalah beragama Islam, lahir dan hidup sebelum terbenam
matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan, dan mempunyai persediaan makanan untuk
dirinya sendiri dan yang wajib dinafkahi, baik manusia atau binatang, pada malam hari raya
dan siang harinya. Dan syarat wajib zakat mal adalah Islam, merdeka, hak milik sempurna,
sampai nisab, dan masa memiliki sampai satu tahun.
Zakat mal waktunya tidak ditentukan, sedangkan zakat fitrah dibagi menjadi 5, yaitu
waktu mubah, wajib, sunah, makruh dan waktu haram.
Orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir, orang miskin, amil,
muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan yang
tidak berhak menerima zakat yaitu orang kafir, orang atheis, keluarga Bani Hasyim dan Bani
Muttalib, dan ayah, anak, kakek, nenek, ibu, cucu, dan isteri yang menjadi tanggungan orang
yang berzakat.
Manfaat zakat dalam kehiupan adalah menolong orang yang lemah dan menderita(jika
zakat fitrah, pada saat Idul Fitri), agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah

dan terhadap makhluk-Nya, membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela serta
mendidik diri agar memiliki sifat mulia dan pemurah, ungkapan rasa syukur kepada Allah
atas rizki yang telah diberikan kepada kita, menjaga kejahatan-kejahatan yang dimungkinkan
timbul dari si miskin, mendekatkan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara si
kaya dan si miskin, dan menggapai berkah, tambahan dan ganti dari Allah SWT.

3.2 Saran
A. Sebaiknya kita menunaikan ibadah zakat untuk menyempurnakan rukun Islam kita.
B. Kita harus membayar zakat agar kita dapat menolong orang yang lemah dan menderita.
C. Kita harus membayar zakat di waktu dan orang yang tepat.

DAFTAR PUSAKA
Aunullah, Indi. 2008. Ensiklopedi Fikih untuk Remaja Jilid 2. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani.
Bahreisj, Hussein. 1980. 450 Masalah Agama Islam. Surabaya : Al Ikhlas.
Djazuli, A. 2003. Fiqh Siyâsah : Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah.
Jakarta : Kencana.
Hasan, M. Ali. 2008. Zakat dan Infak : Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia.
Jakarta : Kencana.
http://pdfcontact.com/download/7194234/
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh. Bogor: Kencana.
Tim Abdi Guru. 2005.Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta : Erlangga.
Tim KKG PAI Kota Surabaya. 2006.Pendidikan Agama Islam SD. Surabaya : CV Citra Cemara.
http://kalsel.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=162480