MAKALAH AGAMA ISLAM MANUSIA DALAM ISLAM
MAKALAH AGAMA ISLAM
MANUSIA DALAM ISLAM
Disusun oleh :
Ardha Nugroho HP
(
)
M Syaeful Rijal
(
E1A111104
)
Yodha Dhia H
(
E1A111012
)
Amersa Herdian B
(
E1A111096
)
Endi Rizkiko
(
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
2015/2016
)
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan
berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir
semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada
kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari
banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo
economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang
ekonomi), dan sebagainya.
Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan
manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu
mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang
diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan
benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang.
Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.
Sangat menariknya pembahasan tentang manusia inilah yang membuat penulis
tertarik untuk mengulas sedikit tentang Manusia Menurut Pandangan Islam.
II.Rumuusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka
diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep penciptaan manusia dalam islam?
2. Apa tujuan dan tugas penciptaan manusia?
3. Bagaimana pengertian manusia dan agama?
4. Bagaimana permasalahan umat islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
I. MANUSIA MENURUT TINJAUAN ISLAM
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki keunikan
yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah,
gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena
pada manusia terdapat daya berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
A. Penciptaan Manusia dalam Agama Islam
Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(At Tin : 5)
Terdapat dua ayat Al Qur’an yang setidaknya dapat mewakili untuk menunjukkan
kepada kita bahwa asal kejadian manusia itu dari tanah. Ayat itu adalah dari surat Shad
ayat 71 yang artinya “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” dan
surat Ash Shaffat ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka
dari tanah liat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan tahapan-tahapan penciptaan
manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-14)
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi … .” (Al Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu
keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Begitu pula penggambaran penciptaan nabi Adam yang Allah ciptakan dari suatu
saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk,
yang tertera dalam surat Al Hijr ayat 26, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.”
Setelah Allah SWT menciptakan nabi Adam dari tanah. Allah ciptakan pula
Hawa dari Adam, sebagaimana firman-Nya :
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan daripadanya istrinya
… .” (Az Zumar : 6)
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan
istrinya, agar dia merasa senang kepadanya … .” (Al A’raf : 189)
Dari Adam dan Hawa ‘Alaihimas Salam inilah terlahir anak-anak manusia di muka
bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)
Allah SWT menempatkan nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari laki-laki
dan perempuan dan bertemu ketika terjadi jima’) dalam rahim seorang ibu sampai
waktu tertentu. Dia Yang Maha Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman
dan kokoh untuk menyimpan calon manusia. Dia nyatakan dalam firman-Nya :
“Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia
dalam tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu yang ditentukan.” (Al Mursalat : 2022)
Dari nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni segumpal darah beku yang bergantung di
dinding rahim. Dari ‘alaqah menjadi mudhghah yakni sepotong daging kecil yang
belum memiliki bentuk. Setelah itu dari sepotong daging bakal anak manusia tersebut,
Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian membentuknya memiliki kepala, dua tangan,
dua kaki dengan tulang-tulang dan urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk
menyelubungi tulang-tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh,
lalu bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat,
mendengar, dan meraba. (dapat dilihat keterangan tentang hal ini dalam kitab-kitab
tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain)
Dari pembahasan diatas, terdasarlah kita bahwa kita tak patut untuk
menyombongkan diri karena kita ini adalah ciptaan yang Maha Kuasa. Ciptaan yang
diciptakan dengan sebaik-baiknya. Patutlah kita mensyukurinya dan beribadah kepadaNya.
II.
TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot deprogram untuk mematuhi setiap
perintah pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi
setiap perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56.
ْ ِ ـتﺍُ ْﻟ ِج ّن َو
ُ َومـَﺎﺨَ ﻟَ ْق
ﻨﺲ ﺇِﻵَ ﻟِڍـ َ ْﻌﺐۥدۥو ِن
َ ٱﻹ
“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepadaKu.”
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah
SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit
dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja.
Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam
menjalankan kehidupan di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical
maupun horizontal.
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh
karena itu penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, hanya
karena Allah (penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan
dirinya sebagai khalifah di muka bumi). Keseimbangan alam dapat terjaga dengan
hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga
dengan tegaknya hukum. Hukum kemanusiaan yang telah Allah tekankan. Kekacauan
kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan
mereka sendiri, tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang
lain.
ََومـَآٲَرْ َسـﻠـْﻨـٰكَ ٳِﻻّ َرﺤْ َﻤﺔً ﻠّﻠ َﻌ ٰـﻠ ِﻤﻴن
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadikan rahmat bagi
semesta alam” (Al-Anbiya 107)
Maka jalaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik
jika manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia
dibekali akal selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering
kali membuat manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan
tak jarang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup
yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di
dunia menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surga atau
neraka. Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh
Djamaludin Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian
Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam mengabdi
kepada Allah untuk kehidupan umat manusia.
Manusia
sebagai
mahkluk
ciptaan
Allah
memiliki
kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri. Sastra juga dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi antar
manusia dengan manusia, dan manusia dengan sang pencipta. Komunikasi merupakan
proses yang dilakukan suatu system untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui
pengaturan sinyal-sinyal disampaikan. Memperoleh nilai dan menggerakkan tindakan
adalah tujuan akhir dari seni sastra. Seperti apa karya yang baik itu? Karya yang baik
adalah karya yang mampu menggerakkan orang untuk melakukan perubahan menuju
arah kebaikan. Pemahaman ini sejalan dengan tujuan pencipta manusia sebagai khalifah
di muka bumi (Joni Ariadinata, aku bisa nulis cerpen, hal.34). Albert camus dalam
bukunya Mite Sisifus mengatakan bahwa sastra tidak boleh memihak apapun, kecuali
dirinya sendiri. Pernyataan ini jelas bertentangan sekali dengan apa yang disampaikan
Seno Gumiro Ajidaima dalam esainya kehidupan sastra dalam pikiran yang
mengatakan, ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena jika jurnalisme
bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran. Sastra tentu saja harus berfihak
pada kebenaran dan keadilan, pada nilai-nilai Islam tanpa harus kehilangan nilai
estetikanya (Helfi Tiana, 2001)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “sesungguhnya Aku
hendak menciptakan khalifah di muka bumi ini”. Mengapa engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi ini itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?. Tuhan berfirman “ sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui” (Al-Baqoroh 130). Manusia diciptakan akan Allah untuk menjadi
khalifah di muka bumi ini. Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan
syariat. Untuk menjalankan tugasnya, manusia dilengkapi dengan perangakat yang
sempurna. Perngakat itu dianugerahkan Allah secara bertahap, agar menusia dapat
memiliki waktu untuk mengembangaka potensi itu.
Pada saat lahir manusia, belum bisa melihat dan juga berbahasa seperti sekarang.
Mereka baru bisa mendengar. Setelah itu diberikanlah penglihatan, kemudian ia
mengembangkan organ-oragan geraknya agar dapat berdiri dan berjalan, ia
mendapatkan informasi berupa suara, warna, rasa, bau dan tekstur, mulailah memiliki
kemampuan berbahasa. Dia mulai dapat mempelajari hidup. Aqalnya semakin
berkembang. Saat akalnya berkembang inilah seharusnya manusia diajarkan tentang
Allah dan syariat yang dibebankan padanya. Sebab pada masa ini, nafsu dan emosi
manusia belum sempurna, sehingga akal masih mendominasi fikiranya. Akal adalah
elemen hati yang patuh kepada Allah. Emosi dan keinginannya belum sempurna. Dia
baru memiliki keinginan makan, minum, perasaan sayang yang tulus, perasaan marah,
sedih, senang,dsb. Jika pada masa ini manusia diberi informasi dan pelatihan yang
cukup tentang Allah, syariat, akhlak mulia, tugas manusia, insya Allah manusia tersebut
akan mudah menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Maka
sangat penting nuntuk mengembangkan akal secara maksimal pada tahap-tahap awal.
Setelah kedewasaan akal dan emosi berkembang, mulailah nafsu dan tubuhnya
mulai menjadi sempurna. Ia mulai memahami dan mengalami apa yang disebut
syahwat terhadap lawan jenis. Mulai saat itulah ia harus berdiri menjalankan tugasnya
sebagai khalifah. Tetapi ada satu hal yang mungkin dilupakan manusia, yaitu
kedewasaan ruh. Dan ternyata tidak semua manusia berkembang dengan pesat diwaktu
dini dalam hal ini. Mungkin hanya ruh pada nabi dan rosul saja yang berkembang pesat.
Ruhnya disaan masih bayi. Sedangkan yang lain berumur tujuh tahun barulah
berkembang pesat dan ada pula yang ruhnya malah makin kedil tidak berkembang. Ruh
inilah yang didalamnya terdapat potensi pengenalan kepada Allah yang telah
menciptakan segalanya. Ruh inilah yang akan mencintai Allah. Dan itulah tujuan
manusia diciptakan agar mengenal Allah. Dengan mengenal Allah, ibadah dan
perjalanan kita tidak salah alamat, dengan syariat Allah, ibadah dan perjalanan kita
tidak salah cara.
Allah mengajarkan manusia untuk menyembahNya agar manusia tidak
menyembah selain-Nya. Sebab nenyembah dan mencintai yang selain Dia akan
menyebabkan manusia menjadi resah gelisah dan gundah gulana.
Seharusnya kita sadar bahwa kita hanyalah kta hanya suatu ciptaan. Allah
menciptakan kita bukan sekedar iseng. Allah menciptakan kita untuk suatu yang
besar,untuk menjadi khalifah di bumi. Tetapi kita sering melipakan Allah disebabkan
kta terlalu asyik dengan pekerjaan kita. Dan tidaklah kita ciptakan langit dan bumi dan
segalanya yang ada diantara keduanya dengan bermain-main (QS. Al-Anbia’: 16).
Maka biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka
menemui hari yang dijanjikan kepada mereka (Az-Zukhruf: 83). Sesunggunya kami
telah mengemukakan amanat pada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesunguhnya manusia itu amat dzalim dan amat
bodoh (QS. Al-Absab:72).
III.
PENGERTIAN MANUSIA
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal
budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
A. Pengertian manusia menurut para ahli
NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani
dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu
barang
ABINENO J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan
prana ataubadan fisik
I WAYAN WATRA
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta,
rasa dan karsa
OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang
berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal,
dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan
lingkungan.
ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan
dengan mahluk yang lain
PAULA J. C & JANET W. K
Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi,
mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta
turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai
kemungkinanan.
B. Pengertian manusia menurut agama islam
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain alinsaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka,
senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia
(jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anakanak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
IV.
PERMASALAHAN UMMAT ISLAM DI INDONESIA
Dewasa ini, tidak dapat kita pungkiri bahwa terdapat berbagai banyak masalah yang
dihadapi ummat jaman sekarang khususnya umat Islam. Berbagai macam pendapat yang
telah terlontarkan oleh para pakar peneliti dan ilmuan tentang masalah atau gejala sosial yang
terjadi ditengah-tengah ummat Islam sehingga tak jarang ditemukan ada yang mengatakan
bahwa masalah inilah yang menyebabkam keterpurukan ummat Islam dimasa kini. Menurut
Hudzaifah,tema ini adalah suatu upaya untuk menggambarkan akan keadaan dunia Islam
kontemporer (saat ini) dengan segala kelebihan dan kekurangan-kekurangannya. Kondisi
umat Islam saat ini penuh dengan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu terkait
dengan kapasitas intelektual dan problematika moral. Kelemahan dalam kapasitas intelektual
(Al Jahlu). Kelemahan umat Islam yang terkait dengan kapasitas intelektual meliputi:
- Dho'fut Tarbiyah (lemah dalam pendidikan). Kelemahan dalam aspek pendidikan formal
dan informal (pengkaderan) sangat dirasakan oleh umat Islam masa kini. Jika pendidikan
juga pembinaan dan pengkaderan lemah maka akan mustahil melahirkan anasiranasir dalamnadhatul umat (kebangkitan umat).
- Dho'fut Tsaqofah (lemah dalam ilmu pengetahuan). Dewasa ini sedang sangat pesat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi umat Islam terasa tertinggal bila
dibandingkan umat yang lainnya, ini disebabkan karena wawasan umat Islam yang sempit
dan terbatas juga lemah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ini disebabkan kemauan
umat untuk menuntut ilmu sangat rendah.
- Dho'fut Takhthith (lemah dalam perencanaan-perencanaan). Umat Islam sekarang ini
tidak memiliki strategi yang jelas. Rencana perjuangannya penuh dengan misteri. Hal
tersebut disebabkan umat Islam tidak diproduk dari pembinaan-pembinaan yang baik dan
tidak memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang memadai.
- Dho'fut Tanjim (lemah dalam pengorganisasian). Sekarang ini terjadi gerakan-gerakan
yang mengibarkan bendera kebathilan, mereka membangun pengorganisasian yang solid
sementara umat Islam lemah dalam pengorganisasian sehingga kebathilan akan di atas angin
sedangkan umat Islam akan menjadi pihak yang kalah. Sesuai perkataan khalifah Ali ra
"Kebenaran tanpa sistem yang baik akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi
dengan baik".
- Dho'ful Amniyah (lemah dalam keamanan). Masa kini umat Islam lengah dalam menjaga
keamanan diri dan kekayaan baik moril dan materil sehingga negeri-negeri muslim yang kaya
akan sumber daya alam dirampok oleh negeri-negeri non muslim. Begitu pula dengan Iman,
umat lslam tidak lagi menjaganya tidak ada amniyah pada aqidah dan dibiarkan serbuanserbuan aqidah datang tanpa ada proteksi yang memadai.
- Dho'fut Tanfidz (lemah dalam memobilisasi potensi-potensi diri). Umat Islam dewasa ini
tidak menyadari bahwa begitu banyak nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan dan tidak
mensyukurinya. Jika umat Islam mersyukuri segala nikmat Allah dari bentuk syukur itu akan
muncul kuatut tanfidz yaitu kekuatan untuk memobilisir diri dan sekarang umat Islam lemah
sekali dalam memobolisir diri apalagi memobilisir secara kolektifitas.
Lebih jelas lagi Huzaifah menuturkan gejala yang terjadi dalam ummat Islam
mengenaikelemahan dalam problematika moral (Maradun Nafs). Kelemahan-kelemahan
dalam problematika moral yang terjadi pada umat Islam sekarang yaitu:
• Adamus Saja'ah (hilangnya keberanian). Umat Islam tidak seperti dahulu yang
berprinsip laa marhuba illalah (tiada yang ditakuti selain Allah) sehingga tidak memiliki
keberanian seperti orang-orang terdahulu yakni Rasulullah dan para sahabatnya yang terkenal
pemberani. Sekarang ini umat Islam mengalami penyakit Al Juban (pengecut). Rasa takut dan
berani itu berbanding terbalik sehingga jika seorang umat Islam takut kepada Allah maka ia
akan berani kepada selain Allah tetapi sebaliknya jika ia takut kepada selain Allah maka ia
akan berani menentang aturan-aturan Allah SWT.
• Adamus Sabat (hilangnya sikap teguh pendirian). Umat Islam mulai memperlihatkan
mudah mengalami penyimpangan-penyimpangan dan perjalanan hidupnya karena disebabkan
oleh :
1. Termakan oleh rayuan-rayuan.
2. Terserang oleh intimidasi atau teror-teror.
Salah satu illutrasi hilangnya sabat (keteguhan) ini adalah prinsif-prinsif hidup kaum
muslimin tidak lagi dipegang hanya sering diucapkan tanpa dipraktekan. Sebagai contoh
Islam mengajarkan kebersihan sebagian dari Iman tetapi di negari-negeri kaum muslim
kondisinya tidak bersih menjadi pemandangan pada umumnya.
• Adamut
Dzikriyah (hilangnya
semangat
untuk
mengingat
Allah)
Dalam Islam lupa diri sebab utamanya ialah karena lupa kepad Allah. Umat Islam
dzikirullah-nya lemah maka mereka kehilangan identitas mereka sendiri sebagai Al
Muslimum. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qs. Al Hasyr ayat 19 "Dan janganlah kamu
seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri
mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik".
• Adamus Sabr (hilangnya kesabaran). Kesabaran merupakan salah satu pertolongan yang
paling pokok bagi keberhasilan seorang muslim, sesuai firman Allah Qs.2:153 "Hai orangorang beriman mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat
sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar".
Kesabaran meliputi:
1. Ashabru bitha'at (sabar dalam ketaatan).
2. Ashabru indal mushibah (ketaatan ketika tertimpa musibah).
3. Ashabru anil ma'siat (sabar ketika menghadapi maksiat).
Sebagai umat Islam harus memiliki kesabaran ketiganya.
• Adamul Ikhlas (hilangnya makna ikhlas). Ikhlas tidak identik dengan tulus. Tulus artinya
melakukan sesuatu tanpa perasaan terpaksa padahal bisa saja orang itu ikhlas walaupun ada
perasaan terpaksa. Contohnya pada seseorang yang melakukan shalat subuh yang baru saja
jaga malam sehingga sanat terasa kantuk tetapi karena shalat adalah suatu kewajiban perintah
Allah swt ia tetap mengerjakannya dsb.
• Adamul Iltizam (hilangnya komitmen). Dewasa ini kaum muslimin kebanyakan tidak
istiqomah berkomitmen terhadap Islam bahkan tidak sepenuhnya sadar bahwa Islam harus
menjadi pengikat utama dalam hidupnya sehingga mereka banyak menggunakan isme-isme
yang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia dalam agama islam diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang
memiliki unsur dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab
pada Allah SWT. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat
ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia
terdapat daya berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-14)
manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah
kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa
nafsu dan godaan syetan sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena
sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai
manusia (makhluk ciptaan Allah) seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas karunia
dan kasih sayang-Nya, karna salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang
Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan perannya sebgai
khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu belajar,
mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai
khalifah yang berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi,
mengelola dan memelihara bumi.
Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai fungsi, peran dan
tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al
Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai
manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. PT Mizan Pustaka : Bandung.
http://pembahasan-hakikat-manusia-dalam-islam-/110525022733-/phpapp02.
http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/10/31/mengetahui-bagaimana-proses-penciptaanmanusia/
www.google.com
MANUSIA DALAM ISLAM
Disusun oleh :
Ardha Nugroho HP
(
)
M Syaeful Rijal
(
E1A111104
)
Yodha Dhia H
(
E1A111012
)
Amersa Herdian B
(
E1A111096
)
Endi Rizkiko
(
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
2015/2016
)
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan
berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir
semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada
kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari
banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo
economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang
ekonomi), dan sebagainya.
Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan
manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu
mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang
diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan
benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang.
Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.
Sangat menariknya pembahasan tentang manusia inilah yang membuat penulis
tertarik untuk mengulas sedikit tentang Manusia Menurut Pandangan Islam.
II.Rumuusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka
diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep penciptaan manusia dalam islam?
2. Apa tujuan dan tugas penciptaan manusia?
3. Bagaimana pengertian manusia dan agama?
4. Bagaimana permasalahan umat islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
I. MANUSIA MENURUT TINJAUAN ISLAM
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki keunikan
yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah,
gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena
pada manusia terdapat daya berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
A. Penciptaan Manusia dalam Agama Islam
Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(At Tin : 5)
Terdapat dua ayat Al Qur’an yang setidaknya dapat mewakili untuk menunjukkan
kepada kita bahwa asal kejadian manusia itu dari tanah. Ayat itu adalah dari surat Shad
ayat 71 yang artinya “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” dan
surat Ash Shaffat ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka
dari tanah liat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan tahapan-tahapan penciptaan
manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-14)
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi … .” (Al Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu
keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Begitu pula penggambaran penciptaan nabi Adam yang Allah ciptakan dari suatu
saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk,
yang tertera dalam surat Al Hijr ayat 26, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.”
Setelah Allah SWT menciptakan nabi Adam dari tanah. Allah ciptakan pula
Hawa dari Adam, sebagaimana firman-Nya :
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan daripadanya istrinya
… .” (Az Zumar : 6)
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan
istrinya, agar dia merasa senang kepadanya … .” (Al A’raf : 189)
Dari Adam dan Hawa ‘Alaihimas Salam inilah terlahir anak-anak manusia di muka
bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)
Allah SWT menempatkan nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari laki-laki
dan perempuan dan bertemu ketika terjadi jima’) dalam rahim seorang ibu sampai
waktu tertentu. Dia Yang Maha Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman
dan kokoh untuk menyimpan calon manusia. Dia nyatakan dalam firman-Nya :
“Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia
dalam tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu yang ditentukan.” (Al Mursalat : 2022)
Dari nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni segumpal darah beku yang bergantung di
dinding rahim. Dari ‘alaqah menjadi mudhghah yakni sepotong daging kecil yang
belum memiliki bentuk. Setelah itu dari sepotong daging bakal anak manusia tersebut,
Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian membentuknya memiliki kepala, dua tangan,
dua kaki dengan tulang-tulang dan urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk
menyelubungi tulang-tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh,
lalu bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat,
mendengar, dan meraba. (dapat dilihat keterangan tentang hal ini dalam kitab-kitab
tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain)
Dari pembahasan diatas, terdasarlah kita bahwa kita tak patut untuk
menyombongkan diri karena kita ini adalah ciptaan yang Maha Kuasa. Ciptaan yang
diciptakan dengan sebaik-baiknya. Patutlah kita mensyukurinya dan beribadah kepadaNya.
II.
TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot deprogram untuk mematuhi setiap
perintah pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi
setiap perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56.
ْ ِ ـتﺍُ ْﻟ ِج ّن َو
ُ َومـَﺎﺨَ ﻟَ ْق
ﻨﺲ ﺇِﻵَ ﻟِڍـ َ ْﻌﺐۥدۥو ِن
َ ٱﻹ
“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepadaKu.”
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah
SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit
dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja.
Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam
menjalankan kehidupan di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical
maupun horizontal.
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh
karena itu penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, hanya
karena Allah (penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan
dirinya sebagai khalifah di muka bumi). Keseimbangan alam dapat terjaga dengan
hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga
dengan tegaknya hukum. Hukum kemanusiaan yang telah Allah tekankan. Kekacauan
kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan
mereka sendiri, tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang
lain.
ََومـَآٲَرْ َسـﻠـْﻨـٰكَ ٳِﻻّ َرﺤْ َﻤﺔً ﻠّﻠ َﻌ ٰـﻠ ِﻤﻴن
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadikan rahmat bagi
semesta alam” (Al-Anbiya 107)
Maka jalaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik
jika manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia
dibekali akal selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering
kali membuat manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan
tak jarang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup
yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di
dunia menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surga atau
neraka. Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh
Djamaludin Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian
Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam mengabdi
kepada Allah untuk kehidupan umat manusia.
Manusia
sebagai
mahkluk
ciptaan
Allah
memiliki
kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri. Sastra juga dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi antar
manusia dengan manusia, dan manusia dengan sang pencipta. Komunikasi merupakan
proses yang dilakukan suatu system untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui
pengaturan sinyal-sinyal disampaikan. Memperoleh nilai dan menggerakkan tindakan
adalah tujuan akhir dari seni sastra. Seperti apa karya yang baik itu? Karya yang baik
adalah karya yang mampu menggerakkan orang untuk melakukan perubahan menuju
arah kebaikan. Pemahaman ini sejalan dengan tujuan pencipta manusia sebagai khalifah
di muka bumi (Joni Ariadinata, aku bisa nulis cerpen, hal.34). Albert camus dalam
bukunya Mite Sisifus mengatakan bahwa sastra tidak boleh memihak apapun, kecuali
dirinya sendiri. Pernyataan ini jelas bertentangan sekali dengan apa yang disampaikan
Seno Gumiro Ajidaima dalam esainya kehidupan sastra dalam pikiran yang
mengatakan, ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena jika jurnalisme
bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran. Sastra tentu saja harus berfihak
pada kebenaran dan keadilan, pada nilai-nilai Islam tanpa harus kehilangan nilai
estetikanya (Helfi Tiana, 2001)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “sesungguhnya Aku
hendak menciptakan khalifah di muka bumi ini”. Mengapa engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi ini itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?. Tuhan berfirman “ sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui” (Al-Baqoroh 130). Manusia diciptakan akan Allah untuk menjadi
khalifah di muka bumi ini. Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan
syariat. Untuk menjalankan tugasnya, manusia dilengkapi dengan perangakat yang
sempurna. Perngakat itu dianugerahkan Allah secara bertahap, agar menusia dapat
memiliki waktu untuk mengembangaka potensi itu.
Pada saat lahir manusia, belum bisa melihat dan juga berbahasa seperti sekarang.
Mereka baru bisa mendengar. Setelah itu diberikanlah penglihatan, kemudian ia
mengembangkan organ-oragan geraknya agar dapat berdiri dan berjalan, ia
mendapatkan informasi berupa suara, warna, rasa, bau dan tekstur, mulailah memiliki
kemampuan berbahasa. Dia mulai dapat mempelajari hidup. Aqalnya semakin
berkembang. Saat akalnya berkembang inilah seharusnya manusia diajarkan tentang
Allah dan syariat yang dibebankan padanya. Sebab pada masa ini, nafsu dan emosi
manusia belum sempurna, sehingga akal masih mendominasi fikiranya. Akal adalah
elemen hati yang patuh kepada Allah. Emosi dan keinginannya belum sempurna. Dia
baru memiliki keinginan makan, minum, perasaan sayang yang tulus, perasaan marah,
sedih, senang,dsb. Jika pada masa ini manusia diberi informasi dan pelatihan yang
cukup tentang Allah, syariat, akhlak mulia, tugas manusia, insya Allah manusia tersebut
akan mudah menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Maka
sangat penting nuntuk mengembangkan akal secara maksimal pada tahap-tahap awal.
Setelah kedewasaan akal dan emosi berkembang, mulailah nafsu dan tubuhnya
mulai menjadi sempurna. Ia mulai memahami dan mengalami apa yang disebut
syahwat terhadap lawan jenis. Mulai saat itulah ia harus berdiri menjalankan tugasnya
sebagai khalifah. Tetapi ada satu hal yang mungkin dilupakan manusia, yaitu
kedewasaan ruh. Dan ternyata tidak semua manusia berkembang dengan pesat diwaktu
dini dalam hal ini. Mungkin hanya ruh pada nabi dan rosul saja yang berkembang pesat.
Ruhnya disaan masih bayi. Sedangkan yang lain berumur tujuh tahun barulah
berkembang pesat dan ada pula yang ruhnya malah makin kedil tidak berkembang. Ruh
inilah yang didalamnya terdapat potensi pengenalan kepada Allah yang telah
menciptakan segalanya. Ruh inilah yang akan mencintai Allah. Dan itulah tujuan
manusia diciptakan agar mengenal Allah. Dengan mengenal Allah, ibadah dan
perjalanan kita tidak salah alamat, dengan syariat Allah, ibadah dan perjalanan kita
tidak salah cara.
Allah mengajarkan manusia untuk menyembahNya agar manusia tidak
menyembah selain-Nya. Sebab nenyembah dan mencintai yang selain Dia akan
menyebabkan manusia menjadi resah gelisah dan gundah gulana.
Seharusnya kita sadar bahwa kita hanyalah kta hanya suatu ciptaan. Allah
menciptakan kita bukan sekedar iseng. Allah menciptakan kita untuk suatu yang
besar,untuk menjadi khalifah di bumi. Tetapi kita sering melipakan Allah disebabkan
kta terlalu asyik dengan pekerjaan kita. Dan tidaklah kita ciptakan langit dan bumi dan
segalanya yang ada diantara keduanya dengan bermain-main (QS. Al-Anbia’: 16).
Maka biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka
menemui hari yang dijanjikan kepada mereka (Az-Zukhruf: 83). Sesunggunya kami
telah mengemukakan amanat pada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesunguhnya manusia itu amat dzalim dan amat
bodoh (QS. Al-Absab:72).
III.
PENGERTIAN MANUSIA
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal
budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
A. Pengertian manusia menurut para ahli
NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani
dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu
barang
ABINENO J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan
prana ataubadan fisik
I WAYAN WATRA
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta,
rasa dan karsa
OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang
berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal,
dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan
lingkungan.
ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan
dengan mahluk yang lain
PAULA J. C & JANET W. K
Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi,
mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta
turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai
kemungkinanan.
B. Pengertian manusia menurut agama islam
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain alinsaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka,
senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia
(jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anakanak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
IV.
PERMASALAHAN UMMAT ISLAM DI INDONESIA
Dewasa ini, tidak dapat kita pungkiri bahwa terdapat berbagai banyak masalah yang
dihadapi ummat jaman sekarang khususnya umat Islam. Berbagai macam pendapat yang
telah terlontarkan oleh para pakar peneliti dan ilmuan tentang masalah atau gejala sosial yang
terjadi ditengah-tengah ummat Islam sehingga tak jarang ditemukan ada yang mengatakan
bahwa masalah inilah yang menyebabkam keterpurukan ummat Islam dimasa kini. Menurut
Hudzaifah,tema ini adalah suatu upaya untuk menggambarkan akan keadaan dunia Islam
kontemporer (saat ini) dengan segala kelebihan dan kekurangan-kekurangannya. Kondisi
umat Islam saat ini penuh dengan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu terkait
dengan kapasitas intelektual dan problematika moral. Kelemahan dalam kapasitas intelektual
(Al Jahlu). Kelemahan umat Islam yang terkait dengan kapasitas intelektual meliputi:
- Dho'fut Tarbiyah (lemah dalam pendidikan). Kelemahan dalam aspek pendidikan formal
dan informal (pengkaderan) sangat dirasakan oleh umat Islam masa kini. Jika pendidikan
juga pembinaan dan pengkaderan lemah maka akan mustahil melahirkan anasiranasir dalamnadhatul umat (kebangkitan umat).
- Dho'fut Tsaqofah (lemah dalam ilmu pengetahuan). Dewasa ini sedang sangat pesat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi umat Islam terasa tertinggal bila
dibandingkan umat yang lainnya, ini disebabkan karena wawasan umat Islam yang sempit
dan terbatas juga lemah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ini disebabkan kemauan
umat untuk menuntut ilmu sangat rendah.
- Dho'fut Takhthith (lemah dalam perencanaan-perencanaan). Umat Islam sekarang ini
tidak memiliki strategi yang jelas. Rencana perjuangannya penuh dengan misteri. Hal
tersebut disebabkan umat Islam tidak diproduk dari pembinaan-pembinaan yang baik dan
tidak memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang memadai.
- Dho'fut Tanjim (lemah dalam pengorganisasian). Sekarang ini terjadi gerakan-gerakan
yang mengibarkan bendera kebathilan, mereka membangun pengorganisasian yang solid
sementara umat Islam lemah dalam pengorganisasian sehingga kebathilan akan di atas angin
sedangkan umat Islam akan menjadi pihak yang kalah. Sesuai perkataan khalifah Ali ra
"Kebenaran tanpa sistem yang baik akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi
dengan baik".
- Dho'ful Amniyah (lemah dalam keamanan). Masa kini umat Islam lengah dalam menjaga
keamanan diri dan kekayaan baik moril dan materil sehingga negeri-negeri muslim yang kaya
akan sumber daya alam dirampok oleh negeri-negeri non muslim. Begitu pula dengan Iman,
umat lslam tidak lagi menjaganya tidak ada amniyah pada aqidah dan dibiarkan serbuanserbuan aqidah datang tanpa ada proteksi yang memadai.
- Dho'fut Tanfidz (lemah dalam memobilisasi potensi-potensi diri). Umat Islam dewasa ini
tidak menyadari bahwa begitu banyak nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan dan tidak
mensyukurinya. Jika umat Islam mersyukuri segala nikmat Allah dari bentuk syukur itu akan
muncul kuatut tanfidz yaitu kekuatan untuk memobilisir diri dan sekarang umat Islam lemah
sekali dalam memobolisir diri apalagi memobilisir secara kolektifitas.
Lebih jelas lagi Huzaifah menuturkan gejala yang terjadi dalam ummat Islam
mengenaikelemahan dalam problematika moral (Maradun Nafs). Kelemahan-kelemahan
dalam problematika moral yang terjadi pada umat Islam sekarang yaitu:
• Adamus Saja'ah (hilangnya keberanian). Umat Islam tidak seperti dahulu yang
berprinsip laa marhuba illalah (tiada yang ditakuti selain Allah) sehingga tidak memiliki
keberanian seperti orang-orang terdahulu yakni Rasulullah dan para sahabatnya yang terkenal
pemberani. Sekarang ini umat Islam mengalami penyakit Al Juban (pengecut). Rasa takut dan
berani itu berbanding terbalik sehingga jika seorang umat Islam takut kepada Allah maka ia
akan berani kepada selain Allah tetapi sebaliknya jika ia takut kepada selain Allah maka ia
akan berani menentang aturan-aturan Allah SWT.
• Adamus Sabat (hilangnya sikap teguh pendirian). Umat Islam mulai memperlihatkan
mudah mengalami penyimpangan-penyimpangan dan perjalanan hidupnya karena disebabkan
oleh :
1. Termakan oleh rayuan-rayuan.
2. Terserang oleh intimidasi atau teror-teror.
Salah satu illutrasi hilangnya sabat (keteguhan) ini adalah prinsif-prinsif hidup kaum
muslimin tidak lagi dipegang hanya sering diucapkan tanpa dipraktekan. Sebagai contoh
Islam mengajarkan kebersihan sebagian dari Iman tetapi di negari-negeri kaum muslim
kondisinya tidak bersih menjadi pemandangan pada umumnya.
• Adamut
Dzikriyah (hilangnya
semangat
untuk
mengingat
Allah)
Dalam Islam lupa diri sebab utamanya ialah karena lupa kepad Allah. Umat Islam
dzikirullah-nya lemah maka mereka kehilangan identitas mereka sendiri sebagai Al
Muslimum. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qs. Al Hasyr ayat 19 "Dan janganlah kamu
seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri
mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik".
• Adamus Sabr (hilangnya kesabaran). Kesabaran merupakan salah satu pertolongan yang
paling pokok bagi keberhasilan seorang muslim, sesuai firman Allah Qs.2:153 "Hai orangorang beriman mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat
sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar".
Kesabaran meliputi:
1. Ashabru bitha'at (sabar dalam ketaatan).
2. Ashabru indal mushibah (ketaatan ketika tertimpa musibah).
3. Ashabru anil ma'siat (sabar ketika menghadapi maksiat).
Sebagai umat Islam harus memiliki kesabaran ketiganya.
• Adamul Ikhlas (hilangnya makna ikhlas). Ikhlas tidak identik dengan tulus. Tulus artinya
melakukan sesuatu tanpa perasaan terpaksa padahal bisa saja orang itu ikhlas walaupun ada
perasaan terpaksa. Contohnya pada seseorang yang melakukan shalat subuh yang baru saja
jaga malam sehingga sanat terasa kantuk tetapi karena shalat adalah suatu kewajiban perintah
Allah swt ia tetap mengerjakannya dsb.
• Adamul Iltizam (hilangnya komitmen). Dewasa ini kaum muslimin kebanyakan tidak
istiqomah berkomitmen terhadap Islam bahkan tidak sepenuhnya sadar bahwa Islam harus
menjadi pengikat utama dalam hidupnya sehingga mereka banyak menggunakan isme-isme
yang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia dalam agama islam diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang
memiliki unsur dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab
pada Allah SWT. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat
ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia
terdapat daya berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-14)
manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah
kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa
nafsu dan godaan syetan sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena
sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai
manusia (makhluk ciptaan Allah) seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas karunia
dan kasih sayang-Nya, karna salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang
Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan perannya sebgai
khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu belajar,
mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai
khalifah yang berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi,
mengelola dan memelihara bumi.
Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai fungsi, peran dan
tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al
Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai
manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. PT Mizan Pustaka : Bandung.
http://pembahasan-hakikat-manusia-dalam-islam-/110525022733-/phpapp02.
http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/10/31/mengetahui-bagaimana-proses-penciptaanmanusia/
www.google.com