(ali) Jurnal Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat

DISABILITAS BERAT

  Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat

  Editor : Bahrul Fuad, S.Psi, M.A

  DR. Karno, M.Si

  PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

  BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL KEMENTERIAN SOSIAL RI

  PENGARUH PERAN KELUARGA TERHADAP PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS BERAT . Jakarta,- Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian, Dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI 2017, xii + 106 hlm. 14,8 cm x 21 cm.

  Editor:

  Bahrul Fuad, S.Psi, M.A DR. Karno, M.Si

  Penulis:

  Hari Harjanto Setiawan Bambang Pudjianto Mulia Astuti Ruaida Murni Husmiati Moch. Syawi

  Design Cover :

  Tim Imaji Tata letak :

  Tim Imaji Cetakan Pertama : Januari 2017

  ISBN 978-602-61471-0-3 Diterbitkan oleh:

  PUSLITBANGKESOS KEMENTERIAN SOSIAL RI. Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta- Timur. Telp. (021) 8017126 E-mail: puslitbangkesoskemsos.go.id; Website: puslit.kemsos.go.id

  Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku sebagian

  atau seluruhnya tanpa izin dari Puslitbangkesos, Kementerian Sosial RI.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmad dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna mendukung Kementerian Sosial RI sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan dan program pada Unit Teknis terkait.

  Salah satu upaya penanganan masalah penyandang disabilitas berat oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial adalah melalui Asistensi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB). Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan atau sepanjang hidupnya tergantung orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. Dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas beratuntuk sandang, perumahan, makanan, kesehatan, pengasuhan, perawatan, serta perlindungan perlu adanya perhatian dan perlakuan khusus dari keluarga atau orang-orang terdekatnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pengembangan ekonomi dan kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas berat. Namun kompetensi keluarga lebih besar pengaruhnya dibandingkan ekonomi keluarga.

  Semoga buku ini dapat bermanfaat baik bagi praktisi maupun akademisi yang mengkaji disabilitas berat. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami berharap masukan yang bersifat konstruktif

  DISABILITAS BERAT

  iii iii

  Jakarta, Januari 2017 Pusat Penelitian dan Pengembangan

  Kesejahteraan Sosial Kepala,

  Mulia Jonie

  iv

  DISABILITAS BERAT

PENGANTAR PENERBIT

  Penyandang disabilitas berat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga Negara lainnya. Penyandang disabilitas berat berhak untuk memperoleh pelayanan dan kemudahan yang berhubungan dengan kedisabilitasannya dari pihak lain terutama pengasuhan dan perawatan dari keluarganya. Penyandang disabilitas berat adalah mereka yang hidupnya tergantung dari pihak lain.

  Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menangani permasalahan penyandang disabilitas yaitu rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan dan perlindungan sosial. Upaya rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk motivasi dan diagnosa psikososial; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan fisik; bimbingan sosial dan konseling psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut danatau rujukan.

  Program penyandang disabilitas berat melalui Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dengan bentuk-bentuk rehabilitasi lainnya seperti pengasuhan dan perawatan, bimbingan mental spiritual dan lainnya semaksimal mungkin potensi penyandang disabilitas berat. Penelitian ini mengungkap pengaruh ekonomi keluarga dan kopetensi keluarga terhadap penyandang disabilitas berat. Hasil penelitian cukup membuat kita terkejut karena yang semula asumsi kita pengaruh ekonomi keluarga besar pengaruhnya, ternyata pengaruhnya lebih kecil dibanding asistensi keluarga.

  Semoga buku hasil penelitian ini bermanfaat sebagai landasan menentukan kebijakan dan membuat program untuk penyandang

  DISABILITAS BERAT

  v v

  Jakarta, Januari 2017

  Penerbit

  vi

  DISABILITAS BERAT

DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR

  iii

  PENGANTAR PENERBIT

  v

  DAFTAR ISI

  vii

  DAFTAR TABEL

  ix

  DAFTAR DIAGRAM

  x

  DAFTAR GAMBAR

  xii

  BAB 1 PENDAHULUAN

  A. LATAR BELAKANG

  B. MASALAH PENELITIAN

  C. TUJUAN

  D. MANFAAT

  F. SISTEMATIKA PENULISAN

  BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

  A. KONDISI KELUARGA PDB

  B. EKONOMI KELUARGA

  C. KOMPETENSI KELUARGA TENTANG DISABILITAS

  D. PEMENUHAN HAK PDB

  BAB 3 METODE PENELITIAN

  A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

  B. VARIABEL PENELITIAN

  C. POPULASI DAN SAMPEL

  D. METODE PENGUMPULAN DATA

  E. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

  F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

  G. METODE ALALISIS DATA

  H. PENGUJIAN HIPOTESIS

  I. TAHAPAN PENELITIAN

  BAB 4 HASIL PENELITIAN

  A. GAMBARAN KELUARGA PENYANDANG DISABILITAS BERAT

  B. EKONOMI KELUARGA

  C. KOMPETENSI KELUARGA

  D. PEMENUHAN HAK PDB

  DISABILITAS BERAT

  vii

  BAB 5 ANALISIS 87

  A. HASIL PENGUKURAN HUBUNGAN EKONOMI KELUAGA(X1), TERHADAP PEMENUHAN HAK PDB (Y)

  B. HASIL PENGUKURAN HUBUNGAN KOMPETENSI KELUARGA(X2), TERHADAP PEMENUHAN HAK PDB (Y)

  C. HASIL PENGUKURAN HUBUNGAN EKONOMI KELUARGA (X1) DAN KOMPETENSI KELUARGA (X2), TERHADAP PEMENUHAN HAK PDB (Y)

  BAB 6 PENUTUP

  A. KESIMPULAN

  B. REKOMENDASI

  DAFTAR PUSTAKA

  BIODATA PENULIS

  viii

  DISABILITAS BERAT

DAFTAR TABEL

  Tabel 1 : Variabel Penelitian

  Tabel 2 : Populasi Penelitian

  Tabel 3 : Populasi Penelitian

  Tabel 4 : Descriptive Statistics

  Tabel 5 : Correlations

  Tabel 6 : Model Summary

  Tabel 7 : ANOVAa

  Tabel 8 : Coefficients

  Tabel 9 : Descriptive Statistics

  Tabel 10 : Correlations

  Tabel 11 : Model Summary

  Tabel 12 : ANOVAa

  Tabel 13 : Coefficients

  Tabel 14 : Descriptive Statistics

  Tabel 15 : Correlations

  Tabel 16 : Model Summary

  Tabel 17 : ANOVAa

  Tabel 18 : Coefficients

  Tabel 19 : Coefficients

  DISABILITAS BERAT

  ix

DAFTAR DIAGRAM

  Diagram 1 : Jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia

  Diagram 2 : Umur Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat 34 Diagram 3 : Pendidikan Keluarga Penyandang Disabilitas Berat 35 Diagram 4 : Pekerjaan Keluarga Penyandang Disabilitas Berat

  Diagram 5 : Pendapatan Rumah Tangga PDB

  Diagram 6 : Keluarga Mempunyai Pekerjaan

  Diagram 7 : Lama Bekerja Setiap Hari Sesuai Harapan

  Diagram 8 : Anggota Keluarga Mendukung Pekerjaan Saat Ini

  Diagram 9 : Mempunyai Penghasilan Yang Tetap Setiap Bulan

  Diagram 10 : Penghasilan Yang Diperoleh Mencukupi Kebutuhan

  Keluarga 43

  Diagram 11 : Dapat Menabung Dari Penghasilan Keluarga

  Diagram 12 : Pengeluaran Keluarga untuk Makan PDB Dapat

  Dipenuhi 46

  Diagram 13 : Pengeluaran untuk Pakaian PDB Dapat Dipenuhi

  Diagram 14 : Pengeluaran Keluarga untuk Kesehatan PDB Dapat

  Dipenuhi 48

  Diagram 15 : Keluarga Mampu Memenuhi Pengeluaran Kebutuhan

  PDB 49

  Diagram 16 : Keluarga Saling Membantu Mencukupi Kebutuhan

  Sehari-hari 50

  Diagram 17 : Pengetahuan Keluarga Tentang Disabilitas Berat

  Diagram 18 : Pengetahuan Keluarga PDB Memerlukan Perharian

  Khusus 52

  Diagram 19 : Pengetahuan Keluarga Tentang Akses Bagi PDB

  Diagram 20 : Pengetahuan Keluarga Tentang Kebutuhan Khusus

  Harian PDB

  Diagram 21 : Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Merawat PDB 55 Diagram 22 : Pengetahuan Keluarga Tentang Tempat Terapi PDB 56

  x

  DISABILITAS BERAT

  Diagram 23 : Keterampilan Keluarga Dalam Memandikan PDB

  Diagram 24 : Ketrampilan Dalam Membantu Mengenakan Pakaian

  PDB 59

  Diagram 25 : Keterampilan Keluarga Dalam Memberikan Terapi

  Sendiri 60

  Diagram 26 : Sikap Keluarga Tentang Kesabaran Dalam Merawat

  Diagram 27 : Sikap Keluarga Dalam Memperlakukan PDB

  Diagram 28 : Sikap Keluarga dalam Menyediakan Waktu untuk

  PDB

  Diagram 29 : Sikap Keluarga Dalam Memberikan Rasa Aman dan

  Nyaman Pada Penyandang Disabilitas Berat

  Diagram 30 : Pemberian Protein Nabati Kepada PDB

  Diagram 31 : Pemberian Protein Hewani Kepada PDB

  Diagram 32 : Pembelian Suplemen Kepada PDB

  Diagram 33 : Pembelian Pakaian Baru Satu Tahun Terakhir

  Diagram 34 : PDB Memakai Popok Sekali Pakai

  Diagram 35 : Kepemilikan Selimut Bagi PDB

  Diagram 36 : Pembersihan Kamar Tidur PDB Menurut Keluarga 72 Diagram 37 : KamarPDB Mempunyai Jendela

  Diagram 38 : Kepemilikan Sarana Hiburan PDB

  Diagram 39 : Pemeriksaan Kesehatan PDB

  Diagram 40 : Pemberian Obat dan Vitamin

  Diagram 41 : Keluarga Melakukan Fisioterapi di Rumah

  Diagram 42 : Keluarga Menjemur PDB Setiap Hari

  Diagram 44 : Keluarga Mencarikan Alat Bantu Perawatan

  Diagram 43 : Keluarga Mengajak Jalan-jalan Pagi

  Diagram 45 : Keluarga Memberikan Bimbingan Agama

  Diagram 46 : Keluarga Mengajak Berinteraksi

  Diagram 47 : Keberadaan PDB Dalam Kartu Keluarga

  DISABILITAS BERAT

  xi

  Diagram 48 : Keluarga Melindungi dari Kekerasan Seksual

  Diagram 49 : Keluarga Melindungi Dari Kekerasan Fisik

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1 : Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat

  Gambar 2 : Pendamping Program Asistensi Sosial Penyandang

  Disabilitas Berat (ASPDB)

  Gambar 3 : Pekerjaan Keluarga dengan Penyandang

  Disabilitas Berat

  Gambar 4 : Rumah Keluarga Penyandang dengan

  Disabilitas Berat

  Gambar 5 : Orang Tua PDB Sedang Memijit Anaknya

  Gambar 6 : Alat Bantu Mandi untuk PDB

  xii

  DISABILITAS BERAT

  Bab

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

  Penyandang disabilitas merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang menpunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas). Menurut BPS pada Susenas 2012 Jumlah penyandang disabilitas sebanyak 6.008.640 orang. Sementara menurut PPLS 2011 data penduduk disabilitas yang tergolong rumah tangga miskin sebanyak 1.313.533 orang.

  Berdasarkan derajat kedisabilitasannya, penyandang disabilitas dapat dikelompokkan menjadi disabilitas berat, sedang dan ringan Sebagian dari populasi di atas menyandang disabilitas berat. Jumlah penyandang disabilitas berat berdasarkan data Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) tahun 2014 sebanyak 163.232 orang. Penyandang disabilitas berat (PDB) adalah penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah tidak dapat direhabilitasi, tidak dapat melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari danatau sepanjang hidupnya tergantung pada bantuan orang lain, dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. (Pedoman Pelaksanaan Kegiatan ASPDB). Definisi tersebut menunjukkan bahwa penyandang disabilitas berat total tergantung

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  Diagram 1: Jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia

  Sumber : Susenas 2012

  Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial”.

  Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, penyandang disabilitas juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yang menjamin hak dan kesempatan penyandang disabilitas terpenuhi, mulai dari hak hidup, pekerjaan,

2 DISABILITAS BERAT 2 DISABILITAS BERAT

  Ada tiga upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menangani permasalahan penyandang disabilitas yaitu rehabilitasi sosial, pemberdayaan, jaminan dan perlindungan sosial. Upaya rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk motivasi dan diagnosa psikososial; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan fisik; bimbingan sosial dan konseling psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut danatau rujukan.

  Pemenuhan hak penyandang disabilitas berat oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial telah dilaksanakan dalam bentuk Asistensi Sosial bagi PDB (ASPDB) dengan pemberian bantuan langsung berupa uang tunai sebesar Rp. 300.000,- per orang per bulan selama 1 (satu) tahun, yang penyalurannya dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap. Bantuan disampaikan melalui wali (individu yang bertanggungjawab menjamin hidup PDB)dalam rangka pemenuhan kebutuhan makanan, peningkatan gizi, pembelian sandang, dan perawatan sehari-hari. Kegiatan ini sudah diawali sejak tahun 2006. Sudah 10 tahun program ini diimplementasikan namun belum menjangkau keselurahan PDB, yaitu baru menjangkau 22.000 orang dengan biaya Rp. 79.200.000.000 per tahun. Hal ini disebabkan karena keterbatasan keuangan Negara.

  Pemenuhan hak PDB, dimasukkan Bappenas kedalam skema perlindungan sosial di cluster 1, dengan target individu dan keluarga. Perlindungan sosial ini berupa bantuan sosial dalam

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  Usaha mempercepat keterjangkauan pemenuhan hak penyandang disabilitas berat perlu adanya kegiatan terobosan. Hasil evaluasi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan (2012) dan hasil kajian kebijakan ASPDB yang dilaksanakan Biro Perencanaan Kementerian Sosial RI Tahun (2013) menunjukkan penerima ASPDB dapat dikelompokkan ke dalam 3 karakteristik. Pertama, keluarga sangat miskin (35 ), dimana pendidikannya juga rendah, tidak punya pekerjaan tetap dan penghasilannya juga sangat minim atau kurang dari Rp. 750.000,-per bulan, wali atau orang tuanya tidak potensial untuk dikembangkan karena sudah lanjut usia. Kedua, keluarga yang tergolong miskin, dengan penghasilan Rp.750.000 – Rp.1.500.000,- orang tua masih potensial dalam arti masih bisa dikembangkan potensi mereka dalam penanganan PDB. Ketiga, keluarga mampu secara ekonomi jumlahnya yang menerima bantuan tidak begitu banyak karena ada klausul dalam kriteria penerima diutamakan dari keluarga miskin.

  PDB disebabkan oleh berbagai faktor dan kondisi fisik, kesehatan, psikis dan sosial juga sangat bervariasi, maka keluarga wali membutuhkan keterampilan khusus untuk bisa mengasuh dan merawat anggota keluarganya yang PDB. Mereka memerlukan pembelajaran terkait hal tersebut. Salah satu rekomendasi dari pengembangan kebijakan ASPDB yaitu peningkatan kapasitas keluarga dan masyarakat dalam hal pengasuhan dan perawatan PDB termasuk volunteersm dan peningkatan ekonomi keluarga. Hasil penelitian Demografi Universitas Indonesia bahwa keluarga disabilitas pengeluaran ekonomi lebih besar 30 dari keluarga yang tidak mempunyai anggota keluarga disabilitas. Sehingga bisa dipastikan untuk penyandang disabilitas berat biayanya lebih banyak.

4 DISABILITAS BERAT

  Implementasi rekomendasi tersebut, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) pada tahun 2015 mengadakan Uji Coba Pengembangan Kemampuan Keluarga dalam Pemeliharaan taraf Kesejahteraan Sosial PDB dengan memberdayakan keluarga dalam hal perawatan PDB dan peningkatan ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar minimal PDB. Untuk mengembangkan peran keluarga dalam upaya rehabilitasi sosial khususnya kegiatan ekonomi dan kompetensi keluarga dalam pengasuhan dan perawatan penyandang disabilitas berat, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial perlu mengadakan penelitian.

B. MASALAH PENELITIAN

  Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang disabilitasnya sudah tidak dapat melakukan kegiatan sehari- hari dan atau sepanjang hidupnya tergantung orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan atau sepanjang hidupnya tergantung orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. Dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat terutama untuk sandang, perumahan, makanan, kesehatan, pengasuhan, perawatan, serta perlindungan perlu adanya perhatian dan perlakuan khusus dari keluarga atau orang-orang terdekatnya. Mengingat kondisi yang demikian maka penelitian ini melihat pengaruh peran keluarga dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat.

  Secara umum permasalahan disabilitas dapat ditinjau dari sisi internal dan eksternal, yaitu: 1) Permasalahan Internal: pertama, Gangguan atau kerusakan organ dan fungsi fisik dan atau mental sebagai akibat kelainan dan kerusakan organ menyebabkan berbagai hambatan dalam kehidupan penyandang disabilitas. Kedua, Gangguan, hambatan atau kesulitan dalam orientasi, mobilitas, komunikasi, aktivitas, penyesuaian diri, penyesuaian

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  2) Permasalahan Eksternal: Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap masalah disabilitas, Stigma (kutukan, nasib), isolasi dan perlindungan yang berlebihan, kurangnya peran keluarga dan masyarakat terhadap masalah disabilitas dan penanganannya, kurangnya upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan, masih banyaknya penyandang disabilitas yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tingkat pendidikan masih sangat rendah, masih banyaknya keluarga penyandang disabilitas yang menyembunyikan atau menutupi bila memiliki anggota keluarga disabilitas dan peran dunia usaha belum maksimal (Diono, 2014).

  Terkait dengan permasalahan tersebut, penyandang disabilitas berat ini sangat rentan dalam segala aspek kehidupan, karena semuanya tergantung dari keberfungsian keluargawali dan orang- orang disekitarnya. Sehubungan dengan itu pertanyaan penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana pengaruh ekonomi keluarga terhadap pemenuhan

  hak Penyandang Disabilitas Berat?

  2. Bagaimana pengaruh kompetensi keluarga tentang

  kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

  3. Bagaimana pengaruh ekonomi keluarga dan kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

C. TUJUAN

  Berdasarkan tujuan yang diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini melihat hubungan peran keluarga terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas berat sebagai berikut:

  a. Membahas dan menganalisa pengaruh ekonomi keluarga

  terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

  6 DISABILITAS BERAT 6 DISABILITAS BERAT

  tentang kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

  c. Membahas dan menganalisa pengaruh ekonomi dan

  pengetahuan tentang disabilitas keluarga terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

D. MANFAAT

  Manfaat penelitian permasalahan Penyandang Disabilitas Berat (PDB) ini bersifat akademis maupun praktis.

  Secara akademis, penelitian ini memberikan kontribusi teoritis ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial, terutama disiplin ilmu sosial. Penelitian ini juga memberikan wawasan metodologis tentang fenomena PDB.

  Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pemerhati, lembaga sosial baik LSM maupun Pemerintah, dan lembaga yang berkepentingan untuk dijadikan sebagai dasar dalam membuat kebijakan tentang PDB sehingga menghasilkan suatu program yang sistematis dan berkesinambungan. Khusus bagi Kementerian Sosial khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) dalam pengembangan kebijakan tentang Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat. Selain itu bermanfaat juga bagi penentu kebijakan dibidang sosial, pendidikan, hukum, politik dan ekonomi agar membuat kebijakan yang berpihak pada PDB sehingga dapat mengangkat harkat dan martabatnya. Sementara bagi PDB sendiri, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan media menyampaikan keinginan dan harapan terhadap stakeholder melalui cara pandang mereka.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

  Penelitian tentang “Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat” akan dipaparkan

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  Bab satu, Pendahuluan dibahas mengenai latar belakang dilakukan penelitian ini bahwa penyandang disabilitas berat ini sangat rentan dalam segala aspek kehidupan, karena semuanya tergantung dari keberfungsian keluargawali dan orang- orang disekitarnya. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi Kementerian Sosial khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) dalam pengembangan kebijakan tentang Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat.

  Bab dua, tinjauan pustaka yang membahas tentang kerangka teori yang dipakai dalam menganalisis hasil penelitian. Ada tiga toerikonsep sebagai indikator dalam penelitian ini antara lain; Pertama, kondisi ekonomi keluarga PDB yang meliputi pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran. Kedua, kompetensi keluarga tentang PDB yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai. Ketiga, pemenuhan hak PDB yang meliputi pangan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan perawatan, dan perlindungan

  Bab tiga, akan membahas metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu kuatitatif untuk mengeksplorasi peran keluarga wali dalam rangka pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat. Penelitian ini menggunakan metode survai, sedangkan dalam menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

  Bab empat, membahas hasil penelitian yang menguraikan tentang gambaran umum keluarga, peran keluarga dan hak Penyandang Disabilitas Berat (PDB). Hasil Penelitian diolah secara nasional diwakili lima provinsi yang dijadikan sampel penelitian antara lain DIY, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan

8 DISABILITAS BERAT

  Sumatera Selatan, dengan jumlah sampel sebanyak 133 keluarga terpilih ditentukan dengan stratifiet random sampling. Kota yang menjadi sampel antara lain Kab. Bogor, Kab. Jepara, Kota Padang, Kota Palembang, dan Kab. Sleman.

  Bab ke lima akan membahas analisis terhadap hasil penelitian yang akan mengemukakan hubungan atar variabel. Pertama mengukur hubungan variabel ekonomi keluarga terhadap pemenuhan hak PDB. Kedua mengukur hubungan kompetensi keluarga terhadap pemenuhan hak PDB. Ketiga mengukur hubungan antara variabel Ekonomi Keluarga Dan Kompetensi Keluarga terhadap Pemenuhan Hak PDB.

  Bab enam berisikan kesimpulan dan rekomendasi terhadap hasil penelitian. Pada bab ini akan menyimpulkan uraian hasil penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian yang diuraikan pada bab ke satu. Selain menjawab penelitian juga akan menguraikan mengenai rekomendasi terhadap hasil penelitian untuk pihak terkait ataupun untuk kepentingan penelitian selanjutnya yang akan lebih menyempurnakan.

  DISABILITAS BERAT

  Bab

KAJIAN PUSTAKA

A. KONDISI KELUARGA PDB

  Keluarga sejahtera merupakan bentuk ideal dalam proses perkembangan pada anak. Konsep keluarga sejahtera ini dituangkan dalam Undang Undang RI Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Kesejahteraan Keluarga pada Pasal I Ayat (2) sebagai berikut : “Keluarga adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan.” Berdasarkan, definisi tersebut maka keluarga dikatakan sejahtera jika memenuhi hal berikut: a) Ada kebersamaan hidup antara seorang pria dan wanita yang diikat oleh perkawinan sah. b) Anggota keluarga minimal terdiri dari seorang suami, istri dengan atau tanpa anak, c) Dalam keluarga terjadi hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan, d) Setiap anggota keluarga baik sebagai individu maupun sebagai anggota keluarga mampu melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam keluarga, e) Sesuai dengan fungsinya, maka keluarga tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak bagi anggotanya, f) Mengingat bahwa ukuran kesejahteraan sangat dinamis, maka dalam pemenuhan kebutuhan sangat ditentukan oleh kondisi masing-masing keluarga.

10 DISABILITAS BERAT

  Keluarga yang sejahtera mempengaruhi pola pengasuhannya terhadap anak dalam masa perkembangannya. Hubungan timbal balik adalah sosialisasi yang berpengaruh dua arah, seperti yang dilustrasikan berikut adalah hubungan perkawinan, pengasuhan dan perlaku anak saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung (Santrock, 2007). Meningkatnya kepuasan perkawinan seringkali menghasilkan pengasuhan yang baik dan hubungan perkawinan memberikan dukungan yang penting bagi perkawinan (Cumings dkk, 2002; Fincham Hall, 2005 dalam Santrock, 2007).

  Suatu keluarga terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak merupakan keluarga batih inti. Dalam keluarga besar masih ada pribadi- pribadi lain seperti nenek, kakek, paman dll. Adapun peran keluarga bagi PDB antara lain: pendidik, pelindung, motivator, pelayan, tempat Curah Hati. Adapun fungsi keluarga antara lain; reproduksi, afeksi, pelindung, pendidik dan keagamaan. Sedangkan menurut rancangan undang undang tentang disabilitas pasal 32 bahwa: (1) Setiap keluarga, yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, wajib melindungi, memajukan, dan menghormati hak asasi penyandang disabilitas. (2) Setiap keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas danatau organisasi orang tua penyandang disabilitas dapat dilibatkan dalam perumusan kebijakan dan program yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.

  Peran keluarga sangat penting dalam menangani permasalahan orang dengan disabilitas, khususnya Penyandang Disabilitas Berat. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih lanjut diharapkan mengurangi timbulnya masalah-masalah sosial (Gunarsa Gunarsa, 1993). Karena itu diharapkan keluarga sebagai lembaga pertama dalam kehidupan PDB. Keluarga merupakan individu yang berinteraksi dengan subsistem yang berbeda yaitu ada yang bersifat dyadic (melibatkan

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  Orang tua memilki peran yang cukup besar antara lain: (1) Menyediakan sumber pendapatan yang memungkinkannya untuk memenuhi kebutuhan anaknya seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, perawatan kesehatan dan aktifitas sosial serta rekreasional. (2) Memenuhi kebutuhan anak seperti rasa cinta, rasa aman, perhatian dan dukungan emosional yang diperlukan untuk perkembangan emosional anak. (3) Menyediakan rangsangan terhadap perkembangan intelektual, sosial dan spritual secara normal. (4) Melakukan sosialisasi anak. Sosialisasi merupakan proses “perekrutan anggota baru” ke dalam kelompok dan mengajarkan kepada mereka perilaku yang menjadi kebiasaan dan dapat diterima oleh kelompok.(5) Mendisiplinkan anak dan menjaganya dari perkembangan pola perilaku dan sikap yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. (6) Melindungi anak dari kerugian fisik, emosional dan sosial. (7) Menampilkan suatu model untuk perilaku yang berkaitan dengan jenis kelamin. (8) Memelihara kestabilan interaksi dalam keluarga secara memuaskan yang memungkinkannya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. (9) Menyediakan tempat kediaman yang jelas untuk anak dan memberikan definisi yang jelas tentang tempat untuknya dalam masyarakat. (10) Sebagai perantara antara anak dengan dunia luar, membela hak-hak anak dalam masyarakat dan melindungi anak dari ketidakadilan dalam masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut keluarga merupakan berpengalaman mempunyai resiko terhadap

12 DISABILITAS BERAT 12 DISABILITAS BERAT

  Milley (1992) mengemukakan beberapa bentuk keluarga yang tidak mampu melaksanakan fungsinya, yaitu: Pertama, Peran orang tua yang tidak lengkap; yaitu suatu keluarga yang salah satu orang tuanya tidak ada, baik sementara maupun untuk selamanya, sehingga peran orang tua menjadi tidak lengkap, karena tidak ada salah satu figur yang bisa dijadikan panutan. Kedua, Menolak Peran; yaitu keluarga yang menolak peran sebagai orang tua. Orang tua tersebut merasa terbebani dengan tugas pengasuhan anak, sehingga anak-anaknya menjadi terlantar dan atau bahkan mengalami kekerasan. Ketiga, Sumber-sumber kemasyarakatan yang terbatas; adalah suatu keluarga yang hidup dan tinggal dalam lingkungan yang sumber kemasyarakatannya terbatas, seperti perumahan yang tidak layak, pengangguran, kemiskinan, diskriminasi, dan tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan dan pelayanan kemanusiaan lainnya. Keempat, Orang tua yang mengalami hambatan kemampuan; adalah orang tua yang tidak bisa maksimal dalam melakukan pengasuhan yang disebabkan karena kecatatan atau sakit yang menahun, ketergantuangan obat, pemabuk, dsb. Kelima, konflik peran dalam pengasuhan (intrarole conflict); Terjadi ketidakcocokan dalam proses pengasuhan antara ibu dan bapak. Mereka memiliki harapan yang berbeda terhadap anak, sehingga berdampak pada konflik model pengasuhan antara ibu dan bapak. Keenam, konflik peran orang tua (interrole conflict), sering kali orang tua mengalami konflik peran antara peran orang tua yang bertanggung jawab dalam memberikan pengasuhan secara optimal kepada anak dengan perannya dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dan peran sosial lainnya. Ketujuh, anak yang mengalami hambatan aktivitas cacat; Milley kemudian menambahkan apabila suatu keluarga atau orang tua tidak mampu melaksanakan perannya yang disebabkan karena

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  be understood to mean any violence between current and former partners in an intimate relationship, wherever and whenever the violence occurs. The violence may include physical, sexual, emotional and financial abuse. Blunkett (2003) (Cooper Vetere, 2005).

  Keluarga menjadi penyelesai masalah, ada delapan model intervensi yang bisa dikembangkan (Hook, 2008) antara lain:

  1) social learning approach to family counseling, menekankan pada pembelajaran ketrampilan baru, perilaku yang ditampilkan dan memperbaharui kepercayaan. 2) structural family therapy, yang menekankan pada mengkreasikan efektifitas organisasi keluarga. 3) solution focused family therapy, yang menekankan pada mengembangkan solusi baru terhadap masalah yang dihadapi. 4) Narative family therapy, yang menekankan pada transformasi permasalahan kepada harapan yang diinginkan.

  5) Psychoeducational approaches to family counseling, yang menekankan pada kemungkinan anggota keluarga mengatasi sakit atau permasalahan lainnya. 6) Multisystem approach to family therapy, menekankan pada kemungkinan keluarga yang mengalami banyak masalah dengan dihubungkan dengan system support. 7) Object relation family therapy, yang menekankan pada issue hubungan interpersonal dengan pengalaman hidupnya. 8) Spirituality, yang menekankan pada perasaan mengenai arti, nilai dan hubungan dengan aspek-aspek kehidupan.

  Fungsi sosial keluarga menurut perspektif Zastrow (1999) ada lima adalah sebagai berikut: a) Replace of population (pembaharu populasi) yaitu setiap masyarakat memiliki system tersendiri untuk menambah jumlah anggota masyarakatnya, dan keluarga dianggap

14 DISABILITAS BERAT 14 DISABILITAS BERAT

  d) Regulation of sexual behavior (regulasi perilaku seks) adalah keluarga menyediakan tempat untuk mengatur pelaksanaan hubungan seksual, e) Source of affection (sumber kasih sayang) adalah keluarga memberikan pemuasan kebutuhan yang manusiawi, dukungan emosional dan aturan-aturan yang positif yang dapat membantu terwujudnya keteraturan kehidupan sosial.

  Pada keluarga yang mempunyai anggota yang mengalami disabilitas berat ada peran pokok yang harus dilakukan yaitu memenuhi hak hidupnya. Dalam memenuhi hak hidup tersebut ada dua peran yang penting yaitu memperkuat ekonomi keluarga dan menambah pengetahuan tentang kedisabilitasan anaknya.

B. EKONOMI KELUARGA

1. Pendapatan

  Menurut Nasution (1987), pendapatan adalah arus uang atau barang yang menguntungkan bagi seseorang atau kelompok individu, perusahaan atau perekonomian dalam beberapa waktu. Pendapatan tiap keluarga berbeda-beda sesuai dengan pemasukan keuangan oleh keluarga tersebut. Biasanya dalam setiap keluarga, kepala keluargalah yang memiliki penghasilan utama sebagai sumber pembiayaan dalam kehidupan sehari- hari. Keluarga dengan pendapatan yang tinggi lebih tercukupi kebutuhannya termasuk kebutuhan untuk penyandang Disabilitas Berat. Pendapatan dalam tiap keluarga sangat erat kaitannya dengan pekerjaan anggota keluarga tersebut terutama ayah sebagai kepala rumah tangga.

  DISABILITAS BERAT

2. Pekerjaan

  Purwodarminto (1996) mengartikan pekerjaan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah dan mata pencaharian. Menurut Dakir yang dikutip oleh Ermawan Susanto (2001) jenis pekerjaan dibagi menjadi : 1). Pegawai Negeri Sipil, yaitu orang yang memenuhi persyaratan, diangkat oleh pejabat yang berwenang, dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara, serta digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku. 2). Pedagang ialah orang yang memiliki perusahaan atau bidang usaha besar atau kecil. Dari segi pendapatan, pedagang ada yang berpenghasilan besar ada pula yang berpenghasilan sedang atau kecil tergantung besar usaha. 3). Petani ialah orang yang pencahariannya bercocok tanam baik di ladang, sawah atau perkebunan. Petani terbagi menjadi beberapa golongan yaitu petani penggarap atau buruh tani dan petani pemilik. Petani penggarap atau buruh tani biasanya berpenghasilan kecil. 4). Buruh ialah orang yang pencahariannya dengan menjual jasa seperti tukang batu, sopir dan buruh pabrik. Penghasilan buruh rata-rata kecil. Untuk buruh pabrik biasanya pendapatan disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang berbeda-beda tiap daerah.

C. KOMPETENSI KELUARGA TENTANG DISABILITAS

  Penyandang disabilitas seharusnya sama dengan orang lain, memiliki hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang sama. Perwujudan hak-hak disabilitas menjadi tanggung jawab bersama semua pihak, akan tetapi sebagian besar orangtua atau keluarga yang memiliki penyandang disabilitas hanya memiliki sarana dan prasarana yang masihsangat terbatas. Penyandang disabilitas memerlukan tenaga pendamping (caregiver) untuk memberikan pelayanan secara terus menerus. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada penyandang disabilitas, sudah seharusnya sebagai pendamping, orang tua mengambil peranan penting dalam memberikan pelayanan dengan tepat, penuh tanggung jawab, dan penuh kasih sayang.

16 DISABILITAS BERAT

  Kompetensi sebaiknya dimiliki oleh orang tua anggota keluarga sebagai pendamping bagi anggota keluarganya yang mengalami disabilitas berat. Adapun yang dimaksud kompetensi orang tua atau anggota keluarga yang menjadi pendamping anak atau anggota keluarganya yang mengalami disabilitas berat, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap (attitude).

1. Pengetahuan (knowledge)

  Orang tua atau anggota keluarga yang merawat anak atau anggota keluarganya mengalami disabilitas berat perlu dibekali dengan pengetahuan. Pengetahuan tentang kedisabilitasan, cara merawat penyandang disabilitas, bagaimana akses yang bisa didapat dari pemerintah, dan program-program yang disediakan pemerintah.

2. Keterampilan (skill)

  Orang tua atau anggota keluarga dituntut memiliki ketrampilan yang berkaitan dengan cara merawat anak atau anggota keluarga yang mengalami disabilitas berat. Ketrampilan tidak hanya dalam merawat secara fisik tapi juga ketrampilan secara non fisik seperti memotivasi anggota keluarga yang lain agar dapat sama-sama merawat dan menjaga PDB. Keterampilan dalam memahami apa yang dibutuhkan PDB.

  Tidak sedikit anggota keluarga yang serumah baik secara sosial maupun psikologis belum tidak siap menerima anggota keluarganya yang penyandang disabilitas, bahkan ada yang melakukan penolakan terhadap kehadirannya. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, orang tua dituntut memiliki keterampilan untuk memotivasi anggota keluarganya ataupun lingkungan sekitar, bahwa anak anggota keluarga yang mengalami disabilitas sangat memerlukan dukungan sosial dan psikologis (Oono et al, 2013;. Matson et al., 2009; McConachie dan Dingle, 2007). Berbagai program latihan keterampilan yang diberikan pada orang tua dan anggota keluarga lainnya, dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi PDB dan juga tingkat kesejahteraan keluarga (Reichow et al., 2013).

  DISABILITAS BERAT

3. Sikap dan Nilai (Attitude and Value)

  Motivasi menjadi pendamping (caregiver) bagi PDB terinspirasi oleh rasa keterpanggilan kemanusiaan. Kesabaran dan keikhlasan sangat diperlukan, karena kondisi keterbatasan yang disandang penyandang disabilitas membutuhkan pelayanan sesuai dengan kemampuan, menerima kondisi sebagaimana adanya, serta ikhlas dalam menjalankan tugas merupakan suatu bentuk sikap ingin membantu tanpa memikirkan imbalan. Rasa empati, dengan turut merasakan apa yang dirasakan dan menempatkan diri pada kesulitan yang dialami penyandang disabilitas. Dengan menolong akan melahirkan sikap mengasihi antar sesama, saling mengasihi, serta memperhatikan akan melahirkan kedamaian bagi penyandang disabilitas. Rasa empati, kepedulian, dan solidaritas sosial akan mewujudkan rasa tenggang rasa, toleransi, ikatan emosional, dan persaudaraan antara pendamping dan penyandang disabilitas. Semangat pengabdian, perhatian, dan komunikatif mempunyai arti ingin memberikan apa yang dimiliki dalam mendampingi penyandang disabilitas. Perhatian dan komunikatif merupakan bentuk dari keterlibatan mental dan emosional, dimana merupakan salah satu cara dalam menghadapi penyandang disabilitas yang menjadi tanggung jawabnya.

D. PEMENUHAN HAK PDB

  Keberadaan penyandang disabilitas telah ada sejak dahulu kala hingga saat ini. Pada mulanya manusia sering kali mengkaitkan antara kecacatan dengan dosa, sehingga terjadinya kecacatan dapat membawa aib bagi keluarga atau penyandangnya sendiri. Istilah penyandang disabilitas pun sangat beragam. WHO mendefinisikan disabilitas sebagai “A restriction or inability to perform an activity in the manner or within the range considered normal for a human being, mostly resulting from impairment”. (Barbotte, E.Guillemin, F.Chau, N. Lorhandicap Group, 2011)

  Definisi tersebut menyatakan dengan dengan jelas bahwa disabilitas merupakan pembatasan atau ketidakmampuan

18 DISABILITAS BERAT 18 DISABILITAS BERAT

  Pengertian lain disebutkan pula olehThe International Classification of Functioning (ICF) yaitu “Disability as the outcome of the interaction between a person with impairment and the environmental and attitudinal barriers she may face” (UNESCO Bangkok, 2009). Pengertian ini lebih menunjukkan disabilitas sebagai hasil dari hubungan interaksi antara seseorang dengan penurunan kemampuan dengan hambatan lingkungan dan sikap yang ditemui oleh orang tersebut.

  Dalam perkembangannya, orang memandang penyandang disabilitas sebagai individu yang harus dikasihani. Penyantunan terhadap penyandang disabilitas sering dihubungkan dengan belas kasihancharity, terutama penyandang disabilitas berat. Tahun 2006 Pemerintah Republik Indonesia yang pada saat itu diwakili oleh Bapak Bachtiar Chamsyah sebagai Menteri Sosial dan Bapak Siswadi sebagai Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) telah menandatangani Convention on The Rights of Persons with Disability (CRPD) di markas besar PBB di New York, dan pada tanggal 10 November 2011 pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi CRPD tersebut menjadi Undang-Undang Nomor

  19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang

  DISABILITAS BERAT

  Disabilitas). Sebagai konsekuensi dari ratifikasi adalah adanya pergeseran paradigma penanganan penyandang disabilitas yaitu pendekatan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan belas kasih (charity based approach) tetapi pada pendekatan yang lebih mengedepankan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas (rights based approach). Dalam hal ini, penyandang disabilitas tidak lagi dipandang sebagai objek tetapi harus diperlakukan sebagai subjek dalam pembangunan nasional setara dengan mereka yang non-disabilitas.

  Salah satu upaya untuk melindungi hak penyandang disabilitas adalah dengan memberikan payung hukum yaitu UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang diikuti dengan PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Pada UU 41997, tentang Penyandang Cacat Pasal 1, Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: a) Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;

  b) Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; c) Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; d) Aksebilitas dalam rangka kemandiriannya; e) Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan f) Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

  Menurut Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia yang telah disahkan pada bulan Maret 2016, Pasal 5 : ayat (2) Hak Penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak : a) hidup; b) kesehatan; c) mendapatkan habilitasi dan rehabilitasi; d) mendapatkan jaminan dan perlindungan sosial; e) pendidikan; f) beragama; g) rasa aman; h) keadilan; i) memperoleh pekerjaan; j) memperoleh aksesibilitas; k) berekspresi dan berpendapat, serta akses terhadap informasi; l) budaya, rekreasi, hiburan, dan olahraga; m) berpolitik dan berpartisipasi dalam pemerintahan; n) mobilitas pribadi; o) berkeluarga dan

20 DISABILITAS BERAT 20 DISABILITAS BERAT

  Pada pasal 9 memuat tentang pemenuhan hak Pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

  5 ayat (2) dilaksanakan dalam bentuk: a) pelayanan kesehatan;

  b) pelayanan sosial; c) penyediaan pelayanan pendidikan dan keterampilan; d) bantuan hukum; e) penyediaan akses pekerjaan;

  f) penyediaan alat bantu; g) memperoleh aksesibilitas gedung dan transportasi; h) memperoleh akses terhadap informasi dan teknologi; i) menyediakan akomodasi yang layak. j) menyediakan kouta untuk dipilih, memilih, dan penyelenggara dalam pemilu pemilukada. k) menyediakan sarana dan prasarana olahraga; l) menyediakan sarana dan prasarana rekreasi; dan m) menyediakan sarana dan prasarana budaya.

  Pada pasal 13 tentang pelayanan sosial untuk penyandang disabilitas dalam memenuhi hak adalah sebagai berikut: (1) Pelayanan sosial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar penyandang disabilitas. (2) Pelayanan sosial dilaksanakan melalui rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial terhadap penyandang disabilitas. Sedangkan pasal 14 menyebutkan: (1) Pelayanan sosial melalui pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk: a) pemberian bantuan modal usaha; b) pemberian pelatihan ketrampilan; c) pendirian koperasi;dan d) pelatihan usaha mandiri.

  Pada Pasal 15 ayat (1) Rehabilitasi sosial terhadap penyandang disabilitas dilakukan dalam bentuk: a) motivasi dan diagnosis psikososial; b perawatan dan pengasuhan; c) pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; d) bimbingan mental spiritual;

  DISABILITAS BERAT DISABILITAS BERAT

  g) pelayanan aksesibilitas; h) bantuan dan asistensi sosial; i) bimbingan resosialisasi; j) bimbingan lanjut; danatau k) rujukan. Sedangkan ayat (2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

  Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas : Setiap penyandang disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semenamena, serta memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain. Termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.

22 DISABILITAS BERAT

  Bab

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuatitatif dengan mengeksplorasi peran keluargawali dalam rangka pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat. Penelitian ini menggunakan metode survai, sedangkan dalam menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008). Jenis penelitian kuantitatif merupakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2008). Penelitian ini diperkuat dengan data kualitatif yang digali melalui wawancara.

B. VARIABEL PENELITIAN

  Suatu konsep yang digambarkan dalam definisi konsep tentu saja tidak dapat diobservasi atau diukur gejalanya di lapangan. Untuk dapat diobservasi atau diukur, maka suatu konsep harus didefinisikan secara operasional. Definisi operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu variabel, yang memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang relevan untuk variabel tersebut. Berdasarkan kajian pustaka di atas, variabel, indikator serta pengukuran penelitian dapat didiskripsikan sebagai berikut:

  DISABILITAS BERAT

  Tabel 1. Variabel Penelitian

  1 EKONOMI KELUARGA

  a. Pekerjaan b. Pendapatan c. Pengeluaran

  2 KOMPETENSI KELUARGA TENTANG

  a. Pengetahuan

  KEDISABILITASAN

  c. Keterampilan d. Sikap dan Nilai

  3 PEMENUHAN HAK PDB

  a. Sandang b. Papan c. Pangan d. Kesehatan dan

  Keperawatan

  e. Perlindungan

  Dalam penelitian ini definisi operasional variabel peran keluarga dalam pemenuhan hak PDB adalah sebagai berikut:

  Peran keluarga sebagai variabel bebas (X) :

  a. Ekonomi keluarga sebagai X1 dan kompetensi kedisabilitasan

  sebagai X2. Variabel peran diukur dengan menggunakan 4 poin skala Likert, responden diminta untuk memberikan konfirmasi atas pernyataan pernyataan yang diberikan dalam skala 1 (tidak setuju) sampai dengan 4 (sangat setuju).

  b. Pemenuhan hak PDB sebagai variabel terikat (Y)

  Variabel Pemenuhan Hak PDB diukur dengan menggunakan menggunakan 4 poin skala Likert, responden diminta untuk memberikan konfirmasi atas pernyataan pernyataan yang diberikan dalam skala 1 (tidak setuju) sampai dengan 4 (sangat setuju).

  Masing-masing indikator dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan yang dituliskan dalam kuesioner. Model hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut:

  24 DISABILITAS BERAT

  Keterangan:

  X1 = Ekonomi keluarga X2 = Kompetensi tentang kedisabilitasan Y = Pemenuhan hak PDB

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

  Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu 5 lokasi berdasarkan 1) lokasi uji coba pemberdayaan keluarga penyandang disabilitas berat yang dilakukan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan tahun 2015. 2) lokasi kegiatan ASPDB yang telah dilaksanakan sejak tahun 2006, dimana pada tahun 2016 akan dilakukan pemutusan kegiatan (exit strategy). Jumlah populasi pada setiap lokasi penelitian menurut Provinsi dan Kabupaten Kota adalah sebagai berikut:

  Tabel 2 : Populasi Penelitian

  Jumlah Populasi

  1. Jawa Tengah

  Kab. Jepara

  2. Jawa Barat

  Kab. Bogor

  3. DIY

  Kab. Sleman

  4. Sumatera Barat

  Kota Padang

  5. Sumatera Selatan Kota Palembang

  DISABILITAS BERAT

2. Sampel

  Menurut Sugiyono (2008), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus representatif. Berdasarkan populasi tersebut maka penentuan sampel yang representatif dalam penelitian ini adalah 10 persen dari jumlah populasi yaitu sebanyak 128 keluarga. Pendapat lain mengemukakan bahwa apabila populasi di bawah 1000 maka sampel yang diambil adalah 30, sedangkan apabila jumlah populasi di atas 1000 maka sampel yang diambil adalah 10 (Neuman, 2006). Berdasarkan tersebut maka jumlah sampel pada setiap lokasi yang dijadikan penelitian menurut Provinsi dan Kabupaten Kota adalah sebagai berikut:

  Tabel 3: Populasi Penelitian

  Jumlah Sampel

  1. Jawa Tengah

  Kab. Jepara

  2. Jawa Barat

  Kab. Bogor

  3. DIY

  Kab. Sleman

  4. Sumatera Barat

  Kota Padang

  5. Sumatera Selatan

  Kota Palembang

  JUMLAH

D. METODE PENGUMPULAN DATA