Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Bumn (Persero) Di Indonesia Periode 2006 – 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Bank sebagai lembaga kepercayaan/lembaga intermediasi masyarakat dan
merupakan bagian dari sistem moneter mempunyai kedudukan strategis sebagai
penunjang pembangunan ekonomi.Pengelolaan bank dituntut untuk senantiasa
menjaga keseimbangan antara pemeliharaan tingkat likuiditas yang cukup dan
rentabilitas bank yang tinggi serta pemenuhan kebutuhan modal. Pemeliharaan
kesehatan bank antara lain dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga
bank bisa memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau
mencairkan simpanannya sewaktu–waktu.
Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi bank persero, bank
umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non–devisa, bank
pembangunan daerah, bank campuran dan bank asing. Bank yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah bank BUMN (Persero). Bank BUMN (Persero) adalah
bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah Republik
Indonesia.Bank BUMN (Persero) Tbk terdiri dari PT. Bank Negara Indonesia, PT.
Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Mandiri, dan PT. Bank Tabungan Negara.
Sistem keuangan yang maju pada umumnya tidak dimiliki negara
berkembang, terlihat dari belum berkembang dan berfungsinya lembaga–lembaga

keuangan secara optimal.

Universitas Sumatera Utara

Optimalisasi lembaga–lembaga keuangan diukur melalui rasio antara jumlah
kekayaan yang dinyatakan dengan uang (financial assets) dengan pendapatan
nasional atau dengan Produk Domestik Bruto dalam perekonomian.Bila rasio
penggunaan uang dalam suatu negara tinggi menunjukkan semakin besar serta
semakin luas kegiatan lembaga–lembaga keuangan maupun pasar uang.Dan
refleksi kegiatan lembaga dan pasar keuangan yang luas tersebut tercermin dari
semakin beragamnya jenis instrumen keuangan yang digunakan dalam masyarakat
(Noegroho, 2002).
Pertengahan tahun 2007, perekonomian dunia menghadapi situasi yang tidak
pasti akibat perkembangan krisis sektor perumahan (subprime mortgage crisis) di
Amerika Serikat yang mulai terkuak.Dampak krisis sektor perumahan dan
perubahan peta keuangan dunia dan regional akan membawa pengaruh terhadap
arah pergerakan arus modal di pasar keuangan dan modal dalam negeri
(Noegroho, 2010).
Perubahan perekonomian dunia yang memburuk secara sangat cepat pada
semester kedua tahun 2007 telah menjadi salah satu bahan pembahasan penting

Pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR pada saat membahas asumsi ekonomi
makro tahun 2008 yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan besaran APBN
2008. Namun perubahan situasi perekonomian global yang drastis dan cepat
berubah hingga awal tahun 2008 menyebabkan asumsi ekonomi makro 2008 yang
telah ditetapkan pada bulan Oktober 2007 menjadi tidak sesuai lagi.
Hal tersebut akhirnya berdampak pada terjadinya inflasi di dalam
negeri.Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga–harga yang

Universitas Sumatera Utara

berlaku dalam suatu perekonomian (Sukirno, 2002 : 15). Krisis moneter yang
melanda Indonesia pada tahun 1997, memburuknya ekonomi dunia pada tahun
2007 dan adanya kasus Century yang sangat menyedot atensi masyarakat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam peta perbankan seperti ketentuan –
ketentuan dalam perbankan, manajemen perbankan, struktur perbankan yang akan
berakibat pada berubahnya posisi dana masyarakat yang dapat dihimpun oleh
perbankan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap fluktuasi suku bunga
yang ditetapkan perbankan (Tabel 1.1). Hal tersebut akan berimplikasi pada
semakin meningkatnya persaingan perbankan dalam menghimpun dana dari
masyarakat (Raharja, 2011).

Tabel 1. 1
Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka 12 Bulan
Pada Bank BUMN di Indonesia
Periode 2006 – 2013 (Dalam %)
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Bank Indonesia (SEKI, Januari 2014)

12 Bulan
8,71
8,41
11,44
9,40

6,93
6,94
5,91
6,69

Bunga yang diberikan oleh bank–bank pada masyarakat merupakan daya tarik
yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank.
Sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun akan
meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang
sebagian besar berupa pemberian kredit pada masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Dalam 8 tahun terakhir ini jumlah penghimpunan deposito berjangka terus
meningkat (Tabel 1.2).Hal ini menunjukkan bahwa investasi berupa deposito
berjangka di bank menjadi semakin menarik di mata masyarakat.Keadaan ini di
satu sisi adalah potensi yang baik bagi bank dalam kegiatannya menghimpun dana
masyarakat, namun di sisi lain seiring meningkatnya harapan masyarakat akan
deposito


berjangka,

jika

perbankan

tidak

hati–hati

dalam

mengelola

penghimpunan deposito ini maka akan sangat merugikan mereka.
Tabel 1. 2
Penghimpunan Deposito Berjangka 12 Bulan Rupiah
Pada Bank BUMN Dalam 8 Tahun Terakhir
(Dalam Miliar Rp)
No

Tahun
Deposito Berjangka 12 Bulan
1
2006
176.718
2
2007
179. 313
3
2008
235. 219
4
2009
274. 965
5
2010
328. 677
6
2011
350. 862

7
2012
378. 829
8
2013
403.735
Sumber : Bank Indonesia (SPI, Januari 2014)

Perkembangan jumlah penghimpunan deposito ternyata juga diikuti dengan
peningkatan penyaluran kredit yang diberikan oleh bank dalam hal ini ditunjukkan
oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) (Tabel 1.3).LDR adalah rasio keuangan
perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah
suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro,
tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman
(loan requests) nasabahnya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Lampiran 1e, Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat diukur dari perbandingan antara

seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga.
Tabel 1. 3
Perkembangan CAR, LDR, ROA, dan BOPO
Bank BUMN 8 Tahun Terakhir
(Dalam %)
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Tahun
2006
2007
2008
2009

2010
2011
2012
2013

Inflasi
6,60
6,59
11,05
2,78
6,96
3,79
4,30
8,38

CAR
21,20
17,85
14,31
13,81

15,36
15,04
16,17
16,70

LDR
59,93
62,37
70,27
69,55
71,54
81,51
79,84
89,29

ROA
2,22
2,76
2,72
2,71

3,08
3,60
3,80
3,74

BOPO
97,05
90,68
89,92
92,35
88,23
91,94
70,53
66,55

Sumber: Bank Indonesia (SPI, Januari 2014)

Pada Tabel 1.3 dapat diketahui bahwa hampir setiap tahunnya tingkat LDR
mengalami kenaikan namun masih ada penurunan di tahun 2009 dan 2012 tapi
masih dalam batas aman. Seperti ditunjukkan oleh Capital Adequancy Ratio
(CAR) pada Tabel 1.3. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri
bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank
(Almilia, 2006). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan
termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar
8%.Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan BIS (Bank for
International Settlement).
Sementara itu, indikator Return on assets (ROA) secara umum mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun sama halnya dengan LDR , kecuali terjadi
penurunan hanya pada tahun 2008, 2009, dan 2013.

Universitas Sumatera Utara

Return on Assets mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada
masa lalu. Analisis ini kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa–masa mendatang.
(Raharja, 2011).
Di sisi lain,indikator Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) adalah rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional
dalam mengukur tingkat efisien dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasinya. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam
mengendalikan biaya operasional, dengan adanya efisien biaya maka keuntungan
yang diperoleh bank akan semakin besar. Pada Tabel 1.3 diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 hingga tahun 2013 rasio BOPO mengalami fluktuasi dan belum
mencapai standar untuk ukuran bank di Indonesia. BI menetapkan dimana standar
rata–rata nya 85%-110%. Artinya jika BOPO terlalu tinggi tidak selamanya baik
karena

berarti

likuiditasnya

ketat

juga

berpotensi

akan

menimbulkan

permasalahan yaitu ketika membutuhkan likuiditas disaat pasokan mengetat.
Selain itu, tingkat suku bunga mempunyai kaitan yang cukup erat dengan berbagai
indikator ekonomi lainnya.Di sisi internal tingkat suku bunga berkaitan dengan
inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah.Dalam lingkup eksternal
tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus modal masuk dan keluar
(Almilia, 2006).
Data dalam Tabel 1.3 menunjukkan bahwa tingkat inflasi sangat berfluktuasi
dari tahun ke tahun dan terkadang tejadi kenaikan atau penurunan yang sangat
ekstrim seperti pada tahun 2008 ke tahun 2009 yaitu sebesar 11,05 menjadi 2,78.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus
selalu memperhatikan keseimbangan berbagai faktor.Dalam rangka meningkatkan
kemampuan pengendalian pelaksanaan kebijakan moneter, salah satu kebijakan
mendasar yang telah ditempuh pemerintah adalah kebijakan deregulasi perbankan
yang dilaksanakan sejak tanggal 1 Juni 1983 dengan maksud agar kehidupan
perbankan lebih mandiri, efisien dan dapat meningkatkan mobilisasi dana
masyarakat.
Sebelumnya pengaturan moneter dilakukan secara langsung dengan mengatur
agregat moneter melalui penetapan kredit perbankan serta penetapan suku bunga,
sehingga berfungsi sebagai piranti moneter yang hampir sepenuhnya dapat
dikontrol oleh Bank Sentral.Dengan adanya deregulasi mengakibatkan perubahan
mekanisme dan pengendalian moneter.Agregat moneter tidak lagi secara langsung
dikontrol oleh Bank Sentral, sedangkan suku bunga ditentukan oleh kekuatan
pasar (Noegroho, 2010).
Masalah penentuan tingkat suku bunga menjadi masalah penting bagi negara
berkembang maupun negara sedang berkembang yang sedang mengalami proses
liberalisasi sistem keuangan dalam negerinya.

Bagaimana suku bunga yang

diharapkan berlaku menghadapi perubahan lingkungan dan bagaimana merespon
pengaruh luar negeri dan kebijaksanaan dalam negeri.Hal itu membuat perbankan
banyak menyalurkan dana untuk kredit.

Sementara itu, meskipun terjadi

peningkatan kredit yang cukup tinggi, posisi CAR yang mencerminkan tingkat
kesehatan permodalan bank masih tinggi sekitar 16,17% pada tahun 2012 atau
tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya sebesar 15,04% di tahun 2011.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini tingkat suku bunga dalam negeri dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang berasal dari luar negeri, seperti suku bunga Internasional,
maupun yang berasal dari dalam negeri, seperti ekspektasi inflasi, kondisi
perbankan serta langkah dan tindakan otoritas moneter. Dalam hal ini bank–bank
telah diberi kebebasan dalam menetapkan tingkat suku bunga deposito, tingkat
bunga pinjaman dan pengelolaan lainnya. Tidak jarang bank–bank menetapkan
suku bunga terselubung.yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi
dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan
tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar
akan berkurang.
Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan
dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri
yang memiliki tingkat risiko lebih besar.Sehingga dengan demikian, tingkat
inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga (Noegroho,
2010).Dengan

adanya

permasalahan–permasalahan

yang

harus

dihadapi

pemerintah tersebut, maka dalam hal ini pemerintah harus bisa memutuskan
kebijaksanaan yang harus diambil sehingga dapat memperbaiki maupun
meningkatkan struktur dan kualitas perbankan Indonesia khususnya perbankan
BUMN (Persero) yang dijadikan sebagai objek penelitian ini.
Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan
kejelasan tentang besarnya pengaruh kinerja fundamental keuangan perbankan
berupa CAR (Capital Adequancy Ratio), ROA (Return on Assets), LDR (Loan to
Deposit Ratio),Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan

Universitas Sumatera Utara

tingkat inflasi terhadap tingkat suku bunga deposito pada Bank BUMN (Persero)
di Indonesia. Oleh karena itu, maka penulis mencoba melakukan penelitian
dengan judul “FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKA PADA BANK PERSERO DI
INDONESIA”.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah “Apakah Capital Adequancy Ratio (CAR), Return on Assets (ROA),
Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) dan Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap Tingkat Suku
Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Persero di Indonesia?”

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris dan mengetahui
pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR), Return on Assets (ROA), Loan to
Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO), dan Tingkat Inflasiterhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka
Pada Bank Persero di Indonesia.

1.4.Manfaat Penelitian
Adapun suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi
bidang ilmu yang diteliti.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Bagi Investor
Sebagai bahan pertimbangan bagi investor dalam berinvestasi dengan
memperhatikan tingkat bunga.
2. Bagi Perusahaan (Emiten)
Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam mengambil
kebijakan perbankan, khususnya dalam hal penentuan tingkat suku bunga
deposito berjangka Pada Bank Persero di Indonesia kepada masyarakat.
3. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan yang sangat berharga yang
disinkronkan dengan pengetahuan teoritis yang diperoleh dari bangku kuliah.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi terhadap peneliti selanjutnya yang akan melakukan
penelitian yang sama di masa mendatang secara lebih efektif dan efisien.

Universitas Sumatera Utara