perjanjian dalam perkawinan sebuah telaa 02c3f637

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN
(SEBUAH TELAAH TERHADAP HUKUM POSITIF DI INDONESIA)
Hanafi Arief
Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan MAB
Jalan Adhyaksa No. 2 Kayutangi Banjarmasin Kalimantan Selatan Indonesia
Email: hanafi_arief@yahoo.com
Abstract
The marriage agreement is a treaty governing the consequences of a marriage bond. In
Indonesia, marriage agreements are allowed to be made since the enactment of the Civil Code.
The subject of this marriage agreement is then reaffirmed in the Marriage Act No. 1 of 1974. The
marriage agreement is part of the field of family law set out in Book I of the Civil Code (BW).
The arrangement of marriage agreements is described in Chapter VII, articles 139 to 154. In
general, marriage agreements apply and bind the parties or brides in marriage. In the Marriage
Law No. 1/1974, the Marriage Agreement is found in Chapter V, containing one article, namely
article 29. One of the principles contained in this Act related to the marriage agreement is the
right and the position of a balanced husband and wife. Each party can perform legal acts
independently. The marriage agreement in article 29 is not strictly regulated, so it implicitly can
be interpreted that such marriage agreements are not limited to matters of marriage property but
also other matters as long as it is not contrary to religious norms, public order and morals. The

essence of the Marriage Agreement set forth in the Marriage Act No. 1/ 1974 is broader than the
meaning of the marriage agreement contained in the Civil Code (BW).
Keywords: Marriage Agreement, Positive Law of Indonesia .

Abstrak
Perjanjian perkawinan merupakan perjanjian yang mengatur akibat suatu dari adanya ikatan
perkawinan. Di Indonesia, perjanjian perkawinan diperbolehkan untuk dibuat sejak
diberlakukannya KUH Perdata. Perihal perjanjian perkawinan ini kemudian dipertegas kembali
dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974.Perjanjian perkawinan merupakan bagian dari lapangan
hukum keluarga diatur dalam Buku I KUHPerdata (BW). Pengaturan perjanjian perkawinan
dijelaskan pada Bab VII pasal 139 s/d 154. Secara garis besar perjanjian perkawinan berlaku dan
mengikat para pihak/mempelai dalam perkawinan. Dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
Perjanjian Perkawinan didapati dalam Bab V, berisi satu pasal, yaitu pasal 29. Salah satu azas
yang terkandung dalam UU ini terkait dengan perjanjian perkawinan adalah hak dan kedudukan
suami istri yang seimbang. Masing-masing pihak dapat melakukan perbuatan hukum secara
mandiri. Perjanjian perkawinan dalam pasal 29 tidak mengatur secara tegas, sehingga secara
implisit dapat ditafsirkan perjanjian perkawinan tersebut tidak terbatas hanya mengatur mengenai
harta perkawinan saja, namun juga hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan norma agama,
ketertiban umum dan kesusilaan. Esensi Perjanjian Perkawinan yang diatur dalam UndangUndang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 lebih luas dari pada makna perjanjian perkawinan
yang terdapat dalam KUH Perdata (BW).


151

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Kata Kunci: Perjanjian Perkawinan, Hukum Positif di Indonesia.
pihak pula, seperti pemberian surat wasiat,

PENDAHULUAN
Sesuai dengan kodratnya, manusia

pemberian hibah dan lain sebagainya; kedua

mempunyai naluri untuk untuk selalu ingin

perbutan hukum dua pihak, yakni perbuatan

hidup bersama, saling berinteraksi, serta

yang


mempertahankan

menimbulkan hak dan kewajiban bagi

manusia

keturunan.

melakukan

Untuk

itu

perkawinan.

dilakukan

dua


keduanya,

pihak

yang

sepertipembuatan

Perkawinan dilakukan antara dua jenis

perjanjianperkawinan, perjanjian jual-beli

kelamin manusia yang berbeda yakni laki-

dan lain-lain.4

laki dan perempuan yang bisanya didahului
dengan saling ketertarikan satu sama lain
untuk hidup bersama.


1

manusia

berinteraksi

tersebut

merupakan

interaksi

perbuatan

hukum

yang

perbuatan


hukum,

perkawinan memerlukan ketentuan yang
mengatur agar perkawinan dan keturunan
yang dilahirkan dikatakan sah menurut
hukum

(syariah).

dikelompokan

3

Perbuatan

menjadi

dua;


Tahun

1974

memberikan

tentang

Perkawinan,

pengertian

mengenai

perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai

melahirkan hak dan dan kewajiban.2
Sebagai


Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

Tambahan pula,

bahwa dalam kehidupan sosial,
dan

PEMBAHASAN

hukum
pertama

perbuatan hukum sepihak, yakni perbuatan
yang dilakukan oleh satu pihak saja dan
menimbulkan hak dan kewajiban pada satu

suami

istri


dengan

tujuan

membentuk

keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia
berdasarkan

Ketuhanan

Yang

Maha

Esa.Atas dasar ini, perkawinan diharapkan
dapat membentuk keluarga bahagia dan
kekal, serta diharapkan berjalan lancar, tanpa
hambatan, dan bahagia selama-lamanya
sesuai dengan prinsip atau azas dari suatu

perkawinan.5
Perkawinan sebagai lembaga hukum,

1

Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan di
Indonesia ,Sumur Bandung, Bandung,1981, hlm. 7.
2
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia ,PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984,
hlm. 119.
3
Achmad
Ichsan,Hukum
Perkawinan
Islam,Pradya ParamithaI, Jakarta, 1960, hlm. 15.

mempunyai akibat hukum yang sangat
4


Ibid
Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam Dan
UU.Perkawinan UU No 1 Tahun 1974 , Liberti,
Yogyakarta, 1974, hlm. 55.
5

152

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

pentingdalam kehidupan para pihak yang
melangsungkan

perkawinan.

dalam

perkawinan

6

Islam. Sejak berlakunya Undang-Undang

Perjanjian

Nomor 1 tahun 1974, sehingga di negara

merupakan

Indonesia telah terjadi unifikasidalam bidang

perjanjian yang mengatur akibat dari adanya

Hukum Perkawinan, kecuali sepanjang yang

ikatan perkawinan, yang salah satunyaialah

belum atau tidak diatur dalam undang-

dalam bidang harta kekayaan. Perjanjian

undang tersebut, maka peraturan lama dapat

perkawinan jarang terjadi di Indonesia asli,

dipergunakan.8

suatu

disebabkan

masih

hubungan

Meskipun undang-undang tersebut

kekerabatan antara calon suami istri, serta

mengatur tentang perkawinan, tapi lebih

kuatnya

pengaruh

kuatnya

adat.

Pada

jauh substansinya mengatur pula mengenai

merupakan

suatu

hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan

perjanjian yang mengikat lahir dan batin

atau segala akibat hukum yang berkaitan

dengan dasar iman. Itu sebab sebagian orang

dengan perkawinan, sehingga hal ini dapat

berpendapat,

dikategorikan

dasarnya

hukum

perkawinan

suatu

perkawinan

persetujuan

belaka

Keluarga.9Perjanjian perkawinan merupakan

dalammasyarakat antara seorang laki-laki

istilah yang diambilkan dari judul Bab V

dan seorang perempuan, seperti persetujuan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,

dalam jual beli, sewamenyewa dan lain

berisikan

merupakan

sebagainya.
Di

bahwa

7

Sedangkan
Indonesia,

pengertian

yaitupasal

29.

perjanjian

perkawinanini tidak diperoleh penjelasan,

produk peraturan perundang-undangan yang

yang ada hanya pengaturan kapan perjanjian

mengatur masalah perjanjian perkawinan,

kawin itu dibuat, mengatur keabsahan, saat

yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

berlakunya, dan dapat diubahnya perjanjian

(KUHPerdata)

itu. Tidak diatur mengenai materi perjanjian

Burgerlijk

3

pasal,

Hukum

(tiga)

atau

terdapat

satu

sebagai

Wetboek

(BW), Undang-Undang Nomor 1 tahun l974
8

mengenai Perkawinan, dan Inpres Nomor 1
Tahun 1974 tentang Kompilasi Hukum
6

J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan , Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm. 28.
7
Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan di
Indonesia ,Sumur Bandung, Jakarta, 1981, hlm. 8.

K. Wantjik Saleh,Hukum Perkawinan
Indonesia ,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 3.
9
Hukum keluarga Indonesia ini merupakan
hukum positif Indonesia yang sejalan dengan Hukum
Islam,
Hanafi
Arief, 2016,Pengantar Hukum
Indonesia dalam Tatanan Historis, tata Hukum dan
Politik Hukum Nasional,PT. ILKIS Pelangi Aksara,
Yogyakarta, hlm. 199. Lihat pula J. Satrio, Op. cit,
hlm. 4.

153

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

seperti telah diatur dalam KUHPerdata.

Perjanjian perkawinan di Indonesia

Perjanjian Perkawinanmerupakan perjanjian

mulai

atau persetujuan yang dibuat oleh calon

diberlakukannya KUHPerdata pada tanggal

suami

1

isteri, sebelum

atau pada saat

diperbolehkan

Mei

1848.

dibuat

Dalam

hal

sejak

perjanjian

perkawinan dilangsungkan untuk mengatur

perkawinan ini, kemudian dimuat dan

akibat-akibat perkawinan terhadap harta

dipertegas kembali dengan diundangkannya

kekayaan mereka.

10

Undang-Undang Perkwinan Nomor 1 Tahun

Perjanjian perkawinantidak hanya

1974.

Sementara

itu

akibat

daripada

sebatas memperjanjikan masalah keuangan

perkembangan zaman yang semakin pesat

atau harta, ada hal lain yang juga penting

serta adanya tuntutan persamaan derajat

diperjanjikan, misalnya kejahatan rumah

antara

tangga, memperjanjikan salah satu pihak

menyebabkan

untuk tetap berkarir meski sudah menikah

tersebut lebih sering dibuat sebelum calon

dan lain sebagainya.

11

Perjanjian kawin

laki-laki

pasangan

dengan

perjanjian

suami

istri

wanita,
perkawinan

melangsungkan

menurut KUH Perdata Pasal 139 sebenarnya

perkawinan. Eksistensi Pasal 29 ayat (1)

merupakan persetujuan antara calon suami

pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1

dan istri, untuk mengatur akibat perkawinan

tahun 1974, dikehendaki adanya perjanjian

terhadap harta kekayaan mereka. Oleh

sebagai pengiring tuntutan zaman akan

karena itu, perjanjian perkawinan dapat

persamaan status dan derajat serta kebebasan

diadakan baik dalam hal suami-istri akan

untuk menentukan kebutuhan bagi rakyat

kawin campur harta secara bulat, maupun

sendiri.
Manfaat

dalam hal mereka memperjanjikan adanya

perjanjian

dalam

harta yang terpisah, atau harta diluar

perkawinan bagi negara sangatlah besar.

persatuan.

Adanya perjanjian perkawinan memberikan
batasan bagi pasangan suami isteri guna
mencegah dan mengurangi konflik terutama

10

Soetojo Prawirohamidjojo,Pluralisme dalam
perundang-undangan
perkawinan
di
Indonesia ,Airlangga University Press, Surabaya,
1986, hlm.57.
11
Muchsin,Perjanjian Perkawinan Dalam
Persfektif Hukum Nasional,Varia Peradilan, Jakarta,
2008, hlm. 7,

yang

terjadi

di

perkawinan.Perjanjian

dalam

lembaga

perkawinan

dapat

menjadi acuan jika suatu saat nanti timbul
konflik, meskipun konflik tersebut tidak

154

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Belum ada definisi baku mengenai

dikehendaki. Namun manakala terjadi juga
dengan

perjanjian perkawinan baik menurut bahasa

perceraian, maka perjanjian tersebut dapat

maupun istilah. Namun dari masing-masing

dijadikan rujukan sehingga masing-masing

kata

mengetahui hak dan kewajibannya.

diartikan: 18 “Perjanjian” berarti persetujuan;

konflik

yang

harus

berakhir

dalam

kamus

bahasa

dapat

dalam

syarat; tenggang waktu; kesepakatan baik

perkawinan menurut asalnya merupakan

lisan maupun tulisan yang dilakukan oleh

terjemahan

dua

Sebenarnya

perjanjian

dari

kata

“huwelijksevoorwaarden” yang ada dalam
Burgerlijk

Wetboek(BW).

12

Istilah
13

ini

pihak

atau

Sedangkan

lebih

untuk

ditepati.

“perkawinan”

pernikahan;

hal-hal

yang

berarti:
berhubungan

Undang-

dengan kawin. Dalam arti formal perjanjian

undang nomor 1 tahun 197414dan Kompilasi

perkawinan adalah tiap perjanjian yang

terdapat dalam KUH Perdata,

Hukum Islam.

15

Kata “huwlijk”menurut

bahasa berarti: perkawinan antara seorang
laki-laki

dan

seorang

sedangkan
syarat.

17

Perjanjian

perempuan,

16

dilangsungkan

sesuai

dengan

ketentuan

undang-undang antara calon suami istri
mengenai

perkawinan

mereka,

tidak

“voorwaard”berarti

dipersoalkan apa isinya. 19 Menurut Wirjono

perkawinan

Projodikoro,

yaitu,

kata

sebagai

mempelai

sebelum

mengenai harta benda kekayaan antara dua

perkawinan dilangsungkan, dan masing-

pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau

masing berjanji akan mentaati apa yang

dianggap berjanji melakukan suatu hal,

tersebut

sedang

dalam

waktu

atau

persetujuan

itu,

yang

disahkan oleh pegawai pencatat nikah.

pihak

perhubungan

diartikan

persetujuan yang dibuat oleh kedua calon
pada

“suatu

perjanjian

lain

berhak

hukum

menuntut

pelaksanaan janji itu”.20
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata
menyatakan bahwa Suatu persetujuan adalah

12

Subekti, Op. cit, hlm. 38.
KUHPerdata, Bab VII dan VIII Pasal 139-185.
14
Undang-undang nomor 1 tahun 1974, Bab V
Pasal 29.
15
Kompilasi Hukum Islam, Bab VII Pasal 45-52.
16
Martias Gelar Imam Radjo Mulono,Penjelasan
Istilah-Istilah Hukum Belanda Indonesia ,Ghalia,
Jakarta, 1982, hlm. 107.
17
S. Wojawasito, Op. cit, hlm. 772.
13

18

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer ,Modern English Press,
Jakarta, 1995, hlm. 601.
19
HR. Damanhuri HR, Segi-Segi Hukum
Perjanjian Perkawinan Harta Bersama , Mandar
Maju, Bandung, 2007, hlm. 1.
20
Ibid.

155

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

suatu perbuatan dengan mana satu orang

c.

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”.21Pasal 139 KUH Perdata

Perjanjian tersebut mulai berlaku
sejak perkawinan dilangsungkan.

d.

Selama

perkawinan

berlangsung

menyatakanDengan mengadakan perjanjian

perjanjian

kawin, kedua calon suami istri adalah berhak

diubah, kecuali bila dari kedua

menyiapkan beberapa penyimpangan dari

belah pihak ada persetujuan untuk

peraturan Undang-undang sekitar persatuan

merubah

harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak

merugikan pihak ketiga.23

menyalahi tata susila yang baik atau tata

KompilasiHukum

ketentuan dibawah ini.22

menyatakan:
1

tahun 1974 pasal 29 menjelaskan:
a.

Pada

waktu

atau

sebelum

perkawinan dilangsungkan, kedua
pihak atau persetujuan bersama
dapat

mengadakan

perjanjian

tertulis yang disahkan oleh Pegawai
pencatat perkawinan, setelah mana
isinya berlaku juga terhadap pihak
ketiga

sepanjang

pihak

ketiga

tersangkut.
b.

Perjanjian

tersebut

disahkan

bilamana

batas-batas

hukum,

tidak

dapat

perubahan

dapat

tidak

Islam

pasal

47

“Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan kedua calon mempelai dapat
membuat perjanjian tertulisyang disahkan
Pegawai
Pencatat
Nikah
mengenai
kedudukan harta dalam perkawinan”,
a. Perjanjian tersebut dalam ayat (1)
dapat meliputi percampuran harta
pribadi dan pemisahan harta
pencaharian
masing-masing
sepanjang hal itu tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
b. Di samping ketentuan dalam ayat
(1) dan (2) di atas, boleh juga isi
perjanjian
itu
menetapkan
kewenangan masing-masing untuk
mengadakan ikatan hipotik atas
harta pribadi dan harta bersama atau
harta syarikat.24

melanggar
agama

dan

kesusilaan.
21

dan

tidak

Inpres Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

tertib umum dan asal di indahkan pula segala

Undang-undangPerkawinanNo.

tersebut

Sudarsono, Kamus Hukum,Rincka Cipta,
Jakarta, 2007, hlm. 363.
22
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata ,Pradnya Paramita,
Jakarta, 1978, hlm. 51.

23

Departement agama RI, Himpunan Peratura
perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Agama, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang ,
Jakarta, 2001, hlm. 138.
24
Departement agama RI,Himpunan Peratura
perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Agama, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang
Kompilasi Hukum Islam,Jakarta, 2001, hlm. 328.

156

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Perjanjianperkawinan menurut Gatot
Supramono adalah perjanjian yang dibuat

akibat-akibatperkawinan
kekayaan mereka.

oleh calon suami dengan calon isteri pada
waktu

atau

sebelum

perkawinan

terhadap

harta

28

Pada

dasarnyaperjanjian

perkawinanialah perjanjian mengenai harta

dilangsungkan, perjanjianmana dilakukan

benda

secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai

mereka, yang menyimpang dari asas atau

Pencatat Nikah danisinya juga berlaku

pola yang ditetapkan oleh undang-undang.

terhadap

Dalam Pasal 147 juncto Pasal 149 KUH

pihak

diperjanjikan.
“Perjanjian

25

ketiga
Menurut

perkawinan

sepanjang
R.

Subekti,

adalah

suatu

Perdata

suami-isteri

dikatakan,

perkawinanharus

selama

bahwa

dibuat

Notaris

selama

yang

dilangsungkannyaperkawinan,

yang

mana

menyimpang

dari

mereka

asasatau

pola

perjanjian

dengan

perjanjian mengenaiharta benda suami-istri
perkawinan

perkawinan

Akta

sebelum

mulai

berlaku

perjanjian

semenjak

saat

ditetapkan oleh undang-undang”. 26 Komar

perkawinan dilangsungkan dan tidak boleh

Andasasmita

ditarik kembali atau diubah dengan cara

mengatakan

apa

yang

dinamakan „perjanjian atau syaratkawin‟ itu

bagaimanapun

adalah perjanjian yang diadakan oleh bakal

perkawinan.

atau

berpendapat,

calon

suami-istridalam

mengatur

(keadaan) harta benda atau kekayaan sebagai
akibat dariperkawinan mereka.
Prawirohamidjojo

dan

Safioedin,”perjanjianperkawinan”

27

Soetojo

Abdul

berlangsungnya

Kadir

Muhammad

persyaratan

perjanjian

perkawinan adalah sebagai berikut: 29
1.

Dibuat pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan.30

Asis
adalah

selama

2.

Dalam

bentuk

tertulis

yang

perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh

disahkan oleh pegawai pencatat

calon suami istrisebelum atau pada saat

nikah.31

perkawinan dilangsungkan untuk mengatur
28

25

Gatot Supramono, Op. cit., hlm. 39.
R. Subekti, Op. cit, hlm. 9.
27
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta
Otentik dan Penjelasannya ,Ikatan Notaris Indonesia
(INI) Daerah Jawa Barat, Bandung, 1990, hlm. 5.
26

R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis
Safioedin,Hukum Orang dan Keluarga ,Alumni,
Bandung, 1987, hlm. 57.
29
HR, Damanhuri, Op. cit, hlm. 19.
30
Happy susanto, Pembagian Harta Gono-Gini
Saat Terjadi Perceraian ,Visimedia, Jakarta, 2008,
hlm. 97.
31
Ibid.

157

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

3.

Isi

perjanjian

batas-batas

4.

5.

6.

tidak

hukum,

melanggar
agama

dan

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undangbagi mereka yang

kesusilaan.

membuatnya.

Mulai berlaku sejak perkawinan

pembuatan perjanjianperkawinan, undang-

dilangsungkan.

undang memberikan kemungkinan bagi

Selama perkawinan berlangsung,

mereka yang belummencapai usia dewasa

perjanjian tidak dapat diubah.

untuk membuat perjanjian, dengan ketentuan

Perjanjian

sebagaimana tercantumdalam Pasal 151

perkawinan

dimuat

dalam akta perkawinan.32

Namun

1) Yang bersangkutan telah memenuhi

suatu perjanjian karenanya harusmemenuhi

syarat

persyaratan umum suatu perjanjian, kecuali

pernikahan.

peraturan

khususditentukan

lain.

untuk

melangsungkan

2) Dibantu oleh mereka yang izinnya

Adapun persyaratan umum tersebut adalah

diperlukan

tentang syarat-syaratsahnya suatu perjanjian

melangsungkanpernikahan.

yang

diatur

dalam

Pasal

1320

KUHPerdata.33

1320

perjanjianperkawinan

KUHPerdata,
juga

harus

dilaksanakan dengan „itikad baik, sesuai
dengan

untuk

3) Jika perkawinannya berlangsung
dengan izin hakim, maka rencana

Selain hal yang tercantum dalam
Pasal

dalam

KUHPerdata:

Perjanjian perkawinan merupakan

dalam

khususnya

ketentuanPasal

1338,

karena

perjanjiankawin
(konsepnya)

tersebut
harus

mendapat

persetujuan pengadilan.
Pasal 147 KUHPerdata dengan tegas
menetapkan,

perjanjian

perkawinanharus

dibuat dengan akta Notaris dengan ancaman
32

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Bab IV tentang Akta Perkawinan Pasal 12 berbunyi:
h. perjanjian perkawinan bila ada;
33
Lihat Pasal 1320 KUHPerdata yang
menyatakan
bahwa
untuk
sahnya
suatu
perjanjiandiperlukan empat syarat :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal

kebatalan.

Hal

itu

dimaksudkanagar

perjanjian perkawinan dituangkan dalam
bentuk akta autentik, karenamempunyai
konsekuensi luas dan dapat menyangkut
kepentingan keuangan yangbesar sekali.
Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan,
perjanjian perkawinan harusdibuat sebelum

158

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

perkawinan

Setelah

1) Tidak boleh bertentangan dengan

dilangsungkan,perjanjian

kesusilaan atau dengan ketertiban

dilangsungkan.

perkawinan

umum(Pasal 139 KUHPerdata).

perkawinan dengan cara bagaimanapun tidak

2) Tidak boleh memuat syarat yang

dapat diubah.
Syarat

pembuatan

menghilangkan

perjanjian

status

suami

perkawinan dengan akta Notaris adalah

sebagai kepalakeluarga, dan juga

untukmemperoleh

tanggal

ketentuan yang memuat janji bahwa

pembuatan perjanjian perkawinan, karena

isteri akan tinggalsecara terpisah

kalauperjanjian perkawinan dibuat dengan

dalam tempat tinggal kediaman

akta

sendiri dan tidak mengikutitempat

di

kepastian

bawah

kemungkinan

tangan,

bias

back

maka

ada

tinggal

date(tanggal

dimaksudkan,
mempunyai

Syarat

tersebut

agarperjanjian
kekuatan

140

3) Tidak boleh memuat perjanjian

dan syaratnyasehingga dapat merugikan
ketiga.

(Pasal

KUHPerdata).

mundur) diubah isi perjanjian perkawinan

pihak

suami

juga

yang melepaskan diri dari ketentuan

perkawinan

undang-undang tentang pusaka bagi

pembuktian

dan

keturunan mereka, juga tak boleh

kepastian hukumtentang hak dan kewajiban

mengatursendiri pusaka keturunan

calon pasangan suami isteri atas harta benda

mereka

mereka”.

diperjanjikan

34

Selain

syarat-syarat

sahnya

itu.

Tidak
salah

boleh
satupihak

diharuskan akan menanggung lebih

perjanjian perkawinan, KUHPerdata juga

besar

telahmenentukan dengan terperinci beberapa

yangdiperoleh

ketentuan

bersama. (Pasal 141 KUHPerdata).

yang

dijadikanpersyaratan

tidak
dalam

boleh

hutang

dari

keuntungan

dari

kekayaan

perjanjian

4) Tidak boleh membuat perjanjian-

perkawinan yaitu dalam Pasal 139-142

perjanjian yang bersifat kalimat-

KUHPerdata,yang antara lain:

kalimatyang

umum,

bahwa

perkawinan mereka akan diatur oleh
Undang-Undang.
Syarat-syarat perjanjian perkawinan
34

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 77.

ini

juga

ada

diatur

dalam

UU

159

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Perkawinandalam Pasal 29 yang antara
lain:

35

kesusilaan”. Pengesahan Perjanjian Kawin
tersebut oleh Pegawai Pencatat Perkawinan

sebelum

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1)

perkawinan dilangsungkan, kedua

undang-undang tersebut. Dengan demikian

belah

ataspersetujuan

perjanjian perkawinan tersebut tidak boleh

mengadakan

melanggar batas-batas hukum, agama dan

a) Pada

waktu

atau

pihak

bersama

dapat

perjanjian tertulis yang disahkan

kesusilaan.
Dengan demikian sahnya perjanjian

olehpegawai pencatat perkawinan.
terhadap

perkawinanialah

pihak ketigasepanjang pihak ketiga

didaftarkan di

tersangkut;

Negeri

Perjanjian ini

b) Perjanjian

berlaku

tersebut

tidak

dapat

dan

manakalaaktanya

telah

Kepaniteraan Pengadilan
dicatat

adanya

Perjanjian

Perkawinan tersebut pada akta perkawinan

disahkan apabila melanggar batas-

oleh

batashukum,

Perjanjian perkawinan merupakan suatu

agama,

dan

kesusilaan;

perjanjian

c) Perjanjian tersebut berlaku sejak
perkawinan dilangsungkan;

tersebut

tidak

dapat

diubah,kecuali bila dari kedua belah
pihak

ada

mengubah

Kantor

yang

harus

sebagaimana

dibuat

dengan

diatur

dalam

Pasal

KUHPerdata. Syarat-syarat tersebut:
1.

1320

36

Berdasarkan pada kesepakatan atau

persetujuan

untuk

kata sepakat, dimana para pihak

danperubahan

tidak

yang

mengadakan

perkawinan

Menurut Pasal 10 ayat (2) Undang-

pihak-pihak

Kawin

unsur

disahkan

perjanjian

mempunyai

suatu

kehendak yang bebas yaitu terhadap

undang Nomor 1 Tahun 1974:“Perjanjian
dapat

Sipil.

mendasarkan pada syarat-syarat umum yang

merugikan pihak ketiga.

tidak

Catatan

berlaku untuk dapat sahnya suatu perjanjian

d) Selama perkawinan berlangsung,
perjanjian

Petugas

bilamana

melanggar batas-batas hukum, agama dan

tersebut

paksaan,

kekhilafan

tidak

penipuan

dalam

ada
atau

mengadakan

perjanjian.
35

Libertus Jehani, Tanya Jawab Hukum
Perkawinan Pedoman Bagi (Calon) Suami Istri ,Rana
Pustaka, Jakarta, 2012, hlm. 29-30.

36

R. Subekti, Op. cit, hlm. 17.

160

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

2.

Para pihak harus cakap menurut
hukum

3.

4.

untuk

membuat

Pengaturan perjanjian perkawinan

suatu

dalam KUHPerdata dijelaskan pada Bab VII

perjanjian. Untuk membuat suatu

pasal 139 s/d 154. Secara garis besar

perjanjian,

yang

perjanjian perkawinan berlaku mengikat

para

pihak

mengadakan

perjanjian

cakap

para pihak atau mempelai apabila terjadi

mempunyai

kewenangan/berhak

perkawinan.Perjanjian perkawinan ini lebih

untuk melakukan suatu tindakan

sempit dari perjanjian secara umum karena

hukum seperti yang diatur dalam

bersumber pada persetujuan saja dan pada

perundang-undangan yang berlaku.

perbuatan yang tidak melawan hukum, tidak

Perjanjian yang dibuat tersebut

termasuk pada perikatan atau perjanjian

harus secara jelas memperjanjikan

yang

tetang sesuatu hal yang tertentu.

undang.Sungguh pun tidak ada definisi yang

Hal-hal yang diperjanjikan oleh

jelas tentang perjanjian perkawinan, namun

para pihak harus tentang sesuatu

dapat diberikan batasan bahwa hubungan

yang

boleh

hukum tentang harta kekayaan antara kedua

undang-

belah pihak, yang mana satu pihak berjanji

halal

dan

bertentangandengan
undang,

ketertiban

tidak

umum

dan

kesusilaan.

pada

Undang-

atau dianggap berjanji untuk melakukan
sesuatu hal, sedangkan dipihak lain berhak

Perjanjian perkawinan bagian dari

menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut.37

lapangan hukum keluarga harus sesuai
dengan

bersumber

ketentuan

perkawinan

dilakukan

I

seacara tertulis atas persetujuan kedua belah

perkawinan

pihak. Hal ini menimbulkan konsekuensi

memiliki karakteristik yang berbeda dengan

hukum yang berarti para pihak telah

perjanjian pada umumnya, seperti yang

mengikatkan diri pada perjanjian tersebut

diatur dalam Buku III KUHPerdata. Namun

dan

pada prinsipnya Buku III KUHPerdata juga

tersebut, seperti tertuang dalam pasal 1313

berlaku

KUH Perdata (BW). Para pihak harus

KUHPerdata.

dalamBuku

Perjanjian

Perjanjian

terhadapperjanjian

Keabsahansuatu

perjanjian

jugatundukpada

ketentuan

perjanjian pada umumnya.

perkawinan.

tidak

boleh

melanggar

perjanjian

perkawinan
syarat

sah

37

Martiman
Prodjohamidjodjo,Hukum
Perkawinan di Indonesia , Indonesia Legal Center
Publising, Jakarta, 2002, hlm. 29.

161

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

mentaaati perjanjian ini sebagaimana diatur

untuk

dalam KUH Perdata (BW). Sebagai sebuah

dilaksanakan denganitikad baik.39

perjanjian maka bila salah satu pihak

itu.

Persetujuanpersetujuanharus

Berdasarkan Pasal 139 KUH Perdata

melakukan pelanggaran (inkar janji) dapat

(BW),keberadaan

dilakukan gugatan baik gugatan cerai atau

adalah

ganti rugi.

Pasal119

Perjanjian

perkawinan

sebagai

sebagai

perjanjian

perkawinan

pengecualian

KUHPerdata

ketentuan

yaitu

ketika

perkawinan berlangsung,

maka secara

persetujuan atau perikatan antara calon

hukum

bulat

suami-istri itu pada prinsipnya sama dengan

kekayan suami maupun kekayaan isteri atau

perjanjian-perjanjia pada umumnya.Sebab

dengan kata lain sebatas mengatur.Adapun

satu sama lain terikat pada Pasal 1320

tujuan

KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya

perkawinanialah mengatur antara suami-

38

perjanjian-perjanjian.
Perkawinan

yang

berlakupersatuan

pokok

diadakannya

antara

perjanjian

Perjanjian

isteri apa yang akan terjadi mengenai

memenuhisyarat-syarat

hartakekayaan yang mereka bawa dan atau

tentang sahnya perjanjianperjanjianmenurut

yang akan mereka peroleh masingmasing.40

pasal 1320 KUH Perdataharus dipandang

Pasal 139 KUHPerdata mengandung

berlakusesuai dengan Undang-Undang bagi

suatu asas bahwa calon suami-istri bebas

pihakyang berjanji.

untuk menentukan isi perjanjian perkawinan

Dalam

pasal

KUHPerdata

yang dibuatnya. Akan tetapi kebebasan

ditegaskan bahwa Semuapersetujuan yang

tersebut dibatasi oleh beberapa larangan

dibuat secara sah berlakusebagai Undang-

yang harus diperhatikan oleh calon suami-

Undang

isteri

bagimereka

Persetujuan-persetujuan

1338

yangmembuatnya.

akan

membuat

perjanjian

dapat

perkawinan. Subtansi perjanjian perkawinan

ditarik kembali selain dengansepakat kedua

diserahkan pada pihak calon pasangan yang

belah pihak, atau karenaalasan-alasan yang

akan menikah dengan syarat isinya tidak

oleh

itutidak

yang

Undang-Undangdinyatakan

cukup
39

38

Pasal 1320 KUH Perdata berbunyi: Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu
hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal.

Abdulkadir
Muhammad,
Hukum
perdataIndonesia,PT.Citra AdityaBakti, Bandung,
hlm.99.
40
Mochammad Djais,Hukum Harta Kekayaan
Dalam Perkawinan, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 2003, hlm. 9.

162

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

boleh bertentangan dengan ketertiban umum,

kewajiban

kesusilaan, hukum dan agama.

kekayaan.

Mengenai

isi

yang

dapat

3.

Nurnazly

di

bidang

Soetarno

hukum

berpendapat

diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan,

bahwa perjanjian perkawinan hanya

dapat dikemukakan beberapa pendapat ahli

dapat memperjanjikan hal-hal yang

hukum antara lain :41

berkaitan

dengan

Sebagian ahli hukum berpendapat

kewajiban

di

bahwa perjanjian perkawinan dapat

kekayaan,

dan

memuat

menyangkut mengenai harta yang

1.

apa

berhubungan
kewajiban

dengan

suami

yang
dan

benar-

maupun

pribadi

baik

istri

bidang

benar

hal

suami

dengan harta benda perkawinan.

dalam perkawinan.

dapat

diperjanjikan

perjanjian

perkawinan.

merupakan

tugas

hanya

harta

yang

yang

dibawa

ke

Pasal

139 KUHPerdata, bahwa dalam

ini

perjanjian perkawinan itu kedua calon

untuk

suami-istri dapat menyimpangi ketentuan-

Hal

hakim

itu

Sebagaimana yang disebutkan dalam

yang
dalam

hukum

istri

bersangkutan,

batasan-batasan

dan

merupakan

mengenai hal-hal yang berkaitan

Mengenai

2.

saja,

hak

mengaturnya.

ketentuan yang ditetapkan dalam harta

R. Sardjono berpendapat bahwa

bersama,

sepanjang tidak diatur di dalam

penyimpangan tersebut tidak bertentangan

peraturan perundang-undangan, dan

dengan

tidak dapat ditafsirkan lain, maka

umum(openbare

lebih

bahwa

mengindahkan pula isi ketentuan yang

perjanjian perkawinan sebaiknya

disebutkan setelah pasal 139 KUHPerdata

hanya

itu.42

baik

ditafsirkan

meliputi

berkaitan

hak-hak

dengan

hak

yang

asal

saja

kesusilaan

penyimpangan-

dan

ketertiban

orde)

dengan

Dengan demikian dapa dikatakan

dan

bahwa pasangan yang mengikatkan diri
41

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif,
2004,Hukum
Perkawinan
dan
Keluarga
diIndonesia ,Badan
Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 80-81.

42

R. Soetojo Prawirohamidjojo,Pluralisme
dalam
Perundang-Undangan
Perkawinan
diIndonesia , Airlangga University Press, Surabaya,
2002, hlm. 64.

163

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dalam perjanjian perkawinan tersebut akan

campur harta,apabila milik bersama itu

memperoleh jaminan selama perkawinan

dihentikan, si suami atau si istri akan

berlangsung maupun sesudahnya. Karena itu

membayarbagian

untuk

perkawinan,

perimbangan

pelanggaran

(Pasal142); dalam perjanjian itu tidak boleh

memutuskan

hutang

dan

yang melebihi

keuntungan

bersama

dipersyaratkan

adanya

perjanjian.

Itu

sebabperistiwa

hukum

secara

sepertiini

yang

sangat

terjadi

kepadaperaturan yang berlaku dalam suatu

mengingat

akibat

jarang

hukum

yang

akan

umum

ditunjuk

begitu

saja

negara asing (Pasal 143)

ditanggung apabila salah satu pihak ingkar

Pasal 147 KUHPerdata menyatakan,

terhadap perjanjian perkawinan tersebut, dan

perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum

ada sanksi yang harus dipikul oleh pihak

perkawinan dilangsungkan dan perjanjian

yang

tersebut harus dibuat di hadapan Notaris,

melanggar

perjanjian

perkawinan

tersebut.
Dalam
beberapa

jika tidak dilakukan di hadapan Notaris,
KUHPerdata
larangan

diberikan

tentang

perjanjianperkawinan, yaitu:

43

isi

maka perjanjian tersebut batal. 44 Syarat ini
dimaksudkan

agar:

perjanjian

tersebut

perjanjian

dituangkan dalam bentuk akta otentik yang

tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan

mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat:

atau ketertiban umum(Pasal 139); perjanjian

Memberikan kepastian hukum tentang hak

tidak boleh menyimpang dari kekuasaan

dan kewajiban suami-isteri atas harta benda

yang oleh KUHPerdatadiberikan kepada

mereka, mengingat perjanjian perkawinan

suami selaku kepala rumah tangga, misalnya

mempunyai

tidak bolehdijanjikan bahwa istri akan

membuat perjanjian perkawinan dibutuhkan

mempunyai tempat kediaman sendiri (Pasal

seseorang

140ayat (1); dalam perjanjian suami istri

hukum

tidak

mereka

merumuskan semua syarat dengan teliti. Hal

untukmewarisi harta peninggalan anak-anak

ini berkaitan dengan ketentuan bahwa

mereka (Pasal 141); dalam perjanjian itu

bentuk

tidak boleh ditentukan bahwa dalam hal

sepanjang

43

boleh

melepaskan

hak

Martiman Prodjohamidjojo, Op. cit., hlm. 29.

44

akibat

yang
harta

harta

yang

luas;

benar-benar

menguasai

perkawinan

perkawinan

perkawinan

Untuk

dan

harus

tersebut.

dapat

tetap
Suatu

Happy susanto, Op. cit, hlm. 97.

164

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kekeliruan dalam merumuskan syarat dalam

perjanjian

perjanjian perkawinan tidak dapat diperbaiki

perkawinan merupakan perjanjian tertulis

lagi sepanjang perkawinan.45

yang

Dengan demikian jelaslah bahwa

perkawinan.Perjanjian

dibuat

sebelum

dilangsungkan,meskipun

perkawinan

ada

anggapan

Pasal 147 KUH Perdata tersebut di atas

bahwa

menghendaki agar perjanjian perkawinan

perkawinansebelum perkawinan sangat tidak

dibuat pada waktu sebelum atau sesaat

romantis, tidak saling percaya,materialistis,

sebelum perkawinan dilangsungkan, atau

bertentangan dengan adat istiadat orang

dengan

Timur dan juga egois karena kelihatannya

kata

lain

bahwa

perkawinan tidak dapat
perkawinan berlangsung.

perjanjian

dibuat
46

setelah

membuatperjanjian

layaknyamemproteksi aset pribadi.

Ketentuan ini

Perjanjian perkawinan merupakan

juga merupakan penjabaran dari asas yang

istilahynag diambilkan dari judul Bab V

terdapat dalam KUHPerdata, yaitu bahwa

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

selama perkawinan berlangsung termasuk

tentang yang berisi satu pasal, yaitu pasal

kalau

disambung

29.Sedangkan mengenai pengertian perjanjian

kembali setelah terputus karena perceraian,

perkawinan ini tidak diperoleh penjelasan,

bentuk harta perkawinan harus tetap tidak

hanyamengatur tentang kapan perjanjian kawin

berubah. Hal tersebut dimaksudkan demi

itudibuat,

perlindungan

ketiga

keabsahanya,tentang saat berlakunya dan

(kreditur ) supaya tidak dihadapkan kepada

tentang dapatdiubahnya perjanjian itu. Jadi sama

situasi yang berubah-ubah, yang dapat

sekali tidakmengatur tentang materi perjanjian

merugikan dirinya (dalam arti jaminan harta

sepertiyang diatur dalam KUH Perdata.

perkawinan

tersebut

terhadap

pihak

debitur atas piutang kreditur).47
Sementara itu salah satu aspek

hanya

mengatur

tentang

Salah satu azas yang terkandung
dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

penting dalam perkawinan yang diatur dalam

terkait

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah

ialahadanya pengakuan hak dan kedudukan

dengan

perjanjian

perkawinan

suami-istri yang seimbang seperti dalam
45

Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi
Praktek Notaris, Ichtiar Baru an Hoeve, Jakarta,
2000, hlm. 153.
46
Happy susanto, Loc. cit.
47
J. Satrio, Op. cit, hlm. 154.

pasal 31. Menurut azas ini masing-masing
pihak dapat melakukan perbuatan hukum
secara mandiri begitupula terhadapharta

165

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

48

eksplisit

ditetapkan dalam hartabersama, asal saja

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini

penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak

tidakmengatur tentang perjanjian perkawinan,

bertentangan dengan ke-susilaan dan ketertiban

namun secara implsit pengaturan hal ini dapat

umum.

bendanya.

Meskipun

secara

terlihat seperti dinyatakan bahwa kedua belahpihak

Perjanjian

perkawinan

dalam

tertulisyaitu

Undang-undang Perkawinan diatur dalam

Perjanjian Perkawinan. Dalam ketentuanini

Bab V Pasal 29 yang terdiri dari empat ayat

tidak

sepertiAyat (1)yang menyatakan:

dapat

mengadakan

disebutkan

perjanjian

batasan

yang

jelas,

bahwaPerjanjian Perkawinan itu mengenai
hal apa.Disamping itu Undang-Undang Nomor 1
tidak mengaturlebih lanjut tentang bagaimana
hukumPerjanjian Perkawinan yang dimaksud.49
Peraturan

Pemerintah

Nomor

9

Tahun 1975tentang pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 juga tidak mengatur
lebih lanjutbagaimana

tentang

Perjanjian

Perkawinandimaksud, dan hanya disebutkan
bahwa

kalau

adaPerjanjian

Perkawinan

harus dimuat di dalamakta perkawinan
(Pasal 12 h).50Dalam KUHPerdata ketentuan
mengenai Perjanjian Perkawinan juga diaturdalam

“Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku
juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
ketiga tersangkut”. Ayat (2)“Perjanjian
tersebut tidak dapat disahkan bilamana
melanggar batas-batas hukum, agama, dan
kesusilaan”.Ayat (3) “Perjanjian tersebut
mulai
berlaku
sejak
perkawinan
dilangsungkan.”Ayat
(4)“Selama
perkawinan berlangsung perjanjian tersebut
tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua
belah pihak ada persetujuan untuk merubah
dan perubahan tidak merugikan pihak
ketiga”.
Menurut

Martiman

Pasal 139, yang menetapkan bahwa dalam

Prodjohamidjodjo, perjanjian dalam Pasal 29

perjanjian kawin itu keduacalon suami isteri

ini jauh lebih sempit oleh karena hanya

dapat menyimpangi ketentuanketentuan yang

meliputi “verbintenissen” yang bersumber
pada persetujuan saja (overenkomsten), dan

48

Abdul Manaf, Aplikasi Asas Equalitas Hak
dan Kewajiban Suami Istri Dalam Penjaminan Harta
Bersama Pada Putusan Mahkamah Agung ,CV.
Mandar Maju, Bandung, 2006, hlm. 24.
49
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum
Perdatatentang Orang dan Hukum Keluarga ,
NuansaAulia, Bandung,2006, hlm. 67.
50
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan
Indonesia ,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hlm. 32.

perbuatan yang tidak melawan hukum, jadi
tidak meliputi “verbintenissenuit de wet
allen” (perikatan yang bersumber pada

166

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Undang-undang).

51

Kendatipun tidak ada

1.

Sebagian ahli hukum berpendapat

definisi yang jelas yang dapat menjelaskan

bahwa perjanjian perkawinan dapat

perjanjian

memuat

perkawinan,

namun

dapat

apa

saja,

yang

diberikan batasan sebagai suatu hubungan

berhubungan

hukum mengenai harta kekayaan mengenai

kewajiban

kedua belah pihak, dalam mana satu pihak

mengenai hal-hal yang berkaitan

berjanji untuk melakukan sesuatu hal,

dengan harta benda perkawinan.

sedangkan di pihak lain berhak untuk

Mengenai

menuntuk

dapat

pelaksanaan

perjanjian

dengan
suami-isteri

perjanjian perkawinan adalah perjanjian

merupakan

dibuat oleh calon suami dengan calon istri

mengaturnya.

atau

sebelum

perkawinan

2.

maupun

diperjanjikan

perjanjian

waktu

dan

batasan-batasan

tersebut.52Lebih jelas dapat dikatakan bahwa

pada

hak

dalam

perkawinan,
tugas

yang

hal

hakim

ini

untuk

R. Sardjono berpendapat bahwa

dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan

sepanjang tidak diatur di dalam

secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai

peraturan perundang-undangan, dan

Pencatat Nikah dan isinya berlaku juga

tidak dapat ditafsirkan lain, maka

terhadap

lebih

pihak

ketiga

sepanjang

diperjanjikan.53
Mengenai

baik

ditafsirkan

bahwa

perjanjian perkawinan sebaiknya
isi

yang

dapat

hanya

meliputi

diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan,

berkaitan

dalam ilmu hukum dapat dikemukakan

kewajiban

pendapat antara lain sebagai berikut :54

kekayaan.
3.

Nurnazly

hak-hak

dengan

hak

dibidang

Soetarno

yang
dan
hukum

berpendapat

bahwa perjanjian perkawinan hanya
51

Amiur Nuruddin & Azhari Akmal
Tarigan,Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU
No. 1/1974 sampai KHI),Kencana, Jakarta, 2004,
hlm. 137.
52
Ibid.
53
Ibid, hlm. 138.
54
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan
Sjarif,Hukum Perkawinan dan Keluarga di
Indonesia ,Badan
Penerbit
Fakultas
Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 80-81.

dapat memperjanjikan hal-hal yang
berkaitan

dengan

kewajiban

di

kekayaan,

dan

hak

bidang
hal

itu

dan
hukum
hanya

menyangkut mengenai harta yang
benar-benar

merupakan

harta

167

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

pribadi

suami

bersangkutan,

isteri

yang

dibawa

yang

suatu keadaanyang merugikan bagi pihak

ke

ketiga, misalnya;suatu perjanjian antara

dalam perkawinan.
Secara

suami dan istri akanberlaku percampuran

umum,

perkawinan(prenuptial

perjanjian

agreement)

berisi

tentang pengaturan harta kekayaan calon
suami istri.

55

laba dan rugi jikalau dari perkawinan
mereka dilahirkanseorang anak laki-laki.
Perjanjian seperti initidak diperbolehkan.57

Pada prinsipnya pengertian

Pada

prinsipnya

perjanjian

perjanjian perkawinan itu sama dengan

perkawinan ini yang menjadi sumber dari

perjanjian pada umumnya, yaitu suatu

berbagai

perjanjian antara dua orang calon suami istri

perkawinan.

58

Pengaturan

perjanjian

untuk

perkawinan

ini

seharusnya

diletakkan

mengatur harta kekayaan pribadi masing-

setelah pengaturan hak dan kewajiban suami

masing yang dibuat menjelang perkawinan,

istridanpengaturan mengenai harta benda

serta

dalam perkawinan.Keterbatasan pengaturan

disahkan

oleh

pegawai

pencatat

nikah.56

bentuk

harta

benda

dalam

perjanjian perkawinan membuat para pihak
antara

memiliki kebebasan untuk menyusun isinya

suamidan istri, pada saat pernikahan ditutup

serinci dan selengkap mungkin. Klausula

didepan Pegawai Pencatatan Sipil dan

perjanjian perkawinan yang mengatur hal

mulaiberlaku terhadap orang-orang pihak

lain selain harta perkawinan tidak boleh

ketigasejak

di

melanggar hak dan membatasi kewajiban

KepaniteraanPengadilan Negeri setempat di

para pihak (suami-istri), misalnya; dalam

manapernikahan telah dilangsungkan. Tiada

perjanjian perkawinan diatur bahwa suami

pihak

tidak menjadi kepala keluarga dan tidak

Perjanjian

mulai

hari

berlaku

pendaftarannya

yang diperbolehkan menyimpang

dariperaturan

tentang

saat

mulai

berlakunyaperjanjian ini, dan tiada pihak
yang

berkewajiban

menafkahi

istri.

Klausula

semacam ini bertentangan dengan Pasal 31

diperbolehkanmenggantungkan

perjanjian pada suatukejadian yang terletak
diluar kekuasaanmanusia, sehingga terdapat
55

Happy susanto, Op. cit, hlm. 78.
H.A Damanhuri H.R, Op. cit, hlm. 7.

56

57

Ibid, hlm. 38.
R. Soetojo Prawirohamidjojo,Pluralisme
Dalam
Perundang-undangan
Perkawinan
di
Indonesia ,Airlangga University Press, Surabaya,
2006, hlm. 58.
58

168

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

ayat (3) dan Pasal 34 Undang-Undang

Apabila perubahan perjanjian perkawinan itu

Nomor Tahun 1974.

merugikan pihak ketiga, maka pihak ketiga

Klausula perjanjian perkawinan yang

tidak terikat terhadap perubahan perjanjian

melanggar hukum, kesusilaan, dan agama

perkawinan tersebut. Adapun mengenai

adalah batal demi hukum.Perjanjian yang

waktu pembuatan perjanjian perkawinan,

melanggar

dapat

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

pihak

1974

dimintakan

norma-norma

tersebut

pembatalannya

oleh

berbeda

dengan

ketentuan

yang

ketiga, bahkanyang tidak terkait sekalipun.

terdapat dalam KUH Perdata. Ketentuan

Pada

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

prinsipnya,

substansi

perjanjian

perkawinan terbatas mengenai kedudukan

1974

harta

menentukan bahwa perjanjian perkawinan

benda

perkawinan.

Meskipun

yaitu pada Pasal

29 ayat

(1),

suamiatau istritidak mengatursecara tegas

dapat

hal-haldi luar harta benda perkawinan,norma

dilangsungkan atau pada saat perkawinan

agama, kepatutan, kebiasaan dan Undang-

dilangsungkan. Dengan demikian mengenai

undang juga mengikat pihak-pihak yang

waktu pembuatan perjanjian perkawinan

membuatnya. Namun dengan catatan,bahwa

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

pihak ketiga juga terikat dengan perjanjian

1974

perkawinan yang dibuat oleh suami istri

memberikan

sebatas hanyamengenai harta benda. Hal-hal

membuat

perjanjian

lain di luar pengaturan mengenai harta benda

sebelum

dan

perkawinan, pihak ketiga tidak terikat

dilangsungkan. 59 Dengan telah adanya atau

terhadap segala akibat yang ditimbulkannya.

ditentukannya saat pembuatan perjanjian

Pihak

mengajukan

perkawinan

perkawinan

diperbolehkan

ketiga

pembatalan

juga

dapat

perjanjian

dibuat

sebelum

ditentukan
dua

perkawinan

lebih

luas

macam

pada

dengan

waktu

untuk

perkawinan,

yaitu

saat

tersebut,
membuat

perkawinan

maka

tidak

perjanjian

tersebut,terhadap seluruh isi atau sebagian

perkawinan setelah perkawinan berlangsung

klausula yang merugikan pihak ketiga.

apabila sebelum atau pada saat perkawinan

Perjanjian perkawinan dapat diubah
selama perkawinan berlangsung dengan
syarat atas dasar kesepakatan antara suamiistri dan tidak boleh merugikan pihak ketiga.

59

Ibid, hlm. 61.

169

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

tidak

telah

perkawinan.

diadakan

perjanjian

60

atau harta, namun hal lainnya dapat pula
diperjanjikan.

Dilihat dari penjelasan diatas pada

Perjanjian Perkawinan di Indonesia

dasarnya, perjanjian perkawinan dalam pasal

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

29 Undang-Undang Nomor Tahun 1974

Perdata

tidak

bahwa

Wetboek (BW), Undang-Undang Nomor 1

perjanjian perkawinan hanya terbatas pada

tahun l974 tentang Perkawinan disertai

harta perkawinan, sehingga secara implisit

dengan Peraturan Pelaksanaan Nomor 9

dapat

ditafsirkan perjanjian perkawinan

Tahun 1975, dan Inpres Nomor 1 Tahun

tersebut tidak terbatas hanya mengatur

1974 tentang Kompilasi Hukum Islam.

mengenai harta perkawinan saja, namaun

Dengan demikian, maka di Indonesia telah

juga hal lain sepanjang tidak bertentangan

terjadi unifikasi dalam bidang Hukum

dengan norma agama, ketertiban umum dan

Perkawinan.

mengatur

kesusilaan.

secara

Dapat

tegas

dilihatjugaesensi

(KUHPerdata)

Perjanjian

atau

Perkawinan

Burgerlijk

dalam

perjanjian perkawinan yang diatur dalam

KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW)

Undang-Undang Nomor Tahun 1974 lebih

masih tetap berlaku, sepanjang masalah yang

luas daripada makna perjanjian perkawinan

berkaitn dengan tersebut tidak diatur dalam

yang terdapat dalam KUH Perdata (BW).

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun
l974, dan Inpres Kompilasi Hukum Islam

PENUTUP

Nomor 1 Tahun 1974.

Perjanjian Perkawinan merupakan
perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh

DAFTAR PUSTAKA

calon suami isteri, sebelum atau pada saat

Buku-buku

perkawinan dilangsungkan untuk mengatur

Achmad Ichsan, 1960, Hukum Perkawinan
Islam,Pradya ParamithaI, Jakarta.

akibat-akibat perkawinan terhadap harta
kekayaan mereka. Perjanjian ini tidak hanya
sebatas memperjanjikan masalah keuangan
60

Abdul Manaf, 2006, Aplikasi Asas Equalitas
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Dalam Penjaminan Harta Bersama
Pada
Putusan
Mahkamah
Agung,CV. Mandar Maju, Bandung.

Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif,
Hukum
Perkawinan
dan
Keluarga
di
Indonesia ,Badan
Penerbit
Fakultas
Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 82.

170

Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Abdul Kadir Muhammad, Hukum perdata
Indonesia, PT.Citra AdityaBakti,
Bandung.
CST Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Indonesia ,PN Balai
Pustaka, Jakarta.
Djaja S. Meliala, 2006, Perkembangan
Hukum Perdata tentang Orang dan
Hukum
Keluarga ,NuansaAulia,
Bandung.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005,
Kamus Besar Ikthasar Indonesia ,
Balai Pustaka, Jakarta.
-----------------------, 2005, Kamus Besar
Ikthasar Indonesia ,Balai Pustaka.
2005, Jakarta.
Hanafi

Arief, 2016, Pengantar Hukum
Indonesia dalam Tatanan Historis,
tata Hukum dan Politik Hukum
Nasional,PT. ILKIS Pelangi Aksara,
Yogyakarta.

Happy Susanto, 2008, Pembagian Harta
Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian,
Visimedia, Jakarta.
J.

Satrio,
1993,
Hukum
Perkawinan,Citra Aditya
Bandung.

Harta
Bhakti,

K. Wantjik Saleh, 1980, Hukum Perkawinan
Indonesia ,Ghalia Indonesia, Jakarta.
Komar Andasasmita, 1990, Notaris II
Contoh
Akta
Otentik
dan
Penjelasannya ,
Ikatan
Notaris
Indonesia (INI) Daerah Jawa Barat,
Bandung.
Libertus Jehani, 2012, Tanya Jawab Hukum
Perkawinan Pedoman Bagi (Calon)
Suami Istri,Rana Pustaka, Jakarta.
Martias Gelar Imam
1982,Penjelasan

Radjo Mulono,
Istilah-Istilah

Hukum Belanda Indonesia ,Ghalia,
Jakarta.

Martiman Prodjohamidjodjo, 2002,Hukum
Perkawinan di Indonesia , Indonesia
Legal Center Publising, Jakarta.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio,1978, Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata ,Pradnya Paramita, Jakarta.
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis
Safioedin, 1987, Hukum Orang dan
Keluarga , Alumni, Bandung.
Soemiyati, 1986, Hukum Perkawinan Islam
Dan UU.Perkawinan UU No 1
Tahun 1974,Liberti, Yogyakarta.
Soetojo Prawirohamidjojo, 1986, Pluralisme
dalam
peru