Variasi Berat Labur Perekat Phenol Formaldehida Terhadap Kualitas Papan Lamina dari Batang Kelapa Sawit dengan Pemadatan Chapter III V

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2013.
Persiapan bahan baku dan pembuatan papan laminasi dilakukan di Workshop
Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor. Pengujian sifat
fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kelapa sawit
(BKS) dan perekat phenol formaldehida (PF). Alat yang digunakan adalah
chainsaw, gergaji, UTM (Universal Testing Machine), alat tulis, timbangan,
cetakan papan ukuran 45 cm x 5 cm x 1 cm, kalkulator, oven, kalifer, kertas
amplas, kuas, kempa panas dan kamera digital.

Prosedur Penelitian
1. Penyiapan bahan baku
Persiapan bahan yang dilakukan adalah dengan memilih batang kelapa sawit
yang tidak produktif dan ditebang dengan chainsaw. Batang kelapa sawit

dipotong menjadi beberapa bagian membentuk log/batang dengan ukuran ±1

Universitas Sumatera Utara

meter dan dibersihkan bagian kulitnya serta dibentuk menjadi balok. Kemudian
balok tersebut dikeringkan secara alami selama 1 bulan untuk mengurangi
kadar air yang terdapat pada balok tersebut. Balok dari batang kelapa sawit
kemudian dipotong menjadi 2 bagian, yaitu bagian batang kelapa sawit yang
keras (bagian tepi) dengan ukuran 45 cm x 5 cm x 1 cm dengan jumlah 24
papan, bagian dalam (lunak) ukuran 45 cm x 5 cm x 2 cm dengan jumlah 12
papan.
2. Pemadatan Papan
Pemadatan lamina dilakukan dengan mesin kempa panas dengan suhu 120 °C
selama 30 menit. Pemadatan ini dilakukan pada papan BKS bagian tengah
(lunak) dari batang kelapa sawit. Papan pada awalnya berukuran 45 cm x 5 cm
x 2 cm dipadatkan menjadi ukuran 45 cm x 5 cm x 1 cm.
3. Penyiapan Perekat
Penelitian ini menggunakan perekat phenol formaldehida dengan variasi berat
labur 240, 260, 280 dan 300 g/m². Setiap papan memerlukan perekat
tergantung dari variasi berat labur. Kebutuhan perekat tersebut dapat dihitung

dengan rumus berikut :

Jumlah perekat (g) =

Luas permukaan (cm2 )x Berat labur (g/m²)
10.000

berat labur 240 g/m² memerlukan perekat 10,8 g, berat labur 260 g/m² perekat
yang diperlukan 11,7 g, berat labur 280 g/m² diperlukan perekat sebanyak 12,6
g sedangkan berat labur 300 g/m² memerlukan perekat sebanyak 13,5 g.
Kebutuhan perekat untuk masing-masing berat labur disajikan pada lampiran 1.
4. Pelaburan perekat

Universitas Sumatera Utara

Papan BKS tersebut dilaburi dengan perekat PF dengan variasi berat labur
antara 240 g/m², 260 g/m², 280 g/m² dan 300 g/cm². Dikombinasikan dengan
papan BKS bagian tepi dan bagian tengah yang sudah dipadatkan sebagai
bagian inti dari papan lamina. Pelaburan tersebut menggunakan kuas cat dan
sistem pelaburan menggunakan sistem pelaburan dua sisi (double spread).

5. Penyusunan Lamina
Papan yang sudah dilaburi dengan perekat PF tersebut disusun menjadi tiga
lapis yaitu lapisan bagian luar (face and back) merupakan bagian keras dari
BKS sedangkan BKS bagian dalam digunakan sebagai bagian inti. Adapun tipe
penyusunan papan lamina disajikan pada Gambar 1.

3

Papan BKS
Papan BKS

5 cm Papan BKS
45

Gambar 1. Tipe penyusunan papan lamina
6. Pengempaan panas (Hot Pressing)
Pengempaan dilakukan dengan menggunakan mesin kempa panas, pada
suhu1500C selama15 menit.
7. Pengkondisian(conditioning)
Papan lamina yangbaru dikempa didinginkanterlebihdahulusebelum

ditumpuk.Penumpukan papan laminasi pada kondisi panas akan menghambat
proses pendinginannya dan memberikan efek negatif terhadap papan itu
sendiri, seperti pewarnaan dan menurunkan kekuatan. Pengkondisian
dilakukan untuk menghilangkan papan laminasi mencapai kesetimbangan dan

Universitas Sumatera Utara

tegangan sisa yang terbentuk selama proses pengempaan panas.
Pengkondisian dilakukan selama 1 minggu pada suhu kamar.

8. Pemotongan Contoh Uji
Papan laminasi yang telah mengalami conditioning kemudian dipotongsesuai
dengan tujuan pengujian yang dilakukan. Ukuran contoh uji disesuaikandengan
standar pengujian ASTM D143-94 yang dimodifikasi tentang papan laminasi.
Polapemotongan untuk pengujian seperti terlihat pada Gambar 2.

A
B

C


D

3 cm

E

5 cm
45 cm

Gambar 2. Pola pemotongan permukaan contoh uji untuk pengujian
Keterangan:
A. contoh uji MOE dan MOR (45 cm x 3 cm)
B. contoh uji pengembangan tebal dan daya serap air (2 cm x 3 cm)
C. contoh uji kerapatan (2 cm x 3 cm)
D. contoh uji kadar air (2 cm x 3 cm)
E. contoh uji delaminasi (2 cm x 10 cm)

Universitas Sumatera Utara


Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 3.
Batang kelapa sawit

Pengulitan dan pembersihan

Pemotongan

Bagian luar yang keras

Bagian luar yang lunak

Dikeringkan secara alami
Dikeringkan secara alami

Dipotong dengan ukuran
45 x 5 x 1

Dipotong dengan ukuran
45 x 5 x 2


Universitas Sumatera Utara

Penyiapan perekat PF dengan
variasi berat labur 240, 260, 280
dan 300 g/cm²

Penyusunan papan menjadi 3
lapis

Dipadatkan menjadi
ukuran 45 x 5 x 1

Pengempaan papan dengan suhu
150 °C dengan waktu 15 menit

Pengkondisian selama 1 minggu

Pengujian sifat fisis yaitu :
Kerapatan,Kadarair,Pengembangan
tebal, daya serap air dan delaminasi


Pengujian sifat mekanis yaitu :
MOE, MOR.
ASTM D143-94 yang dimodifikasi

Gambar 3. Bagan alir penelitian

Pengujian Sifat Fisis Papan Lamina
Pengujian ini meliputi pengujian kerapatan, kadar air, pengembangan tebal
dan deliminasi.
a. Kerapatan
Pengujian kerapatan papan laminadilakukan pada kondisi kering udara dan
volume kering udara. Contoh uji berukuran 2 cm x 3 cm x 3 cm, ditimbang berat

Universitas Sumatera Utara

awal (B) dari contoh uji kemudian diukur panjang, lebar dan tebal untuk
menentukan volume (V). Nilai kerapatan papan laminasi dihitung denganrumus:

�=

Keterangan:
ρ

= kerapatan (g/cm3)

B

= berat contoh uji kering udara (g)

V

= volume contoh uji kering udara (cm3)




b. Kadar air
Contoh uji ukuran 2 cm x 3 cm x 3 cm yang digunakan adalah contoh uji
yang sama dengan kerapatan. Kadar air papan laminasi dihitung berdasarkan berat
awal (BA) dan berat kering oven (BKO) sampai berat konstan selama 24 jam pada

suhu 103 ± 2°C. Nilai kadar air dihitung menggunakan persamaan:

KA (%) =

B0 − B1
x 100
B1

Keterangan:
KA

= kadar air (%)

B0

= berat awal (g)

B1

= berat kering oven (g)


c. Daya Serap Air

Universitas Sumatera Utara

Contoh uji berukuran 2 cm x 3 cm x 3 cm ditimbang berat awalnya,
kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan hasilnya dihitung setelah
perendaman. Kemudian direndam lagi selama 22 jam dengan contoh uji yang
sama dengan persamaan:
DSA =

B 2 − B1
x 100%
B1

Keterangan:
DSA

= daya serap air (%)

B1

= berat sebelum perendaman (g)

B2

= berat setelah perendaman (g)

d. Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum
perendaman (T1) dan setelah perendaman (T2) dengan air dingin selama 2 jam
dan 22 jam dengan contoh uji yang sama. Contoh uji berukuran 3 cm x 3 cm x 3
cm dan dihitung dengan rumus :

TS (%) =

T2 − T1
x 100 %
T1

Keterangan:
TS
= pengembangan tebal (%)
T1

= tebal sebelum perendaman (g)

T2

= tebal setelah perendaman (g)

e. Uji Deliminasi
Disiapkan 3 contoh uji dengan panjang 80 mm pada penampang ujung
kiridari setiap papan laminasi. Contoh uji setelah direndam dalam air pada suhu
kamar (100–250C) selama 6 jam kemudian dikeringkan selama 18 jam dan harus
diperhatikan agar tidak terlalu lembab selama dalam pengeringan dan kadar air
dari contoh uji tersebut lebih rendah sebelum diuji.Standar persyaratan contoh uji

Universitas Sumatera Utara

adalah panjang deliminasi tidak kurang dari 3 mm pada kedua ujung dan rasio
deliminasi pada kedua ujung tidak lebih dari 10% dan panjang deliminasi garis
perekat lain tidak lebih dari 1/3 panjang garis perekat.

Deliminasi Ratio =

Jumlah panjang deliminasi pada kedua ujung
x100%
Panjang total garis perekat pada kedua ujung

Pengujian Sifat Mekanis Papan Lamina
a.

Modulus Lentur atau Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian modulus

patah (MOR), sehingga contoh ujinya adalah sama yaitu berukuran 45 cm x 3 cm
x 3 cm. Pengujian dilakukan pada kondisi kering udara dibentangkan dengan
pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Kecepatan pembebanan
sebesar 10 mm/menit, Padapengujian MOE, diukur besarnya beban yang dapat
ditahan oleh contoh uji tersebut sampai batas proporsi, pola pembebanan dalam
pengujian disajikan pada Gambar 4.
P
h
b

½L

½L
L

Gambar 4. Pengujian MOE dan MOR
Keterangan :
P
= beban maksimum(kg)

Universitas Sumatera Utara

L
b
h

= panjang bentangan contoh uji (cm)
= lebar contoh uji (cm)
= tebal contoh uji (cm)
Nilai MOE dihitung dengan rumus berikut:

∆PL3
MOE =
4∆ybh 3

Keterangan :
MOE = modulus of elasticity atau modulus lentur (kg/cm2)
ΔP
= perubahan beban yang digunakan (kg)
L
= jarak sangga (cm)
Δy
= perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)
b
= lebar contoh uji (cm)
h
= tebal contoh uji (cm)
b.

Modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian modulus patah menggunakan contoh uji yang sama dengan

contoh uji pengujian modulus elastisitas, namun pengujian di lakukan sampai
contoh uji mengalami kerusakan atau patah. Contoh pengujian MOR dapat dilihat
pada Gambar 4. Nilai MOR dihitung dengan rumus berikut:
MOR =

3PL
2bh 2

Keterangan :
MOR = Modulus of Rupture atau modulus patah (kg/cm2),
P
= berat beban maksimum (kg)
L
= jarak sangga (cm)
b
= lebar contoh uji (cm)
h
= tebal contoh uji (cm).
Pengujian sifat fisis dan mekanis papan lamina meliputi kerapatan, kadar
air, daya serap air, pengembangan tebal dan uji delaminasi, MOE dan
MORmengacu pada ketetapan Japanese Agricultural Standar 243:2003 seperti
disajikan pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Standar Mutu Sifat Fisis dan Mekanis Papan Laminal Berdasarkan JAS
243:2003
No
Sifat Fisis dan Mekanis
JAS 243:2003
1

Kerapatan (g/cm3)

2

Kadar air (%)

3

Daya serap air (%)

4

Pengembangan tebal (%)

5

MOR (kg/cm2)

≤ 15
≤ 14
≥ 75.000
≥ 300

2

6

MOE (kg/cm )

7

Uji delaminasi (%)

≥10

AnalisisData
Analisis datayangdigunakan dalam penelitian ini
adalahanalisisragamRancanganAcak Lengkap(RAL)sederhana.
Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah:
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij

= Pengamatan pada berat labur ke-i dan ulangan ke-j

μ

= Rataan umum

τi

εij
i,j

= Pengaruh berat labur ke-i
= Pengaruh acak (galat) pada berat labur ke-i ulangan ke-j
= 1, 2, 3, 4,..

Hipotesis yang akan digunakan adalah:
Pengaruh utama kadar perekat
H0

= berat labur tidak berpengaruh terhadap kualitas papan lamina.

Universitas Sumatera Utara

H1

= berta labur berpengaruh terhadap kualitas papan lamina.
Pengaruh dari faktor perlakuan yang dicoba dapat diketahui dengan

melakukan analisis keragaman dengan kriteria uji:
jika F hitung ≤F tabel, maka H0 diterima dan
jika F hitung >F tabel, maka H0 ditolak.
Apabila hasil analisis sidik ragam berpengaruh nyata maka dilanjutkan
dengan uji wilayah Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji metode Duncan
dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar utama perekat berpengaruh nyata
atau tidak berpengaruh nyata terhadap papan lamina.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat-sifat papan lamina batang kelapa sawit (BKS) yang diuji meliputi
sifat fisis dan sifat mekanis. Sifat fisis terdiri dari atas kerapatan, kadar air, daya
serap air, pengembangan tebal dan rasio delaminnasi. Sifat mekanis terdiri atas
modulus patah (MOR) dan Modulus elastisitas (MOE).

Sifat Fisis Papan Lamina
Kerapatan
Hasil penelitian menunjukkan nilai kerapatan papan lamina dari BKS
dengan perekat PF berkisar antara 0,46-0,52 g/cm³. Hasil rata-rata kerapatan
papan lamina disajikan pada Gambar 5 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
0.7

Kerapatan (g/cm³)

0.6

0,52
0,47

0,48

260
280
Berat Labur (g/m²)

300

0,46

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

240

Gambar 5. Grafik rata-rata kerapatan papan lamina dengan pemadatan
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa nilai kerapatan papan lamina paling
tinggi adalah 0,52 g/cm³ diperoleh pada perlakuan berat labur 240 g/m² sedangkan

Universitas Sumatera Utara

nilai kerapatan paling rendah adalah 0,46 g/cm³ pada berat labur 260 g/m². Nilai
kerapatan papan lamina yang dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kerapatan awal BKS yang berkisar antara 0,34-0,40 g/cm³. Hal ini berarti
kerapatan BKS pada penelitian ini sudah mengalami peningkatan.
Peningkatan kerapatan papan lamina pada penelitian ini dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya bentuk penyusunan lamina. Penyusunan papan
lamina pada penelitian ini disusun dengan cara bagian luar (face and back) berasal
dari BKS bagian luar yang keras sedangkan bagian inti (core) berasal dari bagian
dalam yang lunak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Risnasari et al., (2012)
bahwa papan yang berkerapatan rendah ketika digabungkan dengan papan
berkerapatan sedang akan menghasilkan papan lamina dengan kerapatan yang
lebih tinggi.
Selain faktor penyusunan, faktor lain yang membuat peningkatan
kerapatan pada penelitian ini yaitu faktor pemadatan. Pemadatan bagian dalam
lamina dari tebal 2 cm menjadi 1 cm akan menyebabkan dimensi (volume)
mengalami penyusutan, sedangkan berat lamina tidak mengalami perubahaan. Hal
ini akan menyebabkan kerapatan papan lamina semakin meningkat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Amin & Dwianto (2006) bahwa kayu yang berkerapatan
rendah akan meningkat kerapatanya jika dipadatkan.
Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa perlakuan pemadatan dapat
meningkatkan nilai kerapatan kayu yang berkerapatan rendah Sulistyono et al.,
(2003) kerapatan kayu agatis dari 0,43-0,46 g/cm³ pada kayu solid menjadi 0,700,85 gr/cm³. Hasil yang sama juga diperoleh pada pemadatan kayu kelapa dari

Universitas Sumatera Utara

kerapatan 0,40-0,57 g/cm³ menjadi 0,42-0,69 g/cm³ dengan rataan 0,53 g/cm³ atau
terjadi kenaikan kerapatan berkisar 4,43-27,21% (Wardhani, 2003).
Nilai kerapatan papan lamina pada penelitian ini masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan kerapatan balok laminasi dari kayu Eucalyptus grandis
yaitu 0,62-0,65 g/cm³ (Pasaribu, 2011) dan kayu kemiri kerapatanya berkisar
antara 0,62-0,65 g/cm³ Risnasari et al., (2011). Rendahnya nilai kerapatan yang
dihasilkan ini dikarenakan bahan baku penyusun lamina dari BKS memiliki
kerapatan rendah. Pada penelitian ini menggunakan bagian tepi BKS dengan
kerapatan 0,36-0,4 g/cm³ dan bagian tengah BKS dengan kerapatan 0,26-0,28
g/cm³. Sedangkan kayu Eucalyptus grandis memiliki kerapatan 0,35-0,65 g/cm³
(Pasaribu, 2011), kayu kelapa berkerapatan 0,4-0,5 g/cm³ (Wardhani, 2003) dan
kayu kemiri berkerapatan 0,31-0,44 g/cm³ (Risnasari et al., 2011). Kerapatan
bahan baku yang tinggi akan menghasilkan kerapatan papan lamina yang tinggi
juga.
Selain itu, faktor yang menentukan nilai kerapatan papan lamina adalah
berat labur. Pada penelitian ini berat labur yang digunakan berkisar 240-300 g/m².
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat kerapatan yang dihasilkan dari variasi berat
labur tidak jauh berbeda sehingga disimpulkan bahwa variasi berat labur tidak
mempengaruhi nilai kerapatan papan lamina dari BKS. Nilai kerapatan papan
lamina pada penelitian ini diduga lebih dipengaruhi oleh faktor pemadatan dan
penyusunan papan lamina. Secara umum dengan meningkatnya berat labur maka
kerapatan juga akan mengalami peningkatan.
Hasil analisis ragam pada papan lamina juga menunjukan bahwa variasi
berat labur tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan pada penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

karena kerapatan yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda. Hal ini
berarti bahwa berat labur tidak memberikan pengaruh terhadap nilai kerapatan
(Lampiran 5).
Kadar Air
Hasil penelitian kadar air papan lamina menunjukan bahwa nilai kadar air
papan lamina dari BKS dengan perekat PF berkisar antara 8,03-9,21%. Hasil
rata-rata nilai KA disajikan pada Gambar 6 dan data selengkapnya disajikan pada

Kadar Air (%)

Lampiran 2.

15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

8,55

8,03

8,35

9,21

JAS 243:2003
KA = Maks15%

240

260

280

300

Berat Labur (g/m²)

Gambar 6. Grafik rata-rata kadar air papan lamina dengan pemadatan
Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa kadar air paling tinggi pada berat
labur 300 g/m² dengan kadar air 9,21% dan paling rendah pada berat labur 260
g/m² dengan kadar air 8,03%. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi
penurunan dari berat labur 240 g/m² ke berat labur 260 g/m² dan kemudian
mengalami peningkatan pada berat labur 280 g/m² dan 300 g/m². Berdasarkan
JAS 243:2003, nilai kadar air papan lamina dengan menggunakan berat labur dan
pemadatan memenuhi standar yang mensyaratkan nilai kadar air papan lamina
15%.

Universitas Sumatera Utara

Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong rendah yaitu 8,559,21% bila dibandingkan dengan kadar air papan lamina kombinasi mahoni dan
sawit yaitu 11,30-11,90% (Ginting, 2012) dan lamina dari kayu mangium yaitu
12,2-12,8% (Herawati et al., 2008). Hal ini karena proses pengempaan dalam
penelitian ini menggunakan kempa panas.
Penggunaan suhu kempa panas yang digunakan adalah 150 °C selama 15
menit untuk pematangan perekat. Akibat dari perlakuan panas ini, kadar air papan
lamina turun menjadi kadar air 8,55-9,21%. Sedangkan penelitian sebelumnya
(Ginting, 2012) dan Herawati et al., (2008) menggunakan kempa dingin.
Selain faktor pemadatan dan proses pematangan perekat, nilai kadar air
juga dipengaruhi berat labur. Cahyadi et al., (2012) menyatakan bahwa semakin
banyak kadar perekat maka papan yang dihasilkan akan semakin kedap air.
Sehingga papan yang dihasilkan tidak banyak menyerap uap air dari udara setelah
pengempaan dan pengkondisian (conditioning)papan lamina mencapai kondisi
kadar air kesetimbangan. Tetapi pernyataan Cahyadi et al., (2012) tersebut
berbanding terbalik dengan hasil pada penelitian ini. Gambar 6 menunjukan dari
berat labur 280 ke berat labur 300 g/m² mengalami peningkatan dan berat labur
300 g/m² nilai kadar airnya paling tinggi. Hal senada juga disampaikan oleh Oka
(2005) bahwa nilai kadar air balok laminasi bambu petung perekat UF dengan
sistem kempa dingin yaitu mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya
jumlah perekat yang digunakan. Namun kadar air penelitian ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan penelitian Oka (2005) dengan kadar air berkisar antara
10,78-10,96% dan penelitian Cahyadi et al., (2012) dengan kadar air berkisar
antara 10-14%.

Universitas Sumatera Utara

Dari keempat variasi berat labur tersebut, berat labur yang optimal yaitu
berat labur 260 g/m² karena memiliki nilai kadar air paling rendah. Hasil analisis
ragam juga menunjukan bahwa variasi berat labur tidak mempengaruhi nilai kadar
air papan lamina (Lampiran 6). Hal ini berarti variasi berat labur tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar air.

Daya Serap Air
Hasil pengujian daya serap air papan lamina menunjukan bahwa nilai daya
serap air papan lamina dari batang kelapa sawit (BKS) dengan perekat PF berkisar
antara 79,38-88,05%. Hasil rata-rata nilai daya serap air papan lamina BKS

Daya Serap Air (%)

disajikan pada Gambar 7 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

84,23

240

79,38

260

85,61

88,05

280

300

Berat Labur g/m²

Gambar 7. Grafik rata-rata daya serap air papan lamina dengan pemadatan
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai daya serap air papan lamina
paling tinggi terdapat pada berat labur 300 g/m² yaitu 88,05% dan yang paling
rendah pada berat labur 260 g/m² yaitu 79,38%. Nilai daya serap air mengalami
penurunan dari berat labur 240 g/m² ke berat labur 260 g/m² dan mengalami
peningkatan ke berat labur 280 g/m² dan 300 g/m².

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan JAS 243:2003 tidak mensyaratkan nilai daya serap air, akan
tetapi uji daya serap air perlu dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku
mempunyai sifat menyerap air atau tidak sehingga untuk menentukan aplikasi
penggunaan papan lamina ini, apakah layak digunakan pada eksterior.
Daya serap air papan lamina yang diperoleh cukup tinggi. Hal ini
disebabkan karena bahan baku yang digunakan pada pembuatan papan lamina
terbuat dari batang kelapa sawit. Menurut Bakar (2003) salah satu masalah serius
dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah kadar air yang tinggi yang terdapat
pada batang kelapa sawit mencapai 156-365%. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Balfas (1998) yang menyatakan bahwa salah satu masalah serius dari
pemanfaatan BKS adalah sifat higroskopis yang berlebihan sehingga faktor
tersebut menyebabkan papan lamina yang dihasilkan menyerap air sangat banyak.
Kerapatan bahan baku BKS yang rendah menunjukan bahwa jaringan parenkim
lebih banyak dibandingkan dengan jaringan vascular bundles.
Selain faktor bahan baku dan perekat, daya serap air pada penelitian ini
juga dipengaruhi berat labur. Cahyadi et al., (2012) menyatakan bahwa semakin
banyak kadar perekat yang digunakan maka papan yang dihasilkan semakin kedap
air. Hasil nilai daya serap air pada penelitian ini berbanding terbalik dengan
pernyataan Cahyadi et al., (2012) tersebut. Gambar 6 menunjukan semakin tinggi
berat laburnya maka semakin tinggi nilai daya serap airnya dan daya serap air
tertinggi dihasilkan pada berat labur 300 g/m². Hal ini diduga terjadi karena pada
saat pelaburan terjadi pengentalan dan pengerasan sehingga kurangnya ikatan
antara perekat dan lamina. Hal ini sesuai dengan pernyataan Blass et
al.,(1995)bahwa garis rekat yang lebih dari 0,1 mm akan mengalami keretakan/

Universitas Sumatera Utara

kerusakan. Pizzi (1983) juga menambahkan berat labur yang terlalu tinggi akan
mengurangi kekuatan rekat, karena akan memberikan penebalan pada garis rekat
yang matang.
Berdasarkan analisis ragam daya serap air papan lamina menunjukan
bahwa pengaruh berat labur tidak berpengaruh nyata pada nilai daya serap air
papan lamina yang dihasilkan (Lampiran 7). Hal ini berarti bahwa nilai daya serap
air tidak dipengaruhi oleh berat labur yang digunakan.

Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal adalah besaran yang menyatakan pertambahan tebal
contoh uji dalam persen terhadap tebal awalnya setelah contoh uji direndam
dalam air dingin selama 24 jam. Rata-rata nilai pengembangan tebal papan lamina
dari batang kelapa sawit dengan perekat PF adalah pada Gambar 8 dan data

Pengembangan Tebal (%)

selengkapnya. Lampiran 2.
14
12
10
8
6
4
2
0

13,20
8,60

8,36

9,45

JAS 243:2003
KA = Maks14%

240

260

280

300

Berat Labur g/m²

Gambar 8. Grafik rata-rata pengembangan tebal papan lamina dengan pemadatan
Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai pengembangan tebal papan
lamina antara 8.36-13,20%. Berdasarkan JAS 243: 2003 nilai pengembangan tebal
yang diisyaratkan maksimal 14% maka semua papan memenuhi standar. Dari

Universitas Sumatera Utara

hasil pengembangan tebal diatas nilai terendah terdapat pada berat labur 280 g/m²
dan nilai tertinggi terdapat pada berat labur 240 g/m². Nilai pengembangan tebal
yang dihasilkan pada berat labur 240 g/m² cukup besar. Hal ini diduga karena
garis rekat yang terlalu tipis masih bisa dilewati air. Dari hasil tersebut berarti
stabilitas dimensinya baik, sehingga memungkinkan untuk penggunaan eksterior.
Dari hasil penelitian yang dilakukan nilai pengembangan tebal tersebut
termasuk rendah walaupun bahan pembuatan papan lamina terbuat dari batang
kelapa sawit yang memiliki daya serap air yang cukup tinggi. Salah satu faktor
pengembangan tebal papan lamina ini rendah yaitu faktor perekat, dimana perekat
yang digunakan dalam pembuatan papan lamina ini adalah perekat PF. Perekat ini
tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembapan dan temperatur tinggi,
tahan terhadap bakteri, jamur, rayap dan mikroorganisme serta tahan terhadap
bahan kimia, seperti minyak, basa, dan pengawet kayu (Ruhendi et al., 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan nilai pengembangan tebal
papan lamina dari batang kelapa sawit dengan menggunakan perekat PF. Nilai
terbaik yang dihasilkan adalah pada variasi berat labur 260 g/m². Hal ini berarti
bahwa berat labur tersebut yang digunakan tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu
banyak, sehingga pada saat pengempaan perekat tersebut lebih matang dan
menyebar ke seluruh permukaan papan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Cahyadi et al., (2012) yang menyatakan bahwa semakin banyak berat labur maka
semakin rendah pula pengembangan tebalnya karena papan tersebut akan semakin
kedap air karena lapisan perekat menyebar ke seluruh permukaan papan.
Pada berat labur 240 g/m² nilai pengembangan tebal yang didapat cukup
tinggi ini diduga disebabkan karena sedikitnya perekat yang digunakan sehingga

Universitas Sumatera Utara

pada saat pengempaan perekat tidak menyebar ke semua permukaan. Sedangkan
berat labur 300 g/m² nilai pengembangan tebal yang didapat juga terlalu tinggi ini
disebabkan karena terlalu banyak perekat yang digunakan sehingga pada saat
perekatan dan pengempaan banyak perekat yang mengental dan mengeras. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Blass et al., (1995) mengatakan bahwa garis rekat yang
lebih dari 0,1 mm akan mengalami keretakan.
Hasil analisis ragam pengembangan tebal (Lampiran 8) papan lamina
menjelaskan bahwa berat labur memberikan pengaruh nyata terhadap
pengembangan papan lamina tersebut. Hal ini berarti bahwa perlakuan berat labur
memberikan respon terhadap pengembangan tebal. Berdasarkan hasil uji Duncan
memperlihatkan bahwa berat labur 260, 280 dan 300 g/m² tidak berbeda nyata,
namun berbeda nyata dengan berat labur 240 g/m² (Lampiran 9). Hal ini berarti
berat labur terbaik pada penelitian ini adalah berat labur 260 g/m² karena
pengembangan tebalnya paling rendah.

Uji Deliminasi
Delaminasi merupakan kerusakan pada bidang rekat papan laminasi.
Penyebab terjadinya delaminasi diakibatkan perendaman air dan kurangnya
pengempaan terhadap papan lamina. Adapun nilai rata-rata rasio deliminasi
adalah 0% . Hasil dari rata-rata ratio deliminasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rasio papan lamina
Berat labur (g/m²)
240
260
280

Nilai rata-rata ratio deliminasi (%)
0
0
0

Universitas Sumatera Utara

300

0

Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata dari delaminasi ratio adalah
0%. Menurut standar JAS 243: 2003 mensyaratkan nilai rasio delimanasi tidak
lebih dari 10%. Hal ini menunjukan bahwa nilai ratio deliminasi pada penelitian
ini memenuhi standar.
Salah satu faktor yang mempengaruhi yang nilai deliminasi memenuhi
standar yaitu jenis perekat. Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perekat PF yang memiliki keunggulan tahan terhadap air dan temperatur tinggi
sesuai dengan pernyataan Ruhendi et al., (2007). Achmadi (1990) menambahkan
bahwa kelebihan perekat PF adalah viskositas resin yang cukup rendah yang
memungkinkan penetrasi ke dalam pori-pori kayu sehingga kekuatan kohesif dari
resin melebihi kekuatan resin dari kayu dan membentuk ikatan perekatan yang
baik pada papan yang dihasilkan.
Selain faktor perekat, faktor pelaburan perekat juga berpengaruh terhadap
nilai ratio delaminasi yang dihasilkan. Pada penelitian ini pelaburan perekat
menggunakan pelaburan perekat dua sisi (double spread) sehingga menghasilkan
ikatan yang baik antara perekat dan papan lamina dari BKS. Selbo (1975) dalam
Prayitno (1996) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan ikatan yang baik antar
perekat dengan papan maka sebaiknya digunakan pelaburan perekat pada kedua
sisi permukaan (double spread).
Dari hasil penelitian ini berarti perekat PF telah mampu bertahan dalam
kondisi ekstrim sesuai dengan Vick (1999) yang menyatakan bahwa uji

Universitas Sumatera Utara

delaminasi merupakan indikator ketahanan perekat terhadap adanya tekanan
pengembangan dan penyusunan akibat kelembapan dan panas yang tinggi.
Faktor lain yang mempengaruhi rasio delaminasi pada penelitian ini
adalah berat labur. Perlakuan berat labur 240 g/m², 260 g/m², 280 g/m² dan 300
g/m² menghasilkan nilai delaminasi yang sama yaitu 0%. Hal ini diduga karena
berat labur perekat yang digunakan menutupi bagian yang dilaburi dan menembus
struktur kayu sehingga pada saat pengempaan kekuatan rekatnya matang dan tidak
mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vick (1999) yang
mengatakan bahwa perekat harus memiliki sifat keterbasahan yang tinggi dan
viscositas yang akan menghasilkan aliran kapiler untuk menembus struktur kayu.
Perlakuan berat labur dalam penelitian ini sangat baik dengan uji
delaminasi 0%. Hal ini berarti perekat yang digunakan dengan berbagai macam
berat labur tidak menyebabkan perenggangan diantara lapisan papan lamina. Hasil
ini menunjukan bahwa perekat PF dapat digunakan untuk keadaan yang ekstrim
atau digunakan untuk eskterior.

Sifat Mekanis Papan Laminasi
Modulus of Elasticity (MOE)

Universitas Sumatera Utara

Hasil pengujian modulus of elasticity(MOE) papan lamina menunjukan
bahwa nilai MOE papan laminasi dari batang kelapa sawit dengan perekat PF
berkisar antara 32.661-49.041 kg/cm². Hasil rata-rata MOE papan lamina dapat
dilihat pada Gambar 9 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

70000

JAS 243:2003

MOE (Kg/cm²)

60000
50000

MOE

49.041

>75.000kg/cm²)

40000

33.380

32.661

34.155

30000
20000
10000
0

240

260

280
Berat Labur g/m²

300

Gambar 9. Grafik rata-rata MOE papan laminasi dengan pemadatan
Pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai MOE tertinggi diperoleh pada
perlakuan berat labur 240 g/m² yaitu 49.041 kg/cm² dan nilai MOE terendah pada
perlakuan berat labur 280 g/m² yaitu 32.661 kg/cm². Selain itu, terlihat juga
bahwa seluruh nilai MOE papan lamina tidak memenuhi standar JAS 243:2003
yang mensyaratkan 75.000 kg/cm2.
Nilai MOE yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan papan lamina dari
kayu mangium dengan nilai MOE 84.100-136.700 kg/cm² (Herawati, 2008) dan
karakteristik glulam dari dua jenis kayu pinus dan jabon nilai MOE berkisar
antara 75.677-79.412 kg/m² (Sari, 2011). Salah satu faktor yang diduga
menyebabkan nilai MOE rendah pada penelitian ini yaitu karena faktor bahan

Universitas Sumatera Utara

baku, dimana kerapatan awal BKS umur 25 tahun adalah 0,34-0,4 g/cm³ bagian
tepi dan 0,26-0,28 g/m³ bagian tengah.Sedangkan kayu mangium memiliki
kerapatan 0,43-0,66 g/cm³, jabon memiliki kerapatan 0,53-0,61 g/cm³ dan kayu
pinus berkerapatan 0,41-0,5 g/cm³ (PIKA, 1979). Walker (1993) menyatakan
faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu adalah kerapatan. Kayu yang
berkerapatan tinggi mempunyai kekuatan yang lebih besar.
Herawati (2008) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh
ukuran lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata
kayu atau serat miring. Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya, kualitas
perekatan pada penelitian juga dipengaruhi oleh proses pengempaan.
Proses pemadatan yang meningkatkan kerapatan BKS belum mampu
meningkatkan nilai MOE pada penelitian ini. Hal ini terjadi karena BKS yang
dipadatkan mempunyai kerapatan rendah berkisar antara 0,26-0,28 g/cm³ yang
diambil dari bagian lunak BKS. Killman dan Koh (1998) menyatakan bahwa kayu
yang banyak mengandung sel parenkim dan rongga akan mempunyai kekuatan
patah yang rendah (rapuh). Di sisi lain, perbedaan struktur sel parenkim
menyebabkan kerusakan pada sel parenkim akibat pemadatan.
Selain faktor pemadatan, bahan baku nilai MOE pada penelitian ini juga
dipengaruhi oleh berat labur. Berdasarkan Gambar 9 menunjukan bahwa semakin
tinggi berat laburnya maka nilai MOE-nya semakin rendah. Hal ini berbanding
terbalik dengan penelitian Oka (2005) analisis perekat terlabur pada pembuatan
balok laminasi bambu petung, Didalam penelitian tersebut semakin tinggi berat
laburnya maka semakin tinggi nilai MOE-nya. Hal yang sama juga terjadi pada
penelitian Cahyadi et al., (2012) pembuatan bambu laminasi dengan perekat water

Universitas Sumatera Utara

based polymer isocyanate yang diencerkan dengan metanol nilai MOE-nya
meningkat seiring dengan bertambahnya kadar perekat yang digunakan.
Berat labur 240 g/m² merupakan berat labur terendah pada penelitian ini
tetapi nilai MOE-nya paling tinggi, hal ini diduga perekat mampu melaburi
permukaan lamina dan perekat mampu menembus struktur kayu dan tidak
mengalami kerusakan pada saat pengempaan panas sehingga menigkatkan
kekuatan MOE-nya. Berbeda dengan berat labur 260 g/m², 280 g/m² dan 300
g/m², pada berat labur tersebut nilai MOE yang dihasilkan hampir sama yaitu
berkisar antara 33.380-34.155 kg/cm². Rendahnya nilai MOE pada berat labur
tersebut diduga pada saat pelaburan perekat tidak mampu melaburi semua
permukaan karena terjadi pengentalan. Sari (2008) mengatakan bahwa pada saat
perekat tidak dapat membasahi permukaan kayu yang direkat maka akan terjadi
perekatan yang lemah sehingga persentase kerusakan juga akan semakin besar.
Hal ini juga didukung Pizzi (1983) mengatakan bahwa semakin banyak kadar
perekat yang digunakan akan mengurangi kekuatan rekat pada lamina.
Berdasarkan hasil analisis ragam kekuatan lentur, diketahui bahwa semua
perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap keteguhan lentur (Lampiran 10). Hal
ini berarti bahwa berat labur tidak memberikan pengaruh pada nilai MOE.

Modulus of Rupture (MOR)
Berdasarkan hasil pengujian Modulus of Rupture (MOR) papan lamina
menunjukkan bahwa nilai MOR papan lamina dari batang kelapa sawit dengan

Universitas Sumatera Utara

perekat PF berkisar antara 176,81-312,87 kg/cm². Hasil rata-rata MOR papan
lamina dapat dilihat pada Gambar 10 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 4.

350

312,87

MOR (Kg/cm²)

300
250
180,77

200

176,81

JAS 243:2003
MOR >
181,30 300kg/cm²

150
100
50
0

240

260

280
Berat Labur g/m²

300

Gambar 10. Grafik rata-rata MOR papan laminasi dengan pemadatan
Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai MOR tertinggi diperoleh pada berat
labur 240 g/m² yaitu 312.87 kg/cm², sedangkan nilai MOR terendah adalah pada
berat labur 280 g/m² yaitu 176.81 kg/cm². Papan lamina yang memenuhi standar
JAS 243:2003 yang mensyaratkan nilai MOR papan lamina minimal 300 kg/cm²
adalah papan lamina dengan berat labur 240 g/m² dengan nilai MOR 312,87
kg/cm². Papan lamina yang tidak memenuhi syarat nilai MOR adalah perlakuan
berat labur 260, 280 dan 300 g/m².
Hasil nilai MOR pada penelitian ini cukup rendah bila dibandingkan
dengan penelitian Ginting (2012) yang menggunakan kombinasi BKS dan mahoni
menjadi papan laminasi dengan perekat isosianat dengan nilai MOR rata-rata 385
kg/cm², papan laminasi dari eukaliptus dengan nilai MOR sebesar420

Universitas Sumatera Utara

kg/cm2(SinagadanHadjib,1989) dan karakteristik balok laminasi dari kayu
mangium (Acasia mangium) nilai MOR sebesar 516-687 kg/cm² (Herawati et al.,
2008).
Rendahnya nilai MOR pada penelitian ini bila dibandingkan dengan
penelitian lain karena penelitian lain bahan baku pembuatan lamina kerapatannya
lebih tinggi dibandingkan BKS. Kerapatan BKS bagian tepi pada penelitian ini
berkisar antara 0,34-0,4 g/cm³ sedangkan bagian tengah 0,26-0,28 g/cm².
Sedangkan kayu mahoni mempunyai kerapatan 0,53-0,72 g/cm³ (Ginting, 2012),
kayu eucalyptus 0,35-0,65 g/cm³ (Pasaribu, 2011) dan Acasia mangium
kerapatanya 0,43-0,66 g/cm³ (Herawati et al., 2008). Hal ini sesuai dengan
Tsoumis (1991) dalam Herawati et al., (2008) yang menyatakan kayu yang
memiliki kerapatan lebih tinggi akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kayu yang kerapatanya lebih rendah. Menurut PKKI NI-5
1961 dalam Setiawan (2011) terdapat hubungan antara jenis, berat kayu dan
kekuatan sehingga semakin berat kayu maka kekuatan kayu tersebut mengalami
peningkatan.
Perbedaan nilai MOR yang dihasilkan terutama karena karakteristik bahan
bakunya. Penyusunan lamina dari BKS yang digunakan berkerapatan rendah.
Bagian luar lamina berkerapatan 0,34-0,4 g/cm³ sedangkan bagian dalam yang
dipadatkan berkerapatan 0,26-0,28 g/cm³. Selain itu, struktur penyusunan BKS
terdiri dari Vascular bundle dan parenkim. Kerapatan vascular bundle menurun
dari bagian tepi kearah pusat batang, sebaliknya kerapatan parenkim meningkat
dari bagian tepi kearah pusat batang. Dominasi parenkim pada BKS akan

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kerapatan BKS menjadi rendah. Hal ini yang menyebabkan nilai
MOR papan lamina BKS rendah.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi nilai MOR adalah berat labur. Pada
penelitian ini berat labur terendah yaitu 240 g/m² memiliki nilai MORnya paling
tinggi. Hal ini diduga karena berat labur 240 g/m² mampu melaburi permukaan
lamina dan perekat mampu masuk ke dalam struktur kayu karena garis rekatnya
tidak terlalu tebal dan tidak mengalami pengentalan pada saat pelaburan maupun
pengempaan. Sedangkan berat labur 260 g/m², 280 g/m² dan 300 g/m² nilai
MORnya relatif seragam antara 176,81-181,30 kg/cm². Nilai MOR tersebut
rendah diduga karena perekat hanya mampu melaburi permukaan lamina dan
tidak mampu masuk ke dalam struktur kayu akibat terjadi pengentalan dan
kelebihan garis rekat akibat banyaknya kadar perekat yang digunakan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Pizzi (1983) yang mengatakan berat labur yang tinggi
akan mengurangi kekuatan rekat. Sari (2008) mengatakan bahwa pada saat
perekat tidak dapat membasahi permukaan kayu yang direkat maka akan terjadi
perekatan yang lemah sehingga persentase kerusakan juga akan semakin besar.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa berat labur terbaik pada
penelitian ini yaitu berat labur 240 g/m² karena telah memenuhi standar dan lebih
efisien dalam penggunaan perekat.Berdasarkan hasil dari analisis ragam juga
menunjukkan bahwa berat labur pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap kekuatan MOR papan lamina dalam penelitian ini. (Lampiran 11).
Kualitas Papan Lamina

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis dan mekanis papan lamina dari
BKS diperoleh rekapitulasi kualitas papan lamina seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi kualitas papan lamina BKS berdasarkan JAS 243:2003
Berat Labur
(g/m2)
240

KA
(%)
8,55*

K
(g/cm³)
0,52

DSA
(%)
84,23

PT
(%)
13,20*

D
(%)
0*

MOE
(kg/cm2)
49.041

MOR
(kg/cm2)
312,87*

260

8,03*

0,46

79,38

8,60*

0*

33.380

180,77

280

8,35*

0,47

85,61

8,36*

0*

32.661

176,81

300

9,21*

0,48

88,05

9,45*

0*

34.155

181,30

Standar JAS
243:2003

≤ 15

ts

ts

≤14

< 10

> 75.000

>300

Keterangan:
*

= memenuhi standar JAS 243:2003

ts

= tidak disyaratkan JAS 243:2003

KA

= kadar air

DSA

= daya serap air

PT

= pengembangan tebal

D

= delaminasi

MOE

= modulus of elasticity

MOR

= modulus of rupture

Berdasarkan pada Tabel 3 dapat diketahui hasil pengujian kualitas papan
lamina BKS untuk pengujian kadar air, pengembangan tebal dan rasio delaminasi
telah memenuhi standar JAS 243:2003 sedangkan untuk nilai kerapatan, daya
serap air tidak disyaratkan pada standar JAS 243:2003. Nilai MOE tidak satupun
contoh uji yang memenuhi standar JAS 243:2003 sedangkan nilai MOR yang
memenuhi standar hanya pada berat labur 240 g/m². Berdasarkan pada Tabel 3
dapat juga dilihat bahwa kualitas papan lamina yang paling baik secara
keseluruhan adalah papan lamina dengan berat labur 240 g/m2.

Universitas Sumatera Utara

Rendahnya kualitas papan lamina yang didapat terutama pada sifat
mekanis diduga karena bahan baku BKS memiliki kekuatan yang rendah.
Kekuatan papan berbanding lurus dengan kerapatan BKS.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Variasi berat labur perekat PF papan lamina hanya mempengaruhi sifat fisis
untuk pengembangan tebal.

2.

Variasi berat labur perekat PF papan lamina tidak mempengaruhi sifat
mekanis papan lamina.

3.

Berat labur terbaik keseluruhan pada penelitian ini yaitu pada berat berat
labur 240 g/m².

Saran
Penggunaan limbah BKS yang mengandung pati sebagai bahan baku
pembuatan papan lamina dapat menjadi kendala terhadap beberapa sifat fisis dan
mekanis. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan sifat
fisis dan mekanis sebelum diolah menjadi papan lamina.

Universitas Sumatera Utara