Pengaruh Perbandingan Jamur Tiram Dan Tempe Dengan Penambahan Tapioka Dan Tepung Labu Kuning Terhadap Mutu Sosis

TINJAUAN PUSTAKA

Sosis
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging maupun ikan yang
telah dicincang, dihaluskan, diberi bumbu-bumbu, lalu dimasukkan ke dalam
pembungkus berbentuk bulat panjang (casing) berupa usus hewan atau
pembungkus buatan. Sosis dapat dikonsumsi dengan memasak, tanpa dimasak,
dengan atau tanpa diasap. Daging segar dapat diolah oleh konsumen menjadi
produk olahan daging yang siap saji, seperti sosis (Prayitno, dkk., 2009).
Sosis tergolong produk sistem emulsi. Stabilitas emulsi dapat dicapai bila
globula lemak yang terdispersi dalam emulsi diselubungi oleh emulsifier (protein
daging) yang dimantapkan oleh binder dan filler. Permasalahan yang sering kali
timbul dalam pembuatan sosis ialah pecahnya emulsi, tekstur yang meremah
(tidak kompak), terlalu keras maupun terlalu lembek, dan daya ikat air yang
rendah (Wulandari, dkk., 2013).
Binder merupakan bahan non daging yang ditambahkan ke dalam emulsi
sosis dengan tujuan untuk menaikkan daya ikat protein terhadap air dan lemak
sehingga emulsi sosis menjadi stabil. Binder diambil dari bahan yang
mengandung protein tinggi, seperti sodium kaseinat, gluten, putih telur, susu skim,
tepung kedelai, konsentrat protein kedelai (Widjanarko, dkk., 2012).
Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi

mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang umum
digunakan adalah tapioka, tepung terigu, dan sagu. Penambahan lemak bertujuan
untuk memberikan rasa lezat, sedangkan penyedap dan bumbu memberikan

5

6

pengaruh terhadap rasa produk daging dan juga menambah atau meningkatkan
flavor (Soeparno, 1994).
Sosis yang bermutu baik adalah produk sosis yang telah memenuhi standar
mutu secara kimia, secara organoleptik sosis harus kompak, kenyal atau bertekstur
empuk, serta rasa dan aroma yang baik sesuai dengan bahan baku yang
digunakan. Kualitas sosis sebagai produk daging ditentukan oleh kemampuan
saling mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan yang ditambahkan
(Koapaha, dkk., 2011). Syarat mutu sosis daging dalam SNI 01-3820-1995 yaitu:
Tabel 1. Syarat mutu sosis
No
1


Kriteria Uji
Keadaan:
1.1.Bau
1.2.Rasa
1.3.Warna
1.4.Tekstur
2
Air
3
Abu
4
Protein
5
Lemak
6
Karbohidrat
7
Bahan tambahan makanan
7.1 Pengawet
7.1 Pewarna

8
Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb)
8.2 Tembaga (Cu)
8.3 Seng (Zn)
8.4 Timah (Sn)
8.5 Raksa (Hg)
9
Cemaran arsen (As)
10
Cemaran mikroba
10.1 Angka total lempeng
10.2 Bakteri bentuk koloni
10.3 Eschericia coli
10.4 Enterococci
10.5 Clostridium perfingens
10.6 Salmonella
* Kemasan kaleng
Sumber: SNI 01-3820-1995


Satuan

Persyaratan

%b/b
%b/b
%b/b
%b/b

Normal
Normal
Normal
Bulat panjang
Maks 67,7
Maks. 3,0
Min. 13,0
Maks. 25,0
Maks. 8
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995

Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks 2,0
Maks 2,0
Maks 4,0
Maks 40,0 (250*)
Maks 0,03
Maks 0,1

Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
-


Maks 105
Maks 102
3
102
Negatif
Negatif

7

Bahan pengikat (binder) dalam pembuatan sosis sangat mempengaruhi
kualitas sosis. Bahan pengikat mempunyai kandungan protein tinggi seperti kasein
(protein susu) dan susu skim. Tujuan penambahan bahan pengikat diantaranya
adalah membentuk dan menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air dan
menurunkan susut masak. Tepung kedelai mengandung protein 56% dengan harga
yang jauh lebih murah dibandingkan susu skim, kasein, dan isolat protein yang
kandungan proteinnya 90-95%. Substitusi susu skim dengan tepung kedelai
diharapkan dapat memberikan karakteristik sosis yang baik (Mega, 2010).
Selongsong (casing)diperlukansebagai pembungkus sosis. Selongsong
tersebut ada yang alami misalnya saluran pencernaan hewan dan yang buatan,

seperti kolagen (ada yang dimakan dan ada yang tidak dimakan), selulosa
(biasanya dikupas), plastik (PV, PVC, PE) dan metal (Sutaryo dan Mulyani,
2004).

Tempe
Tempe adalah produk fermentasi yang terbuat dari kedelai rebus yang
difermentasi oleh jamur Rhizopus. Selama fermentasi, biji-biji kedelai
terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak
berwarna putih. Dengan degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat
menyebabkan

terbentuknya

flavor

spesifik

setelah

fermentasi


(Dwinaningsih, 2010).
Tempe menjadi sumber protein potensial dengan nilai gizi yang seimbang
dengan protein hewan seperti daging sapi. Tempe memiliki harga yang relatif
murah. Pengolahan tempe dengan fermentasi menjadikannya memiliki daya cerna
dan asam amino yang tinggi dibandingkan bahan dasarnya. Tempe belum mampu

8

dijadikan sebagai produk bergengsi. Pembuatan sosis menggunakan tempe
diharapkan menjadi alternatif pangan tersier yang bergizi (Wulandari, dkk., 2013).
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai
Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk
produk lainnya (seperti tauco, kecap, dan lain-lain) (Mayasari, 2010).
Menurut Dwinaningsih (2010), selain tempe kedelai juga terdapat jenis
tempe lainnya, yaitu tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa.
Contoh tempe leguminosa non kedelai adalah tempe kecipir, tempe lamtoro,
tempe kacang hijau, tempe kacang merah. Sedangkan jenis tempe non leguminosa
adalah tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe

ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, dan tempe tela.
Dalam tempe terdapat peningkatan kadar padatan terlarut, nitrogen
terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, serta nilai efisiensi
protein. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah
dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam
kedelai (Mayasari, 2010). Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi kimia tempe
No
Komposisi
1
Air (wb)
2
Protein
3
Lemak
4
Karbohidrat
5
Kalsium (mg)
6

Besi (mg)
7
Fosfor (mg)
8
Vitamin B1 (UI)
9
Serat
10
Abu
Dwinaningsih, 2010.

Jumlah (%)
61,2
16,5
19,7
30,2
347
9
724
0,28

7,2
3,6

9

Kandungan tempe kedelai yang dapat menurunkan kadar glukosa darah
adalah protein, isoflavon, serat, serta indeks glikemik rendah. Protein tempe yang
tinggi adalah kandungan arginin dan glisin. Serat dapat mempengaruhi kadar
glukosa darah karena memperlambat absorbsi glukosa. Indeks glikemik tempe
yang rendah menjadikan respon glukosa darah tubuh rendah sehingga peningkatan
kadar glukosa darah relatif kecil (Rahadiyanti, 2011).
Terdapat berbagai efek pemberian kedelai terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan penyakit diabetes mellitus. Arginin merupakan salah satu bahan
pembentuk nitrat oksida (NO) akan mengatur metabolisme glukosa, asam lemak,
dan asam amino. Nitrat oksida meningkatkan transport glukosa, menurunkan
sintesa glukosa dan glikogen, serta menstimulasi pelepasan insulin. Pemberian
ekstrak metanol-tempe pada tikus diabetes dapat menurunkan kadar glukosa darah
dan menghambat laju kerusakan sel pankreas. Daya hipoglikemik disebabkan
terhambatnya enzim glukosidase dalam usus sehingga akan memperlambat
penguraian karbohidrat menjadi bentuk sederhana dan akibatnya glukosa
diperlambat

pelepasan

dan

absorbsinya

dalam

brush

border

usus

(Utari, dkk., 2011).
Tempe mengandung kesembilan asam amino esensial dalam jumlah
cukup, kecuali metionin yang sedikit berada di bawah patokan FAO/WHO, yaitu
78%. Kandungan lemak tempe jauh lebih rendah daripada daging. Tempe
mengandung mineral-mineral lain dalam bentuk tersedia seperti seng (Zn),
tembaga (Cu) (Mayasari, 2010). Kandungan asam amino per 100 gram tempe
dapat dilihat pada Tabel 3 dan kandungan asam amino per 100 gram daging dapat
dilihat pada Tabel 4.

10

Tabel 3. Kandungan asam amino per 100 gram tempe
No
Jenis asam amino
Tempe (%w/w)
1
Arginin
6,58
2
Asam glutamat
1,74
3
Asam aspartat
1,13
4
0,50
Serin
5
0,31
Histidin
6
0,42
Glisin
7
0,44
Threonin
8
0,47
Alanin
9
0,40
Tirosin
10
0,15
Methionin
11
0,58
Valine
12
0,51
Phenilalanin
13
0,76
Isoleusin
14
0,95
Leusin
15
Triptofan
0,13
Utari, dkk (2011).
Tabel 4. Kandungan asam amino per 100 gram daging
No
Jenis asam amino
1
Arginin
2
Histidin
3
Isoleusin
4
Leusin
5
Lisin
6
Metionin
7
Phenilalanin
8
Threonin
9
Triptopan
10
Valin
11
Alanin
12
Asam aspartat
13
Sistin
14
Asam glutamat
15
Glisin
16
Prolin
17
Serin
18
Tirosin
Lingga (2011).
Fermentasi

kedelai

(tempe) berfungsi

Kadar(%)
6,9
2,9
5,1
8,4
8,4
2,3
4,0
4,0
1,1
5,7
6,4
8,8
1,4
14,4
7,1
5,4
3,8
3,2

untuk

mengubah

senyawa

makromolekul komplek pada kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat)
menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak,
dan monosakarida. Spesies kapang selama fermentasi tidak memproduksi racun.

11

Tempe mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi kapang selama
fermentasi berlangsung (Dwinaningsih, 2010).

Jamur Tiram
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur yang
hidup pada media kayu yang sudah lapuk. Budidaya ini banyak dilakukan di
Indonesia baik secara tradisional maupun modern. Media tumbuhnya adalah
serbuk kayu gergaji, bekatul, jerami, sekam, dan tepung beras (Aini dan
Kuswytasari, 2013).
Jamur tiram memiliki rasa yang lezat, bernilai gizi yang cukup baik.
Penambahan jamur tiram ke dalam produk olahan tempe dapat meningkatkan
kandungan protein dan serat sosis. Produk sosis analog memiliki keunggulan
dibandingkan dengan sosis pada umumnya. Salah satunya adalah kandungan serat
yang bermanfaat bagi kesehatan (Ambari, dkk., 2014).
Jamur tiram banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yaitu 72% dari
total asam lemak yang ada. Selain itu, jamur tiram juga mengandung sejumlah
vitamin penting terutama kelompok vitamin B, vitamin C, dan provitamin D yang
akan diubah menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari (Pratama, 2013).
Jamur tiram terdiri dari beberapa jenis yaitu jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus), jamur tiram abu-abu (Pleurotus cyctidius), jamur tiram raja (Pleurotus
umbellatus). Jamur tiram mengandung sembilan asam-asam amino esensial yang
tidak bisa disintesis di dalam tubuh manusia, yaitu lisin, metionin, triptofan,
threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin (Pratama, 2013).

12

Tabel 5. Komposisi dan kandungan nutrisi jamur tiram putih per 100 g bahan
Komposisi
Jumlah (%)
Kadar air (%)
91,0
Kadar abu
9,3
Kadar protein
18,9
1,7
Kadar lemak
11,1
Kadar serat
Kadar karbohidrat
58,0
Sulistyarini, 2003.
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) memiliki aroma yang khas karena
mengandung muskorin. Jamur tiram memproduksi enzim ekstraseluluer yang
berfungsi menghidrolisa senyawa yang berbobot molekul tinggi seperti
lignoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi senyawa sederhana
sehingga dapat dimanfaatkan oleh jamur untuk tumbuh dan berkembang biak
(Shifriyah, dkk., 2012).
Manfaat dari jamur tiram adalah sebagai bahan pangan, antibakterial,
antitumor, dapat menghasilkan enzim hidrolisis dan enzim oksidasi, membunuh
nematoda, serta menurunkan kolesterol. Selain itu jamur tiram juga dapat
menurunkan berat badan karena seratnya yang tinggi, adanya serat lignoselulosa
baik untuk pencernaan. Berdasarkan penelitian USDA (United States Drugs and
Administration), pemberian menu jamur tiram selama 3 minggu akan menurunkan
kadar kolesterol dalam serum hingga 40% dibandingkan dengan tikus yang tidak
diberi pakan yang mengandung jamur tiram (Wikipedia, 2015)

Bit
Pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk
memberi warna yang berubah selama proses pengolahan sehingga terlihat lebih
menarik. Pewarna makanan digolongkan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan
pewarna sintetis. Ditinjau segi keamanan pangan, pewarna sintetis dapat

13

menimbulkan bahaya bagi kesehatan karena mengandung senyawa karsinogen
yang dapat memacu timbulnya penyakit (Hartono, 2013).
Sumber pewarna alami untuk mewarnai makanan dan minuman adalah
betalain yang dapat diperoleh dari bit merah (Beta vulgaris L. var. rubra L).
Betalain merupakan turunan immonium dari betalamic acid dan terbagi dalam
merah-ungu (betasianin) dan kuning-orange (betaxanthin). Betalain bit merah
terdiri dari betanin, isobetanin, prebetanin, dan dalam jumlah sedikit vulgaxanthin
(Petriana, 2012).
Kelarutan betalain dalam pelarut air menyebabkan pigmen ini dapat
digunakan sebagai sumber pewarna pada makanan. Oleh karena itu, betalain ini
dapat diaplikasikan pada minuman seperti sirup. Sirup merupakan larutan kental
dengan variasi rasa yang bervariasi (Petriana, 2012).
Stabilitas pigmen betasianin dapat mengalami perubahan karena beberapa
faktor, yaitu pH, paparan cahaya matahari, oksigen, dan suhu. Faktor pelarut dan
waktu juga mempengaruhi proses ekstraksi bit merah. Warna betasianin paling
stabil pada suhu di bawah 40oC, betalain stabil pada pH 4-6 (Wilianto, 2012).

Tapioka
Tapioka merupakan salah satu hasil olahan ubi kayu yang umumnya
berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Tapioka
banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri
makanan. Kandungan nutrisi tapioka dapat dilihat pada Tabel 6.

14

Tabel 6. Kandungan nutrisi pada tepung tapioka
Komposisi
Jumlah
Kalori (per 100 g)
363
Karbohidrat (%)
88,2
Kadar air (%)
9,0
0,12
Kadar Abu (%)
0,5
Lemak (%)
1,1
Protein (%)
0,5
Serat (%)
84
Ca (mg/100 g)
125
P (mg/100 g)
1,0
Fe (mg/100 g)
0,4
Vitamin B1 (mg/100 g)
Vitamin C (mg/100 g)
0
Agustina, 2011.
Tepung tapioka dapat digunakan untuk bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk seperti kerupuk dan kue kering lainnya. Tapioka
juga dapat digunakan sebagai bahan pengental (thickner), bahan pengisi, bahan
pengikat pada industri makanan olahan. Jika dilihat dibawah mikroskop, tapioka
terlihat atas butir-butir granula yang mempunyai bentuk berbeda (Astawan, 2003).
Komponen pati dari tapioka secara umum terdiri dari 17% amilosa dan
83% amilopektin. Bentuk dari granula tapioka adalah semi bulat dengan salah satu
bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 μm. Suhu gelatinisasi tapioka
adalah sebesar 52-64 oC, kristalinisasi 38%, kekuatan pembengkakan 42 μm dan
kelarutan 31%. Kekuatan pembengkakan dan kelarutan tapioka lebih kecil dari
pati kentang tetapi lebih besar dari pati jagung (Amin, 2013).
Gelatinisasi adalah proses pembengkakan granula pati ketika dipanaskan
dalam media air. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi granula pati
dapat mengembang dalam air panas. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran
granula pati dan konsentrasi pati. Semakin besar ukuran granula pati, maka pati

15

akan lebih mudah dan lebih banyak menyerap air. Semakin kental larutan, maka
suhu semakin lambat tercapai (Purnamasari, dkk., 2010).

Tepung Labu Kuning
Tanaman

labu

kuning

merupakan

jenis

sayuran

menjalar

dari

familyCucurbitaceae, tergolong dalam tanaman semusim yang setelah berbuah
akan langsung mati. Labu kuning adalah salah satu sayuran yang mempunyai
bentuk bulat sampai lonjong dan berwarna kuning kemerahan dan mempunyai
kandungan gizi cukup tinggi dan lengkap (Hendrasty, 2003).
Pemanfaatan labu kuning masih terbatas dan bersifat mudah rusak,
sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang tahan lama disimpan seperti
tepung.

Pembuatan

tepung

labu

kuning

akan

menguntungkan

karena

pemanfaatannya yang luas sebagai campuran makanan dan daya simpan yang
lama (Nurhidayati, 2011). Kandungan gizi labu kuning menurut Departemen
Kesehatan RI (1996) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 g bahan
No
Kandungan Gizi
Kadar/Satuan
1
Kalori (kal)
29,00
2
Protein (g)
1,10
3
Lemak (g)
0,30
Hidrat arang (g)
4
6,60
Kalsium (mg)
5
45,00
Fosfor (mg)
6
64,00
Zat besi (mg)
7
1,40
Vitamin A(SI)
8
180,00
Vitamin C (g)
9
52,00
10
Air (g)
91,20
11
BOD (%)
77,00
Sinaga, 2010.
Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus yang lolos ayakan
80 mesh, berwarna kekuningan, bau khas labu kuning. Mutu tepung dipengaruhi

16

oleh kondisi bahan dan suhu pengeringan. Semakin tua labu kuning, maka
semakin tinggi kandungan gulanya. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi, maka
tepung menggumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003). Enzim yang
terkandung dalam tepung labu kuning adalah amilase, protease, lipase, dan
oksidase. Enzim amilase akan menghidrolisis pati menjadimaltose dan dekstrin,
sedangkan enzim protease berperan dalam pemecahan protein sehingga akan
mempengaruhi elastistisitas gluten.
Tabel 8. Komposisi zat gizi tepung labu kuning per 100 g bahan
No
Kandungan Gizi
Kadar/Satuan (%)
1
Air
10,96
2
Lemak
0,80
3
Protein
9,65
Karbohidrat
4
72,41
Abu
5
5,37
Serat
6
0,81
7
ß-karoten (µg)
4857,6
Moelyono, 2003.
Kualitas labu kuning ditentukan oleh komponen penyusun yang akan
menentukan sifat fungsional adonan, tepung yang dihasilkan, serta suspensinya
dalam air. Tepung labu kuning mengandung gluten yang tinggi sehingga
membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Sifat ini
mempengaruhi volume produk. Tepung labu kuning memiliki sifat gelatinisasi
yang baik, sehingga membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan,
viskositas yang baik (Sinaga, 2011).

17

Bahan Tambahan Makanan Sosis
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sosis yaitu susu skim,
karagenan, gula, garam, air, minyak nabati, lada putih (merica), bawang merah
dan bawang putih.
1. Susu skim
Bahan pengikat yang tepat digunakan adalah susu skim. Susu skim
merupakan susu yang telah diambil lemak susunya, baik sebagian maupun
seluruhnya. Zat gizi dalam susu skim masih lengkap kecuali lemak. Susu skim
dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah. Susu skim
hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu. Jumlah susu skim yang
ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 6% (Mega, 2010).
2. Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida linear berupa galaktan tersulfutasi
yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae). Tiga jenis karagenan
komersial adalah karagenan iota, kappa, dan lambda (Gambar 1). Klasifikasi ini
ditentukan oleh posisi gugus sulfat pada unit (1,3)-D-Galaktosa. Karagenan
sebagai hidrokoloid secara umum tidak dimanfaatkan dari segi nutrisinya, tetapi
lebih sering karena sifat fungsionalnya. Sifat fungsional yang berhubungan
dengan pembentukan gel banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, perbaikan
tekstur, pengental, dan pengikat air (hidrogel) (Distantina, dkk., 2012).
Secara konvensional, karagenan banyak digunakan dalam industri
makanan, minuman, industri farmasi sebagai stabilisator, dan meningkatkan
kualitas produk seperti pasta, krim, dan lotion. Karagenan bersifat termoreversibel
dan dapat membentuk gel dengan adanya ion-ion K, Ca, dan Mg. Karagenan dapat

18

dimodifikasi secara radiasi membentuk hidrogel dengan cara reaksi (Erizal, dkk.,
2004).

Gambar 1. Struktur kimia karagenan (Wikipedia, 2015).
3. Minyak nabati
Untuk membentuk adonan yang stabil ditambahkan lemak, baik lemak
nabati maupun hewani. Selain itu penambahan minyak nabati bertujuan untuk
memperoleh produk sosis yang kompak, tekstur empuk, rasa serta aroma sosis
yang lebih baik. Jumlah lemak yang ditambahkan berkisar 5-25%. penambahan
lemak yang terlalu sedikit menghasilkan sosis yang keras dan kering, dan jika
terlalu banyak menghasilkan sosis yang lunak dan keriput (Mayasari, 2010).
4. Garam
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkan dan
melarutkan protein. Garam dapur dan garam alkali fosfat secara bersama-sama
berpengaruh terhadap pengembangan volume dan daya ikat air dari daging.
Garam alkali polifisfat berfungsi untuk mempertahankan warna, mengurangi
penyusutan waktu pemasakan dan menstabilkan emulsi (Koswara, 2009).

19

Penambahan garam ke dalam adonan berfungsi untuk melarutkan protein,
memberikan cita rasa, dan mengawetkan. Kandungan garam pada sosis
terfermentasi adalah 3-5%, sosis segar 1,5-2%, produk sosis masak 2-3%
(Koapaha, 2011).
5. Gula
Bahan pemanis yang biasa ditambahkan ke dalam sosis adalah sukrosa,
dekstrosa, laktosa, dan sirup jagung. Namun yang biasa digunakan adalah sukrosa
dan dekstrosa. Gula tidak mempunyai pengaruh terhadap peningkatan daya ikat
air, tetapi menahan aroma garam (Koapaha, 2011).
6. Air
Fungsi penambahan air dalam proses pengolahan sosis adalah untuk
meningkatkan keempukan, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses
pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut air, menjaga suhu produk, serta
penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno, 1994).
7. Lada putih (merica)
Lada (Piper nigrum. L.,) merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang
dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Lada memberikan rasa pedas dan
menambah aroma suatu masakan (Sitanggang, 2008).
8. Bawang merah
Bawang merah (Allium cepa L. var Aggregatum) merupakan sejenis
tanaman yang dijadikan sebagai bumbu masakan Asia Tenggara dan dunia.
Bagian yang digunakan pada bawang merah adalah umbi (Wikipedia, 2010).

20

9. Bawang putih
Bawang putih (Allium sativum) mempunyai fungsi untuk menambah
aroma serta meningkatkan cita rasa, dan mnegawetkan. Kandungan bawang putih
antara lain 60,9-67,8% air, 3,5-7% protein, 0,3% lemak, 24-27,4% karbohidrat,
0,7% serat, dan mineral serta vitamin. Senyawa Allicin merupakan penyebab
timbulnya bau tajam dan sulfur penimbul aroma pada bawang putih
(Wirakusumah, 2000).

Proses Pengolahan Sosis
Emulsi merupakan campuran dua atau lebih cairan yang saling
melarutkan. Salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula atau
butiran kecil dalam cairan lainnya (Lawrie, 2003).
Penggilingan bahan bertujuan untuk membentuk emulsi protein tempe dan
lemak, sehingga butiran lemaknya merata. Pada tahap ini ditambahkan air, garam,
susu skim, minyak nabati, gula, lada putih, bawang merah, bawang putih, bit, dan
karagenan (Lawrie, 2003).
Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen-komponen sosis,
memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba. Pemasakan dapat dilakukan
dengan perebusan, pengukusan, pengasapan, dan pemasakan secara kering dengan
menggunakan oven. Proses pendinginan sosis setelah pemasakan bertujuan untuk
menurunkan temperatur internal sosis, menghilangkan bau, dan mempermudah
pengupasan selongsong (Koapaha, 2011).

21

Selongsong Sosis
Selongsong atau casing sosis ada dua tipe, yaitu selongsong alami dan
selongsong buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak.
Selongsong sapi berasal dari oesophagus, usus kecil, usus besar, bagian tengah,
caecum, dan kandung kencing. Sedangkan selongsong domba dan kambing
berasal dari usus kecil. Keuntungan selongsong alami adalah dapat dimakan,
bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugiannya adalah produk tidak awet.
Selongsong buatan terdiri dari empat jenis, yaitu sellulosa, kolagen yang
dapat dimakan, kolagen yang tidak dapat dimakan, dan plastik. Keuntungan
selongsong buatan adalah dapat diwarnai, bisa dimakan dan melekat pada produk.
Casing Polyamidamerupakan casing untuk sosis yang terbuat dari plastik. Casing
jenis ini tidak dapat dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukuran
dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak (Astawan, 2009).