Kesadaran Kritis Remaja Terhadap Sinetron (Studi Literasi Media tentang Kesadaran KritisRemaja terhadap Sinetron di SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Konteks Masalah

Televisi adalah media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Media tersebut merupakan media audio visual, tidak membebani
banyak syarat bagi masyarakat untuk menikmatinya. Masyarakat Indonesia yang
cenderung dengan budaya lisan, media televisi tidak memiliki jarak yang jauh.
Televisi berbeda dengan budaya baca dan tulis. Perkembangan keberadaannya
jauh melampui media-media massa lain, seperti media cetak koran, majalah, apa
lagi buku. Dari segi harga, meski tidak bisa selalu dikatakan murah untuk
sebagian besar masyarakat Indonesia, keinginan untuk memiliki televisi jauh lebih
tinggi dari pada keinginan untuk membeli buku bacaan.
Hoijer (2000) menyatakan bahwa “television is the most popular story
teller in modern time”, dalam konteks ini, ungkap Hoijer, “television mediates
reality and imagination.” Oleh karena kehadirannya dalam keluarga menjadi
sesuatu yang seolah-seolah sebuah keharusan, mengingat televisi kini telah
menjadi semacam standard bagi kehidupan keluarga. (bincangmedia.com)
Televisi saat ini telah menjadi media keluarga, telah menjadi salah satu

prasyarat yang “harus” berada di dalam keluarga. Rumah dikatakan lengkap, jika
ada pesawat televisi di dalamnya. Televisi sebagai primadona media memberikan
imbas media yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Kehadiran televisi
yang masif dengan kapitalistiknya yang kental, langsung atau tidak langsung
berpengaruh pada perilaku dan pola pikir masyarakat.

Dalam deretan media

informasi, media ini memiliki daya penetrasi jauh lebih besar daripada media
lainnya. Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang
jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan
program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai
audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan
yang berlaku. Pada realitanya, saat ini sudah banyak program yang ditayangkan di

Universitas Sumatera Utara

televisi bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku.
Program televisi seperti itu yang sangat disukai oleh audiens.
Televisi menjadi media yang paling dekat dan sangat berpengaruh bagi

para remaja. Televisi sanggup mempengaruhi pola, aktivitas, dan kehidupan para
remaja. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena televisi sudah dianggap sebagai
orang tua ketiga bagi para remaja. Bagi orang tua di Indonesia, membiarkan
anaknya menonton televisi sepanjang waktu dianggap lebih baik daripada
anaknya bermain diluar rumah. Orang tua terkadang membiarkan anak menonton
televisi tanpa pengawasan. Tingginya jam menonton televisi oleh para remaja
tentunya mempunyai resiko yang tidak bisa dispelekan, mengingat tidak semua
tayangan televisi diperuntukkan bagi para remaja aman di konsumsi. Informasi
yang disampaikan oleh televisi bersifat mentransferkan nilai-nilai budaya dan juga
realitas.
Perkembangan jaman dan teknologi memicu perkembangan lahirnya
program-program baru di stasiun televisi. Kehadiran program-program baru
membuat stasiun televisi saling bersaing ketat untuk mendapatkan rating
terbanyak dari audiens tanpa memikirkan konten dari program-program tersebut.
Salah satu tayangan yang paling diminati di Indonesia adalah acara Sinetron yang
selama satu dekade terakhir sajian televisi nyaris tidak berubah. Sinetron adalah
kependekan dari sinema elektronik yang merupakan program televisi yang
termasuk dalam program drama. Sinetron merupakan drama yang menyajikan
cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing-masing tokoh memiliki alur
cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan.

Akhir cerita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering tanpa penyelesaian
(open-ended). Cerita cenderung dibuat sedemikian panjang selama masih ada
audien yang menyukainya. Sinetron yang ditayangkan di jam prime time
membuat stasiun televisi yang menayangkan hanya untuk mengejar rating tanpa
memikirkan kualitas, kuantitas, dan objektivitas sinetron.
Sinetron digagas oleh Bapak Soemardjono yang merupakan pendiri
Institut Kesenian Jakarta. Pelopor sinetron pertama yang hadir di layar kaca
adalah Losmen, drama serial produksi TVRI pada tahun 80-an. Losmen bercerita
tentang kehidupan sehari-hari keluarga Pak Broto yang mengelola penginapan

Universitas Sumatera Utara

Losmen. Sinetron tidak berbeda dengan sinema celleluoid, layar lebar, atau
bioskop yang dalam perkembangannya sangat tergantung pada tema dan setting
sosial yang dibangun atas “permintaan pasar”. Intervensi tersebut masuk ke ranah
kreatif, sampai pada penggunaan bintang-bintang pemerannya. Sulit mendapatkan
realitas sosial dalam sinetron Indonesia.
Fenomena sinetron yang berkembang saat ini menjadi acara yang banyak
digemari penonton, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa karena memang
ada banyak sinetron yang dibuat untuk berbagai segmen. Fenomena kehidupan

masyarakat saat ini yang seperti begitu mendewakan acara televisi. Mereka marah
saat pemeran utama dari sinetron kesayangannya tersakiti, mereka pun menangis,
dan tertawa setiap kali pemutaran sinetron kegemarannya.
Sinetron yang ditayangkan di televisi juga mempunyai nilai baik
danburuk, namun sinetron yang berkembang di masyarakat lebih banyak nilai
buruk dan cerita sinetron yang tidak logis dalam alur cerita maupu n
permasalahannya. Isi pesan sinetron tidak mencerminkan realitas sosial objektif
dalam kehidupan pemirsa, maka yang tampak dalam cerita sinetron tersebut hanya
gambaran semu. Isi pesan sinetron yang berlawanan dengan kondisi sosial, yakni
pemirsa tidak mendapatkan manfaat secara khusus bagi kehidupannya,
menyangkut aspek hubungan dan pergaulan sosial. Sinetron – sinetron yang hanya
menjual kemiskinan dan menonjolkan doktrin tertentu (menggurui), yang
membuat pemirsa jenuh menontonnya.
Sinetron seharusnya lebih menampilkan nilai baik selain sebagai hiburan
keluarga, sebagai alat atau sarana agen perubahan sosial maupun agen
pembangunan, tetapi juga bersifat mendidik. Isi pesan sinetron di televisi harus
dapat mewujudkan dan mengeskpresikan kenyataan sosial masyarakat, tanpa
melepaskan diri dari lingkaran budaya pemirsa yang heterogen. Realitanya
sinetron yang berkembang di masyarakat saat ini lebih banyak mengandung nilai
buruknya, terutama bagi remaja yang masih berada dalam situasi psikologis yang

ada dalam dirinya. Hal tersebut akan menjadikan kaum remaja menjadi pribadi –
pribadi yang lentur, tidak mempunyai pengalaman empirik untuk melakukan
empati sosialnya. Pengaruh yang terbesar, akan menjadikan remaja menjadi

Universitas Sumatera Utara

pribadi – pribadi yang pasif, tidak memiliki keberanian berekspresi karena media
televisi telah memenuhi semua kebutuhan impulsifnya secara virtual.
Sinetron memiliki empat genre yaitu, sinetron drama, sinetron komedi,
sinetron laga, sinetron misteri. Dari keempat genre sinetron yang ada akan
dipaparkan konten yang ada di dalamnya. Sinetron drama adalah sinetron yang
mengutamakan kekuatan cerita. Sinetron jenis ini memiliki alur cerita yang
menarik, berliku, dan dapatmelarutkan emosi pemirsa ke dalam cerita sinetron.
Sinetron drama dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: sinetron drama lepas
(tanpa episode, sekali tayang selesai), sinetron drama seri (terdiri dari beberapa
episode dan cerita tidak bersambungan), dan sinetron drama serial (terdiri dari
beberapa episode dan cerita bersambungan). Sinetron drama yang banyak
berkembang dan digemari di masyarakat kini adalah sinetron remaja yang alur
ceritanya menampilkan kehidupan remaja dan dibintangi oleh artis-artis yang
masih muda belia.

Konten dari sinetron remaja tersebut lebih dominan buruk. Remaja
menampilkan sisi berpakaian yang tidak sopan dalam budaya timur, memakai
pakaian minim. Sinetron yang menampilkan konflik si kaya dan miskin, si kaya
dikesankan dengan kemewahan dan kekuasaan yang diukur dari banyaknya harta
dan tingginya jabatan sedangkan si miskin hidup dengan seadanya dan
kekurangan secara materi. Hal tersebut seperti menyampaikan sistem nilai yang
dibawa oleh kapitalisme bahwa siapa yang kaya dia adalah orang yang memiliki
banyak harta, hanya sedikit sinetron yang mengajarkan kekayaan hati. Remaja
yang berasal dari keluarga kaya berangkat sekolah menggunakan mobil mewah
atau pun moge, rumahnya sebesar istana negara dan adegan clubing, atau
menghadiri pesta ulang tahun teman. Masih banyak lagikonten buruk yang
terdapat di dalam sinetron remaja Indonesia.
Sinetron komedi adalah sinetron yang menonjolkan unsur lelucon atau
hal-hal yang bisa membuat orang tertawa. Unsur komedi atau lawak menjadi
roh sinetron semacam ini. Sinetron ini menampilkan pemain-pemain dengan
adegan yang kocak, sehingga membuat pemirsa tertawa atau minimal tersenyum
menyaksikan sinetron jenis ini. Konten yang terdapat dalam sinetron bergenre
komedi di indonesia banyak menggunakan bahasa yang tidak sopan dan makna

Universitas Sumatera Utara


candaannya menyinggung pihak-pihak tertentu. Sehingga banyak dicontoh oleh
remaja yang menurut mereka itu adalah kocak tanpa memikirkan maknanya.
Sinetron laga (action) sinetron yang mengandalkan aksi keras(action)
para pemainnya. Adegan-adegan dalam sinetron jenis ini banyak diwarnai aksi
kekerasan

seperti

perkelahian,

peperangan,

pembunuhan,

perampokan,

penculikan, dan sebagainya. Hal ini diciptakan untuk membuat suasana yang
menegangkan dalam diri pemirsa, sehingga pemirsa tertarik untuk terus
menyaksikan sinetron ini. Aksi yang dilakukan oleh pemain sinetron laga ini tak

jarang ditiru oleh remaja sekarang ini. Remaja yang masih memiliki jiwa yang
labil akan mempraktikan aksi-aksi tersebut dan sampai akhirnya mereka
mengaplikasikan di kehidupannya. Remaja banyak yang terlibat aksi demonstrasi,
aksi kekerasan, dan sebagainya pada realitanya dan banyak muncul di berita
media massa seorang remaja yang terlibat kasus pembunuhan dan pencurian.
Sinetron religi adalah sinetron yang mengkombinasikan dengan unsur
religi. Sinetron religi lebih banyak mencampuradukan antara hikmah dengan
komersialisasi. Film yang mengambil tema ini sangat kental unsur komersilnya.
Sisi religi justru berbeda dengan ajaran agama itu sendiri. Sinetron seperti ini juga
tak pelak memunculkan kritik karena beberapa materi sinetron religius justru
kebablasan. Tayangan religius di beberapa stasiun televisi tidak sedikit justru
dapat dikategorikan cerita misteri yang berbau mistik, cerita bohong, dan
menyesatkan. Sebagai contoh adalah adegan-adegan di dalam film religi berlabel
hikmah. Film tersebut menampilkan balasan terhadap orang-orang yang telah
berbuat kemungkaran di dunia. Padahal siksaan bagi orang-orang yang berbuat
kemungkaran berada di akhirat. Artinya apa yang terjadi di dunia merupakan ujian
dan tidak selalu sebuah hubungan sebab akibat.
Sinetron misteri atau horor adalah sinetron yang mengedepankan unsur
misteri atau horor atau hal-hal yang bersifat gaib di luar kehidupannyata manusia
(dunia lain). Sinetron jenis ini dibuat seseram mungkin agar pemirsa merasa takut

atau penasaran untuk terus menonton sinetron ini. Sinetron jenis ini berlatarkan
tempat-tempat yang angker atau sengaja direkayasa supaya kelihatan angker
dengan penataan cahaya yang remang-remang atau shooting pada malam hari.
Sinetron yang membawa cerita mistik mengarahkan kepada keterbelakangan

Universitas Sumatera Utara

mental dan syirik terhadap Sang Maha Pencipta. Keterbelakangan mental dalam
hal ini adalah menggambarkan betapa hebatnya jin dengan kekuatan-kekuatannya
sehingga manusia seolah menjadi takut dan mendorong manusia takut, sehingga
ketika menonton sinetron horor akan merasa bahwa setan itu ada dan senantiasa
nyata dan menakuti manusia bahkan bisa membunuhnya.
Akses pemirsa pada remaja dalam menonton sinetron sangat mudah
Inilah yang menjadikan posisi televisi sebagai salah satu anggota “keluarga”
dalam rumah yang notabene paling berbahaya. Remaja tidak pernah menyadari
bahaya dari konten sinetron yang ditonton. Perilaku remaja tersebut dilakukan
terus secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kecanduan dalam menonton
sinetron. Disadari atau tidak perilaku-perilaku negatif, seperti perzinaan,
kekerasan, bahkan kriminal sedikit banyak juga diajarkan oleh televisi yang hadir
di tengah-tengah kehidupan keluarga. Orang tua meskipun sudah mengetahui

kehadiran sinetron merupakan hal yang berbahaya, bukannya membatasi, tetapi
menunggu-nunggu kehadirannya. Fungsi pendampingan yang seharusnya
diterapkan pada anak-anaknya tidak pernah dilakukan karena tidak jarang para
orang tua juga tidak menyadari bahayanya.
Berikut dilampirkan data jumlah anak yang mengkonsumsi sinetron
dalam bentuk tabel:
Tabel I. 1 Judul Sinetron Favorit Anak

remaja/ dewasa
bahaya
Posttest
hati-hati

Pretest

aman
0

50


100

150

200

250

(Sumber: Makalah Efektivitas Pendidikan Media dalam Mengubah Konsumsi
Media Anak , 2008-2009)

Universitas Sumatera Utara

Judul sinetron favorit masih dirajai oleh sinetron remaja atau dewasa
yang sebetulnya bukan program yang tepat bagi anak-anak 6-12 tahun seperti
populasi pada penelitian tabel diatas. Judul sinetron favorit kategori remaja/
dewasa misalnya Cinta Fitri atau Cerita SMA. Yang menggembirakan, jumlah
anak yang menyebutkan judul sinetron dengan kategori remaja/ dewasa tersebut
berkurang setelah posttest, walau masih tetap tinggi. Penurunan ini juga sejalan
dengan penurunan anak yang menyebutkan judul sinetron dengan kategori
bahaya, seperti Ronaldowati dan si Entong, atau kategori hati-hati seperti Upik
Abu & Laura. Sedang mereka yang menyebutkan judul sinetron favorit
berkategori aman berubah dari tak ada saat pre test menjadi 17 orang saat posttest.
Konsumsi sinetron dalam jangka waktu yang lama akan memberi
dampak yang tidak baik bagi perkembangan remaja. Krisis moral akan muncul
apabila itu semua tidak di hentikan. Pengaruh negatif yang akan membentuk
remajja menjadi konsumtif dan hedonisme dikarenakan melihat kehidupan yang
ada disinetron sedemikian mewah dan serba glamour. Keadaan tersebut akan
semakin parah jika orang tua sendiri tidak mampu memberi perhatiannya kepada
anak – anaknya, dan hal ini bisa membuat anak – anak mencari tokoh yang lebih
baik menurutnya dari tempat lain, termasuk sinetron yang ia tonton.
Kebiasaan mengkonsumsi televisi secara sehat harus dimulai sejak usia
dini. Menyikapi berbagai kondisi tayangan sinetron yang tidak baik, sudah
saatnya penonton bersikap kritis. Kritis tidak hanya sekadar mengeluh dan
mencerca, melainkan dengan meningkatkan kepekaan dan kesadaran bermedia.
Kritis bermedia dalam konsep Media literacy dalam praktiknya bisa dilakukan
dengan membatasi akses terhadap media dan memilih isi media yang sehat.
Media literacy juga berarti seseorang harus memahami seluk beluk
media, termasuk dalam kaitan ini sinetron. Remaja harus memahami bahwa
semua sinetron didesain untuk menciptakan agenda bagi penontonnya, mengenai
apa yang dianggap penting dan tidak penting, mana yang harus ditonjolkan dan
mana yang dikaburkan. Remaja juga harus menyadari, keberadaan televisi beserta
program acaranya tidak pernah terlepas dari berbagai kepentingan di belakangnya.
Media juga berpotensi membentuk gaya hidup masyarakat, baik yang positif

Universitas Sumatera Utara

maupun negatif. Penonton dapat melakukan penilaian yang meliputi tahapantahapan berjenjang terhadap keseluruhan berbagai aspek dalam sinetron, seperti
kemampuan
kemampuan

menganalisis,
evaluasi,

kemampuan
kemampuan

membandingkan/

mengontraskan,

menyimpulkan,dankemampuan

apresiasi.Media literacy bukanlah sekedar kemampuan (skill) untuk ‘membaca’
media. Media literacy juga mencakup pengertian yang lebih umum, yakni struktur
pengetahuan dan perspektif yang dipakai ketika berhadapan dengan media.
Remaja harus menjadi salah satu pihak yang diprioritaskan agar segera
memperoleh pembelajaran media dengan beberapa alasan. Remaja memiliki
kerentanan yang tinggi untuk terkena dampak buruk media dalam menonton
sinetron. Hal ini berdasarkan fenomena bahwa remaja nyaris tidak dipersiapkan
dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi media yang saat
ini melimpah ruah terutama perkembangan program televisi yang berupa sinetron.
Remaja sebagai indiviu yang berada pada masa transisi dan masih memerlukan
pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk mengembangkan potensi diri, remaja
memerlukan keterampilan untuk mengakses, memilah, dan menggunakan
informasi yang ada dengan cerdas dan bijak.
Para remaja dapat diarahkan untuk menemukan sendiri bagaimana
sinetron mempengaruhi mereka melalui literasi media, sehingga mereka dapat
mengantisipasinya. Media literasi erat kaitannya dengan kesadaran kritis.
Kesadaran kritis merupakan salah satu dampak dari literasi media atau secara
spesifik yaitu kemampuan individu untuk melihat dunia secara kritis, reflektif, dan
independen serta bertanggung jawab menggunakan media. Kesadaran kritis dalam
menonton sinetron merupakan mampu menggunakan, memahami, mengevaluasi
sinetron yang ditayangkan oleh media televisi, serta mampu memilih informasi
mana yang baik dan mana yang tidak.
Kesadaran kritis muncul memerlukan proses belajar secara terus menerus
dan berusaha memahami, menilai, memutuskan apakah sinetron tersebut memiliki
manfaat yang positif. Terpaan media massa, mediasi orangtua, juga termasuk
proses belajar yang berhubungan dengan sikap kritis menonton sinetron. Sikap
kritis masuk dalam konsep efek komunikasi yang masih ada dalam proses

Universitas Sumatera Utara

komunikasi dalam diri penerima stimulus yang memerlukan usaha aktivitas
kognitif dengan jalan menggambar pengalaman dan pengetahuan sebelumnya
dalam memeriksa secara teliti semua informasi yang relevan yang hasilnya berupa
respons yang menyenangkan atau tidak menyenangkan melalui jalan rasionalitas
dan emosionalitas.
Kajian mengenai literasi media yang berfokus pada tayangan televisi
umumnya sudah sering menjadi topik dalam kajian beberapa penelitian
sebelumnya, namun peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini kembali
melihat minimnya kesadaran kritis remaja dalam menonton sinetron. Peneliti
memilih remaja perempuan SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan
dalam hal ini karena sekolah tersebut lebih banyak perempuan, seperti pada hasil
survei yang dilakukan PT. Nielsen Indonesia minat menonton perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki sehingga peneliti dapat mengetahui
bagaimana kesadaran kritis yang ada pada remaja. Berdasarkan uraian tersebut,
peneliti tertarik untuk meneliti kesadaran kritis remaja perempuan SMK Yayasan
Pendidikan Keluarga (YPK) Medan dalam menonton sinetron.
1.2. Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah, maka penulis merumuskan fokus masalah
yang akan diangkat dalam penelitian ini. Fokus masalah tersebut adalah:
Bagaimana kesadarann kritis remaja dalam hal menonton, memahami,
mengevaluasi, dan memilih sinetron di SMK Yayasan Pendidikan Keluarga
(YPK) Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang
akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran
kritis remaja SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan dalam menonton
sinetron.

Universitas Sumatera Utara

1.4.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:
a. Secara teoritis
Penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjadi mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta menambah pengetahuan mengenai
literasi media dan kesadaran kritis dalam menonton televisi.
b. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan kontribusi

secara positif

untuk menambah pengetahuan, pengembangan ilmu komunikasi public
relations maupun sebagai referensi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP
USU dan bidang pengetahuan lainnya.
c. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
yang lebih mengenai kesadaran kritis terhadap media sosial kepada
masyarakat dan juga untuk peneliti pribadi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25