Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Terdapat lebih kurang 100,000 jenis spesies jamur yang dijumpai
tetapi kurang dari 500 spesies dikaitkan sebagai penyebab penyakit yang
terjadi pada manusia dan tidak lebih dari 100 spesies yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia. Kebanyakan infeksi yang terjadi pada
manusia adalah disebabkan oleh jamur yang tumbuh sebagai saprofit di alam
sekitar yang didapatkan melalui inhalasi dan makanan (Roberts,2003).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
atau mikosis dapat dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis.
Insidens mikosis superfisialis adalah lebih tinggi dari mikosis profunda.
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur
dengan gejala klinis tertentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya
traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan
kardiovaskuler, dan kadang-kadang kulit (Budimulja, 2010).
Sementara penyakit yang termasuk mikosis superfisialis dapat dibagi
dua yaitu dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang
jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum epidermis,
rambut dan kuku. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi
dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton
(Budimulja,2010).
Universitas Sumatera Utara
2
Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua
kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi
primer atau infeksi sekunder yang mengenai kuku yang sudah terinfeksi
ataupun mengalami trauma sebelumnya. Terdapat juga istilah tinea unguium
yang merujuk pada infeksi yang disebabkan oleh dermatofita sahaja.
(Budi,2008))
Distribusi penderita onikomikosis terdapat diseluruh dunia. Pada tahun
2003, onikomikosis merupakan salah satu penyakit kelainan kuku yang paling
sering pada dewasa berkisar antara 15-40% dari seluruh penyakit kelainan
kuku dan 30% dari seluruh kasus jamur superfisial (Thomas et al ,2010).
Dalam populasi di United Kingdom, diestimasikan terjadi onikomikosis
adalah sebanyak 2.71% sedangkan di Finland dan Amerika sebesar 7% dan
10% (Roberts, 2002).
Populasi di Barat, pada tahun 2003, diestimasikan angka kejadian
onikomikosis sebesar 2-3% hingga 13% manakala di Asia Timur adalah lebih
rendah dimana di negara tropis 3,8% dan subtropis 18% (Kashyap,2007).
Di Indonesia, berdasarkan data yang didapatkan pada tahun 1997 hingga
1998 di 10 buah rumah sakit universitas yaitu di Bandung, Denpasar, Jakarta,
Makassar, Manado, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta dan Medan
sendiri mencatatkan total sebanyak 557 orang yang didiagnosa onikomikosis
dan pada tahun 2003 dilaporkan insidens onikomikosis pada empat buah
rumah sakit universitas yaitu di Bandung, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta
totalnya adalah sebanyak 183 orang (Bramono, 2005).
Insidens terjadinya onikomikosis pada tahun 2005 yang disebabkan
jamur dermatofita adalah sebesar 80-90% dari seluruh kasus yang dilaporkan.
Sedangkan dari non dermatofita adalah sebesar 2-11% dan yeasts sebanyak 210% dari seluruh kasus infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur (Thomas et
al,2010).
Universitas Sumatera Utara
3
Jamur dermatofita yang paling sering menyebabkan onikomikosis
adalah Trichophyton rubrum, diikuti dengan Trichophyton mentagrophytes.
Ada juga Epidermophyton floccosum, Trichophyton violaceum, Microsporum
gypseum,
Trichophyton
tonsurans,
Trichophyton
soudanacea
dan
Trichophyton verrucosum sedangkan untuk jamur non dermatofita adalah
Cladiosporium, Alternaria , Aspergillus, Fusarium dan Epiccocum. Selain itu,
adalah ragi (yeast) seperti Candida albicans,Candida parapsilosis dan
Candida guilermondi (Thomas et al , 2010).
Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat menyebabkan onikomikosis
antaranya adalah jenis kelamin dan peningkatan umur. Selain itu, orang yang
berada dalam kondisi immunosupresif seperti diabetes melitus atau human
immunodeficiency virus (HIV) mempunyai resiko yang tinggi untuk
menderita onikomikosis (Thomas et al , 2010).
Mengingat pada prevalensi onikomikosis di dunia kini yang semakin
meningkat setiap tahun, penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian
tentang profil onikomikosis pada enam tahun terakhir yaitu dari periode
Januari 2007 hingga Desember 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana profil onikomikosis di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Medan Periode Januari
2007-Desember 2012 .
Universitas Sumatera Utara
4
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan umum
Untuk mengetahui profil onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2007Desember 2012.
1.3.2
Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prevalensi onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007 – Desember
2012.
2. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis
kelamin dari Januari 2007- Desember 2012.
3. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan umur dari
Januari 2007- Desember 2012.
4. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis
pekerjaan dari Januari 2007- Desember 2012.
5. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan daerah
tempat tinggal dari Januari 2007- Desember 2012.
6. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan umur
dengan jenis kelamin dari Januari 2007- Desember 2012.
7. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis
kelamin dengan jenis pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Meningkatkan pengetahuan kepada peneliti sendiri dalam mengaplikasikan
ilmu yang sudah dipelajari.
2. Bahan masukan bagi tenaga kesehatan dan dokter di RSUP. H. Adam Malik,
Medan mengenai prevalensi pasien onikomikosis yang terkini.
3. Bahan masukan dan informasi untuk masyarakat agar menambah wawasan
ilmu pengetahuan kesehatan.
4. Data dan informasi dari penelitian ini dapat digunakan untuk membantu
peneliti lain dalam penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Terdapat lebih kurang 100,000 jenis spesies jamur yang dijumpai
tetapi kurang dari 500 spesies dikaitkan sebagai penyebab penyakit yang
terjadi pada manusia dan tidak lebih dari 100 spesies yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia. Kebanyakan infeksi yang terjadi pada
manusia adalah disebabkan oleh jamur yang tumbuh sebagai saprofit di alam
sekitar yang didapatkan melalui inhalasi dan makanan (Roberts,2003).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
atau mikosis dapat dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis.
Insidens mikosis superfisialis adalah lebih tinggi dari mikosis profunda.
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur
dengan gejala klinis tertentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya
traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan
kardiovaskuler, dan kadang-kadang kulit (Budimulja, 2010).
Sementara penyakit yang termasuk mikosis superfisialis dapat dibagi
dua yaitu dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang
jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum epidermis,
rambut dan kuku. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi
dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton
(Budimulja,2010).
Universitas Sumatera Utara
2
Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua
kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi
primer atau infeksi sekunder yang mengenai kuku yang sudah terinfeksi
ataupun mengalami trauma sebelumnya. Terdapat juga istilah tinea unguium
yang merujuk pada infeksi yang disebabkan oleh dermatofita sahaja.
(Budi,2008))
Distribusi penderita onikomikosis terdapat diseluruh dunia. Pada tahun
2003, onikomikosis merupakan salah satu penyakit kelainan kuku yang paling
sering pada dewasa berkisar antara 15-40% dari seluruh penyakit kelainan
kuku dan 30% dari seluruh kasus jamur superfisial (Thomas et al ,2010).
Dalam populasi di United Kingdom, diestimasikan terjadi onikomikosis
adalah sebanyak 2.71% sedangkan di Finland dan Amerika sebesar 7% dan
10% (Roberts, 2002).
Populasi di Barat, pada tahun 2003, diestimasikan angka kejadian
onikomikosis sebesar 2-3% hingga 13% manakala di Asia Timur adalah lebih
rendah dimana di negara tropis 3,8% dan subtropis 18% (Kashyap,2007).
Di Indonesia, berdasarkan data yang didapatkan pada tahun 1997 hingga
1998 di 10 buah rumah sakit universitas yaitu di Bandung, Denpasar, Jakarta,
Makassar, Manado, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta dan Medan
sendiri mencatatkan total sebanyak 557 orang yang didiagnosa onikomikosis
dan pada tahun 2003 dilaporkan insidens onikomikosis pada empat buah
rumah sakit universitas yaitu di Bandung, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta
totalnya adalah sebanyak 183 orang (Bramono, 2005).
Insidens terjadinya onikomikosis pada tahun 2005 yang disebabkan
jamur dermatofita adalah sebesar 80-90% dari seluruh kasus yang dilaporkan.
Sedangkan dari non dermatofita adalah sebesar 2-11% dan yeasts sebanyak 210% dari seluruh kasus infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur (Thomas et
al,2010).
Universitas Sumatera Utara
3
Jamur dermatofita yang paling sering menyebabkan onikomikosis
adalah Trichophyton rubrum, diikuti dengan Trichophyton mentagrophytes.
Ada juga Epidermophyton floccosum, Trichophyton violaceum, Microsporum
gypseum,
Trichophyton
tonsurans,
Trichophyton
soudanacea
dan
Trichophyton verrucosum sedangkan untuk jamur non dermatofita adalah
Cladiosporium, Alternaria , Aspergillus, Fusarium dan Epiccocum. Selain itu,
adalah ragi (yeast) seperti Candida albicans,Candida parapsilosis dan
Candida guilermondi (Thomas et al , 2010).
Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat menyebabkan onikomikosis
antaranya adalah jenis kelamin dan peningkatan umur. Selain itu, orang yang
berada dalam kondisi immunosupresif seperti diabetes melitus atau human
immunodeficiency virus (HIV) mempunyai resiko yang tinggi untuk
menderita onikomikosis (Thomas et al , 2010).
Mengingat pada prevalensi onikomikosis di dunia kini yang semakin
meningkat setiap tahun, penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian
tentang profil onikomikosis pada enam tahun terakhir yaitu dari periode
Januari 2007 hingga Desember 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana profil onikomikosis di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Medan Periode Januari
2007-Desember 2012 .
Universitas Sumatera Utara
4
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan umum
Untuk mengetahui profil onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2007Desember 2012.
1.3.2
Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prevalensi onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007 – Desember
2012.
2. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis
kelamin dari Januari 2007- Desember 2012.
3. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan umur dari
Januari 2007- Desember 2012.
4. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis
pekerjaan dari Januari 2007- Desember 2012.
5. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan daerah
tempat tinggal dari Januari 2007- Desember 2012.
6. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan umur
dengan jenis kelamin dari Januari 2007- Desember 2012.
7. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis
kelamin dengan jenis pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Meningkatkan pengetahuan kepada peneliti sendiri dalam mengaplikasikan
ilmu yang sudah dipelajari.
2. Bahan masukan bagi tenaga kesehatan dan dokter di RSUP. H. Adam Malik,
Medan mengenai prevalensi pasien onikomikosis yang terkini.
3. Bahan masukan dan informasi untuk masyarakat agar menambah wawasan
ilmu pengetahuan kesehatan.
4. Data dan informasi dari penelitian ini dapat digunakan untuk membantu
peneliti lain dalam penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara