Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi

`

Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis

merupakan penyakit yang sering dijumpai terutama di negara tropis karena
udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat cocok bagi
berkembangnya penyakit jamur khususnya mikosis superfisialis. Salah satu
bentuk

dermatomikosis

adalah

onikomikosis


(Budi,2008).

Istilah

onikomikosis diambil dari bahasa Greek yaitu “onyx” kuku dan “mykes”
yang bermaksud jamur (Kashyap,2007).
Secara tradisionalnya, istilah onikomikosis hanya digunakan untuk
infeksi jamur nondermatofita. Tetapi sekarang, onikomikosis adalah sebuah
istilah umum yang menunjukkan kelainan kuku akibat infeksi semua jenis
jamur. Istilah Tinea unguium secara spesifiknya menunjukkan kelainan kuku
yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita saja (Kashyap,2007).
Onikomikosis kebanyakan terjadi pada orang yang mempunyai riwayat
trauma kuku sebelumnya, orang yang immunocompromised seperti
menderita Diabetes Mellitus atau HIV dan kanak-kanak yang menderita
Down Syndrome (Berker,2009).
2.2.

Epidemiologi
Onikomikosis adalah infeksi jamur superfisial yang ditemukan di


seluruh dunia. Meskipun insiden sebenar terjadinya onikomikosis masih
belum dilaporkan, studi menunjukkan bahwa di negara maju (industri)
diperkirakan

sebesar

2-18%

onikomikosis

pada

populasi

dunia

(Elewski,2009).

Universitas Sumatera Utara


7
Angka kejadian onikomikosis terus meningkat dimana 50% dari
seluruh penyakit kelainan kuku dan 30% dari seluruh kasus jamur
superfisialis (Thomas et al , 2010).
Populasi di Barat, dilaporkan angka kejadian onikomikosis adalah
sebesar 2-3% hingga 13% manakala di Asia Timur adalah lebih rendah
dimana di negara tropis 3,8% dan subtropis 18% (Kashyap,2007).
Onikomikosis disebabkan oleh jamur dermatofita adalah sebesar
76%, ragi (yeast) 13,5% dan kapang (mould) 5,5%, dan sisanya sebesar
5% oleh karena infeksi campuran. (Imam Budi, 2008). Jamur dermatofita
merupakan agen kausatif yang paling sering menyebabkan onikomikosis
dimana hampir 90% terjadi pada kuku jari kaki dan sekurang-kurangnya
50% pada kuku jari tangan (Kashyap,2007).
Jamur dermatofita yang merupakan penyebab onikomikosis yang
terbanyak adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes
dimana merupakan 80-90% dari kasus onikomikosis (Thomas et al , 2010).
Trichophyton rubrum adalah sebesar 70% disusuli dengan Trichophyton
mentagrophytes sebesar 19%, Epidermophyton floccosum sebesar 2,2%
dan sisanya adalah jamur dermatofit lainnya (Budi,2008).

Dilaporkan sebanyak 5-7% infeksi kuku yang disebabkan oleh
jamur adalah ragi (yeast). Penyebab dari yeast yang terbanyak adalah
Candida albicans yaitu lebih dari 70% dan sisanya dari jenis ragi lain,
sedangkan kapang (moulds) yang menjadi penyebab tersering adalah
Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, dan
Hendersonulla toruloida dimana merupakan 3-5% dari kasus penyakit
kelainan kuku yang disebabkan jamur (Elewski, 1996).

Universitas Sumatera Utara

8
Onikomikosis paling banyak terjadi disebabkan oleh golongan
dermatofit. Jamur ini bersifat keratinolitik dimana untuk meneruskan
hidupnya, ia membutuhkan keratin. Kuku terdiri dari keratin. Oleh karena
itu, jamur akan mengambil keratin di sekitarnya dimana lambat laun kuku
akan menjadi rapuh dan akhirnya rusak (Budi, 2000).
2.3.

Etiologi


Jamur yang dapat menyebabkan onikomikosis terdapat tiga
golongan yaitu dermatofita, nondermatofita (moulds) dan ragi (yeast)
(Kashyap,2007).
2.3.1.

Dermatofita

Termasuk kelas Fungi imperfecta, yang telah terbahagi dalam 3
genus,

yaitu

Microsporum,

Trichophyton,

dan

Epidermophyton


(Budimulja,2010).
Genera Trichophyton
1.

Trichophyton rubrum (paling sering)

2.

Trichophyton mentagrophytes

3.

Trichophyton violaceum

4.

Trichophyton schoenieinii

5.


Trichophyton tonsurans

6.

Trichophyton magninii

7.

Trichophyton concentricum

8.

Trichophyton samdamemse

9.

Trichophyton gaurivilli

Universitas Sumatera Utara


9

Genera Epidermophyton
1.

Epidermophyton floccosum

Genera Microsporum
1.

Microsporum audouini

2.

Microsporum cains

2.3.2

Non dermatofita (moulds)


1.

Acremonium sp.

2.

Altemaria sp.

3.

Aspergillus sp.

4.

Botryodiplodia theobromae

5.

Fusarium sp.


6.

Onycochola canadensis

7.

Scytalidium dimidiatum

8.

Scytalidium hyalinum

9.

Geotrichum candidum

10. Cladosporium carrionii
11. Scopulariopsis brevicaulis

2.3.3


Ragi (yeast)

1.

Candida albicans

2.

Candida parapsilosis

3.

Candida guilermondi

Universitas Sumatera Utara

10
2.4.

Anatomi kuku
Kuku merupakan salah satu dermal appendages yang mengandung

lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki,
gunanya selain membantu jari-jari untuk memegang tetapi juga digunakan
sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin
yang mempunyai dua sisi, satu sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi
lainnya tidak (Soepardiman,2010).

Gambar 2.4.1 : Anatomi kuku
Bagian kuku :
1.

Matriks kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.

2.

Dinding kuku (nail wall)

Universitas Sumatera Utara

11
Merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir
dan atas.
3.

Dasar kuku (nail bed)
Merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.

4.

Alur kuku (nail groove)
Merupakan celah antara dinding dan dasar kuku.

5.

Akar kuku (nail root)
Merupakan bagian proksimal kuku.

6.

Lempeng kuku (nail plate)
Merupakan bagian tengah kuku yang dikeliling dinding kuku.

7.

Lunula
Merupakan bagian lempeng kuku yang bewarna putih di dekat
akar kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.

8.

Eponikium
Merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya
menutupi bagian permukaan lempeng kuku.

9. Hiponikium
Merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas
(free edge) menebal.
Kuku dibentuk secara terus menerus oleh matriks kuku dan dasar
kuku (nail bed) (Kashyap,2007). Bagian ventral lempeng kuku (nail plate)
dibentuk oleh dasar kuku (nail bed), sedang sisanya berasal dari matriks.
Lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar dan bewarna
translucent dimana ia melekat kuat pada dasar kuku dan perlekatan ini
kurang kuat ke arah proksimal (Budi,2008).
Hiponikium merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang
bebas (free edge) menebal yang berfungsi sebagai protektif, menghalang
kemasukan dari patogen infeksius. Ketebalan lempeng kuku dianggarkan
antara 0,5-1,0 mm dan dapat dibahagi atas beberapa lapisan yaitu lapisan

Universitas Sumatera Utara

12
dorsal, intermediate, dan ventral. Bagian lapisan dorsal umumnya terdiri
dari keratain keras. Lapisan intermediate juga mengandung keratin keras
dan merupakan ¾ dari total ketebalan kuku. Sedangkan lapisan ventral
dibentuk oleh keratin hiponikial lembut dan mempunyai 1-2 lapisan sel
(Thomas et al,2010).
Lempeng kuku (nail plate) berasal dari matriks dan bagian yang
bewarna putih berbentuk seperti bulan sabit yang terletak di bagian ujung
distal kuku adalah lunula. Dasar kuku (nail bed) terdiri dari sel epitelial
dan berkembang secara proksimal dari pinggir lunula kemudian secara
distal ke arah hiponikium (Thomas et al,2010).
2.5. Fisiologi kuku
Kuku berfungsi untuk membantu mengambil benda-benda kecil
dan melindungi ujung jari daripada trauma. Keratinisasi dari matriks
membentuk lempeng kuku. Kuku jari tangan tumbuh 0,1mm/hari atau
3mm/bulan, sedangkan kuku jari kaki 1mm/bulan. Kuku jari tangan
memerlukan kurang lebih 4-6 bulan untuk mengganti lempeng kuku yang
baru. Sedangkan, pertumbuhan kuku jari kaki lebih lambat dari kuku jari
tangan dimana memerlukan 12-18 bulan untuk mengganti kuku jari kaki
yang baru (James,2011).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan
kuku baru termasuklah kehamilan, temperatur hangat, jenis kelamin lakilaki, dan trauma minor terhadap lempeng kuku. Obat juga ternyata dapat
meningkatkan kecepatan pertumbuhan kuku baru seperti kalsium, vitamin
D, levadopa, retinoid, oral kontraseptif, antijamur seperti flukonazol,
itrakonazol, dan terbinafin. Obat ini diketahui dapat meningkatkan
pertumbuhan kuku dimana obat-obat ini digunakan sebagai terapi untuk
onikomikosis (Thomas et al,2010).

Universitas Sumatera Utara

13
2.6.

Faktor resiko

a.

Jenis kelamin dan usia
Onikomikosis dilaporkan lebih terjadi pada orang tua dan lebih

sering pada laki-laki. Dianggarkan sebesar 20% dari populasi berusia lebih
dari 60 tahun dan 50% yang berusia lebih dari 70 tahun yang menderita
onikomikosis.

Tingginya

prevalensi

onikomikosis

pada

usia

tua

disebabkan oleh insufisiensi sirkulasi perifer, penyakit diabetes, penurunan
imunitas, kelambatan dalam pertumbuhan kuku baru, berkurangnya
kemampuan untuk menjaga kebersihan diri dan sering terpapar pada
lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit jamur (Thomas et al,2010).
Dikatakan

bahwa

perbedaan

jenis

kelamin

juga

dapat

mempengaruhi yaitu disebabkan oleh perbedaan hormon yaitu perbedaan
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dermatofit. Onikomikosis
yang dijumpai pada anak-anak adalah sangat sedikit yaitu sebesar 0,4%.
Ini disebabkan oleh kurangnya paparan terhadap persekitaran yang
terinfeksi, permukaan lempeng kuku yang lebih kecil, dan lebih cepat
tumbuh kuku yang baru (Thomas et al,2010).
b.

Faktor lingkungan
Beberapa peneliti mengatakan bahwa terdapat hubungan antara

terjadinya onikomikosis dengan pemakaian sepatu atau kaos kaki. Insidens
terjadi onikomikosis lebih rendah pada masyarakat yang tidak memakai
sepatu atau kaos kaki (Kashyap,2007). Ini disebabkan oleh dengan
pemakaian sepatu atau kaos kaki dapat menghasilkan persekitaran yang
panas dan lembab dimana lingkungan yang sangat ideal untuk

Universitas Sumatera Utara

14
pertumbuhan jamur. Ada juga mengatakan, berjalan tanpa alas kaki ke
tempat umum, terdapat trauma, pemakaian sepatu tanpa udara dapat
meningkatkan lagi resiko terjadinya onikomikosis (Thomas et al,2010).
Dilaporkan juga angka kejadian terjadinya onikomikosis tinggi
pada masyarakat yang terkontaminasi dengan kolam renang dan kamar
mandi umum. Insidens onikomikosis telah dilaporkan tiga kali lipat lebih
tinggi pada perenang dibandingkan dengan yang bukan perenang. (Thomas
et al,2010)
c.

Olahraga
Studi dari Brazil mengatakan bahwa dilaporkan angka kejadian

onikomikosis pada orang yang suka berolahraga lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang jarang berolahraga. Ini disebabkan oleh berolahraga
tanpa memakai sepatu sebagai protektif contoh pada penari ballet dapat
memudahkan lagi terkenanya trauma yang akhirnya menyebabkan infeksi
jamur. Terdapat juga faktor pemakaian sepatu tanpa udara yang
menyebabkan udara didalam sepatu tersebut panas dan lembab serta kaki
berkeringat dimana memudahkan lagi pertumbuhan jamur (Thomas et
al,2010).
d.

Imunodefisiensi
Individual yang menderita HIV mempunyai resiko yang tinggi

untuk mendapat onikomikosis apabila kadar limfosit-T kurang dari 400mm
(kadar normal 1200-1400). Jenis onikomikosis yang sering terjadi
disebabkan oleh HIV adalah onikomikosis subungual proksimal (Thomas
et al,2010).
e.

Diabetes
Diperkirakan 34% dari penderita diabetes menderita onikomikosis

dan mereka lebih rentan untuk mendapat onikomikosis tiga kali lipat dari

Universitas Sumatera Utara

15
yang non-diabetes. Penderita diabetes sulit untuk melakukan pemeriksaan
rutin kaki disebakan oleh obesiti atau komplikasi dari diabetes seperti
retinopati atau katarak. Biasanya pada penderita diabetes akan mengalami
pengurangan sirkulasi pada ekstremitas bawah, neuropati dan perlambatan
dalam penyembuhan luka. Luka tersebut dapat menjadi tempat masuknya
bakteri atau jamur sehingga dapat meningkatkan lagi resiko komplikasi
dari onikomikosis (Thomas et al,2010).
f.

Gangguan sirkulasi perifer
Angka kejadian onikomikosis yang berhubungan dengan gangguan

sirkulasi perifer adalah sebesar 36% yang disebabkan oleh T.rubrum.
Kekurangan perfusi pada ekstremitas bawah menyebabkan oksigenasi
yang suboptimal dan mengurangi pertukaran nutrient dan substansi lain di
kaki.

Ini

dapat

mempercepat

terjadinya

onikomikosis,menyekat

pertumbuhan kuku baru dan dapat menyebabkan reinfeksi (Thomas et
al,2010).
2.7.

Patogenesis
Patogenesis onikomikosis tergantung pada subtipe klinis.

a.

Onikomikosis subungual distolateral
Bentuk yang paling umum dari onikomikosis, jamur

menyebar

dari plantar kulit dan menyerang melalui hiponikium kuku
(Budi, 2008).
b.

Onikomikosis superfisial putih
Jarang terjadi,disebabkan oleh invasi langsung dari permukaan
lempeng kuku (Budi,2008).

c.

Onikomikosis subungual proksimal

Universitas Sumatera Utara

16
Menenebus

melalui

menginvasi

sebagian

matriks

kuku-kuku

lempeng

kuku

proksimal
proksimal

dan
dalam

(Budi,2008).
d.

Onikomikosis endoniks
Merupakan varian dari onikomikosis subungual distal dan
lateral dimana jamur menginfeksi melalui kulit dan langsung
menyerang lempeng kuku (Budi,2008).

e.

Onikomikosis kandida
Tidak umum terjadi karena jamur memerlukan respon imun
yang menurun sebagai faktor predisposisi untuk dapat
menembus kuku. Pada mukokutan kandidiasis kronis, jamur
menginfeksi lempeng kuku dan akhirnya lempeng kuku
proksimal dan lipatan lateral kuku (Budi,2008).

2.8.

Gambaran klinis
Berdasarkan gambaran klinis dan rute invasi jamur, terdapat enam

tipe onikomikosis yang dikenali yaitu :
1.

Onikomikosis subungual distolateral (OSDL)
Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai.

Infeksi ini berkembang terutamanya di matriks kuku bermula dari distal ke
proksimal melalui sisi distal lateral atau melalui alur lateral lempeng kuku.
Infeksi ini sering disebabkan oleh jamur golongan Trichophyton spp dan
kadang oleh Scytalidium spp, Candida spp dan nondermatofit yang lain.
Gambaran klinis ditandai hiperkeratosis subungual, onikolisis (terlepasnya
lempeng kuku dari nail bed ), dan penebalan kuku. Ruang subungual
adalah tapak bagi jamur dan bakteri infeksius dimana boleh menyebabkan
diskolorasi lempeng kuku menjadi warna kuning (Kaur et al ,2008).

Universitas Sumatera Utara

17

Gambar 2.8.1 : Onikomikosis subungual distolateral

2.

Onikomikosis superfisial putih (OSP)
Kelainan ini jarang ditemui. Nama lainnya adalah Leukonikia

Mikotika. Kelainan ini terjadi apabila jamur menginvasi langsung lapisan
superfisial lempeng kuku yang disebabkan sering oleh T.mentagrophytes
dan kadang oleh nondermatofit seperti Acremonium spp, Aspergillus
terreus dan Fusarium oxysporum. Gambaran khas yang dapat dilihat
adalah bercak-bercak putih “white island” yang berbatas tegas di
permukaan lempeng kuku yang dapat berkonfluensi. Lambat laun, kuku
akan menjadi kasar, lunak dan rapuh (Kaur et al,2008).

Gambar 2.8.2 : Onikomikosis superfisial putih

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 2.8.2 : Onikomikosis superfisial putih

3.

Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
Merupakan bentuk paling jarang ditemui, tetapi umumnya

ditemukan pada penderita AIDS dimana ia dianggap sebagai tanda awal
seseorang itu terkena infeksi HIV. (Thomas et al , 2010). Penyebab
tersering adalah T.rubrum. Selain itu, penyebab lain adalah C.albicans,
Fusarium spp, Aspergillus spp dan Scopulariopsis brevicaulis. Jamur
menginvasi daerah bawah kutikula kuku yang akan menyebabkan infeksi
pada lempeng kuku proksimal. Infeksi ini akan berkembang secara distal
pada seluruh permukaan kuku. (Thomas et al , 2010). Gambaran klinis
berupa hiperkeratosis dan onikolisis proksimal serta destruksi lempeng
kuku proksimal (Kaur et al,2008).

Gambar 2.8.3 : Onikomikosis subungual proksimal

Universitas Sumatera Utara

19

4.

Onikomikosis endoniks
Merupakan tipe onikomikosis yang baru dimana melibatkan jamur

menginvasi lapisan superfisial lempeng kuku sekaligus penetrasi langsung
ke lapisan dalam kuku yang ditandai dengan perlepasan lamellar dan
bercak-bercak putih kesusuan. Penyebab utama adalah T.soudanense dan
T.violaceum (Kaur et al , 2008).
5.

Onikomikosis kandida (OK)
Infeksi kuku yang disebabkan oleh kandida didapatkan pada pasien

yang menderita kandidiasis mukokutan kronis dimana sering disebabkan
oleh C.albicans yaitu sebanyak 70% dari seluruh kasus onikomikosis.
Selain itu, disebabkan oleh C.parapsilosis, C.tropicalis dan C.krusei.
Terdapat 3 subtipe yaitu :

a.

Paronikia kandida : Tipe paling sering yang

ditandai oleh

pembengkakan dan eritema pada lipatan proksimal dan lateral yang
disebut juga sebagai “whitlow”. Selepas infeksi pada matriks kuku, lambat
b.

laun kuku akan menjadi cembung, ireguler,kasar dan distrofik

(Kaur et al,2008).
c.

Granuloma kandida : Tipe ini jarang dan bersifat invasi

langsung, penebalan lempeng kuku dan disertai paronikia. Tipe ini
dijumpai pada pasien yang immunocompromised. Organisme ini dapat
menyebabkan penebalan pada kuku dimana pada stadium lanjut dapat
menyebabkan penebalan pada proksimal dan lateral lipatan kuku sehingga
timbul

pseudo clubbin atau gambaran “chicken drumstick” (Kaur et

al,2008).
d.

Onikolisis kandida : Tipe ini terjadi apabila terlepasnya kuku

dari bantalan kuku (nail bed). Hiperkeratosis subungual distal dapat terjadi

Universitas Sumatera Utara

20
apabila dijumpai massa bewarna kekuningan terlepas dari lempeng
kuku (Kaur et al,2008).

Gambar 2.8.4 : Onikomikosis kandida

6.

Onikomikosis distrofik total (ODT)
Tipe ini ditandai dengan destruksi total pada lempeng kuku dimana

merupakan stadium akhir dari seluruh jenis onikomikosis. Seluruh
permukaan kuku menjadi tebal dan distrofik. ODT dirujuk sebagai stadium
akhir bagi penyakit kelainan kuku (Kaur et al,2008).
2.9.

Diagnosa banding
Gejala klinis onikomikosis sangat bervariasi, maka diagnosis tepat

dan pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan. Kelainan kuku yang
menyerupai onikomikosis,misalnya kelainan kuku kongenital. Juga
kelainan karena faktor luar seperti trauma kontak, infeksi oleh virus dan
bakteri. Banyak penyakit kulit yang mengenai kulit bagian dorsal jari kaki
atau tangan yang menyebabkan kerusakan kuku,misalnya : paronikia, liken
planus, penyakit Darier, dan psoriasis (Bramono,2001).

Universitas Sumatera Utara

21
a.

Psoriasis kuku

Pada psoriasis kuku, gambaran nail pitting dan tanda onikolisis berupa
“tetesan minyak” yang bewarna coklat kemerahan yang tidak ada pada
onikomikosis (Budimulja,2001).
b.

Liken planus

Terjadi inflamasi dasar kuku yang mempengaruhi matriks kuku. Apabila
tidak diterapi, matriks dapat dirusak dengan timbulnya pterigium dimana
kulit kutikel tumbuh diatas dan menutupi lempeng kuku yang tipis. Secara
khas, area lunula lebih terangkat dibandingkan dengan bagian distal
(Tosti,2009) .
c.

Paronikia

Reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit disekitar kuku. Paronikia ditandai
dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan dapat mengeluarkan pus.
Bila infeksi telah kronik, maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku.
Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah
(Soepardiman,2010).
d.

Penyakit Darier

Adanya kuku yang rapuh dan pecah-pecah dengan perubahan warna
longitudinal dan hiperkeratosis di bawah kuku (Soepardiman,2010).
2.10.

Diagnosa

Ketepatan mendiagnosa onikomikosis penting untuk keberhasilan
suatu pengobatan. Dari aspek pembiayaan, lama pengobatan, efek samping
obat, dan interaksi obat. Anamnesis dan gambaran klinis pada umumnya
sulit untuk memastikan diagnosis, apalagi onikomikosis merupakan
kelainan sekunder pada kelainan kuku yang telah ada sebelumnya.
Mendiagnosa apakah itu benar onikomikosis adalah dengan pemeriksaan
penunjang yaitu mikroskopi langsung, kultur dan histopatologi (Thomas et
al , 2010).

Universitas Sumatera Utara

22
a.

Mikroskopi langsung
Sebelum diperiksa dibawah mikroskop, pemeriksaan langsung

dapat dilakukan untuk menentukan penyebab pasti dengan pemeriksaan
kerokan kuku dengan sediaan KOH 20-30% dalam air atau dalam dimetil
sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Larutan KOH
diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan diatas api
Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus
menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati dibawah
mikroskop, maka akan terlihat elemen-elemen seperti jamur seperti hifa
dan spora.Zat warna tambahan digunakan misalnya tinta Parker blueblack,chlorazol black E atau pewarnaan PAS bagi mempermudah dan
memperjelas visualisasi jamur (Kashyap,2007).
b.

Kultur
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong lagi

pemeriksaan mikroskopi langsung untuk mengidentifikasikan spesies
jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada
media buatan. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan
apabila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Spesimen yang
dikumpulkan diambil sengkelit yang telah disterilkan diatas api Bunsen.
Kemudian bahan kuku tersebut ditanam pada dua media yaitu media I :
media yang mengandungi antibiotik dan antijamur (Mycobitotic/mycocel)
dan media II : yang tidak mengandung antiniotik dan antijamur PDA
(Potato Dextrose Agar) / SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar). Lalu
diinkubasikan pada suhu 24-48 celsius selama 4-6 minggu. Koloni
dermatofita akan tampak setelah 2 minggu,sedangkan non dermatofita
terlihat dalam seminggu. Dikatakan hasil negatif apabila jika tiada tampak
pertumbuhan setelah 3-6 minggu (Kaur et al,2008).

Universitas Sumatera Utara

24
c.

Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan untuk

mikroskopi

langsung

dan

kultur

diragukan.

Pada

pemeriksaan

histopatologi dapat dilihat kedalaman penetrasi jamur dan dapat ditentukan
apakah jamur itu bersifat invasif pada lempeng kuku atau daerah
subungual. Spesimen untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dari
lempeng kuku yang mengandungi banyak debris. Lalu, dimasukkan ke
dalam parafin atau terlebih dahulu direndam pada larutan formalin 10%
semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik. Blok parafin dipotong tipis
hingga ketebalan 4-10 mikro dengan menggunakan mikrotom dan
dilakukan pewarnaan periodic acid shift (PAS). Kemudian dilihat apakah
terdapat hifa atau spora menggunakan mikroskop (Kaur et al,2008).
2.11. Penatalaksanaan
2.11.1 Tujuan pengobatan
Onikomikosis dapat menyebabkan lesi yang disebabkan oleh jamur
atau bakteri yang infeksius pada bagian tubuh yang lain. Sebagai
tambahan, kewujudan jamur atau antigen dermatofit pada lempeng kuku
dapat menyebabkan kondisi lain seperti asma dan kelainan kulit seperti
dermatitis atopik, nodosum, eritema, dan urtikaria. Pada diabetes,
onikomikosis dan dermatomikosis dapat menyebabkan komplikasi pada
kaki yaitu ulserasi, memicu terjadinya osteomyelitis, cellulitis dan tissue
nekrosis dimana dapat menyebabkan ekstremitas bawah diamputasi
(Elewski,1996).
Prinsip penatalaksanaan onikomikosis adalah untuk menghilangkan
faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi
dengan obat antijamur yang sesuai dengan penyebab dan keadaan patologi
kuku. Perlu juga ditelusuri sumber penularan (Budi,2008).

Universitas Sumatera Utara

25
2.11.2

Pengobatan

Dalam upaya mendapatkan pengobatan yang optimal dan
memuaskan, perlu kita ketahui tentang beberapa faktor sebelum kita
memulakan pengobatan yaitu tingkat keparahan penyakit, bilangan dan
lokasi kuku jari yang terinfeksi, biaya pengobatan dan efek samping obat
(Budi,2008).
Pengobatan onikomikosis ada dua cara yaitu secara sistemik,
dengan menggunakan obat antijamur oral dan secara lokal, yaitu dengan
menggunakan obat antijamur topikal (Budi,2008).
1.

Obat antijamur oral
Obat antijamur oral dianggap sebagai agen paling efektif diantara

pilihan-pilihan pengobatan yang lain untuk mengobati onikomikosis.
Sebelum memulakan terapi, dinasihati untuk mengetahui tentang riwayat
pengobatan dan penyakit lain yang disertainya. Terapi first-line untuk
onikomikosis termasuklah administrasi oral terbinafin, itrakonazol, atau
flukonazol.

Penggunaan

ketokonazol

haruslah

dihindari

karena

mempunyai potensi untuk menyebabkan hepatotoksiti. Griseofulvin
sekarang sudah tidak digunakan lagi karena ia memerlukan durasi yang
lama dalam pengobatan. Terbinafin diikuti dengan itrakonazol merupakan
pilihan obat yang paling tepat digunakan untuk mengobati onikomikosis
dermatofita

manakala

flukonazol

merupakan

obat

pilihan

untuk

pengobatan onikomikosis kandida (Thomas et al , 2010).
a.

Griseofulvin
Merupakan obat antijamur oral yang pertama diluluskan untuk
pengobatan onikomikosis. Tetapi, efektifitas obat tersebut
hanyalah untuk onikomikosis yang disebabkan oleh dermatofita.
Efek dari pengobatan ini terbatas karena durasi pengobatan yang

Universitas Sumatera Utara

26
lama, keperluan dosis yang tinggi (1000mg/hari) dan kadar
relapse yang tinggi. (Thomas et al , 2010)
b. Azole
Digunakan untuk mengobati onikomikosis dengan merosakkan
dinding sel jamur dengan cara menghambat enzim sitokrom P450 lanosterol 14-a-dimethylase dimana dapat menghambat
pertukaran dari lanosterol ke ergosterol sehingga memicu
terjadinya peningkatan permeabilitas sel jamur dan penghentian
pembelahan dan pertumbuhan sel. (Thomas et al , 2010)
c.

Flukonazol
Flukonazol tidak diluluskan untuk pengobatan onikomikosis di
US tetapi di negara lain tidak. Ini disebakan half-life plasma
yang lama antara 20-50 jam. Flukonazol dapat dideteksi dalam
tubuh seseorang walaupun selepas 5 bulan penghentian terapi
oral. Untuk pengobatan onikomikosis dianjurkan 150,300, atau
450mg per minggu selama 12 bulan. Dilaporkan efek samping
dari flukonazol ini adalah seperti insomnia, sakit kepala dan
gangguan gastrointestinal (Thomas et al , 2010).

d. Itrakonazol
Merupakan agent antijamur seistemik yang pertama diluluskan
untuk

pengobatan

onikomikosis.

Ia

dapat

mengobati

onikomikosis baik untuk penyebab dermatofita, kandida
maupun moulds. Untuk pengobatan onikomikosis, itrakonazol
diberi secara kontinyu dosis sebanyak 200mg/hari selama 3
bulan atau terapi denyut 400mg/hari selama seminggu untuk
setiap 3 bulan. Dianjurkan dua terapi denyut untuk infeksi kuku
jari tangan dan tiga terapi denyut untuk infeksi kuku jari kaki
(Thomas et al , 2010 ).

Universitas Sumatera Utara

27
e.

Terbinafin
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan onikomikosis. Cara
kerja obat ini adalah dengan menghambat sintesa ergosterol
dimana menyebabkan gangguan pada membran dan destruksi
dinding sel jamur tersebut. Obat ini sangat efektif terhadap
dermatofit. Penelitian telah menunjukkan bahwa terbinafin
mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi dari itrakonazol
untuk

pengobatan

onikomikosis.

Untuk

pengobatan

onikomikosis dianjurkan dosis yang diberikan adalah sebanyak
200mg/hari diberikan selama 12 minggu atau lebih (Thomas et
al , 2010).
2.

Obat antijamur topikal
Pada masa ini, pengobatan topikal hanya dianjurkan bagi

mengobati onikomikosis superfisial putih dan onikomikosis distolateral
dimana infeksi ini hanya terbatas pada tepi distal lempeng kuku. Obat
topikal antijamur yang terbaru telah diformulasi untuk meningkatkan lagi
penetrasi obat ke dalam kuku agar pengobatannya lebih efektif,yakni :
a.

Amorolfin
Merupakan derivat morfolin yang mempunyai antimikotik
spektrum luas untuk menghadapi dermatofit (Trichophyton,
Microsporum, Epidermophyton sp) dan yeast (Candida,
Crytococcus, Malassezia sp). Dianjurkan untuk menggunakan
Amorolfin 5% dalam bentuk cat kuku sebanyak 1-2 kali/minggu
sehingga kuku baru tumbuh. Ini biasanya mengambil masa
selama 6 bulan untuk kuku jari tangan dan 12 bulan untuk kuku
jari kaki. Dilaporkan bahwa Amorolfin penetrasi sampai ke
dalam debris subungual dan tetap mempertahankan konsentrasi
obat walaupun sudah dua minggu penghentian obat (Thomas et
al , 2010).

Universitas Sumatera Utara

28
b. Siklopiroksolamin
Merupakan derivat hidroksipiridon sintetik dengan spektrum
antijamur luas. Dilaporkan efek samping obat yang sering
timbul adalah seperti iritasi, sensasi terbakar, dan pruritis.
Diaplikasikan 1kali/hari selama 48 minggu. (Thomas et al ,
2010).
2.11.3

Terapi bedah
Pembedahan merupakan salah satu cara pengobatan yang sangat

berguna untuk onikomikosis. Tetapi, terapi bedah (avulsi) dapat
menyebabkan nyeri dan dapat merosakkan atau mencacatkan bentuk kuku.
Oleh itu, terapi bedah dapat dipertimbangkan apabila kelainan hanya pada
1-2 kuku, bila ada kontraindikasi terhadap administrasi obat antijamur
oral,pada keadaan patogen resisten terhadap obat. Untuk mendapatkan
hasil yang optimal, dikombinasikan terapi bedah dengan obat sistemik atau
obat topikal. Terapi bedah,pengangkatan (avulsi) lempeng kuku adalah
prosedur dibawah anestesi lokal (Kaur et al,2008).
2.12.

Prognosis
Meskipun dengan diagnosis dan pengobatan yang optimal, 1

diantara 5 kasus onikomikosis tidak dapat diobati oleh kerna diagnosis
yang tidak akurat, salah mengidentifikasikan penyebab,adanya penyakit
lain seperti diabetes, dan resisten terhadap obat. Jadi, untuk mencegah dari
sumber penularan, haruslah dicegah kebiasaan tidak memakai alas kaki di
tempat umum, kaki harus sentiasa kering, membuang sepatu lama dan
menggunakan spray ke dalam sepatu selama 1kali/minggu atau lebih
(Kaur et al,2008).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Proporsi Pasien Dermatitis Seboroik di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Tahun 2010-2012

2 79 75

Prevalensi Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009-2012

1 66 71

Gambaran Distribusi Karakteristik Pasien Erupsi Obat Alergi Di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010-2012

1 60 57

Prevalensi Konjungtivitis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009 dan 2010

2 77 53

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

2 17 74

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 13

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 1 1

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 1 5

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 4

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 10