Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nik Nurul Iman Binti Nik Mod Amin
Tempat/Tanggal Lahir : Selangor / 4 Oktober 1992
Agama : Islam
Alamat : Jalan Dr. Mansyur Baru 1, No.7, Medan
Riwayat pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Seksyen 9, Shah Alam (1999-2004)
2. Sekolah Menengah Kebangsaan Agama Naim LilBanat, Kelantan (2005-2009)
3. President College, Kuala Lumpur (2010) Riwayat Organisasi : 1. Exco Pendidikan PKPMI-CM (2012)
2. Wakil Batch PMUSU 2010 (2012)
3. Exco Hal Ehwal Pelajar PKPMI-CM (2013) 4. Exco Sukan dan Acara PMUSU (2013)
(2)
(3)
LAMPIRAN 3
DATA INDUK PREVALENSI ONIKOMIKOSIS DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN PERIODE JANUARI 2007-DESEMBER 2012
No. No. Rekam
Medis
Jenis Kelamin
Umur Jenis
Pekerjaan
Daerah Tempat Tinggal 1 51.08.84 Lelaki 55 tahun Wiraswasta Kota medan 2 51.16.81 Lelaki 12 tahun Pelajar Kota medan 3 51.73.36 Perempuan 52 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 4 53.36.38 Lelaki 41 tahun Petani Padang lawas 5 54.02.56 Lelaki 41 tahun Pegawai negeri Langkat 6 54.22.06 Perempuan 31 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 7 43.35.11 Perempuan 61 tahun Pensiun Kota medan 8 43.94.42 Perempuan 63 tahun Pensiun Kota medan 9 48.87.46 Perempuan 33 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 10 51.38.64 Perempuan 44 tahun Pegawai negeri Kota medan 11 31.25.42 Lelaki 43 tahun Wiraswasta Kota medan 12 25.80.79 Lelaki 39 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 13 19.55.19 Perempuan 33 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 14 45.42.89 Lelaki 21 tahun Mahasiswa Kota medan 15 45.70.80 Perempuan 12 tahun Pelajar Kota medan 16 45.98.60 Perempuan 22 tahun Mahasiswa Kota medan 17 46.24.36 Lelaki 52 tahun Wiraswasta Kota medan 18 46.78.10 Lelaki 1 tahun Bawah umur Kota medan 19 47.69.31 Lelaki 12 tahun Pelajar Kota medan 20 48.57.22 Lelaki 21 tahun Mahasiswa Kota medan 21 49.72.64 Perempuan 46 tahun Wiraswasta Kota medan 22 00.16.73 Perempuan 48 tahun Wiraswasta Kota medan 23 03.40.35 Perempuan 37 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 24 13.76.88 Perempuan 50 tahun Pegawai negeri Kota medan 25 15.46.30 Perempuan 57 tahun Ibu rumah
tangga
(4)
26 47.38.15 Lelaki 69 tahun Pensiun Kota medan 27 49.60.42 Perempuan 55 tahun Pegawai negeri Kota medan 28 42.19.57 Perempuan 42 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 29 23.80.79 Lelaki 39 tahun Wiraswasta Kota medan 30 41.85.40 Perempuan 50 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 31 41.89.20 Perempuan 41 tahun Ibu rumah
tangga
Deli serdang 32 42.19.57 Perempuan 40 tahun Ibu rumah
tangga
Langkat 33 42.26.72 Perempuan 24 tahun Mahasiswa Kota medan 34 42.34.19 Perempuan 47 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 35 42.90.36 Perempuan 63 tahun Tidak bekerja Deli serdang 36 44.05.29 Perempuan 38 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 37 44.22.79 Perempuan 39 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 38 44.38.54 Perempuan 40 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 39 44.42.97 Lelaki 50 tahun Wiraswasta Deli serdang 40 44.44.12 Perempuan 56 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 41 44.50.21 Perempuan 40 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 42 45.42.89 Lelaki 21 tahun Mahasiswa Kota medan 43 01.10.78 Perempuan 20 tahun Mahasiswa Kota medan 44 01.97.86 Perempuan 49 tahun Pegawai negeri Padang lawas 45 02.71.26 Perempuan 64 tahun Pegawai negeri Kota medan 46 02.96.09 Perempuan 51 tahun Pegawai negeri Kota medan 47 03.40.35 Perempuan 37 tahun Pegawai negeri Kota medan 48 03.56.38 Lelaki 62 tahun Pegawai negeri Kota medan 49 23.57.25 Lelaki 48 tahun Wiraswasta Kota medan 50 23.70.77 Perempuan 33 tahun Wiraswasta Kota medan 51 37.13.96 Perempuan 57 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 52 42.32.57 Perempuan 34 tahun Pegawai negeri Aceh 53 43.81.72 Lelaki 44 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 54 45.23.27 Perempuan 56 tahun Ibu rumah
tangga
Aceh 55 31.25.42 Lelaki 41 tahun Wiraswasta Kota medan 56 42.55.52 Perempuan 28 tahun Tidak bekerja Kota medan 57 43.57.37 Perempuan 15 tahun Pelajar Kota medan
(5)
58 05.77.20 Perempuan 52 tahun Ibu rumah tangga
Kota medan 59 34.89.61 Perempuan 33 tahun Wiraswasta Kota medan 60 38.72.63 Perempuan 33 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 61 40.39.61 Lelaki 22 tahun Tidak bekerja Kota medan 62 40.65.99 Perempuan 20 tahun Mahasiswa Batu bara 63 01.26.16 Perempuan 48 tahun Pegawai negeri Kota medan 64 06.83.45 Perempuan 38 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 65 10.67.57 Perempuan 11 tahun Pelajar Kota medan 66 11.07.43 Perempuan 66 tahun Pegawai negeri Kota medan 67 14.14.63 Perempuan 52 tahun Pegawai
swasta
Padang lawas 68 22.65.91 Perempuan 53 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 69 23.57.25 Lelaki 46 tahun Wiraswasta Kota medan 70 24.34.62 Lelaki 20 tahun Pelajar Kota medan 71 29.99.17 Lelaki 50 tahun Wiraswasta Labuhan batu 72 38.67.65 Perempuan 16 tahun Pelajar Deli serdang 73 39.64.18 Perempuan 40 tahun Pegawai negeri Kota medan 74 40.82.73 Lelaki 60 tahun Pensiun Kota medan 75 27.25.26 Lelaki 4 tahun Bawah umur Kota medan 76 35.95.74 Perempuan 25 tahun Tidak bekerja Langkat 77 38.20.08 Lelaki 57 tahun Wiraswasta Kota medan 78 39.24.44 Lelaki 34 tahun Wiraswasta Kota medan 79 05.65.24 Perempuan 52 tahun Pegawai negeri Kota medan 80 40.35.18 Perempuan 23 tahun Mahasiswa Kota medan 81 20.11.61 Perempuan 44 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 81 39.28.57 Perempuan 63 tahun Pensiun Kota medan 82 51.18.26 Lelaki 38 tahun Pegawai negeri Kota medan 83 49.33.07 Perempuan 70 tahun Pensiun Kota medan 84 27.65.17 Perempuan 60 tahun Pensiun Kota medan 85 38.25.65 Perempuan 41 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 86 11.72.39 Perempuan 41 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 87 01.44.36 Perempuan 3 tahun Bawah umur Kota medan 88 23.89.20 Perempuan 60 tahun Pensiun Kota medam 89 39.99.25 Perempuan 38 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 90 40.34.08 Perempuan 17 tahun Pelajar Kota medan 91 51.70.42 Perempuan 41 tahun Ibu rumah
tangga
(6)
92 44.26.19 Perempuan 42 tahun Ibu rumah tangga
Kota medan 93 23.83.20 Perempuan 51 tahun Ibu rumah
tangga
Acheh 94 00.14.39 Perempuan 21 tahun Mahasiswa Kota medan 95 47.33.12 Lelaki 3 tahun Bawah umur Deli serdang 96 54.24.60 Perempuan 21 tahun Mahasiswa Deli serdang 97 47.08.27 Lelaki 3 tahun Bawah umur Langkat 98 29.16.03 Lelaki 3 tahun Bawah umur Deli serdang 99 46.78.10 Perempuan 51 tahun Ibu rumah
tangga
Langkat 100 51.38.21 Perempuan 21 tahun Mahasiswa Padang lawas 101 14.26.83 Perempuan 38 tahun Wiraswasta Padang lawas 102 35.07.61 Perempuan 21 tahun Mahasiswa Aceh 103 40.11.68 Perempuan 10 tahun Pelajar Kota medan 104 23.99.17 Lelaki 31 tahun Wiraswasta Kota medan 105 10.73.26 Perempuan 46 tahun Pegawai negeri Kota medan 106 22.64.18 Perempuan 50 tahun Pegawai negeri Kota medan 107 39.77.43 Perempuan 45 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 108 43.64.11 Perempuan 30 tahun Pegawai negeri Kota medan 109 31.94.36 Perempuan 30 tahun Pegawai negeri Kota medan 110 48.42.80 Perempuan 31 tahun Wiraswasta Kota medan 111 22.38.36 Perempuan 27 tahun Ibu rumah
tangga
Kota medan 112 35.16.42 Perempuan 50 tahun Pegawai
swasta
Kota medan 113 25.02.94 Lelaki 44 tahun Pegawai negeri Kota medan 114 16.08.25 Perempuan 47 tahu Pegawai negeri Deli serdang 115 54.68.12 Perempuan 40 tahun Pegawai negeri Deli serdang 116 10.56.78 Perempuan 42 tahun Pegawai
swasta
(7)
LAMPIRAN 4
HASIL OUTPUT
PREVALENSI ONIKOMIKOSIS DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE
2007-DESEMBER 2012
1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Lelaki 33 28.4 28.4 28.4
Perempuan 83 71.6 71.6 100.0 Total 116 100.0 100.0
2. Distribusi Sampel Berdasarkan Golongan Umur
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 0-5 tahun 6 5.2 5.2 6.0
5-11 tahun 1 .9 .9 .9 11-18 tahun 7 6.0 6.0 100.0 18-45 tahun 58 50.0 50.0 56.0 45 keatas 44 37.9 37.9 94.0 Total 116 100.0 100.0
(8)
3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid pegawai negeri 22 19.0 19.0 19.0
pegawai swasta 9 7.8 7.8 26.7 ibu rumah tangga 27 23.3 23.3 50.0 wiraswasta 18 15.5 15.5 65.5 mahasiswa/pelajar 21 18.1 18.1 83.6
petani 1 .9 .9 84.5
tidak bekerja 4 3.4 3.4 87.9 pensiun 8 6.9 6.9 94.8 dibawah umur 6 5.2 5.2 100.0 Total 116 100.0 100.0
4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan.
Jenis Pekerjaan * Jenis Kelamin Crosstabulation
Count
Jenis Kelamin
Total Lelaki Perempuan
Jenis Pekerjaan pegawai negeri 9 13 22 pegawai swasta 4 5 9 ibu rumah tangga 0 27 27 wiraswasta 14 4 18 mahasiswa/pelajar 3 18 21
petani 0 1 1
tidak bekerja 1 3 4
pensiun 1 7 8
dibawah umur 1 5 6
(9)
5. Distribusi Sampel Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
Daerah tempat tinggal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Kota Medan 92 79.3 79.3 79.3
Deli Serdang 9 7.8 7.8 87.1 Langkat 5 4.3 4.3 91.4 Aceh 4 3.4 3.4 94.8 Padang Lawas 4 3.4 3.4 98.3 Batu Bara 1 .9 .9 99.1 Labuhan Batu 1 .9 .9 100.0 Total 116 100.0 100.0
6. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Umur
Umur * Jenis Kelamin Crosstabulation
Count
Jenis Kelamin
Total Lelaki Perempuan
Umur 5-11 tahun 0 1 1
0-5 tahun 5 1 6
18-45 tahun 16 42 58
45 keatas 10 34 44
11-18 tahun 2 5 7
(10)
(11)
48
DAFTAR PUSAKA
Bramono, K., 2005. Epidemiology of Onychomycosis in Indonesia : Data Obtained from
Three Individual Studies. Jpn. J. Med. Mycol, 46(3), pp. 171-176.
Budimulja, U., 2010. Mikosis. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI, pp. 89-94.
Dahdah, M. J., 2006. Onychomycosis - An Overview. US Dermatology Review , pp. 1-3.
De, A., 2013. Onychomycosis and Its Treatment. International Journal of Advances in
Pharmacy, Biology and Chemistry, 2(1), pp. 123-129.
Elewski, B. E., 1996. Update on the Management of Onychomycosis:Highlights of the Third
Annual International Summit on Cutaneous Antifungal Theraphy. Clinical Infectious
Diseases, Volume 23, pp. 305-313.
Elewski, B. E., 1998. Onychomycosis: Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Clinical
(12)
Gelotar, P., 2012. The Prevalence of Fungi in Fingernail Onychomycosis. Journal of Clinical
and Diagnostic Research, p. 1.
James, W. D., 2011. Diseases Resulting from Fungi and Yeasts. In: Andrew's Diseases of the
Skin.USA: Elsevier Saunders, pp. 295-297.
Kashyap, B., 2008. Onychomycosis-Epidemiology,Diagnosis, and Treatment. Indian Journal
of Medical Microbiology, 26(2), pp. 108-116.
Kaur, T., 2012. Onychomycosis - A Clinical and Mycological. Our Dermatol Online , 3(3),
pp. 172- 173.
49
Kozarev, J., 2010. Novel Laser Therapy in Treatment of Onychomycosis. Journal of The
Laser and Health Academy, Issue 1, p. 108.
Meireles, T. E. F., 2008. Successive Mycological Nail Tests for Onychomycosis: A Strategy
to Improve Diagnosis Efficiency. The Brazilian Journal of Infectious Diseases, 12(4), pp.
333-337.
Neupane, S., 2009. Onychomycosis : A clinico-epidemiological study. Nepal Med Coll J,
(13)
Ngai, D. Y. L. S., 2001. Update on the Treatment of Onychomycosis. Hong Kong Dermatology & Venereology Bulletin, pp. 137-138.
Philip Rodgers, M., 2001. Treating Onychomycosis. American Family Physician, 63(4), pp.
663-672.
Putra, I. B., 2008. USU Institutional Repository. [Online]
Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23005/4/Chapter%20II.pdf
Richardson, M. D., 2012. Dermatophytosis. In: Fungal Infection Diagnosis and Treatment.
United Kingdom: Wiley-Blackwell, pp. 113-119.
Richardson, M. D., 2012. Mould Infections of Nails. In: Fungal Infection Diagnosis and
Treatment.United Kingdom: Wiley-Blackwell, p. 152.
Rizal, 2011. USU Institutional Repository. [Online]
Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23005/4/Chapter%20II.pdf
Roberts, D. T., 2003. Guidelines for Treatment of Onychomycosis. British Journal of
Dermatology,Volume 148, pp. 402-410.
(14)
Shannon Verma, M., 2008. Superficial Fungal
Infection:Dermatophytosis,Onychomycosis,Tinea Nigra.In: Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. USA: The McGraw-Hill Companies,Inc, pp. 1817-1818.
Sigurgeirsson, B., 2010. Prognostic Factors for Cure Following Treatment of Onychomycosis.Journal European Academyof Dermatology and Venereology, Volume
24, pp. 679-684.
Soepardiman, L., 2010. Kelainan Kuku. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, pp. 312-314.
Thomas, J., 2010. Toenail Onychomycosis:an important global disease burden. Journal of
(15)
29 BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Jenis kelamin
Umur
Jenis pekerjaan
Daerah tempat tinggal
(16)
30 3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.2. : Variabel dan Definisi Operasional No
.
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Jenis
Kelamin
Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan yang menjadi sampel kepada penelitian ini.
Rekam Medis Rujukan data dari rekam medis.
Nominal
2. Umur Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), balita (0-5 tahun), anak (5-11 tahun), remaja (11-18 tahun), dewasa (18-45 tahun), dan lanjut usia (>45 tahun). Dilihat dari semua jenis golongan umur yang terbanyak menderita onikomikosis.
Rekam Medis Rujukan data dari rekam medis.
Ordinal
(17)
4.
pekerjaan
Daerah Tempat Tinggal
aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Tidak kira anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Melihat jenis pekerjaan apakah yang paling banyak dapat menyebabkan onikomikosis. Kota yang merupakan ibu kota daerah yang wilayahnya dikepalai oleh seorang wali kota. Melihat daerah tempat tinggal paling banyak terjadinya onikomikosis.
Rekam medis
dari rekam medis.
Rujukan data dari rekam medis.
Nominal
5. Prevalensi onikomikosis
Angka kejadian onikomikosis yang berlaku di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007-Desember 2012.
Rekam Medis Rujukan data dari rekam medis.
(18)
32 BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yakni untuk mengetahui profil onikomikosis di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007-Desember 2012. Metode penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk melihat angka kejadian suatu keadaan secara objektif. Desain penelitian yang digunakan adalah retrospektif, dimana pengamatan dilakukan pada peristiwa yang sudah berlangsung untuk mengetahui profil terjadinya onikomikosis di RSUP Haji Adam Malik, Medan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari penelusuran daftar pusaka, penyusunan proposal penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, seminar proposal dari April-Juni 2013 dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan mulai dari pengumpulan data hingga ke penulisan hasil laporan dari September-Desember 2013.
4.2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik, Medan, provinsi Sumatera Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah dengan pertimbangan bahwa RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah regional Sumatera Utara, dan jumlah kejadian onikomikosis memadai untuk dijadikan sampel penelitian.
(19)
33 4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis menderita onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun Januari 2007- Desember 2012.
4.3.2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling, dimana seluruh pasien yang datang ke Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP Haji Adam Malik, Medan yang didiagnosis onikomikosis periode Januari 2007-Desember 2012.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder yang diperoleh dari pencacatan pada rekam medis pada pasien dengan diagnosis onikomikosis pada tahun Januari 2007-Desember 2012 di RSUP H. Adam Malik, Medan.
4.5. Pengolahan
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan bantuan program komputer, dan kemudian disajikan dengan menggunakan tabel distribusi, frekuensi, dan dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.
(20)
34 BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di bagian rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan. Lokasi penelitian terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan. Sesuai dengan SK Menkes no. 355/Menkes/SK/VII/1990 RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit dengan predikat A. Dengan predikat tersebut, RSUP Haji Adam Malik berarti telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
Populasi penelitian merupakan kasus yang datang ke Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari Januari 2007 – Desember 2012 yaitu sebanyak 23,806 orang. Sedangkan sampel merupakan kasus dengan diagnosis onikomikosis dari Januari 2007 – Desember 2012 berjumlah 116 orang. Dalam penelitian ini, karakteristik sampel yang diamati adalah jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan dan daerah tempat tinggal. Data diperoleh dengan melihat rekam medis yang tersimpan di Instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan.
(21)
35 Tabel 5.1. menunjukkan total kunjungan per tahun pasien yang datang ke Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik dari tahun Januari 2007 – Desember 2012.
Tabel 5.1. Distribusi total pasien per tahun
Tahun Frekuensi Persen%
2007 3163 13,3
2008 5473 23
2009 4160 17,5
2010 2201 9,2
2011 4642 19,5
2012 4167 17,7
Total 23806 100
Tabel 5.2. menggambarkan hasil penelitian angka kejadian onikomikosis berdasarkan per tahun yaitu dari tahun 2007-2012. Dilaporkan bahawa tahun 2010 merupakan tahun yang paling tinggi dengan kasus onikomikosis diikuti tahun 2008 dan tahun 2009.
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Tahun 2007-2012
Tahun Frekuensi Persen%
2007 13 11,2
2008 25 21,6
2009 21 18,1
2010 28 24,1
2011 17 14,7
2012 12 0,86
(22)
36 Pada Tabel 5.3. digambarkan karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, ditemukan sebanyak 33 orang ( 28,4%) penderita onikomikosis dengan jenis kelamin laki-laki dan sebanyak 83 orang ( 71,6% ) penderita onikomikosis dengan jenis kelamin perempuan.
Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun Lelaki Perempuan Total
2007
N 2
% 1,7
N 11
% N % 9,5 13 11,2 2008 4 3,4 21 18,1 25 21,6 2009 8 6,9 13 11,2 21 18,1 2010 6 5,2 22 19 28 24,1 2011 7 6 10 8,6 17 14,7 2012 6 5,2 6 5,2 12 0,86 Total 33 28,4 83 71,6 116 100
Seperti pada Tabel 5.4. , penelitian ditemukan penderita onikomikosis dengan kelompok balita (0-5 tahun) sebanyak 6 orang (5,2%) dan kelompok anak (5-11 tahun) dengan frekuensi paling sedikit yaitu sebanyak 1 orang (0,9%). Golongan remaja (11-18 tahun) adalah sebanyak 7 orang (6,0%) dan golongan dewasa (18-45 tahun) mempunyai frekuensi tertinggi yaitu sebanyak 58 orang (50%) diikuti dengan golongan lanjut usia (>45 tahun) yaitu sebanyak 44 orang (37,9%).
(23)
37 Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total
Umur N % N % N % N % N % N % N %
0-5 tahun 0 0 4 3,4 1 0,9 0 0 1 0.9 0 0 6 5,2
5-11 tahun 1 0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,9
11-18 tahun 0 0 1 0,9 2 1,7 1 0,9 2 1,7 1 0,9 7 6 18-45 tahun 8 6,9 12 10,3 9 7,8 15 13 7 6 7 6 58 50 >45 tahun 4 3,4 8 6,9 9 7,8 12 10,3 7 6 4 6 44 37,9 Total 13 11,2 25 21,6 21 18,1 28 24,1 17 14,7 12 10,3 116 100
Selain itu, pada Tabel 5.5. , jenis pekerjaan yang paling sering ditemukan adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 orang (23,3%). Kedua terbanyak pegawai negeri yaitu sebanyak 22 orang (19%). Terdapat juga jenis pekerjaan lain yaitu wiraswasta sebanyak 18 orang (15,5%), mahasiswa atau pelajar sebanyak 21 orang (18,1%), petani sebanyak 1 orang (0,9%). Terdapat juga orang yang tidak bekerja yaitu tercatat sebanyak 4 orang (3,4%), pensiun sebanyak 8 orang (6,9%) dan yang dibawah umur sebanyak 6 orang (5,27%).
(24)
38 Tabel 5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total
Pegawai
Negeri Swasta
N % N % N % N % N % N %
7 6 2 1,7 3 2,6 6 5,2 2 1,7 2 1,7
2 1,7 0 0 1 0,9 4 3,4 1 0,9 1 0,9 N %
22 19,0 9 7,8 Ibu Rumah Tangga 1 0,9 8 6,9 4 3,4 8 6,9 3 2,6 3 2,6 27 23,3 Wiraswasta 2 1,7 1 0,9 5 4,3 4 3,4 4 3,4 2 1,7 18 15,5 Mahasiswa/Pelajar 1 0,9 6 5,2 4 3,4 4 3,4 5 4,3 1 0,9 21 18,1 Petani 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,9 1 0,9 Tidak bekerja 0 0 0 0 2 1,7 2 1,7 0 0 0 0 4 3,4 Pensiunan 0 0 4 3,4 1 0,9 0 0 1 0,9 2 1,7 8 6,9 Dibawah umur 0 0 4 3,4 1 0,9 0 0 1 0,9 0 0 6 5,2 Total 13 11,2 25 21,6 21 18 28 24,1 17 14,7 12 10,3 116 100
Tabel 5.6. menunjukkan angka kejadian tertinggi adalah penduduk yang tinggal di daerah Kota Medan yaitu seramai 92 orang (79,3%) dan kedua tertinggi adalah di daerah Deli Serdang yaitu seramai 9 orang (7,8%). Daerah Langkat memiliki angka kejadian seramai 5 orang (4.3%). Selain itu, terdapat juga di daerah Aceh dan Padang Lawas yang mempunyai angka kejadian yang sama yaitu seramai 4 orang (3,4%) , Batu Bara dan Labuhan Batu masing-masing seramai 1 orang (0,9%).
(25)
39 Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
Daerah
2007 2008 2009 2010 2011 2012 N % N % N % N % N % N %
Total N % Kota Medan 11 84,6 17 68 16 76,2 21 75 17 100 10 83,3 92 79,3 Deli Serdang 2 15,4 3 12 1 4,8 3 10,7 0 0 0 0 9 7,8 Langkat 0 0 2 8 1 4,8 1 3,6 0 0 1 8,3 5 4,3 Aceh 0 0 1 4 1 4,8 1 3,6 0 0 1 8,3 4 3,4 Padang Lawas 0 0 2 8 0 0 2 7,1 0 0 0 0 4 3,4 Batu Bara 0 0 0 0 1 4,8 0 0 0 0 0 0 1 0,9 Labuhan Batu 0 0 0 0 1 4,8 0 0 0 0 0 0 1 0,9 Total 13 100 25 100 21 100 28 100 17 100 12 100 116 100
Tabel 5.7. memperlihatkan bahwa pada kedua-dua jenis kelamin, golongan umur yang terbanyak menderita onikomikosis adalah pada golongan dewasa (18-45 tahun). Pada jenis kelamin lelaki untuk golongan umur dewasa (18-(18-45 tahun) adalah sebanyak 16 orang (13,8%) sedangkan pada perempuan adalah sebanyak 42 orang (36,2%).
Tabel 5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur
Jenis Kelamin Total
N % Lelaki
N %
Perempuan N %
Umur 5-11 tahun 0 0 1 0,9 1 1,7 0-5 tahun 5 4,3 1 0,9 6 5,2 18-45 tahun 16 13,8 42 36,2 58 50 45 keatas 10 8,6 34 29,3 44 38 11-18 tahun 2 1,7 5 4,3 7 6 Total 33 28,4 83 71,6 116 100
(26)
40 Tabel 5.8. menunjukkan pada jenis kelamin lelaki, jenis pekerjaan yang terbanyak menderita onikomikosis adalah pegawai negeri yaitu sebanyak 9 orang (7,8%) dan pada jenis kelamin perempuan, jenis pekerjaan yang terbanyak adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 orang (23,3%).
Tabel 5.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan 5.2. Pembahasan
5.2.1. Perhitungan Prevalensi Penderita Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin periode Januari 2007- Desember 2012.
Diketahui dari 23,806 orang yang datang ke Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin ditemukan sebanyak 116 kasus dengan diagnosa onikomikosis. Dari hasil penelitian, dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Prevalensi = total pasien yang didiagnosa onikomikosis x 100% total pasien yang datang ke SMF Kulit dan Kelamin
41
Jenis Kelamin Total
N % Lelaki
N %
Perempuan N %
pegawai negeri 9 7,8 13 11,2 22 19 pegawai swasta 4 3,4 5 4,3 9 7,8 ibu rumah tangga 0 0 27 23,3 27 23,3 wiraswasta 7 6 11 9,5 18 15,5 mahasiswa/pelajar 3 2,6 18 15,5 21 18,1 petani 0 0 1 0,9 1 0,9 tidak bekerja 1 0,9 3 2,6 4 3,4 pensiun 1 0,9 7 6 8 6,9 dibawah umur 1 0,9 5 4,3 6 5,2 Total 33 28,4 83 71,6 116 100
(27)
= (116/23,806) x 100% = 0,49%
Sesuai dengan perhitungan di atas, maka prevalensi onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007- Desember 2012 adalah 0,49%.
5.2.2 Distribusi Onikomikosis Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian, didapati jumlah penderita onikomikosis dengan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 83 orang sedangkan lelaki sebanyak 33 orang. Hal ini menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara kedua gender. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kusmarinah Bramono (2005) yaitu pada tahun 1997-1998 di 10 buah hospital negeri di Indonesia yang mengatakan bahwa onikomikosis sering terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 374 orang (67%) daripada total pasien yang menderita onikomikosis sebanyak 557 orang. Ini karena paparan yang konstan terhadap air yaitu pada golongan ibu rumah tangga. Jadi meskipun perempuan lebih banyak terkena onikomikosis tapi lelaki juga memiliki peluang yang sama besar (Prakash Gelotar et al, 2012).
5.2.3. Distribusi Onikomikosis Berdasarkan Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahawa terdapat dua kelompok umur yang terbanyak menderita onikomikosis yaitu kelompok umur 18-45 tahun yaitu sebanyak 58 orang (50%) dan kelompok >45 tahun adalah sebanyak 44 orang (38%). Kedua kelompok tersebut mendominasi angka kejadian onikomikosis dibandingkan dengan kelompok umur 0-5 tahun, 5-11 tahun dan 11-18 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Thomas et al (2010) yaitu pada tahun 2003 yang mengatakan onikomikosis sering terjadi pada dewasa dan lanjut usia dengan umur 18-45 tahun dan >45 tahun yaitu sebanyak 70% .
(28)
Tingginya prevalensi onikomikosis pada usia dewasa dan usia tua adalah disebabkan oleh insufisiensi sirkulasi perifer, penyakit diabetes, penurunan imunitas, kelambatan dalam pertumbuhan kuku baru dan penebalan pada kuku, berkurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri dan sering terpapar pada lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit jamur (Amartya De et al,2013).
Onikomikosis yang dijumpai pada balita dan anak-anak adalah sangat sedikit disebabkan oleh kurangnya paparan terhadap persekitaran yang terinfeksi, pertumbuhan kuku baru lebih cepat, dan memiliki permukaan kuku yang lebih kecil sehingga susah untuk terjadinya invasi dari jamur (Elewski,2013).
5.2.4. Distribusi Onikomikosis Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pekerjaan yang paling banyak menderita onikomikosis adalah pada golongan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 orang (23,3%) Sesuai dengan penelitian Roberts et al (2002) didapati bahwa jenis pekerjaan yang paling sering berhubungan dengan terjadinya onikomikosis adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 63%.
Faktor pekerjaan dapat mempengaruhi seseorang itu terhadap onikomikosis.Salah satu penyebabnya adalah dengan pemakaian sepatu dan kaos kaki yang lama seperti pada pegawai dan mahasiswa. Pemakaian yang lama dapat menghalang ventilasi dan tidak menyerap keringat sehingga menghasilkan persekitaran yang panas dan lembap sesuai untuk pertumbuhan jamur (Amartya De et al,2013).
Angka kejadian onikomikosis pada ibu rumah tangga tinggi disebabkan oleh pekerjaan rumah yang sering terpapar pada air seperti mencuci pakaian, mencuci kamar mandi, dan mencuci piring dan mangkuk. Terdapat juga
(29)
onikomikosis pada petani yang disebabkan oleh peningkatan aktiviti fizikal luar dan berjalan tanpa alas kaki di atas tanah yang lembap (Thomas et al, 2010). 5.2.5. Distribusi Onikomikosis Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di daerah Kota Medan mempunyai prevalensi onikomikosis yang tertinggi berbanding dengan daerah lain seperti Deli Serdang, Langkat, Padang Lawas, Aceh, Batu Bara dan Labuhan Batu.
Penelitian sebelumnya, Elewski (2013) yang menyatakan bahwa cara kehidupan yang moderen (modern lifestyle) dapat menyebabkan peningkatan dari prevalensi terjadinya onikomikosis. Modern lifestyle sering diamalkan oleh penduduk dari daerah Kota Medan sedangkan penduduk dari daerah lain seperti Deli Serdang, Langkat, Padang Lawas, Aceh, Batu Bara dan Labuhan Batu hanya mengamalkan cara kehidupan yang sederhana sahaja.
Modern lifestyle ini termasuklah pemakaian sepatu bertumit tinggi (high heels) yang ketat selama seharian sehingga dapat mengahalang daripada ventilasi. Kebiasaannya, penduduk yang mengamalkan modern lifestyle ini juga akan sering menghabiskan masa terluang mereka dengan pergi ke gym atau kolam renang sehingga menyebabkan mereka terpapar pada lingkungan yang lembap dan basah seperti berjalan tanpa alas kaki di kolam renang dan kamar mandi umum gym tersebut. Selain itu, kebiasaan melakukan manicure pedicure juga dapat menyebabkan onikomikosis dikarenakan peralatan yang digunakan tidak disterilisasi terlebih dahulu.
5.2.6. Distribusi Onikomikosis Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Umur.
Hasil penelitian menunjukkan pada jenis kelamin perempuan dan lelaki, masing-masing mencatat golongan umur yang terbanyak menderita onikomikosis adalah pada golongan dewasa (18-45 tahun) yaitu pada lelaki
(30)
44 adalah sebanyak 16 orang (13,8%) dan pada perempuan adalah sebanyak 42 orang (36,2%).
Tingginya prevalensi onikomikosis pada usia dewasa tidak kira jenis kelamin lelaki atau perempuan adalah disebabkan oleh insufisiensi sirkulasi perifer, penyakit diabetes, penurunan imunitas, kelambatan dalam pertumbuhan kuku baru dan penebalan pada kuku, berkurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri dan sering terpapar pada lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit jamur (Amartya De et al,2013).
5.2.7 Distribusi Onikomikosis Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Jenis Pekerjaan.
Hasil penelitian menunjukkan pada jenis kelamin lelaki, jenis pekerjaan yang terbanyak adalah pegawai negeri yaitu sebanyak 9 orang (7,8%) sedangkan pada jenis kelamin perempuan, jenis pekerjaan yang paling banyak adalah pada ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 orang (23,3%). Sesuai dengan penelitian Roberts et al (2002) didapati bahwa jenis pekerjaan yang paling sering berhubungan dengan terjadinya onikomikosis adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 63%.
Salah satu penyebabnya adalah dengan pemakaian sepatu dan kaos kaki yang lama seperti pada pegawai negeri yaitu seperti pada golongan tentera dimana pemakaian yang lama dapat menghalang ventilasi dan tidak menyerap keringat sehingga menghasilkan persekitaran yang panas dan lembap sesuai untuk pertumbuhan jamur. (Amartya De et al,2013).
Angka kejadian onikomikosis pada ibu rumah tangga tinggi disebabkan oleh pekerjaan rumah yang sering terpapar pada air seperti mencuci pakaian, mencuci kamar mandi, dan mencuci piring dan mangkuk. Terdapat juga onikomikosis pada petani yang disebabkan oleh peningkatan aktiviti
(31)
45 fizikal luar dan berjalan tanpa alas kaki di atas tanah yang lembap (Thomas et al, 2010).
(32)
46 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Prevalensi onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007-Desember 2012 adalah 116 kasus (0,49%).
2. Dalam penelitian ini, perempuan lebih sering menderita onikomikosis dengan frekuensi sebesar 83 orang (71,6%) bila dibandingkan dengan lelaki yang memiliki frekuensi sebesar 33 orang (28,4%), namun perbedaan itu tidak signifikan.
3. Kelompok umur yang terbanyak menderita onikomikosis adalah dewasa (18-45 tahun) yaitu sebanyak 58 orang (50%), sedangkan kelompok anak (5-11 tahun) merupakan kelompok usia yang paling jarang menderita onikomikosis dengan pasien sebanyak 1 orang (0,9%).
4. Jenis pekerjaan yang paling sering ditemukan pada pasien onikomikosis adalah ibu rumah tangga dengan frekuensi sebanyak 27 orang (23,3%).
5. Daerah tempat tinggal yang mempunyai penduduk terbanyak menderita onikomikosis adalah di Kota Medan yaitu seramai 92 orang (79,3%).
6. Pada jenis kelamin lelaki dan perempuan golongan umur yang terbanyak menderita onikomikosis adalah pada golongan dewasa yaitu pada lelaki adalah sebanyak 16 orang (13,8%) dan pada perempuan sebanyak 42 orang (36,2%).
(33)
47 7. Pada jenis kelamin lelaki, jenis pekerjaan yang paling banyak
menderita onikomikosis adalah pegawai negeri yaitu sebanyak 9 orang (7,8%) sedangkan pada perempuan yang paling banyak adalah pada ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 orang (23,3%).
6.2. Saran
1. Peningkatan kualitas pencatatan dari rekam medis baik dari kejelasan tulisan maupun kelengkapannya.
2. Sebaiknya ditingkatkan penyuluhan-penyuluhan gaya hidup yang sehat dan hygiene yang baik untuk mengurangi kejadian onikomikosis.
(34)
6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi
` Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai terutama di negara tropis karena udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat cocok bagi berkembangnya penyakit jamur khususnya mikosis superfisialis. Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis (Budi,2008). Istilah onikomikosis diambil dari bahasa Greek yaitu “onyx” kuku dan “mykes” yang bermaksud jamur (Kashyap,2007).
Secara tradisionalnya, istilah onikomikosis hanya digunakan untuk infeksi jamur nondermatofita. Tetapi sekarang, onikomikosis adalah sebuah istilah umum yang menunjukkan kelainan kuku akibat infeksi semua jenis jamur. Istilah Tinea unguium secara spesifiknya menunjukkan kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita saja (Kashyap,2007). Onikomikosis kebanyakan terjadi pada orang yang mempunyai riwayat trauma kuku sebelumnya, orang yang immunocompromised seperti menderita Diabetes Mellitus atau HIV dan kanak-kanak yang menderita Down Syndrome (Berker,2009).
2.2. Epidemiologi
Onikomikosis adalah infeksi jamur superfisial yang ditemukan di seluruh dunia. Meskipun insiden sebenar terjadinya onikomikosis masih belum dilaporkan, studi menunjukkan bahwa di negara maju (industri) diperkirakan sebesar 2-18% onikomikosis pada populasi dunia (Elewski,2009).
(35)
7 Angka kejadian onikomikosis terus meningkat dimana 50% dari seluruh penyakit kelainan kuku dan 30% dari seluruh kasus jamur superfisialis (Thomas et al , 2010).
Populasi di Barat, dilaporkan angka kejadian onikomikosis adalah sebesar 2-3% hingga 13% manakala di Asia Timur adalah lebih rendah dimana di negara tropis 3,8% dan subtropis 18% (Kashyap,2007).
Onikomikosis disebabkan oleh jamur dermatofita adalah sebesar 76%, ragi (yeast) 13,5% dan kapang (mould) 5,5%, dan sisanya sebesar 5% oleh karena infeksi campuran. (Imam Budi, 2008). Jamur dermatofita merupakan agen kausatif yang paling sering menyebabkan onikomikosis dimana hampir 90% terjadi pada kuku jari kaki dan sekurang-kurangnya 50% pada kuku jari tangan (Kashyap,2007).
Jamur dermatofita yang merupakan penyebab onikomikosis yang terbanyak adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes dimana merupakan 80-90% dari kasus onikomikosis (Thomas et al , 2010). Trichophyton rubrum adalah sebesar 70% disusuli dengan Trichophyton mentagrophytes sebesar 19%, Epidermophyton floccosum sebesar 2,2% dan sisanya adalah jamur dermatofit lainnya (Budi,2008).
Dilaporkan sebanyak 5-7% infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur adalah ragi (yeast). Penyebab dari yeast yang terbanyak adalah Candida albicans yaitu lebih dari 70% dan sisanya dari jenis ragi lain, sedangkan kapang (moulds) yang menjadi penyebab tersering adalah Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, dan Hendersonulla toruloida dimana merupakan 3-5% dari kasus penyakit kelainan kuku yang disebabkan jamur (Elewski, 1996).
(36)
8 Onikomikosis paling banyak terjadi disebabkan oleh golongan dermatofit. Jamur ini bersifat keratinolitik dimana untuk meneruskan hidupnya, ia membutuhkan keratin. Kuku terdiri dari keratin. Oleh karena itu, jamur akan mengambil keratin di sekitarnya dimana lambat laun kuku akan menjadi rapuh dan akhirnya rusak (Budi, 2000).
2.3. Etiologi
Jamur yang dapat menyebabkan onikomikosis terdapat tiga golongan yaitu dermatofita, nondermatofita (moulds) dan ragi (yeast) (Kashyap,2007).
2.3.1. Dermatofita
Termasuk kelas Fungi imperfecta, yang telah terbahagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Budimulja,2010).
Genera Trichophyton
1. Trichophyton rubrum (paling sering) 2. Trichophyton mentagrophytes
3. Trichophyton violaceum 4. Trichophyton schoenieinii 5. Trichophyton tonsurans 6. Trichophyton magninii 7. Trichophyton concentricum 8. Trichophyton samdamemse 9. Trichophyton gaurivilli
(37)
9
Genera Epidermophyton 1. Epidermophyton floccosum
Genera Microsporum 1. Microsporum audouini 2. Microsporum cains
2.3.2 Non dermatofita (moulds) 1. Acremonium sp.
2. Altemaria sp. 3. Aspergillus sp.
4. Botryodiplodia theobromae 5. Fusarium sp.
6. Onycochola canadensis 7. Scytalidium dimidiatum 8. Scytalidium hyalinum 9. Geotrichum candidum 10. Cladosporium carrionii 11. Scopulariopsis brevicaulis
2.3.3 Ragi (yeast) 1. Candida albicans 2. Candida parapsilosis 3. Candida guilermondi
(38)
10 2.4. Anatomi kuku
Kuku merupakan salah satu dermal appendages yang mengandung lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya selain membantu jari-jari untuk memegang tetapi juga digunakan sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi, satu sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya tidak (Soepardiman,2010).
Gambar 2.4.1 : Anatomi kuku Bagian kuku :
1. Matriks kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru. 2. Dinding kuku (nail wall)
(39)
11 Merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir dan atas.
3. Dasar kuku (nail bed)
Merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku. 4. Alur kuku (nail groove)
Merupakan celah antara dinding dan dasar kuku. 5. Akar kuku (nail root)
Merupakan bagian proksimal kuku. 6. Lempeng kuku (nail plate)
Merupakan bagian tengah kuku yang dikeliling dinding kuku. 7. Lunula
Merupakan bagian lempeng kuku yang bewarna putih di dekat akar kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit. 8. Eponikium
Merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya menutupi bagian permukaan lempeng kuku.
9. Hiponikium
Merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas (free edge) menebal.
Kuku dibentuk secara terus menerus oleh matriks kuku dan dasar kuku (nail bed) (Kashyap,2007). Bagian ventral lempeng kuku (nail plate) dibentuk oleh dasar kuku (nail bed), sedang sisanya berasal dari matriks. Lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar dan bewarna translucent dimana ia melekat kuat pada dasar kuku dan perlekatan ini kurang kuat ke arah proksimal (Budi,2008).
Hiponikium merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas (free edge) menebal yang berfungsi sebagai protektif, menghalang kemasukan dari patogen infeksius. Ketebalan lempeng kuku dianggarkan antara 0,5-1,0 mm dan dapat dibahagi atas beberapa lapisan yaitu lapisan
(40)
12 dorsal, intermediate, dan ventral. Bagian lapisan dorsal umumnya terdiri dari keratain keras. Lapisan intermediate juga mengandung keratin keras dan merupakan ¾ dari total ketebalan kuku. Sedangkan lapisan ventral dibentuk oleh keratin hiponikial lembut dan mempunyai 1-2 lapisan sel (Thomas et al,2010).
Lempeng kuku (nail plate) berasal dari matriks dan bagian yang bewarna putih berbentuk seperti bulan sabit yang terletak di bagian ujung distal kuku adalah lunula. Dasar kuku (nail bed) terdiri dari sel epitelial dan berkembang secara proksimal dari pinggir lunula kemudian secara distal ke arah hiponikium (Thomas et al,2010).
2.5. Fisiologi kuku
Kuku berfungsi untuk membantu mengambil benda-benda kecil dan melindungi ujung jari daripada trauma. Keratinisasi dari matriks membentuk lempeng kuku. Kuku jari tangan tumbuh 0,1mm/hari atau 3mm/bulan, sedangkan kuku jari kaki 1mm/bulan. Kuku jari tangan memerlukan kurang lebih 4-6 bulan untuk mengganti lempeng kuku yang baru. Sedangkan, pertumbuhan kuku jari kaki lebih lambat dari kuku jari tangan dimana memerlukan 12-18 bulan untuk mengganti kuku jari kaki yang baru (James,2011).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan kuku baru termasuklah kehamilan, temperatur hangat, jenis kelamin laki-laki, dan trauma minor terhadap lempeng kuku. Obat juga ternyata dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan kuku baru seperti kalsium, vitamin D, levadopa, retinoid, oral kontraseptif, antijamur seperti flukonazol, itrakonazol, dan terbinafin. Obat ini diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan kuku dimana obat-obat ini digunakan sebagai terapi untuk onikomikosis (Thomas et al,2010).
(41)
13 2.6. Faktor resiko
a. Jenis kelamin dan usia
Onikomikosis dilaporkan lebih terjadi pada orang tua dan lebih sering pada laki-laki. Dianggarkan sebesar 20% dari populasi berusia lebih dari 60 tahun dan 50% yang berusia lebih dari 70 tahun yang menderita onikomikosis. Tingginya prevalensi onikomikosis pada usia tua disebabkan oleh insufisiensi sirkulasi perifer, penyakit diabetes, penurunan imunitas, kelambatan dalam pertumbuhan kuku baru, berkurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri dan sering terpapar pada lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit jamur (Thomas et al,2010). Dikatakan bahwa perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi yaitu disebabkan oleh perbedaan hormon yaitu perbedaan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dermatofit. Onikomikosis yang dijumpai pada anak-anak adalah sangat sedikit yaitu sebesar 0,4%. Ini disebabkan oleh kurangnya paparan terhadap persekitaran yang terinfeksi, permukaan lempeng kuku yang lebih kecil, dan lebih cepat tumbuh kuku yang baru (Thomas et al,2010).
b. Faktor lingkungan
Beberapa peneliti mengatakan bahwa terdapat hubungan antara terjadinya onikomikosis dengan pemakaian sepatu atau kaos kaki. Insidens terjadi onikomikosis lebih rendah pada masyarakat yang tidak memakai sepatu atau kaos kaki (Kashyap,2007). Ini disebabkan oleh dengan pemakaian sepatu atau kaos kaki dapat menghasilkan persekitaran yang panas dan lembab dimana lingkungan yang sangat ideal untuk
(42)
14 pertumbuhan jamur. Ada juga mengatakan, berjalan tanpa alas kaki ke tempat umum, terdapat trauma, pemakaian sepatu tanpa udara dapat meningkatkan lagi resiko terjadinya onikomikosis (Thomas et al,2010).
Dilaporkan juga angka kejadian terjadinya onikomikosis tinggi pada masyarakat yang terkontaminasi dengan kolam renang dan kamar mandi umum. Insidens onikomikosis telah dilaporkan tiga kali lipat lebih tinggi pada perenang dibandingkan dengan yang bukan perenang. (Thomas et al,2010)
c. Olahraga
Studi dari Brazil mengatakan bahwa dilaporkan angka kejadian onikomikosis pada orang yang suka berolahraga lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang jarang berolahraga. Ini disebabkan oleh berolahraga tanpa memakai sepatu sebagai protektif contoh pada penari ballet dapat memudahkan lagi terkenanya trauma yang akhirnya menyebabkan infeksi jamur. Terdapat juga faktor pemakaian sepatu tanpa udara yang menyebabkan udara didalam sepatu tersebut panas dan lembab serta kaki berkeringat dimana memudahkan lagi pertumbuhan jamur (Thomas et al,2010).
d. Imunodefisiensi
Individual yang menderita HIV mempunyai resiko yang tinggi untuk mendapat onikomikosis apabila kadar limfosit-T kurang dari 400mm (kadar normal 1200-1400). Jenis onikomikosis yang sering terjadi disebabkan oleh HIV adalah onikomikosis subungual proksimal (Thomas et al,2010).
e. Diabetes
Diperkirakan 34% dari penderita diabetes menderita onikomikosis dan mereka lebih rentan untuk mendapat onikomikosis tiga kali lipat dari
(43)
15 yang non-diabetes. Penderita diabetes sulit untuk melakukan pemeriksaan rutin kaki disebakan oleh obesiti atau komplikasi dari diabetes seperti retinopati atau katarak. Biasanya pada penderita diabetes akan mengalami pengurangan sirkulasi pada ekstremitas bawah, neuropati dan perlambatan dalam penyembuhan luka. Luka tersebut dapat menjadi tempat masuknya bakteri atau jamur sehingga dapat meningkatkan lagi resiko komplikasi dari onikomikosis (Thomas et al,2010).
f. Gangguan sirkulasi perifer
Angka kejadian onikomikosis yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi perifer adalah sebesar 36% yang disebabkan oleh T.rubrum. Kekurangan perfusi pada ekstremitas bawah menyebabkan oksigenasi yang suboptimal dan mengurangi pertukaran nutrient dan substansi lain di kaki. Ini dapat mempercepat terjadinya onikomikosis,menyekat pertumbuhan kuku baru dan dapat menyebabkan reinfeksi (Thomas et al,2010).
2.7. Patogenesis
Patogenesis onikomikosis tergantung pada subtipe klinis. a. Onikomikosis subungual distolateral
Bentuk yang paling umum dari onikomikosis, jamur menyebar dari plantar kulit dan menyerang melalui hiponikium kuku (Budi, 2008).
b. Onikomikosis superfisial putih
Jarang terjadi,disebabkan oleh invasi langsung dari permukaan lempeng kuku (Budi,2008).
(44)
16 Menenebus melalui matriks kuku-kuku proksimal dan menginvasi sebagian lempeng kuku proksimal dalam (Budi,2008).
d. Onikomikosis endoniks
Merupakan varian dari onikomikosis subungual distal dan lateral dimana jamur menginfeksi melalui kulit dan langsung menyerang lempeng kuku (Budi,2008).
e. Onikomikosis kandida
Tidak umum terjadi karena jamur memerlukan respon imun yang menurun sebagai faktor predisposisi untuk dapat menembus kuku. Pada mukokutan kandidiasis kronis, jamur menginfeksi lempeng kuku dan akhirnya lempeng kuku proksimal dan lipatan lateral kuku (Budi,2008).
2.8. Gambaran klinis
Berdasarkan gambaran klinis dan rute invasi jamur, terdapat enam tipe onikomikosis yang dikenali yaitu :
1. Onikomikosis subungual distolateral (OSDL)
Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Infeksi ini berkembang terutamanya di matriks kuku bermula dari distal ke proksimal melalui sisi distal lateral atau melalui alur lateral lempeng kuku. Infeksi ini sering disebabkan oleh jamur golongan Trichophyton spp dan kadang oleh Scytalidium spp, Candida spp dan nondermatofit yang lain. Gambaran klinis ditandai hiperkeratosis subungual, onikolisis (terlepasnya lempeng kuku dari nail bed ), dan penebalan kuku. Ruang subungual adalah tapak bagi jamur dan bakteri infeksius dimana boleh menyebabkan diskolorasi lempeng kuku menjadi warna kuning (Kaur et al ,2008).
(45)
17
Gambar 2.8.1 : Onikomikosis subungual distolateral
2. Onikomikosis superfisial putih (OSP)
Kelainan ini jarang ditemui. Nama lainnya adalah Leukonikia Mikotika. Kelainan ini terjadi apabila jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng kuku yang disebabkan sering oleh T.mentagrophytes dan kadang oleh nondermatofit seperti Acremonium spp, Aspergillus terreus dan Fusarium oxysporum. Gambaran khas yang dapat dilihat adalah bercak-bercak putih “white island” yang berbatas tegas di permukaan lempeng kuku yang dapat berkonfluensi. Lambat laun, kuku akan menjadi kasar, lunak dan rapuh (Kaur et al,2008).
(46)
18
Gambar 2.8.2 : Onikomikosis superfisial putih
3. Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
Merupakan bentuk paling jarang ditemui, tetapi umumnya ditemukan pada penderita AIDS dimana ia dianggap sebagai tanda awal seseorang itu terkena infeksi HIV. (Thomas et al , 2010). Penyebab tersering adalah T.rubrum. Selain itu, penyebab lain adalah C.albicans, Fusarium spp, Aspergillus spp dan Scopulariopsis brevicaulis. Jamur menginvasi daerah bawah kutikula kuku yang akan menyebabkan infeksi pada lempeng kuku proksimal. Infeksi ini akan berkembang secara distal pada seluruh permukaan kuku. (Thomas et al , 2010). Gambaran klinis berupa hiperkeratosis dan onikolisis proksimal serta destruksi lempeng kuku proksimal (Kaur et al,2008).
(47)
19
4. Onikomikosis endoniks
Merupakan tipe onikomikosis yang baru dimana melibatkan jamur menginvasi lapisan superfisial lempeng kuku sekaligus penetrasi langsung ke lapisan dalam kuku yang ditandai dengan perlepasan lamellar dan bercak-bercak putih kesusuan. Penyebab utama adalah T.soudanense dan T.violaceum (Kaur et al , 2008).
5. Onikomikosis kandida (OK)
Infeksi kuku yang disebabkan oleh kandida didapatkan pada pasien yang menderita kandidiasis mukokutan kronis dimana sering disebabkan oleh C.albicans yaitu sebanyak 70% dari seluruh kasus onikomikosis. Selain itu, disebabkan oleh C.parapsilosis, C.tropicalis dan C.krusei. Terdapat 3 subtipe yaitu :
a. Paronikia kandida : Tipe paling sering yang ditandai oleh pembengkakan dan eritema pada lipatan proksimal dan lateral yang disebut juga sebagai “whitlow”. Selepas infeksi pada matriks kuku, lambat
b. laun kuku akan menjadi cembung, ireguler,kasar dan distrofik (Kaur et al,2008).
c. Granuloma kandida : Tipe ini jarang dan bersifat invasi langsung, penebalan lempeng kuku dan disertai paronikia. Tipe ini dijumpai pada pasien yang immunocompromised. Organisme ini dapat menyebabkan penebalan pada kuku dimana pada stadium lanjut dapat menyebabkan penebalan pada proksimal dan lateral lipatan kuku sehingga timbul pseudo clubbin atau gambaran “chicken drumstick” (Kaur et al,2008).
d. Onikolisis kandida : Tipe ini terjadi apabila terlepasnya kuku dari bantalan kuku (nail bed). Hiperkeratosis subungual distal dapat terjadi
(48)
20 apabila dijumpai massa bewarna kekuningan terlepas dari lempeng kuku (Kaur et al,2008).
Gambar 2.8.4 : Onikomikosis kandida
6. Onikomikosis distrofik total (ODT)
Tipe ini ditandai dengan destruksi total pada lempeng kuku dimana merupakan stadium akhir dari seluruh jenis onikomikosis. Seluruh permukaan kuku menjadi tebal dan distrofik. ODT dirujuk sebagai stadium akhir bagi penyakit kelainan kuku (Kaur et al,2008).
2.9. Diagnosa banding
Gejala klinis onikomikosis sangat bervariasi, maka diagnosis tepat dan pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan. Kelainan kuku yang menyerupai onikomikosis,misalnya kelainan kuku kongenital. Juga kelainan karena faktor luar seperti trauma kontak, infeksi oleh virus dan bakteri. Banyak penyakit kulit yang mengenai kulit bagian dorsal jari kaki atau tangan yang menyebabkan kerusakan kuku,misalnya : paronikia, liken planus, penyakit Darier, dan psoriasis (Bramono,2001).
(49)
21 a. Psoriasis kuku
Pada psoriasis kuku, gambaran nail pitting dan tanda onikolisis berupa “tetesan minyak” yang bewarna coklat kemerahan yang tidak ada pada onikomikosis (Budimulja,2001).
b. Liken planus
Terjadi inflamasi dasar kuku yang mempengaruhi matriks kuku. Apabila tidak diterapi, matriks dapat dirusak dengan timbulnya pterigium dimana kulit kutikel tumbuh diatas dan menutupi lempeng kuku yang tipis. Secara khas, area lunula lebih terangkat dibandingkan dengan bagian distal (Tosti,2009) .
c. Paronikia
Reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit disekitar kuku. Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan dapat mengeluarkan pus. Bila infeksi telah kronik, maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah (Soepardiman,2010).
d. Penyakit Darier
Adanya kuku yang rapuh dan pecah-pecah dengan perubahan warna longitudinal dan hiperkeratosis di bawah kuku (Soepardiman,2010).
2.10. Diagnosa
Ketepatan mendiagnosa onikomikosis penting untuk keberhasilan suatu pengobatan. Dari aspek pembiayaan, lama pengobatan, efek samping obat, dan interaksi obat. Anamnesis dan gambaran klinis pada umumnya sulit untuk memastikan diagnosis, apalagi onikomikosis merupakan kelainan sekunder pada kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Mendiagnosa apakah itu benar onikomikosis adalah dengan pemeriksaan penunjang yaitu mikroskopi langsung, kultur dan histopatologi (Thomas et al , 2010).
(50)
22 a. Mikroskopi langsung
Sebelum diperiksa dibawah mikroskop, pemeriksaan langsung dapat dilakukan untuk menentukan penyebab pasti dengan pemeriksaan kerokan kuku dengan sediaan KOH 20-30% dalam air atau dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan diatas api Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati dibawah mikroskop, maka akan terlihat elemen-elemen seperti jamur seperti hifa dan spora.Zat warna tambahan digunakan misalnya tinta Parker blue-black,chlorazol black E atau pewarnaan PAS bagi mempermudah dan memperjelas visualisasi jamur (Kashyap,2007).
b. Kultur
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong lagi pemeriksaan mikroskopi langsung untuk mengidentifikasikan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan apabila pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Spesimen yang dikumpulkan diambil sengkelit yang telah disterilkan diatas api Bunsen. Kemudian bahan kuku tersebut ditanam pada dua media yaitu media I : media yang mengandungi antibiotik dan antijamur (Mycobitotic/mycocel) dan media II : yang tidak mengandung antiniotik dan antijamur PDA (Potato Dextrose Agar) / SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar). Lalu diinkubasikan pada suhu 24-48 celsius selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu,sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu. Dikatakan hasil negatif apabila jika tiada tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu (Kaur et al,2008).
(51)
24 c. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan untuk mikroskopi langsung dan kultur diragukan. Pada pemeriksaan histopatologi dapat dilihat kedalaman penetrasi jamur dan dapat ditentukan apakah jamur itu bersifat invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual. Spesimen untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dari lempeng kuku yang mengandungi banyak debris. Lalu, dimasukkan ke dalam parafin atau terlebih dahulu direndam pada larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik. Blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4-10 mikro dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan periodic acid shift (PAS). Kemudian dilihat apakah terdapat hifa atau spora menggunakan mikroskop (Kaur et al,2008). 2.11. Penatalaksanaan
2.11.1 Tujuan pengobatan
Onikomikosis dapat menyebabkan lesi yang disebabkan oleh jamur atau bakteri yang infeksius pada bagian tubuh yang lain. Sebagai tambahan, kewujudan jamur atau antigen dermatofit pada lempeng kuku dapat menyebabkan kondisi lain seperti asma dan kelainan kulit seperti dermatitis atopik, nodosum, eritema, dan urtikaria. Pada diabetes, onikomikosis dan dermatomikosis dapat menyebabkan komplikasi pada kaki yaitu ulserasi, memicu terjadinya osteomyelitis, cellulitis dan tissue nekrosis dimana dapat menyebabkan ekstremitas bawah diamputasi (Elewski,1996).
Prinsip penatalaksanaan onikomikosis adalah untuk menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat antijamur yang sesuai dengan penyebab dan keadaan patologi kuku. Perlu juga ditelusuri sumber penularan (Budi,2008).
(52)
25 2.11.2 Pengobatan
Dalam upaya mendapatkan pengobatan yang optimal dan memuaskan, perlu kita ketahui tentang beberapa faktor sebelum kita memulakan pengobatan yaitu tingkat keparahan penyakit, bilangan dan lokasi kuku jari yang terinfeksi, biaya pengobatan dan efek samping obat (Budi,2008).
Pengobatan onikomikosis ada dua cara yaitu secara sistemik, dengan menggunakan obat antijamur oral dan secara lokal, yaitu dengan menggunakan obat antijamur topikal (Budi,2008).
1. Obat antijamur oral
Obat antijamur oral dianggap sebagai agen paling efektif diantara pilihan-pilihan pengobatan yang lain untuk mengobati onikomikosis. Sebelum memulakan terapi, dinasihati untuk mengetahui tentang riwayat pengobatan dan penyakit lain yang disertainya. Terapi first-line untuk onikomikosis termasuklah administrasi oral terbinafin, itrakonazol, atau flukonazol. Penggunaan ketokonazol haruslah dihindari karena mempunyai potensi untuk menyebabkan hepatotoksiti. Griseofulvin sekarang sudah tidak digunakan lagi karena ia memerlukan durasi yang lama dalam pengobatan. Terbinafin diikuti dengan itrakonazol merupakan pilihan obat yang paling tepat digunakan untuk mengobati onikomikosis dermatofita manakala flukonazol merupakan obat pilihan untuk pengobatan onikomikosis kandida (Thomas et al , 2010).
a. Griseofulvin
Merupakan obat antijamur oral yang pertama diluluskan untuk pengobatan onikomikosis. Tetapi, efektifitas obat tersebut hanyalah untuk onikomikosis yang disebabkan oleh dermatofita. Efek dari pengobatan ini terbatas karena durasi pengobatan yang
(53)
26 lama, keperluan dosis yang tinggi (1000mg/hari) dan kadar relapse yang tinggi. (Thomas et al , 2010)
b. Azole
Digunakan untuk mengobati onikomikosis dengan merosakkan dinding sel jamur dengan cara menghambat enzim sitokrom P-450 lanosterol 14-a-dimethylase dimana dapat menghambat pertukaran dari lanosterol ke ergosterol sehingga memicu terjadinya peningkatan permeabilitas sel jamur dan penghentian pembelahan dan pertumbuhan sel. (Thomas et al , 2010)
c. Flukonazol
Flukonazol tidak diluluskan untuk pengobatan onikomikosis di US tetapi di negara lain tidak. Ini disebakan half-life plasma yang lama antara 20-50 jam. Flukonazol dapat dideteksi dalam tubuh seseorang walaupun selepas 5 bulan penghentian terapi oral. Untuk pengobatan onikomikosis dianjurkan 150,300, atau 450mg per minggu selama 12 bulan. Dilaporkan efek samping dari flukonazol ini adalah seperti insomnia, sakit kepala dan gangguan gastrointestinal (Thomas et al , 2010).
d. Itrakonazol
Merupakan agent antijamur seistemik yang pertama diluluskan untuk pengobatan onikomikosis. Ia dapat mengobati onikomikosis baik untuk penyebab dermatofita, kandida
maupun moulds. Untuk pengobatan onikomikosis, itrakonazol diberi secara kontinyu dosis sebanyak 200mg/hari selama 3 bulan atau terapi denyut 400mg/hari selama seminggu untuk setiap 3 bulan. Dianjurkan dua terapi denyut untuk infeksi kuku jari tangan dan tiga terapi denyut untuk infeksi kuku jari kaki (Thomas et al , 2010 ).
(54)
27 e. Terbinafin
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan onikomikosis. Cara kerja obat ini adalah dengan menghambat sintesa ergosterol dimana menyebabkan gangguan pada membran dan destruksi dinding sel jamur tersebut. Obat ini sangat efektif terhadap dermatofit. Penelitian telah menunjukkan bahwa terbinafin mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi dari itrakonazol untuk pengobatan onikomikosis. Untuk pengobatan onikomikosis dianjurkan dosis yang diberikan adalah sebanyak 200mg/hari diberikan selama 12 minggu atau lebih (Thomas et al , 2010).
2. Obat antijamur topikal
Pada masa ini, pengobatan topikal hanya dianjurkan bagi mengobati onikomikosis superfisial putih dan onikomikosis distolateral dimana infeksi ini hanya terbatas pada tepi distal lempeng kuku. Obat topikal antijamur yang terbaru telah diformulasi untuk meningkatkan lagi penetrasi obat ke dalam kuku agar pengobatannya lebih efektif,yakni :
a. Amorolfin
Merupakan derivat morfolin yang mempunyai antimikotik spektrum luas untuk menghadapi dermatofit (Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton sp) dan yeast (Candida, Crytococcus, Malassezia sp). Dianjurkan untuk menggunakan Amorolfin 5% dalam bentuk cat kuku sebanyak 1-2 kali/minggu sehingga kuku baru tumbuh. Ini biasanya mengambil masa selama 6 bulan untuk kuku jari tangan dan 12 bulan untuk kuku jari kaki. Dilaporkan bahwa Amorolfin penetrasi sampai ke dalam debris subungual dan tetap mempertahankan konsentrasi obat walaupun sudah dua minggu penghentian obat (Thomas et al , 2010).
(55)
28 b. Siklopiroksolamin
Merupakan derivat hidroksipiridon sintetik dengan spektrum antijamur luas. Dilaporkan efek samping obat yang sering timbul adalah seperti iritasi, sensasi terbakar, dan pruritis. Diaplikasikan 1kali/hari selama 48 minggu. (Thomas et al , 2010).
2.11.3 Terapi bedah
Pembedahan merupakan salah satu cara pengobatan yang sangat berguna untuk onikomikosis. Tetapi, terapi bedah (avulsi) dapat menyebabkan nyeri dan dapat merosakkan atau mencacatkan bentuk kuku. Oleh itu, terapi bedah dapat dipertimbangkan apabila kelainan hanya pada 1-2 kuku, bila ada kontraindikasi terhadap administrasi obat antijamur oral,pada keadaan patogen resisten terhadap obat. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, dikombinasikan terapi bedah dengan obat sistemik atau obat topikal. Terapi bedah,pengangkatan (avulsi) lempeng kuku adalah prosedur dibawah anestesi lokal (Kaur et al,2008).
2.12. Prognosis
Meskipun dengan diagnosis dan pengobatan yang optimal, 1 diantara 5 kasus onikomikosis tidak dapat diobati oleh kerna diagnosis yang tidak akurat, salah mengidentifikasikan penyebab,adanya penyakit lain seperti diabetes, dan resisten terhadap obat. Jadi, untuk mencegah dari sumber penularan, haruslah dicegah kebiasaan tidak memakai alas kaki di tempat umum, kaki harus sentiasa kering, membuang sepatu lama dan menggunakan spray ke dalam sepatu selama 1kali/minggu atau lebih (Kaur et al,2008).
(56)
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Terdapat lebih kurang 100,000 jenis spesies jamur yang dijumpai tetapi kurang dari 500 spesies dikaitkan sebagai penyebab penyakit yang terjadi pada manusia dan tidak lebih dari 100 spesies yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Kebanyakan infeksi yang terjadi pada manusia adalah disebabkan oleh jamur yang tumbuh sebagai saprofit di alam sekitar yang didapatkan melalui inhalasi dan makanan (Roberts,2003).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dapat dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Insidens mikosis superfisialis adalah lebih tinggi dari mikosis profunda. Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur dengan gejala klinis tertentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskuler, dan kadang-kadang kulit (Budimulja, 2010).
Sementara penyakit yang termasuk mikosis superfisialis dapat dibagi dua yaitu dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Budimulja,2010).
(57)
2 Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer atau infeksi sekunder yang mengenai kuku yang sudah terinfeksi ataupun mengalami trauma sebelumnya. Terdapat juga istilah tinea unguium yang merujuk pada infeksi yang disebabkan oleh dermatofita sahaja. (Budi,2008))
Distribusi penderita onikomikosis terdapat diseluruh dunia. Pada tahun 2003, onikomikosis merupakan salah satu penyakit kelainan kuku yang paling sering pada dewasa berkisar antara 15-40% dari seluruh penyakit kelainan kuku dan 30% dari seluruh kasus jamur superfisial (Thomas et al ,2010). Dalam populasi di United Kingdom, diestimasikan terjadi onikomikosis adalah sebanyak 2.71% sedangkan di Finland dan Amerika sebesar 7% dan 10% (Roberts, 2002).
Populasi di Barat, pada tahun 2003, diestimasikan angka kejadian onikomikosis sebesar 2-3% hingga 13% manakala di Asia Timur adalah lebih rendah dimana di negara tropis 3,8% dan subtropis 18% (Kashyap,2007).
Di Indonesia, berdasarkan data yang didapatkan pada tahun 1997 hingga 1998 di 10 buah rumah sakit universitas yaitu di Bandung, Denpasar, Jakarta, Makassar, Manado, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta dan Medan sendiri mencatatkan total sebanyak 557 orang yang didiagnosa onikomikosis dan pada tahun 2003 dilaporkan insidens onikomikosis pada empat buah rumah sakit universitas yaitu di Bandung, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta totalnya adalah sebanyak 183 orang (Bramono, 2005).
Insidens terjadinya onikomikosis pada tahun 2005 yang disebabkan jamur dermatofita adalah sebesar 80-90% dari seluruh kasus yang dilaporkan. Sedangkan dari non dermatofita adalah sebesar 2-11% dan yeasts sebanyak 2-10% dari seluruh kasus infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur (Thomas et al,2010).
(58)
3 Jamur dermatofita yang paling sering menyebabkan onikomikosis adalah Trichophyton rubrum, diikuti dengan Trichophyton mentagrophytes. Ada juga Epidermophyton floccosum, Trichophyton violaceum, Microsporum gypseum, Trichophyton tonsurans, Trichophyton soudanacea dan Trichophyton verrucosum sedangkan untuk jamur non dermatofita adalah Cladiosporium, Alternaria, Aspergillus,Fusarium dan Epiccocum. Selain itu, adalah ragi (yeast) seperti Candida albicans,Candida parapsilosis dan Candida guilermondi (Thomas et al , 2010).
Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat menyebabkan onikomikosis antaranya adalah jenis kelamin dan peningkatan umur. Selain itu, orang yang berada dalam kondisi immunosupresif seperti diabetes melitus atau human immunodeficiency virus (HIV) mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita onikomikosis (Thomas et al , 2010).
Mengingat pada prevalensi onikomikosis di dunia kini yang semakin meningkat setiap tahun, penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian tentang profil onikomikosis pada enam tahun terakhir yaitu dari periode Januari 2007 hingga Desember 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana profil onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2007-Desember 2012 .
(59)
4 1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui profil onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2007-Desember 2012.
1.3.2 Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prevalensi onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007 – Desember 2012.
2. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis kelamin dari Januari 2007- Desember 2012.
3. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan umur dari Januari 2007- Desember 2012.
4. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis pekerjaan dari Januari 2007- Desember 2012.
5. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan daerah tempat tinggal dari Januari 2007- Desember 2012.
6. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan umur dengan jenis kelamin dari Januari 2007- Desember 2012.
7. Untuk mengetahui distribusi penderita onikomikosis berdasarkan jenis kelamin dengan jenis pekerjaan.
(60)
5 1.4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Meningkatkan pengetahuan kepada peneliti sendiri dalam mengaplikasikan ilmu yang sudah dipelajari.
2. Bahan masukan bagi tenaga kesehatan dan dokter di RSUP. H. Adam Malik, Medan mengenai prevalensi pasien onikomikosis yang terkini.
3. Bahan masukan dan informasi untuk masyarakat agar menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan.
4. Data dan informasi dari penelitian ini dapat digunakan untuk membantu peneliti lain dalam penelitian lebih lanjut.
(61)
ii
ABSTRAK
Dermatomikosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur yang sering dijumpai terutama di negara tropis karena udaranya yang panas dan lembap sepanjang tahun. Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis. Onikomikosis merupakan sebuah kelainan kuku akibat infeksi jamur. Dilaporkan angka kejadian onikomikosis adalah sebesar 2-18% dari populasi dunia. Meskipun begitu, epidemiologi onikomikosis tidak begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi. Untuk memantau perkembangan penyakit ini, maka dilakukan penelitian untuk melihat prevalensi terbaru penyakit ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007-Desember 2012.
Penelitian deskriptif ini bersifat retrospektif dimana pengamatan dilakukan pada peristiwa yang sudah berlangsung dan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik. Sampel pada penelitian ini sebanyak 116 orang. Data diambil dengan melihat rekam medis pasien onikomikosis. Perhitungan prevalensi juga turut dilakukan.
Diketahui 83 orang (71,6%) penderita onikomikosis adalah perempuan. Kelompok usia yang terbanyak menderita onikomikosis adalah kelompok 18-45 yaitu 58 orang (50%). Jenis pekerjaan yang sering ditemukan pada penderita onikomikosis adalah ibu rumah tangga sebanyak 27 orang (23,3%). Daerah tempat tinggal diteliti mempunyai penduduk yang paling banyak menderita onikomikosis adalah di Kota Medan dengan frekuensi 92 orang (79,3%). Prevalensi kasus onikomikosis adalah sebanyak 0,49%.
Prevalensi onikomikosis di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007-Desember 2012 adalah sebanyak 0,49%.
(62)
PROFIL ONIKOMIKOSIS DI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE JANUARI 2007-DESEMBER 2012
KARYA TULIS ILMIAH
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KELULUSAN SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
NIK NURUL IMAN BINTI NIK MOD AMIN NIM: 100100397
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(63)
PROFIL ONIKOMIKOSIS DI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE JANUARI 2007-DESEMBER 2012
Oleh:
NIK NURUL IMAN BINTI NIK MOD AMIN
NIM: 100100397
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(64)
i HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012
Nama : Nik Nurul Iman Binti Nik Mod Amin NIM : 100 100 397
Pembimbing Penguji I
(dr. Flora Marlita Lubis, Sp.KK) (Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)
Penguji II
(dr. Rusdiana, M.Kes)
Medan, 8 Januari 2014 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(65)
ii
ABSTRAK
Dermatomikosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur yang sering dijumpai terutama di negara tropis karena udaranya yang panas dan lembap sepanjang tahun. Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis. Onikomikosis merupakan sebuah kelainan kuku akibat infeksi jamur. Dilaporkan angka kejadian onikomikosis adalah sebesar 2-18% dari populasi dunia. Meskipun begitu, epidemiologi onikomikosis tidak begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi. Untuk memantau perkembangan penyakit ini, maka dilakukan penelitian untuk melihat prevalensi terbaru penyakit ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007-Desember 2012.
Penelitian deskriptif ini bersifat retrospektif dimana pengamatan dilakukan pada peristiwa yang sudah berlangsung dan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik. Sampel pada penelitian ini sebanyak 116 orang. Data diambil dengan melihat rekam medis pasien onikomikosis. Perhitungan prevalensi juga turut dilakukan.
Diketahui 83 orang (71,6%) penderita onikomikosis adalah perempuan. Kelompok usia yang terbanyak menderita onikomikosis adalah kelompok 18-45 yaitu 58 orang (50%). Jenis pekerjaan yang sering ditemukan pada penderita onikomikosis adalah ibu rumah tangga sebanyak 27 orang (23,3%). Daerah tempat tinggal diteliti mempunyai penduduk yang paling banyak menderita onikomikosis adalah di Kota Medan dengan frekuensi 92 orang (79,3%). Prevalensi kasus onikomikosis adalah sebanyak 0,49%.
Prevalensi onikomikosis di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2007-Desember 2012 adalah sebanyak 0,49%.
(1)
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Definisi Onikomikosis ... 6
2.2. Epidemiologi ... 6
2.3. Etiologi ... 8
2.4. Anatomi kuku ... 10
(2)
vii
2.6. Faktor resiko ... 13
2.7. Patogenesis ... 15
2.8. Gambaran Klinis ... 16
2.9. Diagnosa Banding ... 21
2.10. Diagnosa ... 22
2.11. Penatalaksanaan ... 23
2.12. Prognosis ... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 29
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29
3.2. Definisi Operasional ... 30
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 32
4.1. Jenis Penelitian ... 32
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
4.3. Populasi dan Sampel ... 33
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 33
4.5. Pengolahan Data ... 33
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 34
5.1. Hasil Penelitian ... 34
(3)
viii
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 35
5.2. Pembahasan ... 40
5.2.1. Perhitungan Prevalensi ... 40
5.2.2. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin .... 41
5.2.3. Distribusi Berdasarkan Umur ... 41
5.2.4. Distribusi Bedasarkan Jenis Pekerjaan ... 42
5.2.5. Distribusi Berdasarkan Tempat Tinggal .. 43
5.2.6 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Dengan Umur ... 43
5.2.7 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Dengan Jenis Pekerjaan ... 44
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
6.1. Kesimpulan ... 46
6.2. Saran ... 47
DAFTAR PUSAKA ... 48
(4)
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional 30
Tabel 5.1 Distribusi Total Pasien per tahun 35
Tabel 5.2 Distribusi Sampel 2007-2012 35
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 36
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur 37
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan 38
Tabel 5.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal 39
Tabel 5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur 39
Tabel 5.8. Distribusi Sampek Berdasarkan Jenis Kelamin dan 40 Jenis Pekerjaan
(5)
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.4.1 Anatomi kuku 10
Gambar 2.8.1 Onikomikosis subungual distolateral 17 Gambar 2.8.2 Onikomikosis superfisial putih 18 Gambar 2.8.3 Onikomikosis subungual proksimal 19
Gambar 2.8.4 Onikomikosis kandida 20
(6)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN 2 ETHICAL CLEARANCE
LAMPIRAN 3 DATA INDUK PENELITIAN
LAMPIRAN 4 OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN