Gambaran Distribusi Karakteristik Pasien Erupsi Obat Alergi Di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010-2012

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Lampiran 1

Nama : Billi

Tempat/ Tanggal lahir : Medan/ 4 Maret 1993

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Sibolga No. 10 Medan

Nomor Telepon : (061) 4518204

Orang Tua (Ayah) : Drs. Eddyanto, Ak.MBA Orang Tua (Ibu) : Suriani, SE

Riwayat Pendidikan : 1. TK Sutomo 1 Medan 2. SD Sutomo 1 Medan 3. SMP Sutomo 1 Medan 4. SMA Sutomo 1 Medan


(2)

3. Ketua Bakti Sosial di Jl. H.M. Yamin Medan September 2010

4. Peserta Bakti Sosial Pengabdian Masyarakat di Binjai Mei 2010

5. Peserta Bakti Sosial di Panti Jompo Binjai April 2009

6. Peserta Bakti Sosial Klinik “METTA” Maret 2009

7. Peserta Bakti Sosial Pengabdian Masyarakat di Pantai Labu Juli 2008


(3)

Lampiran 3

Data hasil penderita erupsi obat alergi Data induk

no no rekam medis umur jenis kelamin gambaran klinis

1 06.03.59 47 1 1

2 36.14.41 18 1 11

3 37.86.23 51 1 4

4 38.58.22 41 2 2

5 39.37.35 50 2 7

6 41.28.62 39 2 2

7 41.39.48 14 1 4

8 41.64.78 22 2 7

9 41.87.20 35 2 2

10 42.53.89 27 2 1

11 42.56.88 22 1 8

12 42.62.10 21 2 7

13 42.68.63 45 1 2

14 42.71.98 32 1 8

15 42.82.43 19 2 8

16 43.17.21 52 1 4

17 43.18.49 21 1 1

18 43.41.66 67 1 4

19 43.82.75 19 2 2

20 43.89.67 24 2 2

21 43.95.28 37 1 1

22 44.00.04 74 2 7

23 44.12.94 60 1 8

24 44.60.14 21 1 1

25 46.54.87 23 2 1

26 46.76.60 23 1 1

27 46.91.95 25 2 1

28 47.35.19 54 1 4

29 47.57.18 23 1 2

30 47.72.50 59 2 11


(4)

35 48.55.78 25 2 2

36 48.76.07 50 2 8

37 49.18.47 80 2 1

38 49.88.41 63 1 1

39 50.31.63 32 2 1

40 50.53.72 30 2 8

41 50.65.98 21 2 2

42 50.93.30 20 2 1

43 51.78.51 42 2 1

44 51.93.77 51 1 3

45 52.31.49 38 2 4

46 52.44.58 29 2 1

47 53.74.32 40 2 4

48 53.75.51 53 1 1

49 53.77.19 41 1 3

50 02.17.07 68 2 2

51 06.53.73 68 1 4

52 17.47.61 69 1 4

53 17.79.33 63 1 6

54 17.92.22 54 1 4

55 19.39.11 63 1 2

56 19.70.20 66 1 2

57 23.29.65 69 1 3

58 23.84.55 76 1 4

59 26.21.43 48 2 2

60 34.85.19 53 2 5

61 38.83.02 49 1 11

62 41.24.11 26 1 2

63 42.03.59 60 2 3

64 42.93.47 66 1 8

65 43.09.30 67 1 4

66 43.10.42 40 2 2

67 44.36.61 75 1 2

68 45.59.67 70 2 4

69 45.78.83 47 2 5

70 45.98.26 64 2 2

71 46.22.95 45 1 8

72 46.89.36 16 1 1

73 46.93.50 18 2 2

74 46.93.50 18 2 2

75 46.96.72 22 2 11


(5)

77 47.58.46 73 2 2

78 49.15.94 21 2 2

79 50.41.39 54 2 1

80 50.65.44 29 1 8

81 51.07.79 1 1 6

82 51.50.91 16 1 2

83 51.92.41 56 1 1

84 52.94.69 62 1 2

85 33.37.97 36 1 8

86 36.68.77 63 1 3

87 41.51.13 41 2 2

88 42.30.03 59 1 4

89 43.00.76 8 1 4

90 43.48.45 30 2 10

91 44.66.72 66 1 8

92 44.86.20 23 2 2

93 46.37.42 17 2 1

94 46.54.62 45 2 4

95 47.75.61 46 1 2

96 53.35.07 51 2 7

97 53.82.86 47 1 3

98 41.12.10 30 1 4

99 47.60.11 23 2 1

100 50.27.37 70 2 8

101 41.86.73 48 2 3

102 47.90.23 38 1 4

103 33.20.15 61 1 9

104 39.88.86 31 1 9

105 46.78.63 46 2 9

106 50.77.06 25 2 9

107 33.75.64 34 2 4

108 42.30.81 46 1 4

109 42.55.05 35 2 4

110 48.17.68 10 2 4


(6)

Distribusi frekuensi karakteristik penderita erupsi obat alergi berdasarkan usia

Statistics

umur

N Valid 111 Missing 0 Mean 41.2703 Median 41.0000 Mode 21.00a Std. Deviation 18.88672 Variance 356.708 Range 79.00 Minimum 1.00 Maximum 80.00 a. Multiple modes exist. The smallest value is shown


(7)

Distribusi frekuensi karakteristik penderita erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin

kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1.00 55 49.5 49.5 49.5

2.00 56 50.5 50.5 100.0 Total 111 100.0 100.0

1 = laki- laki 2 = wanita


(8)

Distribusi frekuensi gambaran klinis erupsi obat alergi

gejala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1.00 22 19.8 19.8 19.8

2.00 28 25.2 25.2 45.0 3.00 7 6.3 6.3 51.4 4.00 24 21.6 21.6 73.0 5.00 2 1.8 1.8 74.8 6.00 2 1.8 1.8 76.6 7.00 5 4.5 4.5 81.1 8.00 12 10.8 10.8 91.9 9.00 4 3.6 3.6 95.5 10.00 1 .9 .9 96.4 11.00 4 3.6 3.6 100.0 Total 111 100.0 100.0

1= Morbiliformis

2= Urtikaria dan Angioedema 3 = Fixed drug eruption

4 = Dermatitis eksfoliativa 5 = Purpura

6 = Vaskulitis

7 = Reaksi Fotoalergik

8 = Pustulosis eksantematosa generalisata akut

9 = Steven Johnsons Syndrome 10 = Toxic Epidermolysis Necrose


(9)

Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin dan gambaran klinis erupsi obat alergi

gejala * kelamin Crosstabulation

kelamin

Total 1.00 2.00

gejala 1.00 Count 10 12 22 % of Total 9.0% 10.8% 19.8% 2.00 Count 11 17 28 % of Total 9.9% 15.3% 25.2% 3.00 Count 5 2 7 % of Total 4.5% 1.8% 6.3% 4.00 Count 15 9 24 % of Total 13.5% 8.1% 21.6% 5.00 Count 0 2 2 % of Total .0% 1.8% 1.8% 6.00 Count 2 0 2 % of Total 1.8% .0% 1.8% 7.00 Count 0 5 5 % of Total .0% 4.5% 4.5% 8.00 Count 8 4 12 % of Total 7.2% 3.6% 10.8% 9.00 Count 2 2 4 % of Total 1.8% 1.8% 3.6% 10.00 Count 0 1 1 % of Total .0% .9% .9% 11.00 Count 2 2 4 % of Total 1.8% 1.8% 3.6% Total Count 55 56 111


(10)

ABSTRAK

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu

manifestasi tersebut adalah erupsi obat alergi atau allergic drug eruption, yaitu reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi.

Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif. Jumlah sampel sebanyak 111 pasien erupsi obat alergi pada departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012. Teknik pengambilan sampel adalah teknik total sampling. Data diperoleh dari rekam medis dan departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

Hasil penelitian menunjukkan penderita erupsi obat alergi paling banyak berada pada usia 21- 30 (22,5%), berjenis kelamin wanita (50,5%), dan gambaran klinis terbanyak adalah urtikaria dan angioedema (25,2%)

Data dan informasi hasil penelitian ini sebaiknya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi tim medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sehingga tim medis dapat segera mendiagnosis penyakit erupsi obat alergi berdasarkan data epidemiologi.


(11)

ABSTRACT

Skin is one of the human organ that is very easy to give a clinical manifestation. One of the manifestation is allergic drug eruption. Allergic drug eruption is allergic reaction on the skin or mucocutaneous that occur as a result of systemic drug delivery.

This study aims to find out the characteristic distribution of patient with allergic drug eruption.

A descriptive retrospective study was done in this study through the total sample of 111 patients with allergic drug eruption in the health sciences department of skin and venereal General Hospital Haji Adam Malik within 2010-2012 . Total sampling was chosen as sampling technique. Data were obtained from medical records department and health sciences department of skin and venereal General Hospital Haji Adam Malik.

Results showed that patients with allergic drug eruptions are most at age 21-30 ( 22.5 % ) , female sex ( 50.5 % ) , and the highest clinical manifestation are urticaria and angioedema ( 25.2 % )

The results of this study should be taken into consideration for practitioners in General Hospital Haji Adam Malik they can immediately diagnose allergic drug eruption based on epidemiological data.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Adithan, C., 2006. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert Departement of Pharmacology Volume 2 Issue 1. India: JIPMER, 1-4.

ASHP, 1995. Guidelines on Adverse Drug Reaction Monitoring and Reporting. Availablefrom:http://www.ashp.org/s_ashp/docs/files/MedMis_Gdl_ADR.p df

Budnitz, D.L., Lovegrove, M.C., Shebab, N. & Richards, C.L., 2011. Emergency Hospitalizations for Adverse Drug Events in Older Americans. The New England Journal of Medicine, 365 (21): 2002-2012.

[Accesed 20 April 2013].

Cahyanur, R., Koesnoe, S. & Sukmana, N., 2011. Sindrom Hipersensivitas Obat.

J Indon Med Assoc, 61 (4): 179-185.

Chatterjee, S., Ghosh, A.P., Barbhuiya, J. & Dey, S.K., 2006. Adverse Cutaneous Drug Reactions: A One Year Survey at a Dermatology Outpatient Clinic of a Tertiary Care Hospital. Indian Journal of Pharmacology, 38 (6): 429-431. CIMS, 1999. Skin and Appendages Disorders. In: Reporting Adverse Drug

Reaction. Geneva: Council for International Organization of Medical Sciences, 32.

Docrat, M.E., 2005. Skin Focus. Current Allergy & Clinical Immunology, 18 (1): 24.

Edward, I.R. & Aronson, J.K., 2000. Adverse Drug Reactions: Definitions, Diagnosis, and Management. The Lancet, 356: 1255-1259.

Ghosh, S., Acharya, L.D. & Rao, P.G.M., 2006. Study and Evaluation of the Various Cutaneous Adverse Drug Reactions in Kasturba Hospital, Manipal.


(13)

Hamzah, M., 2007. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 154-158.

Hotchandani, S.C., Bhatt, J.D. & Shah, M.K., 2010. A Prospective Analysis of Drug-Induced Acute Cutaneous Reactions Reported in Patients at a Tertiary Care Hospital. Indian Journal of Pharmacology, 42 (2): 118-119.

HSA, 2002. Analysis of Adverse Drug Reaction. Health Science Authority, 4 (1): 1-4.

Lee, A., and Thomson, J., 2006. Drug-induced Kkin. In: Adverse Drug Reactions 2nd edition. ISBN: Pharmaceutical Press, 125-156.

Metha, T.K., Marquis, L. & Shetty, J.N., 1971. A Study of 70 Cases of Drug Eruptions. Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology, 37 (1): 2-5.

Nandha, R., Gupta, A. & Hashmi, A., 2011. Cutaneous Adverse Drug Reactions in a Tertiary Care Teaching Hospital: A North Indian Perspective.

International Journal of Applied and Basic Medical Research, 1 (1): 50-53. Nayak, S. & Acharjya, B., 2008. Adverse Cutaneus Drug Reactions. Indian

Journal of Dermatology, Venereology and Leprology, 53 (1): 2-8.

Pudukadan, D. & Thappa, D.M., 2004. Adverse Cutaneous Drug Reactions: Clinical Pattern and Causative Agents in a Tertiary Care Center in South India. Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology, 70 (1): 20-24.


(14)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Data Rekam Medik Pasien Erupsi Obat

Alergi

Distribusi Karakteristik Pasien Erupsi

Obat Alergi Berdasarkan Usia Distribusi Karakteristik

Pasien Erupsi

Obat Alergi Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi Karakteristik Pasien Erupsi Obat Alergi Berdasarkan Gambaran Klinis Erupsi Obat


(15)

3.2. Definisi Operasional

Erupsi obat alergi adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik.

Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi berdasarkan usia dikelompokkan menjadi:

Usia < 11 tahun Usia 11 - 20 tahun Usia 21 - 30 tahun Usia 31 - 40 tahun Usia 41 – 50 tahun Usia 51 – 60 tahun Usia 61 – 70 tahun Usia > 70 tahun

Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi:

Pria Wanita Usia

Jenis Kelamin


(16)

Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi berdasarkan gambaran klinis erupsi obat alergi dikelompokkan menjadi:

Morbiliformis

Urtikaria dan Angioedema

Fixed drug eruption

Dermatitis eksfoliativa Purpura

Vaskulitis

Reaksi fotoalergik

Pustulosis eksantematosa generalisata akut

Steven Johnsons Syndrome

Toxic Epidermolysis Necrose

Lain-lain Gambaran


(17)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama bulan September 2013. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi target penelitian ini adalah pasien yang mengalami erupsi obat alergi. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini sebanyak 111 pasien. 4.4. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.4.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari rekam medis dan data dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.


(18)

4.4.2. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Analisis statistik untuk data deskriptif dilakukan persentase (data kategorik).


(19)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah rumah sakit umum pusat Haji Adam Malik Medan yang beralamat di jalan Bunga Lau nomor 17 Medan Tuntungan, Kemenangan Tani.

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Terdapat sebanyak 111 data penderita erupsi obat alergi dalam penelitian ini. Dari keseluruhan penderita erupsi obat alergi, gambaran karakteristik yang diamati meliputi usia dan jenis kelamin. Tabel 5.1 mengambarkan distribusi frekuensi karakteristik penderita erupsi obat alergi berdasarkan usia sedangkan tabel 5.2 mengambarkan distribusi frekuensi karakteristik penderita erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin.


(20)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik penderita erupsi obat alergi berdasarkan usia

Usia Jumlah %

< 11 tahun 4 3,6

11 – 20 tahun 11 10

21 – 30 tahun 25 22,5

31 – 40 tahun 15 13,5

41 – 50 tahun 19 17,1

51 – 60 tahun 15 13,5

61 – 70 tahun 17 15,3

>70 tahun 5 4,5

Total 111 100

Dari tabel 5.1 didapatkan bahwa penderita erupsi obat alergi di rumah sakit umum pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2010 - 2012 paling banyak berada pada usia 21- 30 tahun yaitu sebanyak 25 orang (22,5%), diikuti usia 41- 50 tahun yaitu sebanyak 19 orang (17,1%), usia 61- 70 tahun yaitu sebanyak 17 orang (15,3%), usia 31- 40 dan usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 15 orang (13,5%), usia 11- 20 tahun yaitu sebanyak 11 orang (10%), usia >70 tahun yaitu sebanyak 5 orang (4,5%), dan paling sedikit pada usia dibawah 11 tahun yaitu sebanyak 4 orang (3,6%).

Didapatkan rata-rata usia adalah 41,27 tahun dengan usia minimum 1 tahun dan usia maksimum 80 tahun.


(21)

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik penderita erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah %

Pria 55 49,5

Wanita 56 50,5

Total 111 100

Dari tabel 5.2 terlihat bahwa jumlah penderita erupsi obat alergi pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu 56 orang (50,5%) wanita dan 55 orang (49,5%) pria.

5.3 Hasil Analisis Data dan Pembahasan 5.3.1 Hasil Analisis Data

Hasil uji terhadap gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012 berdasarkan gambaran klinis erupsi obat alergi dapat dilihat pada tabel 5.3.


(22)

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi gambaran klinis erupsi obat alergi

Gambaran klinis f %

Morbiliformis 22 19,8

Urtikaria dan Angioedema 28 25,2

Fixed drug eruption 7 6,3

Dermatitis eksfoliativa 24 21,6

Purpura 2 1,8

Vaskulitis 2 1,8

Reaksi Fotoalergik 5 4,5

Pustulosis eksantematosa generalisata akut 12 10,8

Steven Johnsons Syndrome 4 3,6

Toxic Epidermolysis Necrose 1 0,9

Lain-lain 4 3,6

Total 111 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa gambaran klinis yang timbul paling banyak yaitu 28 (25,2%) kasus dengan gambaran urtikaria dan angioedema, 24 (21,6%) dengan gambaran dermatitis eksfoliativa, 22 (19,8%) pasien erupsi obat alergi dengan gambaran morbiliformis, 12 (10,8%) dengan gambaran pustulosis eksantematosa generalisata akut, 7 (6,3%) dengan gambaran fixed drug eruption, 5 (4,5%) dengan gambaran reaksi fotoalergik, 4 (3,6%) dengan gambaran steven johnsons syndrome, 2 (1,8%) dengan gambaran purpura, 2 (1,8%) dengan gambaran vaskulitis, 1 (0,9%) dengan gambaran toxic epidermolysis necrose, dan 4 (3,6%) dengan gambaran lain –lain yaitu eritema multiforme.


(23)

Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012 berdasarkan usia dan gambaran klinis erupsi obat alergi dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi berdasarkan usia dan gambaran klinis erupsi obat alergi

Usia (Tahun)

Gambaran < 11 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 >70

Klinis f f f f f f f f

Morbiliformis 1 4 8 2 2 3 1 1

Urtikaria dan 0 4 8 4 5 0 5 2

Angioedema

Fixed drug eruption 0 0 0 0 3 2 2 0

Dermatitis 2 1 1 6 2 6 5 1

eksfoliativa

Purpura 0 0 0 0 1 1 0 0

Vaskulitis 1 0 0 0 0 0 1 0

Reaksi Fotoalergik 0 0 2 0 1 1 0 1

Pustulosis 0 1 3 2 2 1 3 0

eksantematosa generalisata akut

Steven Johnsons 0 0 1 1 1 0 1 0

Syndrome


(24)

Dari tabel diatas, terlihat bahwa pada usia dibawah 11 tahun, gambaran klinis yang paling banyak adalah dermatitis eksfoliata, 11-20 tahun serta 21-30 tahun adalah morbiliformis dan urtikaria, 31-40 tahun adalah dermatitis eksfoliata, 41-50 tahun adalah fixed drug eruption, 51-60 tahun adalah dermatitis eksfoliata, 61-70 tahun adalah dermatitis eksfoliata dan urtikaria, dan diatas 70 tahun adalah urtikaria.

Gambaran klinis morbiliformis paling banyak dialami pada usia 21-30 tahun, urtikaria dan angioedema paling banyak pada usia 21-30 tahun, fixed drug eruption paling banyak pada usia 41-50 tahun, dermatitis eksfoliata paling banyak pada usia 31-40 dan 51-60 tahun, purpura paling banyak pada usia 41-60 tahun, vaskulitis paling banyak pada usia dibawah 11 dan 61-70 tahun, reaksi fotoalergik paling banyak pada usia 41-60 tahun dan diatas 70 tahun, pustulosis eksantematosa generalisata akut paling banyak pada usia 21-30 dan 61-70 tahun,

steven johnsons syndrome paling banyak pada usia 21-50 dan 61-70 tahun, dan

toxic epidermolysis necrose paling banyak pada usia 21-30 tahun

Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012 berdasarkan jenis kelamin dan gambaran klinis erupsi obat alergi dapat dilihat pada tabel 5.5.


(25)

Tabel 5.5 Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin dan gambaran klinis erupsi obat alergi

Jenis Kelamin

Gambaran Pria Wanita

Klinis f (%) f (%)

Morbiliformis 10 (9) 12(10,8)

Urtikaria dan Angioedema 11 (9,9) 17 (15,3)

Fixed drug eruption 5 (4,5) 2 (1,8)

Dermatitis eksfoliativa 15 (13,5) 9 (8,1)

Purpura 0 (0) 2 (1,8)

Vaskulitis 2 (1,8) 0 (0)

Reaksi Fotoalergik 0 (0) 5 (4,5)

Pustulosis eksantematosa 8 (7,2) 4 (3,6)

generalisata akut

Steven Johnsons Syndrome 2 (1,8) 2(1,8)

Toxic Epidermolysis Necrose 0 (0) 1 (0,9)

Lain-lain 2 (1,8) 2 (1,8)

Total 55 (49,5) 56 (50,5)


(26)

Dari tabel 5.5 dapat dilihat gambaran klinis morbiliformis lebih banyak terjadi pada wanita, gambaran klinis urtikaria dan angioedema lebih banyak terjadi pada wanita, gambaran klinis fixed drug eruption lebih banyak terjadi pada pria, gambaran klinis dermatitis eksfoliativa lebih banyak terjadi pada pria, gambaran klinis purpura lebih banyak terjadi pada wanita, gambaran klinis vaskulitis lebih banyak terjadi pada pria, gambaran klinis reaksi fotoalergik lebih banyak terjadi pada wanita, gambaran klinis pustulosis eksantematosa generalisata akut lebih banyak terjadi pada pria, gambaran klinis steven johnsons syndrome

sama antara pria dengan wanita, dan gambaran klinis toxic epidermolysis necrose

lebih banyak terjadi pada wanita. 5.3.2 Pembahasan

Menurut penelitian Saha et al. (2012), kasus erupsi obat alergi rata-rata terjadi pada usia 33,2 tahun pada pria dan 34,4 tahun pada wanita.

Menurut penelitian Nandha, Gupta & Hashmi (2011), kasus erupsi obat alergi paling tinggi terjadi pada usia 21-30 tahun yaitu sekitar 25,27%, lalu diikuti usia 31-40 tahun sekitar 23,07%, usia 11-20 tahun sekitar 17,58%, usia 41-50 tahun sekitar 15,38%, usia 51-60 tahun sekitar 9,89%, usia 61-70 tahun sekitar 5,49%, usia dibawah 10 tahun sekitar 3,29%, dan usia diatas 70 tahun sekitar 1,09%.

Menurut penelitian Chatterjee et al. (2006), kasus erupsi obat alergi rata-rata terjadi pada usia 26,81 ±10.22 tahun pada pria dan 26,74 ±9.39 tahun pada wanita. Menurut penelitian Pudukadan & Thappa (2004), kasus erupsi obat alergi rata-rata terjadi pada usia 37,06 tahun dimana kasus paling tinggi terjadi pada usia 20-39 tahun.

Menurut penelitian Sharma, Sethuraman & Kumar (2001), kasus erupsi obat alergi paling tinggi terjadi pada usia 30-40 tahun sedangkan menurut penelitian Metha, Marquis & Shetty (1971) usia 20-40 tahun.

Menurut penelitian Chatterjee et al. (2006), kasus erupsi obat alergi lebih sering terjadi pada wanita yaitu sekitar 61,16%. Menurut penelitian Pudukadan & Thappa (2004), perbandingan terjadinya kasus erupsi obat alergi pada pria dan


(27)

wanita adalah 0.87 : 1 sedangkan menurut penelitian Sharma, Sethuraman & Kumar (2001) adalah 1,47 : 1. Menurut penelitian Metha, Marquis & Shetty (1971), perbandingan terjadinya kasus erupsi obat alergi pada pria dan wanita adalah sama.

Menurut penelitian Saha et al. (2012), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah morbiliformis yaitu sekitar 30,18%, lalu diikuti fixed drug eruption sekitar 24,52%, Stevens-Johnson syndrome-Toxic epidermal necrolysis sekitar 24,50%, dermatitis eksfoliativa sekitar 7,54%, urtikaria sekitar 5,6%, dan reaksi foto alergik sekitar 3,8%.

Menurut penelitian Nandha, Gupta & Hashmi (2011), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah morbiliformis yaitu sekitar 42,85%. Hal ini sama dengan hasil penelitian Young, Jong & Joo di tahun yang sama dimana gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah morbiliformis yaitu sekitar 68,8%, lalu diikuti Stevens-Johnson syndrome sekitar 10,6%, urtikaria sekitar 8,5%, fixed drug eruption sekitar 2,9%,

toxic epidermal necrolysis sekitar 1,4%, dan erupsi bula 0,7%.

Menurut penelitian Shah, Desai & Dikshit (2011), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah fixed drug eruption yaitu sekitar 27,3% dan diikuti morbiliformis sekitar 24,5%. Menurut penelitian Hotchandani, Bhatt & Shah (2010), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah fixed drug eruption yaitu sekitar 37,1% dan diikuti morbiliformis sekitar 28,6%.

Menurut penelitian Gosh (2006), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah morbiliformis yaitu sekitar 21% sedangkan menurut penelitian Soebaryo, Nugrohowati & Effendi (2004), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah fixed drug eruption

yaitu sekitar 21,99%.


(28)

dermatitis eksfoliativa sekitar 3,3%, pustulosis eksamentosa generalisata akut sekitar 2,2%, dan angioedema sekitar 1,1%.

Menurut penelitian Sharma, Sethuraman & Kumar (2001), gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah morbiliformis yaitu sekitar 34,6%, lalu diikuti fixed drug eruption sekitar 30%, dan urtikaria sekitar 14%.


(29)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Penderita erupsi obat alergi di rumah sakit umum pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2010 - 2012 paling banyak berada pada usia 21- 30 tahun yaitu sebanyak 25 orang (22,5%) dan paling sedikit pada usia dibawah 11 tahun yaitu sebanyak 4 orang (3,6%).

2. Jumlah penderita erupsi obat alergi pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu 56 orang (50,5%) wanita dan 55 orang (49,5%) pria.

3. Gambaran klinis erupsi obat alergi yang timbul paling banyak yaitu 28 (25,2%) kasus dengan gambaran urtikaria dan angioedema dan paling sedikit yaitu 1 (0,9%) dengan gambaran toxic epidermolysis necrose. 6.2 Saran

1. Data dan informasi hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

2. Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan memperluas variabel-variabel lainnya.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Erupsi Obat Alergi

2.1.1. Definisi Erupsi Obat Alergi

Reaksi silang obat adalah reaksi berbahaya atau tidak diinginkan yang diakibatkan dari penggunaan produk pengobatan dan dari reaksi tersebut dapat diprediksikan bahaya penggunaan produk itu di masa yang akan datang sehingga dilakukan tindakan penggantian maupun penarikan produk (Edward & Aronson 2000).

Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) pada tahun 1995, reaksi silang obat adalah respon obat yang tidak diinginkan sehingga memerlukan penghentian obat, penggantian obat, perawatan rumah sakit, pengobatan tambahan, dan menyebabkan prognosis negatif seperti cacat permanen sampai kematian.

Salah satu bentuk reaksi silang obat pada kulit adalah erupsi obat alergi. Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption itu sendiri adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan (Hamzah, 2007).

2.1.2. Epidemiologi Erupsi Obat Alergi

Menurut hasil penelitian Chatterjee et al. (2006), insidens erupsi obat alergi mencapai 2,66% dari total 27.726 pasien dermatologi selama setahun. Erupsi obat alergi terjadi pada 2-3% pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi hanya 2% yang berakibat fatal. Insidens erupsi obat alergi pada negara berkembang berkisar antara 1% – 3%. Di India, kasus erupsi obat alergi mencapai 2-5%. Erupsi obat alergi terjadi 2-3% dari seluruh reaksi silang obat. Hampir 45% dari seluruh pasien dengan erupsi di kulit merupakan kasus erupsi obat alergi. Insidens erupsi obat alergi lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria (Nayak & Acharjya, 2008). Lebih dari 50% kasus Sindrom Steven Johnsons dan hampir


(31)

90% penderita toxic epidermal necrolysis terkait dengan penggunaan obat (Adithan, 2006).

2.1.3. Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat Alergi

Faktor-faktor risiko yang menimbulkan erupsi obat adalah (Patterson, 2009):

1. Jenis kelamin dan usia

Banyak orang menyatakan bahwa anak-anak lebih jarang tersensitisasi akibat obat jika dibandingkan dengan orang dewasa. Akan tetapi beberapa jenis kasus erupsi obat alergi yang memiliki prognosis buruk lebih sering mengenai anak-anak. Pada anak – anak, ruam merah yang timbul akibat virus sering mengaburkan gambaran klinis erupsi alergi obat akibat antimikroba yang diberikan. Wanita lebih sering menderita erupsi obat alergi dibandingkan pria.

2. Faktor genetik

Erupsi obat alergik berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan misalnya pada kasus nekrolisis epidermal toksik akibat sulfonamida. Hal ini berhubungan dengan gen human leukocyte antigen. Diantara para remaja yang memiliki orang tua dengan riwayat alergi antibiotika, 25,6% remaja tersebut juga memiliki alergi obat yang sama.

3. Pajanan obat sebelumnya

Hal yang terpenting dari erupsi alergi obat adalah pajanan obat yang sebelumnya menimbulkan alergi ataupun obat – obatan lain yang memiliki struktur kimia yang sama.Akan tetapi, alergi obat tidak bersifat persisten. Setelah pajanan, imunnoglobulin e dapat bertahan dari 55 hongga 2000 hari.


(32)

5. Bentuk obat

Beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida memiliki potensial untuk mensensitisasi tubuh.

6. Cara masuk obat

Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan erupsi alergi obat. Antibiotika beta laktam dan sulfonamida jarang digunakan secara topikal karena alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan dalam timbunya erupsi alergi obat.

2.1.4. Patogenesis Erupsi Obat Alergi

Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme (Riedl & Casillas, 2003).

Menurut Lee & Thomson (2006), terdapat empat mekanisme imunologis. Reaksi pertama yaitu reaksi tipe I (reaksi anafilaksis) merupakan mekanisme yang paling banyak ditemukan. Pada tipe ini, imunoglobulin yang berperan ialah imunoglobulin E yang mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi, tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok. Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II (reaksi autotoksis) dimana terdapat ikatan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.


(33)

Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III (reaksi kompleks imun) dimana antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme keempat adalah reaksi tipe IV (reaksi alergi seluler tipe lambat). Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen (Lee & Thomson, 2006).


(34)

Tabel 2.1. Reaksi Imunologis dan Non Imunologis

Tipe Contoh Kasus

Imunologis

Reaksi Tipe 1 Anafilaksis antibioktik beta laktam Reaksi Tipe 2 Anemia hemolitik akibat penisillin Reaksi Tipe 3 Serum sickness akibat anti-thymocyte

globulin

Reaksi Tipe 4 Dermatitis kontak akibat antihistamin

topikal

Aktivasi sel T spesifik Morbilliform rash akibat sulfonamid

Fas/Fas ligand-induced apoptosis Stevens-Johnson syndrome Toxic epidermal necrolysis

Non imunologis

Efek samping farmakologis Bibir kering akibat antihistamin Efek samping farmakologis sekunder Thrush akibat pemakaian antibiotik Toksisitas obat Hepatotoksisitas akibat methotrexate

Overdosis obat Kejang akibat kelebihan pemakaian

lidokain

Intoleransi Tinitus akibat pemakaian aspirin


(35)

2.1.5. Gambaran Klinis Erupsi Obat Alergi

Erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain pada umumnya, yaitu (Hamzah, 2007):

1. Erupsi makulapapular atau morbiliformis

Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa dapat diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris yang terdiri atas eritema dan selalu ada gejala pruritus. Kadang-kadang ada demam, malaise, dan nyeri sendi. Lesi biasanya timbul dalam 1-2 minggu setelah dimulainya terapi. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non steroid, sulfonamid, dan tetrasiklin.

2. Urtikaria dan angioedema

Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadang-kadang disertai angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila menyerang glotis. Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malese, nyeri kepala dan vertigo. Angioedema biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema pada lidah dan laring harus mendapat pertolongan segera. Penyebab tersering ialah penisilin, asam asetilsalisilat, dan obat anti inflamasi non steroid.

3. Fixed drug eruption

Fixed drug eruption disebabkan khusus obat atau bahan kimia (Docrat,2005). Fixed drug eruption merupakan salah satu erupsi


(36)

hilang, bahkan sering menetap. Dari namanya dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan akan timbul berkali-kali pada tempat yang sama. Tempat predileksinya di sekitar mulut, di daerah bibir dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat. Obat penyebab yang sering ialah sulfonamid, barbiturat, trimetropin dan analgesik. 4. Eritroderma (dermatitits eksfoliativa)

Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama. Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit lain di samping alergi karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik temasuk keganasan pada sistem limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia). Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul pada stadium penyembuhan. Obat-obat yang biasa menyebabkannya ialah sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon. 5. Purpura

Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat. Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan dan disertai rasa gatal.

6. Vaskulitis

Vaskulitis ialah radang pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa palpable purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada ekstremitas bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam, mialgia, dan anoreksia. Obat penyebab ialah penisilin, sulfonamid, obat anti inflamasi non steroid, antidepresan dan antiaritmia. Jika vaskulitis terjadi pada pembuluh darah sedang berbentuk eritema nodosum. Kelainan


(37)

kulit berupa eritema dan nodus yang nyeri dengan eritema di atasnya disertai gejala umum berupa demam dan malese. Tempat predileksinya di daerah ekstensor tungkai bawah. Eritema nodosum dapat pula disebabkan oleh beberapa penyakit lain misalnya tuberkulosis, infeksi streptokokus dan lepra. Obat yang dianggap sering menyebabkan eritema nodosum ialah sulfonamid dan kontrasepsi oral.

7. Reaksi fotoalergik

Gambaran klinis reaksi fotoalergi sama dengan dermatitis kontak alergik, lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan dapat meluas ke daerah tidak terpajan matahari. Obat yang dapat menyebabkan fotoalergi ialah fenotiazin, sulfonamida, obat anti inflamasi non steroid, dan griseofulvin.

8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut

Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut jarang terdapat, diduga dapat disebabkan oleh alergi obat, infeksi akut oleh enterovirus, hipersensitivitas terhadap merkuri dan dermatitis kontak. Kelainan kulitnya berupa pustul-pustul miliar nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada waktu demam tinggi, dan pustul pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari yang kemudian diikuti deskuamasi selama beberapa hari.

9. Disamping kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi kelainan berupa eritema multiforme, sindrom Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.


(38)

keratinosit. Terdapat 2 perbedaan utama antara Pustulosis eksantematosa generalisata akut dan psoriasis pustulosa, yaitu Pustulosis eksantematosa generalisata akut terjadinya akut dan terdapat riwayat alergi obat. Pada Pustulosis eksantematosa generalisata akut pustul-pustul pada kulit yang eritematosa dan demam lebih cepat menghilang, selain itu gambaran histopatologik juga berbeda. 2.1.6. Pemeriksaan Penunjang Erupsi Obat Alergi

Pemeriksaan diagnostik untuk kasus erupsi obat alergi adalah dengan mengkonfirmasi marker biokemikal atau marker imunologi yang menyatakan aktivasi jalur imunopatologi reaksi obat. Pemilihan pemeriksaan penunjang didasarkan atas mekanisme imunologis yang mendasari erupsi obat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan penyebab erupsi obat alergi adalah (Nayak & Acharjya, 2008):

1. Biopsi kulit

Pemeriksaan histopatologi dan imunofloresensi direk dapat membantu menegakkan diagnosis erupsi obat alergi. Hal ini dapat dilihat dari adanya eosinofil dan edema jaringan. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat menentukan obat penyebab erupsi. 2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengevaluasi dan menegakkan diagnosis serta melihat kemungkinan etiologi penyebab erupsi. Pemeriksaan ini mencakup perhitungan darah lengkap (atypical lymphocytosis, neutrophilia, eosinophilia, dan lain-lain) serta fungsi kerja hati dan ginjal. Peningkatan jumlah eosinofil dapat menunjukkan erupsi obat alergi dimana bila perhitungan eosinofil lebih dari 1000 sel/mm3 menunjukkan erupsi obat alergi yang serius. Level obat dapat terdeteksi apabila terdapat overdosis dari obat tersebut.

3. Pemeriksaan uji tempel dan uji provokasi

Uji tempel (patch test) memberikan hasil yang masih belum dapat dipercaya. Uji provokasi (exposure test) dengan melakukan


(39)

pemaparan kembali obat yang dicurigai adalah yang paling membantu untuk saat ini, tetapi risiko dari timbulnya reaksi yang lebih berat membuat cara ini harus dilakukan dengan cara hati-hati dan harus sesuai dengan etika maupun alasan mediko legalnya.

2.1.7. Diagnosis Erupsi Obat Alergi

Dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah anamnesis yang teliti mengenai obat-obatan yang dipakai, kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat, dan rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris. Selain itu dilihat juga kelainan kulit yang ditemukan baik distribusi yang menyeluruh dan simetris serta bentuk kelainan yang timbul (Hamzah, 2007).

Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari jenis lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis mengenai cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian obat dengan onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya hal ini sulit untuk dievaluasi terutama pada penderita yang mengkonsumsi obat yang mempunyai waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi obat alergi yang bersifat persisten (Nayak & Acharjta, 2008).

2.1.8. Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergi

Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan erupsi obat alergi adalah dengan menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh. Penghentian obat yang dicurigai menjadi penyebab harus dihentikan secepat mungkin (Nayak & Acharjya, 2008).


(40)

fikstum dosis standar untuk orang dewasa adalah 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg sehari (Hamzah, 2007).

Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga diberikan jika terdapat rasa gatal. Kecuali pada urtikaria, efeknya kurang jika dibandingkan dengan kortikosteroid (Hamzah, 2007).

Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan kulit apakah kering atau basah. Jika dalam keadaan kering dapat diberikan bedak salisilat 2% ditambah dengan obat antipruritus seperti mentol ½-1% untuk mengurangi rasa gatal. Jika dalam keadaan basah perlu digunakan kompres, misalnya larutan asam salisilat 1%. Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat diberikan krim kortikosteroid, misalnya hidrokortison 1% sampai 2 ½%. Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan mengalami skuamasi dapat diberikan salep lanolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian (Hamzah, 2007).

2.1.9. Prognosis Erupsi Obat Alergi

Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven Johnson, prognosis sangat tergantung pada luas kulit yang terkena. (Hamzah, 2007). Sindrom Steven Johnsons memiliki angka mortalitas dibawah 5 % sedangkan toxic epidermal necrolysis mencapai 20-30% dan kebanyakan pasien meninggal akibat sepsis (Nayak & Acharjya 2008).

2.2. Gambaran Jenis-Jenis Obat yang menyebabkan Erupsi Obat Alergi Menurut penelitian Saha et al (2012), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah sulfonamid yaitu sekitar 17%, lalu diikuti flurokuinolon sekitar 11,3%, analgesik sekitar 11,3%, anti epilepsi sekitar 11,3%, allopurinol sekitar 7,5%, dan azitromicin sekitar 5,70%.


(41)

Menurut penelitian Young, Jong & Joo (2011), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 34,10%, lalu diikuti golongan anti konvulsan sekitar 32,88%, dan golongan anti inflamasi non steroid sekitar 21,51%.

Menurut penelitian Nandha, Gupta & Hashmi (2011), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 48,30%, lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 21,90%. Menurut penelitian Shah, Desai & Dikshit (2011), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu kotrimoksazole sekitar 15% dan flurokuinolon sekitar 15%.

Menurut penelitian Hotchandani, Bhatt & Shah (2010), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 61,4%, lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 22,9%, dan obat anti epilepsi sekitar 10%. Menurut penelitian Ghosh, Acharya & Rao (2006), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 30%, lalu diikuti golongan anti epilepsi sekitar 25%, obat anti tuberkulosis sekitar 11%, dan obat anti piretik sekitar 9%.

Menurut penelitian Pudukadan & Thappa (2004), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah kotrimoksazole yaitu sekitar 22,2%, lalu diikuti dapson sekitar 17,7% dan menurut penelitian Sharma, Sethuraman & Kumar (2001), jenis-jenis obat yang paling sering menyebakan erupsi obat alergi adalah golongan antimikroba yaitu sekitar 42,6% lalu diikuti golongan anti inflamasi non steroid sekitar 18%.


(42)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh (Shah, Desai & Dikshit, 2011). Salah satu gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat yakni obat yang diresepkan oleh dokter, obat yang dijual bebas, vaksin, dan suplemen sehari-hari (Budnitz, Lovegrove & Shebab, 2012).

Pajanan ulang dengan obat penyebab dapat menyebabkan erupsi obat alergi menjadi lebih berat daripada bentuk klinis sebelumnya bahkan dapat mengancam jiwa. Erupsi obat alergi merupakan masalah besar di bagian kulit dan kelamin terutama dalam menentukan obat penyebab erupsi karena adanya pengobatan multi regimen (Soebaryo, Nugrohowati & Effendi 2004) dan menurut

Council for International Organizations of Medical Sciences (CIMS) pada tahun 1999, reaksi obat alergi lebih sering muncul pada pasien yang menerima pengobatan sejumlah obat sehingga sulit untuk menentukan obat penyebab erupsi.

Alergi obat merupakan suatu hal yang perlu dipahami oleh seorang dokter. Akibat yang ditimbulkan tidak jarang berakhir dengan kecacatan atau kematian, serta terkadang menyebabkan dokter berurusan dengan aspek medikolegal (Cahyanur, Koesnoe & Sukmana 2011). Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption itu sendiri ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Pemberian dengan cara sistemik di sini berarti obat tersebut masuk melalui mulut, hidung, rektum, vagina, dan dengan suntikan atau infus (Hamzah, 2007).

Menurut Health Sciences Authority (HSA) pada tahun 2002, 80,93 % dari reaksi simpang obat merupakan erupsi obat alergi. Menurut hasil penelitian Chatterjee et al. (2006), insidens erupsi obat alergi mencapai 2,66% dari total 27.726 pasien dermatologi selama setahun. Kasus erupsi obat alergi paling tinggi terjadi pada usia 21-30 tahun yaitu sekitar 25,27% (Nandha, Gupta & Hashmi, 2011), lebih sering terjadi pada wanita yaitu sekitar 61,16% (Chatterjee et al.,


(43)

2006), dan gambaran klinis kasus erupsi obat alergi yang paling banyak terjadi adalah morbiliformis yaitu sekitar 30,18% (Saha et al., 2012).

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa erupsi obat alergi terjadi pada distribusi karakteristik tertentu. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012 berdasarkan usia.


(44)

3. Mengetahui gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012 berdasarkan gambaran klinis erupsi obat alergi.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Rumah Sakit

Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan masukkan bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tentang gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012. 1.4.2. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian bagi peneliti adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang erupsi obat alergi dan gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi menurut usia, jenis kelamin, dan gambaran klinis erupsi obat alergi.


(45)

GAMBARAN DISTRIBUSI KARAKTERISTIK PASIEN

ERUPSI OBAT ALERGI DI DEPARTEMEN ILMU

KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN

2010-2012

Oleh:

BILLI

100100008

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(46)

GAMBARAN DISTRIBUSI KARAKTERISTIK PASIEN

ERUPSI OBAT ALERGI DI DEPARTEMEN ILMU

KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN

2010-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

BILLI

NIM: 10100008

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(47)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN DISTRIBUSI KARAKTERISTIK PASIEN ERUPSI OBAT ALERGI DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

TAHUN 2010-2012 Nama : Billi

NIM : 100100008

Pembimbing Penguji I

(dr. Kristo A. Nababan, SpKK) (dr. Nelly Efrida Samosir, SpPK) NIP. NIP.

Penguji II

(dr. Masyitah, SpA)

NIP.

Medan, Desember 2013


(48)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih sangat sederhana dan masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan tanggapan dari berbagai pihak guna memperbaiki kesalahan dan kekurangan tersebut pada masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak membantu dan memberikan saran-saran selama penulisan karya tulis ilmiah sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Para staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh pegawai rumah sakit umum pusat Adam Malik Medan atas partisipasi dan bantuannya dalam proses pengumpulan data penelitian ini.


(49)

5. Orang tua tercinta, bapak Drs. Eddyanto, Ak. MBA dan ibu Suriani, SE, serta kakak dr. Carolin yang sangat penulis sayangi, yang telah memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis.

6. Seluruh rekan mahasiswa/i yang telah membantu memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala yang sebesar-besarnya.

Akhir kata dari penulis, semoga karya tulis ilmiah ini memiliki manfaat dan nilai bagi kita semua dan dimasa yang akan datang kiranya dapat menjadi rujukan untuk penulisan yang lebih baik lagi.

Medan, Desember 2013 Penulis


(50)

ABSTRAK

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu

manifestasi tersebut adalah erupsi obat alergi atau allergic drug eruption, yaitu reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi.

Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif. Jumlah sampel sebanyak 111 pasien erupsi obat alergi pada departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010-2012. Teknik pengambilan sampel adalah teknik total sampling. Data diperoleh dari rekam medis dan departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

Hasil penelitian menunjukkan penderita erupsi obat alergi paling banyak berada pada usia 21- 30 (22,5%), berjenis kelamin wanita (50,5%), dan gambaran klinis terbanyak adalah urtikaria dan angioedema (25,2%)

Data dan informasi hasil penelitian ini sebaiknya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi tim medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sehingga tim medis dapat segera mendiagnosis penyakit erupsi obat alergi berdasarkan data epidemiologi.


(51)

ABSTRACT

Skin is one of the human organ that is very easy to give a clinical manifestation. One of the manifestation is allergic drug eruption. Allergic drug eruption is allergic reaction on the skin or mucocutaneous that occur as a result of systemic drug delivery.

This study aims to find out the characteristic distribution of patient with allergic drug eruption.

A descriptive retrospective study was done in this study through the total sample of 111 patients with allergic drug eruption in the health sciences department of skin and venereal General Hospital Haji Adam Malik within 2010-2012 . Total sampling was chosen as sampling technique. Data were obtained from medical records department and health sciences department of skin and venereal General Hospital Haji Adam Malik.

Results showed that patients with allergic drug eruptions are most at age 21-30 ( 22.5 % ) , female sex ( 50.5 % ) , and the highest clinical manifestation are urticaria and angioedema ( 25.2 % )

The results of this study should be taken into consideration for practitioners in General Hospital Haji Adam Malik they can immediately diagnose allergic drug eruption based on epidemiological data.


(52)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Bagi Rumah Sakit... 3

1.4.2. Bagi Peneliti ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Erupsi Obat Alergi ... 4

2.1.1. Definisi Erupsi Obat Alergi ... 4

2.1.2. Epidemiologi Erupsi Obat Alergi ... 4

2.1.3. Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat Alergi ... 5


(53)

2.1.5. Gambaran Klinis Erupsi Obat Alergi ... 9

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang Erupsi Obat Alergi ... 12

2.1.7. Diagnosis Erupsi Obat Alergi ... 13

2.1.8. Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergi ... 13

2.1.9. Prognosis Erupsi Obat Alergi ... 14

2.2. Distribusi Karakteristik Pasien Erupsi Obat Alergi ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2. Definisi Operasional... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1. Jenis Penelitian ... 19

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4.3.1. Populasi ... 19

4.3.2. Sampel ... 19

4.4. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data... 19

4.4.1. Metode Pengumpulan Data ... 19

4.4.2. Metode Pengolahan Data ... 20

BAB 5 HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21


(54)

5.3.2 Pembahasan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1 Kesimpulan ... 31

6.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN


(55)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Reaksi Imunologis dan Non Imunologis 8 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik penderita 22

erupsi obat alergi berdasarkan usia

5.2. Distribusi frekuensi karakteristik penderita 23 erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin

5.3. Distribusi frekuensi gambaran klinis erupsi obat alergi 24 5.4. Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi 25

berdasarkan usia dan gambaran klinis erupsi obat alergi

5.5. Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi 27 berdasarkan jenis kelamin dan gambaran klinis erupsi


(56)

DAFTAR SINGKATAN

ASHP American Society of Health-System Pharmacists

CIMS Council for International Organizations of Medical Sciences

HSA Health Sciences Authority


(57)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Komisi Etik Lampiran 3. Data Induk (Master Data)


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Bagi Rumah Sakit... 3

1.4.2. Bagi Peneliti ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Erupsi Obat Alergi ... 4

2.1.1. Definisi Erupsi Obat Alergi ... 4

2.1.2. Epidemiologi Erupsi Obat Alergi ... 4


(2)

2.1.5. Gambaran Klinis Erupsi Obat Alergi ... 9

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang Erupsi Obat Alergi ... 12

2.1.7. Diagnosis Erupsi Obat Alergi ... 13

2.1.8. Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergi ... 13

2.1.9. Prognosis Erupsi Obat Alergi ... 14

2.2. Distribusi Karakteristik Pasien Erupsi Obat Alergi ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2. Definisi Operasional... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1. Jenis Penelitian ... 19

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4.3.1. Populasi ... 19

4.3.2. Sampel ... 19

4.4. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data... 19

4.4.1. Metode Pengumpulan Data ... 19

4.4.2. Metode Pengolahan Data ... 20

BAB 5 HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 21

5.3 Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 23

5.3.1 Hasil Analisis Data ... 23


(3)

5.3.2 Pembahasan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1 Kesimpulan ... 31

6.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Reaksi Imunologis dan Non Imunologis 8

5.1. Distribusi frekuensi karakteristik penderita 22 erupsi obat alergi berdasarkan usia

5.2. Distribusi frekuensi karakteristik penderita 23 erupsi obat alergi berdasarkan jenis kelamin

5.3. Distribusi frekuensi gambaran klinis erupsi obat alergi 24 5.4. Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi 25

berdasarkan usia dan gambaran klinis erupsi obat alergi

5.5. Distribusi karakteristik pasien erupsi obat alergi 27 berdasarkan jenis kelamin dan gambaran klinis erupsi

obat alergi


(5)

DAFTAR SINGKATAN

ASHP American Society of Health-System Pharmacists

CIMS Council for International Organizations of Medical Sciences

HSA Health Sciences Authority


(6)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Komisi Etik Lampiran 3. Data Induk (Master Data)


Dokumen yang terkait

Profil Erupsi Obat di Satuan Medis Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010 – 2013

2 97 59

Gambaran Karakteristik Kejadian Erupsi Obat Alergi pada Penderita HIV/AIDS di Pusyansus Rumah Sakir Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010-2012

0 69 69

Proporsi Pasien Dermatitis Seboroik di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Tahun 2010-2012

2 79 75

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

2 17 74

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 13

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 1 1

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 1 5

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 22

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 4

Profil Onikomikosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2007 – Desember 2012

0 0 10