Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat

BAB II
PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENAYANGAN BERITA KRIMINAL
OLEH TELEVISI TERHADAP HAK ANAK UNTUK MEMPEROLEH
INFORMASI YANG SEHAT

D. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Media massa memegang peranan yang sangat penting bagi manusia, terutama
di era reformasi ini. Media massa dapat dipandang sebagai alat kekuasaan yang
efektif karena kemampuannya untuk menarik dan mengarahkan perhatian, membujuk
pendapat dan tanggapan, mempengaruhi pilihan sikap, memberikan status dan
legitimasi serta mendefinisikan dan membentuk persepsi realitas. Media massa,
terutama televisi, saat ini sedang berkembang dengan pesat. Munculnya berbagai
stasiun televisi baru memunculkan kompetisi yang sangat menantang untuk merebut
khalayak konsumen sebanyak-banyaknya. Inovasi-inovasi dimunculkan untuk
menarik minat khalayak konsumen dan menciptakan variasi dan ragam mata acara. 53
Suatu mata acara dapat dimunculkan di televisi apabila para konsumen
berminat, pengiklan berminat dan stasiun televisi juga berminat. Tanpa adanya minat
para konsumen, pengiklan tidak mau memasang iklan dan berarti stasiun televisi
tidak mendapatkan keuntungan, sehingga suatu acara tidak dapat tampil. Bisa juga
yang terjadi adalah pengiklan dan stasiun televisi bekerjasama untuk memunculkan
acara tertentu untuk memancing minat para konsumen. Pengiklan dan stasiun televisi

memegang peranan penting bagi muncul dan suksesnya suatu acara. Ketiga pihak
yang berperan dalam muncul dan suksesnya, konsumenlah yang memegang peranan

53

http://www.kompasiana.com/aprian_shmh.co.id/tinjauan-yuridis-perlindungan-anakterhadap-visualisasi-oleh-media-televisi-mengenai-anak-yang-terpaksa-melakukan-tindak-pidanamenurut-undang-undang-nomor-32-tahun-2002-tentang-penyiaran_54f5cc14a333113c4f8b4592.html,
22
diakses tanggal 4 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

kunci karena tanpa pihak konsumen, stasiun televisi dan pengiklan seolah-olah tidak
mempunyai dasar. Pihak konsumenlah yang menjadi sumber acuan terciptanya suatu
acara. Jadi dapat dikatakan bahwa tren acara di televisi sering ditentukan oleh pihak
konsumen. Pengiklan dan stasiun televisi hanya sebagai sarana mewujudkan
terjadinya acara di media televisi. Banyaknya acara yang berhubungan dengan
kejahatan dipengaruhi oleh minat khalayak konsumen terhadap topik-topik tersebut.54
Tren acara di televisi sering ditentukan oleh pihak konsumen. Pengiklan dan
stasiun televisi hanya sebagai sarana mewujudkan terjadinya acara di media televisi.
Acara televisi yang berhubungan dengan kejahatan dipengaruhi oleh minat khalayak

konsumen terhadap topik-topik tersebut. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk
selalu tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan konflik. Konflik selalu
mempunyai daya tarik untuk didengar, dilihat atau diketahui walau sebagian kadang
kala menakutkan. Program berita kriminal sangat diminati. Seperti yang telah
dikatakan diatas bahwa tren acara dimulai dari minat khalayak konsumen. Program
berita yang khusus menyiarkan peristiwa-peristiwa kriminal yang terjadi sehari-hari,
yaitu Program yang ditayangkan oleh Tv-Tv Nasional.55
Stasiun televisi ini berusaha menjadi pihak yang teraktual dan terfaktual dalam
menyiarkan berita-berita kriminal. Televisi berusaha menampilkan berita-berita
kriminal tersebut dengan kekhasan masing-masing agar dapat menarik perhatian
khalayak konsumen. Salah satu ciri khas yang menonjol dari tayangan berita kriminal
adalah banyaknya gambar atau adegan-adegan kekerasan dari tindak kriminal yang
terjadi, misal gambar pelaku tindak pidana dalam melakukan rekonstruksi di Tempat
Kejadian Perkara (TKP). Rekuensi peliputan berita kriminal di media televisi
tentunya dapat mempengaruhi persepsi individu mengenai tingkat kejahatan yang
54
55

Ibid
Ibid


Universitas Sumatera Utara

terjadi.56 Televisi dengan keunggulannya sebagai media audio visual-kinematografik
memiliki dampak yang lebih dahsyat ketimbang media cetak atau radio. Televisi
memiliki dampak identifikasi optik yang tajam bagi para konsumen. Konsumen
seolah-olah sedang berada di tempat peristiwa dan seolah-olah melihat secara
langsung peristiwa yang ditayangkan di televisi, padahal hanya merupakan berita
yang disiarkan dari jarak jauh. Individu menonton acara yang berhubungan dengan
peristiwa kriminal maka ia akan semakin berpikir bahwa kejahatan sedang meningkat
dan kualitas kejahatan semakin meningkat pula, padahal yang terjadi belum tentu
demikian. Banyak berita yang ditampilkan hanya pengulangan dari berita yang sudah
ada. Berita yang ada disatu stasiun televisi akan disiarkan lagi oleh stasiun televisi
lainnya, namun dengan bahasa dan gambar yang berbeda. Berita penayangan televisi
menimbulkan kesan banyak sekali terjadi tindak kejahatan padahal sebenarnya belum
tentu demikian.57
Acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan
perasaan para penonton hal yang wajar dan mengakibatkan penonton terharu,
terpesona atau latah, bukanlah sesuatu yang istimewa. Sebab salah satu pengaruh
psikologis dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga mereka seolaholah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang ditampilkan.

Terjadinya pada anak-anak yang menonton tayangan di televisi. Anak-anak yang
menonton acara televisi cenderung meniru perbuatan yang mengandung unsur tindak
pidana, karena penalaran anak terhadap acara tersebut tidak dapat membedakan
perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Anak

56

Tedeschi, James T. & Felson, Richard B, Vulgar, Berita Kriminal Di Televisi. Harian
Kompas, 16 April 1998
57
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Telivisi . (Jakarta:Rinaka
Cipta, 1996), hal 73

Universitas Sumatera Utara

tidak mengetahui perbuatan yang dilakukannya membahayakan dirinya sendiri atau
bahkan membahayakan orang lain.58
Pemberitaan mengenai anak yang diduga melakukan tindak pidana
memperlihatkan adanya ketidakpedulian terhadap hak-hak anak dan masa depan anak
serta dampak fisik, psikologis dan sosial anak. Pemberitaan mengenai anak yang

diduga melakukan tindak pidana seolah-olah juga menunjukkan bahwa pemberitaan
tersebut tidak dilarang oleh undang-undang yang berlaku. Anak yang diduga
melakukan tindak pidana seolah-olah harus menjawab semua pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh wartawan. Situasi dan kondisi yang demikian mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak sekaligus membuat anak tertekan.59
Anak berpotensi terlibat sebagai pelaku dalam suatu tindak pidana, namun
anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia
dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus. Pembinaan dan perlindungan yang bersifat khusus
pula. Untuk melaksanakan pembinaan dan perlindungan yang bersifat khusus tersebut
diperlukan dukungan, baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang
memadai. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan khusus bagi anak sangat
diperlukan.60
Tayangan dunia kriminal yang menarik itu bertepatan dengan perkembangan
dan semakin beragamnya dunia kriminal secara faktual di lapangan. Tidak ada

58

EB. Surbakti, Awas Tayangan Televisi : Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam
Anak Anda , (Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2008), hal 26

59
http://www.kompasiana.com/aprian_shmh.co.id/tinjauan-yuridis-perlindungan-anakterhadap-visualisasi-oleh-media-televisi-mengenai-anak-yang-terpaksa-melakukan-tindak-pidanamenurut-undang-undang-nomor-32-tahun-2002-tentang-penyiaran_54f5cc14a333113c4f8b4592.html,
diakses tanggal 4 Oktober 2015
60
Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia , (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 14

Universitas Sumatera Utara

habisnya inovasi variasi acara yang ditayangkan, juga seiring dengan semakin
langgengnya bentuk tindak kriminalitas yang tidak menampakan sinyal akan surut. 61
Anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun sangat rentan terhadap pengaruh
media. Apalagi perkembangan era teknologi sekarang telah membuat anak-anak kita
memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan mengakomodasi informasi, dan
televisi merupakan media yang aksesnya mudah dijangkau. Selayaknya Program
acara untuk orang dewasa hanya boleh tayang saat jam anak tidur, dan di luar jam itu
seharusnya merupakan program-program yang aman untuk dikonsumsi anak-anak.
Kondisi inilah yang semestinya membuat orangtua, lembaga penyiaran dan otoritas
terkait harus menjadi lebih waspada. Sudah seharusnya setiap orang tua mengawasi
acara televisi yang menjadi tontonan anaknya dan sehingga dapat melakukan proteksi
tehadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh acara televisi tesebut.62Kaum

jurnalis yang tidak mengindahkan aturan yang ada seperti adanya keberadaan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia dan Aliansi
Jurnalis

Independen.

Hal

ini

dikarenakan

banyaknya

persaingan

dalam

memperebutkan pangsa pasar dibidang jurnalis dan bidang penyiaran. Banyaknya

persaingan yang ada, menimbulkan sebagian kaum jurnalis untuk mencari berita yang
terkadang menyimpang dari ketentuan yang ada demi tercapainya tujuan yaitu
mendapatkan rating tertinggi dari masyarakat.63
Atas pemberitaan yang disajikan atau disiarkan di media penyiaran salah
satunya yaitu televisi. Atas pemberitaan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada,
61

http://www.kompasiana.com/aprian_shmh.co.id/tinjauan-yuridis-perlindungan-anakterhadap
-visualisasi-oleh-media-televisi-mengenai-anak-yang-terpaksa-melakukan-tindak-pidanamenurut-undang-undang-nomor-32-tahun-2002-tentang-penyiaran.html , diakses tanggal 4 November
2015
62
Rinrin Marlia Azhary, TV (Tak) Ramah Anak, melalui http://nasyiah.or.id/nasyiah
pusat/?p= 483.html, diakses tanggal 10 Oktober 2015
63
Judhariksawan, Hukum Penyiaran, (Jakarta, Rajawali Pers, 2010), hal 36

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan


dampak

negatif

yang

dikonsumsi

oleh

masyarakat.

Bentuk

penyimpangan di bidang penyiaran bukan hanya pemberitaan yang berakibat negatif,
tetapi juga mengenai perizinan di dalam penyiaran. Menyelenggarakan kegiatannya
lembaga penyaiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dan pemohon
izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan
diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang
ini. Penyimpangan dalam bidang penyiaran harus diberi sanksi yang tegas, karena

negara Republik Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi keberadaan
hukum, jadi siapa yang melanggar aturan hukum maka harus dikenakan sanksi.
Sanksi pada umumnya adalah alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma
yang berlaku.64
Salah satu program televisi yang tetap menjadi program utama di sebuah
stasiun televisi adalah berita. Berita televisi yang merupakan perkembangan dari
teknologi modern, merujuk pada praktek penyebaran informasi mengenai peristiwa
terbaru melalui media televisi. Acara berita bisa berlangsung dari beberapa detik
hingga beberapa jam dengan menyajikan perkembangan terbaru peristiwa-peristiwa
lokal atau regional maupun internasional. Stasiun televisi biasanya menyajikan
program berita sebagai bagian dari acara berkalanya, dan disiarkan setiap hari pada
waktu-waktu tertentu. Terkadang acara televisi juga bisa diselipi dengan „berita
sekilas‟ untuk memberikan laporan mutakhir mengenai suatu peristiwa yang sedang
terjadi atau berita dadakan lain yang penting. 65

64

Winda Tri Wahyuni, Penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran Terhadap Tayangan Kekerasan di Televisi , (Makassar : Jurnal Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, 2013)

65
Syarifah Lubis, Pengaruh Berita di Televisi Terhadap Perilaku anak dan remaja, melalui
https://syarifahlubis.wordpress.com/2010/05/10/pengaruh-berita-di-televisi-terhadap-perilaku-anakanak-dan-remaja/.html, diakses tanggal 11 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

Manusia memanfaatkan televisi sebagai alat bantu yang paling efektif dan
efisien. Informasi yang diinginkan oleh banyak orang hampir semuanya dapat
diperoleh dari berbagai program dan tayangan berita di televisi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan material. Kegiatan menonton berita di
televisi sering tidak terencana dan bersifat tidak sadar. Orangtua dari si anak dan
remaja sedang menonton berita, mereka juga turut serta menontonnya. Televisi dapat
dengan mudah melahap sebagian besar waktu sang anak yaitu waktu untuk belajar,
membaca, menggambar atau membantu pekerjaan rumah tangga. Berita di televisi
menyajikan tayangan yang bernuansa kekerasan, maka anak-anak dan remaja
cenderung menyukai dan menggemari tayangan tersebut karena mereka beranggapan
bahwa anak yang kuat akan disegani oleh teman-temannya. Apa yang dilihat pada
tayangan televisi itu biasanya akan ditiru mentah-mentah tanpa bersikap selektif
dalam memilih tayangan yang disajikan. Akibatnya, timbul kekhawatiran akan
pengaruh tayangan berita di televisi terhadap perilaku anak-anak dan remaja.66
Banyak yang tidak manyadari bahwa tayangan di televisi yang menggunakan
unsur kekerasan membawa dampak negatif secara tidak langsung, kebanyakan hanya
menganggap positifnya saja yaitu dapat menjadi mata pencaharian para pelakunya
serta menghibur hati pemirsa. Anak-anak cenderung konsumtif terhadap tayangan
televisi, padahal apa yang mereka lihat hanya dapat mereka rangkum secara nalar dan
logika mereka, yang tentu saja untuk menganalisis sebuah masalah tak setajam orangorang dewasa. Televisi bagitu marak menayangkan acara yang mengeksploitasi
perilaku kekerasan, bahkan seolah menjadi tren. Lewat kemasan reality show dan
komedi, keberadaannya digandrungi banyak pemirsa dari anak-anak sampai orang
tua. Konsekuensinya, tayangan kekerasan yang ditonton oleh anak-anak secara terus
66

http://umamhigoes.blogspot.co.id/2014/11/karya-ilmiah-dampak-penayangan-televisi.html,
diakses tanggal 12 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

menerus, menyebabkan anak-anak menjadi agresif dan mengubah sikap dan perilaku
anak.67
Sekitar tahun 2001 acara kriminal yang dikemas menjadi sebuah acara yang
berisi tantang berita peristiwa-peristiwa kriminal dari berbagai penjuru tempat di
negeri ini menjadi mata acara yang hampir diproduksi oleh tv swasta di Indonesia.
Pada awalnya berita kriminal hanya menjadi salah satu isi berita dari tayangan
berbagai berita lain, namunpada perkembangannya seluruh stasiun televisi merasa
perlu untuk menyediakan tempat tersendiri untuk menayangkan berita-berita khusus
kriminal.68
Pada awalnya berita kriminal ini hanya ditayangkan oleh salah satu stasiun
televisi Indosiar dengan nama acaranya “Patroli”, acara yang berdirasi 30 menit ini
ditayangkan pada tengah hari bolong, untuk manyajikan berbagai peristiwa kriminal
yang terjadi di pelosok tempat. Acara bertajuk berita kriminal ini rupanya sukses yang
ditandai dengan tingginya rating penonton dan sangat populer di kalangan
masyarakat. Melihat kesuksesan acara ini rupanya menarik minat bagi stasiun televisi
lainnya untuk membuat program acara serupa dengan nama yang berbea-beda
seperti Patroli (Indosiar). Buser (SCTV), Sergap (RCTI), Sidik (TPI), Kriminal
(TransTV), TKP (TV7), dan Brutal (Lativi). Selain acara berika kriminal dengan
durasi 30 menit berisi berbagai kasus, tetapi beberapa stasiun televisi juga membuat
tayangan yang mengungkap khusus satu peristiwa kriminal dalam durasi 30 menit,
seperti acara fakta (ANTV), investigasi (Lativi) Jejak kasus (Indosiar), dan Derap
Hukum (SCTV) dan Lacak (Transtv). Dalam format acara ini peristiwa disajikan
dengan lebih lengkap dengan menyampaikan latar belakang kejadian, pelaku, korban,
67

Ferry Bashanova, Tinjauan yuridis terhadap tayangan televisi yang menggunakan berita
kriminal di tinjau dari UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, melalui http://bashanovathink.
blogspot.co.id/2011/03/tinjauan-yuridis-terhadap-tayangan.html, diakses tanggal 13 Oktober 2015
68
https://goendomp.wordpress.com/category/visual.html, diakses tanggal 13 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

serta komentar dan pandangan orang-orang di sekitar pelaku, maupun program.
Ulasan dan komentar pakar kriminal dan hukum juga turut disajikan. Seringkali dalam
tayangan menggunakan model/aktor pengganti untuk memerankan adegan “seolaholah” seperti saat peristiwanya terjadi.69
Mengemas peristiwa kriminal menjadi sebuah berita yang disebar luaskan
melalui media memang bukan hal baru. Sebelum industri televisi marak seperti
belakangan ini, media massa cetak sudah lebih dahulu berkembang dan ada beberapa
di antaranya yang mengkhususkan diri dengan memuat berbagai berita kriminal yang
terjadi. Sebut saja misalnya Pos Kota, sebuah surat kabar harian yang terbit di Jakarta
ini merupakan media cetak yang sudah sejak tahun 70an memuat berita-berita
kriminal, dan masih banyak media harian lokal yang serupa seperti Koran Merapi, dan
Meteor. Berita kriminal yang dikemas dalam media messa cetak umumnya
menampilkan foto pelaku atau korban serta dicetak dengan halaman berwarna di
halaman pertama dan halaman terakhir. Selain berita kriminal umumnya juga disertai
dengan rubrik yang berisi tentang persoalan seksual, hal-hal ghaib, serta penuh
dengan iklan-iklan obat penambah daya kekuatan seksual, serta pengobatan
alternatif.70
Sejak televisi mulai ikut-ikutan menyiarkan berita kriminal menjadi sebuah
acara, berbagai tanggapan pro dan kontra dari berbagai kalangan pun muncul. Ada
anggapan bahwa penayangan gambar dalam berita tersebut menampilkan kekerasan
sehingga dapat mempengaruhi penonton untuk mengikuti apa yang dia lihat melalui
televisi, terutama jika acara tersebut ditonton oleh anak-anak acara ini memang sangat
mungkin ditonton anak-anak karena jam tayang umumnya pada tengah hari namun
69

http://tentangantro.blogspot.co.id/2009/09/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html, diakses
tanggal 14 Oktober 2015
70
http://etnoreflika.blogspot.co.id/2010/04/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html, diakses
tanggal 15 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

belum ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa tayangan kriminal secara
parallel juga menyebabkan meningkatnya berita kriminal. Acara berita televisi
seharusnya dapat memberikan peringatan bagi masyarakat terhadap bahaya sehingga
dapat berhati-hati dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi korban
kriminal. Terlepas dari persoalan pro dan kontra atas tayangan berita kriminal di
televisi. Dalam tayangan tersebut, pola pemberitaan umumnya seragam, visualisasi
yang ditampilkan adalah pelaku tindak kriminal saat di interogasi Polisi, komentar
polisi, visualisai korban, dan komentar keluarga atau orang terdekat korban. Dalam
menampilan sosok pelaku, ada kalanya wajah korban dibuat kabur sehingga tidak
dikenali wajahnya namun ada kalanya ditampilkan secara focus dan dapat dilihat raut
mukanya. Sudut pengambilan gambar diambil dari belakang korban atau dari samping
dan hampir tidak pernah divisualisaikan secara close-up dari depan. Narsi dalam
bentuk auditif disampaikan oleh narrator/pembaca berita yang mnuturkan lokasi
kejadian, latar belakang yang menjadi penyebabnya. dan modus operandinya. Ragam
peristiwa yang ditampilkan adalah kasus-kasus penipuan, pembunuhan, tindak susila,
pencurian dan penggunaan obat-obat terlarang. Berita yang ditampikan masih layak
dipertanyakan apakah suatu kasus dikategorikan sebagai kasus kriminal.71
Berkaitan dengan soal berita bahwa berita televisi tidak lebih dari sekedar
rangkaian citra-citra permukaan, penanda, untuk dialami pemirsa. Berita TV adalah
kolase-citra-citra yang terfragmentasi dan setiap citra adalah simulacrum. Berita TV
adalah citra dari citra atas citra. Bagi penonton, persitiwa yang ditampilkan dalam
berita kriminal itu terjadi atau tidak bukanlah menjadi tuntutan/kebutuhan untuk
diketahui. Kedudukan berita kriminal layaknya sebuah tayangan sinetron yang
ditunggu-tunggu jalan ceritanya tanpa harus memikirkan apakah kasus tersebut benar

71

https://goendomp.wordpress.com/category/visual.html, diakses tanggal 15 Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

terjadi. Situasi seperti ini dikatakan bahwa saat ini kita hidup di dunia di mana semua
yang kita miliki adalah simulasi, tidak ada “yang nyata” di luar simulasi itu, tidak ada
yang asli yang ditiru. Dunia “nyata”versus dunia yang tiruan atau mimikri, tetapi
sebuah dunia di mana yang ada hanya simulasi.72 Apa yang disajikan dalam televisi
merupakan suatu tanda yang tidak lagi berkaitan langsung dengan realitas, dan yang
ada adalah hiper-realitas, televisi menjadi lebih nyata dari dunia realitasnya sendiri,
realitas telah terserap dalam citra televisi dan mampu membuat pemirsanya tenggelam
dalam citra simularumnya. Dalam televisi, realitas fantasi, halusinasi, ilusi atau
fatamorgana telah lebur menjadi satu.73
Televisi merupakan salah satu medium terfavorit bagi para pemasang iklan di
Indonesia. Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan
padat sumber daya manusia. Kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak
diimbangi dengan terjadinya sumber daya manusia yang memadai. Pada umumnya,
televisi dibangun tanpa pengetahun pertelevisian yang memadai dan hanya
berdasarkan semangat dan modal yang besar saja.74
Media penyiaran dalam mengemban tugas sebagai penyebar informasi,
perwarisan nilai-nilai budaya, mendidik, menghibur, kontrol sosial, harus dapat
menyampaikan pesan agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang jelas,
lengkap, jujur, beretika dan bermoral serta objektif.75
Televisi cenderung menayangkan acara-acara kekerasan (kriminal), honor,
mistik dan semacam itu, maka sesungguhnya televisi menjadi media transformasi

72

Madam Sarup, Post-Structualisme And Post Modernisme Sebuah Pengantar Kritis Televisi,
(Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, 2003), hal 290-291
73
Yasraf Amir Piliang. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna
Komunikasi, (Yogyakarta : Penerbit Jalasutra, 1999), hal 91
74
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi , (Jakarta :
Penerbit Kencana, 2008), hal 10
75
Andi Alimuddin, Televisi & Masyarakat Pluralistik, (Jakarta : PT Fajar Interpratama
Mandiri, 2014), hal 35

Universitas Sumatera Utara

pemberitaan kontra budaya yang memiliki makna kehewanan. Acara-cara semacam
ini tentu tidak pantas dipertahankan menjadi yang paling dominan dalam tayangan
televisi, namun seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kekaguman dan selera
pemirsalah yang menjadi pertimbangan tayangan-tayangan macam ini terus
dipertahankan. Jadi, tayangan media televisi adalah refleksi dari kekaguman dan
selera masyarakat itu sendiri.76
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran
dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima
siaran.77 Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum,
baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.78
Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata,
kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan,
dan tanggung jawab.79 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka
membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta
menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.80

76

H.M. Burhan Bungin, Pornomedia : Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi
Telematika & Perayaan Seks di Media Massa , (Jakarta : Penerbit Kencana, 2005), hal 165
77
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka 2
78
Ibid, Pasal 1 angka 4
79
Ibid, Pasal 2
80
Ibid, Pasal 3

Universitas Sumatera Utara

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. 81 Dalam
menjalankan fungsi, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. 82
Penyiaran diarahkan untuk : menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjaga dan meningkatkan
moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa, meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional, menyalurkan
pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan
nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup, mencegah monopoli
kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran, mendorong
peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan
memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi, memberikan informasi yang
benar, seimbang, dan bertanggung jawab dan memajukan kebudayaan nasional.83
Penyiaran

diselenggarakan

dalam

satu

sistem

penyiaran

nasional. 84Untuk

penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran. 85
Jasa penyiaran terdiri atas jasa penyiaran radio; dan jasa penyiaran televisi. 86
Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin
penyelenggaraan penyiaran.87Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran berdasarkan
minat, kepentingan dan kenyamanan publik.88Isi siaran wajib mengandung informasi,
pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral,
kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan

81

Ibid, Pasal 4 ayat (1)
Ibid, Pasal 4 ayat (2)
83
Ibid, Pasal 5
84
Ibid, Pasal 6 ayat (1)
85
Ibid, Pasal 6 ayat (4)
86
Ibid, Pasal 13 ayat (1)
87
Ibid, Pasal 33 ayat (1)
88
Ibid, Pasal 33 ayat (3)
82

Universitas Sumatera Utara

nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. 89 Isi siaran wajib memberikan perlindungan
dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan
menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib
mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.90
Bahasa pengantar utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa
Indonesia yang baik dan benar.91 Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila
diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.92 Bahasa asing hanya dapat
digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara
siaran.93Antar lembaga penyiaran dapat bekerja sama melakukan siaran bersama
sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli informasi dan monopoli
pembentukan opini.94 Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk
anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.95Isi siaran dalam bentuk
film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang
berwenang.96
Menurut Pasal 36 ayat (3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan
pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan
menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib
mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 48 ayat (4) Pedoman
perilaku penyiaran menentukan isi berita yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
1. rasa hormat terhadap pandangan keagamaan;

89

Ibid, Pasal 36 ayat (1)
Ibid, Pasal 36 ayat (3)
91
Ibid, Pasal 37
92
Ibid, Pasal 38 ayat (1)
93
Ibid, Pasal 38 ayat (2)
94
Ibid, Pasal 41
95
Ibid, Pasal 46 ayat (6)
96
Ibid, Pasal 47
90

Universitas Sumatera Utara

2. rasa hormat terhadap hal pribadi;
3. kesopanan dan kesusilaan;
4. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;
5. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;
E.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Anak-anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk

perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Berdasarkan alasan fisik dan
mental anak-anak yang belum dewasa dan matang. Anak perlu mendapatkan suatu
perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Setiap
anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik
fisik, mental, sosial, berakhlak mulia perlu di dilakukan upaya perlindungan serta
untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif.97
Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 32 Nomor 2014 tentang
Perlindungan Anak sebagai bentuk perhatian serius dari pemerintah dalam melindungi
hak-hak anak. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
telah ditentukan adanya perlindungan terhadap pemberitaan identitas anak sebagai
korban kejahatan. Penyimpangan atau pelanggaran terhadap hak anak banyak terjadi.
Terbukti dengan banyaknya kasus-kasus kriminalitas di televisi ataupun koran yang
tidak melakukan perlindungan terhadap identitas anak sebagai korban kejahatan.
Tujuan perlindungan anak menurut undang-undang adalah untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
97

http://www.lpmbursa.com/2015/08/upaya-perlindungan-hukum-bagi-anak.html,
tanggal 16 Oktober 2015

diakses

Universitas Sumatera Utara

perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Anak adalah seseorang yang belum
berusia

18

(delapan

belas)

tahun,

termasuk

anak

yang

masih

dalam

kandungan.98Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.99
Setiap hari sering menyaksikan di media cetak maupun media elektronik nama
anak pelaku tindak pidana di cantumkan secara lengkap. Bahkan terkadang wajah
anak tersebut jelas-jelas di tayangkan. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang Perlindungan Anak bahwa
“perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dari pemberitaan identitas
melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi”.
Peran media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui
penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial,
budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan Anak dengan memperhatikan kepentingan
terbaik bagi Anak.100media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melewati media cetak
atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah
sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah
esensial.101 Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu:
Media cetak, contohnya seperti surat kabar dan majalah, termasuk juga buku-buku
98

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1
Ibid, Pasal 1 angka 2
100
Ibid, Pasal 72 ayat (5)
101
Astrid S. Susanto. Filsafat Komunikasi. Bandung:Binacipta, 1995, hal 2
99

Universitas Sumatera Utara

dan Media elektronik, contohnya seperti radio, televisi, film (layar lebar) dan internet,
termasuk juga telepon selular.102
Setiap anak yang menjadi pelaku tindak pidana berhak untuk dijaga
identitasnya dari publik. Media massa mempunyai peranan penting dalam menjaga
rahasia identitas anak sebagai pelaku tindak pidana. Namun terkadang tidak sedikit
wartawan yang tidak mengerti hukum dan juga kode etik wartawan, sehingga sering
terjadi pelanggaran hak anak yang menjadi pelaku tindak pidana dengan tidak
merahasiakan identitas si pelaku. Si pelaku akan mengalami beban mental akibat
pemberitaan di media massa dan muncul labelisasi terhadap pelaku.
F. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Standar Program Siaran
Perlindungan negara terhadap warga untuk mendapat informasi yang tepat,
akurat, dan bertanggung jawab, sekaligus hiburan yang sehat merupakan
pertimbangan dibuatnya Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 3 Tahun
2007 tentang SPS (Standar Program Siaran). SPS adalah satu dari sekian banyak
peraturan dunia pertelevisian. Jika UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran mencantumkan pedoman penyiaran dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mencantumkan hak konsumen, maka SPS adalah upaya
untuk mengatur dunia penyiaran (termasuk pertelevisian) dalam memenuhi hak-hak
konsumen. Akan tetapi, penjelasan secara konkret hak-hak konsumen di dalam SPS
tidak detail. Meski demikian, harus dipatuhi setiap lembaga penyiaran. Sehingga
konsumen tidak dirugikan.103

102

Tan, Alexis S.. Masss Communication Theories and Research . Ohio: Grid Publishing Inc.,
Colombus, 1981, hal 73
103
http://www.kaltimpost.co.id/artikel/detail/128941-bersikap-cerdas-menghadapi-kepunganmedia-televisi.html, diakses tanggal 5 November 2015

Universitas Sumatera Utara

Standar Program Siaran merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang
boleh dan tidak boleh dalam penayangan program siaran.104Penyiaran adalah kegiatan
pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat,
di laut atau di antariksa dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melalui udara,
kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan
oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.105Penyiaran televisi adalah media
komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam
bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa
program yang teratur dan berkesinambungan. 106Standar Program dan Isi Siaran
ditetapkan berdasarkan pada nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan
diterima dalam masyarakat, kode etik, standar profesi dan pedoman perilaku yang
dikembangkan masyarakat penyiaran, serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.107 Standar Program Siaran ditetapkan untuk:
1. memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang
beriman

dan

bertakwa,

mencerdaskan

kehidupan

bangsa,

memajukan

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera
2. mengatur program-program isi siaran dari lembaga penyiaran, sehingga
pemanfaatannya nharus senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat
sebesar-besarnya;

104

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program
Siaran, Pasal 1 angka 2
105
Ibid, Pasal 1 angka 4
106
Ibid, Pasal 1 angka 6
107
Ibid, Pasal 2

Universitas Sumatera Utara

3. mengatur program dan isi siaran yang dibuat oleh lembaga penyiaran agar tidak
bertentangan

dengan

nilai-nilai

yang

hidup

dan

berkembang

dalam

masyarakat.108
Standar Program Siaran ditetapkan agar lembaga penyiaran dapat menjalankan
fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol, dan perekat
sosial, dan pemersatu bangsa.109Standar Program Siaran menentukan bahwa standar
isi siaran yang berkaitan dengan penghormatan terhadap nilai-nilai Agama, norma
kesopanan dan kesusilaan, perlindungan anak-anak, remaja, dan perempuan,
pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme, penggolongan
program menurut usia khalayak, rasa hormat terhadap hak pribadi, penyiaran
program dalam bahasa asing, ketepatan dan kenetralan program berita, siaran
langsung; dan siaran iklan.110
Lembaga penyiaran harus memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaaan
yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia,
dan latar belakang ekonomi.111Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar program
isi siaran yang disiarkan tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap
norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman khalayak
tersebut.112Bila memang dalam program tersebut terdapat muatan stereotipe negatif
mengenai kelompok-kelompok tersebut, hal itu harus selalu digambarkan dalam
konteks tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan.113Lembaga penyiaran dalam
memproduksi dan menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib memperhatikan,
memberdayakan

dan

melindungi

kepentingan

anak-anak,

remaja

dan

108

Ibid, Pasal 3
Ibid, Pasal 4
110
Ibid, Pasal 6
111
Ibid, Pasal 11 ayat (1)
112
Ibid, Pasal 11 ayat (2)
113
Ibid, Pasal 12 ayat (3)
109

Universitas Sumatera Utara

perempuan.114Lembaga penyiaran dilarang menampilkan tayangan yang menjadikan
anak-anak dan remaja sebagai obyek seks, termasuk di dalamnya adalah adegan yang
menampilkan anakanak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan
bagian tubuh tertentu atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya
tarik seksual.115
Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila
sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi
program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara
terus menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan
menggunakan

senjata

tajam,

darah, korban

dalam

kondisi

mengenaskan,

penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan
pemberitaan (informasi).116Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program
dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau
sadistis.117Lembaga

penyiaran

dilarang

menyajikan

program

yang

dapat

dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan
sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.118Lembaga penyiaran dilarang
menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan
menggelorakan atau mendorong kekerasan.119
Program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak
boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki
akibat serius bagi pelaku dan korbannya. 120Lembaga penyiaran tidak boleh
menyajikan rekaman secara penuh hasil interogasi polisi terhadap tersangka tindak
114

Ibid, Pasal 17
Ibid, Pasal 21 ayat (4)
116
Ibid, Pasal 28 ayat (1)
117
Ibid, Pasal 28 ayat (2)
118
Ibid, Pasal 28 ayat (4)
119
Ibid, Pasal 28 ayat (5)
120
Ibid, Pasal 29
115

Universitas Sumatera Utara

kejahatan.121Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan materi siaran tentang
kekerasan dan kriminalitas yang dalam proses produksinya diketahui mengandung
muatan rekayasa yang mencemarkan nama baik dan membahayakan objek
pemberitaan.122Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan adegan rekonstruksi
kejahatan pembunuhan secara rinci.123Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan
adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan secara rinci, baik dengan
korban dan pelaku anak-anak mau pun dewasa.124Lembaga penyiaran tidak boleh
menayangkan

langsung

gambar

wajah

korban

pemerkosaan

kepada

publik.125Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan siaran rekonstruksi yang
memperlihatkan secara rinci modus dan cara-cara pembuatan alat kejahatan.126
Penyiaran adegan rekonstruksi kejahatan yang memperlihatkan cara
pembuatan alatalat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan tidak
boleh disiarkan.127Penyiaran adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan
tidak boleh disiarkan secara rinci, dan wajah dan nama pelaku dan/ atau korban harus
disamarkan.128Ketika lembaga penyiaran menyajikan berita atau dokumentari yang
didasarkan pada rekonstruksi dari peristiwa yang sesungguhnya terjadi, materi
tayangan tersebut harus secara tegas dinyatakan sebagai hasil visualisasi atau
rekonstruksi.129
Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mendorong atau
mengajarkan

tindakan

kekerasan

atau

penyiksaan

terhadap

121

Ibid, Pasal 33 ayat (1)
Ibid, Pasal 33 ayat (2)
123
Ibid, Pasal 33 ayat (3)
124
Ibid, Pasal 33 ayat (4)
125
Ibid, Pasal 33 ayat (5)
126
Ibid, Pasal 33 ayat (6)
127
Ibid, Pasal 34 ayat (1)
128
Ibid, Pasal 34 ayat (2)
129
Ibid, Pasal 35 ayat (1)
122

Universitas Sumatera Utara

binatang.130Penggambaran secara eksplisit dan rinci adegan dan rekonstruksi bunuh
diri dilarang.131Wajah pelaku atas tindakan bunuh diri dilarang disiarkan.132Lembaga
penyiaran harus menghindari tayangan program yang di dalamnya terkandung pesan
bahwa bunuh diri adalah sebuah jalan keluar yang dibenarkan untuk mengakhiri
hidup.133Dalam menyajikan informasi yang sulit untuk dicek keakuratan dan
kebenarannya secara empirik, seperti informasi kekuatan gaib, lembaga penyiaran
televisi harus menyertakan penjelasan bahwa terdapat perbedaan pandangan dalam
masyarakat mengenai kebenaran informasi tersebut.134
Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, setiap saksi harus
diberitakan sebagai saksi, tersangka harus diberitakan sebagai tersangka, terdakwa
sebagai terdakwa, dan terpidana sebagai terpidana.135Dalam pemberitaan kasus
kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk
menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah
terpublikasi dan dikenal secara luas. 136Dalam pemberitaan kasus kriminal yang
terkait dengan pemerkosaan, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas
korban atau keluarga korban.137
Menyiarkan program yang melibatkan anak dan remaja sebagai narasumber,
lembaga penyiaran harus mematuhi ketentuan berikut:
1. tidak boleh mewawancarai anak dan remaja berusia di bawah umur 18 tahun,
mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, misalnya tentang

130

Ibid, Pasal 36
Ibid, Pasal 37 ayat (1)
132
Ibid, Pasal 37 ayat (2)
133
Ibid, Pasal 37 ayat (3)
134
Ibid, Pasal 40 ayat (5)
135
Ibid, Pasal 41 ayat (4)
136
Ibid, Pasal 41 ayat (5)
137
Ibid, Pasal 41 ayat (6)
131

Universitas Sumatera Utara

kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga; serta kekerasan
yang menimbulkan dampak traumatik;
2. harus mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak dan remaja yang
menjadi narasumber;
3. harus menyamarkan identitas anak dan remaja yang terkait permasalahan dengan
polisi atau proses peradilan, terlibat kejahatan seksual atau korban kejahatan
seksual.138
Lembaga

penyiaran

televisi

wajib

menyertakan

informasi

tentang

penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara
yang disiarkan.139Secara khusus atas program isi siaran yang berklasifikasi Anak
dan/atau Remaja, lembaga penyiaran dapat memberi peringatan dan himbauan
tambahan bahwa materi program isi siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu
mendapatkan arahan dan bimbingan orangtua.140
Komisi Penyiaran Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan
mewakili kepentingan publik akan penyiaran, lebih memberdayakan masyarakat
untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran
nasional. Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran yang terdiri
dari lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran
komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan wajib memperoleh izin
penyelenggaraan penyiaran. Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan
format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini.141

138

Ibid, Pasal 46
Ibid, Pasal 62 ayat (1)
140
Ibid, Pasal 62 ayat (4)
141
Judhariksawan. Hukum Penyiaran. Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2010, hal 48
139

Universitas Sumatera Utara

KPI sebagai Lembaga Negara Independen hanya berwenang mengawasi isi
siaran melalui P3 SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)
tanpa memiliki wewenang memberikan sanksi yang tegas kepada lembaga penyiran
yang telah melanggar P3 SPS. Tayangan televisi yang telah meresahkan masyarakat
memang membutuhkan dimensi kepedulian moral bagi pengelola atau lembaga
penyiaran. Pihak pengelola televisi memang sering dihadapkan pada dilematis antara
dimensi idiil dan komersial. Meskipun secara filosopis idealisme (dimensi idiil)
menjadi ciri hakiki pers tetapi realitas menunjukkan bahwa aspek komersial lebih
menggejala. Pengelola penyiaran televisi masih terjebak pada upaya menayangkan
siaran-siarannya yang mengarah pada unsur hiburan dan informasi semata
(infotainment). Sementara televisi sebagai media massa memiliki fungsi di bidang
pendidikan dan kontrol/perekat sosial.142

142

Danrivanto, Budhijanto. Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan Teknologi Informasi.
Jakarta : Penerbit Reflika Aditama, 2009, hal 74

Universitas Sumatera Utara