Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat

(1)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Alimuddin, Andi, Televisi & Masyarakat Pluralistik, (Jakarta : PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014)

Aprilia, Dwi. Tayangan Berita Kriminal dan Rasa Takut Khalayak Terhadap Kejahatan. (Depok: Departemen Ilmu Komunikasi Fisip UI. 2004)

Ardianto, Elvinaro. dkk. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007)

Atmasasmitha, Romli, Teori & Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung : Penerbit PT. Eresco, 1992)

Baksin, Askurifai, Jurnalistik Televisi : Teori dan Praktik, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006)

Dayakisni, T. & Hudaniah. Psikologi sosial. (Malang : Universitas Muhammadiyah, 2003)

Karnita, Tayangan kekerasan di televisi, (Bandung : Pikiran Rakyat, 2015)

Romli Atmasasmitha. Teori & Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung : Penerbit PT. Eresco, 1992)

Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2006) Baron, R.A., & Byrne, D. Social Psychology. 10th Ed. (Massachussets: Pearson

Education Company. 2000)

Bungin, H.M. Burhan, Pornomedia : Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika & Perayaan Seks di Media Massa

Burton, Graeme, Membincangkan TV Sebuah Pengantar Kajian TV, (Yogyakarta : Penerbit Jalasutra, 2011)

Day, Mila. Buku Pinter Televisi. (Jakarta : Penerbit Trilogos Library. 2004)

Delllyana, Shanty, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1990)

Effendy, Onong Uchjana, Televisi Siaran, Teori Dan Praktek, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1993)

Ikhsan, Edy dan Mahmul Siregar, Penelitian Hukum : Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010)


(2)

Judhariksawan, Hukum Penyiaran, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010) Karnita, Tayangan kekerasan di televisi, (Bandung : Pikiran Rakyat, 2015)

Kartono, Kartini, GangguanGangguan Psikis, (Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1981) Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. (Jakarta :

Rhineka Cipta, 1998)

Moeliono, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendididkan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1990)

Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi, (Jakarta : Penerbit Kencana, 2008)

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012)

Noor, Juliansyah, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2013)

Nurudin. Komunikasi Massa. (Malang : Penerbit Cespur. 2004)

Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna Komunikasi, (Yogyakarta : Penerbit Jalasutra, 1999)

Sarup, Madam, Post-Structualisme And Post Modernisme Sebuah Pengantar Kritis Televisi, (Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, 2003)

Soekanto, Soejono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007)

Soewardi, Lathief Idris. Jurnalistik Televisi. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1989)

Sunarto, Televisi, kekerasan & perempuan, (Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara, 2009)

Subroto, Sastro Darwanto, Produksi Acara Televisi, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1994)

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Press, 2012)

Surbakti, E.B., Awas Tayangan Televisi,tayangan misteri dan kekerasan mengancam anak anda, (Jakarta : PT.Elex media Komputindo, 2008)

SK, Ishadi. Dunia Penyiaran-Prospek dan Tantangannya. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999)


(3)

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2009)

Wirodono, Matikan TV-mu! Teror media televisi di Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Resist, 2005)

II. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran

III. Artikel

Annisa Rakhmanita Sriwijayanti, Hubungan Antara Tayangan Iklan Kampanye Capres Di Media Tv Dengan Sikap Pemilih Pemula, Artikel Ilmiah, (Bandung: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, 2014)

IV. Internet

Aisyah Wahyuni, Efek Tayangan Kekerasan Terhadap Masyarakat, melalui http://are-u2719.blogspot.co.id/2009/06/efek-tayangan-kekerasan-terhadap.html, diakses tanggal 7 November 2015

Bhakti Eko Nugroho, “Impotensional penayangan berita”. Melalui http://catatan-orang-biasa.blogspot.co.id/2008/12/impotensional-penayangan-berita.html. diakses tanggal 27 September 2015

Erpand sima, Lemahnya Regulasi Penyiaran dalam berita televisi, melalui http://erpandsima. blogspot.co.id/2015/05/lemahnya-regulasi-penyiaran-dalam.html, diakses tanggal 8 November 2015

Fajar. “Pengaruh Tayangan pada Penggambaran Kekerasan di Televisi”. Melalui http:// www.fajar.co.id / news. Php.newsid=30381. diakses tanggal 26 September 2015

Ferry Bashanova, Tinjauan yuridis terhadap tayangan komedi yang menggunakan unsur kekerasan sebagai bahan lawakan ditinjau dari uu no. 32 tahun 2002


(4)

tentang penyiaran, melalui http://bashanovathink.blogspot. co.id/2011/03/tinjauan-yuridis-terhadap-tayangan.html diakses tanggal 6 November 2015

Irmanyusron. “Kriminalitas dan Konstruk Televisi”. Melalui http://www.irmanyusron. blogspot.com. diakses tanggal 26 September 2015 Ita Anita, Nurholis, Sinta Hartati Dan Sumiyati, Pengaruh Tayangan Televis

Terhadap Perkembangan Anak, melalui http://www.pkbmberkah.org/ ?p=1220.html, diakses tanggal 3 November 2015

Lia Kurniawati, Perlindungan hukum terhadap anak korban, melalui http://liakurniawati-blogbaruku.blogspot.co.id/2015/06/perlindungan-hukum-terhadap-anak-korban.html, diakses tanggal 7 November 2015

Radit aditya Ganunggeong, “Dampak Tayangan Kriminalitas”, melalui http://ganunggeong. blogspot.co.id/2011/04/dampak-tayangan-kriminalitas-di.html, diakses tanggal 26 September 2015

Rani Yuliandani, “Pengaruh Televisi terhadap Perkembangan Anak”, melalui https://raniyuliandani.wordpress.com/2009/05/26/pengaruh-televisi-terhadap-perkembangan-anak, diakses tanggal 26 September 2015

Rinrin Marlia Azhary, TV (Tak) Ramah Anak, melalui http://nasyiah.or.id/nasyiah pusat/?p=483.html, diakses tanggal 10 Oktober 2015

Sakty Arya Prabawardhani, Peran Orang Tua dalam Mencegah Terjadinya Kekerasan diantara Remaja, melalui http://saktybee.blogspot.co.id/2012/06/peran-orang-tua-dalam-mencegah.html, diakses tanggal 8 November 2015

Sismanan, “Makalah Dampak Tayangan Televisi”, melalui http://sismanan. blogspot.co.id /2013/11/ makalah-dampak-tayangan-televisi.html, diakses tanggal 26 September 2015

Ritagami, Mendampangi anak menonton Televisi, melalui http://blogercom-ritagani.blogspot. co.id/2012/04/mendampingi-anak-menonton-televisi.html, diakses tanggal 8 November 2015

Umam Higoes, Karya Ilmiah Dampak Penayangan Televisi, melalui http://umamhigoes. blogspot. co.id/2014/11/ karya-ilmiah-dampak-penayangan-televisi.html, diakses tanggal 3 November 2015


(5)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN TAYANGAN KRIMINAL OLEH TELEVISI

A. Perlindungan Terhadap Anak Melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Televisi merupakan sarana komunikasi utama di sebagian besar masyarakat kita, televisi telah menjadi sebuah barang kebutuhan dalam sebuah rumah tangga, televisi bisa sebagai sumber pengetahuan bahkan juga bisa menjadi sebagai sumber malapetaka. Banyaknya bukti dampak tayangan kekerasan hendaknya menjadi informasi tambahan untuk mengkaji ulang terhadap tayangan pada televisi. Tayangan televisi harus di atur, karena mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak khususnya bagi yang belum memiliki referensi yang kuat, yakni anak-anak dan remaja. Terlebih karena televisi bersifat audio visual sinematografis yang memiliki dampak besar terhadap perilaku khalayaknya.143

Anak-anak dan televisi adalah perpaduan yang sangat kuat, sebagaimana diketahui benar oleh para pemasang iklan, pendidik. Televisi tidak bisa dipersalahkan atas masalah kemiskinan, tapi anak bisa menjadi bagian dari cara pemecahan yang bertujuan memperbaiki kehidupan anak-anak berisiko. Berita-berita televisi yang menanggapi kebutuhan anak-anak untuk tahu.144

Pada tahun akhir ini televisi sudah menjadi kebutuhan masyarakat dunia,setiap rumah tangga pasti mempunyai alat elektronik tersebut, bahkan menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari, sebagai sarana informasi,hiburan,hedonisme

143 Sunarto, Televisi, kekerasan & perempuan, (Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara, 2009),

hal 47-48

144

Milton Chen, Mendampingi Anak Menonton Televisi, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka


(6)

yaitu menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup,hal tersebut tidak hanya dapat berpengaruh terhadap orang dewasa namun juga sangat berpengaruh terhadap anak-anak yang sangat rawan dalam pola fikirnya serta dapat dengan mudah terpengaruh dengan tayangan-tayangan tersebut, tidak sedikit tayangan televisi yang menayangkan berbagai informasi serta hiburan yang menyangkut tentang kekerasan,kriminalitas, serta hedonisme. Seperti halnya tayangan film yang mengandung pornografi serta kekerasan yang kerap sering dilakukan dalam adegan film tersebut, yang tidak semestinya layak ditonton oleh anak-anak serta remaja tanpa bimbingan orang tua. Tayangan berita yang sering kali menyiarkan kriminalitas, serta kasus-kasus yang mengandung unsur kekerasan dimana dalam hal ini sangat berpengaruh apabila tayangan tersebut ditonton oleh anak-anak tanpa sepengetahuan atau bimbingab orang tua, dari penayangan tersebut terkadang dapat merubah sikap serta perilaku anak yang kadang meterobsesi sehingga anak-anak mudah meniru adegan tersebut dan terkadang juga mudah menerapkan sikap-sikap negatif atau positif dalam hidupnya.145

Televisi adalah salah satu bentuk teknologi yang dapat memberikan solusi untuk memenuhi tuntutan zaman sekarang. Dibandingkan dengan pendahulunya yaitu surat kabar dan radio, televisi memiliki beberapa kelebihan. Televisi dapat menguasai ruang dan jarak, mencapai sasaran yang sangat luas, memiliki nilai aktualitas terhadap suatu pemberitaan dan informasi yang sangat cepat, serta bersifat audiovisual sehingga meningkatkan daya rangsang dan pemahaman seseorang terhadap informasi yang disajikan Televisi ternyata memberikan dampak yang luar biasa bagi anak-anak. Dengan waktu menonton yang cukup lama tersebut, membuat anak lebih mudah

145 Umam Higoes, Karya Ilmiah Dampak Penayangan Televisi, melalui http://umamhigoes.

blogspot.co.id/2014/11/karya-ilmiah-dampak-penayangan-televisi.html, diakses tanggal 11 Januari 2016


(7)

terobsesi dengan apa yang dilihatnya di televisi. Tidak semua orang tua menyadari dampak buruk televisi.Bagi yang tidak sadar, cenderung melakukan pembiaran bagi anak-anaknya untuk melihat tontonan yang ada di televisi, sepanjang anak tersebut masih ada di dalam rumah dan masih bisa diawasi oleh orang tua.Entah program yang dilihat tersebut memang cocok untuk anak-anak atau tidak. Karena meskipun yang dilihat anak adalah film kartun tapi di dalamnya masih memuat kekerasan, atau perkelahian.146

Televisi adalah salah satu bentuk teknologi yang dapat memberikan solusi untuk memenuhi tuntutan zaman sekarang. Dibandingkan dengan pendahulunya yaitu surat kabar dan radio, televisi memiliki beberapa kelebihan. Televisi dapat menguasai ruang dan jarak, mencapai sasaran yang sangat luas, memiliki nilai aktualitas terhadap suatu pemberitaan dan informasi yang sangat cepat, serta bersifat audiovisual sehingga meningkatkan daya rangsang dan pemahaman seseorang terhadap informasi yang disajikan.147

Salah satu program televisi yang tetap menjadi program utama di sebuah stasiun televisi adalah berita. Berita televisi yang merupakan perkembangan dari teknologi modern, merujuk pada praktek penyebaran informasi mengenai peristiwa terbaru melalui media televisi. Acara berita bisa berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa jam dengan menyajikan perkembangan terbaru peristiwa-peristiwa lokal/regional maupun internasional. Stasiun televisi biasanya menyajikan program berita sebagai bagian dari acara berkalanya, dan disiarkan setiap hari pada waktu-waktu tertentu. Kadang-kadang acara televisi juga bisa diselipi dengan „berita sekilas‟

146

Umam Higoes, Karya Ilmiah Dampak Penayangan Televisi, melalui http://umamhigoes. blogspot. co.id/2014/11/ karya-ilmiah-dampak-penayangan-televisi.html, diakses tanggal 3 November 2015

147

Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. (Jakarta : Rhineka Cipta, 1998), hal 48


(8)

untuk memberikan laporan mutakhir mengenai suatu peristiwa yang sedang terjadi atau berita dadakan lain yang penting.148

Dunia teknologi yang semakin canggih bagaikan koin yang memiliki dua sisi berlawanan. Selain dapat menimbulkan dampak positif seperti memudahkan dalam mengetahui berbagai informasi, juga dapat membawa suatu dampak negatif yang cukup meluas di berbagai lapisan masyarakat. Lapisan masyarakat yang paling mudah terbius dan terpengaruh dengan apa yang dilihatnya adalah anak-anak dan remaja.149

Komunikasi tanpa batas telah banyak mengakibatkan pergeseran moral. Banyak tayangan televisi saat ini yang sudah kehilangan fungsi. Yang seharusnya memberikan hiburan untuk membangun ahklak malah melukai pemirsa baik-anak-anak maupun dewasa. Yang seharusnya televisi itu dibuat dan dirancang sebagai pendukung moral namun pada kenyataannya tidak demikian yang terjadi. Televisi menjadi pusat komersial nomor satu. Acara-acara dikemas untuk bisa dijual ke publik . Kemasan acara-acara penjadi persoalan selera bagi beberapa produser atau pihak stasiun televisi. Bagi mereka yang penting adalah rating acara tetap tinggi sehingga membuat acara semenarik mungkin untuk menggoda emosi dan selera pemirsa. Banyak acara-acara yang berkualitas namun karena tidak memiliki nilai jual yang tinggi, pihak stasiun televisi enggan untuk membeli. Hal ini sangat disayangkan. Program acara yang ditayangkan banyak yang melukai moral, martabat dan juga fisik manusia. Banyak acara televisi yang sama sekali tidak menghargai kehidupan bermasyarakat dan beragama. Banyak yang tidak lagi mengejar impian dan nilai-nilai moral tetapi sebaliknya menyerap nilai-nilai yang menyimpang dari masyarakat yang

148 Syarifah Lubis, Pengaruh Berita di televise terhadap Perilaku anak dan Remaja, melalui

https://syarifahlubis.wordpress.com/2010/05/10/pengaruh-berita-di-televisi-terhadap-perilaku-anak-anak-dan-remaja/ diakses tanggal 12 Januari 2016

149


(9)

sakit. Mengajarkan orang bagaimana berbuat licik, jahat, membunuh, seni berbohong.150

Tayangan-tayangan yang berbau kekerasan, seksual, banyak mempengaruhi jalan pikiran pemirsa yang akibatnya adalah mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang normal untuk dilakukan. Sangat disayangkan sepertinya tidak ada lembaga sensor untuk sinetron tentang tindakan yang terlihat begitu vulgar di televisi. Semua tayangan yang berbau kekerasan, setan, hantu, tidak satupun yang mendidik orang untuk lebih baik Hal yang lain yang sangat menyedihkan adalah bahwa banyak tayangan-tayangan film ataupun sinetron dalam televisi yang menggunakan kata-kata makian, hujatan, kebencian, kata-kata yang mengarah pada seks, namun sangat jarang sekali menayangkan resiko dari suatu tanggung jawab akan hal-hal yang terjadi. Adegan-adegan kekerasan, kebencian dan kejahatan, orang tua dan anak bekerja-sama melakukan kejahatan demi uang, anak-anak melawan dan memaki orang tua, murid-murid melawan guru yang akibatnya guru seperti tidak memiliki harga lagi di masyarakat, dan kejahatan moral lainnya juga sangat mudah didapatkan dalam tayangan-tanyangan televisi. Memang pengaruh negatif dari tayangan-tayangan televisi tidak akan langsung terlihat. Begitu seseorang menonton sebuah adegan pembunuhan sadis dia tidak akan pergi keluar dan melakukan pembunuhan sadis. Tetapi akan terlihat kelak dimana bila semakin banyak seseorang itu menonton acara-acara kekerasan maka akan semakin besar kemungkinan bagi dia untuk berpikir bahwa hal semacam itu normal-normal saja dan boleh untuk dipraktekkan.151

Televisi, selain selalu tersedia dan amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi misalnya, berita, film,

150 Khairunnisafathin, Pengaruh Multimedia terhadap Masyarakat, melalui

https://khairunnisafathin.wordpress.com/2011/01/ diakes tanggal 12 Januari 2016

151

http://igozigozza.blogspot.co.id/2012/07/pengaruh-televisi-terhadap-manusia.html, diakses tanggal 4 November 2015


(10)

sinetron, komedi, religi, dan masih banyak lagi, tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan sesuai dengan selera. Sehingga, walaupun semua orang mungkin sudah tahu akan dampak negatif yang bisa ditimbulkannya, keberadaan televisi tetap saja dipertahankan. Ketakutan merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu individu melindungi dirinya dari suatu bahaya sekaligus memberi pengalaman baru. Untuk mengatasi rasa takut yang berlebihan pada anak, yang harus dilakukan orangtua adalah membangunkan konsep diri anak yang positif sehingga percaya diri sebagai modal untuk memasuki dunia luarnya. Usahakan anak mengenal namanya dengan segala predikat positif yang disandangnya. Beri kesempatan anak berinteraksi dengan dunia luarnya.152

Berita kriminal adalah uraian tentang peristiwa/fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita tentang kejahatan yang ditayangkan di televisi. Berita kriminal sebagai acara yang menayangkan informasi hanya berkisar mengenai kejadian kriminal/kejahatan, kecelakaan, kebakaran dan atau orang hilang; tayangan ini dapat dikemas dalam format berita (news) ataupun laporan mendalam (indepth report) yang mengupas suatu kasus lama atau baru yang belum. Sudah terungkap, dan terkadang disertai tips-tips untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan. Berita kriminal adalah uraian tentang peristiwa atau fakta mengenai berbagai tindakan kriminal (kejahatan) yang dilakukan oleh pelaku kejahatan.153 Berita dianggap menarik minat khalayak pemirsanya dengan kemasan aktual dan mendalam. Selain itu dengan berita yang bersifat komprehensif, interpretatif dan investigatif, akan menambah pengetahuan dan wawasan khalayak secara mendalam.154

152

Soetarlinah Sukadji, Televisi dan Agresivitas pada anak, Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Jawa Tengah, 2012, hal 12

153 Dwi Aprilia.Op.Cit, hal 27 154

Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi : Teori dan Praktik, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006), hal 68


(11)

Setiap anak kecil pasti memiliki rasa takut, dalam kadar yang berbeda-beda. Ketakutan ini ada yang wajar dan ada juga yang tidak. Adalah tugas kita, sebagai orang tua untuk membantunya mengatasi rasa takut ini. Walaupun kesannya sepele, namun sebenarnya mampu tidaknya orang tua membantu anak untuk mengatasi ketakutan dan membangun keberanian ini memiliki dampak yang besar di kemudian hari. Anak yang kurang berhasil mengatasi ketakutan-ketakutan masa kecilnya, biasanya cenderung menjadi penakut dan kurang percaya diri dikemudian hari. Sebaliknya anak yang dapat mengatasi ketakutan masa kecilnya biasanya tumbuh menjadi berani dan punya percaya diri.155

Tayangan televisi merupakan media massa yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika banyaknya tindak kekerasan yang ditayangkan di televisi mempengaruhi perilaku seseorang. Efek tayangan kekerasan sangatlah berbahaya bagi orang-orang yang kurang bisa menganalisis dan mengidentifikasi tayangan-tayangan kekerasan di televisi. Seiring dengan semakin banyaknya tayangan yang mengandung unsur kekerasan maka kemungkinan seseorang untuk meniru perilaku itu semakin besar.

Dampak tayangan kekerasan di televisi paling sering melanda anak-anak. Dimana anak-anak menganggap adegan kekerasan tersebut sebagai hiburan. Hal itu akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak ketika telah menjadi lebih dewasa. Dia akan merasa sudah terbiasa dengan tindakan kekerasan dan tidak merasa takut untuk melakukannya. Daya tarik sebuah tayangan televisi memang sangat relatif. Fenomena yang terjadi, banyak tayangan kurang mendidik justru sangat diminati masyarakat, sementara tayangan-tayangan yang mendidik justru cenderung ditinggalkan. Padahal hanya tayangan-tayangan yang mendapat perhatian besar

155

http://www.anaksehat.org/artikel-kesehatan-anak/artikel-kesehatan-anak-12.html diakses tanggal 7 November 2015


(12)

masyarakatlah yang mampu menarik iklan dalam jumlah besar. Karena itulah, stasiun-stasiun televisi tetap menyajikan tayangan-tayangan yang disukai masyarakat, terlepas bahwa kualitas tayangan itu sendiri disadari cenderung menjerumuskan atau kurang bermanfaat bagi masyarakat.156

Pengelolaan media khususnya stasiun televisi memang tak bisa dipisahkan dengan bisnis. Hampir semua tayangan diharapkan mampu memberikan masukan dari sisi komersial. Namun, satu hal harus tetap mendapat perhatian secara saksama, yakni upaya untuk terus meningkatkan kualitas siaran. Selain itu, tanggung jawab moral para pengelola televisi perlu terus ditumbuhkan dalam upaya meredam pengaruh negatif siaran televisi.157

Tayangan-tayangan televisi idealnya tak hanya asal menghibur dan laku jual, namun sekaligus harus mampu mendatangkan manfaat positif bagi masyarakat luas. Di sinilah tantangan itu menghadang para pengelola televisi di tanah air, yakni bagaimana menciptakan sebuah kemasan tayangan yang menarik, menghibur, laku jual, dan sekaligus mampu memberikan pendidikan sehat bagi pemirsanya. Banyaknya keberadaan stasiun televisi, membuat persaingan antar stasiun televisi menjadi keras, mereka dituntut kreatif mengemas acara mereka agar menarik perhatian para sponsor untuk mendukung keberlangsungan acara mereka dan memiliki nilai jual kepada masyarakat dengan ditonton banyak orang . Hal tersebut yang membuat stasiun televisi berlomba menampilkan tayangan yang menarik

156 E.B. Surbakti, Awas Tayangan Televisi,tayangan misteri dan kekerasan mengancam anak

anda, (Jakarta : PT.Elex media Komputindo,2008), hal 141

157

Ferry Bashanova, Tinjauan yuridis terhadap tayangan komedi yang menggunakan unsur

kekerasan sebagai bahan lawakan ditinjau dari uu no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, melalui

http://bashanovathink.blogspot.co.id/2011/03/tinjauan-yuridis-terhadap-tayangan.html, diakses tanggal 13 Januari 2016


(13)

perhatian masyarakat walaupun tayangan tersebut mungkin saja memunculkan dampak negatif.158

Stasiun televisi sebagai lembaga penyiaran seharusnya melakukan penyiaran dengan kaidah-kaidah yang ditentukan dalam perundang-undangan.Untuk itu lembaga penyiaran harus memperhatikan pokok-pokok penyiaran sebagaimana yang ditentukan dalam Penjelasan Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran yaitu : Penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supremasi hokum dan penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi individu/ orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu / orang lain.159

Tayangan televisi memang menjadi alternatif di tengah berbagai kepahitan kehidupan. Bagi orang dewasa, televisi bisa menjadi sarana sublimasi bagi kejenuhan jiwa akibat tekanan kehidupan yang terus menghimpit, bagi anak-anak, televisi bisa menjadi sarana untuk melepas beban pelajaran yang dirasa berat. Bahkan di kalangan orangtua juga akan cenderung membenarkan anaknya untuk menonton televisi dalam waktu yang panjang ketimbang anaknya berada di luar rumah. Kekhawatiran berlebihan situasi di luar rumah, menghalalkan anak untuk berlama-lama di depan televisi. Namun menonton televisi juga memiliki dampak yang tidak sehat, sebab

158

Ibid

159


(14)

tayangan televisi ternyata juga tidak mendidik dan mengandung kekerasan simbolik.160

Tayangan berita kriminal di televisi dapat memberikan pengaruh, yaitu positif dan negatif. Dampak positifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam berita tersebut disikapi sebagai pembelajaran dari kehidupan sosial sehingga masyarakat harus hati-hati dan waspada pada kemungkinan terjadinya tindakan kriminal tersebut. Sedangkan dampak negatifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam berita tersebut dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi orang tertentu untuk belajar dan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain di televisi. Siaran-siaran televisi telah meracuni otak anak-anak dengan berbagai macam tayangan yang belum sepantasnya menjadi tontonan mereka. Anak-anak belum mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas. Mereka hanya tahu bahwa televisi itu bagus, mereka merasa senang dan terhibur serta merasa penasaran untuk terus mengikuti acara demi acara berikutnya. Media televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dampak negatif ini menjadi perhatian orang tua untuk membatasi waktu menonton televisi, mengawasi serta menyeleksi tayangan yang pantas ditonton oleh anak-anak.161

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menbutuhkan perlindungan hukum khusus yang berbeda dari orang dewasa, dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang. Perlindungan hukum anak diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap kebebasan dan hak asasi anak yang berhubungan kesejahteraanya. Pemberitaan media massa dihiasi oleh banyaknya tindak

160

Ferry Bashanova, Tinjauan yuridis terhadap tayangan komedi yang menggunakan unsur kekerasan sebagai bahan lawakan ditinjau dari uu no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, melalui http://bashanovathink.blogspot.co.id/2011/03/tinjauan-yuridis-terhadap-tayangan.html diakses tanggal 6 November 2015

161

Hasil Wawancara Tanggal 17 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi Sumatera Utara


(15)

pemerkosaan yang terjadi. Berita yang diambil wartawan memperlihatkan identitas anak yang menjadi korban tindak pidana perkosaan. Pemberitan tersebut menimbulkan dampak terhadap anak. Anak korban perkosaan hendaknya diberikan perlindungan dari media massa. Kenyataanya sering sekali dijumpai media massa memberitakan berita anak korban perkosaan. Pemberitaan media massa tersebut menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap anak korban perkosaan. Adapun permasalahannya adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban perkosaan dalam pemberitaan media massa, bagaimana upaya pencegahan terhadap anak korban kejahatan perkosaan dari pemberitaan media massa. Perlindungan hukum terhadap anak korban kejahatan perkosaan dalam pemberitaan media massa menurut undang-undang diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 14 dan 29 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Siaran (P3SPS) Tahun 2012.162

Siaran berita kriminal di televisi kerap kali menayangkan berita-berita yang mengandung unsur pornografis, kekerasan, hedonisme, dan sebagainya yang ditampilkan di layar kaca. Berita tersebut disaksikan oleh berbagai lapisan masyarakat, diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Mereka masih belum dapat memilih dan memilah mana tayangan yang seharusnya patut dicontoh dan tidak. Tayangan berita yang demikian dapat mempengaruhi perilaku anak-anak dan remaja yang notabene masih berjiwa labil. Maka, orangtua dituntut untuk memiliki andil besar dalam mengontrol perubahan yang terjadi pada anak-anak dan remaja.

162 Lia Kurniawati, Perlindungan hukum terhadap anak korban, melalui

http://liakurniawati-blogbaruku.blogspot.co.id/2015/06/perlindungan-hukum-terhadap-anak-korban.html, diakses tanggal 7 November 2015


(16)

Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukanlah penulisan makalah mengenai pengaruh berita di televisi terhadap perilaku anak-anak dan remaja.163

Manusia memanfaatkan televisi sebagai alat bantu yang paling efektif dan efisien. Informasi yang diinginkan oleh banyak orang hampir semuanya dapat diperoleh dari berbagai program dan tayangan berita di televisi yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan material. Kegiatan menonton berita di televisi sering tidak terencana dan bersifat tidak sadar. Apabila orangtua dari si anak dan remaja sedang menonton berita, mereka juga turut serta menontonnya. Televisi dapat dengan mudah melahap sebagian besar waktu sang anak yaitu waktu untuk belajar, membaca, menggambar atau membantu pekerjaan rumah tangga. Apabila berita di televisi menyajikan tayangan yang bernuansa kekerasan, maka anak-anak dan remaja cenderung menyukai dan menggemari tayangan tersebut karena mereka beranggapan bahwa anak yang kuat akan disegani oleh teman-temannya. Apa yang dilihat pada tayangan televisi itu biasanya akan ditiru mentah-mentah tanpa bersikap selektif dalam memilih tayangan yang disajikan. Akibatnya, timbul kekhawatiran akan pengaruh tayangan berita di televisi terhadap perilaku anak-anak dan remaja.164

Banyak yang tidak manyadari bahwa tayangan di televisi yang menggunakan unsur kekerasan membawa dampak negatif secara tidak langsung, kebanyakan hanya menganggap positifnya saja yaitu dapat menjadi mata pencaharian para pelakunya serta menghibur hati pemirsa. Anak-anak cenderung konsumtif terhadap tayangan televisi, padahal apa yang mereka lihat hanya dapat mereka rangkum secara nalar dan logika mereka, yang tentu saja untuk menganalisis sebuah masalah tak setajam

163

Ishadi SK. Dunia Penyiaran-Prospek dan Tantangannya. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal 38

164 Umam Higoes, Karya Ilmiah Dampak Penayangan Televisi, melalui http://umamhigoes.

blogspot. co.id/2014/11/ karya-ilmiah-dampak-penayangan-televisi.html, diakses tanggal 3 November 2015


(17)

orang dewasa. Televisi bagitu marak menayangkan acara yang mengeksploitasi perilaku kekerasan, bahkan seolah menjadi tren. Lewat kemasan reality show dan komedi, keberadaannya digandrungi banyak pemirsa dari anak-anak sampai orang tua. Konsekuensinya, tayangan kekerasan yang ditonton oleh anak-anak secara terus menerus, menyebabkan anak-anak menjadi agresif dan mengubah sikap dan perilaku anak.165

Permasalahan utama dalam penyiaran Indonesia adalah tidak konsistennya pemerintah sebagai salah satu regulator penyiaran Indonesia, mandulnya regulator penyiaran yang lain, Komisi Penyiaran Indonesia, dan ketidaktaatan penyelenggara penyiaran di Indonesia, terutama stasiun televisi swasta yang beroperasi secara nasional. Di atas semuanya, ketidaktaatan pada regulasi utama media penyiaran adalah hulunya, yaitu pengabaian terhadap Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang sudah berlangsung selama satu dekade.166

Atas pemberitaan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, menimbulkan dampak negatif yang dikonsumsi oleh masyarakat. Tidak hanya itu bentuk penyimpangan di bidang penyiaran bukan hanya pemberitaan yang berakibat negatif, tetapi juga mengenai perizinan di dalam penyiaran. Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyaiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dan pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Jika adanya penyimpangan dalam bidang penyiaran harus diberi sanksi yang tegas, karena negara Republik Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi

165

Winda Tri Wahyuni, Penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran Terhadap Tayangan Kekerasan di Televisi, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2012

166 Erpand sima, Lemahnya Regulasi Penyiaran dalam berita televisi, melalui

http://erpandsima. blogspot.co.id/2015/05/lemahnya-regulasi-penyiaran-dalam.html, diakses tanggal 8 November 2015


(18)

keberadaan hukum, jadi siapa yang melanggar aturan hukum maka harus dikenakan sanksi.167 Sanksi pada umumnya adalah alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku. Tugas sanksi adalah:

1. merupakan alat pemaksa atau pendorong atau jaminan agar norma hukum ditaati oleh setiap orang;

2. merupakan akibat hukum bagi seseorang yang melanggar norma hukum.

Dengan demikian sanksi dapat sekaligus merupakan alat preventif, dan dalam hal telah terjadi suatu pelanggaran norma, ia menjadi alat repressif. Jenis sanksi dalam penyimpangan terhadap Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran meliputi:

1. Sanksi administratif, yang berupa: a. Teguran tertulis;

b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu;

c. Pembatasan durasi dan waktu siaran; d. Denda administratif;

e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;

f. Tidak diberi perpanjang izin penyelenggaraan penyiaran; g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

2. Sanksi pidana yang meliputi, pidana kurungan dan pidana denda. Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 57 mengenai ketentuan pidana menyatakan bahwa:

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:

a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), mengenai Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.

b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), mengenai setiap akhir tahun anggaran, Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa.

c. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), mengenai Lembaga penyiaran asing dilarang didirikan di Indonesia.

167


(19)

d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5), mengenai larangan isi siaran meliputi:

1) bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/ atau bohong;

2) menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau

3) mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

e. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), mengenai larangan isi siaran yang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan Internasional.

Pentingnya perlindungan anak daJam rangka menjamin kondisi terbaik yang dapat diterima oleh setiap anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, maka pemerintah Indonesia pada tanggal 22 oktober 2014 telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menghindarkan hal-hal yang negatif terhadap pengamh perkembangan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan pasal 15 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang perlindungan anak, bahwa anak berhak memperoleh perlindungan yaitu, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : Penyalahgunaan dalam kegiatan politik, Pelibatan dalam sengketa bersenjata, Pelibatan dalam kerusuhan sosial, Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan Pelibatan dalam peperangan. Sebagai salah satu upaya untuk memberikan perlindungan hukum pidana terhadap anak baik sebagai pelaku maupun korban tindak pidana, diperlukan suatu peraturan perundang-undangan untuk menjamin pelaksanaannya.

Berbicara tentang Kriminalisasi dapat juga diartikan sebagai proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang dimana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana. Kriminalisasi terhadap tayangan televisi terwujud dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran pada Pasal 36 huruf e yaitu : Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh


(20)

mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Isi siaran dilarang : bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohongm, menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.

Dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran Pasal 36 ayat (3) dijelaskan bahwa anak-anak dan remaja merupakan fokus utama dalam perlindungan dari pengaruh tayangan televisi. Siaran televisi untuk anak dan remaja pada waktu yang tidak tepat seperti dijelaskan sebelumnya hanya merupakan wacana yang tertuang dalam Undang-undang penyiaran sedangkan pada kenyataannya tidak ada peran aktif dai pengawas penyiaran di Indonesia. Tayangan televisi yang khusus untuk anak-anak juga dapat menyebabkan pengaruh yang kurang baik pada anak apabila tayangan tersebut ditayangkan pada waktu yang kurang tepat yaitu pada pagi hari dimana anaakanak harus bersiap-siap kesekolah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan disekolah. Untuk itu tayangan televisi untuk anak harus ditayangkan pada waktu yang tepat misalnya pada hari libur sekolah maupun pada sore hari, dimana anak-anak berkumpul dengan orangtuanya sehingga dalam menonton tayangan televisi anak medapat pengawasan dan bimbingan orangtuanya.

Tayangan televisi yang mengandung unsur kriminalitas dewasa ini telah banyak ditemui diberbagai stasiun televisi di Indonesia. Hal ini merupakan suatu gejala yang akaan mengakibatkaan menurunnya moral bangsa dan kurangnya kepedulian pihak pertelevisian terhadap perkembangan mental bangsa Indonesia terutama anak-anak. Anak-anak yang memilki sifat yang suka mencontoh dari apa yang ia lihat, dan kurang dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk dari tayangan televisi yang ia tonton.


(21)

Perlindungan anak sebagai korban tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-undang No. 32 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak antara lain adanya perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dan anak korban tindak pidana yang merupakan kewajiban dan tanggun jawab Pemerintah dan masyarakat (pasal 64 ayat 1) dan Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui Perlakuaan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini dan penyediaan sarana dan prasarana khusus. Penjatuhan sanksi yaang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau keluarga. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massadaan untuk menghindari labelisasi (pasal 64 ayat 2)

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga dan upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi, korban, dan saksi ahli, baik itu fisik, mental, maupun sosial. Pemberiaan aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara (pasal 64 ayat 3). Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi oleh Pemerintah dan masyarakat (pasal 64 ayat 1). Melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi narkoba (pasal 64 ayat 2). Perlindungan anak dari segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan


(22)

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi adalah menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh berbagai pihak.

B. Keterlibatan Orang Tua Dalam Mendampingi Anak terkait dengan tayangan kriminal oleh televisi

Dari semua media yang diakses oleh anak-anak, televisi merupakan media yang paling dominan dan paling berpengaruh dalam segmen anak-anak. Aktivitas menonton televisi, di satu sisi memberikan hiburan bagi anak dan remaja, disisi lain juga membahayakan mengingat program berita kriminal di TV cenderung mengabaikan kemampuan pemahaman anak.

Orang tua tetap memiliki peran yang luar biasa penting pada rangkaian pesan acara televisi yang di tonton anak-anak. Namun sayangnya, tidak semua orang tua memiliki waktu, kepedulian, dan peka terhadap masalah ini, terutama orang tua (ayah dan ibu) yang sudah terlalu sibuk dengan berbagai urusan pekerjaan dan menyerahkan sepenuhnya pengawasan anak dan keberlangsung rumah tangga kepada pembantu. Berkaitan dengan fungsi dan eksistensi media massa, terutama televisi, orangtua memiliki pandangan yang beragam. Sebagian orang tua berada pada Cognitive effects concern, dimana pada posisi ini orangtua yang cenderung berkepentingan dengan efek kognitif media, mereka akan mendiskusikan kandungan program dengan anak-anak mereka. Di lain sisi ada orang tua yang lebih cenderung pada Behavioral effects concern, dalam hal ini orangtua cenderung berkepentingan dengan efek behavioral, sehingga mereka cenderung memediasi dan memfokuskan kontrol mereka dengan cara membatasi kapan dan jenis program yang ditonton. Dalam penelitian yang penulis dan kawan-kawan lakukan, Ibu masih merupakan pendamping yang paling dominan di tengah keluarga, dan perannya selaku pendamping terutama terlihat ketika


(23)

mendampingi anak menonton kartun. Padangan lainnya adalah No effects, yaitu orangtua yang cenderung menganggap televisi tak punya efek apapun, apakah itu menguntungkan atau merugikan, tidak memiliki sikap apapun berkaitan dengan media. Jadi, terserah anak saja mau menonton kapan, dan apa saja.168

Taggungjawab utama atas apa yang ditonton anak-anak berada di pundak para orangtua. Peran orangtua setiap pihak yang peduli pada anak-anak dan pendidikan perlu dilibatkan dalam usaha mengamankan akses berita atau program dan pelayanan yang dirancang untuk membantu anak-anak dan keluarga-keluarga.169

Pro-kontra terhadap televisi akan selalu ada, termasuk tentang bagaimana gaya pendampingan orangtua terhadap anak dalam menonton televisi. Orang tua juga bebas dalam menyesuaikan bagaimana bentuk mediasi yang akan diterapkan, sekaligus bebas menentukan bagaimana pandangan mereka terhadap televisi. Namun, jika orangtua menonton televisi dan film dengan anak-anaknya, mereka bisa menyediakan pandangan lain untuk menjelaskan, mengubah, memodifikasi, atau menyangkal informasi yang diterima oleh anak-anaknya. Tentunya, hal Ini lebih baik daripada

membiarkan anak „bersenang-senang‟ sendiri dengan televisi dan menyalahkan televisi.170

Hampir setiap hari baik di televisi maupun Koran terdapat berita mengenai kriminalitas, diantaranya terdapat berita kriminalitas yang dilakukan oleh para remaja baik itu tawuran ataupun yang sedang hangat-hangatnya saat ini adalah adanya geng motor yang meresahkan masyarakat. Perilaku anarki seperti itu sangat sering dipertontonkan ditengah-tengah masyarakat tanpa menghiraukan apakah hal tersebut

168

Ritagani, mendapingi anak menonton televisi, melalui http://blogercom-ritagani.blogspot. co.id/2012/04/mendampingi-anak-menonton-televisi.html, diakses tanggal 14 Januari 2016

169 Milton Chen, Op.Cit, hal xix

170 Ritagami, Mendampangi anak menonton Televisi, melalui

http://blogercom-ritagani.blogspot. co.id/2012/04/mendampingi-anak-menonton-televisi.html, diakses tanggal 8 November 2015


(24)

merupakan perilaku yang terpuji atau tidak terpuji dan merugikan banyak orang. Bahkan mereka akan merasa bangga apabila orang lain takut terhadap kelompok mereka.171

Peran orang tua dalam menonton televisi masih sangat rendah. Dalam arti bahwa tingkat keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak ketika menonton televisi masih rendah. Para orang tua masih menganggap televisi sebagai media hiburan yang dibutuhkan di dalam keluarga. Hal menarik lainnya adalah keragaman pandangan orang tua terhadap tayangan televisi. Sebagian besar orang tua berpendapat secara positif terhadap dampak acara televisi sehingga dianggap baik dan bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa televisi mempunyai peran edukasi dalam kehidupan anak. Para orang tua masih melihat ada sisi edukasi yang diberikan televisi pada penontonnya, khususnya anak-anak. Jika mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan YLKI, pada kenyataannya program acara yang ditayangkan untuk anak-anak bahkan pada jam siaran untuk anak-anak-anak-anak lebih banyak mengandung unsur hiburan yang mengarah pada nilai-nilai pesan yang bersifat antisosial. Artinya nilai edukasi atau pengetahuan dalam tayangan program acara anak-anak sangat minim. Pandangan positif yang dimiliki orang tua pada tayangan-tayangan televisi telah mengakibatkan orang tua tidak menerapkan aturan khusus bagi anak-anak untuk menonton televisi. Para orang tua hanya mengandalkan pada kemampuan mereka dalam mengatur jadual dan memilih acara yang tepat untuk anak sehingga anak-anak dapat melihat tayangan yang bermanfaat. Bahkan pada beberapa informan orang tua

171 Sakty Arya Prabawardhani, Peran Orang Tua dalam Mencegah Terjadinya Kekerasan

diantara Remaja, melalui http://saktybee.blogspot.co.id/2012/06/peran-orang-tua-dalam-mencegah.html, diakses tanggal 8 November 2015


(25)

tidak memiliki aturan secara khusus atau tidak ada kesepakatan dengan anak yang berkaitan tentang aturan menonton televisi bagi anak-anaknya.172

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kewaspadaan orang tua terhadap penggunaan televisi pada anak dan diberikannya kebebasan pada anak untuk menonton televisi, di antaranya: (a) sedikitnya waktu yang mereka miliki karena mereka bekerja seharian; (b) kepemilikan televisi lebih dari satu membuat orang tua memilih menonton televisi di kamar tidur, demikian pula anak-anak merasa lebih nyaman menonton televisi di kamar mereka. Selain itu juga rendahnya keterlibatan orang tua dalam mendampingi pada saat menonton televisi bisa terlihat dari adanya data yang menunjukkan jarangnya orang tua menemani anak menonton televisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orangtua terutama bapak lebih banyak bekerja di luar rumah sedangkan sang Ibu meskipun tidak bekerja tetapi juga tidak melakukan pendampingan pada anak pada saat menonton televisi.173

Melihat dampak negatrif dari penayangan acara yang tidak sesuai bagi usia anak terhadap intelektual, daya fantasi dan perkembangan moral yang begitu besar, maka peranorang tua sangat besar untuk dapat memberi kesempatan, melatih, mengembangkan dan mengarahkan mana yang benar dan mana yang salah. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship) antara orang tua dan anak dalam mengkonsumsi acara TV apa saja yang boleh ditonton anak dan apa yang tidak boleh ditontonnya, dipengaruhi oleh keterbukaan, dukungan dan faktor kepercayaan. Keterbukaan dan komunikasi antara orang tua dan anak, sangat dibutuhkan terutama dalam proses perkembangan anak. Dalam hal ini yaitu kemampuan membuka diri

172

Catur Suratnoaji, Model Pengembangan “Diet Media TV” Sebagai Penangkal Kecanduan

Anak Terhadap Media TV dan Dampak Negatifnya, Jurnal Hukum, Ilmu Komunikasi FISIP UPN

Veteran Jatim, 2011, hal 3

173 Shelvia handayani, Kekerasan terhadap Anak dalam Penayangan Berita di telvisi,

Makalah Hukum Pidana, diakses


(26)

antara orang tua dan anak mengatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang sebelumnya disembunyikan. Keterbukaan dalam hal ini mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan acara TV yang menjadi permasalahan, dimana di sini orang tua harus memberi penjelasan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh anak, mengapa dilarang menonton acara yang bersangkutan.174

Orang tua cenderung tidak melakukan pendampingan anak dalam menonton televisi. Anak cenderung dibebaskan dalam memilih program televisi dan cenderung tidak ada filter atau seleksi dari orang tua terhadap program-program yang ditonton anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai peran yang cukup baik dalam mengontrol anak-anak dalam menonton televisi. Akan orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai mobilitas tinggi di luar rumah sehingga kontrol terhadap anak-anak dalam menonton TV menjadi longgar bahkan tidak berjalan sesuai dengan harapan. Sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah masih menganggap bahwa dampak media TV terhadap anak bukan merupakan sesuatu hal penting sehingga cenderung tidak pernah melakukan kontrol terhadap kegiatan anak dalam menonton TV.175

C. Peran Regulator (KPI) Dalam Mengontrol Kegiatan Anak terkait dengan tayangan di televisi

Dari semua media yang diakses oleh anak-anak, televisi merupakan media yang paling dominan dan paling berpengaruh dalam segmen anak-anak. Aktivitas menonton televisi, di satu sisi memberikan hiburan bagi anak dan remaja, disisi lain juga membahayakan mengingat program TV cenderung mengabaikan kemampuan

174 Rekno Sulandjari, Selektivitas Acara Televisi Oleh Orang Tua Terhadap Persepsi Acara

Yang Sesuai Bagi Anak, Jurnal Hukum, Unpand Fakultas Hukum, 2009

175 Billy K. Sarwono, Pendampingan Orang tua ketika Anak Menonton Televisi, melalui

https://billysarwono.wordpress.com/2011/03/05/pendampingan-orang-tua-ketika-anak-menonton-televisi/, diakses tanggal 11 Januari 2016


(27)

pemahaman anak. Kasus peniruan kekerasan dari tayangan TV Smackdown yang mengakibatkan luka dan cacat bahkan meninggal dunia merupakan contoh nyata di Indonesia. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak atau remaja tidak mampu berinterkasi secara baik dengan media televisi. Pertama, pada kehidupan masyarakat belum terbentuk pola kebiasaan menonton TV yang sehat. Menonton TV yang sehat setidaknya mencakup dua hal yakni memperhatikan isi acara yang ditonton harus sesuai dengan usia anak, dan kapan waktu anak menonton serta lamanya menonton yang semestinya tidak lebih dari 2 jam sehari. Dalam faktanya, kegiatan anak menonton televisi di Surabaya masih melebihi dari angka 2 jam yaitu rata-rata masih di kisaran 4 jam. Kedua, isi acara TV cenderung tidak memihak pada kepentingan anak-anak. Pengelola televisi masih cenderung memproduksi dengan pola pikir bisnis semata. Pengelola televisi pada umumnya kurang memperhatiakan kepentingan dan perlindungan kelompok permirsa anak. Mereka cendedrung memproduksi program anak yang dapat mendongkrak rating televisi. Dengan rating tinggi maka secara otomatis pemasang iklan akan membeli program televisi ini. Orientasi bisnis telah membuat media televisi melupakan peran media televisi sebagai media edukasi dan pelestasi budaya.176

Salah satu upaya untuk menekan kondisi-kondisi yang merugikan anak atau remaja, regulator yang bergerak dalam bidang penyiaran (KPI) harus melakukan kegiatan yang dapat membangun dan mengembangkan sikap kritis dalam mengkonsumsi siaran televisi. Dengan demikian, dampak negatif menonton televisi dapat ditekan serendah mungkin. Tekanan yang paling efektif bagi industri televisi adalah memberdayakan masyarakat dalam menonton siaran televisi untuk anak-anak. Jika televisi tidak peduali terhadap anak, sedangkan masyarakat mempunyai daya

176


(28)

kritis maka industri televisi tidak akan bisa eksis karena ditinggalkan oleh khalayaknya. Hal yang terpenting untuk membendung dampak negatif televisi dalam kehidupan masyarakat maka semua elemen masyarakat harus dibuat “melek media TV” atau sebuah perpektif yang dapat membantu masyarakat memahami dan menyeleksi program siaran yang berkualitas.177

Dalam upaya menekan dampak media televisi, regulator penyiaran membentuk kelompok kritis dengan mensinergikan dengan lembaga-lembaga lain. KPI menyadari bahwa keterbatasan anggota tidak mampu mengembangkan masyarakat yang mengerti penyiaran dengan bekerja sendirian.178 Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan regulator antara lain penguatan parental mediation dan diet media TV.

1. Memperkuat pendampingan Orang Tua (Parental Mediation). Regulator penyiaran melakukan kegiatan yang dapat memperkuat pendampingan orang tua di masyarakat. Orang tua merupakan “gatekeeper” atau penjaga gawang yang bertugas menentukan mana program yang boleh ditonton anak-anak dan mana program yang tidak boleh ditonton anak-anak. Akan tetapi perlu diwaspadai bahwa kegiatan menonton televisi merupakan sebuah kebutuhan anak. Orang tua harus mampu bersifat demokratis artinya tetap memberikan kebebasan anak-anak untuk menonton televisi tetapi masih dalam kendali orang tua. Pendampingan (mediasi) anak merupakan tindakan yang win-win solution dalam mengatasi problematika anak dalam menonton TV. Tindakan pendampingan disamping memberikan kebebasan anak dalam menonton TV juga mengendalikan anak agar tidak terjerat oleh efek media televisi yang negatif.

177

Ibid, hal 6

178


(29)

2. Disamping melakukan pendampingan anak (parental mediation), sudah beberapa kali melakukan program diet media televisi. Program diet media TV merupakan cara mengajari anak untuk berpuasa atau meminimalisir jumlah jam menonton. Selain itu diet media juga diharapkan mampu mengajari anak untuk mengatur diri, pada jam berapa dia harus menonton, dan isi siaran televisi mana yang layak ditonton untuk dirinya. Penerapan diet media dapat diterapkan oleh orang tua apabila anak sudah mempunyai beberapa gejala : waktu menonton rata-rata lebih dari 2 jam perhari; cenderung mengkonsumsi isi siaran secara bebas atau acak, cenderung tidak patuh bahkan marah-marah bila dibatasi jam menonton, dan lupa terhadap aktivitas lainnya. Jika anak sudah dalam kondisi seperti ini maka orang tua harus menerapkan pola diet media.179

Diet media pada hakekatnya merupakan tindakan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan anak dalam mengkonsumsi siaran TV secara dengan aktivitas lainnya. Beberapa langkah dalam melakukan aktivitas diet media antara lain adalah : 1) menghitung kalori sampai menghitung waktu yang digunakan untuk menotnon televisi. 2) Memastikan bahwa waktu layar kaca anak adalah benar-benar berkualitas; 3) Menyeimbangkan peran yang dimainkan media dalam kehidupoan anak-anak. Dari manfaat diet media maka diharapkan anak-anak dapat menghentikan konsumsi media yang berlebihan dan menetapkan keseimbangan media yang sehat. Hasilnya, dengan keseimbangan media yang baik, anak akan mampu mengontrol peran media pada usia remajanya.180

Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan didaerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam

179

Ibid, hal 8

180


(30)

Undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran”.181

Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.182 KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.183 KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi.184Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.185

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat dalam penyiaran. KPI ini secara yuridis memiliki tugas dan wewenang khusus dalam bidang penyiaran terutama dalam mewujudkan tujuan penyiaran sesuai dengan Undang-Undang. Dalam hal adanya penayangan tayangan komedi yang menggunakan unsur kekerasan sebagai lawakan, maka KPI dapat menjalankan fungsinya untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada stasiun televisi yang melanggar ketentuan perundang-undangan.186

Fungsi KPI dalam aturan undang-undang penyiaran sangat jelas, semua aturan penyiaran pun dinyatakan secara jelas, namun banyak orang yang notabenenya berstatus sebagai konsumen sebuah lembaga penyiaran, namun hanya sedikit yang mau mengadukan siaran yang melanggar ketentuan tersebut padahal tindak lanjut KPI berasal dari aduan masyarakat yang terganggu terhadap tayangan televisi yang meresahkan. Ada dua kemungkinan, berhubungan dengan hal pengaduan. Pertama,

181 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 1 angka 13 182

Ibid, Pasal 7 ayat (1)

183

Ibid, Pasal 7 ayat (2)

184 Ibid, Pasal 7 ayat (3) 185 Ibid, Pasal 7 ayat (4) 186

Hasil Wawancara Tanggal 17 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi Sumatera Utara


(31)

masyarakat benar-benar menikmati program acara TV yang mempertontonkan kekerasan tersebut, dalam artian mereka kurang menyadari bahwa tontonan dapat menjadi sebuah stimulus bagi otak manusia, kemudian bisa saja menjadi sebuah doktrin apabila disaksikan berulang kali dan secara rutin, sehingga mendorong orang lain untuk berbuat hal yang sama. Kedua, ketidaktauan masyarakat luas tentang keberadaan KPI, fungsi KPI, serta mekanisme pelaporan yang mungkin saja di benak masyarakat akan menemui birokrasi yang sulit.

KPI dapat menjalankan fungsinya untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada stasiun televisi yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Fungsi KPI dalam aturan undang-undang penyiaran sangat jelas, semua aturan penyiaran pun dinyatakan secara jelas, namun banyak orang yang notabenenya berstatus sebagai konsumen sebuah lembaga penyiaran, namun hanya sedikit yang mau mengadukan siaran yang melanggar ketentuan tersebut padahal tindak lanjut KPI berasal dari aduan masyarakat yang terganggu terhadap tayangan televisi yang meresahkan. Fungsi pengawasan dan tindakan yang dilakukan oleh KPI dijalankan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002. Peran KPI berperan sebagai lembaga pengontrol program tayangan televisi. Sudah seberapa banyak tayangan televisi berhasil dihentikan tayangannya karena tidak sesuai dengan aturan dan budaya kita.187

Fungsi pengawasan dan tindakan yang dilakukan oleh KPI dijalankan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang berbunyi :

1. KPI sebagai wujud serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.

2. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, KPI mempunyai wewenang :

a. Menetapkan standar program siaran

187

Hasil Wawancara Tanggal 17 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi Sumatera Utara


(32)

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran c. Mengawasi pelaksanaan peraturan pedoman dan perilaku penyiaran

serta standar program siaran

d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran

3. KPI mempunyai tugas dan kewajiban :

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia

b. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran Berdasarkan pasal diatas, maka KPI mengawasi (control) segala bentuk penyiaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi termasuk tayangan berita kriminal yang menggunakan unsur kekerasan sebagai bahan lawakan. Pengawasan yang dilakukan oleh KPI juga mengharapkan peran serta masyarakat dengan memberikan pengaduan atau keluhan terhadap tayangan berita kriminal di televisi, hal ini sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 50 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang berbunyi:

1. KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran

2. KPI wajib menerima aduan dari setiap dari setiap orang atau kelompok-kelompok yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran

3. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 huruf e

4. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab

5. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan lembaga penyiaran yang terkait

KPI yang kita harapkan mampu menjadi filter penyiaran, ternyata sama sekali tak berkutik terhadap kapitalisme. KPI seharusnya di posisi terdepan dalam melawan berbagai aksi propaganda terkait dengan kepentingan modal, bisnis dan ideologi kapitalisme, akibatnya, berbagai tayangan yang disiarkan oleh stasiun televisi lolos tanpa kritik dan memasuki ruang ruang publik secara leluasa dan KPI harus mempunyai komitmen yang sungguh-sungguh meengaktualisasikan kewenangan yang diamanahkan Undang-undang Nomor: 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dengan tegas


(33)

tanpa pandang bulu. Dengan demikian diharapkan program siaran yang ditayangkan bersih dari tayangan yang tidak layak tayang yang sangat meracuni jiwa, moral dan etika bangsa terutama kalangan remaja dan anak-anak. Pengawasan (kontrol) yang dilakukan oleh KPI juga mengharapkan peran serta masyarakat dengan memberikan pengaduan atau keluhan terhadap tayangan kekerasan di televisi termasuk tayangan komedi yang menggunakan unsur kekerasan.188

Sebenarnya jika dilihat dari segi materiilnya, penjatuhan sanksi adminstratif kurang tepat karena yang dilanggar adalah ketentuan pidana Pasal 36 ayat (5), sedangkan untuk sanksi administratif adalah untuk Pasal-Pasal yang ditentukan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang berbunyi:

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf f, Pasal 36 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 29 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (11) dikenakan sanksi administratif.

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaskud dalam ayat (1) dapat berupa : a. Teguran tertulis

b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu

c. Pembatasan durasi dan waktu siaran d. Denda administratif

e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu

f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran

3. Ketentuan labih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi administratif sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.

Dilanggarnya ketentuan Pasal 36 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 sudah merupakan tindak pidana sehingga KPI tidak perlu lagi menjatuhkan sanksi administratif akan tetapi melaporkan kepada pihak kepolisian berdasarkan bukti-bukti yang ada bahwa stasiun televisi telah melakukan tindak pidana yang

188

Hasil Wawancara Tanggal 18 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi Sumatera Utara


(34)

melanggar Pasal 36 ayat (5) sehingga sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi pidana bukan sanksi administratif.

KPI memiliki peran yang sangat penting dalam dunia penyiaran, sebab semua kegiatan yang dilakukan oleh KPI adalah kegiatan yang dapat mengontrol semua kegiatan yang terdapat dalam bidang penyiaran. KPI sudah mensosialisasikan kepada lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran dapat memberikan informasi yang sehat, selain itu KPI juga melakukan kegiatan sosialisasi hasil pemantauan. Perlindungan terhadap anak-anak atas pemberitaan kriminal di televisi merupakan salah satu tujuan KPI, semua ditujukan agar hak-hak anak dapat dipenuhi dengan baik. Semua peraturan yang diberlakukan memang memiliki tujuan untuk melindungi terhadap hak anak dari tayangan-tayangan berita kriminal yang dapat merugikan.

Peran KPI dalam aturan yang terkait dengan penyiaran yaitu KPI dalam melakukan kontrol terhadap stasiun TV, agar mampu mewujudkan tayangan yang berkualitas dan sarat pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU 32/ 2002. KPI, sebagai pemantau atau pengawas kinerja media. Secara historis, keprihatinan terhadap siaran media yang cenderung tidak terkontrol inilah yang membuat pemerintah membuat sebuah lembaga independen yang disebut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas untuk mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Karena jika dalam hal penyiaran tidak terdapat sebuah lembaga yang mengaturnya, maka akan banyak terjadi ketimpangan – ketimpangan yang terjadi. KPI memandang penayangan pemberitaan konflik kriminal yang di lakukan oleh lembaga penyiaran tidak menjunjung tinggi kaidah-kaidah jurnalistik dalam melakukan pemberitaannya. Pemberitaan kriminal yang dilakukan secara berulang-ulang akan menimbulkan trauma bagi penduduk di lokasi konflik. Penayangan pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan kebebasan pers yang merupakan hak yang diberikan oleh konstitusional


(35)

berkaitan dengan bahan-bahan yang ingin dipublikasikan tanpa campur tangan pemerintah. Oleh karena itu KPI memberikan sanksi berupa teguran tertulis. Media memiliki tanggung jawab yang wajib ditaati, salah satunya adalah mampu menyajikan berita yang benar, komprehensif dan cerdas.189

Ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang berbunyi :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (sati miliar rupiah), untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah), untuk penyiaran televisi setiap orang yang:

1. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5); 2. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6); Lembaga penyiaran harus memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang ekonomi.190 Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar program isi siaran yang disiarkan tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman khalayak tersebut.191 Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib memperhatikan, memberdayakan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja dan perempuan.192Lembaga penyiaran televisi dilarang menampilkan adegan yang secara jelas didasarkan atas hasrat seksual.193Lembaga penyiaran televisi dibatasi menyajikan adegan dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan

189 Hasil Wawancara Tanggal 18 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi

Sumatera Utara

190

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007 Tentang Standar Program Siaran, Pasal 11 ayat (1)

191 Ibid, Pasal 12 ayat (2) 192

Ibid, Pasal 17

193


(36)

persahabatan, termasuk di dalamnya: mencium rambut, mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium tangan, dan sungkem.194

Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan adegan yang menggambarkan aktivitas hubungan seks, atau diasosiasikan dengan aktivitas hubungan seks atau adegan yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks, secara eksplisit dan vulgar.195Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan suara-suara atau bunyi-bunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks.196Lembaga penyiaran dilarang menyajikan percakapan, adegan, atau animasi yang menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks.197Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan adegan yang menggambarkan hubungan seks antarhewan secara vulgar atau antara manusia dan hewan.198Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang memuat pembenaran bagi berlangsungnya hubungan seks di luar nikah.199

Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan adegan pemerkosaan atau pemaksaan seksual, atau adegan yang menggambarkan upaya ke arah pemerkosaan dan pemaksaan seksual secara eksplisit dan vulgar.200 Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang isinya memuat pembenaran bagi terjadinya perkosaan atau yang menggambarkan perkosaan sebagai bukan kejahatan serius.201

Penerapan KPI dalam mengelolah Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat adalah Komisi Penyiaran Indonesia lebih melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran dalam

194 Ibid, Pasal 18 ayat (2) 195 Ibid, Pasal 19 ayat (1) 196

Ibid, Pasal 19 ayat (2)

197

Ibid, Pasal 19 ayat (3)

198 Ibid, Pasal 19 ayat (4) 199 Ibid, Pasal 19 ayat (5) 200

Ibid, Pasal 20 ayat (1)

201


(37)

hal siaran-siaran yang bertentangan dengan nilai agama dan Undang-Undang. Masyarakat juga berperan serta dalam menyikapi atau menilai penyajian informasi yang disajikan kaum jurnalistik di dalam media komunikasi massa, dan peran orang tua sangat dibutuhkan untuk mengawal tayangan yang layak di tonton oleh anak-anak dan remaja. KPI juga dituntut bekerja lebih aktif terhadap tayangan-tayangan yang tidak layak tayang tanpa menunggu adanya aduan dari masyarakat. Selama ini sanksi yang dikeluarkan oleh KPI hanya sebatas sanksi administratif, penghentian sementara, pengurangan durasi waktu program siaran, dan penghentian mata acara program tapi hal itu tidak bisa memberikan efek jera bagi lembaga penyiaran dalam melakukan pelanggaran-pelanggaran tayangan.202

Lembaga penyiaran dilarang menampilkan tayangan yang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai obyek seks, termasuk di dalamnya adalah adegan yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual.203Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks harus disajikan secara santun, hati-hati, dan ilmiah.204Program pendidikan seks untuk remaja yang bertujuan membantu remaja memahami kesehatan reproduksi harus dilakukan dengan cara yang serasi dengan perkembangan remaja.205 Pembawa acara bertanggungjawab menjaga agar acara itu tidak menjadi ajang pembicaraan mesum.206Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program siaran di

202

Hasil Wawancara Tanggal 19 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi Sumatera Utara

203 Ibid, Pasal 21 ayat (4) 204 Ibid, Pasal 23 ayat (1) 205

Ibid, Pasal 23 ayat (2)

206


(38)

mana penyiar atau pembicara tamu atau penelepon berbicara tentang pengalaman seks secara eksplisit dan rinci.207

Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang membahas atau bertemakan berbagai perilaku seksual menyimpang dalam masyarakat, seperti: hubungan seks antara orang dewasa dan anak-anak/remaja; hubungan seks sesama anak-anak atau remaja di bawah umur; hubungan seks sedarah; hubungan seks manusia dengan hewan; hubungan seks yang menggunakan kekerasan; hubungan seks berkelompok; dan hubungan seks dengan alat-alat.208 Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis.209Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.210

KPI mengawasi pelaksanaan Standar Program Siaran.211 Standar Program Siaran wajib dipatuhi oleh semua lembaga penyiaran.212Lembaga penyiaran wajib memperhatikan Standar Program Siaran dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, penyiaran dan pendanaan program siaran lembaga penyiaran bersangkutan, baik lokal mau pun asing.213

Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan isi Standar Program Siaran kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, penyiaran dan pendanaan program siaran lembaga penyiaran bersangkutan, baik lokal mau pun asing.214Setiap orang atau sekelompok orang yang

207 Ibid, Pasal 23 ayat (4) 208 Ibid, Pasal 24 ayat (1) 209

Ibid, Pasal 28 ayat (3)

210

Ibid, Pasal 28 ayat (4)

211 Ibid, Pasal 67 ayat (1) 212 Ibid, Pasal 67 ayat (2) 213

Ibid, Pasal 67 ayat (3)

214


(39)

mengetahui adanya pelanggaran terhadap Standar Program Siaran dapat mengadukan ke KPI.215KPI menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.216

Salah satu upaya untuk menekan kondisi-kondisi yang merugikan anak atau remaja, regulator yang bergerak dalam bidang penyiaran (KPI) harus melakukan kegiatan yang dapat membangun dan mengembangkan sikap kritis dalam mengkonsumsi siaran televisi. Dengan demikian, dampak negatif menonton televisi dapat ditekan serendah mungkin. Tekanan yang paling efektif bagi industri televisi adalah memberdayakan masyarakat dalam menonton siaran televisi untuk anak-anak. Jika televisi tidak peduali terhadap anak, sedangkan masyarakat mempunyai daya kritis maka industri televisi tidak akan bisa eksis karena ditinggalkan oleh khalayaknya.217

Peran KPI dalam menyikapi penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi terhadap anak yaitu Media penyiaran memang memilki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat serta memiliki pengaruh besar dalam mempengaruhi mindset masyarakat dari tayangannya, maka dari itu media penyiaran harus diatur oleh regulasi yang berfungsi untuk membatasi atau mengatur isi dari tayangannya agar tidak menyimpang dari Undang-undang. Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak. Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan. Masalah berita kriminal telah diatur dalam UU penyiaran karena dinyatakan bahwa isi siaran

215

Ibid, Pasal 69

216 Ibid, Pasal 70

217 Catur Suratnoaji, Model Pengembangan “Diet Media TV” Sebagai Penangkal Kecanduan

AnakTerhadap Media TV dan Dampak Negatifnya, Jurnal lmu Komunikasi FISIP, UPN Veteran Jatim,


(40)

tidak boleh menonjolkan unsur kekerasan serta mengabaikan nilai-nilai agama dan martabat manusia Indonesia. Selanjutnya KPI juga telah membuat Pedoman Perilaku Penyiaran yang lebih memperjelas UU penyiaran termasuk adanya sanksi yang sudah cukup berat bagi penyimpangan dari UU dan peraturan lain yang terkait dengan penyiaran. Harapannya semua orang atau lembaga yang terkait dengan penyiaran dapat menggunakan pedoman tersebut dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan tugas penyiaran sehingga unsur-unsur kekerasan (kriminalitas) dapat diminimalisir. KPI sebagai Lembaga Negara Independen hanya berwenang mengawasi isi siaran melalui P3 SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) tanpa memiliki wewenang memberikan sanksi yang tegas kepada lembaga penyiran yang telah melanggar P3 SPS.218

218

Hasil Wawancara Tanggal 19 November 2015 dengan narasumber KPID Provinsi Sumatera Utara


(41)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan hukum mengenai penayangan berita kriminal oleh televisi terhadap hak anak untuk memperoleh informasi yang sehat adalah Pasal 36 ayat (3) dan Pasal 46 ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 9 ayat (2), Pasal 76B dan Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran mengenai Pasal 6, 17, 28, 29, 33 ayat (4), 41 ayat (4), 46 dan 62 ayat (4).

2. Perlindungan hukum terhadap anak terkait dengan tayangan kriminal oleh televisi kerap kali menayangkan berita-berita yang mengandung unsur pornografis, kekerasan, hedonisme, dan sebagainya yang ditampilkan di layar kaca. Berita tersebut disaksikan oleh berbagai lapisan masyarakat, diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Pemerintah melakukan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran dan Pasal 13, 15, 16 Undang-undang No. 32 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

3. KPI memiliki peran yang sangat penting dalam dunia penyiaran, sebab semua kegiatan yang dilakukan oleh KPI adalah kegiatan yang dapat mengontrol semua kegiatan yang terdapat dalam bidang penyiaran. KPI sudah mensosialisasikan kepada lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran dapat memberikan informasi yang sehat, selain itu KPI juga melakukan kegiatan sosialisasi hasil pemantauan. Perlindungan terhadap anak-anak atas pemberitaan kriminal di televisi 80


(1)

ABSTRAK

Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat

Kini tayangan berita di televisi semakin banyak dan berkembang sehingga menyebabkan pihak stasiun televisi berlomba-lomba untuk menyajikan kemasan berita yang eksklusif dan istimewa agar diminati masyarakat. Tayangan berita yang demikian dapat mempengaruhi perilaku anak-anak dan remaja yang notabene masih berjiwa labil. Maka, orangtua dituntut untuk memiliki andil besar dalam mengontrol perubahan yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Adapun permasalahan penelitian yakni bagaimanakah pengaturan hukum mengenai penayangan berita kriminal oleh televisi terhadap hak anak untuk memperoleh informasi yang sehat, Bagaimanakah dampak penayangan berita kriminalitas di televisi terhadap anak dan Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak terkait dengan tayangan kriminal oleh televisi.

Adapun metode penelitian dilakukan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (library reseach). Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian penulis yakni pengaturan hukum mengenai penayangan berita kriminal oleh televisi terhadap hak anak untuk memperoleh informasi yang sehat adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran. Perlindungan hukum terhadap anak terkait dengan tayangan kriminal oleh televisi kerap kali menayangkan berita-berita yang mengandung unsur pornografis, kekerasan, hedonisme, dan sebagainya yang ditampilkan di layar kaca. Berita tersebut disaksikan oleh berbagai lapisan masyarakat, diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Pemerintah melakukan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran dan Pasal 13, 15, 16 Undang-undang No. 32 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. KPI memiliki peran yang sangat penting dalam dunia penyiaran, sebab semua kegiatan yang dilakukan oleh KPI adalah kegiatan yang dapat mengontrol semua kegiatan yang terdapat dalam bidang penyiaran. KPI sudah mensosialisasikan kepada lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran dapat memberikan informasi yang sehat, selain itu KPI juga melakukan kegiatan sosialisasi hasil pemantauan. Perlindungan terhadap anak-anak atas pemberitaan kriminal di televisi merupakan salah satu tujuan KPI, semua ditujukan agar hak-hak anak dapat dipenuhi dengan baik. Semua peraturan yang diberlakukan memang memiliki tujuan untuk melindungi terhadap hak anak dari tayangan-tayangan berita kriminal yang dapat merugikan.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul: “Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat”.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. H. Ok. Saidin, SH. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Marlina, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini..

7. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

8. Kepada Papa ku Edward S.P Sinaga Simanjorang, S.E (+) dan Mama saya Duma Hotmarisi br Nababan, S.E atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Saudara-saudaraku yang ku cintai, abang ku Josep Samuel Paningotan Sinaga Simanjorang dan adik ku Natasya Octavia Riana br Sinaga Simanjorang yang sedang kuliah di Univ. Veteran Jogja.

10.Kepada Obe mamen, nono, Gabriel,Evelyn “Naruto”, Julius serta rekan-rekan Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2009 selama menjalani perkuliahan.

11.Buat teman-teman kos ku “Kos 58” Jalan Bunga Cempaka yang selalu menemani ane yang sulit tidur membuat kegiatan malam lah, ntah itu gosip politik, ntah juga tentang kehidupan, ckckckckkckckckc.


(4)

12.Kepada GMKI Komisariat Fakultas Hukum USU yang selama Berkuliah selalu mensuport dan selalu mau menjadi bagian keluarga kecil selama dalam masa perkuliahan.

13.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2016 Penulis

Jonathan Immanuel Halomoan 090200316


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Tinjauan Kepustakaan ... 7

G. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II : PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENAYANGAN BERITAKRIMINAL OLEH TELEVISI TERHADAP ANAK YANG MEMPEROLEH INFORMASI YANG SEHAT A. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ... 22

B. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ... 36

C. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran... 39


(6)

BAB III: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT

DENGAN TAYANGAN KRIMINAL OLEH TELEVISI

A. Perlindungan Terhadap Anak Melalui Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran ... 47 B. Keterlibatan Orang Tua Dalam Mendampingi Anak terkait

dengan tayangan kriminal oleh televisi ... 64

C. Peran Regulator (KPI) Dalam Mengontrol Kegiatan Anak

terkait dengan tayangan di televisi ... 69 BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... ... 85 DAFTAR PUSTAKA