Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang ini, televisi merupakan media massa elektronik yang
mampu menyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mengakses
informasi dan mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada waktu yang
bersamaan. Salah satu media massa yang paling banyak memberikan infomasi
adalah Televisi. Televisi dengan berbagai acara yang ditayangkannya telah mampu
menarik minat pemirsanya, dan membuat pemirsanya „ketagihan‟ untuk selalu
menyaksikan acara-acara yang ditayangkan. Bahkan bagi anak-anak sekalipun sudah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktiviatas kesehariannya. Anak-anak
bisa

menghabiskan

waktunya

berjam-jam

hanya


untuk

menonton

televisi

kesayangannya. Acara “nonton tv” sudah menjadi agenda wajib bagi mereka. Sebagai
media audio visual, TV mampu merebut beberapa saluran masuknya pesan-pesan atau
informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. TV mampu membuat
orang pada umumnya mengingat dari apa yang mereka lihat dan dengar dilayar
televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Anak-anak pada umumnya selalu meniru
apa yang mereka lihat, tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap anak tersebut
akan mengikuti acara televisi yang ia tonton.1
Perkembangan teknologi bisa membawa manfaat yang besar bila digunakan
dengan tepat dan benar namun dapat juga membawa dampak buruk terutama bagi
generasi bangsa yang masih dalam proses pencarian identitas diri. Anak-anak dan
remaja adalah pihak yang paling rentan terhadap dampak negatif penggunaan
Rani Yuliandani, “Pengaruh Televisi terhadap Perkembangan Anak”, melalui
https://raniyuliandani.wordpress.com/2009/05/26/pengaruh-televisi-terhadap-perkembangan-anak,

diakses tanggal 26 September 2015
1
1

Universitas Sumatera Utara

teknologi informasi ini. Tayangan-tayangan yang mengandung unsur kriminal adalah
salah satu dari beberapa hal yang perlu diwaspadai.2
Di tengah-tengah persaingan beberapa stasiun televisi dalam membuat
program berita yang paling menarik, Indosiar melihat peluang untuk menayangkan
program berita yang belum pernah sebelumnya keseluruhannya memfokuskan pada
tema kriminalitas. Melalui media, anak atau penonton pada umumnya mempelajari
realitas kehidupan sosial masyarakat. Melalui proses peniruan (imitasi) dan modeling
penonton belajar menyikapi realitas kehidupan sosial masyarakat ketika fenomena
yang ditayangkan di televisi muncul dalam kenyataan hidup sehari-hari. Identifikasi
atas persepsi masyarakat mengenai tayangan kriminalitas di televisi ini akan menjadi
awal dari penelusuran atas dampak yang dirasakan masyarakat setelah diterpa
tayangan kriminalitas di televisi.3
Program berita kriminal sebagai sebuah produk jurnalistik, dalam prakteknya
harus berpedoman pada ketentuan kode etik jurnalistik. Sehubungan dengan hal ini,

etika pers yang termaktub dalam regulasi jurnalistik dimaknai sebagai bagian dari
sensor dan kontrol diri seorang jurnalis menjadi hal yang harus digarisbawahi. Pada
dasarnya jurnalis didalam institusi persnya merupakan kelompok tersendiri yang
berhadap dengan kelompok lain, yakni, redaktur, pemilik modal, pemasaran,
pemasang iklan dan khalayak. Kondisi ini tentu sangat rentan terhadap problem etis.
Implikasi dari hal ini, dibutuhkan pemahaman kritis terhadap etika pers yang harus
dicari akarnya pada nilai-nilai etis bangsa.
Program-program televisi dari waktu ke waktu telah mengalami perkembangan,
baik dari segi bentuk, isi, format, dan intensitas siaran. Semakin mudahnya pengelolaan
Sismanan, “Makalah Dampak Tayangan Televisi”, melalui http://sismanan.blogspot.co.id
/2013/11/ makalah-dampak-tayangan-televisi.html, diakses tanggal 26 September 2015
3
Radit aditya Ganunggeong, “Dampak Tayangan Kriminalitas”, melalui http://ganunggeong.
blogspot.co.id/2011/04/dampak-tayangan-kriminalitas-di.html, diakses tanggal 26 September 2015
2

Universitas Sumatera Utara

penyiaran televisi sejak era reformasi (era kebebasan pers). Salah satunya adalah siaran
berita televisi. Setiap stasiun televisi berusaha menyuguhkan sesuatu yang khas melalui

pengelolaan siaran berita.4
Pada saat ini, acara siaran berita sudah menjadi program unggulan di televisi.
Tidak ada satu pun stasiun televisi yang tidak menayangkan acara warta berita. Format
acara warta berita yang lama dinilai monoton sehingga dua atau tiga tahun terakhir ini
mulai muncul format siaran berita yang mengupas khusus tentang berita kriminal. Acara
ini umumnya berbentuk potongan berita atau liputan mendalam mengenai suatu kasus
dengan durasi penayangan rata-rata tiga puluh menit.5
Tayangan berita kriminal di televisi dapat memberikan dua dampak, yaitu positif
dan negatif. Dampak positifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam berita tersebut
disikapi sebagai pembelajaran dari kehidupan sosial sehingga masyarakat harus hati-hati
dan waspada pada kemungkinan terjadinya tindakan kriminal tersebut. Dampak
negatifnya, yaitu bila kekerasan dan kriminal dalam berita tersebut dijadikan sebagai
sumber inspirasi bagi orang tertentu untuk belajar dan meniru apa yang dilakukan oleh
orang lain di televisi.6
Berita kriminal merupakan salah satu bentuk tayangan kekerasan karena dalam
acara itu penonton menerima ekspos berbagai jenis visualisasi kekerasan oleh pelaku
maupun polisi yang menangkapnya. Program ini disajikan secara dramatis dengan
memperlihatkan secara vulgar unsur-unsur kekerasan, seperti darah yang mengalir dari
korban pembunuhan, mayat yang tergeletak, adegan pukul, bahkan tembak yang
dilakukan polisi terhadap tersangka. Tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan

dapat meningkatkan level kecenderungan agresi terhadap orang lain, baik pada anak
Irmanyusron. “Kriminalitas dan Konstruk Televisi”. Melalui http://www.irmanyusron.
blogspot.com. diakses tanggal 26 September 2015
5
Dwi Aprilia. Tayangan Berita Kriminal dan Rasa Takut Khalayak Terhadap Kejahatan.
(Depok: Departemen Ilmu Komunikasi Fisip UI. 2004), hal 37
6
Fajar. “Pengaruh Tayangan pada Penggambaran Kekerasan di Televisi”. Melalui http://
www.fajar.co.id / news. Php.newsid=30381. diakses tanggal 26 September 2015
4

Universitas Sumatera Utara

maupun orang dewasa. Perilaku agresi secara negatif berhubungan dengan perilaku
menolong.7
Terpaan tayangan berita kriminal di televisi dapat memunculkan perasaan takut
terhadap kejahatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Termasuk misalnya,
pecandu berat televisi mengatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi korban
kejahatan adalah 1 berbanding 50 dalam kenyataannya angkanya adalah 1 berbanding
10.8

Banyaknya informasi-informasi berita kriminal yang ditayangkan hampir setiap
hari di televisi dapat menyebabkan terjadinya proses priming dalam diri pemirsa televisi.

Efek priming ini adalah munculnya rasa takut yang dibesar-besarkan setelah
menonton berita kriminal, dan akhirnya akan mempengaruhi perilaku individu.9
Sejak banyaknya program berita kriminalitas muncul, berbagai tanggapan pro dan
kontra dari berbagai kalangan pun muncul. Ada anggapan bahwa penayangan gambar
dalam berita tersebut menampilkan kekerasan sehingga dapat mempengaruhi
penonton untuk mengikuti apa yang dia lihat melalui televisi terutama jika acara
tersebut

ditonton

oleh

anak-anak.

Belum

ada


bukti

yang

dapat

dipertanggungjawabkan bahwa tayangan kriminal secara parallel juga menyebabkan
meningkatnya berita kriminal. Sementara ada juga yang beranggapan bahwa acara ini
baik karena dapat memberikan peringatan bagi masyarakat terhadap bahaya sehingga
dapat berhati-hati dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi korban
kriminal.10

7

Baron, R.A., & Byrne, D. Social Psychology. 10th Ed. (Massachussets: Pearson Education
Company. 2000), hal 73
8
Nurudin. Komunikasi Massa. (Malang : Penerbit Cespur. 2004). hal 36
9

Baron, R. A dan Donn Byrne. Psikologi Sosial. (Jakarta: Erlangga, 2003), hal 84
10
http://etnojurnal.blgspot.com/2010/04/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html, diakses
tanggal 27 September 2015

Universitas Sumatera Utara

Kini tayangan berita di televisi semakin banyak dan berkembang sehingga
menyebabkan pihak stasiun televisi berlomba-lomba untuk menyajikan kemasan
berita yang eksklusif dan istimewa agar diminati masyarakat. Berita yang disajikan
terdiri atas tiga jenis, yaitu: hard news, depth news, dan feature news. Hard news
adalah berita mengenai hal-hal penting yang langsung terkait dengan kehidupan
masyarakat dan harus segera diketahui oleh masyarakat, seperti kasus kriminal. Siaran
berita kriminal di televisi kerap kali menayangkan berita-berita yang mengandung
unsur pornografis, kekerasan, hedonisme, dan sebagainya yang ditampilkan di layar
kaca. Berita tersebut disaksikan oleh berbagai lapisan masyarakat, diantaranya adalah
anak-anak dan remaja. Mereka masih belum dapat memilih dan memilah mana
tayangan yang seharusnya patut dicontoh dan tidak. Tayangan berita yang demikian
dapat mempengaruhi perilaku anak-anak dan remaja yang notabene masih berjiwa
labil. Maka, orangtua dituntut untuk memiliki andil besar dalam mengontrol

perubahan yang terjadi pada anak-anak dan remaja.11
Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan
Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi
Yang Sehat.”

B. Permasalahan
Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan
adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah
pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai penayangan berita kriminal oleh
televisi terhadap hak anak untuk memperoleh informasi yang sehat?
2. Bagaimanakah dampak penayangan berita kriminalitas di televisi terhadap
anak?

11

http://umamhigoes.blogspot.co.id/2014/11/karya-ilmiah-dampak-penayangan-televisi.html,
diakses tanggal 27 September 2015


Universitas Sumatera Utara

3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak terkait dengan tayangan
kriminal oleh televisi?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai penayangan berita kriminal
oleh televisi terhadap anak yang memperoleh informasi yang sehat.
2. Untuk mengetahui dampak penayangan berita kriminalitas di televisi terhadap
anak.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak terkait dengan tayangan
kriminal oleh televisi.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang
bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum khususnya hukum pidana.


b. Secara Praktis
1) Agar pihak media televisi lebih memperhatikan unsur-unsur hukum dalam
penayangan berita kriminal.

2) Agar masyarakat lebih selektif lagi dalam memilih dan menonton acara atau
berita yang ditayangkan televisi terhadap hak anak.

3) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau referensi untuk
penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan perilaku menolong.

Universitas Sumatera Utara

E. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita
Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang
Sehat, judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak
ada judul yang sama.

Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan
1. Penayangan Berita Kriminal
Penayangan berita kriminal memiliki efek yang sulit terhindarkan, yaitu
ketakutan masyarakat. Ketakutan masyarakat yang kita kenal denganfear of
crime merupakan reaksi emosional yang dicirikan dengan perasaan bahaya dan
kegelisahan yang dihasilkan dari tantangan kekerasan fisik.12
Berita kriminal adalah berita atau laporan mengenai kejahatan yangg diperoleh
dari polisi-polisi. Berita yang termasuk ke dalam berita kejahatan adalah
pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, pencopetan, pencurian, perampokan, narkoba,
tawuran, penganiayaan dan sebagainya yang melanggar hukum.13
Hampir semua stasiun televisi memproduksi program tayangan berita
kriminal. Bahkan, ada beberapa televisi yang menayangkan lebih dari satu label berita
kriminal. Padahal materi yang disajikan sama, yaitu tentang hasil liputan seputar
peristiwa kriminal yang terjadi di berbagai tempat. Waktu penayangannya pun tidak
cukup sepekan sekali, tetapi seringkali ditayangkan saban hari. 14

Bhakti Eko Nugroho, “Impotensional penayangan berita”. Melalui http://catatan-orangbiasa.blogspot.co.id/2008/12/impotensional-penayangan-berita.html. diakses tanggal 27 September
2015
13
Moeliono, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendididkan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1990), hal 48
14
http://risalahans.blogspot.co.id/2009/10/menyoal-manfaat-berita-kriminal.html, diakses
tanggal 28 September 2015
12

Universitas Sumatera Utara

Penayangan berita semacam itu dimaklumi sebagai sebuah kontribusi insan
pertelevisian dalam turut serta meminimalisasi tindak kriminalitas. Artinya, setelah
menontonnya pemirsa menyerap sejumlah informasi yang sekaligus menanamkan
doktrin agar masyarakat selamanya menghindarkan diri dari hasrat berbuat sadisme.
Baik perbuatan kriminal karena kebiasaan, sekadar ingin mencoba, maupun karena
alasan desakan keadaan. Pemirsa dan masyarakat akan semakin menyadari bahwa
kejahatan bukan hanya menghilangkan rasa aman orang lain, tetapi juga pasti
mengancam kemerdekaan pelaku dengan aturan hukum yang telah ditetapkan.15
Perkembangan

berita

kriminal

semakin

sering

ditayangkan,

tingkat

kriminalitas seolah urung berkurang bahkan cenderung kian merajalela. Dari sini
muncul pertanyaan mengenai manfaat berita kriminal dalam menumbuhkan
pengendalian masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan. Ataukah justru berita
kriminal memberikan referensi modus operandi kejahatan yang lebih variatif,
sehingga membangkitkan inspirasi perbuatan kriminal dengan cara relatif berbeda.
Sebab, kejahatan bisa terjadi karena hasil imitasi berdasarkan informasi yang
diperoleh, lalu mencoba modus baru yang dianggap lebih aman. Karena itu, media TV
mestinya tidak sebatas menayangkan berita kriminal demi sebatas meraih rating
tertinggi. Media TV mesti pula intens mengadakan evaluasi, dan terutama sering
melakukan penelitian berkenaan dengan seberapa besar signifikansi berita kriminal
yang ditayangkan dari waktu ke waktu, terhadap berkurangnya tingkat kriminalitas
sehari-hari di masyarakat.16
2. Pengertian Televisi
Pada zaman sekarang ini, televisi merupakan media elektronik yang mampu
15

http://nekadnulis.blogspot.co.id/2012/01/televisi-sebagai-media-massa-dan.html, diakses
tanggal 28 September 2015
16
http://risalahans.blogspot.co.id/2009/10/menyoal-manfaat-berita-kriminal.html, diakses
tanggal 29 September 2015

Universitas Sumatera Utara

menyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mencapai khalayak dalam
jumlah tak terhingga pada waktu yang bersamaan. Televisi dengan berbagai acara
yang ditayangkannya telah mampu menarik minat pemirsanya dan membuat
pemirsanya ketagihan untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan.
Bahkan bagi anak-anak sekalipun sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari aktivitas kesehariannya dan sudah menjadi agenda wajib bagi sebagian besar
anak.
Televisi berasal dari kata tele dan visie, tele artinya jauh dan visie artinya
penglihatan, jadi televisi adalah penglihatan jarak jauh atau penyiaran gambar-gambar
melalui gelombang radio. (Kamus Internasional Populer: 196).17 Televisi adalah
pesawat system penyiaran gambar objek yang bergerak yang disertai dengan bunyi
(suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah
cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya
kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar,
digunakan untuk penyiaran pertunjukan, berita, dan sebagainya. 18 Televisi sama
halnya dengan media massa lainnya yang mudah kita jumpai dan dimiliki oleh
manusia dimana-mana, seperti media massa surat kabar, radio, atau komputer.
Televisi sebagai sarana penghubung yang dapat memancarkan rekaman dari stasiun
pemancar televisi kepada para penonton atau pemirsanya di rumah, rekaman-rekaman
tersebut dapat berupa pendidikan, berita, hiburan, dan lain-lain. Televisi adalah sistem
elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui
kabel. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam
gelombang elektrik dan mengkonversikannya kembali ke dalam cahaya yang dapat

17
18

Kamus Internasional Populer, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal.196
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 919.

Universitas Sumatera Utara

dilihat dan suara yang dapat didengar.19
Dilihat dari segi bahasa (etimologis) "televisi" berasal dari kata "tele" yang
berarti jauh dan "visi (vision)" yang berarti penglihatan. Segi jauhnya diusahan oleh
prinsip radio dan segi penglihatannya oleh gambar.20

Kamus Besar Bahasa Indonesia, televisi adalah sistem penyiaran gambar yang
disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan
menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi
gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat
dilihat dan bunyi yang dapat didengar.21 Onong mendefinisikan televisi sebagai
berikut. Televisi adalah medium audiovisual yang hidup, dengan demikian lebih
mengutamakan gerak atau moving/acting, bahkan ada yang berpendapat bahwa
gambar yang ditayangkan di televisi haruslah

merupakan perpaduan antar gerak,

seni dan teknik.22
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan yaitu bahwa televisi adalah
alat atau benda untuk menyiarkan siaran-siaran yang menawarkan gambar dan suara
sekaligus. Dari siaran televisi ini penonton dapat mendengarkan dan melihat gambargambar yang disajikan, yang memadukan antara unsur-unsur film sekaligus.
Penyiaran televisi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 1 ayat (4) adalah media komunikasi massa
dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan

19

Ita Anita, Nurholis, Sinta Hartati Dan Sumiyati, Pengaruh Tayangan Televis Terhadap
Perkembangan Anak, melalui http://www.pkbmberkah.org/?p=1220.html, diakses tanggal 3 November
2015
20
Lathief Idris Soewardi. Jurnalistik Televisi. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1989),
hal 221
21
Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2006). hal 135
22
Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran, Teori Dan Praktek, (Bandung : CV. Mandar
Maju, 1993), hal 34

Universitas Sumatera Utara

gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.
Memahami pengertian televisi tersebut, penting untuk memahami bahwa
televisi merupakan satu media massa, dengan ciri-ciri sebagai berikut:23
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
3. Pesan dari komunikator bersifat umum
4. Media komunikassi massa menimbulkan keserempakan
5. Komunikasi massa bersifat heterogen.
Televisi memang bisa dikatakan "kotak ajaib" dunia. Televisi membawa
pesan-pesan dengan sangat menarik ada gambar, suara, warna dan kecepatan yang
menjadi favorit sejak awal penemuannya. Tentunya ada faktor yang menarik dari
televisi sehingga pemirsa mempunyai minat yang sangat tinggi untuk menontonnya,
yaitu: 24
1.

Audio visual
Televisi dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual).

2.

Berfikir dalam gambar
Pertama, adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan katakata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar dan kedua, adalah
penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar
individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna
tertentu.

3.

Pengoperasian
Peralatan yang digunakannya lebih banyak dan untuk mengoperasikannya
lebih rumit serta harus dilakukan oleh orang yang terampil dan terlatih.

Sifat televisi yang audio visual, maka acara di televisi harus selalu dilengkapi
23

Graeme Burton, Membincangkan TV Sebuah Pengantar Kajian TV, (Yogyakarta : Penerbit
Jalasutra, 2011), hal 12
24
Elvinaro Ardianto. dkk. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2007). hal 137-140

Universitas Sumatera Utara

dengan gambar, baik gambar diam seperti foto, gambar peta, maupun film berita,
yakni rekaman peristiwa yang menjadi topik berita. Selain itu televisi dapat
menyampaikan informasi, pendidikan atau persuasi yang dilakukan dengan berfikir
dalam gambar. Pengoperasian televisi yang lebih kompleks mengakibatkan media ini
lebih mahal daripada surat kabar, majalah dan radio siaran.25
Kehadiran tayangan acara di televisi begitu berarti bagi masayarakat. Televisi
menjadi suatu kebutuhan dalam ruang publik. Tayangan program acara yang beraneka
ragam, mendapat perhatian dari masyarakat. Tentunya televisi mampu menyampaikan
pesan yang seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan. Melalui
televisi masyarakat menjadi tahu berbagai macam informasi. Televisi telah mampu
menembus ruang kehidupan masyarakat. Peranan televisi selain sebagai alat informasi
juga sebagai kontrol sosial, hiburan serta media penghubung secara geografis yang
akan berpengaruh sangat besar terhadap masyarakat. Secara sadar atau tidak sadar
pola kehidupan masyarakat telah berubah dan dikendalikan oleh televisi itu sendiri.
Banyak jadwal kegiatan masyarakat berubah disesuaikan dengan jadwal program
acara yang mereka senangi di televisi.26
3. Hak Anak
Anak tetaplah anak, dengan segala ketidakmandirian yang ada mereka
sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari orang dewasa di
sekitarnya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus diimplementasikan dalam
kehidupan dan penghimpun mereka.27Seorang anak berhak atas kesejahteraan,
perawatan asuhan berdasarkan kasih sayang, pelayanan untuk berkembang,
25

Sastro Darwanto Subroto, Produksi Acara Televisi, (Yogyakarta: Duta Wacana University
Press, 1994), hal 6
26
Annisa Rakhmanita Sriwijayanti, Hubungan Antara Tayangan Iklan Kampanye Capres Di
Media Tv Dengan Sikap Pemilih Pemula, Artikel Ilmiah, (Bandung: Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung, 2014), hal 6
27
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2012), hal 13

Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan atau setelah
dilahirkan.28
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.29Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat,
negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.30Penyelenggaraan perlindungan anak
berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak.31 Setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.32 Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas
diri dan status kewarganegaraan.33 Penyebarluasan informasi adalah penyebarluasan
informasi yang bermanfaat bagi Anak dan perlindungan dari pemberitaan identitas
Anak untuk menghindari labelisasi. Yang dimaksud dengan “media massa” meliputi
media cetak (surat kabar, tabloid, majalah), media elektronik (radio, televisi, film,
video), media teknologi informasi dan komunikasi (laman/website, portal berita, blog,
media sosial).
Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang

28

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2009), hal 6
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1angka 1
30
Ibid, Pasal 1angka 12
31
Ibid, Pasal 2
32
Ibid, Pasal 4
33
Ibid, Pasal 5
29

Universitas Sumatera Utara

Tua atau Wali.34Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
oleh orang tuanya sendiri.35 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan

diasuh

kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan
sosial.36Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.37 Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
demi

pengembangan

dirinya

sesuai

dengan

nilai-nilai

kesusilaan

dan

kepatutan.38Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.39
Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.40Setiap Anak
berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan
dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan; pelibatan dalam peperangan;
dan kejahatan seksual.41

4. Informasi yang sehat
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makan, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang
34

Ibid, Pasal 6
Ibid, Pasal 7 ayat (1)
36
Ibid, Pasal 8
37
Ibid, Pasal 9 ayat (1)
38
Ibid, Pasal 10
39
Ibid, Pasal 11
40
Ibid, Pasal 14 ayat (1)
41
Ibid, Pasal 15
35

Universitas Sumatera Utara

dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik
ataupun nonelektronik.42
Informasi sehat dapat dipahami dari berbagai perspektif, pembelajaran
(pedagogic), aturan (fiqih), penyeberluasan (dakwah), konten (substansi), hakekat
(esensi). Informasi sehat adalah tentang kebenaran fakta, baik yang berwujud, kasat
mata dan dapat dideteksi oleh pancaindera (kesadaran inderawi) maupun yang tidak
nampak namun dapat dibuktikan secara ilmiah. (kesadaran rohani), dengan kesadaran
spiritual, dan dengan kesadaran tauhid. Informasi sehat memiliki beberapa kriteria.
Informasi sehat itu bersifat logis karena berdasarkan logika intelektual. Karakter
berikutnya adalah adanya sinkronisasi dan harmonisasi dalam aspek kognisi, afeksi,
dan psikomotorik. Kemudian informasi tersebut berdampak baik secara psikologis
dan bermanfaat bagi kehidupan individu dan sosial. Informasi sehat juga harus tepat
sasaran, proporsi dan peruntukkannya. Terbuka untuk didiskusikan atau diuji
kelaikannya.43
5. Anak
Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal (juvenile delinquency),
biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan usia, dalam arti tingkat usia
berapakah seseorang dikatagorikan sebagai anak. Selain itu adapula yang melakukan
pendekatan psikhososial dalam usahanya merumuskan tentang anak.

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan

42

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 1

angka 1
43

http://uin-suka.ac.id/page/berita/detail/678/informasi-sehat-untuk-pembentukan-karakterbangsa.html, diakses tanggal 3 November 2015

Universitas Sumatera Utara

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,
sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. 44
Pengertian anak menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu: Anak
adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan perlindungan
dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara
utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Pengertian anak yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
Pasal 1 yaitu: Anak adalah dalam orang yang perkara anak nakal telah mencapai umur
8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin.
Anak adalah manusia yang masih muda dalam umur, muda jiwa dan
pengalaman hidupnya karena lingkungan sekitar. Anak adalah mereka yang belum
dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental dan fisik belum
dewasa).45Kartini mengatakan bahwa,”Anak adalah keadaan manusia normal yang masih
muda usia dan jiwanya,sehingga sangat mudah terpengaruh lingkungannya”.46
Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan anak adalah mahkluk berakal budi
yang masih akan berkembang menjadi manusia yang utuh. Dalam rangka menuju
manusia yang utuh tersebut karena masih muda usia dan jiwanya maka sangat mudah
terpengaruh oleh lingkungannya.

F. Metode Penelitian

44

http://forum.kompas.com/threads/349638-Pengertian-Anak-Menurut-Para-AhliAdalah.html, diakses tanggal 3 November 2015
45
Shanty Delllyana, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, (Yogyakarta : Penerbit Liberty,
1990), hal 50.
46
Kartini Kartono, Gangguan‐Gangguan Psikis, (Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1981).
hal.187.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini, apa yang dikemukakan dalam skripsi ini merupakan
pengambilan bahan tidak terlepas dari media cetak dan media elektronik mengingat
tulisan ini kerap diaktualisasikan melalui media cetak dan media elektronik.
Adapun penelitian yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan
permasalahan yang diangkat di dalamnya. Penelitian yang dilaksanakan adalah
penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka
yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan
rujukan bidang hukum.47
2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan oleh penulis adalah ada tiga macam yaitu: Data primer
yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara, dalam hal ini penulis melakukan
wawancara antara lain KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dan data tersier yaitu bahan-bahan yang
memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yang berupa kamus, diantaranya kamus Bahasa Indonesia dan kamus Hukum.
Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari Peraturan
Perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat 48 antara lain Undangundang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 23

47

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukun Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hal 33.
48
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Press,
2012), hal 185

Universitas Sumatera Utara

tahun 2002 tentang perlindungan anak dan Peraturan Komisi Penyiaran
Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum
primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisa para ahli hukum, perundangundangan dan lain sebagainya.49
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus,
ensiklopedia, indek komulatif dan seterusnya. 50
3. Teknik Pengumpulan data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan
pengumpulan data secara studi pustaka (library Reseach).51
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan
(library reseach). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang
lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan
rujukan bidang hukum.
Metode library reseach adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan
beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi
dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
4. Analisa data
49

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Penelitian Hukum : Bahan Ajar Metode Penelitian
Hukum, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010), hal 18
50
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal 13
51
Bambang Sunggono, Op.Cit, hal 112

Universitas Sumatera Utara

Analisa data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, analisa kualitatif
dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Analisa kualitatif
digunakan jika masalah belum jelas, mengetahui makna yang tersembunyi, untuk
memahami interaksi sosial, mengembangkan teori, memastikan kebenaran data. 52

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa subsub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
BAB I

:

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar
Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,
Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.

BAB II

:

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENAYANGAN BERITA
KRIMINAL OLEH TELEVISI TERHADAP ANAK YANG
MEMPEROLEH INFORMASI YANG SEHAT
Dalam bab ini berisi tentang Penayangan berita kriminal oleh televisi
berdasarkan Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran,

Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014

Tentang

Perlindungan Anak dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor
3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran.
BAB III

:

DAMPAK

PENAYANGAN

BERITA

KRIMINALITAS

DI

TELEVISI TERHADAP ANAK

52

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group,
2013), hal 34

Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisikan tentang Dampak jahat dari anak semakin meningkat,
Dampak Kekerasan diantara anak-anak, Dampak anak menjadi penakut
dan semakin sulit mempercayai orang lain dan Dampak pemerhati
(kurang peduli terhadap kesulitan orang lain).
BAB IV

:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK TERKAIT
DENGAN TAYANGAN KRIMINAL OLEH TELEVISI
Bab ini berisikan tentang Perlindungan Terhadap Anak Melalui
Undang-undang

Nomor

32

Tahun

2002

Tentang

Penyiaran,

Keterlibatan Orang Tua Dalam Mendampingi Anak terkait dengan
tayangan kriminal oleh televise dan Peran Regulator (KPI) Dalam
Mengontrol Kegiatan Anak terkait dengan tayangan di televisi.
BAB V

:

KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan

bab

kesimpulan

dari

seluruh

rangkaian

bab-bab

sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran.

Universitas Sumatera Utara