Korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ahmad Iqbal Adaby Al Ikhwani, B36213050, 2017. Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya Kata Kunci : Komunikasi, Komunikasi Pengasuh, Moral Anak Jalanan

Pada skripsi ini persoalan yang akan dikaji mencakup dua rumusan masalah yaitu : (1) apakah terdapat korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya. (2) jika terdapat, seberapa besar tingkat korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya.

Untuk mengungkapkan persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, kemudian dianalisis dengan korelasi pearson product moment. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program aplikasi SPSS 16 for windows. Sesuai dengan persoalan tersebut maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner.

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa terdapat korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya. Hasil uji korelasi pearson product moment, nilai untuk Sig. adalah0,000. Nilai ini < 0,05 maka Hipotesis Ha diterima

yang artinya terdapat korelasi yang signifikan antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya. Dengan tingkat korelasi sebesar 0,767 yang artinya korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya adalah kuat.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 8

F. Definisi Operasional ... 17

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 24

2. Subjek,Objek dan Lokasi Penelitian ... 25

3. Populasi, Teknik Sampling dan Sampel ... 26

4. Variabel dan Indikator Variabel ... 27

5. Teknik Pengumpulan Data ... 29

6. Teknik Analisis Data ... 31

H. Sistematika Pembahasan ... 33

BAB II : KOMUNIKASI INTERPERSONAL PENGASUH DAN MORAL ANAK JALANAN A. Komunikasi Interpersonal Pengasuh 1. Definisi Komunikasi Interpersonal ... 35

2. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 38

3. Karakteristik Komunikasi Interpersonal ... 39

4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 40

5. Efektifitas Komunikasi Interpersonal ... 41

6. Definisi Pengasuh ... 43

7. Komunikasi Pengasuh ... 44

B. Moral Anak Jalanan 1. Definisi Moral... 44

2. Ciri-ciri Moral... 48

3. Jenis Moral ... 49

4. Definisi Moral Anak Jalanan ... 49

C. Kajian Teori 1. Teori Komunikasi Interpersonal ... 55


(8)

BAB III : HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Subyek dan Lokasi Penelitian

1. Deskripsi Subyek Penelitian ... 59

2. Deskripsi Obyek Penelitian ... 61

3. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

B. Deskripsi Data Penelitian ... 62

BAB IV : PEMBAHASAN A. Pengujian Hipotesis 1. Uji Normalitas ... 79

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

3. Uji Korelasi Pearson Product Moment ... 84

B. Analisis Hasil Penelitian ... 85

BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 86

B. Rekomendasi... 86 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Kerangka Teori ... 57 Bagan 3.1. Struktur Organisasi ... 68


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 8

Tabel 1.2. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 12

Tabel 1.3. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 14

Tabel 1.4. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 16

Tabel 1.5. Blue Print Komunikasi Pengasuh ... 28

Tabel 1.6. Blue Print Moral Anak Jalanan ... 29

Tabel 1.7. Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 33

Tabel 3.1. Jumlah Responden Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya ... 59

Tabel 3.2. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 3.3. Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 61

Tabel 3.4. Frekuensi Skor Responden Variabel X ... 76

Tabel 3.5. Frekuensi Skor Responden Variabel Y ... 76

Tabel 3.6. Rekapitulasi Skor Responden Komunikasi Pengasuh ... 77

Tabel 3.7. Rekapitulasi Skor Responden Moral Anak Jalanan ... 78

Tabel 4.1. Hasil Uji Normalitas ... 80

Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X ... 81

Tabel 4.3. Hasil Uji Validitas Variabel X ... 82

Tabel 4.4. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y ... 83

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Variabel Y ... 83


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Multi krisis yang melanda indonesia sejak tahun 1997 berimplikasi pada nyaris semua sektor kehidupan, termasuk salah satunya adalah basis perekonomian bangsa. Krisis ekonomi tersebut berimbas pada banyak variabel masalah baru, antara lain dengan meningkatnya jumlah anak jalanan.

Anak-anak Indonesia memang ada yang beruntung dan ada yang tidak, sebab ada anak-anak yang terpaksa mengisi aktivitas hidupnya dijalanan, dan menjadikan jalan sebagai tempat untuk hidup bahkan untuk mencari kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sebagaimana tahu bahwasanya sekarang marak sekali anak jalanan. Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan psikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya.

Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. Faktor lingkungan yang menjadi faktor utama dari perubahan perilaku mereka. Anak-anak jalanan ini dalam kehidupannya sehari-hari harus bekerja membantu orang tua mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan


(12)

2

hidup dirinya maupun keluarga. Berdasarkan data dari Sanggar Alang-alang dari tahun 1999-2017, Sanggar Alang-alang merekrut anak-anak yang memang berasal dari keluarga miskin sebanyak 138 anak dan yang setiap harinya bekerja sebagai pengamen sebanyak 459 anak, penjual asongan sebanyak 276 anak, penjual koran sebanyak 46 anak dan maupun aktivitas lain yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh anak-anak dengan alasan apapun. Anak jalanan ini harus kehilangan hak pendidikannya untuk bersekolah, dan terpaksa harus pula meninggalkan cita-citanya dengan bekerja, karena alasan ekonomi seperti orang tua tidak mampu memikul biaya-biaya sekolah terutama untuk beli buku, beli pakaian seragam dan keperluan sekolah lainnya.

Anak jalanan tidak boleh dipandang sebagai pihak yang menimbulkan masalah ketertiban. Namun, anak jalanan harus dipandang sebagai korban. Penanganan anak jalanan bukan pekerjaan mudah dan tidak boleh hanya dibebankan kepada pemerintah. Pembinaan anak jalanan perlu peran serta seluruh pihak, seperti instansi pemerintah lainnya, yayasan sosial, organisasi kepemudaan, dan tokoh agama, pengusaha, dan lainnya. Persoalan sosial yang seperti ini menjadi masalah bagi semua pihak, baik keluarga, masyarakat, dan negara. Anak jalanan merupakan amanah Allah Swt yang harus dilindungi, dan dijamin hak-haknya. Sehingga mereka semua bisa tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab, dan memiliki masa depan yang cerah.

Secara psikologis mereka semua adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh,


(13)

3

sementara mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan bahkan berpengaruh negatif terhadap tumbuh kembang mereka, yang bisa berdampak kuat pada aspek sosial mereka. Dimana dengan penampilan mereka yang kumuh, menjadikan pencitraan yang negatif oleh sebagian masyarakat terhadap mereka.

Pandangan masyarakat umum dalam menilai tentang anak jalanan yang mengonotasikan bahwa anak jalanan sebagai anak yang tidak mempunyai etika dan bertingkah laku buruk yang setiap hari mangkal di jalan-jalan setiap sudut kota dan mengganggu keindahan pemandangan kota padahal sebenarnya mereka merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu potensi anak bangsa ini perlu dikembangkan semaksimal mungkin serta mereka perlu dilindungi dari berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi agar hak-hak anak dapat terjamin dan terpenuhi sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kemampuannya, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Pemerintah seharusnya menyediakan tempat atau rumah singgah untuk para anak jalanan ini agar tidak lagi berkeliyaran di jalanan. Dalam UUD 1945 pasal 28B ayat 2 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu salah satu pasal yang utama


(14)

4

mengenai anak juga terdapat dalam pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang

menyatakan “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.1 Dengan adanya rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara -yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Didalam rumah singgah, para relawan ataupun pengasuhnya ini bisa mendorong dan memotivasi daya atau potensi yang ada pada anak jalanan, serta memberikan bimbingan berupa moral atau etika dan estetika, dengan harapan menanamkan kepribadian atau tingkah laku yang baik

meskipun mereka hidup dalam lingkungan yang konotasinya “liar" yaitu

kehidupan terminal atau jalanan. Salah satunya di Surabaya ada rumah singgah yang bernama Sanggar Alang Alang. Sebuah rumah sederhana berdiri di daerah pinggiran kali Brantas, belakang Terminal Joyoboyo, Surabaya. Meski yang lain digusur, ia tetap tegak berdiri dengan segala kekuatannya. Cat pagarnya berwarna-warni, khas anak-anak. Sanggar Alang-Alang ini didirikan oleh H. Didit Hari Purnomo pada 16 April 1999.

Sanggar ini menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak jalanan. Tak ada istilah anak jalanan di tempat ini, yang ada hanyalah sebutan "anak negeri". Dengan berbekal pendidikan berbasis keluarga, Sanggar Alang Alang menjadi rumah tempat makanan, seragam, ruang belajar, dan ruang bermain cuma-cuma bagi mereka. Sebagai rumah belajar bagi masyarakat miskin agar anak-anak dari keluarga pra sejahtera mempunyai daya kreatif dan inovatif supaya lebih mantap untuk terjun ke masyarakat. Sebelum masuk ke Sanggar

1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Perlindungan Anak.


(15)

5

mereka merupakan anak jalanan yang biasanya mangkal di terminal Joyoboyo. Ada yang mengamen, mengemis, bahkan ada juga yang mencopet. Dari sinilah Didit Hari Purnomo mengumpulkan anak jalanan tesebut untuk dibina dan memberikan arahan yang benar bagi mereka. Di sanggar ini, anak jalanan tidak hanya sekedar belajar bernyanyi mereka juga mendapatkan bimbingan mental spiritual (caracter building), bimbingan anak berbakat

(talent intersting), dan bimbingan ibu dan anak negeri (empowerment parenting).

Dengan mendirikan Sanggar Alang Alang ini Didit Hari Purnomo bisa sedikit merubah presepsi masyarakat akan anak jalanan yang berkonotasi buruk dan menganggapnya sebagai sampah masyarakat. Aneka jenis ketrampilan alias kecakapan hidup (life skill) diberikan di Alang-alang berupa kerajinan, musik, perpustakaan, tata krama, agama, budaya. Dari beberapa program diharapkan bisa menambah ilmu dari anak jalanan agar kedepannya memiliki ilmu pengetahuan luas, terampil dan mempunyai akhlaq yang akhlaqul karimah. Mungkin sebagai masyarakat awam akan berfikir kalau anak jalanan tidak mungkin mempunyai kelebihan ternyata anak asuh Didit Hari Purnomo ini menghasilkan prestasi positif dan membawa nama Sanggar Alang-alang mencorong di Jawa Timur. Maklum, sanggar binaan Didit ini berkali-kali meraih piala kejuaraan musik dan sebagainya. Di ruang tengah sanggar, piala (trofi) memang menumpuk. Penghargaan dari pemerintah, lembaga sosial, perusahaan swasta, pun banyak, diantaranya di bidang musik juara yang mereka raih adalah juara umum festival musik jalanan Jawa Timur, dalam bidang umum mereka juara 1 Desain robot dalam pekan limits


(16)

6

ITS, dalam bidang olahraga menyabet juara 1 Nasional kelas junior di Jambi dan dalam bidang kesenian mereka pernah mengikuti pameran kerajinan di Balai Pemuda Surabaya selama 15 hari. Jadi jangan menganggap mereka anak jalanan hanya membuat pemandangan kota kurang indah. Namun anak jalanan dari Sanggar Alang-Alang Surabaya justru mengukir prestasi gemilang mengharumkan nama bangsa.

Intinya adalah bagaimana para relawan ataupun pengasuhnya membangkitkan kesadaran akan sumber daya itu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau kemampuan untuk menjangkau segala sesuatu dan dilakukan dengan bertanggungjawab serta dapat menunjang kehidupan selanjutnya yang lebih baik serta menanamkan nilai-nilai agama serta moral baik kepada mereka. Diharapkan setelah mereka lulus dari Sanggar Alang-alang tersebut mereka bisa menerapkan ilmu-ilmu yang telah mereka dapatkan dari Sanggar Alang Alang.

Berdasarkan fenomena diatas, dapat dilihat bahwa pentingnya komunikasi dengan pengasuh terhadap pembentukan moral anak jalanan. Yang nantinya peneliti akan lebih meneliti komunikasi anak jalanan dengan pengasuhnya terkait dengan moral mereka. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


(17)

7

1. Apakah terdapat Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya ?

2. Jika terdapat, Seberapa besar tingkat Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui terdapat atau tidaknya Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya.

2. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai berikut : a. Secara Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap berkembangnya ilmu-ilmu sosial serta dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk tahapan selanjutnya.

b. Praktis

Manfaat secara praktis diharapkan penelitian ini menjadi bahan informasi dan masukan bagi pengasuh/pengurus dan anak jalanan


(18)

8

Sanggar Alang-alang terkait moral anak jalanan Sanggar Alang-alang Surabaya yang nantinya bisa lebih ditingkatkan lagi moral tersebut.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Untuk mempermudah proses pengkajian tema yang terkait, peneliti berupaya mencari referensi mengenai penelitian yang sudah dilakukan oleh orang lain. Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh orang lain ini digunakan peneliti sebagai acuan untuk meneliti dengan tema yang memiliki kesamaan konteks. Penelitian yang memiliki kesamaan konteks dengan penelitian ini, yaitu :

Tabel 1.1

Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

NAMA PENELITI

JUDUL PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

Lailyn Nahdhiati. 2006

STUDI KASUS

MORAL ANAK

JALANAN DALAM PRESPEKTIF

ISLAM DI GRIYA PENA KHARISMA SURABAYA

Terdapat beberapa hasil yang ditemukan antara lain : (1) Terdapat perubahan positif yang dialami seorang anak jalanan setela masuk di

rumah singgah.

Beberapa perilaku tidak bermoral yang biasa dilakukannya sebelum


(19)

9

masuk rumah singgah

semisal

minum-minuman keras, mencuri sesuatu yang bukan

haknya, enggan

mendirikan sholat, serta kerap kali berbohong, sedikit demi sedikit berhasil ditinggalkan dan lambat laun keudian

menjadi terbiasa

melakukan tindakan yang tidak melanggar moral, dan tentunya positif. (2) faktor yang melatarbelakangi

jatuhnya pilihan kedunia jalanan: rendanya level ekonomi, pengaruh teman sepermainan,

rapuhnya tingkat

keharmonisan keluarga, dan kesadaran yang rendah tentang pola asu


(20)

10

dan pendidikan yang diterapkan orang tua. (3) dalam prespektif islam, beberpa perilaku subjek semasa belum masuk ke Griya Pena Kharisma tergolong dalam kategori a moral. Kemudian atas dasar itu pula prespektif

islam berusaha

mengaktualisasi,

terutama terkait pola

pembinaan dan

pendidikan yang ada dalam lembaga tersebut, antara lain mengajarkan

dan menjadikan

beberapa agenda

berdasar ajaran islam sebagai ritinitasnya. Berdasarkan proses itulah anak melakukan internalisasi dalam dirinya sendiri yang


(21)

11

menjadikan merekaa sebagai insan yang berakhlak karimah.

Persamaan : Kesamaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti

adalah sama-sama meneliti moral pada anak jalanan.

Perbedaan : Perbedaannya adalah metode penelitian. Lailyn Nahdhiati

menggunakan metode penelitian diskriptif kualitatif. Sedangkan peneliti menggunakan medote penelitian kuantitatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Lailyn Nahdhiati dari UIN Sunan

Ampel Surabaya pada tahun 2006 mengenai “STUDI KASUS MORAL ANAK JALANAN DALAM PRESPEKTIF ISLAM DI GRIYA PENA KHARISMA SURABAYA”. Terdapat beberapa hasil yang ditemukan antara lain : (1) Terdapat perubahan positif yang dialami seorang anak jalanan setela masuk di rumah singgah. Beberapa perilaku tidak bermoral yang biasa dilakukannya sebelum masuk rumah singgah semisal minum-minuman keras, mencuri sesuatu yang bukan haknya, enggan mendirikan sholat, serta kerap kali berbohong, sedikit demi sedikit berhasil ditinggalkan dan lambat laun keudian menjadi terbiasa melakukan tindakan yang tidak melanggar moral, dan tentunya positif. (2) faktor yang melatarbelakangi jatuhnya pilihan kedunia jalanan: rendanya level ekonomi, pengaruh teman sepermainan, rapuhnya tingkat keharmonisan keluarga, dan kesadaran yang rendah tentang pola asu dan pendidikan yang diterapkan orang tua. (3) dalam prespektif islam, beberpa perilaku subjek semasa belum masuk ke Griya Pena Kharisma


(22)

12

tergolong dalam kategori a moral. Kemudian atas dasar itu pula prespektif islam berusaha mengaktualisasi, terutama terkait pola pembinaan dan pendidikan yang ada dalam lembaga tersebut, antara lain mengajarkan dan menjadikan beberapa agenda berdasar ajaran islam sebagai ritinitasnya. Berdasarkan proses itulah anak melakukan internalisasi dalam dirinya sendiri yang menjadikan merekaa sebagai insan yang berakhlak karimah. Dalam hal ini persamaannya adalah sama-sama meneliti moral anak jalanan. Namun pebedaannya yaitu peneliti terdahulu lebih menekankan moral islam, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini lebih menekankan moral umum dan perbedaanya lagi Lailyn Nahdhiati menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan peneliti disini menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Tabel 1.2

Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN

Silvia Amikawati. 2004

PENGARUH KOMUNIKASI

ORANG TUA

TERHADAP PEMAHAMAN

MORAL ANAK DI

KAMPUNG

KEMAYORAN BARU

Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapatnya pengaruh yang sangat kuat antara komunikasi orang tua terhadap pemahamn moral anak yang ada di kampung kemayoran baru. Dan kondisi yang ada pada


(23)

13

Penelitian yang dilakukan oleh Silvia Amikawati dari UIN Sunan

Ampel Surabaya pada tahun 2004 yang berjudul, “PENGARUH KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PEMAHAMAN MORAL

ANAK DI KAMPUNG KEMAYORAN BARU”. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa, terdapatnya pengaruh yang sangat kuat antara komunikasi orang tua terhadap pemahamn moral anak yang ada di kampung kemayoran baru. Dan kondisi yang ada pada warga kampung kemayoran baru sering berkomunikasi antara orang tua dan

kemayoran baru sering berkomunikasi antara orang tua dan anak sehingga daat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan moral anak.

Persamaan : Kesamaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah

sama-sama meneliti komunikasi dengan moral pada anak. Dan menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Perbedaan : Perbedaannya adalah Silvia Amikawati meneliti komunikasi

orang tua dengan anaknya sendiri sedangkan dalam penelitian ini adalah komunikasi antara pengasuh sanggar alang-alang dengan anak jalanan yang sebagian masyarakat cenderung memandang anak jalanan tidak mempunyai moral yang baik.


(24)

14

anak sehingga daat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan moral anak. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama meneliti komunikasi terhadap moral pada anak. Dan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Namun Perbedaannya adalah Silvia Amikawati meneliti komunikasi orang tua dengan anaknya sendiri sedangkan dalam penelitian ini adalah komunikasi antara pengasuh sanggar alang-alang dengan anak jalanan yang sebagian masyarakat cenderung memandang anak jalanan tidak mempunyai moral yang baik.

Tabel 1.3

Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

NAMA PENELITI

JUDUL PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

Anggi Annisa

Febriati, 20142

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN SISWA DALAM

MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SMA

Dari hasil penelitian diketahui bahwa

komunikasi antar pribadi guru dan siswa dalam mencegah kenakalan siswa dalam bimbingan konseling di SMA Negeri 1 Bontang telah

2

E-Journal Ilmu Komunikasi, Vol. 2 Nomer 4, ISSN 287-296, http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/ © Copyright 2014


(25)

15

NEGERI 1 KOTA BONTANG

berjalan dengan efektif. Hal ini terlihat karena secara garis besar murid telah merasa mempunyai hubungan yang baik dengan guru bimbingan konseling meskipun mengalami hambatan manusiawi yang terlihat dari beberapa murid yang mempunyai sifat pemalu sehingga kurang terbuka kepada guru.

Persamaan : Kesamaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti

adalah sama-sama meneliti pola komunikasinya.

Perbedaan : Perbedaannya adalah Anggi Annisa Febriati menggunakan

penelitian kualitatif sedangkan peneliti disini menggunakan penelitian kuantitatif.


(26)

16

Tabel 1.4

Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN

Eva Patriana, 20143 KOMUNIKASI

INTERPERSONAL YANG BERLANGSUNG ANTARA PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DAN KELUARGA ANAK PELAKU PIDANA DI BAPAS SURAKARTA

Hasil penelitian

menunjukkan komunikasi interpersonal anatara Pembimbing

Kemasyarakatan dan

keluarga anak pelaku pidana berjalan dengan efektif. Faktor yang

mendukung proses

tersebut di klasifikasikan menjadi dua kategori yang terdiri dari faktor internal (kemampuan komunikasi, penampilan dan sikap) dan faktor eksternal (keluarga,

pemerintah, LBH).

Komunikasi interpersonal

yang efektif akan

3

Journal of Rural and Development Volume 5 No. 2, https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/.../834 © Copyright 2014


(27)

17

menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk anak yang memiliki masalah hukum.

Persamaan : Kesamaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah

sama-sama meneliti pola komunikasinya.

Perbedaan : Perbedaannya adalah Eva Patriana menggunakan penelitian

kualitatif sedangkan peneliti disini menggunakan penelitian kuantitatif.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat yang dapat didefinisikan atau diobservasikan. Konsep ini sangat penting, karena hal yang diamati itu membuka kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Sehingga halyang dilakukan oleh penulis terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain.4

1. Komunikasi Pengasuh a. Komunikasi

Proses komunikasi bisa terjadi di mana saja baik di ruang terbuka ataupun di ruang tertutup, baik perorangan maupun kelompok, bahkan dengan diri sendiri pun dapat berlangsung komunikasi. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah

4


(28)

18

sikap, pendapat atau perilaku. Dengan kata lain, komunikasi dapat diartikan juga suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain atau khalayak ramai dengan menghasilkan timbal balik, sehingga terjadi interaksi.5 Komunikasi sangat penting dalam hubungan antar manusia. Komunikasi merupakan gejala sosial yang dimulai dari interpersonal menjadi intrapersonal dan selanjutnya menjadi komunikasi kelompok. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang.6

Komunikasi interpersonal dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain apabila kesamaan makna mengenai apa yang dibincangkan. Ciri khas yang tampak dalam komunikasi adalah arus balik langsung yang dapat ditangkap oleh komunikator, baik secara verbal dalam bentuk kata-kata maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti gerak-gerik seperti anggukan dan sebagainya.

b. Pengasuh

Pengasuh adalah orang yang mengasuh. Kata pengasuh berasal dari kata asuh yang artinya menjaga, merawat dan mendidik anak kecil.7 Menurut Dwi Hastuti menjelaskan bahwa pengasuhan adalah pengalaman, keterampilan, kualitas dan

5

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 10

6

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi , Jakarta : PT. Grasindo Anggota Ikapi, 2004, hlm.32

7

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://kbbi.web.id/asuh diakses tanggal 07 Maret 2017, pukul 23:04


(29)

19

tanggung jawab sebagai orangtua dalam mendidik dan merawat anak.8 Ada 2 faktor yang saling berkaitan untuk tumbuh kembang anak yaitu interaksi ibu dan anak secara timbal balik dan pemberian stimulasi, sehingga pengasuhan adalah bentuk interaksi dan pemberian stimulasi dari orang dewasa di sekitar kehidupan anak. Dalam penelitian ini pengasuh diartikan sebagai guru dan seluruh pengurus organisasi yang berada di Sanggar Alang-alang Surabaya.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dengan pengasuh adalah proses penyampaian informasi, mengajarkan dan mengarahkan yang dilakukan oleh pengasuh (komunikator) kepada anak jalanan (komunikan) yang menimbulkan perhatian dan efek-efek yang diharapkan oleh pengasuh itu sendiri berupa anak jalanan untuk mandiri, matang, percaya diri, rasa ingin tahu, bersahabat, mempunyai perilaku yang baik dan orientasi untuk sukses. Dalam hal ini yang dimaksud adalah komunikasi interpersonal.

2. Moral Anak Jalanan

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara

8

Dwi Hastuti, Pengasuhan : Teori, Prinsip dan Aplikasinya, Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor, 2010, hlm. 1


(30)

20

atau adat-istiadat. Moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik.9

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” diartikan sebagai

keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran kesusilaan.10

Menurut Merriam-webster Pengertian moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.11

Sementara itu menurut Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :12

a. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.

b. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

9

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, cet 1. Jakarta: Rajawali Press. 1992. hlm 8

10

Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994. hlm.192

11

http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli-lengkap.html, diakses tanggal 20 Maret 2017, pukul 11:23

12

Bambang Daroeso, Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu, 1986, hlm. 22


(31)

21

c. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.

Dari pengertian moral diatas dapat disimpulkan bahwa moral berkaitan antara ide, aturan atau norma-norma dengan tingkah laku. Memang dalam pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip, atau norma. Akan tetapi lebih kongkrit dari itu, moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma. Moral dalam penelitian ini berupa kesesuaian perilaku terhadap nilai yang berlaku di lingkungannya, dengan indikator yang berasal dari aspek-aspek yang diangkat dari analisis tugas perkembangan siswa yang dirumuskan oleh Kartadinata yaitu:13

a) Jujur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia jujur berarti lurus hati, tidak berbohong (misal: berkata apa adanya), tidak curang (misal: dalam permainan dengan mengikuti aturan yang ada) tulus ikhlas. Jujur adalah mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan

13

Nurhayati Sholekha, Profil Perilaku Etis Siswa dan Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling, 2012 http://repository.upi.edu diakses tanggal 31 Juli 2017, jam 20:14


(32)

22

kebenaran. Dalam kehidupan bermasyarakat secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi.

b) Hormat

Hormat yaitu menghargai orang lain dengan berperilaku baik dan sopan sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hormat : menghargai (takzim, khidmat, sopan), perbuatan yang menandakan rasa takzim atau khidmat kepada orang yang usianya lebih tua. Menghormati berarti menunjukan atau memperhatikan nilai dari seseorang atau sesuatu, selain itu juga menghormati adalah hubungan responsif dan wacana biasa tentang rasa hormat mengidentifikasi beberapa eleman kunci dari repon, termasuk perhatian, rasa hormat, penilaian, pengakuan, menghargai dan berperilaku.

c) Sopan santun

Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari sebuah hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai pedoman pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sopan santun adalah budi pekerti yang baik, tata krama, peradaban, kesusilaan.


(33)

23

d) Tertib dan patuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ketertiban adalah keadaan yang serba teratur, (tertib: teratur, memurut aturan) dan kepatuhan ialah sifat patuh, patuh: suka menurut, taat pada perintah dan aturan, berdisiplin. Taat dan patuh memiliki arti selalu melaksanakan segala peraturan yang ditetapkan. Ketaatan dan kepatuhan yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

Anak jalanan Menurut Departemen Sosial RI (2005), Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.14

Jadi moral anak jalanan adalah tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter anak yang sebagian waktunya mereka gunakan dijalan atau tempat-tempat umum. Moral anak jalanan diharapkan memilki moral yang baik. Tidak hanya memperoleh pengertiannya saja melainkan juga diharapkan dapat menjalankan, mengamalkan, menginternalisasikan serta menjadikan penilaian-penilaian moral,

14

Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan, Jakarta : .Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005, hlm. 5


(34)

24

sebagai nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai akan tercermin dalam ajaran kesusilaan berupa sikap tingkah laku yang positif misalnya mempunyai perilaku yang jujur, hormat, sopan santun, tertib dan patuh.

Dengan memberikan pengajaran dan pemaparan yang dilakukan pengasuh tentang nilai-nilai atau aturan perilaku yang baik berupa perilaku yang jujur, hormat, sopan santun, tertib dan patuh sehingga anak jalanan bisa memahami dan membedakan antara perilaku yang baik atau tidak. Dan dengan adanya komunikasi secara interpersonal antara pengasuh dengan anak jalanan bisa lebih mendekat mereka sehingga lambat laun mereka bisa menginternalisasikan/ mengoprasionalkan perilaku yang baik itu di kehidupan sehari-hari.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menekankan fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Maksimalisasi objektifitas desain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol.15

Jenis penelitian survey dan korelasional. Metode survei digunakan untuk mengumpulkan informasi berbentuk opini dari sejumlah besar orang terhadap topik atau isu-isu tertentu. Tujuan dari metode ini

15

Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2014, hlm. 5


(35)

25

adalah untuk mengetaui gambaram umum dan karakteristik dari populasi.16 Menurut Nana Syaodi penelitian dengan mtode korelasional ini ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel-variabel lainnya. Hubungan antara satu dengan beberapa variabel-variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi (bivariat) dan keberartian (signifikan) secara statistik. Adanya korelasi antara dua variabel atau lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab akibat dari suatu variabel terhadap variabel lainnya. Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya korelasi negatif berarti nilai yang tinggi dalam satu variabel berhubungan dengan nilai yang rendah dalam variabel lain.17 2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian

Subyek penelitian adalah orang yang menjadi pokok pembicaraan atau pokok bahasan.18 Adapun subyek dari penelitian ini adalah anak jalanan Sanggar Alang Alang Surabaya dari usia 11-17 tahun.

Obyek penelitian adalah hal yang menjadi sasaran, pokok persoalan yang hendak diteliti.19 Adapun objek penelitian ini adalah efek komunikasi.

Lokasi penelitian merupakan tempat yang dituju peneliti untuk melakukan penelitian.20 Adapun lokasi penelitian ini adalah Sanggar Alang-alang Surabaya, peneliti menggunakan Sanggar Alang-alang karena lokasinya berdekatan dengan terminal Joyoboyo yang notabene

16

Ibid., hlm. 6

17

Ibid., hlm. 7

18

KBBI Online http://kbbi.web.id/subjek di akses tanggal 31 Juli 2017, jam 17:08

19

Ibid.,

20


(36)

26

banyak anak jalanan berkeliaran disana. Disamping lokasi yang strategis peneliti juga tertarik dengan prestasi dan penghargaan yang di raih anak jalanan yang membanggakan.

3. Populasi, Teknik Sampling dan Sampel

a. Populasi adalah keseluruhan sasaran yang seharusnya diteliti dan pada populasi itu hasil penelitian diberlakukan. Populasi adalah tempat terjadinya masalah yang selidiki. Populasi itu bisa manusia dan bukan manusia, misalnya lembaga, badan sosial, wilayah, kelompok, atau apa saja yang dijadikan sumber informasi.21 Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya sebanyak 159 anak.

b. Teknik Sampling adalah pembicaraan bagaimana menata berbagai teknik dalam penarikan atau pengambilan sampel penelitian, bagaimana merancang tata cara pengambilan sampel agar menjadi sampel yang representatif. Dengan tidak melupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memperoleh sampel yang representatif, peneliti memulai mengenal keseragaman dan ciri-ciri khusus populasi.22 Peneliti menggunakan teknik Simple Random Sampling dimana teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel

21

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1989, hlm. 112-113

22


(37)

27

yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota yang ada dalam suatu populasi untuk dijadikan sampel.23

c. Sampel

Dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling maka peneliti mengambil sampel secara acak dengan kategori seluruh anggota Sanggar Alang-Alang yang berusia 11 tahun sampai 17 tahun yang dianggap mampu menjawab pernyataan-peryataan dalam angket penelitian, hasil akhir seleksi yang berdasarkan kategori tersebut memperoleh hasil sebanyak 31 anak. Maka yang menjadi responden dari penelitian ini adalah 31 anak.

4. Variabel dan Indikator Penelitian

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan dua variable, yaitu:

a. Variabel Bebas (Independent Variable) 24

Variabel bebas (Independent) adalah variabel yang menjadi sebab atau merubah/mempengaruhi variabel lain (dependent variable ). Juga sering disebut dengan variabel bebas, prediktor, stimulus, eksogen atau antecendent. Dalam peneliti ini variabel bebas (Independent Variable)nya adalah komunikasi dengan pengasuh.

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)25

23

Sofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013, hlm. 31

24

Ibid., hlm. 10

25


(38)

28

Variabel terikat (Dependent Variable) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain (variabel bebas). Variabel ini juga disebut dengan variabel terikat, variabel respons atau endogen. Dalam peneliti ini variabel terikat

(Dependent Variable)nya adalah moral anak jalanan.

Variabel bebas (Independent Variable)dan variabel terikat (Dependent Variable) di definisikan sebagai berikut :

Variabel bebas (x) : Komunikasi dengan Pengasuh Indikator variabel :

a. Keterbukaan

b. Komunikasi humanis c. Empati

d. Kesetaraan

Tabel 1.5

Blue Print Komunikasi Pengasuh

No Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Keterbukaan 1,2 - 2

2. Komunikasi humanis 3,5 4,6 4

3. Empati 7,8 - 2

4. Kesetaraan 9 10,11,12 4


(39)

29

Variabel terikat (y) : Moral Anak Jalanan Indikator variabel :

a. Jujur b. Hormat c. Sopan santun d. Tertib dan patuh

Tabel 1.6

Blue Print Moral Anak Jalanan

No Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

1. Jujur 2,4,5 1,3 5

2. Hormat 6,8,9 7 4

3. Sopan santun 10,11 12 3

4. Terbib dan patuh 14,15 13,16 4

Jumlah 10 6 16

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kuantitatif pengumpulan data menggunakan :

- Angket/kuesioner

Memberikan beberapa pertanyaan yang ditulis di dalam angket dan disebarkan kepada sample yang telah ditentukan, yang kemudian jawaban dari sample diakumulasikan.


(40)

30

Untuk variabel komunikasi pengasuh dan variabel moral anak jalanan bobot nilai dari setiap pertanyaan dalam suatu data nominal, pemberian nilai sesuai dengan asumsi yang diyakini peneliti dan sesuai dengan hasil yang ingin dimunculkan. Pemberian bobot nilai didasarkan pada efek yang dimunculkan dari setiap pertanyaan. Adapun bobot nilai dari setiap pertanyaan atau pernyataan dalam suatu skala likert, untuk item favourable yaitu sebagai berikut :

1. Sangat Ser ing (SS) : 4

2. Sering (S) : 3

3. Jarang (J) : 2

4. Tidak Pernah (TP) : 1

Sedangkan bobot nilai dari setiap pertanyaan atau pernyataan dalam suatu skala likert, untuk item unfavourable yaitu sebagai berikut :

1. Sangat Sering (SS) : 1

2. Sering (S) : 2

3. Jarang (J) : 3

4. Tidak Pernah (TP) : 4

- Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata


(41)

31

sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga, penciuman,mulut dan kulit. Oleh karena itu observasi adalah kemampuan menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Peneliti mengamati apa yang dilakukan keseharian objek yang diteliti khususnya, apakah relevan dengan apa yang diungkapkan saat wawancara.

- Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan atau mencari data mengenai hal-hal ataupun dokumen-dokumen yang berupa tulisan maupun catatan-catatan, buku dan lainnya yang ada kaitannya dengan data yang dibutuhkan.

6. Teknik Analisis Data

a. Uji Prasyarat Analisis Data

Guna melanjutkan ketahap analisis selanjutnya, analisis data harus melewati uji prasyarat. Uji prasyarat analisis data yang dilakukan tersebut adalah Uji Normalitas, Uji Validitas, dan Uji Reliabilitas. Rincian Uji prasyarat tersebut seperti yang dijelaskan berikut ini:

 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang


(42)

32

akan digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi masing-masing variabel dalam penelitian normal atau tidak, maka dilakukan dengan melihat nilai Asymp. Sig. Jika nilai

Asymp. Sig lebih besar atau sama dengan 0,05 (5%) maka distribusi data adalah normal.

 Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.

 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan salah-satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik.


(43)

33

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis korelasi pearson product moment. Korelasi pearson product moment adalah untuk mencari arah kekuatan hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel (Y) dan data berbentuk interval dan rasio.26

Tabel 1.7

Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan

No. Nilai Korelasi (r) Tingkat Hubungan

1. 0,00 - 0,199 Sangat lemah

2. 0,20 – 0,399 Lemah

3. 0,40 – 0,599 Cukup

4. 0,60 – 0,799 Kuat

5. 0,80 – 1 Sangat kuat

Analisis data pada penelitian ini menggunakan program aplikasi SPSS 16 for Windows.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini antara lain :

BAB I PENDAHULUAN

26

Sofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013, hlm. 252


(44)

34

Membahas tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kajian Hasil Peneliti Terdahulu, Definisi operasional, Metode penelitian, sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Membahas tentang Teori Komunikasi Interpersonal BAB III PENYAJIAN DATA

Membahas tentang deskripsi objek dan lokasi penelitian, deskripsi data penelitian.

BAB IV ANALISIS DATA

Pengujian hipotesis, pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP


(45)

BAB II

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PENGASUH DAN MORAL ANAK JALANAN

A. Komunikasi Interpersonal Pengasuh

1. DefinisiKomunikasi Interpersonal

Komunikasi secara etimologis atau menurut kata asalnya berasal dari bahasa latin yaitu yang berarti communication, yang berarti sama makna mengenai suatu hal. Jadi berlangsungnya proses komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan mengenai hal-hal yang dikomunikasikan ataupun kepentingan tertentu. Komunikasi dapat berlangsung apabila ada pesan yang akan disampaikan dan terdapat pula umpan balik dari penerima pesan yang dapat diterima langsung oleh penyampai pesan. Selain itu komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media. Dalam komunikasi ini memerlukan adanya hubungan timbal balik antara penyampain pesan dan penerimanya yaitu komunikator dan komunikan.

Bermacam-macam definisi komunikasi yang dikemukakan orang untuk memberikan batasan terhadap apa yang dimaksud dengan komunikasi, sesuai dari sudut mana mereka memandangnya. Beberapa definisi mengenai komunikasi antara lain:


(46)

36

a) Carl I. Hovland :

“Komunikasi adalah proses dimana seseorang menyampaiakan perangsang yang berbentuk lambang-lambang dalam rangka

untuk merubah perilaku seseorang atau orang lain.”1

b) Gerald R. Miller :

”Komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi

tingkah laku pihak penerima.”2

c) Onong Uchyana Effendi :

“Komunikasi adalah proses penyampaian suau pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi

dari hubungan sosial.”3

d) Event M. Rogers :

“Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk

mengubah tingkah laku mereka.”4

Di dalam komunikasi harus ada kesamaan makna atau arti dalam penyampaian pesan agar terjadi pertukaran pikiran antara komunikator dan komunikan. Komunikasi sering dipandang sebagai cara dasar untuk mempengaruhi perilaku orang lain dan mempersatukan proses psikologi seperti persepsi, pemahaman dan motivasi. Komunikasi dapat dinyatakan

1

Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, Surabaya: Jaudar Press, 2012, hlm. 6

2

Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka¸ 2004, hlm 121

3

Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, Surabaya: Jaudar Press, 2012, hlm. 7

4

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 68


(47)

37

sebagai upaya seseorang untuk merubah, mempengaruhi, dan memberikan ide, gagasan, perasaan dan perilaku orang lain agar terdapat persamaan pengertian sesuai dengan yang dikehendakinya, baik secara langsung ataupun tidak lansung yang dapat dilakukan dengan isyarat, lisan, tertulis, visual maupun audio visual. Komunikasi dikatakan minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat.

R. Wayne Pace mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung.5

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal, seperti komunikasi pada umumnya komunikasi interpersonal selalu mencakup dua unsur pokok yaitu isi pesan dan bagaimana isi pesan dikatakan atau dilakukan secara verbal atau nonverbal. Dua unsur tersebut sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesan.

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan aktif bukan pasif. Komunikasi interpersonal bukan hanya komunikasi dari pengirim pada penerima pesan, begitupula sebaliknya, melainkan komunikasi timbal

5


(48)

38

balik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi interpersonal bukan sekedar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulus-respon, akan tetapi serangkaian proses saling menerima, penyeraan dan penyampaian tanggapan yang telah diolah oleh masing-masing pihak.

2. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Menurut defininya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human communication

baik yang non-antarpribadi maupun antarpribadi semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan sosial (Miller & Steinberg, 1975). Keberhasilan yang relatif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia dan kehidupan pribadi yang produktif. Sedangkan yang di maksud dengan imbalan ialah setiap akibat berupa perolehan fisik, ekonomi, dan sosial yang bernilai positif. Misalnya uang sebagai akibat perolehan ekonomi yang dinilai positif.6

6

Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm. 21


(49)

39

3. Karakteristik Komunikasi Interpersonal

Judy C. Pearson menyebutkan enam karakteristik komunikasi interpersonal yaitu :7

1) Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana pengalaman kita. Contoh : ketika kita berbicara dengan orang lain, maka kita akan mengungkapkan apa yang kita persepsikan.

2) Komunikasi interpersonal bersifat transaksional.

Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan. Contoh : ketika dua orang sedang berkomunikasi, tentu adanya saling bertukar pikiran, perasaan dll.

3) Komunikasi interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi.

Maksudnya Komunikasi interpersonal tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa partner komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut. Contoh : hubungan persahabatan, keluarga, rekan kerja, teman bermain dll.

7

Dasrun Hidayat, Komunikasi Antarpribadi dan Medianya, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012, hlm. 49-55


(50)

40

4) Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Contoh : A dan B ketika berdialog selalu berdekatan supaya bisa di dengar.

5) Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi. Contoh : dialog antara A dan B satu sama lain saling bergantungan.

6) Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah menguapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita, mungkin kita dapat minta maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah kita ucapkan. Demikian pula kita tidak dapat mengulang suatu pernyataan dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang sama, karena dalam proses komunikasi antar manusia, hal ini akan sangat tergantung dari respons partner komunikasi kita.

4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Edna Rogers mengemukakan pendekatan hubungan dalam menganalisis proses Komunikasi interpersonal mengasumsikan bahwa Komunikasi interpersonal membentuk struktur sosial yang diciptakan melalui proses komunikasi.

Ciri-ciri Komunikasi interpersonal menurut Rogers adalah: 1) Arus pesan dua arah.


(51)

41

3) Tingkat umpan balik tinggi.

4) Kemampuan mengatasi selektivitas tinggi.

5) Kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat. 6) Efek yang terjadi perubahan sikap.

5. Efektifitas Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. Komunikasi interpersonal yang efektif adalah sebagai berikut :8

1) Keterbukaan (Openess)

Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam Komunikasi interpersonal. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

2) Positif (Positiveness)

Memiliki perilaku positif yakni berpikir positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Rasa positif merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka

8


(52)

42

terhadap kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Dapat memberi dan menerima pujian tanpa pura-pura memberi dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah. 3) Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya.

4) Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Komunikasi interpersonal dapat berlangsung kondusif apabila komunikator (pengirim pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan).

5) Dukungan (Supportiveness)

Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku supportif. Maksudnya satu dengan yang lainnya saling memberikan dukungan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam Komunikasi interpersonal diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi.


(53)

43

Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Kita dapat menyatakan komunikasi akan lebih efektif bila para komunikan saling menyukai.

6. Definisi Pengasuh

Definisi pengasuh menurut arti kata, pengasuh memiliki kata dasar asuh yang artinya mengurus, mendidik, melatih, memelihara, dan mengajar. Kemudian diberi awalan peng- (pengasuh) berarti kata pelatih, pembimbing. Jadi pengasuh memiliki makna orang yang mengasuh, mengurus, memelihara, melatih dan mendidik. Menurut Hastuti

“Pengasuh adalah pengalaman, ketrampilan, dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam mendidik dan merawat anak”.9

Sebagaimana Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini menyebutkan bahwa tenaga pengasuh adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan pengasuhan dan perawatan kepada anak untuk menggantikan peran orangtua yang sedang bekerja atau mencari nafkah.

Pengasuh memegang peran penting dalam proses perkembangan seorang anak. Hubungan kelekatan yang di harapkan terjalin adalah kelekatan yang aman. Dengan kelekatan yang aman di harapkan anak akan mampu mencapai perkembangan yang optimal, sebaliknya bila kelekatan yang terjadi adalah kelekatan yang tidak aman maka anak akan mengalami masalah dalam proses perkembangannya. Selanjutnya hal ini

9

Dwi Hastuti, Pengasuhan : Teori, Prinsip dan Aplikasinya, Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor, 2010, hlm. 1


(54)

44

dapat menjadi akar dari berbagai masalah kriminal dan sosial yang marak terjadi.

7. Komunikasi Pengasuh

Dalam berkomunikasi pengasuh harus menyesuaikan kondisi dan karakteristik dengan setiap komunikan. Pengasuh melakukan suatu pendekatan secara pribadi dan memoles setiap komunikasi yang dilakukan kepada komunikan. Hal ini berarti di dalam berkomunikasi seorang pengasuh harus mampu memilih kata-kata yang sesuai, intonasi dan bentuk komunikasi verbal ataupun non verbal sehingga antara pengasuh dengan komunikan dapat mengandung kesamaan makna antara satu dengan yang lain. Komunikasi pengasuh adalah proses penyampaian informasi, mengajarkan dan mengarahkan yang di lakukan oleh pengasuh (komunikator) kepada komunikan yang menimbulkan perhatian dan efek-efek yang diharapkan oleh pengasuh itu sendiri berupa berupa perubahan tingkah laku yang semakin baik.

B. Moral Anak Jalanan

1. Definisi Moral

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik.10

10


(55)

45

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” diartikan sebagai

keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran kesusilaan.11

Menurut Merriam-webster pengertian moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.12

Sementara itu menurut Wila Huky, merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :13

a) Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.

b) Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

c) Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.

11

Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994. hlm.192

12

http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli lengkap.html, diakses tanggal 20 Maret 2017, pukul 11:23

13

Bambang Daroeso, Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu, 1986, hlm. 22


(56)

46

Dengan adanya moral baik yang tumbuh dalam masyarakat, kehidupan bersosialisasi di dalamnya akan terasa damai. Hal tersebut harus dipatuhi, karena moral memiliki fungsi dalam mengatur, menjaga ketertiban, dan menjaga keharmonisan antar masyarakat yang ada dalam suatu pranata sosial. Disamping itu moral berkaitan antara ide, aturan atau norma-norma dengan tingkah laku. Memang dalam pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip, atau norma. Akan tetapi lebih kongkrit dari itu, moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma. Moral dalam penelitian ini berupa kesesuaian perilaku terhadap nilai yang berlaku di lingkungannya, dengan indikator yang berasal dari aspek-aspek yang diangkat dari analisis tugas perkembangan siswa yang dirumuskan oleh Kartadinata yaitu:14

a) Jujur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia jujur berarti lurus hati, tidak berbohong (misal: berkata apa adanya), tidak curang (misal: dalam permainan dengan mengikuti aturan yang ada) tulus ikhlas. Jujur adalah mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Dalam kehidupan bermasyarakat secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan

14

Nurhayati Sholekha, Profil Perilaku Etis Siswa dan Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling, 2012 http://repository.upi.edu diakses tanggal 31 Juli 2017, jam 20:14


(57)

47

pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi.

b) Hormat

Hormat yaitu menghargai orang lain dengan berperilaku baik dan sopan sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hormat : menghargai (takzim, khidmat, sopan), perbuatan yang menandakan rasa takzim atau khidmat kepada orang yang usianya lebih tua. Menghormati berarti menunjukan atau memperhatikan nilai dari seseorang atau sesuatu, selain itu juga menghormati adalah hubungan responsif dan wacana biasa tentang rasa hormat mengidentifikasi beberapa eleman kunci dari repon, termasuk perhatian, rasa hormat, penilaian, pengakuan, menghargai dan berperilaku.

c) Sopan santun

Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari sebuah hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai pedoman pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sopan santun adalah budi pekerti yang baik, tata krama, peradaban, kesusilaan.

d) Tertib dan patuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ketertiban adalah keadaan yang serba teratur, (tertib: teratur, memurut


(58)

48

aturan) dan kepatuhan ialah sifat patuh, patuh: suka menurut, taat pada perintah dan aturan, berdisiplin. Taat dan patuh memiliki arti selalu melaksanakan segala peraturan yang ditetapkan. Ketaatan dan kepatuhan yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Ciri-ciri moral

Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat moral. Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1) Moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh moral yang dapat diterima oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan, pembunuhan, dan pelanggaran hukum.

2) Moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Meskipun demikian, validitas moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung dan membenarkannya.

3) Moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri. Contoh pengutamaan moral adalah ketika lebih memilih menolong orang yang jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang tersebut.


(59)

49

4) Moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain, pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai yang sama.

5) Moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang mengasumsikan adanya moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata atau ungkapan yang merepresentasikan adanya moral yaitu “ini salah saya,” “saya

menyesal,” dan sejenisnya.

3. Jenis-jenis moral

Moral terbagi menjadi dua yaitu :

1) Moral keagamaan, Merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam.

2) Moral sekuler, Merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.

4. Definisi Moral Anak Jalanan

Menurut Departemen Sosial RI, Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau


(60)

50

berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.15

Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Departemen Sosial memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampai 18 tahun. Adapun waktu yang dihabiskan di jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya anak jalanan menghabiskan waktunya di jalan demi mencari nafkah, baik dengan kerelaan hati maupun dengan paksaan orang tuanya. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang sebagian waktunya mereka gunakan di jalan atau tempat-tempat umum lainnya baik untuk mencari nafkah maupun berkeliaran. Dalam mencari nafkah, ada beberapa anak yang rela melakukan kegiatan mencari nafkah di jalanan dengan kesadaran sendiri, namun banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di jalan (mengemis, mengamen, menjadi penyemir sepatu, dan lain-lain) oleh orang-orang di sekitar mereka, entah itu orang tua atau pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi keluarga yang rendah. Ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6 – 18 tahun, berada di jalanan lebih dari 4 jam dalam satu hari, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, dan mobilitasnya tinggi.

15

Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan, Jakarta : Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005, hlm. 5


(61)

51

Menurut Odi Shalahudin menyebutkan faktor-faktor munculnya anak jalanan yakni sebagai berikut:16

a) Keluarga miskin

Hampir seluruh anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Sebagian besar dari mereka berasal dari perkampungan perkampungan urban yang tidak jarang menduduki lahan-lahan milik negara dengan membangun rumah-rumah petak yang sempit yang sewaktu-waktu dapat digusur. Anak jalanan yang berasal dari luar kota, sebagian besar berasal dari desa-desa miskin. Kemiskinan merupakan faktor dominan yang medorong anak-anak menjadi anak jalanan. Anak dari keluarga miskin, karena kondisi kemiskinan kerap kali kurang terlindungi sehingga menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak jalanan. b) Perceraian dan kehilangan orang tua

Perceraian dan kehilangan orang tua menjadi salah satu faktor risiko yang mendorong anak-anak pergi ke jalanan. Perceraian atau perpisahan orang tua yang kemudian menikah lagi atau memiliki teman hidup baru tanpa ikatan pernikahan sering kali membuat anak menjadi frustasi. Rasa frustasi ini akan semakin bertambah ketika anak dititipkan ke salah satu anggota keluarga orang tua mereka atau tatkala anak yang biasanya lebih memilih tinggal bersama ibunya merasa tidak mendapatkan perhatian, justru menghadapi perlakuan buruk ayah tiri atau pacar ibunya.

16

Odi Shalahuddin, Di Bawah Bayang-Bayang Ancaman, Semarang : Yayasan Setara, 2004, hlm. 71


(62)

52

c) Kekerasan keluarga

Kekerasan keluarga merupakan faktor risiko yang paling banyak dihadapi oleh anak-anak sehingga mereka memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup di jalanan. Berbagai faktor risiko lainnya yang berkaitan dengan hubungan antara anak dengan keluarga, tidak lepas dari persoalan kekerasan. Seperti kasus eksploitasi ekonomi terhadap anak yang dipaksa menyerahkan sejumlah uang tertentu setiap harinya, akan menghadapi risiko menjadi korban kekerasan apabila tidak memenuhi target tersebut. Kekerasan dalam keluarga tidak hanya bersifat fisik saja, melainkan juga bersifat mental dan seksual.

d) Keterbatasan ruang dalam rumah

Keterbatasan ruang dalam rumah bisa menimbulkan risiko anak-anak turun ke jalan. Biasanya ini dialami oleh anak-anak-anak-anak yang berada di beberapa perkampungan urban yang menduduki lahan milik negara. Banyak dijumpai adanya rumah-rumah petak yang didirikan secara tidak permanen dan sering kali menggunakan barang-barang bekas seadanya dengan ruang yang sangat sempit, kadang hanya berukuran 3 X 4 meter saja. Dengan bentuk dan bangunan yang tidak layak disebut rumah itu, kenyataannya dihuni oleh banyak orang. Misalkan saja sebuah keluarga, termasuk hubungan suami istri berlangsung dalam ruangan yang terbatas itu, tentunya hal itu akan berpengaruh buruk terhadap anak-anak, biasanya yang berumur lebih dari 5 tahun memilih


(63)

53

atau dibiarkan oleh orang tuanya untuk tidur diluar rumah, seperti di tempat ibadah (mushola atau masjid) yang ada di kampung tersebut, pos ronda, atau ruang-ruang publik yang berdekatan dengan kampung mereka.

e) Eksploitasi ekonomi

Anak-anak yang turun ke jalan karena didorong oleh orang tua atau keluarganya sendiri atau biasanya bersifat eksploratif. Anak ditempatkan sebagai sosok yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Eksploitasi ekonomi oleh orang tua mulai marak terjadi ketika pada masa krisis, dimana anak-anak yang masih aktif bersekolah didorong oleh orang tuanya mencari uang dan ditargetkan memberikan sejumlah uang yang ditentukan oleh orang tua mereka.

f) Keluarga homeless

Seorang anak menjadi anak jalanan bisa pula disebabkan karena terlahirkan dari sebuah keluarga yang hidup di jalanan tanpa memiliki tempat tinggal tetap.

Kementerian Sosial mengungkapkan bahwa perlindungan anak jalanan menjadi kewajiban mendesak. Hal ini dikarenakan, anak jalanan merupakan korban penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi. Anak jalanan mengalami pelanggaran hak asasi manusia. Upaya penyelamatan tersebut dilakukan melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Sementara itu, dirjen Yanrehsos, Makmur Sunusi, Ph.D mengatakan,


(64)

54

program PKSA terus disosialisasikan sebagai upaya pemerintah menyelamatkan anak bangsa. Anak harus terhindar dari situasi buruk di jalanan, eksploitasi ekonomi, kekerasan, penelantaran dan perlakuan diskriminatif. Hak anak untuk tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi, sudah selayaknya dipenuhi. Sasaran program tersebut, anak-anak yang memiliki kehidupan tidak layak dan mengalami masalah sosial. Yang dimaksud masalah sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, penyimpangan perilaku, korban bencana, serta korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.17

Dalam pedoman pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial disebutkan bahwa Program PKSA Kementerian Sosial RI adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan anak meliputi subsidi kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial, penguatan orang tua atau keluarga dan lembaga kesejahteraan sosial.

Moral anak jalanan adalah tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter anak yang sebagian waktunya mereka gunakan dijalan atau tempat-tempat umum. Moral anak jalanan diharapkan memilki moral yang baik. Tidak hanya memperoleh pengertiannya saja melainkan juga diharapkan dapat menjalankan, mengamalkan, menginternalisasikan serta menjadikan penilaian-penilaian moral, sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai akan tercermin dalam sikap

17

Kementerian Sosial RI, Definisi Anak Jalanan,

https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos&letter=a. diakses tanggal 16 Mei 2017, pukul 13:11


(65)

55

tingkah laku yang positif berupa perilaku jujur, hormat, sopan santun, tertib dan patuh.

C. Kajian Teori

1. Teori Komunikasi Interpersonal

Studi komunikasi interpersonal mulai berkembang secara besar-besaran di Amerika Serikat sejak tahun 1960-an. Awal tahun 1900-an, George Simmel telah melakukan observasi secara cermat mengenai komunikasi interpersonal yang sampai sekarang masih diperdebatkan meliputi konsep-konsep seperti reciprocal knowledge, characteristics of the dyad, interaction, rituals, secrecy, lies and truth, dan types of social relationships.

Tahun 1920-an dan rahun 1930-an, banyak bibit-bibit intelektual bagi studi komunikasi interpersonal yang telah disemai. Tahun 1960-an, 1970-an, dan 1980-an, walaupun banyaknya gagasan-gagasan dan tulisan-tulisan dihasilkan selama beberapa masa sebelum tahun 1960-an, berkembangnya komunikasi interpersonal sebagai area studi akademik yang dikenal, terutama merupakan hasil-hasil dari kekuatan sosial yang ada.

Pada akhir tahun 1970-an, studi mengenai komunikasi interpersonal telah ditetapkan sebagai bidang utama studi bersama-sama dengan komunikasi massa di Amerika Serikat. Tidak demikian hanya di Eropa, Asia, dan Amerika latin. Bahkan sampai saat ini, di luar Amerika Serikat studi mengenai komunikasi interpersonal menjadi bagian dari


(1)

85

Tabel 4.6

Hasil Uji KorelasiPearson Product Moment

Correlations

TOTAL_X TOTAL_Y TOTAL_X Pearson Correlation 1 .767**

Sig. (2-tailed) .000

N 31 31

TOTAL_Y Pearson Correlation .767** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 31 31

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson product moment pada tabel diatas nilai untuk Sig. Adalah 0,000. Nilai ini < 0,05 maka Hipotesis Ha diterima yang artinya terdapat korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan Sanggar Alang-Alang Surabaya, dengan besar nilai koefisiensi korelasi 0,767 artinya tingkat korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan adalah kuat.

B. Analisis Hasil Penelitian

Komunikasi pengasuh ternyata terdapat korelasi dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya. Hal tersebut dilihat dari hasil uji korelasi pearson product moment yang menunjukkan nilai untuk Sig. Adalah 0,000. Nilai ini < 0,05 sehingga Ha mengenai korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan Sanggar Alang-Alang Surabaya diterima, dengan besar nilai koefisiensi korelasi 0,767 artinya tingkat korelasi antara


(2)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Dari pengamatan dan data-data yang diperoleh dari penelitian dengan judul “Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya, dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. Terdapat Korelasi antara Komunikasi Pengasuh dengan Moral Anak Jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya. Hal tersebut dilihat pada hasil uji Korelasi Pearson Product Moment. Nilai untuk Sig. adalah 0,000, nilai ini < 0,05 maka hipotesis Ha diterima yang artinya terdapat korelasi yang signifikan antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya. Sedangkan Ho ditolak.

2. Besar tingkat Korelasi antara komunikasi pengasuh dengan moral anak jalanan di Sanggar Alang-Alang Surabaya yaitu 0,767 yang artinya tingkat hubungannya kuat.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu


(3)

87

peneliti merekomendasikan beberapa hal dibawah ini terkait hasil penelitian kepada :

1. Kalangan Anak Jalanan Sanggar Alang-Alang Surabaya

Anjuran bagi anak jalanan di sanggar Alang-Alang Surabaya terkait dengan moral seperti contoh lebih menanamkan sikap positif dalam diri agar bisa terbiasa dengan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku jujur, hormat, sopan santun, tertib dan patuh sehingga menumbuhkan moral yang baik.

2. Pengasuh Sanggar Alang-Alang Surabaya

Anjuran bagi pengasuh sanggar terkait dengan komunikasi interpersonal antara pengasuh dan anak jalanan seperti contoh lebih mengutamakan komunikasi dari hati ke hati, dengan kata lain bisa memahami setiap anak jalanan yang diajak berkomunikasi sehingga anak jalanan bisa menangkap maksud pengasuh secara cepat. Di setiap komunikasi yang berlangsung antara pengasuh dengan anak jalanan, setidaknya lebih ditambah dengan muatan-muatan yang berbau dengan pengembangan moral menuju ke moral yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan terus mengalami peningkatan.

3. Peneliti Selanjutnya


(4)

88

penelitian yang bisa didapatkan dari masing-masing anak jalanan lewat wawancara. Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan antara komunikasi pengasuh dan moral anak jalanan, untuk selanjutnya bisa dikupas dengan pembahasan bagaimana moral anak jalanan tersebut bisa terbentuk.

4. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA

Khususnya prodi Ilmu Komunikasi, memberikan pengetahuan lewat mata kuliah atau kajian lainnya seputar metode penelitian kuantitatif. Seperti membuat instrumen pertanyaan dan penghitungan lainnya. Dengan harapan mahasiswa bisa lebih pandai, dan hasil yang diinginkan maksimal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amirin Tatang.M. 1989. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

As Asmaran. 1992. Pengantar Studi Akhlak. cet 1. Jakarta : Rajawali Press

Budyatna Muhammad dan Mona Leila Ganiem. 2011. Teori Komunikasi

Antarpribadi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Bungin Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana Daroeso Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila.

Semarang : Aneka Ilmu

Departemen Sosial RI. 2005. Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan. Jakarta : Departemen Sosial Republik Indonesia

Hafied Cangara. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Hamdi Asep Saepul. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta : Deepublish

Hastuti Dwi. 2010. Pengasuhan : Teori. Prinsip dan Aplikasinya. Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Insitut Pertanian Bogor

Hidayat Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta : Graha Ilmu

Morissan. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana

Mulyana Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Noor Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana

Sendjaja Djuarsa. 2004. Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka

Shalahuddin Odi. 2004. Di Bawah Bayang-Bayang Ancaman. Semarang : Yayasan Setara

Siregar Sofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group


(6)

Tamiredja Tukiran. 2011. Penelitian Kuantitatif Sebuah Pengantar. Bandung : Alfabeta

Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Grasindo Anggota

Ikapi

Yoyon Mudjiono. 2012. Ilmu Komunikasi. Surabaya : Jaudar Press

E-Journal Ilmu Komunikasi. Vol. 2 Nomer 4. ISSN 287-296.

http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/ © Copyright 2014

http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli lengkap.html. diakses tanggal 20 Maret 2017. pukul 11:23

Journal of Rural and Development Volume 5 No. 2. https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/.../834 © Copyright 2014

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://kbbi.web.id/asuh diakses tanggal 07 Maret 2017. pukul 23:04

Kementrian Agama Republik Indonesia. 2007. Al-qur’an Tajwid dan Terjemahannya dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Shahih. Bandung : PT. Sygma Examedia Arkanleema

Kementerian Sosial RI. Definisi Anak Jalanan. https://www.kemsos.

go.id/modules.php?name=glosariumkesos&letter=a. diakses tanggal 16 Mei 2017. pukul 13:11

Profil Sanggar Alang-Alang Surabaya

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang

Perlindungan Anak. diakses tanggal 07 Maret 2017. pukul 11.05

Sholekha Nurhayati. Profil Perilaku Etis Siswa dan Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling. 2012 http://repository.upi.edu diakses tanggal 31 Juli 2017 jam 20:14