KODE ETIK JURNALISTIK DALAM PENERAPAN St

KODE ETIK JURNALISTIK DALAM PENERAPAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Praktek Penerapan Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
dalam Kegiatan Jurnalistik di Kalangan Wartawan Harian JOGLOSEMAR)

Disusun Oleh:
SHINTA BELA DEWANTI
D1211075

JURNAL
Diajukan Guna Melengkapi Tugas - Tugas dan Syarat - Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta

ILMU KOMUNIKASI NON REGULER
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

KODE ETIK JURNALISTIK DALAM PENERAPAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Praktek Penerapan Kode Etik Jurnalistik (KEJ)

dalam Kegiatan Jurnalistik di Kalangan Wartawan Harian JOGLOSEMAR)
Shinta Bela Dewanti
Mursito
Kandyawan
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

An Intense competition among mass media institutions today make them
difficult to run properly the function of mass media. Ironically, the media institutions
seem lost their idealism essence because they are uncapable to run the role in
professional ways. The uncapability of mass media can be seen from the news which
is trespass the Ethic Codes of Journalism. Ethic codes of journalism is a number of
rules made by Press Council and has been admitted by journalist organisation. The
existence of ethic codes of journalism and how is the implementation is one
benchmark in assessing journalist professionalism. The purpose of this research is to
determine how the practical implementation of the ethic codes of journalism in
journalism activities among JOGLOSEMAR’s journalist. The model of current
research is qualitative research with descriptive method. The sampling technique

used in current research is purposive sampling or sampling technique based on
purpose and snowball sampling by attending one or more informant then asked him
to mention another informant who have competence in explaining the practical
implementation of ethic codes of journalism in JOGLOSEMAR daily newspaper. To
verify the truth of the data, the researcher uses triangulation techniques to match the
answers from one informant to other informant.
After the analysis has conducted, the conclusions are; the journalist in
JOGLOSEMAR use ethical ways while gather information. In writing phase they
obey to cover both sides principle, off the record certainty. In editing phase,
journalist in JOGLOSEMAR give initial for crime victims and use difabel term for
people with disabilities. Moreover, in publication phase, the JOGLOSEMAR daily
newspaper also willing to give the clarification statement to the reader or person who
is aggrieved by the news.
Keyword: Ethic Codes of Journalism, Journalism

1

Pendahuluan
Media massa saat ini menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas kita. Ketika bangun tidur kita menyempatkan diri membuka laman situs di

internet, menyalakan televisi untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di luar sana.
Kurang puas, kita bahkan bersedia menyisihkan uang saku untuk membeli surat kabar
atau majalah. Hal tersebut semata-mata kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan kita
akan informasi. Selain berfungsi sebagai sarana informasi, media massa juga
berfungsi sebagai sarana pendidik, kontrol sosial dan juga pemberi suguhan hiburan.
Hingga saat ini, keempat fungsi tersebut yang paling dikenal oleh masyarakat dalam
menuntun aktivitas sehari-hari mereka.
Sayangnya, ketatnya persaingan antar lembaga media massa saat ini membuat
mereka sulit menjalankan fungsi tersebut dengan baik. Beberapa lembaga media
cenderung memprioritaskan satu fungsi diatas fungsi yang lainnya. Menurut Mursito
(2006), fungsi informasi pada media cetak, khususnya surat kabar harian masih lebih
menonjol di bandingkan pada media televisi yang lebih menonjolkan fungsi hiburan.
Akan tetapi di saat kebebasan pers dan kepentingan ekonomi menjadi dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, baik media elektronik maupun cetak sepertinya mulai
melupakan urgensi masing-masing fungsi tersebut.
Ironisnya, lembaga media seakan kehilangan esensi idealisnya karena tidak
mampu menjalankan perannya secara profesional. Ketidakmampuan tersebut dapat
dilihat dari pengemasan berita yang melanggar kode etik jurnalistik. Masih hangat
dalam ingatan kita ketika Yulianis, saksi mahkota atas kasus korupsi yang menimpa
sejumlah kader Demokrat, menghadiri wawancara eksklusif di sebuah stasiun swasta

pada Maret 2013 lalu. Dituduh mencemarkan nama baik Edhy Baskoro Yudhoyono,
wanita yang pernah bekerja untuk Nazaruddin ini justru melemparkan kesalahan
kepada wartawan. Menurutnya, berita yang beredar di masyarakat telah dipelintir dan
dikemas sedemikian rupa sehingga membuat kesan seolah ia yakin dengan
pernyataannya.

2

Yulianis mungkin bukan satu-satunya orang yang memandang sinis kepada
media. Adalah Poppy Darsono, perancang busana sekaligus mantan isteri Alm.
Moerdiono memilih untuk mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan
lembaga media kehadapan Dewan Pers. Dalam rilis berita yang disampaikan Dewan
Pers melalui situsnya, Poppy Darsono mengadukan berita yang di muat tabloid
Femme berjudul, “Anak-Anak Alm. Pak Moer Belum Terima Warisan dari Ayahnya”

yang terbit sebanyak tiga belas edisi. Pada kalimat akhir rilis berita disebutkan, „Ada
upaya dari redaksi Femme untuk meminta konfirmasi, tetapi tidak berhasil sehingga
tetap terjadi ketidakberimbangan‟. Kalimat ini menguatkan bahwa, Poppy sebenarnya
enggan menceritakan masalah seputar kehidupan pribadinya dengan Alm. Moerdiono
kepada media. Sayangnya Tabloid Femme nekat mengembangkan berita meskipun

tanpa konfirmasi kepada Poppy terlebih dahulu. Untuk menyelesaikan masalah ini,
Dewan Pers merekomendasikan Femme untuk memuat Hak Jawab Poppy di halaman
yang sama dengan berita yang diadukan. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan
kasus ini melalui mediasi di kantor Dewan Pers.
Selain tabloid Femme, sebuah surat kabar lokal di Jawa Tengah juga pernah
melakukan pelanggaran serupa. Fakta tersebut dapat dilihat pada berita Harian
JOGLOSEMAR berjudul “Trah Kiai Slamet Duel, Simbol Kisruh Dua Raja Solo”
yang terbit awal Januari 2012 lalu. Berita ini dimuat pada halaman headline disertai
foto dua kerbau bule keturunan Kiai Slamet yang sedang bertarung. Seperti yang
dilansir oleh JOGLOSEMAR dalam situs www.joglosemar.co, pertarungan yang
terjadi antara dua kerbau bule yang bernama Bodong dan Joko itu di ibaratkan
gambaran dua raja keraton yang selama ini seolah tidak akur dan hidup terpisah.
Sayangnya, berita ini lebih banyak memasukkan komentar dari sang pawang, Utomo
Gunadi. Kalaupun ada komentar lain, itupun Yanti, isteri Gunadi. Sedangkan
konfirmasi dari dua raja yang dimaksud ataupun pendapat ahli, seperti budayawan
tidak ditampilkan. Sehingga berita yang disajikan menjadi tidak berimbang.
Pengemasan berita, perpelintiran kalimat, persepsi sepihak seakan sudah
menjadi bumbu racik berita belakangan ini. Data yang diterbitkan oleh Dewan Pers
3


melalui situs dewanpers.or.id menyebutkan, selama periode tahun 2000 hingga 2011,
telah diterima sebanyak 3.225 pengaduan oleh masyarakat terkait kasus pelanggaran
Kode Etik Jurnalistik. (www.dewanpers.or.id diterbitkan pada Selasa 22 Mei 2012
dengan judul, “Tabel Pengaduan Masyarakat ke Dewan Pers Tahun 2000-2011”).
Kondisi ini secara tidak langsung memberikan perasaan resah pada masyarakat terkait
obyektifitas berita yang disampaikan oleh awak media.
Dewan Pers merupakan organisasi independen yang menaruh perhatian pada
aktivitas lembaga pers. Sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan “Dalam
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”. Dewan Pers memiliki fungsi
sebagai pelindung pers di Indonesia. Dalam upaya melindungi pers di Indonesia,
organisasi ini membuat seperangkat pedoman bagi kinerja wartawan di lapangan
yang disebut Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Menurut Sukardi (2012), seorang peneliti yang juga merupakan anggota
Dewan Pers, untuk skala nasional Kode Etik Jurnalistik yang berlaku adalah yang
sesuai dengan penjelasan pasal 7 ayat 2 Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang
Pers yang berbunyi, “yang dimaksud dengan „Kode Etik Jurnalistik‟ adalah kode etik
yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.” Oleh
karenanya semua wartawan Indonesia wajib mengikuti pedoman yang tertuang dalam
KEJ. Selain itu, dapat dikatakan loyalitas wartawan kepada KEJ dapat menjadi tolak

ukur profesionalismenya saat meliput dan mengolah berita. Mursito (2012)
mengungkapkan, seorang jurnalis profesional adalah jurnalis yang memiliki
kompetensi di bidang jurnalisme—dalam kesadaran etik, penguasaan pengetahuan
dan keterampilan. Melihat pada paparan fenomena yang telah dijabarkan diatas,
peneliti merasa penting untuk membahas penerapan kode etik jurnalistik (KEJ) dalam
sebuah lembaga media.
Harian JOGLOSEMAR merupakan salah satu surat kabar lokal yang terbit di
Kota Solo. Sesuai dengan namanya, Harian JOGLOSEMAR berupaya untuk
mencukupi kebutuhan informasi di daerah Jogja, Solo dan Semarang. Lahir di bawah
4

naungan PT Joglosemar Prima Media, Harian JOGLOSEMAR hadir dengan harga
bersahabat

namun

tanpa

mengabaikan


perkembangannya hingga saat

ini

kualitas

berita.

Harian JOGLOSEMAR

Semenjak
terus

awal

berusaha

menyesuaikan diri dengan dinamika pembaca. Harian JOGLOSEMAR berusaha
menyajikan informasi positif dan berusaha mengesampingkan informasi yang justru
memperkeruh situasi politik. Mengusung jargon “Jernih—Bernilai” JOGLOSEMAR

berharap dapat menjadi “lebih dari sekedar inspirasi” melalui informasi yang dibaca
oleh pembaca.
Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana praktik penerapan kode etik
jurnalistik (KEJ) dalam kegiatan jurnalistik di kalangan wartawan Harian
JOGLOSEMAR dalam mendukung peran pers sebagai lembaga pencerah. Teknik
penelitian yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam dengan sejumlah
informan yang menguasai masalah dan informasi seputar penelitian ini.
Perumusan masalah
Bagaimana praktek penerapan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam kegiatan jurnalistik
di Harian JOGLOSEMAR?
Tinjauan Pustaka
a. Aktivitas Jurnalistik
Rolnicki et. al. (2008) membagi aktivitas jurnalistik menjadi empat bagian
pokok yakni, mengumpulkan berita, menulis berita, penyuntingan naskah dan
publikasi. Berikut ini merupakan penjelasan singkat tentang kegiatan jurnalistik yang
dimaksud;
1. Mengumpulkan Berita
Rolnicki et.al. (2008) menyebutkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
saat mengumpulkan berita antara lain;


5

a. Sumber primer versus sekunder
Ada dua jenis informasi yang dicari oleh jurnalis, yakni sumber primer
dan sekunder. Sumber primer adalah saksi mata suatu peristiwa atau
pencipta suatu karya atau kerja orisinal—properti fisik dan intelektual.
Sumber sekunder adalah orang yang memiliki beberapa pengetahuan
namun tidak terlibat secara pribadi, atau sebuah karya yang
dipublikasikan yang mengutip kata-kata dari karya lain, kata-kata yang
dipublikasikan oleh sumber primer.
b. Sistem Beat
Tidak semua berita masuk ke kantor berita. Reporter harus
mencarinya, dan pencarian ini dilakukan melalui prosedur rutin dan
sistematis yang dikenal dengan beat system. Sebuah sistem beat adalah
rancangan untuk meliput secara rutin semua sumber berita potensial di
area spesifik.
c. Kontak dan sumber informasi lain
Selain melalui sumber primer dan sekunder, sistem beat, berita juga
dapat diperoleh melalui sumber informasi lainnya seperti; press
release suatu instansi atau perusahaan, direktori telepon dan kota,


direktori kode pos, ensiklopedi, almanak dunia, kamus biografi,
berbagai database pemerintah serta buku-buku lain.
d. Wawancara
Cara paling penting dan paling lazim untuk mendapat informasi adalah
menggunakan

wawancara

dengan

seseorang

yang

disebut

“narasumber”. Wawancara dapat dilakukan secara informal, seperti
bertanya kepada seseorang di keramaian atau melalui telepon atau email. Wawancara bisa juga dalam bentuk formal (resmi), dengan
kesepakatan mengenai waktu dan tempat wawancara. Sebelum
wawancara, reporter sebaiknya tidak bertanya spontan, namun perlu
riset dan bahkan mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu.
6

e. Informasi di Internet
Internet menghubungkan reporter ke informasi yang disimpan di
komputer di seluruh dunia. Reporter yang biasanya membutuhkan
waktu

berjam-jam

atau

berhari-hari

mencari

informasi

di

perpustakaan, pengadilan, buku referensi dan telepon kini bisa cukup
butuh beberapa menit untuk mendapatkan informasi itu di internet.
2. Menulis Berita
Rolnicki et.al. (2008) mengungkapkan bahwa, menulis berita adalah salah
satu langkah untuk proses penyebaran berita. Pertama kita mempelajari apa itu
berita dan apa yang bukan. Kemudian reporter mengumpulkan semua
informasi berita. Setelah menemukan fakta, reporter mengorganisasikan
catatan dan tulisannya untuk menyusun teras berita (lead), yang merupakan
bagian penting. Setelah teras berita selanjutnya isi berita dan kesimpulan.
Hasilnya adalah berita lengkap, bukan ringkasan satu paragraf saja. Menulis
teras ringkasan berita adalah langkah pertama dalam menulis berita lengkap,
yang berbentuk piramida terbalik. Bentuk piramida terbalik menyajikan fakta
dalam urutan menurun, dari yang paling penting ke yang paling kurang
penting.
3. Penyuntingan Naskah
Penyuntingan naskah (copyediting) berarti menata naskah agar tidak terjadi
kesalahan ketikan, seperti mengubah huruf besar untuk nama negara
“Indonesia” dan meletakkan koma dalam urutan kalimat “singa, beruang dan
kerbau”. Penyuntingan terus berkembang, dan kini juga mencakup praktik
yang dinamakan pembahasan atau pemeriksaan tulisan (coaching writing),
yang berarti membahas suatu berita selama proses penulisan. Perbaikan ejaan,
tata bahasa, kesalahan ketikan dan sebagainya masih merupakan bagian
penting dari penyuntingan. Salah satu kunci copyediting yang baik adalah
tahu apa yang mesti ditanyakan kepada penulis naskah. Pertanyaan ini harus
datang dari editor yang melihat berita dari fokus pembaca.
7

4. Publikasi
Berita yang telah diperiksa oleh editor selanjutnya siap diproduksi untuk
kemudian dipublikasi. Rolnicki et.al. (2008) menyatakan, dengan semakin
canggihnya software desktop publishing, kebanyakan desainer lebih banyak
mengemban tanggung jawab dalam pra-produksi dari publikasinya. File bisa
dikirim langsung ke printer sebagai file pdf, format dokumen portabel, yang
mengandung gambar dan huruf yang dipakai dalam desain.
b. Kode Etik Jurnalistik
Etika tidak hanya dibutuhkan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat
namun juga dalam menjalani suatu profesi tertentu yang kemudian disebut dengan
etika profesi. Menurut Masduki (2003), etika profesi juga dipahami sebagai nilai-nilai
dan asas moral yang melekat pada pelaksanaan profesional tertentu dan wajib
dilaksanakan oleh pemegang profesi itu.
Wartawan merupakan suatu profesi. Masduki (2003) menyebutkan, dalam UU
Pers No. 40/1999 Bab I Pasal 1 ayat 1 tentang pers dan Kode Etik Jurnalistik
Wartawan Indonesia (KEWI) beserta penjelasannya, wartawan disebut sebagai
profesi. Ada empat atribut profesional yang melekat padanya. Pertama , otonomi. Ada
kebebasan melaksanakan dan mengatur dirinya sendiri. Kedua , komitmen yang
menitikberatkan pada pelayanan bukan pada keuntungan ekonomi pribadi. Ketiga ,
adanya keahlian. Menjalankan suatu tugas berdasarkan keterampilan yang berbasis
pada pengetahuan bersistemik tertentu. Keempat, tanggungjawab. Kemampuan
memenuhi kewajiban dan bertindak berdasarkan kode etik mengacu pada norma
sosial yang berlaku di masyarakat.
Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang telah lama berpegang teguh
pada social responsibility system atau sistem pers bebas yang bertanggung jawab pun
membuat kode etik jurnalistik untuk para wartawannya. Bud Ward (2009), seorang
jurnalis lingkungan sekaligus pendiri dari Society of Environmental Journalist (SEJ)
di Amerika Serikat menyebutkan, sebuah lembaga di Amerika Serikat yakni Society

8

of Professional Journalist (SPJ) menuliskan dalam kode etiknya, „seorang jurnalis

harus jujur, adil dan berani dalam mengumpulkan, melaporkan dan menyampaikan
kembali informasi‟.
Sukardi (2012) mengungkapkan bahwa kode etik profesi berarti, himpunan
atau kumpulan mengenai etika di suatu bidang profesi yang dibuat dari, oleh dan
untuk profesi itu terutama berdasarkan ukuran hati nurani profesi itu. Lebih lanjut
menurutnya dari sudut yuridis, pengertian Kode Etik Jurnalistik diatur dalam pasal 1
ayat 14 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni Kode Etik
Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Untuk skala nasional Kode
Etik Jurnalistik yang berlaku adalah yang sesuai dengan penjelasan pasal 7 ayat 2
Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi, “yang dimaksud
dengan „Kode Etik Jurnalistik‟ adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan
dan ditetapkan oleh Dewan Pers”.
Keberadaan Kode Etik Jurnalistik dan bagaimana pelaksanaannya dapat
menjadi salah satu tolak ukur profesionalisme wartawan dalam melaksanakan tugas
jurnalistiknya. Mursito (2012) memberikan pendapat yang lebih lugas, dilingkungan
jurnalis, profesional kerap kali difahami sebagai kompetensi. Seorang jurnalis yang
profesional adalah jurnalis yang memiliki kompetensi di bidang jurnalisme—dalam
kesadaran etik, penguasaan pengetahuan, dan keterampilan. Pemahaman yang lain
adalah menganggap profesional sebagai “bekerja sebagaimana yang seharusnya.”
Berdasarkan penjelasan mengenai urgensi Kode Etik Jurnalistik diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa, etika profesi merupakan seperangkat nilai-nilai atau asas
moral tertentu yang melekat pada pelaksanaan profesional tertentu dan dilaksanakan
oleh pemegang profesi itu. Wartawan adalah suatu profesi dan dalam menjalankan
profesinya seorang wartawan wajib melaksanakan tugasnya dengan baik serta patuh
terhadap Kode Etik Jurnalistik. Karena dengan adanya kode etik dan bagaimana
pelaksanannya merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai profesionalisme
wartawan.

9

Sajian dan Analisis Data
a. Mengumpulkan Berita
Wartawan di Harian JOGLOSEMAR dalam upaya mengonfirmasi kepada
narasumber terkait tema atau isu tertentu menggunakan cara-cara yang etis. Cara-cara
yang etis tersebut ditunjukkan antara lain dengan mengenalkan diri sebagai wartawan,
menunjukkan identitas diri dan sebagainya. Begitu pula dengan yang diungkapkan
oleh Faris Fardyanto, wartawan di desk ekonomi dan bisnis. Menurutnya jika
wartawan belum mengetahui identitas narasumbernya, maka ia harus berkenalan
terlebih dahulu. Senada dengan yang disampaikan oleh Faris Fardyanto, menurut
Didik Kartika wartawan di Harian JOGLOSEMAR selalu mengedepankan prinsip
mengenalkan diri dan bila perlu dilengkapi dengan identitas pers. Berikut
pernyataannya;
”…Jadi kami selalu mengedepankan prinsip mengenalkan diri, jadi harus dengan
berjabat tangan, kemudian menjelaskan, „kami dari wartawan Joglosemar‟,…”
(Didik Kartika, informan 4, redaktur ekonomi dan bisnis Harian JOGLOSEMAR
16/09/13, wawancara di kantor JOGLOSEMAR).
Pernyataan dari wartawan dan redaktur di Harian Umum JOGLOSEMAR yang
mengungkapkan bahwa mereka senantiasa mengenalkan identitas diri kepada
narasumber, menanyakan identitas narasumber dan meminta izin untuk menuliskan
pernyataannya tersebut sesuai dengan Pasal 2 dalam Kode Etik Jurnalistik yang
berbunyi, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melakukan tugas jurnalistik. Di dalam penafsiran KEJ disebutkan bahwa cara-cara
yang profesional itu salah satunya ialah dengan mennjukkan identitas diri kepada
narasumber.
Wartawan Harian JOGLOSEMAR membenarkan bahwa kerjasama dalam
bentuk berbagi informasi peristiwa dengan wartawan lain kerap terjadi. Akan tetapi
menurut Heru Ismantoro, informasi yang dibagi dengan wartawan lain itu merupakan
informasi mentah yang artinya merupakan data sementara yang masih harus
dikonfirmasi ulang. Selain itu menurutnya membagi informasi dengan wartawan lain

10

semata-mata untuk menjaga hubungan baik dengan mereka. Sementara Anas Syahirul
menyatakan bahwa berbagi informasi dengan wartawan lain itu tidak masalah asalkan
tidak melakukan plagiat. Berikut pernyataannya;
“…Sekedar sharing info gak masalah, tapi kalau sudah plagiat itu kita tindak
tegas karena itu pelanggaran berat disini…” (Anas Syahirul, informan 2
pemimpin redaksi Harian JOGLOSEMAR, 05/07/13, wawancara di kantor
JOGLOSEMAR).
Menanggapi hal ini, Mulyanto Utomo selaku anggota PWI cabang Surakarta angkat
bicara. Menurutnya, bekerja sama dengan wartawan lain dalam hal seperti sharing
informasi, berbagi informasi di perbolehkan dengan catatan, informasi itu diikuti
dengan konfirmasi oleh wartawan yang bersangkutan. Disamping melakukan sharing
informasi dengan wartawan lain Harian JOGLOSEMAR juga melakukan kerja sama
dengan kantor berita lain. Bentuk kerjasama yang dilakukan ialah dengan
berlangganan berita dari kantor berita lain atau portal berita online. Saat ini Harian
JOGLOEMAR berlangganan dengan portal berita Nasional seperti, Detik.com.
Antara, Okezone.com dan portal berita internasional yakni, Reuters.
Dengan mengerti bahwa informasi yang didapat dari wartawan lain harus di
konfirmasi dan dikroscek kebenarannya wartawan di Harian JOGLOSEMAR telah
melakukan kegiatan jurnalistik sesuai dengan Pasal 2 dalam Kode Etik Jurnalistik
yang berbunyi, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
tugas jurnalistik. Cara yang profesional tersebut seperti yang di jelaskan dalam
penafsiran adalah, tidak melakukan plagiat termasuk menyertakan hasil liputan
wartawan lain sebagai karya sendiri.
Seperti

yang

telah

disampaikan

sebelumnya

wartawan

Harian

JOGLOSEMAR senantiasa menggunakan cara-cara yang etis dan sopan ketika
melakukan wawancara. Akan tetapi kadangkala dinamika yang terjadi di lapangan
mengharuskan mereka melakukan liputan investigasi. Liputan investigasi ini berbeda
dengan liputan reguler yang wartawannya diharuskan menunjukkan identitas dirinya.
Karena sifatnya yang riskan dan mampu membahayakan si wartawan, liputan

11

investigasi dilakukan dengan cara penelusuran data atau ikut dalam permainan peran
yang dapat mendekatkan diri dengan si narasumber. Sementara itu Deniawan Tommy
Chandra Wijaya, seorang yang pernah memegang rubrik investigasi di Harian
JOGLOSEMAR menyatakan dalam liputan investigasi tidak hanya identitas dirinya
yang harus dilindungi bahkan bila perlu identitas si narasumber juga. Ia meyakini
peliputan investigasi dibolehkan menurut kode etik jurnalistik apalagi bila isu
tersebut menyangkut kepentingan masyarakat. Hal ini sebagaimana yang tertulis
dalam penafsiran Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik bahwa cara-cara yang profesional
ialah salah satunya dengan, penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan
untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
b. Menulis berita
Wartawan di Harian Umum JOGLOSEMAR memberi porsi yang berimbang
dalam menyajikan kembali sebuah peristiwa menjadi berita. Mereka menerapkan
prinsip cover both sides atau keberimbangan dimana, masing-masing pihak
mendapatkan kesempatan ruang dan waktu pemberitaan secara proporsional. Anas
Syahirul menyebutkan bahwa untuk menerapkan prinsip keberimbangan kedua pihak
yang silang pendapat harus diberi ruang yang sama dalam pemberitaan.
Pemahaman wartawan di Harian JOGLOSEMAR tentang cover both sides
dan pentingnya memberi ruang jawab yang proporsional untuk masing-masing pihak,
sesuai dengan Pasal 1 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk. Kemudian, selain pasal tersebut ketentuan tentang
menghasilkan berita yang berimbang juga terdapat pada Pasal 3 dalam Kode Etik
Jurnalistik yang berbunyi, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Wartawan di Harian JOGLOSEMAR kerap menemui narasumber yang
enggan memberikan komentar atas peristiwa yang sedang terjadi. Ketika mereka
bertemu dengan narasumber semacam ini wartawan di Harian JOGLOSEMAR
12

bersikap menghargai keputusan narasumber tersebut. Beberapa narasumber bersedia
memberikan pernyataannya tetapi tidak ingin identitasnya diketahui publik kemudian
ada pula narasumber yang meminta percakapannya off the record. Hal tersebut sesuai
dengan Pasal 7 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, Wartawan Indonesia
memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
c. Penyuntingan Naskah
Berdasarkan pendapat informan bahwa dalam perusahaan media tempat
mereka bekerja intervensi pihak perusahaan terjadi dalam menentukan fakta atau
peristiwa apa yang layak naik cetak, menentuan space halaman dan menentukan
berita mana yang diletakkan di halaman warna. Mengenai pendapat informan yang
mengungkapkan bahwa intervensi hanya terjadi dalam hal penentuan halaman namun
tidak menyangkut isi berita, sesuai dengan Pasal 1 dalam Kode Etik Jurnalistik yakni,
wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang dan tidak beritikad buruk. Dalam penafsiran disebutkan bahwa
independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani
tanpa campur tangan, paksaan dan intervensi pihak lain termasuk pemilik perusahaan
pers.
Pada tahap pengumpulan berita sebelumnya disebutkan bahwa Harian
JOGLOSEMAR berlangganan berita dari kantor berita lain atau portal berita online
dalam rangka menghimpun peristiwa yang tidak dapat dijangkau. Berita yang di
dapat dari kantor berita lain tersebut memiliki ketentuan dalam penulisannya di
Harian JOGLOSEMAR. Ketentuan tersebut antara lain, menyajikan fakta yang sesuai
disajikan oleh kantor berita tersebut, menyertakan sumber berita—dalam hal ini
kantor berita atau portal berita online yang dimaksud—di akhir paragraf. Kalaupun
ada yang diubah hanya sebatas bentuk tulisan. Seperti halnya yang disampaikan oleh
Heru Ismantoro jika berita yang didapat dari portal berita online tersebut relatif
singkat editing yang diakukan sebatas penyuntingan kebahasaan. Penyuntingan
13

kebahasaan yang dimaksud adalah dengan menyesuaikan gaya bahasa dari kantor
berita lain tersebut ke dalam gaya bahasa Harian JOGLOSEMAR. Dengan
mencantumkan

sumber

portal

berita

online

menjelaskan

bahwa

Harian

JOGLOSEMAR menghindari kemungkinan plagiasi karya. Sebagaimana yang
disebutkan dalam penafsiran Kode Etik Jurnalistik Pasal 2, cara yang profesional
salah satunya adalah tidak melakukan plagiat termasuk menyertakan hasil liputan
wartawan lain sebagai karya sendiri.
Harian JOGLOSEMAR melindungi korban tindak kejahatan, anak sebagai
korban kejahatan dan anak sebagai tersangka kejahatan. Dalam penulisan beritanya
identitas korban diberi inisial nama. Dalam berita ditulis dengan menggunakan inisial
atau nama samaran seperi „mawar‟, „bunga‟ dan sebagainya. Anas Syahirul
mengungkapkan bahwa Harian JOGLOSEMAR dalam penulisan berita untuk anakanak di bawah umur sudah mengikuti ketentuan kode etik jurnalistik. Diantaranya
ialah, melindungi identitas anak di bawah umur, melindungi anak-anak korban
kekerasan dan pencabulan. Kemudian untuk gambar atau foto yang menampilkan
seadisme sebisa mungkin foto tersebut tidak ditampilkan sesuai bentuk aslinya bila
perlu disamarkan.
Berdasarkan pernyataan para informan yang menyatakan bahwa Harian
JOGLOSEMAR melindungi identitas anak korban dan anak pelaku korban kejahatan,
melindungi perempuan dan menghindari foto yang bermuatan sadisme, hal tersebut
sesuai dengan Pasal 4 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, wartawan
Indonesia tidak memuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. Kemudian Pasal 5
yang berbunyi, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas
korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Kemudian terkait berita yang bernuansa SARA Harian JOGLOSEMAR
berusaha untuk menyuguhkan jalan keluar terkait konflik tersebut bukan justru
mengadu domba kedua belah pihak yang sedang berseteru. Seperti yang diungkapkan
oleh Heru Ismantoro berikut;
14

“…Karena pada awalnya kita tetap berusaha untuk menjadi media yang
memberitakan terkait SARA itu urusan itu mengarahnya ke solusi, gak kemudian
mengadu mereka…” (Heru Ismantoro, informan 8, redaktur pelaksana Harian
JOGLOSEMAR, 02/10/13, wawancara di kantor JOGLOSEMAR).
Harian JOGLOSEMAR berusaha mencari jalan keluar atas konflik yang menyangkut
SARA namun jika peristiwa konflik merugikan kelompok tertentu dan menjadi isu
Nasional ataupun Internasional tetap disajikan kepada publik. Redaktur pelaksana di
Harian JOGLOSEMAR meyakinkan bahwa foto-foto konflik yang memperlihatkan
sadisme tidak dimunculkan.
Harian JOGLOSEMAR juga memberikan perhatian dan perlakuan khusus
terhadap orang cacat jasmani. Harian JOGLOSEMAR memperlakukan para
penyandangan cacat dengan baik. Orang dengan cacat jasmani diberi sebutan para
penyandang difabel kemudian dalam penulisan berita tidak disudutkan ataupun diberi
cibiran yang merendahkan sebaliknya Harian JOGLOSEMAR berusaha membantu
mereka. Hal tersebut sesuai dengan Pasal

8 dalam Kode Etik Jurnalistik yang

berbunyi, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna
kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
d. Publikasi
Berita yang disiarkan kepada publik mendapat umpan balik yang tertunda.
Narasumber atau pembaca yang merasa tidak puas dengan pemberitaan yang
disajikan mengajukan komplain kepada Harian JOGLOSEMAR. Menanggapi
komplain atau pun ketidak puasan pemberitaan dari narasumber Harian
JOGLOSEMAR menyelesaikannya dengan jalan musyawarah. Selain dari berita,
komplain juga datang dari narasumber dan pembaca yang merasa dirugikan karena
pengaduan masyarakat yang tercantum dalam rubrik „Rakyat Bicara‟. Menurut Heru
Ismantoro rubrik itu memang disajikan untuk menampung aspirasi publik namun
komplain yang datang bukan lagi tanggung jawab pihak JOGLOSEMAR melainkan

15

si pengirim sms. Mengenai hal tersebut Heru Ismantoro mengungkapkan bahwa di
rubrik „Rakyat Bicara‟ sudah tertulis dengan jelas ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan yang telah disajikan sikap wartawan dan redaktur di
Harian JOGLOSEMAR paham akan pentingnya memperbaiki berita yang tidak
akurat disertai permintaan maaf kepada narasumber dan melayani hak jawab untuk
narasumber yang merasa dirugikan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 11 dalam Kode
Etik Jurnalistik yang yang berbunyi; Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan
hak koreksi secara proporsional.
Kesimpulan
1.

Mengumpulkan Berita
a. Wartawan Harian JOGLOSEMAR menggunakan cara-cara yang etis dalam
melakukan wawancara dengan narasumber. Cara-cara tersebut sesuai dengan
Pasal 2 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melakukan tugas jurnalistik.
b. Wartawan Harian JOGLOSEMAR menggunakan cara-cara tertentu dalam
melakukan liputan investigasi. Ketentuan menggunakan cara tertentu dalam
liputan investigasi ini sesuai dengan penafsiran Pasal 2 dalam Kode Etik
Jurnalistik bahwa cara-cara yang profesional itu salah satunya, penggunaan
cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
bagi kepentingan publik.
c. Wartawan Harian JOGLOSEMAR mengonfirmasi kembali dan melakukan
kroscek atas informasi peristiwa yang di dapatkan dari wartawan lain.
Kemudian terkait penulisan berita yang diperoleh dari kantor berita langganan
atau portal berita oline sumbernya ditulis. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2
dalam Kode Etik Jurnalistik bahwa cara yang profesional itu salah satunya
adalah, tidak melakukan plagiat termasuk menyertakan hasil liputan wartawan
lain sebagai karya sendiri.

16

2.

Menulis Berita
a. Wartawan di Harian JOGLOSEMAR memahami tentang ketentuan cover both
sides atau keberimbangan fakta. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 dalam

Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad
buruk. Ketentuan tentang menghasilkan berita yang berimbang juga tertulis
pada Pasal 3 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, Wartawan Indonesia
selalu

menguji

informasi,

memberitakan

secara

berimbang,

tidak

mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas
praduga tak bersalah.
b. Wartawan Harian JOGLOSEMAR menghargai hak narasumber yang enggan
memberikan kesaksiannya, menolak untuk konfirmasi isu atau tidak ingin
disebutkan identitasnya dalam penulisan berita. Hal tersebut sesuai dengan
Pasal 7 dalam Kode Etik Jurnalistik yang menyebutkan, Wartawan Indonesia
memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo
informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
c. Wartawan JOGLOSEMAR menyajikan berita secara obyektif dan tidak
mendapat intervensi dari pihak manapun. Kalaupun ada intervensi dari
perusahaan hanyalah campur tangan dalam menentukan space dan halaman
berita.Harian JOGLOSEMAR berupaya menyajikan berita apa adanya sesuai
fakta yang terjadi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 dalam Kode Etik
Jurnalistik, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.
3.

Penyuntingan Naskah
a. Wartawan Harian JOGLOSEMAR melindungi identitas perempuan korban
kejahatan, pencabulan,

anak sebagai

korban dan pelaku kejahatan

sebagaimana yang tertuang pada Pasal 5 dalam Kode Etik Jurnalistik,

17

Wartawan Indonesia tidak menyebarkan dan menyiarkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
b. Wartawan Harian JOGLOSEMAR dalam menyajikan peristiwa konflik tidak
berusaha mendiskriditkan kelompok tertentu justru sebaliknya mereka
berusaha mencarikan jalan keluar atas konflik tersebut. Penyandang difabel
tidak pernah diperlakukan rendah ataupun disudutkan dalam pemberitaan.
Sebagaimana yang tertuang pada Pasal 8 dalam Kode Etik Jurnalistik,
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku,
ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
4. Publikasi
Wartawan dan redaktur di Harian JOGLOSEMAR paham akan pentingnya
memperbaiki berita yang tidak akurat disertai permintaan maaf kepada
narasumber serta melayani hak jawab untuk narasumber yang merasa
dirugikan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 11 dalam Kode Etik Jurnalistik,
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Saran
1.

Sejauh ini Kode Etik Jurnalistik tidak begitu dikenal baik oleh para wartawan.
Mereka umumnya lebih mengenal Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
Oleh sebab itu dibutuhkan koordinasi yang baik antara Dewan Pers, organisasi
kewartawanan dan tentunya perusahaan media dalam rangka sosialisasi Kode
Etik Jurnalistik. Bila perlu sosialisasi aktif dilakukan setiap kali perusahaan
media menyelenggarakan open recruitment calon wartawan dan reporter.

2.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa organisasi seperi PWI cabang Solo-raya
cukup aktif berperan serta dalam sosialisasi Kode Etik Jurnalistik. Di harapkan
PWI cabang Surakarta dapat terus mempertahankan eksistensinya demi menjaga
standar etis berita yang disajikan oleh Wartawan di Solo-raya.

18

3.

Pemahaman akan Kode Etik Jurnalistik tidak hanya diperuntukkan bagi
wartawan namun juga masyarakat. Masyarakat disini ialah posisi mereka baik
sebagai pembaca maupun narasumber. Karena dalam pasal-pasal yang tertera
pun berkaitan dengan kepentingan dan hak-hak yang seharusnya mereka ketahui.
Dewan Pers sebaiknya melakukan sosialisasi pemahaman Kode Etik Jurnalistik
yang diperuntukkan bagi masyarakat dan pembaca di daerah-daerah.

4.

Sebagian pasal dalam Kode Etik Jurnalistik memiliki maksud dan penafsiran
yang hampir serupa. Seperti Pasal 1 dan 3 dalam KEJ yang menyinggung tentang
keberimbangan berita. Kemudian Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh caracara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik, cara-cara
profesional yang disebutkan dalam penafsiran memiliki tafsir yang hampir serupa
dengan Pasal 6. Oleh sebab itu mungkin dapat dijadikan bahan koreksi oleh
Dewan Pers agar pasal-pasal yang memiliki maksud dan penafsiran yang hampir
serupa tersebut di teliti kembali.

5.

Untuk penelitian berikutnya dengan mengangkat tema dan subyek penelitian
yang sama, dapat menggunakan metode penelitian yang berbeda. Misalnya
dengan teknik observasi, atau content-analysis.

Daftar Pustaka
Dewan Pers, Tabel Pengaduan Masyarakat ke Dewan Pers Tahun 2000-2011.
http://www.dewanpers.or.id/page/pengaduan/laporan/?id=1643 [5 April 2013/
8:08 AM]
Masduki. 2003. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta: UII Press
Mursito. 2012. Realitas Media . Solo: Lindu Pustaka
Rolnicki, Tom E. et.al. 2008. Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic Journalism).
Jakarta: Kencana
Sukardi, Wina Amarda. 2012. Mengukur Mahkota Wartawan. Jakarta: Dewan Pers
Trah Kiai Slamet Duel, Simbol Kisruh Dua Raja Solo. Diposkan oleh, Arie
Welianto. http://www.joglosemar.co./arsip-berita [5 April 2013/9:40 AM ]
Ward, Bud. 2009. Journalism Ethics and Climate Change Reporting in a Period of
Intense Media Uncertainty. Ethics in Science and Environmental Politics
Journal. Vol.9: 13-15

19