Penggunaan Media Sosial Untuk Memaksimalkan Penerapan E Government Adimas Bagus Dewanto Putra

PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL UNTUK MEMAKSIMALKAN PENERAPAN
E-GOVERNMENT
Adimas Bagus Dewanto Putra – adimas.bagus@ui.ac.id
April 2016

ABSTRAK
Masyarakat dunia saat ini tengah mengalami perubahan yang karena kehadiran media sosial. Kehadiran media
sosial mengubah tatanan kehidupan manusia, baik dari segi sosial, gaya hidup, pemikiran hingga ke dalam
penyampaian informasi, aspirasi ataupun keluhan. Perubahan yang terjadi mendorong berbagai pihak untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada, tak terkecuali pemerintah. Pemerintah sudah seharusnya mampu
melihat perubahan yang terjadi akibat tren penggunaan media sosial sebagai peluang untuk memaksimalkan
penerapan e-government dan ikut menyesuaikan diri. Tulisan ini mengaji penggunaan media sosial oleh
masyarakat dan pemerintah dari studi literatur terdahulu, data tentang penggunaan media sosial, data terkait egovernment. Tulisan ini diharapkan mampu membuka wawasan serta dijadikan bahan untuk menyusun serta
menjalankan strategi yang tepat dalam upaya memaksimalkan penerapan e-government selaras dengan tren
penggunaan media sosial di masyarakat.
1.

Kata Kunci: e-government, media sosial, jejaring sosial
PENDAHULUAN
Kondisi masyarakat di dunia saat ini sedang
mengalami perubahan. Perubahaan ini paling

signifikan disebabkan oleh berkembangnya
teknologi dan internet secara pesat. Dalam
perkembangan internet, salah satu yang
membawa dampak perubahan signifikan pada
kondisi masyarakat adalah media sosial. Saat
ini masyarakat sudah semakin bergantung
kepada media sosial di mana media sosial
menjadi sarana untuk berkomunikasi dengan
teman, rekan kerja, organisasi sosial dan
pemerintah [1].
Hal ini dapat dilihat jika mengamati kondisi
mayoritas masyarakat yang menggunakan
media sosial setiap harinya. Smartphone atau 2.
perangkat elektronik lainnya yang mampu
mengakses media sosial selalu tidak pernah
terlepas dari kehidupan mayoritas masyarakat
sehari-hari. Perangkat tersebut digunakan
setiap harinya untuk mengakses serta
menggunakan media sosial yang mereka miliki
dan berinteraksi di dalamnya. Dampaknya

media sosial seperti Twitter, Facebook,
Youtube, Flickr dan lainnya memiliki beragam
informasi yang tersedia [1].
Di sisi lain, saat ini pemerintah di berbagai
penjuru dunia juga tengah mengalami
perubahan akibat perkembangan teknologi dan
internet. Dampak perubahan tersebut adalah
diterapkannya e-government oleh banyak
pemerintahan di berbagai penjuru dunia.
Penerapan e-government gencar dilakukan oleh
banyak pemerintahan karena e-government
merupakan alat untuk memperbaiki hubungan
dengan masyarakat [2].
Secara kontekstual e-government adalah
menggunakan teknologi informasi untuk
memperbaiki
efektifitas
manajerial,

memberikan pelayanan publik yang efisien

serta mempromosikan nilai demokrasi [2].
Tren penggunaan media sosial di masyarakat,
sudah seharusnya dilihat oleh pemerintah
sebagai peluang untuk dimanfaatkan [3] dalam
rangka
memaksimalkan
penerapan
egovernment, karena media sosial saat ini
merupakan media yang secara langsung dan
dapat dengan cepat menjangkau masyarakat.
Namun untuk mampu memanfaatkan tren
penggunaan media sosial di masyarakat untuk
memaksimalkan penerapan e-government
dibutuhkan suatu strategi dan cara yang tepat
dalam memanfaatkannya [2].
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DI
MASYARAKAT
Internet terutama media sosial saat ini
merupakan suatu hal yang tidak bisa
dilepaskan kehidupan masyarakat. Studi yang

dilakukan oleh We Are Social pada Januari
2016 tentang dunia digital pada tahun 2016
menunjukkan angka yang cukup fantasits. Saat
ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,395
miliar jiwa meningkat, lalu 3,419 miliar jiwa
(bertambah 332 juta jiwa) merupakan
pengguna internet dan lebih dari setengah
pengguna internet yaitu sebanyak 2,307 miliar
jiwa (bertambah 219 juta jiwa) merupakan
pengguna aktif dari media sosial [12]. Di
samping itu studi tersebut mengungkapkan
bahwa saat ini pengguna perangkat mobile
yang dihitung secara unik berjumlah 3,79
miliar jiwa (bertambah 141 juta jiwa) dan lebih
sekitar setengah dari jumlah tersebut yaitu
1,968 miliar jiwa (bertambah 283 juta jiwa)
menggunakan media sosial dari perangkat
mobile [12].

Lebih lanjut mengenai penggunaan media

sosial, studi oleh We Are Social pada tahun
2015 menyebutkan bahwa rata-rata masyarakat
di dunia menghabiskan 2,4 jam waktunya per
hari untuk menggunakan media sosial [13].
Selain itu beberapa media sosial juga diakses
setiap hari oleh mayoritas pengguna aktifnya.
Hal ini terungkap dari studi yang dilakukan
Pew Research pada tahun 2013 tentang
frekensi penggunaan media sosial di mana
hasilnya untuk Facebook sebanyak 70%
pengguna aktif menggunakan Facebook setiap
hari. Selain Facebook, Instagram digunakan
oleh 49% pengguna aktifnya setiap hari dan
media sosial popular Twitter digunakan 36%
pengguna aktifnya setiap hari [14].
Facebook menjadi media sosial dengan
pengguna aktif terbanyak pada tahun 2016
mencapai 1,55 miliar pengguna, disusul
Whatsapp dengan 900 juta pengguna di posisi
kedua, lalu diposisi ketiga ada QQ yang

berasal dari Tiongkok dengan 860 juta
pengguna, namun angka untuk QQ memiliki
tingkat akurasi yang rendah karena banyaknya
pengguna yang memiliki lebih dari 1 akun
[12]. Twitter sebagai media sosial yang cukup
popular digunakan saat ini memiliki pengguna
aktif sebanyak 320 juta pengguna, di mana
pada tahun ini Instagram memiliki pengguna
aktif yang lebih banyak sejumlah 400 juta
pengguna [12].
Penggunaan media sosial di perangkat
mobile saat ini mencapai angka yang fantastis,
sebagai contoh untuk Facebook, sekitar 85%
dari total pengguna aktif terhubung lewat
telepon genggam dengan 83% yaitu sebanyak
1,259 miliar pengguna mengakses melalui
smartphone dan 2% sisanya sebanyak 38 juta
melalui fitur pada telepon genggamnya [12].
Angka tersebut dan angka pengguna media
sosial melalui perangkat mobile menunjukkan

angka yang fantastis dan memberikan
gambaran bahwa ke depannya media sosial
akan diakses lebih banyak melalui perangkat
mobile. Selain itu dengan data-data yang
diperoleh dapat dilihat bahwa media sosial
sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat saat ini.
3.

dan langsung. E-government dipandang
sebagai solusi karena menyediakan peluang
sebagai alat komunikasi tambahan untuk di
antara pemerintah dan masyarakatnya [7].
Saat ini perkembangan e-government di
berbagai pemerintahan dunia dipantau secara
langsung oleh PBB melalui United Nations EGovernment Survey [15]. Pemantauan ini
menggunakan
framework
EGDI
(EGovernment Development Index) dimana

dalam EGDI ini ada 3 faktor yang
dipertimbangkan yaitu OSI (Online Service
Index), TII (Telecommunication Infrastructure
Index ) dan HCI (Human Capital Index) [15].
Hasil dari United Nations E-Government
Survey pada tahun 2014, memperlihatkan
bahwa saat ini rata-rata EGDI adalah 0,4712.
Hasil tersebut jika dilihat lebih dalam, PBB
telah
mengelompokan
negara-negara
berdasarkan rentang EGDI yang diperoleh, di
mana hasilnya 55% negara masih memiliki
EGDI yang menengah dan rendah, sedangkan
hanya 13% memiliki EGDI sangat tinggi dan
32% memiliki EGDI tinggi [15].
Hal ini menjadi pertanda bahwa
perkembangan e-government di banyak
pemerintahan dunia, belum mencapai tingkat
yang diharapkan [2]. Beberapa hal dapat

menjadi penghambat penerapan e-government
yang ada, antara lain rasa tidak puas dari
masyarakat yang telah mencoba e-government
dan beralih ke metode tradisional, kurangnya
pengetahuan masyarakat terhadap layanan egovernment yang ada, seringkali masyarakat
membutuhkan rasa percaya yang tinggi untuk
menggunakan layanan e-government melalui
internet, kurangnya komunikasi yang baik
antara pemerintah dan masyarakat, kurangnya
kegunaan dari layanan e-government yang
tersedia, turunnya kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah hingga ketidakpedulian dan
rasa tidak tertarik masyarakat akan egovernment [2].
Mengetahui fakta-fakta terkait penerapan egovernment secara global mendorong berbagai
pihak terutama pemerintah untuk mencari
solusi agar penerapan e-government dapat
lebih maksimal. Salah satu solusi untuk
masalah tersebut adalah dengan membangun
kesadaran, pengetahuan, persepsi serta
kepercayaan masyarakat

terhadap egovernment [2].
Media sosial dianggap
berbagai pihak mampu untuk menjadi media
menjalankan solusi tersebut dalam rangka
memaksimalkan penerapan e-government.

STUDI LITERATUR
3.1
PENERAPAN EGOVERNMENT SECARA GLOBAL
E-government merupakan hal yang tengah
gencar dibahas dan diimplementasikan oleh
berbagai pemerintahan di dunia. Hal ini tengah
gencar dibahas dan diimplementasikan karena
jika pemerintah ingin memperbaiki kondisi
pemerintahan yang ada, pemerintah harus lebih
merangkul masyarakatnya secara lebih luas

3.2

MEDIA SOSIAL DAN PEMERINTAH

Tren penggunaan media sosial di
masyarakat tidak hanya mempengaruhi
masyarakat itu sendiri namun juga

mempengaruhi pihak-pihak yang terkait
dalam kehidupan masyarakat, salah satunya
adalah pemerintah. Banyak pemerintah di
dunia saat ini telah menggunakan media
sosial sebagai media untuk berkomunikasi
dengan masyarakatnya. Alasan penggunaan
media sosial oleh pemerintah untuk
berkomunikasi dengan masyarakatnya karena
media sosial dianggap sebagai media yang
mampu menjangkau masyarakat secara luas,
langsung dan interaktif, serta masyarakat saat
ini mayoritas sudah menggunakan media
sosial dalam berbagai aspek kehidupannya
sehari-hari.
Salah satu contoh penggunaan media sosial
oleh pemerintah adalah penggunaan media
sosial oleh Walikota Kota Bandung yaitu
Ridwan Kamil. Ridwan Kamil menggunakan
media sosial seperti Facebook, Twitter,
Youtube dan Instagram untuk melaporkan apa
yang Ia dan pemerintahannya lakukan sesuai
dengan program kerja yang telah dicanangkan
oleh pemerintahannya [4]. Cara Ridwan
Kamil menggunakan media sosialnya ternyata
sangat diterima dan disukai oleh sebagian
besar masyarakat Kota Bandung [4]. Hal itu
terbukti dengan banyaknya jumlah pengikut
Ridwan Kamil di berbagai akun media
sosialnya, jumlah tersebut mencapai 1,33 juta
pengikut pada Twitter, 1.950.203 orang yang
menyukai halaman Facebook Ridwan Kamil
dan 2,9 juta pengikut pada Instragram dengan
2.789 foto di akunnya (per 10 April 2016,
sumber : Facebook, Twitter dan Instagram
Ridwan Kamil).
Tidak hanya disukai, media sosial dari
Ridwan Kamil juga menjadi faktor penting
yang mempengaruhi masyarakat Kota
Bandung untuk menggunakan media sosial
sebagai sumber utama untuk mendapatkan
laporan dari pemerintah [4]. Penggunaan
media sosial oleh Ridwan Kamil secara tidak
sadar mendorong masyarakat Kota Bandung
untuk memiliki partisipasi terhadap egovernment. Selain itu, inisiatif open
government dalam pelayanan publik di Kota
Bandung mulai terdorong akibat penggunaan
media sosial oleh Ridwan Kamil yang
menghubungkan antara masyarakat Kota
Bandung dan Pemerintah Kota Bandung [4].
Selain Ridwan Kamil, peggunaan media
sosial pada pemerintah juga dilakukan
digunakan oleh Pemerintah Hong Kong.
Pemerintah Hong Kong memiliki portal
pemerintahan (www.gov.hk) yang memiliki
social media link yang memiliki daftar
seluruh akun media sosial resmi pemerintah
serta lembaga pemerintah [10]. Berdasarkan
data yang dihimpun dari website www.gov.hk,
pada April 2011, terdapat 44 akun media

sosial yaitu 14 akun resmi Pemerintah Hong
Kong serta 16 akun lembaga pemerintahan
yang ada pada Blog, Facebook, Twitter,
YouTube dan SinaMicroblog [10].
Pemerintah Hong Kong dan lembaga
pemerintahnya paling banyak menggunakan
Facebook sebagai media sosial resminya [10].
Kemudian dari hasil penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa 9 dari 30
lembaga pemerintah beserta pemerintah di
Hong Kong memiliki lebih dari satu media
sosial [10]. Kemudian dari data yang
dikumpulkan dari tahun 2006 hingga 2011,
pemerintah dan lembaga pemerintah di Hong
Kong telah membuka 31 media sosial (tidak
termasuk Facebook) di mana pada tahun 2010
menjadi puncak pembukaan akun media
sosial dengan 17 akun media sosial baru yang
mayoritas adalah YouTube dan Twitter [10].
Akun media sosial yang dimiliki oleh
pemerintah dan lembaga pemerintah di Hong
Kong dari hasil observasi terhadap 36 akun
media sosial (tidak termasuk Blog) tahun
2011 diikuti oleh 100 hingga 10000 pengikut
[10].
3.3

PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL
DALAM PENERAPAN EGOVERNMENT
Dalam perkembangannya, saat ini media
sosial tidak hanya digunakan oleh masyarakat
untuk saling berkomunikasi tetapi juga
digunakan
oleh
pemerintah
untuk
berkomunikasi dengan masyarakatnya. Hal
ini dilakukan karena media sosial saat ini
dianggap sebagai suatu platform yang tidak
terlepas
dari
kehidupan
sehari-hari
masyarakat modern dan digunakan secara
aktif, sehingga media sosial dilirik sebagai
suatu media komunikasi alternatif bagi
pemerintah untuk berkomunikasi dengan
masyarakatnya. Tidak hanya dipandang
sebagai suatu media komunikasi alternatif
tetapi juga sebagai suatu langkah strategis
dalam penerapan e-government.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
negara yang menjadikan media sosial sebagai
bagian dari rencana strategi penerapan egovernment. Salah satu contoh adalah
Pemerintah
Kota
New
York
yang
menggunakan Twitter sebagai salah satu
bagian dalam penerapan e-government Kota
New York. Melalui akun Twitter @NYCGov,
pemerintah Kota New York berkomunikasi
dengan masyakaratnya.
Konten yang dikomunikasikan kepada
masyarakat dibagi menjadi 6 kategori besar,
yaitu cuaca ekstrim, informasi, hubungan
publik, permintaan atau pengingat, olahraga
dan transportasi [3]. Konten-konten yang ada

ini nantinya akan didapat di retweet oleh para
pengikut atau orang yang melihat akun
@NYCGov. Tidak hanya di retweet biasanya
masyarakat akan membicarakan konten
tersebut dalam akun Twitter pribadinya.
Tweet dari akun @NYCGov yang di
retweet masyarakat dan tweet dari masyarakat
kepada @NYCGov dapat dengan mudah
dilihat untuk kemudian dilakukan analisis
untuk melihat tren, topik atau masalah yang
sedang hangat, sehingga Pemerintah Kota
New York mampu untuk menyusun langkahlangkah yang harus diambil serta kebijakan
yang sekiranya akan dikeluarkan. Di samping
itu, penggunaan Twitter dapat dijadikan alat
untuk mendapatkan umpan balik serta
memantau dampak langsung dari kebijakan
yang telah dibuat, di mana umpan balik
didapatkan langsung dari masyarakat secara
luas dan pemantauan terhadap kebijakan yang
dibuat dapat dilakukan secara langsung. Tak
hanya
untuk
berkomunikasi
dengan
masyarakat, media sosial dalam penerapan egovernment
dapat
digunakan
untuk
mengoordinir berbagai bidang dalam suatu 4.
pemerintah serta berkomunikasi dengan
pemerintah lainnya [3].
4.1
Selain Pemerintah Kota New York, di
Saudi Arabia, Pemerintah menggunakan
media sosial dalam berbagai website lembaga
pemerintah [11]. Pemerintah Saudi Arabia
memilih untuk menggunakan media sosial
dalam penerapan e-government karena tren
penggunaan media sosial yang cukup tinggi di
Saudi Arabia di mana hal tersebut dapat
dimanfaat untuk memaksimalkan penerapan
e-government yang sudah berjalan. Pemilihan
media sosial yang digunakan oleh berbagai
lembaga pemerintah di Saudi Arabia didasari
oleh media sosial yang populer digunakan
masyarakat Saudi Arabia seperti Facebook,
Twitter dan YouTube [11].
Penggunaan media sosial pada lembaga
pemerintah di Saudi Arabia cukup beragam,
tetapi dari hasil observasi yang dilakukan
terhadap penggunaan media sosial Facebook,
Twitter dan YouTube, universitas menjadi
lembaga pemerintahan yang paling banyak
menerapkan penggunaan ketiga media sosial
tersebut, kemudian di urutan dua ada
pemerintah kota namun untuk di urutan tiga
pada masing-masing media sosial berbedabeda [11]. Penggunaan media sosial tersebut
digunakan dengan cara yang berbeda dan
konten yang berbeda untuk tiap media sosial.
Facebook biasanya digunakan untuk untuk
membagi berita dan pengumuman yang
dilakukan dengan cara memperbarui halaman
Facebook dari masing-masing akun lembaga
pemerintahan, namun untuk Facebook

komunikasi yang terjadi sebagian besar hanya
dilakukan secara satu arah dari lembaga
pemerintah kepada masyarakat Saudi Arabia
[11].
Berbeda dengan Facebook, Twitter
digunakan oleh lembaga pemerintah di Saudi
Arabia untuk menyampaikan pemberitahuan
dan informasi terkini, namun biasanya
disesuaikan dengan tren yang ada di Twitter
masyarakat Saudi Arabia. Interaksi dan
komunikasi yang ada di Twitter antara
lembaga pemerintah dengan masyarakat
umumnya terjadi secara satu arah, namun ada
beberapa lembaga pemerintah yang memiliki
sumber daya yang mencukupi sehingga
interaksi dan komunikasi antara lembaga
pemerintah dengan masyarakat dapat terjadi
secara dua arah [11]. YouTube digunakan oleh
lembaga pemerintah di Saudi Arabia untuk
pengumuman atau pemberitahuan, interview,
tata cara dalam layanan publik, serta untuk
acara atau event yang disiarkan di televisi
[11].
PEMBAHASAN
PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN
MEDIA SOSIAL SECARA TEPAT OLEH
PEMERINTAH
Media sosial saat ini sudah digunakan
oleh berbagai pemerintah di dunia untuk lebih
menjangkau masyarakatnya dan menjadi
bagian dari penerapan e-government. Dalam
rangka memaksimalkan penerapan egovernment dengan penggunaan media sosial,
diperlukan pemilihan media sosial secara
tepat serta cara yang tepat dalam
menggunakan media sosial. Pemilihan media
sosial dan penggunaanya secara yang tepat
diharapkan akan mampu untuk mendorong
partisipasi masyarakat serta meningkatkan
efektifitas serta efisiensi penerapan egovernment.
Pemilihan media sosial oleh pemerintah
sebaiknya memilih media sosial yang banyak
digunakan oleh masyakarat. Pemilihan media
sosial yang banyak digunakan oleh
masyarakat diharapkan mampu untuk
meningkatkan efektifitas penggunaan media
sosial oleh pemerintah untuk menjangkau
masyarakat secara luas. Selain itu,
pertumbuhan dari pengguna media sosial
yang populer biasanya cukup tinggi sehingga
dengan pemilihan media sosial yang tepat
diharapkan penerapan e-government dapat
terus bertumbuh seiring bertumbuhnya
pengguna media sosial tersebut.
Cara selanjutnya adalah informasi yang
pemerintah bagikan dibuat menjadi public
(dapat diakses dan dikomentari seluruh

pengguna media sosial). Membuat informasi
yang pemerintah bagikan menjadi public
menurut penelitian yang dilakukan dapat
meningkatkan
partisipasi
masyarakat.
Partisipasi tersebut tidak hanya masyarakat
itu sendiri yang berkomentar soal informasi
tersebut, tetapi lebih dari itu masyarakat akan
menjadi “mediator” yang membagikan
informasi tersebut kepada masyarakat lainnya
sehingga
terjadi
perluasan
partisipasi
masyarakat [5].
Lalu, kegiatan dari akun pemerintah
secara rutin
dan konsisten, baik dalam
memberikan informasi atau merespon
masyarakat. Pemerintah harus mencoba
menjangkau masyarakat dengan menjadi aktif
di akun media sosialnya [6]. Hal ini
diharapkan mampu untuk mendorong
kesadaran masyarakat akan pentingnya good
governance, accountability, kepercayaan serta
meningkatkan partisipasi dari masyarakat
dalam e-government.
Kemudian, media sosial juga harus
digunakan sesuai dengan bahasa dan cara
penyampaian
yang
dimengerti
oleh
masyarakat. Hal ini dilakukan untuk
memastikan
bahwa
informasi
yang
tersampaikan kepada masyarakat dengan
baik. Di samping itu dengan bahasa dan cara
penyampaian
yang
dimengerti
oleh
masyarakat, diharapkan masyarakat akan
tergugah kesadarannya serta mengikuti media
sosial pemerintah dan berpartisipasi dalam egovernment.
Konten dan waktu penyampaian informasi
melalui media sosial pemerintah merupakan
suatu
hal
yang
penting
untuk
dipertimbangkan dalam penggunaan media
sosial. Pentingnya konten dan waktu
penyampaian berdampak pada respon dari
masyarakat
dan
tingkat
penerimaan
masyarakat.
Pemerintah
seharusnya
membagikan informasi dengan konten yang
sesuai dari tren di masyarakat serta di waktu
tren tersebut terjadi agar informasi dapat
tersampaikan dengan baik pada masyarakat.
4.2

RISIKO PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL
OLEH PEMERINTAH
Penggunaan media sosial oleh pemerintah
saat ini sudah menjadi suatu keharusan yang
mau tidak mau harus dilakukan, karena media
sosial dianggap sebagai media komunikasi
yang dapat menjangkau masyarakat luas
secara langsung. Selain itu media sosial juga
dianggap sebagai media yang efektif serta
rendah biaya untuk mempromosikan kegiatan,
program kerja atau acara pemerintah [8], serta
dianggap mampu untuk meningkatkan
transparansi pemerintah dan partisipasi

masyarakat. Di sisi lain, penggunaan media
sosial oleh pemerintah akan menimbulkan
beberapa risiko yang mungkin terjadi.
Risiko pertama yang mungkin terjadi
adalah risiko komunikasi, dimana secara garis
besar ada 3 hal yang mungkin terjadi yaitu,
kelalaian, misinformation, serta informasi
internal atau rahasia bocor melalui
penggunaan media sosial [7]. Kelalaian dapat
terjadi jika informasi penting tidak ikut
dimasukkan ke dalam informasi yang
dibagian melalui media sosial, kemudian
untuk misinformation dapat terjadi jika fakta
atau yang disampaikan kurang jelas [7], lalu
informasi internal atau rahasia bocor terjadi
akibat informasi tersebut disimpan di dalam
media sosial meskipun secara pribadi namun
tetap saja membuka peluang peretasan terjadi.
Jika risiko ini terjadi maka dapat berdampak
buruk pada citra pemerintah karena berita
tersebut menjadi berita negatif yang tersebar
dengan cepat di masyarakat melalui internet
[7].
Risiko yang mungkin terjadi selanjutnya
adalah risiko operasional [7]. Risiko ini
terjadi
karena
dalam
operasionalnya
dibutuhkan orang-orang yang mengelola akun
media sosial pemerintah. Jika orang yang
mengelola tersebut integritasnya tidak dapat
dipercaya maka informasi rahasia yang ada
dapat dicuri [7], kemudian dapat membagikan
akun beserta kata sandi kepada orang lain
yang tidak berkepentingan atau orang tersebut
mengalami kendala dan aktivitas dari akun
media sosial dapat terganggu. Selain itu spam
dapat menjadi masalah di mana pengawasan
dan analisis dari akun media sosial tersebut
dapat terganggu akibat banyaknya informasi
yang tidak relevan dari spam [7].
Selain risiko komunikasi dan risiko
operasional, risiko yang dapat terjadi politik
akibat penggunaan media sosial oleh
pemerintah adalah risiko. Risiko politik dapat
terjadi mengingat masyarakat di internet
sangat aktif dan cenderung mudah untuk
dipengaruhi sehingga jika ada berita negatif
atau kesalahan dari pemerintah. Cepatnya
berita bergulir ditambah masyarakat yang
sangat aktif di media sosial membuat berita
negatif tersebut dapat menghilangkan
dukungan masyarakat [7].
Salah satu contoh peristiwa di mana
beberapa risiko yang ada terjadi adalah
peristiwa letusan Gunung Sinabung. Pada
peristiwa itu Pemerintah Indonesia melalui
BNPB (Badan Nasional Penanggulanan
Bencana)
melalui
akun
Twitter-nya
memberikan informasi terkait aktivitas
vulkanis Gunung Sinabung beserta tindakan
yang harus dilakukan termasuk di dalamnya

tindakan evakuasi ke tempat yang aman untuk
masyarakat yang berada di kawasan yang
terbilang tidak aman [9]. Informasi yang
disampaikan kepada masyarakat, masih
belum terlalu efektif. Hal ini terjadi akibat
kurangnya tingkat pemahaman masyarakat
akan kondisi yang sebenarnya terjadi beserta
bahayanya.
Aktivitas
gunung
berapi
sebenarnya telah digolongkan menjadi
beberapa kategori dan tindakan yang harus
dilakukan berdasarkan bahaya yang mungkin
terjadi [9], sehingga seharusnya jika
masyarakat mengerti akan hal tersebut jumlah
korban dapat diminimalisir. Fakta yang terjadi
masih ada masyarakat yang meninggalkan
tempat evakuasi pada kondisi yang belum
aman [9], di mana tindakan tersebut sangatlah
membahayakan diri sendiri dan tim yang ikut
membantu dalam proses evakuasi karena
harus kembali untuk mengawasi dan
mengajak masyarakat itu kembali.
Di samping itu, pada peristiwa tersebut
banyak anggota dewan serta partai-partai
politik yang mendesak pemerintah untuk
menjadikan peristiwa letusan Gunung
Sinabung menjadi bencana nasional [9]. Hal
tersebut mendorong masyarakat untuk ikut
mendesak pemerintah. Desakan berbuah suatu
tren dengan #unfollowSBY ketika presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menolak
menjadikan letusan Gunung Sinabung sebagai
bencana nasional [9]. #unfollowSBY ini dapat
menurunkan
citra
Susilo
Bambang
Yudhoyono,
serta
menghilangkan
kepercayaan dan dukungan masyarakat
kepada pemerintah.
5.

KESIMPULAN
Penggunaan media sosial oleh pemerintah
saat ini dilakukan untuk memaksimalkan
penerapan e-government. Media sosial
digunakan karena potensi dari jumlah
pengguna media sosial saat ini yang sangat
banyak
dan
memiliki
kecenderungan
peningkatan serta media sosial menjadi
bagian yang tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan masyarakat. Penggunaan media
sosial diharapkan mampu untuk menjangkau
masyarakat secara lebih luas, langsung,
mampu meningkatkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat pada e-government,
serta
mampu
untuk
menyediakan
pemerintahan yang lebih terbuka.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
diperlukan strategi dan cara-cara yang tepat
dalam penggunaan media sosial oleh
pemerintah.
Pemilihan
media
sosial
berdasarkan tren pada masyarakat serta
penggunaan media sosial secara tepat seperti
konten yang tepat, tata bahasa yang tepat,

cara interaksi yang tepat, waktu yang tepat
dan konsistensi. Hal tersebut jika dilakukan
secara baik maka diharapkan mampu
meningkatkan
penerimaan
masyarakat,
antusiasme serta partisipasi dari masyarakat
terhadap e-government.
Meskipun penggunaan media sosial oleh
pemerintah memiliki banyak manfaat dalam
memaksimalkan penerapan e-government,
namun penggunaan media tidak terlepas dari
risiko yang mungkin terjadi. Jika risiko dari
penggunaan media sosial oleh pemerintah
terjadi, tentu akan berdampak buruk terhadap
pemerintah itu sendiri, baik dari penurunan
citra
pemerintah
serta
kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah, kebocoran
informasi rahasia hingga menyebabkan
kerugian bagi masyarakat. Menimbang hal
tersebut, sudah seharusnya pemerintah
memilih dan menggunakan media sosial
secara tepat dan bijak agar risiko dapat
dicegah serta efektifitas yang tinggi dalam
memaksimalkan penerapan e-government
dapat tercapai.
PUSTAKA
[1] Kavanaugh, A., et al. (2011). Social Media Use
By Government. Proceedings of the 12th
Annual International Digital Government
Research Conference on Digital Government
Innovation in Challenging Times - dg.o '11,
121-130.
[2] Shah, B. P., and N. Lim. (2011). Using Social
Media To Increase E-Government Adoption In
Developing
Countries.
ICEGOV
'11
Proceedings of the 5th International
Conference on Theory and Practice of
Electronic Governance, 205-213.
[3] Cho, V. Y., Esfahbod, B., and Mansouri, M.
(2012). City Of New York On Twitter:
@Nycgov. The Proceedings of the 13th Annual
International
Conference
on
Digital
Government Research, 274-275.
[4] Setiawati, C. I., and Pratiwi, P. M. (2015).
Conceptual Model Of Citizen’s Intention
Associated To E-Government And Internet
Behavior : Why Do Bandung Citizens Follow
The Mayor’s Social Media?. 2015 3rd
International Conference on Information and
Communication Technology (ICoICT), 336341.
[5] Halpern, D., and J. E. Katz. (2012). From EGovernment To Social Network Government:
Towards A Transition Model. WebSci '12
Proceedings of the 4th Annual ACM Web
Science Conference, 119-127.
[6] Mejabi, O. V., and J. O. Fabgule. (2014).
Engaging Citizens Through Social Media:

How State Governors In Nigeria Are Doing.
ICEGOV '14 Proceedings of the 8th
International Conference on Theory and
Practice of Electronic Governance, 85-88.
[7] Joseph, R. C. (2012). E-Government Meets
Social Media: Realities And Risks. IT
Professional14.6, 9-15.
[8] Greenberg, S. R. (2013). Managing Social
Media In Government. Proceedings of the 14th
Annual International Conference on Digital
Government Research - dg.o '13 , 256-258.
[9] Chatfield, A. T., et al. (2014). E-Government,
Social Media, And Risk Perception
Communication At The Edge Of Disaster.
Proceedings of the 15th Annual International
Conference on Digital Government Research dg.o '14, 153-162.
[10] Xu, H., and Q. Chen. (2012). Study On Social
Media Applications By Government In Hong
Kong. Proceedings of the 6th International
Conference on Theory and Practice of
Electronic Governance - ICEGOV '12, 267270.
[11] Al-Khalifa, H. S., Al-Razgan M. S., Al-Rajebah
and Almasoud, A. M. (2012). Exploring Social
Media Usage in Saudi E-Government
Websites. ICEGOV’12 Proceedings of the 6th
International Conference on Theory and
Practice of Electronic Governance, 243-247.
[12] Kemp, S. (2016). Digital In 2016. Diakses pada
8
April
2016
dari
http://wearesocial.com/uk/specialreports/digital-in-2016
[13] Kemp, S. (2015). Digital, Social & Mobile
2015. Diakses pada 8 April 2016 dari
http://wearesocial.com/uk/specialreports/digital-social-mobile-worldwide-2015
[14] Duggan, M., Ellison, N. B., Lampe C., Lenhart,
A., and Madden M. (2015). Frequency of
Social Media Use. Diakses pada 8 April 2016
dari
http://www.pewinternet.org/2015/01/09/frequ
ency-of-social-media-use-2/
[15] Qian, H., et al. (2014). World E-Government
Ranking. Diakses pada 9 April 2016 dari
https://publicadministration.un.org/egovkb/Po
rtals/egovkb/Documents/un/2014Survey/Chapter1.pdf