Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU INPARA PADA LAHAN
RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU TENGAH
Eddy Makruf dan Nurmegawati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota Bengkulu

email [email protected]

ABSTRAK
Luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu diperkirakan seluas 11.609, lahan tersebut sangat
berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang
produksi beras yang cukup signifikan. Penelitian ini bertujuan melihat adaptasi beberapa varietas Inpara pada
rawa lebak. Penelitian ini dilakukan di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah
Provinsi Bengkulu, pada bulan Juni sampai Desember 2012. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan ulangan 6 kali pada 4 lahan petani. Perlakuan terdiri atas 4 varietas yaitu Inpara 1,
Inpara 2, Inpara 3 dan Mekongga sebagai varietas pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil ratarata varietas Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 adalah 4,93 t/ha, 5,49 t/ha, 4,86 t/ha sehingga ketiga varietas
tersebut berpotensi untuk dikembangkan pada lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu
Kata kunci : adaptasi, Inpara, rawa lebak

PENDAHULUAN
Permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia saat ini semakin mengkwatirkan karena

lahan-lahan sawah yang produktif berubah alih fungsi menjadi pemukiman, lahan industri sehingga
perlu diupayakan cara yang paling efektif dan efeisien untuk memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang terus merangkak naik. Salah satu
solusinya dengan mengoptimalkan lahan sub optimal yang ada seperti lahan rawa. Lahan ini yang
sangat berpotensi dalam mendukung kelestarian swasembada beras.
Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta
ha rawa lebak dangkal, 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak dalam,
lahan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya, et al.,1992).
Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu
diperkirakan 11.609 ha yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan
Bengkulu Tengah. Lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman
padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup signifikan.
Pengembangan budi daya padi menghadapi hambatan berupa perubahan iklim global.
Perubahan iklim global mengakibatkan adanya pergeseran musim serta terjadinya iklim yang ekstrim,
seperti terjadi kekeringan dan kebanjiran. Untuk itu diperlukan varietas padi yang toleran terhadap
kondisi iklim yang ekstrim tersebut. Inovasi teknologi Varietas Unggul Baru (VUB) untuk antisipasi
perubahan iklim antara lain Inpara 1 sampai dengan Inpara 5 (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
2010). Penelitian ini bertujuan untuk melihat adaptasi beberapa varietas Inpara pada rawa lebak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu
Tengah Provinsi Bengkulu, pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan 6 ulangan pada 4 lahan petani. Perlakuan terdiri atas 4
varietas yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan Mekongga sebagai varietas pembanding. Pengkajian
dilaksanakan pada lahan sawah rawa lebak milik petani seluas 2 ha.
Penanaman dilakukan dengan menggunakan bibit yang berumur 21 Hari Setelah Semai (HSS)
sebanyak 1-3 batang/lubang tanam. Sistem tanam menggunakan legowo 2:1 dengan jarak tanam 25
x 25 cm. Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali dengan dosis 200 kg/ha urea, 50 kg/ha dan 125 kg
KCl dengan menggunakan perangkat uji tanah rawa (PUTR).

Pengamatan dilakukan pada fase vegetatif dan saat panen yang terdiri dari tinggi tanaman
(cm), anakan aktif/rumpun, panjang malai (cm), rata-rata gabah isi/malai (butir), rata-rata gabah
hampa/malai (butir), rata-rata total gabah/malai, persentase biji hampa/malai (%), bobot 1.000 butir
(gram) serta produktivitas/ha (GKG/ton/ha). Data tersebut dianalisis dengan menggunakan sidik
ragam untuk mengetahui perbedaan antara varietas, dilakukan dengan menggunakan uji DMRT
pada taraf nyata 5% (Gomes dan Gomes, 2007). Disamping itu dilakukan juga analisis secara
deskriptif dengan membandingkan hasil yang didapat dengan deskripsi padi varietas yang
bersangkutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Vegetatif
Komponen pertumbuhan vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan,
Pengamatan pertama pada umur 2 minggu setelah tananam dan pengamatan kedua pada umur 30
hari setelah tanam sedangkan pengamatan ketiga dilakukan pada saat panen.
Tabel 1. Rata-rara tinggi dan jumlah anakan tanaman padi 2 minggu setelah tanam(14 HST) dan 4 minggu
setelah tanam (30 HST) dan saat panen.
Varietas
Inpara-1
Inpara-2
Inpara-3
Mekongga

14 hst
32,92 b
32,77 b
36,44 a
34,61 ab

Tinggi tanaman (Cm)
30 hst

saat panen
54,72 b
90,28 a
61,09 a
93,92 a
60,61 a
90,83 a
62,84 a
94,83 a

14 hst
7,67 a
6,55 ab
6,33 b
6,95 ab

Jumlah anakan
30 hst
Saat panen
14,28 a

11,11 a
13,55 a
9,39 ab
12,39 a
8,00 b
13,78 a
10,11 ab

Keterangan :
* Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji
DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan antar varietas menunjukkan
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada saat umur 14 hst dan 30 hst. Terjadinya perbedaan
tinggi tanaman pada umur tersebut diduga karena masing-masing varietas masih tahap penyesuaian.
Sedangkan tinggi tanaman saat panen tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman masing-masing varietas
saat panen berkisar 90 – 95 cm, hal ini belum sesuai dengan deskripsi dimana tinggi tanaman saat
panen diatas 100 cm. Perlakuan varietas berbeda nyata terhadap jumlah anakan pada umur tanaman
14 hst dan saat panen sedangkan perlakuan varietas pada umur tanaman 30 hst tidak berbeda nyata
dan tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan. Jumlah anakan produktif masing-masing varietas

masih lebih sedikit dibandingkan deskripsinya. Berdasarkan laporan Suprihatno, et al (2010)
menyatakan bahwa melaporkan bahwa anakan produktif dari varietas Inpara 1, 2, 3 dan mekongga
berturut-turut adalah 18, 16, 17 dan 13-16 batang.
Tinggi rendahnya suatu tanaman diduga karena pengaruh dari dalam maupun luar tanaman
itu sendiri. Seperti faktor genetik yang berasal dari dalam dan yang dari luar seperti, curah hujan,
kelembaban, intensitas cahaya dan kesuburan tanah. Menurut Siregar (1981) dalam Hermawati
(2012), penampilan genotipe tinggi rumpun tanaman dapat ditentukan oleh faktor lingkungan seperti
kesuburan tanah, penyediaan air dan intensitas cahaya yang optimal. Bila syarat-syarat tumbuh baik,
maka tinggi tanaman padi biasanya mencapai 80-120 cm (Nursalis, 2011). Menurut Suprapto dan
Drajat (2005) dalam Fadjry (2012), tinggi tanaman digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi pada
tanaman padi, namun pertumbuhan tinggi tanaman yang tinggi belum menjamin hasil yang diperoleh
tinggi.

Komponen dan Hasil
Pada pengkajian ini ditanam 4 varietas yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan varietas
pembanding yaitu Mekongga, dengan 6 ulangan pada 4 lahan petani kooperator.
Tabel 2. Rata-rata komponen hasil 4 varietas.
Varietas
Inpara-1
Inpara-2

Inpara-3
Mekongga

Jumlah
Malai
11,11 a
9,39 ab
8,00 b
10,11 ab

Panjang
malai
21,19 a
20,48 a
21,09 a
20,76 a

Gabah
Bernas
54,04 a

48,18 a
54,72 a
51,62 a

Gabah Total
hampa Gabah
40,72 a
94,76
40,92 a
89,10
41,88 a
96,60
38,62 a
90,24

a
a
a
a


% gabah
hampa
42,97 a
45,93 a
43,35 a
42,80 a

% gabah
Bernas
57,03 a
54,07 a
56,65 a
57,20 a

Bobot
1000 gr
25,94 a
25,95 a
27,00 a
27,05 a


Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan berbeda
nyata terhadap jumlah malai tetapi tidak berbeda nyata terhadap panjang malai, gabah bernas,
gabah hampa dan bobot 1000 (Tabel 2). Jumlah malai yang dihasilkan identik dengan jumlah anakan
produktif, jumlah malai Inpara 1 rata-ratanya 11,11 helai, Inpara 2 rata-ratanya 9,39 helai, Inpara 3
dan Mekongga jumlah malainya 8 dan 10,11 helai. Jika dilihat dari deskripsinya maka jumlah malai
atau jumlah anakan produktif keempat varietas masih dibawah rata-rata, hal ini karena adanya
serangan tikus. Berdasarkan laporan Suprihatno, et al (2010) melaporkan bahwa anakan produktif
dari varietas Inpara 1, 2, 3 dan mekongga berturut-turut adalah 18, 16, 17 dan 13-16 batang.
Panjang malai yang dihasilkan masing-masing varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan
Mekongga berturut-turut adalah 21,19 cm, 20,48 cm, 21,09 cm dan 20,76 cm. Keempat varietas
tersebut termasuk panjang malai sedang. Menurut Nursalis (2011) panjang malai ditentukan oleh
sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka ragam, pendek (20
cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm).
Secara statistik rata-rata gabah bernas dan gabah hampa keempat varietas tidak berbeda
nyata. Jumlah gabah tertinggi pada varietas Inpara 3 yaitu 96,60 butir, yang terdiri dari 54,72 butir
(56,65 %) gabah bernas dan 41,88 butir (43,35 %) gabah hampa. Keempat varietas mempunyai
jumlah gabah bernas lebih banyak dibanding gabah hampa. Menurut Suparwoto, et al. (2004)

tanaman berpotensi hasil tinggi mempunyai persentase gabah hampa yang rendah. Semakin rendah
persentase gabah hampa berarti persentase gabah isi semakin tinggi. Masih tingginya persentase
gabah hampa varietas Inpara 1 disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor biotik maupun abiotik.
Menurut Abdullah (2009), rata-rata gabah hampa 24,2-28,2%, sedangkan rata-rata persentase gabah
hampa varietas unggul baru padi sawah seperti Ciherang rata-rata 20% dan varietas Fatmawati 44%.
Tabel 3. Rata-rata hasil 4 varietas.
Varietas
Inpara-1
Inpara-2
Inpara-3
Mekongga

Hasil (t/ha)
4,79
5,49
4,44
3,09

a
a
a
a

Keterangan :
* Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.

Ubinan setiap petani kooperator dipilih secara acak, ukuran petak ubinan 2,4 x 2,5 m (6 m 2).
Hasil rata-rata masing-masing varietas tidak berbeda nyata. Hasil tersebut masih dibawah rata-rata
deskripsinya. Suprihatno,et al, (2010) melaporkan bahwa deskripsi hasil rata-rata padi varietas Inpara
1, Inpara 2 dan Inpara 3 pada lahan rawa adalah 5,65 t/ha, 5,82 t/ha,4,6 t/ha sedangkan hasil ratarata varietas Mekongga adalah 6,0 t/ha untuk sawah irigasi.
Rendahnya hasil yang diperoleh dari ke-4 varietas di atas disebabkan oleh faktor hama tikus,
Nurhadi (2011)
tikus menyerang fase vegetatif dan generatif. Kartasapoetra (1997) dalam
melaporkan bahwa tikus merupakan hama yang menimbulkan kerugian besar pada berbagai tanaman
pangan. Hama ini merusak pertanaman dan hasil tanaman baik di lahan maupun di penyimpanan.
Tanaman pangan yang sering diserang diantaranya padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan
ubi jalar.

Sakti dan Tjahjono (1989) dalam Nurhadi (2011) menambahkan bahwa hama tikus menjadi
masalah dalam peningkatan produksi padi, karena menyerang mulai dari fase vegetatif dan generatif.
Pada fase vegetatif tikus mulai menyerang dari pembenihan sampai pada awal fase generatif, yaitu
pada saat padi berumur 45 hari setelah tanam dengan tinggi rata-rata 60 cm dari permukaan tanah.
Tikus memutuskan batang padi dan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk makan. Pada
fase generatif tikus memakan malai hingga malai yang mulai menguning.

KESIMPULAN
Hasil rata-rata varietas Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 adalah 4,79 t/ha, 5,49 t/ha, 4,44
t/ha dan mempunyai kemampuan yang sama dalam beradaptasi di lahan rawa lebak sehingga
berpotensi untuk dikembangkan pada lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada saudara Johan Syafri, A.Md dan Heryan
Iswadi yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Inovasi varietas unggul padi rawa dalam bank pengetahuan tanaman
pangan Indonesia. Jakarta.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu dalam Angka.
Fadjry, D., Arifudin, K., Syafruddin, K., dan Nicholas. 2012. Pengkajian varietas unggul baru padi yang adaptif
pada lahan sawah bukaan baru untuk meningkatkan produksi >4 ton/ha GKP di Kabupaten Merauke
Provinsi Papua. Prosiding Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional: 29-36.
Gomes, K.A dan Gomes, A. A. 2007. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian Edisi Kedua. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Hermawati, T. 2012. Pertumbuhan dan hasil enam varietas padi sawah dataran rendah pada perbedaan jarak
tanam. Jurnal Bioplantae Volume 1 No. 2 April-Juni : 108-116.
Norsalis,
E.
2011.
Padi
gogo
dan
padi
sawah.
http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/Padigogodansawah_ekonorsalis_17170.pdf [23 September) 2013.
Nurhadi .2011. Pengaruh ketinggian penempatan perangkap tabung bambu terhadap hasil tangkapan tikus di
sawah kecamatan kuranji padang.Jurnal Ilmiah Ekotrans Universitas Ekasakti Padang. 11( 2):1-8.
Suparwoto, Waluyo, dan Jumakir. 2004. Pengaruh varietas dan metode pemupukan terhadap hasil padi di rawa
lebak. Jurnal Agronomi 8 (1): 21-25.
Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Baehaki, Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, I.P. Wardana, dan H.
Sembiring. 2010. Deskripsi varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Widjaja-Adhi, I P. G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A. S. Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa: Potensi,
keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak.
Pusat Penelitian Tanaman Pangan.Bogor. pp.19-38.