Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Feminis dalam Buku 13 Perempuan Karya Yonathan Rahardjo T1 362008078 BAB IV
BAB IV
GAMBARAN UMUM 13 PEREMPUAN
KARYA YONATHAN RAHARDJO
Bab ini berisi mengenai penjelasan secara umum buku 13 Perempuan,
termasuk diantaranya tentang kepengarangan Yonathan Rahardjo dan hasil
wawancara dengan pengarang
4.1. Gambaran Umum 13 Perempuan Karya Yonathan Rahardjo
Buku 13 Perempuan merupakan buku kumpulan cerpen (cerita pendek)
karya Yonathan Rahardjo, yang diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia
Bandung pada Juli 2011. Kumpulan cerpen tersebut berisi kisah 13 orang
perempuan dengan asmara perempuan, seks, dendam, motivasi, rindu, naluri
perempuan, penindasan dan tragedi yang dialami perempuan. Ketiga belas
perempuan dalam buku tersebut memaparkan satu per satu kekhasan perempuan
dengan permasalahan lazim yang dialami oleh perempuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Buku ini adalah karya pertama Yonathan yang mengangkat kehidupan
perempuan. Sebelumnya, Yonathan sendiri telah aktif menulis sejak tahun 1983.
Puisi, cerpen, esai, opini dan tulisan jurnalistiknya telah diterbitkan di berbagai
buku dan media massa. Karena kepiawaiannya menulis, ia adalah salah seorang
penulis Indonesia yang terpilih mengikuti UWRF (Ubud Writers & Reades
Festival). Pada buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia (2010) namanya tercatat
sebagai salah satu dari 100 Profil Dokter Hewan Berprestasi. Dalam pasal ”Dokter
27
Hewan Berprestasi di Bidang Lain”, nama Drh. Yonathan Rahardjo tercatat
bersama nama empat dokter hewan lain yang juga sastrawan Indonesia. Mengenai
karya-karyanya, antara lain: Avian Influenza: Pencegahan dan Pengendaliannya
(2004), Antologi Puisi:Jawaban Kekacauan (2004), Kedaulatan Pangan (2009).
Selain itu, novel pertamanya ‘Lanang’ berhasil menjadi juara dalam Sayembara
Novel DKJ 2006. Novel tersebut menceritakan kehidupan seorang dokter hewan
serta isu-isu terkait kedokteran hewan. Topik tersebut sangat dekat dengan latar
belakang Yonathan Rahardjo sebagai seorang dokter hewan. Novel keduanya
terbit di tahun 2011 adalah ‘Taman Api’ novel yang menceritakan kisah waria dan
homoseksual.
Pada buku ketiga, 13 Perempuan, Yonathan menciptakan suatu karya yang
menyiratkan perjuangan seorang perempuan. Di tangannya, terwujud perempuan
dengan kelembutan, kesahajaan, dan keramahan. Karya inilah yang menarik untuk
diperhatikan, karena pada karya-karya sebelumnya Yonathan lebih banyak
menuliskan hal-hal yang dekat dengan profesinya sebagai dokter hewan.
Sementara buku terbarunya ini kemudian muncul mengisahkan kisah hidup para
perempuan. Apakah selain aktif berprofesi sebagai dokter hewan, Yonathan
Rahardjo sebenarnya memiliki ideologi feminisme, hingga hal tersebut
mempengaruhi karya terbarunya.
Adakah latar belakang tertentu yang
mempengaruhi penciptaan karya ini?
Peneliti melakukan dua kali melakukan wawancara dengan Yonathan
Rahardjo, pertama pada 12 Februari 2012 pukul 09.30 WIB, saat sesi pemaparan
proses kreatif 13 Perempuan dalam kegiatan kelas menulis di Sanggar Guna
Bojonegoro. Kedua, wawancara melalui akun Facebook pada 16 Juni 2012.
Berdasarkan wawancara, Yonathan mengatakan bahwa lahirnya karya 13
Perempuan berawal dari unsur ketidaksengajaan. Penerbit meminta Yonathan
Rahardjo untuk menulis tentang kedokteran hewan. Karena tidak ada waktu untk
menulis hal tersebut, Yonathan menawarkan kepada penerbit karya-karyanya yang
pernah terpublikasi media massa. Riwayat dari karya-karya tersebut adalah
sebagai berikut,
1. ”Cerita Perempuan”, Seputar Indonesia, Minggu 9 Desember 2007
28
2. ”Tanya Tukang Cuci”, Suara Karya, Sabtu 26 Juli 2008
3. ”Masuknya Lelaki Itu”, Tabloid Memo, Edisi 191 Minggu III Maret
2011
4. ”Kekuatanku”, Suara Karya, Sabtu 10 Februari 2007
5. ”Cermin Peninggalan”, Majemuk, Januari-Februari 2009
6. ”Rumah Warisan”, Republika, Minggu 13 Januari 2008
7. ”Ingat Pesan Sarni”, Majemuk, Edisi 42 Januar-Februari 2010
8. ”Tetangga Nenek”, Sinar Harapan, Sabtu 27 Februari 2010
9. ”Korban Banjir”, Majemuk, Edisi 38 Mei-Juni 2009
10. ”Banjir Bik Sarti”, Jurnal Nasional, Minggu 11 Januari 2009
11. ”Hubungan Abadi”, Hidup, Edisi 16, 20 April 2008
12. ”Anak Walikota”, Suara Karya, Sabtu 21 Maret 2009
13. ”Di Balik Gunung”, Sinar Harapan, Sabtu 14 Desember 2010
Setelah karya-karya itu dikumpulkan, semuanya cerpen dan semuanya
tentang perempuan. Proses kreatifnya sendiri, Yonathan banyak mengeksplor dari
pengalaman dan kehidupan pribadinya, yang kemudian dikonstruksi melalui angle
yang berbeda. Karya sastra ini pun kemudian melahirkan kenyataan baru.
“Ide-ide cerita saya dalam menulis novel, cerpen puisi dan sebagianya
adalah dari kehidupan pribadi. Survei di dalam kehidupan pribadi saya.
Misal saja saat saya ke rumah kos teman, apa yang terjadi di sana bisa
menjadi ide saya dalam berkarya. Dalam 13 Perempuan, misalnya
cerpen ‘Masuknya Lelaki Itu’ saya dapat kisah itu ketika saya dalam
perjalanan Cilacap ke Jakarta. ‘Tanya Tukang Cuci’ juga pengalaman
pribadi saya ketika tinggal di Jakarta. Latar tempat yang saya gunakan
juga menunjukan lokasi tempat tinggal saya, di Bojonegoro yang pada
waktu itu kerap banjir, dan juga Jakarta.
Pengalaman-pengalam pribadi tersebut saya angkat menjadi sebuah
kisah. Kemudian saya kemas menjadi satu cerita dengan angle yang
berbeda. Sastra pun melahirkan atau membuat kenyataan baru bagi
khalayak.
Dalam melahirkan kenyataan baru, pengarang mengangkat peristiwa
dalam kehidupannya menjadi suatu realitas baru. Hal ini menegaskan apa yang
diungkapkan oleh Teeuw (1983) bahwa karya sastra tidak ditulis dalam
kekosongan budaya. Di sini, pengarang tidak lepas dari latar sosial budayanya.
Lebih lanjut, Hardjana (1994) menegaskan bahwa meskipun karya sastra adalah
29
hasil imajinasi pengarangnya, karya tersebut tidak lahir dari kekosongan sosial.
Hellwig, juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ideologi dalam
novel dan realitas sosial. 1
Cerita-cerita tentang perempuan ini pun lahir karena pengalaman
pengarang yang sejak kecil telah hidup dengan perempuan. Kenangan dalam
alam bawah sadar tentang kedekatan dengan perempuan ini mempengaruhi
penciptaan kumpulan cerpen ini.
Lha benar-benar nggak sengaja, sepertinya ini pengaruh alam
bawah sadar saya yang sejak kecil hidup saya dekat dengan
perempuan, seperti ibu saya, nenek saya, dan pembantu saya.
Kedekatan itu kemudian yang membuat cerita-cerita saya banyak
berkisah soal perempuan. Saya bikin satu per satu ceritanya, saya
kirim ke surat kabar, majalah… eee ketika penerbit
mengumpulkan semuanya cerita perempuan.
Pengaruh alam bawah sadar mengindikasikan bahwa peran perempuan
bukanlah biasa saja dalam hidup pengarang. Melalui wawancaranya, pengarang
mengakui bahwa dipilihnya pengalaman dengan perempuan dalam cerita
pendeknya adalah karena beberapa hal berikut,
1. Perempuan sangat penting dalam hidupku; 2. Perempuan
sederajat dengan laki-laki, 3. Masalah perempuan berarti juga
masalah laki-laki 4.Karena saya laki-laki membahas tentang
perempuan berarti membahas tentang manusia dan kehidupan dan
hidupnya, dimana disitu ada saya dan sesama manusia
Pengarang mencoba untuk memandang realita perempuan sebagai sebuah
kenyataan hidup dan kemanusiaan. Agar hal ini nyata dalam 13 Perempuan,
pengarang melakukan beberapa teknik penghayatan peran yang ia namai dengan
‘ngrogoh sukma’.
Misalnya saya nulis soal Dewi Persik atau Julia Perez, aku merasa
jadi mereka. Ojo aku dadi laki-laki ngene, ojo, engko aku gak iso
menjiwai. Ya aku seoalh-olah yang bertindak itu aku. Ya aku
cewek. Ngono ilmune wakakakka.Bahaya iki nek ra iso balik
bahaya.
1
dalam Sastriyani, Siti Hariti (editor). 2009. Gender & Politics-Proceeding International Seminar
of Gender & politics.: halaman 490). Yogya:Tiara Wacana
30
Ilmu Meraga Sukma, atau banyak juga orang mengiistilahkanya sebagai
Proyeksi Astral, Lepas Sukma, Pangaracutan, Proyeksi Mental, Out of Body
Experience, bahkan Astral Projection, adalah suatu proses pelepasan sukma dari
raga untuk melakukan perjalanan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Proses ini bila sempurna maka semua rasa panca indera pelakunya dibawa keluar,
sehingga sukmanya mampu mendengar, merasakan, melihat dan meraba
lingkungan sekitarnya dengan sukma itu sendiri secara nyata. Perlu diketahui,
proses meraga sukma sesungguhnya tidak
melepas roh, tetapi hanya
memproyeksikan energi pikiran yang disebut sukma. Energi pikiran atau sukma
ini secara otomatis akan kembali ke raga dalam kondisi tertentu, misalnya saja
karena kaget, tertindih energi lain, dan sebagainya. 2 Yonathan Rahardjo sendiri
mengakui terkait ilmu ini, dirinya masih dalam tahap pemula. Dipadukan dengan
kemampuannya bermain teater, coba memperagakan dirinya menjadi diri seorang
perempuan.
Karena ‘aku’ menujukan kepercayaan diri, kedekatan dan
keakraban. Dan lebih egaliter. Kalau ‘saya’ kan dari kata ‘hamba
sahaya’ terkesan merendahkan diri. Dan orang lebih kagok dg kata
aku karena dianggap sombong. Tapi sebenarnya, lebih egaliter dan
dekat. Ini untuk memperlancar menulis. Dan saya sadar melakukan
hal ini.
Hal tersebut memang dapat terbukti dengan penggunaan kata ganti ‘aku’.
Ini cukup kentara dalam karya 13 Perempuan, karena penggunaan kata ganti ‘aku’
untuk tokoh perempuan ditemukan pada sebagian besar cerpen di dalamnya.
Tokoh perempuan dijadikan tokoh utama oleh pengarang. Pemilihan sudut
pandang penceritaan seperti itu dilakukan untuk memperlancar proses kreatif,
mengingat bahwa secara pribadi dirinya adalah lelaki.
Penentu harkat perempuan sebagai manusia mulia dan bermartabat
adalah individu yang bersangkutan, perempuan lain dan manusia
lain,bernama laki-laki. Berbagai latar, konteks dan konflik diharapkan
dapat menggoncang kesadaran kita bahwa masalah harkat perempuan
begitu luas dimensinya dan dalam dasar landasannya
2
mystys. 2008. Rahasia Meraga Sukma.
http://mystys.wordpress.com/2008/03/18/rahasia-meraga-sukma/ diakses pada 11 Juli
2012 pukul 20.15 WIB
31
Lantas apa yang menjadi poin utama Yonathan menyajikan realita tentang
perempuan dalam kumpulan cerpennya. Pengarang asal Jawa Timur ini
mengatakan sebagai sesama manusia, dirinya pun tergerak untuk meningkatkan
harkat hidup manusia lain, yaitu manusia. Maka dari itu, melalui karyanya,
Yonathan Rahardjo mengajak membaca untuk aware terhadap persoalan manusia,
sebagai sesama manusia dalam kehidupan.
Pada bab selanjutnya, dapat kita ketahui apakah Yonathan Rahardjo
memberikan gambaran dirinya adalah sosok feminis, dan bagaimana representasi
feminis yang ada dalam karyanya, 13 Perempuan.
32
GAMBARAN UMUM 13 PEREMPUAN
KARYA YONATHAN RAHARDJO
Bab ini berisi mengenai penjelasan secara umum buku 13 Perempuan,
termasuk diantaranya tentang kepengarangan Yonathan Rahardjo dan hasil
wawancara dengan pengarang
4.1. Gambaran Umum 13 Perempuan Karya Yonathan Rahardjo
Buku 13 Perempuan merupakan buku kumpulan cerpen (cerita pendek)
karya Yonathan Rahardjo, yang diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia
Bandung pada Juli 2011. Kumpulan cerpen tersebut berisi kisah 13 orang
perempuan dengan asmara perempuan, seks, dendam, motivasi, rindu, naluri
perempuan, penindasan dan tragedi yang dialami perempuan. Ketiga belas
perempuan dalam buku tersebut memaparkan satu per satu kekhasan perempuan
dengan permasalahan lazim yang dialami oleh perempuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Buku ini adalah karya pertama Yonathan yang mengangkat kehidupan
perempuan. Sebelumnya, Yonathan sendiri telah aktif menulis sejak tahun 1983.
Puisi, cerpen, esai, opini dan tulisan jurnalistiknya telah diterbitkan di berbagai
buku dan media massa. Karena kepiawaiannya menulis, ia adalah salah seorang
penulis Indonesia yang terpilih mengikuti UWRF (Ubud Writers & Reades
Festival). Pada buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia (2010) namanya tercatat
sebagai salah satu dari 100 Profil Dokter Hewan Berprestasi. Dalam pasal ”Dokter
27
Hewan Berprestasi di Bidang Lain”, nama Drh. Yonathan Rahardjo tercatat
bersama nama empat dokter hewan lain yang juga sastrawan Indonesia. Mengenai
karya-karyanya, antara lain: Avian Influenza: Pencegahan dan Pengendaliannya
(2004), Antologi Puisi:Jawaban Kekacauan (2004), Kedaulatan Pangan (2009).
Selain itu, novel pertamanya ‘Lanang’ berhasil menjadi juara dalam Sayembara
Novel DKJ 2006. Novel tersebut menceritakan kehidupan seorang dokter hewan
serta isu-isu terkait kedokteran hewan. Topik tersebut sangat dekat dengan latar
belakang Yonathan Rahardjo sebagai seorang dokter hewan. Novel keduanya
terbit di tahun 2011 adalah ‘Taman Api’ novel yang menceritakan kisah waria dan
homoseksual.
Pada buku ketiga, 13 Perempuan, Yonathan menciptakan suatu karya yang
menyiratkan perjuangan seorang perempuan. Di tangannya, terwujud perempuan
dengan kelembutan, kesahajaan, dan keramahan. Karya inilah yang menarik untuk
diperhatikan, karena pada karya-karya sebelumnya Yonathan lebih banyak
menuliskan hal-hal yang dekat dengan profesinya sebagai dokter hewan.
Sementara buku terbarunya ini kemudian muncul mengisahkan kisah hidup para
perempuan. Apakah selain aktif berprofesi sebagai dokter hewan, Yonathan
Rahardjo sebenarnya memiliki ideologi feminisme, hingga hal tersebut
mempengaruhi karya terbarunya.
Adakah latar belakang tertentu yang
mempengaruhi penciptaan karya ini?
Peneliti melakukan dua kali melakukan wawancara dengan Yonathan
Rahardjo, pertama pada 12 Februari 2012 pukul 09.30 WIB, saat sesi pemaparan
proses kreatif 13 Perempuan dalam kegiatan kelas menulis di Sanggar Guna
Bojonegoro. Kedua, wawancara melalui akun Facebook pada 16 Juni 2012.
Berdasarkan wawancara, Yonathan mengatakan bahwa lahirnya karya 13
Perempuan berawal dari unsur ketidaksengajaan. Penerbit meminta Yonathan
Rahardjo untuk menulis tentang kedokteran hewan. Karena tidak ada waktu untk
menulis hal tersebut, Yonathan menawarkan kepada penerbit karya-karyanya yang
pernah terpublikasi media massa. Riwayat dari karya-karya tersebut adalah
sebagai berikut,
1. ”Cerita Perempuan”, Seputar Indonesia, Minggu 9 Desember 2007
28
2. ”Tanya Tukang Cuci”, Suara Karya, Sabtu 26 Juli 2008
3. ”Masuknya Lelaki Itu”, Tabloid Memo, Edisi 191 Minggu III Maret
2011
4. ”Kekuatanku”, Suara Karya, Sabtu 10 Februari 2007
5. ”Cermin Peninggalan”, Majemuk, Januari-Februari 2009
6. ”Rumah Warisan”, Republika, Minggu 13 Januari 2008
7. ”Ingat Pesan Sarni”, Majemuk, Edisi 42 Januar-Februari 2010
8. ”Tetangga Nenek”, Sinar Harapan, Sabtu 27 Februari 2010
9. ”Korban Banjir”, Majemuk, Edisi 38 Mei-Juni 2009
10. ”Banjir Bik Sarti”, Jurnal Nasional, Minggu 11 Januari 2009
11. ”Hubungan Abadi”, Hidup, Edisi 16, 20 April 2008
12. ”Anak Walikota”, Suara Karya, Sabtu 21 Maret 2009
13. ”Di Balik Gunung”, Sinar Harapan, Sabtu 14 Desember 2010
Setelah karya-karya itu dikumpulkan, semuanya cerpen dan semuanya
tentang perempuan. Proses kreatifnya sendiri, Yonathan banyak mengeksplor dari
pengalaman dan kehidupan pribadinya, yang kemudian dikonstruksi melalui angle
yang berbeda. Karya sastra ini pun kemudian melahirkan kenyataan baru.
“Ide-ide cerita saya dalam menulis novel, cerpen puisi dan sebagianya
adalah dari kehidupan pribadi. Survei di dalam kehidupan pribadi saya.
Misal saja saat saya ke rumah kos teman, apa yang terjadi di sana bisa
menjadi ide saya dalam berkarya. Dalam 13 Perempuan, misalnya
cerpen ‘Masuknya Lelaki Itu’ saya dapat kisah itu ketika saya dalam
perjalanan Cilacap ke Jakarta. ‘Tanya Tukang Cuci’ juga pengalaman
pribadi saya ketika tinggal di Jakarta. Latar tempat yang saya gunakan
juga menunjukan lokasi tempat tinggal saya, di Bojonegoro yang pada
waktu itu kerap banjir, dan juga Jakarta.
Pengalaman-pengalam pribadi tersebut saya angkat menjadi sebuah
kisah. Kemudian saya kemas menjadi satu cerita dengan angle yang
berbeda. Sastra pun melahirkan atau membuat kenyataan baru bagi
khalayak.
Dalam melahirkan kenyataan baru, pengarang mengangkat peristiwa
dalam kehidupannya menjadi suatu realitas baru. Hal ini menegaskan apa yang
diungkapkan oleh Teeuw (1983) bahwa karya sastra tidak ditulis dalam
kekosongan budaya. Di sini, pengarang tidak lepas dari latar sosial budayanya.
Lebih lanjut, Hardjana (1994) menegaskan bahwa meskipun karya sastra adalah
29
hasil imajinasi pengarangnya, karya tersebut tidak lahir dari kekosongan sosial.
Hellwig, juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ideologi dalam
novel dan realitas sosial. 1
Cerita-cerita tentang perempuan ini pun lahir karena pengalaman
pengarang yang sejak kecil telah hidup dengan perempuan. Kenangan dalam
alam bawah sadar tentang kedekatan dengan perempuan ini mempengaruhi
penciptaan kumpulan cerpen ini.
Lha benar-benar nggak sengaja, sepertinya ini pengaruh alam
bawah sadar saya yang sejak kecil hidup saya dekat dengan
perempuan, seperti ibu saya, nenek saya, dan pembantu saya.
Kedekatan itu kemudian yang membuat cerita-cerita saya banyak
berkisah soal perempuan. Saya bikin satu per satu ceritanya, saya
kirim ke surat kabar, majalah… eee ketika penerbit
mengumpulkan semuanya cerita perempuan.
Pengaruh alam bawah sadar mengindikasikan bahwa peran perempuan
bukanlah biasa saja dalam hidup pengarang. Melalui wawancaranya, pengarang
mengakui bahwa dipilihnya pengalaman dengan perempuan dalam cerita
pendeknya adalah karena beberapa hal berikut,
1. Perempuan sangat penting dalam hidupku; 2. Perempuan
sederajat dengan laki-laki, 3. Masalah perempuan berarti juga
masalah laki-laki 4.Karena saya laki-laki membahas tentang
perempuan berarti membahas tentang manusia dan kehidupan dan
hidupnya, dimana disitu ada saya dan sesama manusia
Pengarang mencoba untuk memandang realita perempuan sebagai sebuah
kenyataan hidup dan kemanusiaan. Agar hal ini nyata dalam 13 Perempuan,
pengarang melakukan beberapa teknik penghayatan peran yang ia namai dengan
‘ngrogoh sukma’.
Misalnya saya nulis soal Dewi Persik atau Julia Perez, aku merasa
jadi mereka. Ojo aku dadi laki-laki ngene, ojo, engko aku gak iso
menjiwai. Ya aku seoalh-olah yang bertindak itu aku. Ya aku
cewek. Ngono ilmune wakakakka.Bahaya iki nek ra iso balik
bahaya.
1
dalam Sastriyani, Siti Hariti (editor). 2009. Gender & Politics-Proceeding International Seminar
of Gender & politics.: halaman 490). Yogya:Tiara Wacana
30
Ilmu Meraga Sukma, atau banyak juga orang mengiistilahkanya sebagai
Proyeksi Astral, Lepas Sukma, Pangaracutan, Proyeksi Mental, Out of Body
Experience, bahkan Astral Projection, adalah suatu proses pelepasan sukma dari
raga untuk melakukan perjalanan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Proses ini bila sempurna maka semua rasa panca indera pelakunya dibawa keluar,
sehingga sukmanya mampu mendengar, merasakan, melihat dan meraba
lingkungan sekitarnya dengan sukma itu sendiri secara nyata. Perlu diketahui,
proses meraga sukma sesungguhnya tidak
melepas roh, tetapi hanya
memproyeksikan energi pikiran yang disebut sukma. Energi pikiran atau sukma
ini secara otomatis akan kembali ke raga dalam kondisi tertentu, misalnya saja
karena kaget, tertindih energi lain, dan sebagainya. 2 Yonathan Rahardjo sendiri
mengakui terkait ilmu ini, dirinya masih dalam tahap pemula. Dipadukan dengan
kemampuannya bermain teater, coba memperagakan dirinya menjadi diri seorang
perempuan.
Karena ‘aku’ menujukan kepercayaan diri, kedekatan dan
keakraban. Dan lebih egaliter. Kalau ‘saya’ kan dari kata ‘hamba
sahaya’ terkesan merendahkan diri. Dan orang lebih kagok dg kata
aku karena dianggap sombong. Tapi sebenarnya, lebih egaliter dan
dekat. Ini untuk memperlancar menulis. Dan saya sadar melakukan
hal ini.
Hal tersebut memang dapat terbukti dengan penggunaan kata ganti ‘aku’.
Ini cukup kentara dalam karya 13 Perempuan, karena penggunaan kata ganti ‘aku’
untuk tokoh perempuan ditemukan pada sebagian besar cerpen di dalamnya.
Tokoh perempuan dijadikan tokoh utama oleh pengarang. Pemilihan sudut
pandang penceritaan seperti itu dilakukan untuk memperlancar proses kreatif,
mengingat bahwa secara pribadi dirinya adalah lelaki.
Penentu harkat perempuan sebagai manusia mulia dan bermartabat
adalah individu yang bersangkutan, perempuan lain dan manusia
lain,bernama laki-laki. Berbagai latar, konteks dan konflik diharapkan
dapat menggoncang kesadaran kita bahwa masalah harkat perempuan
begitu luas dimensinya dan dalam dasar landasannya
2
mystys. 2008. Rahasia Meraga Sukma.
http://mystys.wordpress.com/2008/03/18/rahasia-meraga-sukma/ diakses pada 11 Juli
2012 pukul 20.15 WIB
31
Lantas apa yang menjadi poin utama Yonathan menyajikan realita tentang
perempuan dalam kumpulan cerpennya. Pengarang asal Jawa Timur ini
mengatakan sebagai sesama manusia, dirinya pun tergerak untuk meningkatkan
harkat hidup manusia lain, yaitu manusia. Maka dari itu, melalui karyanya,
Yonathan Rahardjo mengajak membaca untuk aware terhadap persoalan manusia,
sebagai sesama manusia dalam kehidupan.
Pada bab selanjutnya, dapat kita ketahui apakah Yonathan Rahardjo
memberikan gambaran dirinya adalah sosok feminis, dan bagaimana representasi
feminis yang ada dalam karyanya, 13 Perempuan.
32