Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Feminis dalam Buku 13 Perempuan Karya Yonathan Rahardjo

Lampiran 1
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN YONATHAN RAHARDJO
No

Item Pertanyaan

Ide Kreatif dalam
1 menulis sebuah karya

Latar belakang menulis
2 13 Perempuan

Alasan menulis tentang
3 perempuan

Uraian Jawaban
“Ide-ide cerita saya dalam menulis novel, cerpen
puisi dan sebagianya adalah dari kehidupan pribadi.
Survei di dalam kehidupan pribadi saya. Misal saja
saat saya ke rumah kos teman, apa yang terjadi di
sana bisa menjadi ide saya dalam berkarya. Dalam 13

Perempuan, misalnya cerpen ‘Masuknya Lelaki Itu’
saya dapat kisah itu ketika saya dalam perjalanan
Cilacap ke Jakarta. ‘Tanya Tukang Cuci’ juga
pengalaman pribadi saya ketika tinggal di Jakarta.
Latar tempat yang saya gunakan juga menunjukan
lokasi tempat tinggal saya, di Bojonegoro yang pada
waktu itu kerap banjir, dan juga Jakarta.
Pengalaman-pengalam pribadi tersebut saya angkat
menjadi sebuah kisah. Kemudian saya kemas
menjadi satu cerita dengan angle yang berbeda.
Sastra pun melahirkan atau membuat kenyataan baru
bagi khalayak.
“Sebenarnya buku ini terbit awalnya karena teman
saya dari penerbitan meminta saya untuk menulis
mengenai kedokteran hewan. Saat itu, saya belum
memiliki cukup waktu untuk menulis hal tersebut.
Maka saya tawarkan bagaimana bila menerbitkan
cerpen-cerpen saya yang pernah terbit di beberapa
media massa. Ketika pihak penerbitan tersebut
melihat karya itu, tertariklah mereka. Dikumpulkan

semua cerpen saya, ee semua ceritanya soal
perempuan."
Tidak ada unsur kesengajaan saya menulis
kesemuanya tentang perempuan. Saya inginnya
membuat novel, namun karena terbatasnya waktu
menulis, jadi saya tulis cerita-cerita saya dalam
bentuk cerpen-cerpen, jika nanti ada waktu saya
lanjutkan lagi bagian selanjutnya. Hingga jadi novel
dengan cerita utuh. Begitu.
Lha benar-benar nggak sengaja, sepertinya ini
pengaruh alam bawah sadar saya yang sejak kecil
hidup saya dekat dengan perempuan, seperti ibu
saya, nenek saya, dan pembantu saya. Kedekatan itu
kemudian yang membuat cerita-cerita saya banyak
berkisah soal perempuan. Saya bikin satu per satu
ceritanya, saya kirim ke surat kabar, majalah… eee
ketika penerbit mengumpulkan semuanya cerita
perempuan.
112


Tujuan menulis tentang
4 perempuan

Tujuannya membuat cerpen.
Tapi fakta pengalaman itu, kalau dicerpen sudah jadi
kenyataan sendiri. Beda dengan jurnalistik. Karena
penulisan karya sastra kan sudah ada interpretasi dan
pemikiran baru.
“Tidak sekedar memotret nilai-nilai yang terjadi
sesungguhnya, tetapi nilai-nilai yang mungkin
terlupakan.”

Teknik berperan
‘menjadi perempuan’
5 dalam menulis karya ini

"Misalnya kelihatannya biasanya saja, tapi
sebetulnya mengandung suatu idealisme,
diperjuangkan untuk lebih baik. Dan sejenisnya. Kan
itu kenyataan baru lagi. Kenyataan itu kan tidak

hanya apa ayang kita lihat, tapi apa yang kita dengar
dan kita pikirkan. Itu kan juga kenyataan. Dan itu
kan pasti ada sintesis. Pemikiran. Diolah jadi karya
baru.
Penentu harkat perempuan sebagai manusia mulia
dan bermartabat adalah individu yang bersangkutan,
perempuan lain dan manusia lain,bernama laki-laki.
Berbagai latar, konteks dan konflik diharapkan dapat
menggoncang kesadaran kita bahwa masalah harkat
perempuan begitu luas dimensinya dan dalam dasar
landasannya
1. Perempuan sangat penting dalam hidupku, 2. Pria
sederajat dengan laki-laki, 3. Masalah perempuan
berarti juga masalah laki-laki 4.Karena saya laki-laki
membahas tentang perempuan berarti membahas
tentang manusia dan kehidupan dan hidupnya,
dimana disitu saya ada saya dan sesama manusia 5.
Tak terelakan dalam hidup dan kehidupan pasti ada
perempuan dan lelaki, sekarang gilirannya membahas
dengan fokus pada perempuan. 6 pada karya

berikutnya saya akan bahas tentang lelaki 7. Fokus
laki-laki juga pernah saya bahas pada novel Lanang
8. Waria juga pernah saya bahas dalam Taman Api
9.Saya sedang mempersiapkan novel berfokus pada
perempuan 10. Tentu dengan latar dan kaitan
permasalahan yang berbeda-beda
Kalau punya ilmu zaman dhisik namae ‘Ngrogoh
sukma’ saya melepaskan diri saya. saya tidak bisa,
hanya sebatas kelas rendah. Misalnya saya nulis soal
Dewi Persik atau Julia Perez, aku merasa jadi
mereka. Ojo aku dadi laki-laki ngene, ojo, engko aku
gak iso menjiwai. Ya aku seoalh-olah yang bertindak
itu aku. Ya aku cewek. Ngono ilmune
113

wakakakka.Bahaya iki nek ra iso balik bahaya.
Tekniknya kalau gak gitu, tulisan itu kan
menunjukkan kejiwaan seseorang, berbeda dengan
computer. Komputer kan sudah terprogram, dan
tulisan itu tidak ada hubungannya dengan gaya atau

sifat yang diekspresikan orang melalui tulisna orang.
Sehingga kalau orang ingin menunjukkan gaya/ sft
untuk menunjukan jiwa dengan memilih jenis font.
Lain dg tulisan tangan yg sebenrnya merupakan
ekspresi dair karakter yang bersangkutan. Karena
waktu itu belum ada komputer, jadi saya mengingat
bagaimana tulisan Evi untuk merasakan menjadi dia.
Lewat karakter huruf yg dipakai bisa digunakan
untuk mengetahui karakter orang nya.
Emm sebenarnya itu maknanya konotatif, artinya itu
adalah metode penghayatan peran. Semacam ilmu
teater. Karena pernah maen teater dari SD-Kuliah.
Drama natal, paskah, awal semester, tujuh belasan.
Dan dihubungkan dengan budaya jawa kan sama dg
ilmu kebatinan.
Semua itu teknik-teknik yang pernah saya eksplor
Selain itu juga penggunaan kata ganti aku sebagai
penghayatan peran, karena 'aku' menujukan
kepercayaan diri, kedekatan dan keakraban. Dan
lebih egaliter. Kalau 'saya' kan dari kata 'hamba

sahaya' kesannya merendahkan diri. Dan orang lebih
kagok dengan kata 'aku' karena dianggap sombong.
Tapi sebenarnya, lebih egaliter dan dekat. Ini untuk
memperlancar menulis.

114