MANHAJ TARJIH.doc 36KB Jun 13 2011 06:28:21 AM

MANHAJ TARJIH
TEKSTUAL, KONTEKSTUAL DAN LIBERAL (10)
Muhammad Syahrur dan Al Kitab
Orang yang disebut antara lain sebagai seorang liberalis oleh W.B Hallaq adalah Muhammad
Syahrur. Muhammad Syahrur adalah seorang kelahiran Damaskus Syria tahun 1936, lulus
madrasah pada tahun 1957 yang kemudian belajar ilmu teknik (handasah) di Moskow (Soviet)
dan mendapat diploma tahun 1964, kemudian pada tahun 1969 mendapat ijazah magister (S2)
dan pada tahun 1972 mendapat gelar doktor (S3) pada Universitas Nasional lrlandia. Kemudian
diangkat menjadi dosen geologi di Universitas Damascus. Di samping itu ia memperdalam ilmu
filsafat dan fiqhullughah. Dalam usaha memperdalam ini berkomunikasi dan berkonsultasi
dengan seorang temannya ahli bahasa Dr. Ja'far Dak al Bab.
Berbekalkan pada metodologi ilmu teknologi pertahana dan bekal ilmu bahasa yang diterima
sejak madrasah. Dengan analisa sejarah ilmu pengetahuan bahasa, mengadakan analisa, tentang
Al Qur'an maupun As sunnah.
Sebagaimana Fazlurrahman Muhammad Syahrur mengemukakan pendapatnya tentang As
Sunnah di samping Al Qur'an, yang akan saya sampaikan setelah analisa Syahrur tentang Al
Qur'an.
Pada awal bukunya yang berjudul Al Kitab wal Qur'an mengemukakan, bahwa menggunakan
sejarah ilmu tentang bahasa, di samping itu menggunakan juga filsafat sebagai induk ilmu akan
membuat orang obyektif tiap dalam menganalisa sesuatu.
Sebagai seorang Mahandis (Insinyur) ia membahas al kitab / al Qur'an dengan pendekatan

bahasa dan dalam pelaksanaannya juga dengan pendekatan sejarah, disamping filsafat
menurutnya alam dunia ini berupa materi dan alam akherat nantinyapun materi, hanya berbeda
materinya, nampaknya faham filsafatnya materialis.
Berdasarkan apa yang ia lakukan ia mendapatkan perbedaan pengertian tentang Al Kitab dengan
Al Qur’an. Apa yang dikemukakan itu berdasarkan pemahamannya pada masa kini berbeda
dengan pemahaman ulama pada masa dahulu.
Menurut Syahrur, ulama dahulu memberi pengertian kitab Al Qur’an adalah kalamullah yang
tertulis di antara dua tepi lembaran dan kalam itu di wahyukan berujud nash (teks-teks) yang
terdiri dari surat-surat dan ayat-ayat. Kalau Al Kitab atau Al Qur'an itu apa yang tertulis seperti
kita lihat sekarang, maka hal itu berarti warisan Muhammad sebagai Rasul dan Nabi kepada
umatnya.
Menurut Syahrur kalau itu warisan pada umatnya tentu berupa paham nash yang dapat dibatasi
atau diidentifikasi secara jelas perbedaan nash risalah dan nubuwwah.
Artinya: Nubuwwah ialah kumpulan informasi-informasi yang diwahyukan kepada Nabi
(Muhammad) dan dengan informasi-informasi itulah pembawanya disebut seorang Nabi.
Informasi-informasi itulah yang disebut nubuwwah. Sedangkan mengenai risalah dikemukakan:
Ar Risalah ialah kumpulan pengaturan yang disampaikan kepada Nabi dengan tugas
menyampaikan informasi-informasi itu, sehingga penyampainya disebut seorang Rasul.
Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa nuhuwwah itu ilmu, sedangkan risalah itu ujudnya
hukum-hukum. Jadi pemikiran tentang ujud alam dan manusia dan interpretasi tentang sejarah

itu termasuk nubuwwah, yang termasuk ayat-ayat mutasyabihat (yang tidak jelas).

Adapun hukum waris dan hukum ibadah dan juga hukum muamalat, hukum perorangan (ahwal
Asyah shiyyah) dan larangan-larangan. Sebagai ayat risalah itu tersebut pada ayat-ayat
muhkamat. Namun adapula dalam al kitab yang masuk pada nubuwwah tetapi tidak tergolong
pada muhkamat dan tidak pula mutasyabihat, yang dalam ayat disebut tafsilul kitab. Menurut
Syahrur tantangan bagi umat manusia sekarang adalah menyelami ayat-ayat mutasyabihat, al
qur'an dan as sab 'ul matsani, kemudian menyibakkan dan mendapatkan isinya sebagai mu'jizat.
Juga tantangan itu menyibak ayat-ayat yang bukan muhkamat dan bukan pula mutasyabihat yang
dalam al kitab di sebut "tafsilul kitab" Tafsil artinya syarah, penjelasan, seperti disebutkan antara
lain dalam ayat 114 surat Al-An'am.
Pada ayat-ayat muhkamat yang meliputi ayat-ayat risalah maksudnya risalatun nabiyi yang
dalam al kitab, disebut ummul kitab, dapat dilakukan ijtihad, sepanjang yang mengenai
kemasyarakatan, perekonomian bukan yang bertalian dengan ibadah dan akhlaq dan pidana
hudud.
Pada ayat mutasyabihat yang dalam al kitab disebutkan dengan al qur'an dan as sab'ul matsani,
menerima ta'wil, ialah ayat-ayat tentang aqidah.
Sedang ayat-ayat yang bukan muhkamat dan mutasyabihat, diistilahkan dengan "tafsilul kitab",
sebagaimana telah disebutkan dimuka. Pembagian dan peristilahan seperti itu merupakan
pembagian baru, yang berbeda dengan apa yang dikemkan oleh para ulama terdahulu, baik yang

memahami nash secara teksktual maupun kontekstual, termasuk ulama yang digolongkan
pembaharuan yang di sebut fertilitarianisme. Itulah barangkali W.B Hallaq menggolongkan
Muhammad Syahrur yang muhandis (insinyur ahli pertanahan) itu sebagai penganut liberalisme.
Liberal dalam pemahamannya terhadap nash, tanpa memperhatikan pemahaman sebelumnya.
Dalam mengemukakan hasil pemikiran dan pemahaman terhadap nash, Syahrur menyatakan ada
perbedaan antara al kitab dengan al Qur'an. Al kitab seperti tersebut pada ayat 2 surat Al Baqarah
adalah kumpulan obyek masalah yang diwahyukan Allah kepada Muhammad SAW. Berbentuk
nash dan kandungannya, kandungan pokoknya ada dua:
Pertama soal kejadian alam dan kehidupan manusia, dimana manusia mau tidak mau menjalani
kehidupan ini dengan mengikuti ketentuan yang diberikan Allah.
Kedua yang bertalian dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai hamba Allah
seperti shalat dan puasa pendeknya pelaksanaan ibadah yang dapat dilakukan atas dasar pilihan
melakukan atau tidak melakukannya.
Al kitab ini meliputi kitab nubuwwah yakni memuat keterangan tentang adanya kenyataan yang
membedakan antara benar dan tidak benar, atau antara kenyataandan
pemikiran disamping itu ada kitab risalah memuat dasar-dasar yang seharusnya dilakukan
manusia yang membedakan antara yang halal (boleh dilakukan) dan haram (tidak boleh
dilakukan).
Muhammad Syahrur dan As Sunnah.
Sebelum Syahrur mengemukakan ayat 21 surat Al! Ahzab yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasullah itu bagimu suri tauladan yang baik untuk
orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kemudian, dan bagi orang yang
menyebut Allah.
Juga dikemukakan hadist nabi yang ditakhrijkan oleh Malik dalam kitab Al Muwatha:
Artinya: Aku (Nabi) tinggalkan dua perkara tidak akan sesat selama engkau berpegang teguh
kepada keduanya ialah kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya

Dalam mengemukakan pengertian tentang sunnah berbeda dengan pengertian yang dikemukakan
para ulama pada umumnya, bahkan dianggapnya ulama terdahulu itu keliru. Menurut ulama
adalah pengertian As Sunnah adalah semua yang keluar dari Nabi baik perkataan, perbuatan,
perintah-perintah, larangan maupun taqrirnya, Nabi tidak pernah memberikan ta'rif seperti itu.
Lantas bagaimana ta'rif As Sunnah menurut Syahrur. Dalam penelitiannya berdasarkan bahasa,
sunnah itu berarti mudah atau pelaksanaan dengan mudah. Dalam memberikan arti sunnah,
Syahrur melukiskan:
Artinya: Apa yang dilakukan Nabi saw secara seksama karena Nabi sebagai pelaksana hukumhukum Ummul Al Kitab yang selalu aktif menjaga aturan dan kesesuaiannya.
Sebagai Rasul dan Nabi penutup, maka risalah membolehkan nabi berijtihad dan juga
mengajarkan orang (umatnya) berijtihad sendiri sesudah Nabi. Justru Islam adalah aturan
kemanusiaan yang menjamin terlaksanaannya seperti telah disebut di muka bahwa nubuwwah itu
ilmu sedang risalah adalah hukum-hukum dan pemberitahuan bahwa ketaatan pada risalah yang
akan berlaku sepanjang masa bukan pada Nabi, dan terhadap ijtihad Nabi diikuti sepanjang

masih sesuai dan umat boleh melakukan ijtihad jika diperlukan. Hal ini dapat dilihat pada ayat 59
surat An Nisa:
Artinya: Taatilah Allah dan Taatilah Rasul.
Tidak ada ayat yang menyebutkan taatilah nabi, sekalipun pujian terhadap nabi cukup tinggi
seperti tersebut pada ayat 56 surat Al Ahzab. Orang diperintahkan untuk menjadikan Rasul
sebagai uswatun hasanah (Al Ahzabayat 21). Orang yang mentaati Allah dan Rasul akan
mendapat kedudukan yang sama dengan para nabi, jujur, syahada dan sholihin (An Nisa ayat 69).
Syahrur nampak membedakan Muhammad sebagai Rasul dan sebagai Nabi dan dalam bukunya
ditulis bahwa ketaatan kepada Allah sepanjang hidup manusia, sedang ketaatan terhadap Rasul
terpampang selama hidup Rasul itu, sesudah Nabi meninggal maka ketaatan tergantung pada
kemanfaatannya dimasa mendatang. Apa yang dilakukan Nabi adalah ijtihadnya sedang apa yang
dilakukan Rasul adalah pelaksanaan dan hukum dan ketentuan dari Allah olehnya dicontohkan
pemyataan Al Qur'an surat al-Haj ayat 30:
Artinya: Maka jauhilah yang najis dari berhala-berhala dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.
Dari ayat itu dapat diambil pengertian yang dijauhi bukan semua berhala, karenanya kalau Nabi
melarang gambar patung atau orang maka hal itu bertalian dengan usaha penjagaan agar orangorang tidak menyembah berhala seperti pada masa jahiliyah. Kalau sekarang tak dikawatirkan
lagi maka larangan-larangan itu menjadi tidak efektif, yang ditetapkan dalam al kitab adalah
tidak boleh menentang Allah dan rasul-Nya dan melampaui batas-batas-Nya (An Nisa 14), dalam
ayat itu disebutkan:
Artinya: Dan barang siapa maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuanketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam neraka sedang ia kekal didalamnnya

dan baginya siksa yang menghinakan.
Dalam ayat itu dlamirnya ha (hududunlahu) berarti kembali kepada hukum Allah saja, bukan
hukum yang kembali kepada ketentuan Allah dan rasul-Nya. Sesuai dengan keterangan di muka,
apa yang dilakukan Nabi adalah ijtihad nabi disesuaikan dengan waktu dan tempat, jadi sunnah
nabawiyyah berbeda dengan sunnah risalah, sunnah nabawiyyah adalah ijtihat nabi boleh
kadang-kadang tidak berlaku sesuatu waktu (waaqifan Aliha Ahyanan – Syahrur halaman 553).

Inilah kontekstual menurut Syahrur dan seperti itu pulalah yang dapat dijadikan antara lain
contoh penelitian liberalisnya. Kontekstual diartikan hukum berlaku sesuai dengan konteks
masanya dan liberal dalam arti berfikir bebas termasuk memisahkan kerasulan dan kenabian
Muhammad sehingga mengkaburkan kedudukan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Allah.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20 2004