PENGARUH STRATEGI METAKOGNITIF TERHADAP PRESTASI BELAJAR DAN SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA.

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tujuan pendidikan nasional perlu dipecah menjadi tujuan-tujuan yang lebih sempit yang termuat dalam tiap mata pelajaran. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang cukup berperan untuk mewujudkannnya.

Matematika yang diajarkan di sekolah atau matematika yang ada pada kurikulum Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah disebut sebagai matematika sekolah. Matematika sekolah memiliki peran diantaranya adalah bagi para pelajar untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. (Erman Suherman, dkk., 2001:58). Pemecahan masalah harus menjadi fokus utama dari kurikulum matematika agar matematika dapat menjalankan


(2)

2

of Teachers in Mathematics yang dikutip oleh Yee & Hoe (2009:54) sebagai berikut.

Problem solving should be the central focus of the mathematics curriculum. As such, it is primary goal of all mathematics instructions and integral part of all mathematical activity. Problem solving is not a distinct topic but a process that should permeate the entire program and provide the context in which concepts and skills can be learned.

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus utama dari kurikulum matematika. Pemecahan masalah menjadi tujuan primer dari semua pembelajaran matematika dan bagian integral dari semua aktivitas matematika. Pemecahan masalah bukan merupakan topik yang terpisah namun sebuah proses yang harus ada pada seluruh program dan menyediakan konteks dimana konsep dan keterampilan dapat dipelajari.

Keberhasilan pembelajaran dapat dinilai dari kemampuan siswa memahami konsep dan memanfaatkan kemampuan pemecahan masalah untuk menyelesaikan persoalan matematika. Tingkat keberhasilan belajar dapat diukur dan dievaluasi menggunakan tes prestasi belajar (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002:120). Prestasi belajar matematika merupakan hal penting karena menunjukkan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar matematika tetapi pada umumnya masih menjadi masalah. Contoh di SMPN 2 Depok ditemukan prestasi belajar matematika siswa kurang maksimal. Hasil ulangan harian yang menunjukkan prestasi belajar matematika siswa cukup baik dimana rata-rata kelas siswa di atas batas KKM tetapi menurut penuturan guru, ada siswa yang nilainya bagus namun ada juga siswa yang nilainya di bawah KKM. Hal ini menunjukkan adanya standar deviasi yang besar pada prestasi belajar matematika siswa. Dari uraian tersebut didapat prestasi belajar matematika kurang maksimal.


(3)

3

Selain prestasi belajar matematika, yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika di sekolah adalah aspek afektif. Salah satu aspek afektif dalam pembelajaran matematika adalah sikap siswa terhadap matematika. Sikap terhadap matematika seperti yang didefinisikan oleh (Ministry of Education Singapore, 2006:9) menunjukkan aspek afektif pada pembelajaran matematika yaitu percaya matematika dan kegunaannya, tertarik dan senang belajar matematika, apresiasi dengan keindahan dan kekuatan matematika, percaya diri dalam menggunakan matematika, tekun dalam penyelesaian masalah. Sikap siswa terhadap guru atau suatu mata pelajaran dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2005:135), sikap (attitude) siswa yang positif terhadap seorang guru dan mata pelajaran yang guru tersebut sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, jika sikap negatif siswa terhadap seorang guru dan mata pelajaran yang guru tersebut sajikan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa.

Sikap terhadap matematika merupakan salah satu hal yang penting dalam pembelajaran matematika tetapi pada umumnya masih menjadi masalah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak (siswa) memiliki pandangan terbatas mengenai matematika dan apa yang dikerjakan dalam matematika. Siswa memiliki kepercayaan yang negatif dimana matematika diartikan sebagai latihan-latihan soal dan pembelajaran yang memerlukan hafalan (rumus) (Yee & Hoe, 2009:20). Sikap terhadap matematika yang demikian juga ditemukan pada SMPN 2 Depok, dari hasil observasi diperoleh bahwa sikap siswa terhadap matematika kurang optimal. Sikap siswa terhadap matematika cukup


(4)

4

baik dalam hal senang belajar matematika. Siswa terlihat senang dan tidak tegang dalam mengikuti pembelajaran matematika tetapi dari hasil wawancara, didapatkan siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran dengan latihan-latihan soal. Terbatasnya pandangan siswa terhadap matematika menunjukkan sikap siswa SMPN 2 Depok terhadap matematika kurang optimal. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran yang dapat memaksimalkan prestasi matematika dan mengoptimalkan sikap siswa terhadap matematika siswa SMPN 2 Depok.

Salah satu cara yang menurut penelitian dapat memaksimalkan prestasi belajar matematika dan mengoptimalkan sikap siswa terhadap matematika adalah strategi metakognitif. Beberapa penelitian tentang strategi metakognitif menunjukkan adanya pengaruh positif dari penggunaan strategi pembelajaran ini terhadap prestasi matematika dan sikap terhadap matematika, salah satunya adalah penelitian Sahin & Kendir (2013) yang menunjukkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif mengalami peningkatan dalam prestasi matematika dan sikap terhadap matematika. Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal (Erman Suherman, dkk, 2001:95). Menurut Dirkes (Blakey & Spence, 1990) yang menjadi dasar strategi metakognitif adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya, memilih strategi berpikir dengan hati-hati, merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi proses berpikir. Kesuksesan seseorang dalam menyelesaikan pemecahan-masalah antara lain sangat tergantung pada kesadarannya tentang apa yang mereka ketahui dan bagaimana dia melakukannya. (Erman Suherman, dkk, 2001: 95). Oleh


(5)

5

karena itu, strategi metakognitif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah setiap individu. Prestasi belajar matematika menunjukkan kemampuan siswa dalam memahami konsep dan memanfaatkan kemampuan pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal matematika, sehingga strategi metakognitif dapat memaksimalkan prestasi belajar matematika siswa.

Siswa dapat memecahkan suatu masalah dengan memilih konsep matematika yang cocok untuk memecahkan masalah tersebut menggunakan strategi metakognitif. Aktivitas memilih konsep matematika untuk menyelesaikan suatu masalah dapat memberikan kepercayaan pada siswa bahwa matematika tidak hanya sekedar latihan soal, atau ujian. Akan tetapi siswa belajar tentang

penggunaan dinamik dari matematika, siswa sebagai problem solver, sikap siswa

terhadap matematika, pembelajaran dan pengajaran matematika sebaik kemampuan siswa memonitoring dirinya (Yee & Hoe, 2009:20). Dari uraian tersebut, strategi metakognitif dapat mengoptimalkan sikap siswa terhadap matematika.

Secara teoritis, penggunaan strategi metakognitif dapat memaksimalkan prestasi belajar matematika dan mengoptimalkan sikap siswa terhadap matematika. Memperhatikan hal tersebut, maka peneliti mencoba membuktikan secara empiris melalui penelitian yang berjudul " Pengaruh Strategi Metakognitif terhadap Prestasi Belajar dan Sikap Siswa terhadap Matematika".


(6)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, sehingga masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Adanya standar deviasi yang besar dalam prestasi belajar matematika siswa.

2. Prestasi belajar matematika siswa belum maksimal.

3. Pandangan siswa mengenai matematika masih terbatas sebagai mata pelajaran

dengan latihan-latihan soal.

4. Sikap siswa terhadap matematika belum optimal.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan terkait dengan prestasi belajar matematika dan sikap terhadap matematika siswa kelas VII SMPN 2 Depok dengan menggunakan strategi metakognitif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan strategi metakognitif terhadap prestasi

belajar dan sikap siswa terhadap matematika?

2. Jika terdapat pengaruh penggunaan strategi metakognitif terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika, maka:

a. apakah prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi

metakognitif lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?


(7)

7

b. apakah sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi

metakognitif lebih tinggi dibandingkan dengan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui pengaruh penggunaan strategi metakognitif terhadap prestasi

belajar dan sikap siswa terhadap matematika.

2. Mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi

metakognitif lebih tinggi dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui apakah sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi

metakognitif lebih tinggi dibandingkan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk: 1. Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran.

2. Guru

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan mengenai strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran.


(8)

8

3. Siswa

Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa sebagai salah satu strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika.


(9)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika a. Matematika

Menurut Elea Tinggih (Erman Suherman, dkk., 2001:18), secara etimologis perkataan matematika berarti "ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar". Senada dengan Elea Tinggih, Reddy & Nagaraju (2007:3) mengatakan, ”Mathematics is the study of abstractions and their relationships in which the only technique of reasoning that may be used to confirm any relationship between one abstraction and another is deductive reasoning." Matematika adalah pelajaran abstraksi dan hubungannya dimana hanya teknik bernalar yang dapat digunakan untuk memperkuat setiap hubungan di antara satu abstraksi dengan yang lainnya secara penalaran deduktif.

Sedangkan James dan James (Erman Suherman, dkk., 2001:18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Hampir sama dengan apa yang dikatakan James dan James, menurut Mustafa (2004:2),

Mathematics is "the study of quantity , form, arrangement, and magnitude; especially, the methods and process for disclosing, by rigorous concepts and self consistent symbols, the properties and relations of quantities and magnitudes, whether in abstract, pure mathematics, or in their practical connections, applied mathematics."


(10)

10

Matematika adalah pelajaran kuantitas, bentuk, susunan, dan besaran; khususnya metode dan proses untuk menyingkap dengan konsep-konsep yang teliti dan simbol-simbol konsisten diri, sifat-sifat dan hubungan kuantitas dengan besaran, baik dalam abstrak, matematika murni, atau koneksi praktis, matematika terapan. Disisi lain, Johnson dan Rising (Erman, Suherman, dkk., 2001:19) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

Matematika memiliki karakteristik atau ciri-ciri khusus dari ilmu pengetahuan yang lain. Soedjadi (2007: 8-9) dalam bukunya menjabarkan karakteristik atau ciri-ciri khusus matematika sebagai berikut.

1. Matematika memiliki objek kajian yang abstrak (hanya ada di pikiran)

2. Bertumpu pada kesepakatan (lebih bertumpu pada aksioma formal)

3. Berpola pikir deduktif

4. Konsisten dalam sistemnya

5. Memiliki/menggunakan simbol yang "kosong" dari arti

6. Memperhatikan semesta pembicaraan

Berdasarkan beberapa pengertian matematika yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan


(11)

11

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dan representasinya menggunakan simbol secara cermat, jelas, dan akurat.

b. Matematika Sekolah

Matematika sekolah merupakan bagian dari matematika yang berhubungan dengan pendidikan. Soedjadi (2007:13) mendefinisikan matematika sekolah sebagai bagian dari matematika yang dipilih untuk atau berorientasi pada kepentingan pendidikan.

Sedangkan menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 54) mendefinisikan matematika melalui dua informasi, informasi yang pertama merupakan alasan perlunya matematika diajarkan di sekolah, dalam hal matematika sebagai ilmu dasar telah berkembang secara pesat sehingga dalam perkembangan atau pembelajaran di sekolah harus memperhatikan perkembangannya. Informasi yang kedua, matematika sekolah adalah matematika yang ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan pendidikan menengah atau matematika yang diajarkan di sekolah.

Pentingnya matematika dan nilai pendidikannya dijelaskan oleh Reddy & Nagaraju (2007: 16-17) sebagai berikut.

1. Memungkinkan siswa untuk menyelesaikan masalah matematis dalam

kehidupan sehari-harinya.

2. Mengembangkan pengetahuan siswa dengan budayanya.

3. Menyediakan disiplin tipe yang cocok dengan pikiran siswa.


(12)

12

5. Menyiapkan siswa untuk hidup yang ekonomis, penuh tujuan,

produktif, kreatif dan membangun.

6. Mengembangkan siswa dalam pengertian dari apresiasi seni budaya.

7. Menyiapkan siswa untuk pendidikan lebih tinggi dalam sains,

ekonomi, teknik, psikologi, ilmu pengetahuan sosial, dst.

8. Mengembangkan kebiasaan konsentrasi, percaya diri dan menemukan.

9. Menciptakan siswa untuk mencintai kerja keras.

10. Memungkinkan siswa untuk memahami dan menikmati bacaan popular.

11. Mengembangkan kekuatan mengungkapkan siswa. 12. Mengembangkan kekuatan berpikir dan bernalar siswa. 13. Mengembangkan kekuatan mengungkapkan siswa .

14. Membawa pengembangan personalitas siswa secara keseluruhan dan harmonis.

Matematika sekolah memiliki karakteristik atau ciri-ciri khusus. Soedjadi (2007: 14-15) juga menjabarkan karakteristik dari matematika sekolah sebagai berikut.

1. Matematika sekolah memiliki objek kajian yang konkret dan juga

abstrak.

2. Bertumpu pada kesepakatan (termasuk penekanan kepada aksioma

self evident truth).


(13)

13

4. Konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk

pendidikan).

5. Memiliki/ menggunakan simbol yang kosong dari arti dan juga yang telah memiliki arti tertentu.

6. Memperhatikan semesta pembicaraan (bahkan juga digunakan untuk

pembatasan bahan ajar matematika, sesuai kelas tertentu).

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan, matematika sekolah adalah bagian dari matematika yang dipilih untuk diajarkan di sekolah termuat dalam kurikulum sekolah dasar dan pendidikan menengah untuk kepentingan pendidikan dan berkembang seiring dengan perkembangan matematika.

c. Pembelajaran Matematika

Hakikat belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2002:11) adalah perubahan. Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

Setelah menguraikan berbagai definisi belajar dari para ahli, Muhibbin Syah (2005:92) menarik kesimpulan belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar juga menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap. W.S. Winkel (Zainal Arifin Ahmad, 2012:6) merumuskan pengertian


(14)

14

belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap. Berdasarkan pengertian-pengertian tentang belajar di atas dapat ditarik kesimpulan, belajar adalah perubahan tingkah laku baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Pembelajaran meliputi unsur-unsur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2005: 57) dalam bukunya adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Unsur-unsur yang saling mempengaruhi tersebut perlu ditata agar memberi nuansa belajar yang optimal. Erman Suherman, dkk (2001: 8) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, pembelajaran adalah upaya penataan unsur-unsur manusia, material, fasilitas dan perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan pembelajaran matematika adalah upaya penataan unsur-unsur manusia, material, fasilitas dan perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi agar dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika sekolah secara optimal.


(15)

15 2. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah menurut Mustafa (2004:133) adalah sebuah proses berkembang melalui kehidupan. Pemecah masalah menghadapi situasi yang menipu daya mereka melalui misteri untuk mencapai solusi yang memuaskan. Pemecahan masalah menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang sebelumnya telah didapatkan yang kemudian disintetis menjadi format baru yang menyediakan jalan untuk menyelesaikan pertanyaan.

Pemecahan masalah memuat langkah-langkah untuk menyelesaikannnya. Menurut Polya (Erman Suherman, dkk., 2001: 84), solusi soal pemecahan masalah memuat empat penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

Pemecahan masalah menurut Kumar & Rao (2006) meliputi hal-hal berikut.

1. Memilih dan menggunakan metode yang tepat untuk menghitung, seperti

menggunakan komputasi mental, perkiraan, kertas dan pensil, dan kalkulator atau komputer.

2. Merefleksikan dan mengevaluasi proses berpikir matematis yang digunakan untuk memecahkan masalah.

3. Tujuan, tinjauan dan pendekatan alternatif untuk menyelesaikan masalah.

4. Memperluas pengetahuan matematis dengan menyimpan pengetahuan baru.

5. Menggunakan strategi pemecahan masalah yang berbeda, meliputi:

a. Membuat gambar atau diagram


(16)

16

c. Melihat pola

d. Mengidentifikasi contoh-contoh

e. Menebak dan memeriksa

f. Bekerja mundur

g. Memeriksa alasan hasil

h. Menggunakan penalaran secara proporsional

i. Mengeliminasi kemungkinan

j. Membuat model atau simulasi

k. Menyelesaikan masalah sederhana atau berhubungan

6. Mengembangkan klarifikasi dan memahami konsep matematis baru, proses

dan kosa kata dengan merefleksikan dan menjawab pertanyaan seperti :

a. Apa yang membuat kamu berpikir demikian?

b. Apakah orang lain berpikir cara yang berbeda?

c. Bagaimana pekerjaan saat ini berhubungan untuk dilakukan dalam

pelajaran?

d. Bagaimana ide-ide berhubungan?

e. Apakah kita sudah melihat masalah tersebut sebelumnya?

7. Menyelesaikan sebuah bilangan dengan banyak langkah, nonrutin, masalah-masalah kompleks, memecahkan teka-teki, aplikasi, pola, dan open-ended atau proyek pemecahan-masalah yang diperluas.

8. Memperkirakan solusi masalah dan kondisi dan ketepatan jawaban dengan menghubungkan dengan perkiraan.


(17)

17

Menurut Krulick and Rudnick (Mustafa, 2004:141), empat esensial untuk menetukan suatu situasi adalah masalah pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

1. Pentingnya solusi nonrutin

2. Adanya tantangan

3. Setiap individu menerima tantangan

4. Sikap positif terhadap pemecahan masalah dikembangkan.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan pemecahan masalah adalah sebuah proses yang memuat langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu situasi dengan solusi nonrutin, memiliki tantangan, dan diterima sebagai tantangan.

3. Strategi Metakognitif

Strategi dapat diartikan sebagai seni melaksanakan siasat atau rencana. Menurut Mc Leod (Muhibbin Syah, 2005:214) secara harfiah, kata "strategi" dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem yakni siasat atau rencana.

Dilihat dari perspektif psikologi, menurut Reber (Muhibbin Syah, 2005:214) kata strategi berasal dari bahasa Yunani itu, berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan. Selain rencana, strategi juga diartikan sebagai prosedur mental. Menurut Lawson (Muhibbin Syah, 2005:214) seorang pakar psikologi pendidikan Australia, mengartikan strategi sebagai prosedur mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk mencapai tujuan tertentu.


(18)

18

Di sisi lain, strategi dalam kaitannya dengan pembelajaran berupa siasat untuk melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan belajar yang optimal. Menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 6). " strategi dalam kaitannya dengan pembelajaran (matematika) adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal."

Dari pengertian-pengertian strategi di atas, dapat ditarik kesimpulan, strategi adalah siasat yang terdiri dari tahap kegiatan untuk mencapai tujuan berupa hasil belajar secara optimal.

Menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 95), metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Termasuk dalam metakognisi adalah kemampuan

memonitor pemahaman sebelumnya untuk meyakinkan kepahaman. (National

Research Council, 2005). Sementara, menurut Blakey & Spence (1990), metakognisi adalah berpikir tentang berpikir, mengetahui "apa yang kita ketahui" dan "apa yang kita tidak ketahui".

Metakognisi penting dalam pemecahan masalah. Pugalee (Sahin & Kendir, 2013:1778), metakognisi penting dalam memastikan pengetahuan dan strategi yang tepat untuk digunakan dalam proses pemecahan masalah.

Selain penting dalam pemecahan masalah, metakognisi dapat meningkatkan kepercayaan diri atas keputusan yang diambil. Kuiper (Sahin & Kendir, 2013:1778), metakognisi, dipelajari pertama kali, mendukung reflective thinking,


(19)

19

membantu memecahkan masalah, memberikan responsibilitas dan meningkatkan kepercayaan diri untuk keputusan yang tepat hingga akhir hidup seseorang.

Menurut Flavell (Du Toit & Kotze, 2009:58), "Metacognitive strategies refer to the conscious monitoring of one’s cognitive strategies to achieve specific goals, for example when learners ask themselves questions about the work and then observe how well they answer these questions." Strategi metakognitif menunjuk pada memonitoring secara sadar strategi kognitif seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, contoh ketika siswa bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan tentang pekerjaannya dan kemudian mengobservasi seberapa baik mereka menjawab pertanyaan tersebut.

Siswa yang menggunakan strategi metakognitif dapat menentukan tujuan, mengetahui cara mencapai tujuan, dan memperkirakan keberhasilan tujuan tersebut. Menurut Brown (Ratna Wilis D, 2011:123), strategi metakognitif meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu, dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.

Strategi metakognitif tidak hanya meliputi proses menentukan dan mencapai tujuan, serta kegiatan memonitoring proses tersebut namun juga menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya. Dirkes (Blakey & Spence, 1990) menyatakan yang menjadi dasar strategi metakognitif adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya, memilih strategi berpikir dengan hati-hati, merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi proses berpikir.


(20)

20

Salah satu metode yang digunakan dalam strategi metakognitif adalah metode bertanya pada diri sendiri. Menurut Kramarski & Mirachi (2004:171-172), panduan metakognitif berdasarkan metode yang berisi empat rangkaian pertanyaan metakognitif yang ditunjukkan pada diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Comprehension question, pertanyaan pemahaman didesain untuk

merefleksikan pemahaman siswa sebelum menyelesaikan

masalah/tugas. comprehension question meliputi pertanyaan seperti : "Tentang apakah masalah tersebut?"; "Apa pertanyaannya?", "Bagaimana konsep matematisnya?"

2. Connections question, pertanyaan koneksi didesain untuk siswa fokus pada kemiripan dan perbedaan antara masalah atau tugas yang sedang dikerjakan dengan yang sudah dikerjakan. Contoh : " Apakah masalah/tugas tersebut sama/ berbeda dengan yang sudah kalian kerjakan? jelaskan mengapa"

3. Strategic questions, pertanyaan strategis didesain agar siswa memperhatika strategi yang tepat untuk meyelesaikan masalah dan apa alasannya. Contoh pertanyaannya adalah : "Apa strategi/taktik/prinsip yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah/tugas tersebut?". "bagaimana saya mengorganisasikan informasi untuk menyelesaikan masalah/tugas?;

4. Reflection questions, pertantanyaan refleksi didesain agar siswa merefleksikan pemahaman dan perasaan selama proses mencari


(21)

21

penyelesaian. Contoh pertanyaan : "Apa yang saya kerjakan?", "Apakah ini bermakna?", "Apa kesulitan/perasaan saya menghadapi tugas tersebut?", "Dapatkah saya menggunakan pendekatan lain untuk menyelesaikan tugas tersebut?"

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan strategi metakognitif adalah siasat yang digunakan secara sadar untuk memonitoring proses mencapai tujuan, berupa menentukan tujuan, merencanakan, memperkirakan keberhasilan, menentukan strategi yang digunakan melalui pertanyaan-pertanyaan yang ditunjukkan pada diri sendiri.

Schoenfeld (Muijs & Reynolds, 2008:191) mengusulkan beberapa teknik mengajarkan strategi metakognitif kepada murid-murid:

a. Mengembangkan kesadaran tentang proses berpikir kepada

murid-murid. Untuk melakukan ini penting untuk menjelaskan mengapa berbagai strategi mengatasi masalah dinilai penting. Schoenfold mengusulkan kegiatan seperti menunjukkan rekaman video tentang penyelesaian masalah secara kooperatif, sehingga siswa dapat melihat orang-orang yang menggunakan strategi tidak efektif. Kegiatan ini dapat memberi kesan pentingnya menyadari apa yang sedang dikerjakan.

b. Menyelesaikan masalahnya di papan tulis dengan mempresentasikan

resolusi masalahnya secara keseluruhan dan bukan hanya menunjukkan solusi rapinya. Teknik ini berguna karena menekankan pada perilaku-perilaku tertentu dan menunjukka pentingnya ketrampilan metakognitif.


(22)

22

c. Biarkan seluruh kelas menyelesaikan suatu masalah, dan guru

mengambil peran moderator di dalam diskusi murid-muridnya. Murid-murid akan memilih mengerjakan hal-hal tertentu yang mungkin benar atau mungkin keliru. Bila strategi yang mereka gunakan tidak berjalan baik, strategi lain dapat dicoba sampai mereka menemukan solusi.

Kemudian diikuti dengan debriefing yang dilaksanakan oleh guru.

Kegiatan ini dapat membantu murid untuk meregulasi-diri.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan strategi metakognitif dalam pembelajaran menurut Blakey & Spence (1990) adalah sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi "apa yang diketahui" dan "apa yang tidak diketahui" (Identifying "what you know" and "what you don't know").

Pada permulaan dari aktivitas penelitian (research activity) siswa membutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan sadar tentang pengetahuan mereka. Diawali dengan menulis "apa yang sudah saya tahu tentang … " dan "apa yang saya ingin pelajari tentang … " Selama siswa meneliti topik tersebut, mereka akan memeriksa, mengklarifikasi dan mengembangkan atau mengganti dengan informasi yang lebih akurat, setiap pernyataan awal yang mereka tuliskan.

b. Berbicara tentang pemikiran (Talking about thinking).

Berbicara tentang pemikiran (Talking about thinking) merupakan hal yang penting, karena siswa membutuhkan kosa kata berpikir. Selama merencanakan dan dalam situasi pemecahan masalah, guru dapat think aloud sehingga siswa dapat mengikuti proses berpikir yang dilakukan oleh guru. Modeling dan diskusi mengembangkan kosakata yang siswa butuhkan untuk berpikir dan berbicara tentang pikiran mereka sendiri. Menandai proses berpikir ketika mereka


(23)

23

menggunakannya juga merupakan hal yang penting untuk mengenali ketrampilan berpikir.

Paired problem-solving (Pemecahan masalah secara berpasangan) merupakan strategi lain yang berguna. Salah satu siswa membicarakan suatu masalah, mendeskripsikan bagaimana proses berpikirnya. Siswa yang lain mendengarkan dan bertanya untuk membantu mengklarifikasi proses berpikirnya. Hampir sama dengan pada reciprocal teaching menurut Palinscar, Ogle, Jones, Carr & Ransom (Blankey & Spence, 2013), kelompok kecil dari siswa akan bergantian menjadi guru, bertanya, dan mengklarifikasi serta merangkum materi selama pembelajaran.

c. Membuat jurnal berpikir (Keeping athinking journal).

Cara lain untuk mengembangkan metakognisi adalah melalui jurnal berpikir. Jurnal berpikir merupakan buku harian dimana siswa merefleksikan pemikiran meraka, membuat catatan dari kesadaran mereka tentang keambiguan dan ketidakkonsistenan, dan memberikan komentar bagaimana mereka mengatasi kesulitan tersebut. Jurnal berpikir tersebut adalah sebuah buku harian tentang proses.

d. Merencanakan dan regulasi diri (Planning and self-regulation).

Siswa harus berasumsi meningkatkan kesadaran untuk merencanakan dan meregulasi proses belajarnya. Akan sulit bagi seorang pembelajar untuk menjadi self directed learning ketika pembelajaran direncanakan dan dimonitor oleh orang lain.


(24)

24

Siswa dapat diajarkan membuat perencanaan untuk aktivitas belajarnya meliputi estimasi waktu yang dibutuhkan, mengorganisasikan materi, dan menjadwal prosedur penting untuk melengkapi aktivitas tersebut. Sumber belajar yang lebih fleksibel dan mengakses materi yang lebih bervariasi akan memungkinkan siswa untuk melakukan hal tersebut. Kriteria untuk evaluasi dikembangkan dengan siswa sehingga siswa belajar untuk berpikir dan bertanya pertanyaan pada mereka sendiri selama proses aktivitas pembelajaran.

e. Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing the thinking process).

Aktivitas penutup memfokuskan pada diskusi siswa dalam proses berpikir untuk mengembangkan kesadaran tentang strategi yang dapat digunakan dalam situasi yang lain. Terdapat tiga langkah metode yang berguna untuk melaksanakan debriefing the thinking process. Pertama, guru membimbing siswa untuk mereview aktivitas, mengumpulkan data tentang proses berpikir dan perasaan dalam pembelajaran. Kemudian, kelompok mengklarifikasi gagasan yang berhubungan, mengidentifikasi strategi berpikir yang digunakan. Terakhir, mereka mengevaluasi keberhasilan mereka, menghilangkan strategi yang tidak penting, mengidentifikasi kebergunaan untuk penggunaan di masa yang akan datang dan mencari penyelesaian alternatif.

f. Evaluasi diri (Self evaluation).

Membimbing pengalaman evaluasi diri dapat diperkenalkan melalui konferensi individual dan daftar yang memfokuskan pada proses berpikir. Secara berangsur-angsur evaluasi diri akan diaplikasikan lebih mandiri. Siswa mengenali


(25)

25

aktivitas belajar pada disiplin berbeda memiliki kesamaan, maka mereka akan memulai mentransfer strategi belajar mereka ke situasi yang baru.

Berdasarkan teori tersebut, maka strategi metakognitif dalam penelitian ini

diartikan sebagai pembelajaran matematika yang memuat kegiatan

mengidentifikasi "apa yang diketahui" dan "apa yang tidak diketahui", berbicara tentang pemikiran, membuat jurnal berpikir, merencanakan dan regulasi diri, melaporkan kembali proses berpikir, dan evaluasi diri.

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang paling sering digunakan oleh guru di sekolah. Dalam penelitian ini model pembelajaran konvensional yang digunakan adalah pembelajaran langsung.

Pengajaran langsung , yang juga dikenal dengan sebutan active teaching

(pengajaran aktif) atau whole-class teaching (pengajaran seluruh-kelas).

Pengajaran langsung mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada murid-muridnya dengan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. (Muijs & Reynolds, 2008:41).

Menurut Martinis Yamin & Bansu I. Ansari (2009:66), pembelajaran langsung (direct instruction) disebut pula dengan metode ekspositori. Metode ekspositori sering disamakan dengan metode ceramah karena sifatnya sama-sama memberi informasi, dan pembelajaran berpusat pada guru. Namun, dalam pelaksanaannya, metode ekspositori berbeda dengan metode ceramah, mengingat pada metode ekspositori dominasi guru banyak dikurangi. Guru tidak terus berbicara, tetapi guru hanya memberi informasi kepada bagian atau saat-saat yang


(26)

26

diperlukan. Misalnya, pada permulaan pelajaran, pada topik yang baru, pada waktu memberikan contoh-contoh soal dan sebagainya, selanjutnya murid diminta menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau meja masing-masing. Adapun fase-fase pada model pembelajaran langsung menurut Martinis Yamin & Bansu I. Ansari (2009:67) adalah:

a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

c. Membimbing pelatihan

d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

e. Memberikan latihan dan penerapan konsep.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2012:239-240) Pembelajaran aktif konvensional dapat berupa 1) Ceramah (Lectures) dan Bertanya (Question), 2) Resitasi (Recitation) 3)Praktik dan Latihan (Practice and Drills).

1) Ceramah (Lectures) dan Bertanya (Question)

Metode ceramah dan bertanya merupakan strategi dimana guru memberi presentasi lisan dan peserta didik dituntut menanggapi atau mencatat penjelasan guru.

2) Resitasi (Recitation)

Resitasi digunakan untuk mendiagnosis kemajuan belajar siswa. Resitasi menggunakan pola: guru bertanya, peserta didik merespon dan guru memberi reaksi.


(27)

27

3) Praktik dan Latihan (Practice and Drills).

Praktik dilakukan setelah materi dipelajari dan sebaiknya dilakukan di luar jam belajar atau setelah guru melakukan demonstrasi. Drill digunakan ketika peserta didik disuruh mengulang informasi pada topik-topik khusus sampai peserta didik dapat menguasai topik yang diajarkan.

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah dengan

pembelajaran langsung, adapun tahapan-tahapan pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Kegiatan pendahuluan pembelajaran

Pada tahap ini guru memberikan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa serta menginformasikan cara pembelajaran. Peran siswa pada tahap ini adalah bertanya jawab dengan guru ketika guru menyampaikan apersepsi.

b. Kegiatan inti pembelajaran

Pada tahap ini guru memberikan stimulus dengan memberikan materi, kemudian mendiskusikan dengan siswa mengenai materi tersebut. Siswa mengkomunikasikan secara lisan mengenai materi. Siswa dan guru bersama-sama membahas contoh dalam buku paket. Siswa mengerjakan beberapa soal dalam buku paket. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami. Terakhir, melalui tanya jawab guru meluruskan kesalahpahaman, memberikan penguatan dan simpulan.


(28)

28

c. Kegiatan penutup pembelajaran

Pada tahap ini guru membimbing siswa membuat rangkuman materi yang telah dipelajari. Kemudian, guru memberikan kuis atau pekerjaan rumah. Serta menginformasikan garis besar isi kegiatan pertemuan selanjutnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menekankan guru sebagai pusat pembelajaran pada permulaan pembelajaran dan selanjutnya diikuti dengan mengecek pemahaman dan umpan balik melalui tanya jawab guru dan siswa, serta latihan yang dilakukan siswa.

5. Prestasi Belajar Matematika

Menurut Gagne dan Elliot (Eva Latipah, 2010:115), prestasi belajar terwujud karena adanya perubahan selama beberapa waktu yang tidak disebabkan oleh pertumbuhan, tetapi karena adanya situasi belajar. Selain disebabkan oleh situasi belajar, ada berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Menurut Moh. Uzer Usman (1993:9), prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor, baik berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor-faktor yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal)

1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh. Yang termasuk faktor ini ialah panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.


(29)

29

2) Faktor Psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri

atas:

a) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki.

b) Faktor nonintelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.

3) Faktor kematangan fisik maupun psikis

b. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) Faktor eksternal meliputi:

1) Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok.

2) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan

kesenian.

3) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.

4) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.

Menurut Reddy & Nagaraju (2007:26), prestasi siswa dapat diukur melalui hasil ujian. Salah satu cara memperoleh hasil ujian adalah melalui tes prestasi. Tes prestasi dapat digunakan untuk mengukur kinerja murid pada mata pelajaran atau topik tertentu pada waktu tertentu (Muijs & Reynolds, 2008:364).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan prestasi belajar matematika adalah hasil yang menunjukkan kinerja siswa dalam mata pelajaran matematika atau topik tertentu dalam matematika yang diukur melalui tes prestasi belajar.


(30)

30 6. Sikap Terhadap Matematika

Sikap merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk merespon secara positif dan negatif suatu objek, seperti yang dikemukakan oleh Aiken & Marnat (2009:67), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang dipelajari untuk merespons secara positif atau negatif objek, situasi, institusi atau orang tertentu. Senada dengan Aiken & Marnat, Muhibbin Syah (2005:135) juga mendefinisikan sikap sebagai gejala internal yang berdimensi aktif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (respons tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sementara itu, sikap dapat didefinisikan sebagai pembawaan yang dapat dipelajari. Menurut Ratna Wilis D. (2011:123), sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya.

Sikap dapat berupa pendapat, dan keyakinan seseorang terhadap suatu objek. Menurut Bimo Walgito (1994:109), "Sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya."

Menurut Bimo Walgito (1994:109), sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:

1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang


(31)

31

yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu

komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

Berdasarkan uraian di atas, sikap adalah kecenderungan yang dapat dipelajari dan mempengaruhi respons terhadap suatu objek, yang meliputi komponen kognitif (persepsi), komponen afektif (emosional), dan komponen konatif (perilaku).

Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, jika sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran, apabila jika diiringi kebencian dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. Selain itu, sikap terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat conserving walaupun mungkin tidak menimbulkan kesulitan belajar, namun prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan (Muhibbin Syah, 2005:135).


(32)

32

Menurut Ballard & Clanchy (Muhibbin Syah, 2005:127-128) pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu :

1) Sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving);

Siswa yang bersikap conserving pada umumnya menggunakan

pendekatan belajar "reproduktif" (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi). Strategi pendekatan reproduktif : mengahafal, meniru, menjelaskan, meringkas.

2) Sikap memperluas (extending).

Siswa yang bersifat extending, biasanya menggunakan pendekatan

belajar "analitis" (berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan

informasi). Strategi pendekatan analitis: berpikir kritis,

mempertanyakan, menimbang, berargumen.

Menurut Ediger & Rao (2007:29), sikap siswa terhadap matematika akan berpengaruh pada proses pembelajaran.

Good attitudes of pupils toward mathematics indicate that this academic discipline is valued or prized. Learned need to trust the self that with continued success in ongoing lessons and units in mathematics, they are becoming increasingly confident. Being a proficient problem solver is at the top of mathematics skills and abilities that need to be achieved.

Sikap siswa terhadap matematika mengindikasikan disiplin akademik tersebut bernilai atau berharga, Siswa perlu untuk percaya diri bahwa akan berhasil pada pembelajaran berikutnya dan unit-unit dalam matematika, kepercayaan diri mereka akan meningkat, menjadi pemecah masalah yang


(33)

33

terampil akan menjadi puncak dari keterampilan dan kemampuan matematika yang perlu dicapai.

Sikap terhadap matematika seperti yang didefinisikan oleh (Ministry of Education Singapore, 2006:9) menunjukkan aspek afektif pada pembelajaran matematika yaitu percaya matematika dan kegunaannya, tertarik dan senang belajar matematika, apresiasi dengan keindahan dan kekuatan matematika, percaya diri dalam menggunakan matematika, tekun dalam penyelesaian masalah. Merujuk dari pendapat tersebut, selanjutnya dapat disimpulkan sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan yang dapat dipelajari dan mempengaruhi respons terhadap pembelajaran matematika termasuk didalamnya matematika, yang meliputi komponen kognitif (persepsi), komponen afektif (emosional), dan komponen konatif (perilaku).

B. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Hasil penelitian ini digunakan untuk pengembangan terhadap penelitian yang dilaksanakan.

Penelitian Emi Sugiartini, dkk. (2013) tentang Pengaruh Model Pembelajaran Metakognitif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V Sd Di Gugus III Kecamatan Tejakula. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan pembelajaran metakognitif berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V di gugus III kecamatan Tejakula.

Selain berpengaruh terhadap pemecahan masalah, pembelajaran matematika dengan bantuan pertanyaan metakognitif berpengaruh terhadap prestasi belajar


(34)

34

matematika siswa. Penelitian Evi Dwi Krisna, dkk pada tahun 2013 tentang pengaruh model pembelajaran berbasis masalah berbantuan pertanyaan metakognitif terhadap prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari motivasi berprestasi. Penelitian tersebut menunjukkan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan pertanyaan metakognitif lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah.

Penelitian relevan lainnya adalah Jurnal Sahin & Kendir (2013) tentang efektivitas penggunaan strategi metakognitif untuk menyelesaikan masalah geometri pada prestasi dan sikap siswa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif dan siswa yang mengikuti pembelajaran tradisional secara signifikan berbeda ditinjau dari prestasi matematika, keterampilan metakognitif dan sikap terhadap matematika.

Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang melibatkan metakognisi dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Pada penelitian ini akan digunakan strategi metakognitif untuk mengetahui pengaruhnya terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian dari kajian pustaka tersebut di atas, maka dapat disusun suatu kerangka berpikir. Prestasi belajar dan sikap siswa terhaap matematika merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika. Namun,


(35)

35

prestasi dan sikap siswa terhadap matematika masih menjadi masalah, contohnya di SMP Negeri 2 Depok ditemukan prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika belum optimal.

Salah satu cara untuk mengoptimalkan prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika adalah strategi metakognitif. Strategi metakognitif meliputi menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya, merencanakan, memilih strategi berpikir, memonitor dan mengevaluasi proses berpikir. Proses tersebut merupakan langkah-langkah untuk mengembangkan metakognisi siswa.

Prestasi belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan siswa memahami konsep dan memanfaatkan kemampuan pemecahan masalah untuk menyelesaikan persoalan matematika. Melalui strategi metakognitif, pembelajaran akan dilakukan dengan langkah-langkah yang dapat membantu siswa melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan dapat terkontrol secara optimal. Sehingga siswa dapat menyadari setiap kegiatan dalam penemuan konsep yang dipelajarinya ataupun memahami betul setiap langkah dalam proses pemecahan masalah yang dilakukan. Oleh karena itu strategi metakognitif dapat mengoptimalkan prestasi belajar matematika siswa.

Salah satu hal utama dalam strategi metakognitif adalah memilih strategi berpikir. Dalam pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif, siswa dapat memilih strategi berpikir untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Sehingga pandangan siswa terhadap matematika tidak hanya sekedar latihan soal yang hampir sama dengan contoh soal yang diberikan, namun siswa sebagai problem solver yang menyelesaikan suatu permasalahan matematika dengan


(36)

ide-36

idenya. Selain memilih strategi berpikir, dalam strategi metakognitif siswa dituntut untuk memonitor pekerjaannya. Memonitor pekerjaan yang dilakukan akan membuat siswa yakin dengan setiap langkah yang dilakukan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi permasalahan matematika yang lain. Sehingga strategi metakognitif dapat mengoptimalkan sikap siswa terhadap matematika.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penggunaan strategi metakognitif berpengaruh terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika.

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif lebih tinggi dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

3. Sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif lebih tinggi dibandingkan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.


(37)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah quasi experiment atau eksperimen semu. Quasi eksperimen mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013:77). Dalam suatu kegiatan pendidikan di sekolah, sering tidak mungkin menggunakan sebagian siswa untuk eksperimen sedangkan sebagian yang lain tidak karena di sekolah siswa sudah dikelompokkan dalam kelas-kelas. Quasi eksperimen digunakan karena pada kenyataannya sulit menentukan kelompok kontrol yang digunakan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, desain yang digunakan adalah nonequivalent control group design. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design dimana terdapat dua kelompok yang diberi pretes untuk mengetahui kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kemudian diberikan postes untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran matematika secara konvensional. Desain eksperimen pretest – posttest with non equivalent group diilustrasikan sebagai berikut.

Tabel 1. Desain Eksperimen pretest – posttest with non equivalent group

O1 X O2


(38)

38

Keterangan:

O1 : Pretes kelompok eksperimen

O3 : Pretes kelompok kontrol

X : Pembelajaran strategi metakognitif

O2 : Postes kelompok eksperimen

O4 : Postes kelompok kontrol

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan di kelas VII SMP 2 Depok, Sleman yang beralamat di Jln. Dahlia Condongcatur, Depok, Sleman dilaksanakan pada semester genap, yaitu bulan Maret sampai Mei 2015 tahun pelajaran 2014/2015.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP 2 Depok yang terdiri dari 4 kelas yaitu kelas VII A, VII B, VII C, dan VII D

2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak dengan mengundi 4 kelas di SMPN 2 Depok yaitu kelas VII A, VII B, VII C dan VII D. Dari hasil undian diperoleh kelas VII B dan kelas VII C. Selanjutnya dilakukan undian lagi, untuk menentukan kelas mana yang menjadi kelompok eksperimen dan kelas mana yang menjadi kelas kontrol. Dari undian di dapat kelas VII B menjadi kelompok kontrol dan kelas VII C menjadi kelompok eksperimen.


(39)

39 D. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah pada variabel penelitian, perlu dikembangkan definisi operasional variabel sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan Strategi Metakognitif

Pembelajaran dengan Strategi Metakognitif dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang memuat langkah-langkah berikut: 1) mengidentifikasi "apa yang diketahui" dan "apa yang tidak diketahui" 2) berbicara tentang pemikiran (Talking about Thinking) 3) membuat jurnal berpikir (Keep a thinking journal) 4) Merencanakan dan regulasi diri (Planning and self-regulation) 5) Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing the thinking process). 6) Evaluasi diri (Self evaluation).

2. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran langsung (direct instruction).

3. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa ditunjukkan dengan nilai pretes dan postes yang didapatkan siswa kelas eksperimen dan kontrol sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan.

4. Sikap Siswa terhadap Matematika

Sikap siswa terhadap matematika dalam penelitian ini adalah skor sikap siswa terhadap matematika yang terdiri dari komponen kognitif, afektif dan


(40)

40

konatif dari siswa kelas eksperimen dan kontrol yang didapatkan melalui angket sikap terhadap matematika.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Terdapat satu variabel bebas dalam penelitian ini yaitu strategi pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini strategi metakognitif.

2. Variabel terikat

Terdapat dua variabel terikat dalam penelitian ini yaitu prestasi belajar matematika dan sikap siswa terhadap matematika.

F. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan untuk menunjang pembelajaran dengan strategi metakognitif di antaranya adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP merupakan pedoman dan langkah-langkah yang digunakan setiap kali pertemuan di kelas. RPP untuk kelas eksperimen menggunakan RPP sesuai dengan strategi metakognitif, sedangkan kelas kontrol disesuaikan dengan pembelajaran konvensional.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan salah satu alat bantu pembelajaran berupa lembaran kertas yang berisi informasi maupun pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS digunakan dalam kelas eksperimen untuk memfasilitasi pembelajaran dengan strategi metakognitif (mengidentifikasi "apa


(41)

41

yang diketahui" dan "apa yang tidak diketahui", berbicara tentang pemikiran, merencanakan, meregulasi diri, dan mengevaluasi diri).

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes, angket, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.

1. Tes Prestasi Belajar Matematika

Tes dalam penelitian ini adalah tes tertulis untuk mengukur prestasi belajar matematika siswa. Bentuk tes yang digunakan terdiri dari soal pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban alternatif dan uraian.

Tes yang dilaksanakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dilaksanakan dalam 2 tahap tes, yaitu pretes dan postes. Pretes adalah tes awal yang diberikan untuk melihat sejauh mana kemampuan peserta didik sebelum mendapatkan perlakuan dan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua kelas sama. Sedangkan postes adalah tes akhir yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mendapatkan perlakuan.

2. Angket Sikap Siswa terhadap Matematika

Kuisioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. (Sugiyono, 2013:142).

Angket digunakan untuk mengetahui data sikap siswa terhadap matematika. Angket yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk daftar pernyataan untuk dinilai oleh responden. Pada angket ini, menggunakan skala likert. Dalam skala likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan


(42)

42

positif atau negatif dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju dan sangat tidak setuju. (Nana Sudjana, 2001:80). Skala likert dalam angket ini berbentuk checklist. Dengan alternatif jawaban SS(Sangat Setuju), ST (Setuju), RG (Ragu-Ragu), TS(Tidak Setuju), dan STS(Sangat Tidak Setuju) dengan masing alternatif jawaban diberi skor 5,4,3,2,1 untuk pernyataan positif dan sebaliknya untuk pernyataan negatif.

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Strategi

Metakognitif.

Lembar observasi berisi pernyata-pernyataan yang menunjukkan kegiatan pembelajaran dengan strategi metakognitif yang memuat langkah-langkah berikut: 1) mengidentifikasi "apa yang diketahui" dan "apa yang tidak diketahui" 2) berbicara tentang pemikiran (Talking about Thinking) 3) membuat jurnal berpikir (Keep a thinking journal) 4) Merencanakan dan regulasi diri (Planning and self-regulation) 5) Melaporkan kembali proses berpikir (Debriefing the thinking process). 6) Evaluasi diri (Self evaluation). Lembar observasi berbentuk checklist yaitu "Ya" jika pernyataan pada lembar observasi terlaksana dan "Tidak" jika pernyataan pada lembar observasi tidak terlaksana. ya nilai 1, tidak 0.

H. Validitas Instrumen

Validitas suatu instrumen penelitian adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. (Sukardi, 2011:122).

Dalam penelitian ini untuk memperoleh bukti validitas instrumen menggunakan validitas isi (Content Validity). Validitas isi ialah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur. ( Sukardi, 2011:123)


(43)

43

Pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi

instrumen, atau matriks pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi tersebut terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dalam indikator.(Sugiyono, 2013:129). Kemudian instrumen dikoreksi oleh para ahli, melihat kesesuaian item dengan kisi-kisi instrumen. Setelah instrumen dikoreksi oleh para ahli, instrumen tersebut direvisi berdasarkan masukan dari ahli.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan mitra peneliti secara langsung di dalam kelas selama proses pembelajaran di kelas. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh keterlaksanaan strategi metakognitif dalam pembelajaran matematika di kelas.

2. Tes

Teknik pengumpulan data menggunakan tes bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan prestasi belajar matematika siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan strategi metakognitif.

Adapun jenis tes yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah pretes dan postes. Pretes adalah tes yang dilakukan sebelum materi pembelajaran diberikan untuk mengetahui sejauh manakah penguasaan siswa terhadap materi yang akan diberikan. Sedangkan postes adalah tes yang diberikan di akhir


(44)

44

pembelajaran untuk mengetahui apakah semua materi yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan baik oleh siswa atau belum.

3. Angket

Angket digunakan untuk mendapatkan data sikap siswa terhadap matematika dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pemberian angket dilakukan dua kali. Angket awal untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika sebelum diberikan perlakuan, dan angket akhir untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika setelah diberikan perlakuan.

J. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

a. Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Data hasil observasi merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi tentang keterlaksanaan pembelajaran matematika di kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan lembar observasi. Data hasil observasi akan dianalisis dengan ketentuan skor 1 untuk pilihan jawaban "ya" dan skor 0 untuk pilihan jawaban "tidak". Cara menghitung persentase skornya adalah sebagai berikut.

P = jumlah skor pencapaian per indikator

jumlah skor maksimal per indikator × 100%

b. Prestasi Belajar dan Sikap Siswa terhadap Matematika

Statistik deskriptif menurut Wiersma & Jurs (2009: 382), "Suppose values or scores on some variable have been colected; one of the first task is to describe these scores. … . Certain information is generated that describes these score as a group. This information and the process by which obtained are called descriptive statistics." Setelah data dari beberapa variabel dikumpulkan, satu dari tugas


(45)

45

pertama yang dilakukan adalah mendeskripsikan skor dalam suatu kelompok. Informasi dan proses yang dilakukan disebut statistik deskriptif.

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh melalui pretes dan postes prestasi belajar matematika serta sikap siswa terhadap matematika awal dan sikap siswa terhadap matematika akhir baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Hasil dari statistik deskriptif tersebut diinterpretasikan melalui mean, standar deviasi, varian, skor minimum, dan skor maksimum. Perhitungan dengan statistik deskriptif ini menggunakan microsoft excel.

Data dari tes prestasi yang menunjukkan prestasi siswa dikonversi menjadi skor dengan interval 0-100. Sedangkan data dari angket yang menunjukkan sikap siswa terhadap matematika dikonversi menjadi skor dengan interval 30-150. Selanjutnya data yang diperoleh dari data angket dan tes prestasi digunakan untuk mengklasifikasikan sikap siswa terhadap matematika dan prestasi matematika siswa. Pengklasifikasian skor angket dan skor prestasi belajar matematika menggunakan klasifikasi S. Eka Putra Widoyoko (2009:238).

Penyekoran angket sikap siswa terhadap matematika dengan interval skor 30-150, maka untuk menentukan klasifikasi menggunakan klasifikasi berikut.

Rata-rata ideal ( )=( ) = ( ) = 90


(46)

46 Tabel 2. Klasifikasi Sikap Siswa terhadap Matematika

Rumus Interval Klasifikasi

> + 1,8 × > 126 Sangat baik + 0,6 × < ≤ + 1,8 × 102 < ≤126 Baik −0,6 × < ≤ + 0,6 × 78 < ≤102 Cukup −1,8 × < ≤ −0,6 × 54 < ≤78 Kurang

< −1,8 × < 54 Sangat Kurang

Penyekoran prestasi matematika dengan interval skor 0-100, maka untuk menentukan klasifikasi menggunakan klasifikasi berikut.

Rata-rata ideal ( )=( ) = ( ) = 50

Satuan lebar wilayah( ) = ( ) = ( ) = 16,67

Tabel 3. Klasifikasi Prestasi Belajar Siswa

Rumus Interval Klasifikasi

> + 1,8 × > 80,006 Sangat baik + 0,6 × < ≤ + 1,8 × 60,002 < ≤80,006 Baik −0,6 × < ≤ + 0,6 × 39,998 < ≤60,002 Cukup −1,8 × < ≤ −0,6 × 19,994 < ≤39,998 Kurang

< −1,8 × < 19,994 Sangat Kurang

2. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data penelitian. Uji normalitas dilakukan terhadap skor 2 variabel pengukuran yaitu prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika.


(47)

47

Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji normalitas data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : data yang akan diuji berasal dari populasi yang berdistribusi

normal.

H1 : data yang akan diuji berasal dari populasi yang tidak berdistribusi

normal.

Pada penelitian ini, pengujian normalitas multivariat menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, dengan kriteria jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Uji normalitas digunakan pada data kondisi awal maupun akhir.

Uji normalitas menggunakan software SPSS 16.0 for windows.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas terhadap prestasi dan sikap

siswa terhadap matematika secara sendiri-sendiri menggunakan Levene test

sedangkan uji homogenitas terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika secara bersama-sama menggunakan Box's M.

Uji homogenitas terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika sebelum dan sesudah perlakuan secara sendiri-sendiri menggunakan Levene Test. Perumusan hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

H0 : variansi populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan strategi metakognitif sama dengan variansi populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

H1 : variansi populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan strategi metakognitif tidak sama dengan variansi populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

Taraf signifikansi yang digunakan = 0,05, maka kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05.


(48)

48

Sebelum dilakukan pengujian menggunakan MANOVA, terlebih dahulu diuji homogenitas dari data prestasi belajar matematika dan sikap siswa terhadap matematika secara bersama-sama (homogenitas multivariat) menggunakan Box's M, apakah matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif sama dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Uji homogenitas multivariat dilakukan terhadap data prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika sesudah perlakuan. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.

H0 : matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif sama dengan matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

H1 : matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif tidak sama dengan matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

Pengujian dilakukan dengan bantuan softwareSPSS 16.0. Taraf signifikansi yang digunakan adalah = 0,05, dengan kriteria keputusan yang digunakan H0

ditolak jika taraf signifikansi kurang dari 0,05. Jika matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif sama dengan matriks varian/covarian populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, maka pengujian menggunakan MANOVA dapat dilakukan.

c. Uji Perbedaan Kemampuan Awal

Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap prestasi belajar matematika awal serta sikap siswa terhadap matematika awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah


(49)

49

terdapat perbedaan prestasi belajar matematika awal dan sikap siswa terhadap matematika awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Pengujian terhadap prestasi belajar matematika awal dilakukan dengan menggunakan uji independent-sample t-test dengan bantuan software SPSS versi

16.0dengan menggunakan taraf signifikansi = 0,05. Perumusan hipotesis yang

digunakan adalah sebagai berikut.

H0: = (prestasi belajar matematika awal siswa yang mengikuti

strategi metakognitif sama dengan prestasi belajar matematika awal siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

H1: ≠ (prestasi belajar matematika awal siswa yang mengikuti

strategi metakognitif tidak sama dengan prestasi belajar matematika awal siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

Pengujian skor awal sikap siswa terhadap matematika, menggunakan rumusan hipotesis sebagai berikut.

H0: = (sikap siswa terhadap matematika awal yang mengikuti

strategi metakognitif sama dengan sikap siswa terhadap matematika awal yang mengikuti pembelajaran konvensional)

H1: ≠ (sikap siswa terhadap matematika awal yang mengikuti

strategi metakognitif tidak sama dengan sikap siswa terhadap matematika awal yang mengikuti pembelajaran konvensional) Taraf signifikansi yang digunakan = 0,05, maka kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05.

3. Pengujian Hipotesis

a. Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah pertama

Rumusan masalah pertama adalah apakah terdapat pengaruh strategi metakognitif terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh strategi


(50)

50

metakognitif terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika. Strategi metakognitif dikatakan berpengaruh terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika jika terdapat perbedaan antara prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika pada pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan pembelajaran konvensional. Uji hipotesis dilakukan terhadap data prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika sesudah perlakuan. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.

H0 : rata-rata populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan strategi metakognitif sama dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

H1 : rata-rata populasi yang dihasilkan dari siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan strategi metakognitif tidak sama dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

Secara statistik, hipotesis di atas dapat dinyatakan sebagai berikut.

H0: =

H1:

Dimana menyatakan rata-rata dari prestasi belajar siswa yang

mengikuti strategi metakognitif dan menyatakan rata-rata dari sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif. Sedangkan, menyatakan rata-rata dari prestasi belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional dan menyatakan rata-rata dari sikap siswa

terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Pengujian analisis multivariat MANOVA dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0. Taraf signifikansi yang digunakan adalah = 0,05. Adapun


(51)

51

kriteria keputusan yang digunakan adalah H0 diterima apabila nilai signifikansi

yang diperoleh lebih dari 0,05 dan H0 ditolak apabila nilai signifikansi yang

diperoleh kurang dari 0,05.

Apabila hasil dari pengujian rumusan masalah pertama menunjukkan terdapat pengaruh strategi metakognitif terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika, maka pengujian dilanjutkan untuk rumusan masalah kedua. Akan tetapi jika tidak terdapat perbedaan, analisis data cukup sampai tahap ini.

b. Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 2(a)

Rumusan masalah 2(a) adalah apakah prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif lebih tinggi dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perumusan hipotesisnya sebagai berikut.

H0 : Prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif

kurang dari atau sama dengan dengan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

H1 : Prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif

lebih besar dari prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Secara statistik dapat ditulis sebagai.

H =

μ ≤ μ

H =

μ

>

μ

Dengan μ menunjukkan rerata prestasi belajar matematika siswa yang

mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan μ

menunjukkan rerata prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika konvensional. Perhitungan untuk menguji dapat


(52)

52

menggunakan independent sample t-test dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Adapun kriteria keputusannya, jika nilai sig (1-ekor) kurang dari 0,05 maka H ditolak.

c. Pengujian hipotesis untuk Rumusan Masalah 2(b)

Rumusan masalah 2(b) adalah apakah sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif lebih tinggi dibandingkan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perumusan hipotesisnya sebagai berikut.

H0 : Sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif

kurang dari atau sama dengan dengan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.

H1 : Sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif

lebih besar dari sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Secara statistik dapat ditulis sebagai.

H =

μ ≤ μ

H =

μ

>

μ

Dengan μ menunjukkan rerata sikap siswa terhadap matematika yang

mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan μ

menunjukkan rerata sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran matematika konvensional. Perhitungan untuk menguji dapat menggunakan independent sample t-test dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Adapun kriteria keputusannya, jika nilai sig (1-ekor) kurang dari 0,05 maka H ditolak.


(53)

53 K. Jadwal Penelitian

Tabel 4. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Waktu

1 Persiapan Januari – Februari 2015

2 Pelaksanaan Penelitian Maret – April 2015

3 Analisis Data dan Pembahasan April – Mei 2015


(1)

51 kriteria keputusan yang digunakan adalah H0 diterima apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih dari 0,05 dan H0 ditolak apabila nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05.

Apabila hasil dari pengujian rumusan masalah pertama menunjukkan terdapat pengaruh strategi metakognitif terhadap prestasi belajar dan sikap siswa terhadap matematika, maka pengujian dilanjutkan untuk rumusan masalah kedua. Akan tetapi jika tidak terdapat perbedaan, analisis data cukup sampai tahap ini.

b. Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 2(a)

Rumusan masalah 2(a) adalah apakah prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif lebih tinggi dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perumusan hipotesisnya sebagai berikut.

H0 : Prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif kurang dari atau sama dengan dengan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

H1 : Prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti strategi metakognitif lebih besar dari prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Secara statistik dapat ditulis sebagai. H =

μ ≤ μ

H =

μ

>

μ

Dengan μ menunjukkan rerata prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan μ menunjukkan rerata prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika konvensional. Perhitungan untuk menguji dapat


(2)

52 menggunakan independent sample t-test dengan bantuan software SPSS 16.0 for

windows. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Adapun kriteria

keputusannya, jika nilai sig (1-ekor) kurang dari 0,05 maka H ditolak.

c. Pengujian hipotesis untuk Rumusan Masalah 2(b)

Rumusan masalah 2(b) adalah apakah sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif lebih tinggi dibandingkan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perumusan hipotesisnya sebagai berikut.

H0 : Sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif kurang dari atau sama dengan dengan sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.

H1 : Sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti strategi metakognitif lebih besar dari sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Secara statistik dapat ditulis sebagai. H =

μ ≤ μ

H =

μ

>

μ

Dengan μ menunjukkan rerata sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan μ menunjukkan rerata sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran matematika konvensional. Perhitungan untuk menguji dapat menggunakan independent sample t-test dengan bantuan software SPSS 16.0 for

windows. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Adapun kriteria


(3)

53

K. Jadwal Penelitian

Tabel 4. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Waktu

1 Persiapan Januari – Februari 2015

2 Pelaksanaan Penelitian Maret – April 2015 3 Analisis Data dan Pembahasan April – Mei 2015


(4)

87

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L.R., & Marnat, G.G. (2009). Pengetesan dan Pemeriksaan. Jakarta: PT Indeks.

Blakey E., & Spence, S. (1990). Developing Metacognition. ERIC Digest. [Online] Tersedia: http://www.ericdigest.org/pre-9218/developing.htm. [10 April 2014]

Bimo Walgito. (1994). Psikologi Sosial. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Ediger, M., & Rao, D.B. (2007). Teaching Mathematics successfully. New Delhi: Discovery Publishing House.

Emi Sugiartini, dkk. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Metakognitif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V Sd Di Gugus Iii Kecamatan Tejakula. e-Jurnal Undiksha (Volume 1 Tahun 2013).

Endang Mulyatiningsih. (2012). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Eva Latipah. (2010). Strategi Self Regulated Learning dan Prestasi Belajar: Kajian Meta Analisis. Jurnal Psikologi Volume 37 No. 1 Juni. Hlm 110-129. Evi Dwi Krisna, dkk. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Berbantuan Pertanyaan Metakognitif terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa ditinjau dari Motivasi Berprestasi. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Ganesha Program Studi Matematika (Volume 2 Tahun 2013). Kramarski, B., & Mirachi, N. (2004). Enhancing Mathematical Literacy with The

Use of Metacognitive Guidance in Forum Discussion. Prosiding the 28th of the International Group of Psychology of Mathematics Education. Ramat-Gan: Bar-Ilan University.

Kumar, V.S.J., & Rao, D.B. (2006). Techniques of Teaching mathematics. New Delhi: Sonali Publication.

Martinis Yamin & Bansu I. Ansari. (2009). Teknik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.

Ministry of Education Singapore. (2006). Mathematics Syllabus Primary.

Moh. Uzer Usman & Lilis Setiawati. (1993). Upaya Optimalisasai Kegiatan Belajar Mengajar. Yogyakarta : PT Remaja Rosdakarya.


(5)

88 Muhibbin Syah. (2005). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muijs, D., & Reynolds, D. (2008). Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Penerjemah: Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A. & Dra. Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mustafa, M. (2004). Teaching of Mathematics New Trends and Innovations. New Delhi: Deep & Deep Publications PVT. LTD.

Nana Sudjana. (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ratna Wilis D. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Reddy, N.S., & Nagaraju, M.T.V. (2007). Problem of teaching secondary school mathematics. New Delhi: Discovery Publishing House.

S. Eka Putra Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis untuk Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sahin, S.M., & Kendir, F. (2013). The effect of using metacognitive strategies for

solving geometry problems on students' achievement and attitude. academicJournals Vol.8(19). Hlm 1777-1792.

Soedjadi. (2007). Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: PUSAT SAINS DAN MATEMATIKA SEKOLAH UNESA Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

ALFABETA.

Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin: PT Rineka Cipta.

Du Toit, S., & Kotze, G. (2009). Metacognitive Strategies in Teaching and Learning of Mathematics. Phythagoras. Hlm 57-67.


(6)

89 Wiersma, W., & Jurs, S.G. (2009). Research Methods in Education an

Introduction. US : Pearson Education, Inc.

Yee, L.P., & Hoe, L.N. (ed). (2009). Teaching Primary School Mathematics A Resource Book Second Edition. Singapore: McGraw-Hill Education. Zainal Arifin Ahmad. (2012). Perencanaan Pembelajaran Desain sampai