Index of /ProdukHukum/kehutanan

(1)

downloaded

from

www.aphi-net.com

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.6/Menhut-II/2007

TENTANG

RENCANA KERJA DAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM DAN RESTORASI EKOSISTEM

DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI

MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 71 dan 73 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 menyebutkan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam, Hutan Tanaman, dan Hutan Tanaman Rakyat pada Hutan Produksi wajib membuat Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) jangka panjang untuk seluruh areal kerja, dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk mendapat persetujuan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk;

b. bahwa Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud huruf a merupakan dasar pelaksanaan kegiatan IUPHHK; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu

menetapkan Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dengan Peraturan Menteri Kehutanan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Nomor 19 Tahun 2004;

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;


(2)

downloaded

from

www.aphi-net.com

6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan

Hutan;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;

10. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 171/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 jo.

Nomor 62 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia; 12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 jis. Nomor 15 Tahun

2005 dan Nomor 63 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia;

13. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi;

14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 jis. Nomor P.17/Menhut-II/2005, Nomor P.35/Menhut-ll/2005 dan P.46/Menhut-II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG RENCANA KERJA DAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM DAN RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :

1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.


(3)

downloaded

from

www.aphi-net.com

2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (tanah, iklim, dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

3. RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja dan berlaku selama 10 (sepuluh) tahun, antara lain memuat aspek kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi yang disusun berdasarkan inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala 10 (sepuluh) Tahunan.

4. Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dari RKUPHHK. 5. Bagan Kerja (BK) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan

Produksi adalah rencana kerja yang berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan dan diberikan kepada pemegang izin yang belum memiliki RKUPHHK I (pertama).

6. Laporan Hasil Cruising (LHC) Petak Kerja Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) pada petak kerja yang bersangkutan yang memuat nomor pohon, jenis, diameter, tinggi pohon bebas cabang, dan taksiran volume kayu.

7. LHC Blok Kerja Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari LHC setiap petak kerja dalam blok kerja tebangan tahunan yang memuat kelompok jenis, kelas diameter, jumlah pohon dan taksiran volume kayu.

8. Rekapitulasi LHC Kerja Blok Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari LHC setiap petak kerja tebangan dalam blok kerja tebangan tahunan yang memuat kelompok jenis, kelas diameter, jumlah pohon dan taksiran volume kayu. 9. Jatah Produksi Tebangan (JPT) adalah Annual Allowable Cut (AAC) Volume Tebangan

dikalikan dengan faktor eksploitasi (fe) dan faktor pengaman (fa).

10. Rencana Produksi Tahunan Nasional adalah Target Produksi Kayu Bulat hutan alam produksi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

11. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.

12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dart tanggung jawab di bidang Bina Produksi Kehutanan.


(4)

downloaded

from

www.aphi-net.com

13. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Provinsi.

14. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Kabupaten/ Kota.

15. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan.

16. P2LHP (Pejabat Pengesah Laporan Hasil Produksi) adalah Pegawai Kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenanq untuk melakukan pengesahan laporan hasil produksi kayu bulat dan atau kayu bulat kecil,

17. P2SKSKB (Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat) adalah Pegawai Kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan penerbitan SKSKB.

BAB II TUJUAN

Pasal 2

Tujuan penyusunan Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah untuk menentukan kelestarian hutan berdasarkan kelestarian hasil, kelestarian usaha, keseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat setempat.

BAB III

RKUPHHK DALAM HUTAN ALAM DAN RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM

Pasal 3

(1) Usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam, pada Hutan Produksi wajib disusun oleh pemegang izin.

(2) Usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi, diajukan kepada Direktur Jenderal selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Keputusan IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan, Produksi diterbitkan, dan diterima pemegang izin dengan tembusan kepada :

a. Kepala Dinas Provinsi;


(5)

downloaded

from

www.aphi-net.com

Pasal 4

(1) Usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam atau Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) disusun berdasarkan :

a. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK dalam Hutan Alam;

b. Peta Penunjukkan Kawasan, Hutan dan Perairan Provinsi atau Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Peta TGHK bagi provinsi yang belum ada Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi;

c. Peta Hasil Penafsiran Potret Udara (skala 1 : 20.000) atau Citra Satelit (skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 (dua) tahun terakhir yang telah diperiksa oleh Badan Planologi Kehutanan;

d. Potensi tegakan berdasarkan inventarisasi hutan dengan intensitas 1% (satu persen) pada seluruh areal kerja IUPHHK atau sistem jalur dengan sistem sampling jalur plot sistematis, sistem jalur dengan menggunakan plot gabungan (combinned sample plot);

e. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berdomisili dalam hutan areal kerja IUPHHK dalam Hutan Alam.

(2) Usulan RKUPHHK Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi, inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan intensitas 0,1% (nol koma satu persen) pada seluruh areal kerja IUPHHK.

Pasal 5

Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana pada lampiran 1 dan 2 Peraturan Menteri ini.

Pasal 6

(1) Direktur Jenderal menilai dan mengesahkan usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan salinannya disampaikan kepada :

a. Kepala Dinas Provinsi;

b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan c. Kepala UPT.

(2) Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.


(6)

downloaded

from

www.aphi-net.com

Pasal 7

(1) RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh pemegang izin dan hasil evaluasi diajukan kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana ayat (1) diperlukan untuk merevisi RKUPHHK, usulan revisi diajukan kepada Direktur Jenderal untuk dinilai dan disahkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1).

Pasal 8

(1) Dalam RKUPHHK, pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi diwajibkan menetapkan sekurang-kurangnya 1000 (seribu) hektar areal secara proporsional sebagai areal konservasi in-situ jenis asli setempat.

(2) Konservasi in-situ setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah antara lain jenis-jenis pohon bulian, ramin, ebony, dan merbau.

(3) Kepala Dinas Kabupaten melakukan monitoring dan Evaluasi atas konservasi in-situ

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan setiap tahun dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

BAB IV

RKT DALAM HUTAN ALAM, RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI

Bagian pertama

Usulan Rencana Kerja Tahunan

Pasal 9

(1) Setiap pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan pemegang IUPHHK Restorasi Ekosistem wajib menyusun Buku Usulan RKT.

(2) Buku Usulan RKT dalam Hutan Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun RKT berjalan; dan atau selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak RKUPHHK dalam Hutan Alam disahkan.

(3) Usulan RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diajukan kepada Kepala Dinas Provinsi, dengan tembusan kepada:

a. Direktur Jenderal;


(7)

downloaded

from

www.aphi-net.com

Pasal 10

Usulan RKT dalam Hutan Alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 9, disusun berdasarkan: a. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi; b. RKUPHHK yang telah disahkan;

c. Rekapitulasi Laporan Hasil Cruising (LHC) pada Blok Rencana Kerja Tebangan yang telah dibuat oleh perusahaan yang ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kehutanan (cruiser) dan diketahui pimpinan perusahaan;

d. Peta hasil penafsiran potret udara (skala 1: 20.000) atau citra satelit (skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 tahun terakhir.

Pasal 11

Usulan RKT Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, disusun berdasarkan :

a. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK pada Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi;

b. RKUPHHK yang telah disahkan;

c. Peta hasil penafsiran potret udara (skala 1: 20.000) atau citra satelit (skala.1 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 tahun terakhir;

d. Risalah hutan dengan intensitas 10% (sepuluh persen) pada blok RKT tahun yang akan datang.

Pasal 12

Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang disusun oleh pemegang izin sebagaimana Lampiran 3 dan 4 Peraturan ini.

Pasal 13

(1) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) telah mendapat sertifikat pengelolaan hutan lestari secara Mandatory atau Voluntary, pemegang izin dapat mengesahkan RKT sendiri (self approval) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 pada Pasal 73 ayat (2), Pasal 73 ayat (5) huruf d, Pasal 75 ayat (2), dan Pasal 75 ayat (3) huruf c.


(8)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan penilaian atas kewenangan pengesahan self approval sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dilakukan penilaian kinerja oleh Lembaga Penilai lndependen sesuai dengan peraturan perundangan.

(3) Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kepada Direktur Jenderal.

Bagian Kedua

Rencana Produksi Dari IUPHHK Dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi

Pasal 14

(1) Setiap IUPHK dalam Hutan Alam wajib melaporkan rekapitulasi hasil timber cruising

yang dilaksanakan pada Et -2 kepada Direktur Jenderal sebagai salah satu bahan pertimbangan penetapan Rencana Produksi Nasional.

(2) Rencana Produksi Nasional kayu bulat ditetapkan oleh Menteri selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sebelum tahun RKT berjalan.

(3) Alokasi rencana produksi kayu bulat pada hutan alam untuk setiap Provinsi ditetapkan oleh Direktur Jenderal selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun RKT berjalan dengan menggunakan pertimbangan Rekapitulasi LHC dan kebijakan teknis di setiap provinsi.

(4) Kepala Dinas Provinsi selanjutnya menetapkan pembagian rencana produksi kayu bulat kepada pemegang IUPHHK yang berhak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tembusan dinas Kabupaten/Kota.

(5) Bagi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi telah mendapat Sertifikat Pengelolaan Hutan Alam Lestari (SPHAPL) skema mandatory atau skema voluntary, diberikan Target Tebangan Tahunan sesuai dengan kemampuan rill IUPHHK yang bersangkutan dan tidak termasuk Rencana Produksi yang dialokasikan untuk Provinsi yang bersangkutan.

(6) Berdasarkan Rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 huruf c dan pembagian rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Dinas Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya akhir bulan November sebelum tahun RKT-UPHHK berjalan.

Pasal 15

(1) Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam, wajib melaksanakan Timber Cruising dengan Intensitas, Cruising 100 % (seratus persen) pada blok/petak rencana tebangan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum tahun RKT berjalan.

(2) Hasil Timber Cruising sebagaimana dimaksud ayat (1) dibuatkan rekapitulasi LHC dan disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Provinsi, UPT dan Direktur Jenderal sebagai bahan penetapan rencana produksi HPH/IUPHHK yang bersangkutan.


(9)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(3) Berdasarkan laporan rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Dinas Provinsi dan UPT menyampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat tanggal 31 Desember 1 (satu) tahun sebelum RKT berjalan sebagai bahan penetapan Rencana Produksi Nasional.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Sarana Produksi pada RKT

Pasal 16

(1) Untuk Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota melaksanakan pemeriksaan lapangan dengan obyek meliputi rencana blok/petak tebangan, timber cruising, Petak Ukur Permanen (PUP), realisasi RKT berjalan dan sarana produksi yang berupa peralatan, TPn, Trase Jalan, dan TPK/logpond yang hasilnya dibuat Berita Acara Pemeriksaan sebagai bahan pertimbangan teknis penilaian dan pengesahan Usulan RKT.

(2) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersamaan dan tidak dilakukan terpisah-pisah.

Bagian Keempat

Pertimbangan Teknis, Penilaian dan Pengesahan

Pasal 17

(1) Pertimbangan teknis RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem disampaikan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 30 November sebelum tahun RKT kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala UPT dilengkapi : a. Berita Acara Hasil Pemeriksaan lapangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 16

ayat (1);

b. Realisasi kegiatan RKT tahun berjalan; c. Realisasi kegiatan pembinaan hutan; d. Realisasi kegiatan pembinaan masyarakat; e. Pemenuhan kewajiban pungutan PSDH dan DR;

f. Rencana Produksi yang didasarkan pada Laporan Hasil Cruising (LHC); g. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB;

h. Peralatan yang digunakan.

(2) Pertimbangan teknis RKT Restorasi Ekosistem disampaikan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana pada ayat (1) dan tidak perlu dilengkapi dengan huruf e, f, g, h.

(3) Berdasarkan usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB tersebut ayat (1) huruf g, Kepala UPT selambat-lambatnya 10 hari kerja menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi.


(10)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(4) Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan RKT Restorasi Ekosistem selambatnya-lambatnya tanggal 31 Desember, dan salinannya disampaikan kepada :

a. Direktur Jenderal;

b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala UPT.

(5) Apabila pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan, penilaian dan pengesahan Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan RKT Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dengan memedoman Rencana Produksi Tahunan untuk RKT dalam Hutan Alam yang telah ditetapkan serta Rekapitulasi LHC yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan.

(6) Perusahaan yang terlambat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Usulan RKT dalam Hutan Alam dapat disahkan dengan ketentuan :

a. Apabila pengesahan pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Maret tahun berjalan diberikan target tebangan 90% (sembilan puluh persen);

b. Apabila pengesahan pada periodik 1 April sampai dengan 30 Juni tahun berjalan diberikan target tebangan 60% (enam puluh persen);

c. Apabila pengesahan pada periode 1 Juli sampai dengan 30 September tahun berjalan diberikan target tebangan 30% (tiga puluh persen);

d. Apabila pengesahan pada periode 1 oktober sampai dengan 31 Desember tahun berjalan diberikan target tebangan 0% (nol persen).

(7) Hal-hal yang sudah tercantum pada buku RKT yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperlukan lagi pengesahan atau penetapan.

Pasal 18

(1) Dalam hal pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi belum memperoleh pengesahan RKUPHHK, maka RKT tidak dapat disahkan.

(2) RKT Restorasi Ekosistem yang telah disahkan, salah satu tembusannya disampaikan kepada Kepala UPT Direktorat. Jenderal Bina Produksi Kehutanan.

Bagian kelima Masa Berlaku RKT


(11)

downloaded

from

www.aphi-net.com

Pasal 19

RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Bagian keenam

Penetapan Target Tebangan pada RKT dalam Hutan Alam

Pasal 20

(1) Target tebangan RKT ditetapkan berdasarkan pertimbangan Rencana Produksi Provinsi, Annual Allowable Cut (AAC) dengan memperhitungkan faktor keamanan dan faktor eksploitasi serta Rekapitulasi LHC.

(2) Sisa blok tebangan RKT 1 (satu) tahun sebelumnya yang tidak dapat diselesaikan dapat dialihkan/dilaksanakan penebangan (carry over) ketahun RKT berikutnya dengan persetujuan Direktur Jenderal c.q. Direktur yang membidangi pembinaan hutan alam produksi.

BAB V

PERUBAHAN/REVISI RKUPHHK DAN RKT DALAM HUTAN ALAN, RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI

Pasal 21

(1) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap RKUPHHK Dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, pemegang IUPHHK dapat mengajukan perubahan/revisi RKUPHHK.

(2) Perubahan/revisi terhadap RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan apabila :

a. Ada penambahan atau pengurangan areal kerja;

b. Ada perubahan siklus tebang dalam hutan alam atau perubahan daur dan jenis tanaman dengan rekomendasi dari tim pakar yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

c. Ada perubahan terhadap kondisi fisik sumber daya hutan yang disebabkan oleh faktor manusia maupun faktor alam;

d. Ada perubahan kebijakan dari Departemen Kehutanan.

(3) Perubahan/revisi RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). dinilai dan disahkan oleh Direktur Jenderal dan dapat didelegasikan kepada Pejabat Eselon II Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.

(4) RKT dalam Hutan Alam yang telah disahkan dapat diubah/direvisi dengan persetujuan Direktur Jenderal dengan memperhatikan rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (2).

(5) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan terhadap perubahan volume kayu, jenis kayu atau kelompok jenis kayu dan perubahan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.


(12)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(6) Revisi RKT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh pemegang IUPHHK kepada Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya 30 September tahun berjalan.

BAB VI

PENGENDALIAN DAN PELAPORAN

Pasal 22

(1) Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan RKUPHHK, RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi.

(2) Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realisasi RKT dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT. (3) Pemegang izin Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan

Produksi wajib membuat dan menyampaikan laporan pelasanaan RKT secara periodik setiap triwulan dan tahunan kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur yang menangani pembinaan hutan alam atau pembinaan hutan tanaman, dan Dinas Kehutanan Provinsi serta Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota,

BAB VII SANKSI

Pasal 23

Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang tidak menyusun dan menyerahkan RKUPHHK dan RKT atau revisinya sebagaimana diatur dalam Peraturan ini, dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII KETENTUAN LAIN

Pasal 24

(1) Bagi Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang baru memperoleh izin, sebelum RKUPHHK dinilai dan disahkan, dapat menyusun dan mengajukan usulan BKUPHHK.

(2) Usulan BKUPHHK sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada :

a. Direktur Jenderal;


(13)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(3) BKUPHHK hanya dapat diberikan satu kali dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan sejak BKUPHHK disahkan.

Pasal 25

Usulan BKUPHHK Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, disusun berdasarkan :

a. Peta Areal Kerja sesuai Keputusan IUPHHK;

b. Laporan Hasil Cruising (LHC) BKUPHHK untuk Hutan Alam atau inventarisasi hutan untuk BKUPHHK Restorasi Ekosistem

Pasal 26

Pedoman penyusunan, penilaian dan pengesahan usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dalam lampiran 5 dan 6 Peraturan Menteri ini.

Pasal 27

(1) Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Usulan BKUPHHK Hutan Alam menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi dilengkapi :

a. Berita acara pemeriksaan lapangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 16;

b. Realisasi kegiatan pembinaan hutan untuk IUPHHK pembaharuan atau perpanjangan;

c. Realisasi kegiatan pembinaan masyarakat untuk IUPHHK pembaharuan atau perpanjangan;

e. Rencana Produksi yang didasarkan pada Laporan Hasil Cruising (LHC), f. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB;

g. Peralatan yang akan digunakan.

(2) Pertimbangan teknis untuk BKUPHHK Restorasi Ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan kelengkapan huruf d, e dan f.

(3) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memedomani Annual Allowable Cut (AAC) dengan memperhitungkan faktor keamanan dan faktor eksploltasi serta Rekapitulasi LHC.

Pasal 28

(1) Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi selambatnya-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan teknis, dan salinannya disampaikan kepada :


(14)

downloaded

from

www.aphi-net.com

a. Direktur Jenderal;

b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala UPT.

(2) Apabila pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam, dan Restorasi Ekosistem yang mana untuk BKUPHHK Hutan Alam dengan memedomani rencana produksi IUPHHK yang dialokasikan oleh Dinas Provinsi dan Rekapitulasi LHC.

(3) BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi yang telah disahkan tidak dapat diubah/direvisi.

Pasal 29

(1) Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi.

(2) Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realisasi BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

(1) Dalam hal RKT dalam Hutan Alam, Restorasi ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Tahun 2007 telah disahkan sebelum ditetapkannya Peraturan ini tetap berlaku; (2) Dalam hal RKUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang telah disahkan

sebelum peraturan Menteri ini atau masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, RKT 2007 dapat diproses penilaian dan pengesahan.

(3) Terhadap RKUPHHK yang telah mendapat pengesahan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib disesuaikan berdasarkan Peraturan ini.

(4) Terhadap IUPHHK yang telah memiliki RKUPHHK yang sah dan waktu berakhirnya izin kurang dari 5 (lima) tahun tidak wajib dilakukan revisi.

(5) Terhadap Usulan RKLUPHHK yang masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Dinas Kehutanan Provinsi maupun Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan tidak diproses lebih lanjut.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

(1) RKUPHHK yang telah disahkan sebelum diterbitkannya Peraturan ini, wajib menyusun RKUPHHK sebagaimana ketentuan ini.


(15)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(2) Penyusunan, penilaian dan pengesahan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi 10 (sepuluh) tahunan diberi waktu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diberlakukan.

Pasal 32

(1) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16/Kpts-II/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun dan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, beserta perubahan/revisi dan peraturan pelaksanaannya, serta ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 – 2 - 2007 Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Biro Hukum dan Organisasi, MENTERI KEHUTANAN,

ttd.

H. M.S. KABAN, SE.,M.Si

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri;

2. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan; 3. Gubernur seluruh Indonesia;

4. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;

5. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab seluruh Indonesia;

6. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab bidang kehutanan seluruh Indonesia;


(1)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(4) Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala UPT

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan RKT Restorasi Ekosistem selambatnya-lambatnya tanggal 31 Desember, dan salinannya disampaikan kepada :

a. Direktur Jenderal;

b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota;

c. Kepala UPT.

(5) Apabila pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan, penilaian dan pengesahan Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan RKT Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dengan memedoman Rencana Produksi Tahunan untuk RKT dalam Hutan Alam yang telah ditetapkan serta Rekapitulasi LHC yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan.

(6) Perusahaan yang terlambat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Usulan RKT dalam Hutan Alam dapat disahkan dengan ketentuan :

a. Apabila pengesahan pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Maret tahun berjalan diberikan target tebangan 90% (sembilan puluh persen);

b. Apabila pengesahan pada periodik 1 April sampai dengan 30 Juni tahun berjalan diberikan target tebangan 60% (enam puluh persen);

c. Apabila pengesahan pada periode 1 Juli sampai dengan 30 September tahun berjalan diberikan target tebangan 30% (tiga puluh persen);

d. Apabila pengesahan pada periode 1 oktober sampai dengan 31 Desember tahun berjalan diberikan target tebangan 0% (nol persen).

(7) Hal-hal yang sudah tercantum pada buku RKT yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperlukan lagi pengesahan atau penetapan.

Pasal 18

(1) Dalam hal pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi belum memperoleh pengesahan RKUPHHK, maka RKT tidak dapat disahkan.

(2) RKT Restorasi Ekosistem yang telah disahkan, salah satu tembusannya disampaikan kepada Kepala UPT Direktorat. Jenderal Bina Produksi Kehutanan.

Bagian kelima Masa Berlaku RKT


(2)

downloaded

from

www.aphi-net.com

Pasal 19

RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Bagian keenam

Penetapan Target Tebangan pada RKT dalam Hutan Alam

Pasal 20

(1) Target tebangan RKT ditetapkan berdasarkan pertimbangan Rencana Produksi Provinsi, Annual Allowable Cut (AAC) dengan memperhitungkan faktor keamanan dan faktor eksploitasi serta Rekapitulasi LHC.

(2) Sisa blok tebangan RKT 1 (satu) tahun sebelumnya yang tidak dapat diselesaikan dapat dialihkan/dilaksanakan penebangan (carry over) ketahun RKT berikutnya dengan persetujuan Direktur Jenderal c.q. Direktur yang membidangi pembinaan hutan alam produksi.

BAB V

PERUBAHAN/REVISI RKUPHHK DAN RKT DALAM HUTAN ALAN, RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI

Pasal 21

(1) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap RKUPHHK Dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, pemegang IUPHHK dapat mengajukan perubahan/revisi RKUPHHK.

(2) Perubahan/revisi terhadap RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan apabila :

a. Ada penambahan atau pengurangan areal kerja;

b. Ada perubahan siklus tebang dalam hutan alam atau perubahan daur dan jenis tanaman dengan rekomendasi dari tim pakar yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

c. Ada perubahan terhadap kondisi fisik sumber daya hutan yang disebabkan oleh faktor manusia maupun faktor alam;

d. Ada perubahan kebijakan dari Departemen Kehutanan.

(3) Perubahan/revisi RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). dinilai dan disahkan oleh Direktur Jenderal dan dapat didelegasikan kepada Pejabat Eselon II Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.

(4) RKT dalam Hutan Alam yang telah disahkan dapat diubah/direvisi dengan persetujuan Direktur Jenderal dengan memperhatikan rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (2).

(5) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan terhadap perubahan volume kayu, jenis kayu atau kelompok jenis kayu dan perubahan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.


(3)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(6) Revisi RKT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh pemegang IUPHHK

kepada Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya 30 September tahun berjalan.

BAB VI

PENGENDALIAN DAN PELAPORAN

Pasal 22

(1) Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan RKUPHHK, RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi.

(2) Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realisasi RKT dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT. (3) Pemegang izin Hutan Alam, Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan

Produksi wajib membuat dan menyampaikan laporan pelasanaan RKT secara periodik setiap triwulan dan tahunan kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur yang menangani pembinaan hutan alam atau pembinaan hutan tanaman, dan Dinas Kehutanan Provinsi serta Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota,

BAB VII SANKSI

Pasal 23

Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang tidak menyusun dan menyerahkan RKUPHHK dan RKT atau revisinya sebagaimana diatur dalam Peraturan ini, dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII KETENTUAN LAIN

Pasal 24

(1) Bagi Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang baru memperoleh izin, sebelum RKUPHHK dinilai dan disahkan, dapat menyusun dan mengajukan usulan BKUPHHK.

(2) Usulan BKUPHHK sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada :

a. Direktur Jenderal;


(4)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(3) BKUPHHK hanya dapat diberikan satu kali dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan

sejak BKUPHHK disahkan.

Pasal 25

Usulan BKUPHHK Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, disusun berdasarkan :

a. Peta Areal Kerja sesuai Keputusan IUPHHK;

b. Laporan Hasil Cruising (LHC) BKUPHHK untuk Hutan Alam atau inventarisasi hutan untuk BKUPHHK Restorasi Ekosistem

Pasal 26

Pedoman penyusunan, penilaian dan pengesahan usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dalam lampiran 5 dan 6 Peraturan Menteri ini.

Pasal 27

(1) Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Usulan BKUPHHK Hutan Alam menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas Provinsi dilengkapi :

a. Berita acara pemeriksaan lapangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 16;

b. Realisasi kegiatan pembinaan hutan untuk IUPHHK pembaharuan atau perpanjangan;

c. Realisasi kegiatan pembinaan masyarakat untuk IUPHHK pembaharuan atau perpanjangan;

e. Rencana Produksi yang didasarkan pada Laporan Hasil Cruising (LHC), f. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB;

g. Peralatan yang akan digunakan.

(2) Pertimbangan teknis untuk BKUPHHK Restorasi Ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan kelengkapan huruf d, e dan f.

(3) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memedomani Annual Allowable Cut (AAC) dengan memperhitungkan faktor keamanan dan faktor eksploltasi serta Rekapitulasi LHC.

Pasal 28

(1) Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi selambatnya-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan teknis, dan salinannya disampaikan kepada :


(5)

downloaded

from

www.aphi-net.com

a. Direktur Jenderal;

b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala UPT.

(2) Apabila pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam, dan Restorasi Ekosistem yang mana untuk BKUPHHK Hutan Alam dengan memedomani rencana produksi IUPHHK yang dialokasikan oleh Dinas Provinsi dan Rekapitulasi LHC.

(3) BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi yang telah disahkan tidak dapat diubah/direvisi.

Pasal 29

(1) Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi.

(2) Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realisasi BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

(1) Dalam hal RKT dalam Hutan Alam, Restorasi ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Tahun 2007 telah disahkan sebelum ditetapkannya Peraturan ini tetap berlaku; (2) Dalam hal RKUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang telah disahkan

sebelum peraturan Menteri ini atau masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, RKT 2007 dapat diproses penilaian dan pengesahan.

(3) Terhadap RKUPHHK yang telah mendapat pengesahan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib disesuaikan berdasarkan Peraturan ini.

(4) Terhadap IUPHHK yang telah memiliki RKUPHHK yang sah dan waktu berakhirnya izin kurang dari 5 (lima) tahun tidak wajib dilakukan revisi.

(5) Terhadap Usulan RKLUPHHK yang masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Dinas Kehutanan Provinsi maupun Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan tidak diproses lebih lanjut.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

(1) RKUPHHK yang telah disahkan sebelum diterbitkannya Peraturan ini, wajib menyusun RKUPHHK sebagaimana ketentuan ini.


(6)

downloaded

from

www.aphi-net.com

(2) Penyusunan, penilaian dan pengesahan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi

Ekosistem pada Hutan Produksi 10 (sepuluh) tahunan diberi waktu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diberlakukan.

Pasal 32

(1) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16/Kpts-II/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun dan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, beserta perubahan/revisi dan peraturan pelaksanaannya, serta ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 – 2 - 2007 Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Biro Hukum dan Organisasi, MENTERI KEHUTANAN,

ttd.

H. M.S. KABAN, SE.,M.Si

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri;

2. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan; 3. Gubernur seluruh Indonesia;

4. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;

5. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab seluruh Indonesia;

6. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab bidang kehutanan seluruh Indonesia;