Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010 s/d 2012 T2 942011036 BAB IV
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai temuan
penelitian dan pembahasan dari hasil wawancara, data,
informasi dan observasi yang dilakukan dan diperoleh
dari
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
mengenai implementasi atau pelaksanaan perluasan
akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Akses
pendidikan yang masih berkekurangan disana-sini,
belum merata adalah masalah utama yang sedang
diperbaiki terus menerus oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan
pendidikan
adanya
hasil
masih
studi
menjadi
dokumentasi
masalah
dikarenakan
kemampuan/kompentensi
pendidikan
yang
belum
memadai
akses
pengelolaan
dan
topografi
yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang
tidak
merata.
Keadaan
tersebut
menjadikan
implementasi perluasan akses pendidikan mengalami
keterbatasan dalam pelaksanaannya.
4.1. Kondisi Umum Kabupaten Sumba Timur
Kabupaten
Sumba
Timur
integral dari provinsi Nusa
merupakan
Tenggara
Timur
bagian
yang
lokasinya terletak di bagian selatan dan merupakan
salah satu dari empat Kabupaten yang berada di
Sumba. Berdasarkan data Sumba Timur dalam angka
tahun 2012 Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah
57
penduduk sebanyak 234.642 jiwa, dimana jumlah
penduduk
laki-laki
sebanyak
120.779
jiwa
dan
perempuan sebanyak 113.863 jiwa dengan tingkat
kepadatan rata-rata 33 jiwa per Km2. Dalam kurun
waktu 1980-1990 jumlah penduduk Kabupaten Sumba
Timur bertambah sebanyak 53.809 orang atau naik
dari 123.078 orang menjadi 176.887 orang, dengan
rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2.19 persen. Trend
pertumbuhan ini sedikit mengalami penurunan pada
dasawarsa 1990-2000 dimana rata-rata pertumbuhan
menjadi 1.96 persen. Sedangkan dalam kurun waktu
2000-2011 telah mengalami kenaikan 23.56 persen
sehingga pada tahun 2012 penduduk Sumba Timur
berjumlah 234.642 orang.
Adapun jumlah penduduk usia sekolah dapat
dilihat pada tabel dibawah ini (Sumber : hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2011)
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Jenis
Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2011
Jenis
Kelamin
Kelompok Umur (Tahun)
SMU (16SD (7-12 thn)
SMP (13-15 thn)
18 thn)
laki-laki
17.244
7.014
7.031
Perempuan
17.410
7.729
6.658
Jumlah
34.654
14.743
13.689
58
Sumber: RKPD Kabupaten Sumba Timur
Tabel
diatas
menunjukkan
bahwa
semakin
tingginya jenjang pendidikan maka semakin berkurang
jumlah
Semakin
siswa
yang
tinggi
melanjutkan
jenjang
pendidikan
pendidikannya.
maka
terlihat
dengan jelas bahwa jumlah laki-laki yang lanjut ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi lebih banyak.
Melihat data
kemauan
rendah
penduduk yang semakin
melanjutkan
dalam
implementasi
setiap
pendidikan
jenjang
pemerataan
dan
tinggi dan
yang
semakin
pendidikan,
maka
perluasan
akses
pendidikan perlu diperhatikan.
Siswa
Kabupaten
putus
Sumba
sekolah
Timur
masih
terdapat
dikarenakan
di
demografi
daerah Sumba Timur, dimana desa-desa di setiap
kecamatan berjauhan satu dengan yang lain, sehingga
membuat orang tua sulit untuk menyekolahkan anakanak mereka. Jika pemerintah membangun sekolah di
setiap desa yang menjadi kendala adalah pemanfaatan
dari sekolah terbatas dikarenakan jumlah penduduk
usia sekolah tidak memadai. Untuk memudahkan
akses pendidikan agar orang tua tidak mengkawatirkan
sekolah jauh maka Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sumba Timur membangun SD-SD
kecil (paralel) di desa-desa terpencil bagi kelas 1-3
karena anak-anak belum bisa menempuh jarak yang
jauh. Jika pada pelaksanaannya siswa berkembang
59
dengan
baik
maka
sekolah
kecil
tersebut
akan
ditambahkan ruang kelas sehingga sekolah tersebut
berubah menjadi SD reguler.
4.2. Proses
Implementasi
Perluasan
Akses
Kebijakan
Pendidikan
di
Kabupaten Sumba Timur
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Kebijakan
mempunyai
adalah
serangkaian
tujuan
tertentu
tindakan
yang
diikuti
yang
dan
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu
dengan menghubungkan formulasi kebijakan dengan
hasil
(outcome)
kebijakan
(Nugroho,2009).
kehidupan
Dalam
bangsa
yang
upaya
seperti
yang
diharapkan
mencerdaskan
tercantum
dalam
pembukaan UUD 1945, pemerintah terus berusaha
untuk
memperbaiki mutu
pendidikan
dengan
cara
dan
memperluas
merumuskan
akses
kebijakan-
kebijakan nasional mengenai pendidikan. Kebijakankebijakan nasional yang dirumuskan pemerintah dalam
rangka
membantu
implementasi
perluasan
akses
pendidikan serta memberikan kesempatan kepada anak
bangsa
untuk dapat mengenyam pendidikan meliputi
kebijakan
dana
BOS
untuk
meringankan
beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam
60
rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu serta
kebijakan DAK untuk membiayai kebutuhan sarana
dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan)
tahun yang belum mencapai standar tertentu atau
percepatan pembangunan daerah di bidang pendidikan
dasar.
Kebijakan-kebijakan pendanaan nasional dibantu
dengan dana daerah menjadi tolak ukur pemerintah
Kabupaten Sumba Timur dalam memperbaiki sistem
pendidikan dalam hal ini implementasi perluasan akses
pendidikan menjadi lebih maju dan bagus. Nugroho
(2009)
mengatakan
nasional
tersebut
bahwa
di
kebijakan-kebijakan
implementasikan
atau
dilaksanakan agar kebijakan dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Agar tujuan pendidikan dalam hal
implementasi perluasan akses pendidikan tercapai,
pemerintah Kabupaten Sumba Timur mengakui bahwa
pemerintah
daerah
bekerja
sama
dengan
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga terlibat langsung
dalam
melakukan
pendidikan
diperoleh
pengelolaan
dengan
(seperti
perluasan
menggunakan
dana
BOS,
akses
dana-dana
DAK)
dengan
yang
cara
membangun fasilitas sekolah baru di SD-SMP satu
atap,
menambah
sarana
prasarana
yang
meliputi
perpustakaan, penambahan ruang kelas, memperbaiki
gedung-gedung
sekolah
yang
sudah
rusak,
laboratorium, bahkan juga memberikan beasiswa bagi
61
guru-guru
yang
melanjutkan
studi
di
Universitas
Terbuka (bekerjasama dengan PGSD Udayana Kupang).
Edwards III (Winarno 2012) mengatakan bahwa
implementasi
kebijakan
adalah
salah
satu
tahap
kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan
konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat
yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat
atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan
sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin
mengalami kegagalan sekalipun kebijakan tersebut
diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,
suatu
kebijakan
yang
telah
direncanakan
dengan
sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan,
jika
kebijakan
tersebut
kurang
diimplementasikan
dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Berangkat
dari pemahaman
tersebut, implementasi kebijakan
perluasan akses
pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur terfokus pada faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap implementasi kebijakan dari sisi komunikasi,
sumber-sumber,
kecenderungan-kecenderungan
(disposisi), dan struktur birokrasi.
4.2.1.Komunikasi
Edwards
III
(Winarno,
2012)
mengatakan
komunikasi adalah penyampaian pesan atau informasi
tentang
kebijakan
antara
pembuat kebijakan
dan
pelaksana kebijakan. Menurut Edwards persyaratan
pertama
bagi implementasi kebijakan
62
yang
efektif
adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan
harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mencapai
keberhasilan implementasi kebijakan perluasan akses
pendidikan
di
Kabupaten
Sumba
Timur
maka
pemerintah harus mengadakan koordinasi yang baik
mulai
dari
Pemuda
pemerintah
dan
daerah,
Olahraga,
Dinas
institusi
Pendidikan
sekolah
bahkan
masyarakat. Pembuat kebijakan dalam hal ini adalah
pemerintah
pusat, sedangkan
pelaksana
kebijakan
adalah pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda
dan
Olahraga,
institusi
sekolah
dan
masyarakat.
Komunikasi yang baik antara pembuat kebijakan dan
pelaksana kebijakan akan menghasilkan output yang
baik.
Dalam
mengimplementasikan
kebijakan
pemerataan perluasan akses pendidikan, pemerintah
menghimbau
seperti
setiap
yang
masyarakat
dikatakan
oleh
tanpa
terkecuali,
sekretaris
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba
Timur. Himbauan tersebut yaitu:
“agar
masyarakat
mempunyai
pendidikan
dan
kesadaran
bagi
pemerintah
mengenai
anak-anak
selalu
pentingnya
sebagai
generasi
penerus bangsa dengan menggunakan setiap danadana yang diberikan Negara sebagai kebijakankebijakan nasional.”
Penunjang
dalam
menerapkan
implementasi
pemerataan perluasan akses pendidikan adalah melalui
63
dana-dana yang dimiliki daerah tertentu dan dana
negara. Dana-dana yang utama akan dibahas tersebut
adalah program dana BOS dan DAK. Komunikasi
antara pembuat dan pelaksana kebijakan pemerataan
perluasan
akses
pendidikan
dalam
menggunakan
kebijakan program dana BOS dan DAK yaitu melalui
sosialisasi-sosialisasi dan pertemuan yang diadakan
dikantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga,
sekalipun
program
dana
BOS
dan
DAK
kebijakan nasional. Penerimaan program
adalah
dana BOS
setiap institusi sekolah adalah dalam kurun waktu 3
bulan
dengan
rekening
sistem
sekolah
transfer
penerima.
langsung
Untuk
kepada
memperoleh
program dana BOS masing-masing institusi sekolah
membuat
antara
proposal
penerima
penggunaan
agar
komunikasi
(pelaksana) dan pemerintah
bisa
berjalan secara efektif. Hal tersebut juga berlaku dan
diterapkan
pada
diperoleh
untuk
DAK,
perbedaannya
adalah
kebutuhan-kebutuhan
DAK
institusi
sekolah dalam jumlah yang besar yang tidak bisa
dibiayai oleh program dana BOS. Penerimaan DAK
adalah
melalui kas
daerah
dilanjutkan
ke Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan dari Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
meneruskannya
kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan atau yang
perlu
melakukan
perbaikan.
Adapun
proses
komunikasi yang dilakukan adalah dimulai dari sistem
64
perencanaan.
Melalui
perencanaan
tersebut
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga sudah memiliki
target-target sekolah yang akan diberikan dana untuk
perbaikan infrastruktur menggunakan DAK. Adapun
alur
komunikasi
yang
terjadi
untuk
mengimplementasikan kebijakan program dana BOS
dan DAK adalah sebagai berikut:
KEBIJAKAN PUSAT
(program dana BOS dan DAK)
PEMDA
Dinas Pendidikan
Sekolah
SKPD
Kecamatan
Gambar
4.1.
Proses
Komunikasi
Implementasi
Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan
di Kabupaten Sumba Timur (Sumber:
wawancara
dengan
kepala
sub
bagian
program dan evaluasi)
Sekolah-sekolah yang memiliki keluhan dalam
hal infrastruktur memasukkan usulan atau proposal
mengenai infrastruktur sekolah yang mau diperbaiki
atau
ditambah
ke
kecamatan-kecamatan
setempat
untuk memohonkan Dana Alokasi Khusus, setelah itu
65
kecamatan mengajukan sekolah-sekolah tersebut ke
SKPD
(Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah).
SKPD
meninjau kembali usulan dari kecamatan mengenai
sekolah-sekolah mana saja yang membutuhkan DAK
kemudian diajukan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga. Sekolah-sekolah yang menerima DAK harus
memakai dana yang diperoleh untuk kebutuhan yang
betul-betul
dibutuhkan
sekolah
sesuai
dengan
Petunjuk Teknis (juknis) DAK. Sedangkan untuk dana
BOS, masing-masing sekolah memasukkan data-data
siswa ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
untuk dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan
selanjutnya kementerian mengalokasikan dana dimana
dana BOS langsung ditransfer kerekening masingmasing sekolah. Sebelum digunakan sekolah harus
membuat RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah) terlebih dahulu, melalui tim audit
RAPBS dikumpul, di cek oleh tim audit apakah sesuai
dengan petunjuk teknis (juknis) BOS atau tidak.
Agar dana-dana tersebut mencapai target yang
tepat maka pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
membuat pertemuan
yang
didalamnya berisi tentang perencanaan dan evaluasi
terhadap dana yang sudah terpakai. Apakah dana-dana
tersebut terpakai sesuai atau tidak dengan kebutuhan
dari setiap institusi sekolah yang memperolehnya.
Dengan
adanya
komunikasi
66
yang
baik
antara
pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga,
sekolah-sekolah
harapkan
pemerataan
dan
perluasan
masayarakat
akses
di
pendidikan
menjadi lebih baik dan membawa perubahan bagi cara
pandang
masyarakat mengenai pendidikan.
mencapai
tujuan
implementasi
perluasan
Untuk
akses
pendidikan memang pada dasarnya harus ada kerja
sama yang baik dari semua pihak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gunawan (1991) oleh karenanya agar
pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai
dengan kemampuan masing-masing individu, maka
pendidikan
adalah
tanggung
jawab
keluarga,
masyarakat dan pemerintah.
Komunikasi yang baik ini memang pada dasarnya
sudah
menunjukkan
ada
keberhasilan
dalam
hal
memperbaiki akses pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur (hasil wawancara dengan Sub Bagian Program
dan Evaluasi). Banyak hal yang dapat dilihat dari hasil
implementasi kebijakan-kebijakan pendanaan nasional
tersebut. Setiap sekolah memiliki kesempatan untuk
membangun dan memperbaiki gedung-gedung sekolah
menjadi layak dipakai, perpustakaan bagi beberapa
sekolah
didesa
perpustakaan
(sekalipun
sendiri),
belum
memiliki
penambahan
ruang
buku-buku,
semuanya berasal dari penerapan kebijakan dana BOS
dan DAK. Bukan hanya berguna dalam perluasan
akses pendidikan, implementasi kebijakan ini juga
67
diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan di
Kabupaten Sumba Timur.
Komunikasi baik yang terjalin antara pemerintah
daerah dan masyarakat juga sudah menunjukkan
banyak hal positif yang dicapai seperti pembangunan
sekolah-sekolah baru diantaranya sekolah menengah
pertama, sekolah menengah kejuruan, SD/SMP satu
atap di beberapa kecamatan se-Kabupaten Sumba
Timur. Selain mengalami peningkatan namun tidak
dipungkiri pemerataan perluasan akses pendidikan
juga belum dirasakan oleh semua sekolah apalagi bagi
sekolah
yang
lokasinya
didaerah
terpencil.
Masih
adanya beberapa sekolah yang mengalami kekurangan
sarana prasarana. Sekalipun sarana prasarana masih
berkekurangan
namun
pemerintah
terus
berusaha
untuk melakukan pembenahan dengan menggunakan
dana-dana dari APBN dan APBD untuk implementasi
kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten
Sumba Timur.
Pemerintah
masyarakat
agar
membangun
anak-anak
komunikasi
mereka
yang
dengan
putus
sekolah (drop out) dimasukkan kembali ke sekolah
karena biaya pendidikan sudah gratis. Hal ini juga
merupakan
suatu
kontribusi
pemerintah
untuk
implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten
Sumba Timur. Sekalipun pemerintah daerah dan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga terus menghimbau
68
agar masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan
dan pemerintah sudah membebaskan biaya pendidikan
bagi SD-SMP, kenyataan yang terjadi dilapangan belum
menjawab cita-cita mulia pemerintah tersebut. Masih
saja
banyak
anak-anak
putus
sekolah
terutama
dipedesaan (khususnya bagi anak-anak dari keturunan
hamba). Hal ini diakui pemerintah Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
dipikirkan
solusi
pemerintah
terus
kepada
sebagai
terbaiknya.
menerus
masyarakat
agar
hal
yang
Oleh
terus
karena
memberikan
memahami
itu
himbauan
pentingnya
pendidikan bukan hanya bagi mereka yang beruntung
namun
bagi
kebijakan
semua
perluasan
perlahan-lahan,
kalangan.
akses
Dengan
pendidikan
masyarakat
akan
adanya
diharapkan
memahami
pentingnya pendidikan dan merubah cara pandang
mereka.
Tidak ditemukan kendala-kendala berarti dalam
pelaksanaan program dana BOS dan DAK sebagai
kebijakan nasional dalam rangka memperbaiki mutu
pendidikan menjadi lebih baik. Edwards III dalam
Winarno
hambatan
(2012)
yang
mentransmisikan
mengungkapkan
bisa
saja
perintah-perintah
ada
timbul
beberapa
dalam
implementasi.
Pertama, pertentangan pendapat antara para pelaksana
dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil
kebijakan. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis
69
hierarki birokrasi. Kedua hambatan yang dikemukan
Edwards III tersebut tidak begitu nampak terlihat,
karena
kebijakan
pendanaan
perluasan
akses
pendidikan dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis
(juknis) BOS dan DAK. Dengan adanya kebijakan
nasional tersebut dirasakan sangat membantu dalam
pemerataan perluasan akses. Dikatakan oleh kepala
Sub
bagian
Program
memgimplementasikan
dan
evaluasi
bahwa
kebijakan-kebijakan
dalam
tersebut
tidak ada pertentangan pendapat karena pelaksanaan
kebijakan BOS dan DAK didasarkan pada petunjuk
teknis (juknis) yang sudah diatur pemerintah pusat.
Misalnya DAK dibuat untuk rehab gedung sekolah
maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga harus
mencari
sekolah-sekolah
yang
betul-betul
membutuhkan rehab sehingga DAK tersebut tidak bisa
dipakai untuk pembangunan yang lain. Begitu juga
dengan BOS (misalnya hanya untuk membayar gaji
guru honor maka dana tersebut hanya dikeluarkan
untuk biaya itu saja). Sehingga dinas pendidikan tidak
mempunyai wewenang untuk melakukan pertentangan
dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut.
4.2.2.Sumber Daya
Sumber daya adalah hal mutlak yang diperlukan
dalam melaksanakan sebuah kebijakan agar kebijakan
tersebut tercapai dan terlaksana dengan baik (Edwards
III dalam Agustino, 2006). Sumber daya dalam hal ini
70
adalah staf, informasi, dan wewenang. Sumber daya
utama dalam mengimplementasikan suatu kebijakan
adalah
staf.
Dalam
menjalankan
implementasi
kebijakan dibutuhkan sumber daya yang berkualitas
dibidangnya masing-masing. Tidak penting mengenai
jumlah
staf
terpenting
yang
adalah
melaksanakan
sumber
daya
kebijakan,
yang
tersebut memiliki
kualitas dan motivasi yang bagus, serta memiliki
keterampilan-keterampilan
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan pekerjaan (Edwards III dalam Winarno
2012).
Sumber daya manusia boleh dikatakan sangat
menunjang
implementasi
perluasan akses
Timur.
Sumber
terpenting
Kinerja
pemerataan
pendidikan di Kabupaten Sumba
daya
untuk
pelaksanaan
kebijakan
manusia
menentukan
tugas-tugas
sebuah
merupakan
bagian
keberhasilan
dalam
pelayanan
lembaga/organisasi
pemerintah.
akan
sangat
ditentukan oleh kapasitas sumber daya aparatur yang
ada didalamnya. Kapasitas sumber daya aparatur lebih
didekatkan
pada
kualifikasi
menunjang
kinerja
pelaksanaan
sebuah
kelembagaan/organisasi.
kebijakan-kebijakan
pendidikan
tugas
Dalam
program dana
BOS
yang
dan
fungsi
mengelola
dan
DAK
untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Sumba
Timur
mengakui
71
bahwa
masih
adanya
kekurangan dalam hal staf. Untuk pembangunan fisik
dibutuhkan staf yang latar belakang pendidikannya
adalah sarjana teknis. Sedangkan Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
Kabupaten
Sumba
Timur
memiliki tenaga teknis yang terbatas. Misalnya dana
yang diberikan besar, target dan sasarannya banyak
sedangkan
dalam
menu
DAK
diharuskan
yang
mengelola dan melakukan perencanaan terhadap dana
yang besar adalah ahli teknis, maka Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga meminta bantuan Dinas terkait
seperti Dinas Pemilihan Umum (PU) yang berhubungan
dengan
teknis
perencanaan.
untuk
membantu
Semuanya
tergantung
melakukan
dari
petunjuk
teknis (juknis) penggunaan dana yang bersangkutan.
Untuk
perencanaan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sumba Timur, melakukan kajian
awal secara kasat mata misalnya melihat bangunan
yang perlu diperbaiki apakah mengalami kategori rusak
ringan, sedang dan berat.
Tenaga pendidik adalah sumber daya yang juga
dimiliki oleh Dinas
Timur.
Sekretaris
Pendidikan Kabupaten Sumba
dinas
pendidikan
mengatakan
bahwa:
“Tenaga
pendidik
merupakan
sumber
daya
manusia yang menjadi tulang punggung dalam
mendidik siswa atau siswi sebagai bagian dari
pemerataan
perluasan
akses
pendidikan
peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.”
72
serta
Untuk
menunjang
implementasi
pemerataan
perluasan akses pendidikan menjadi lebih baik lagi,
pemerintah daerah juga menyiapkan beasiswa bagi
setiap guru yang berprestasi untuk melanjutkan studi
di
Universitas
meningkatkan
Terbuka
kualitas
(UT)
dari
dengan
tim
tujuan
pendidik.
Dinas
pendidikan Pemuda dan Olahraga juga memberikan
kesempatan kepada masyarakat lulusan SMA untuk
melanjutkan
pemerintah
studi
dalam
di
UT
PGSD
pemenuhan
sebagai
standar
upaya
kualifikasi
akademik di Kabupaten Sumba Timur. Masalah sumber
daya manusia dalam hal guru juga dirasakan masih
menjadi masalah utama yang sedang dan sementara di
carikan solusi, karena kekurangan tim pendidik hingga
saat ini masih 1.267 tim pendidik. Hal ini bukan saja
menjadi masalah bagi perluasan akses pendidikan.
Selain staf sebagai sumber daya yang patut
dimiliki suatu daerah pelaksana kebijakan, informasi
adalah sumber penting kedua dalam implementasi
kebijakan (Edwards III dalam Winarno, 2012). Edwards
III mengemukakan bahwa informasi harus diberikan
kepada
pelaksana-pelaksana
bagaimana
melaksanakan
kebijakan
suatu
mengenai
kebijakan.
Dalam
pelaksanaan kebijakan perluasan akses pendidikan
melalui program dana BOS dan DAK, pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga,
kepala sekolah, dan para guru sudah mengetahui
73
mengenai tata pelaksanaan program dana BOS dan
DAK dengan dibantu melalui petunjuk teknis (juknis)
pelaksanaan
yang
dibuat
oleh
pemerintah
pusat.
Dengan adanya petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan
tersebut
maka
pelaksana
kebijakan
juga
harus
mentaati peraturan yang sudah dibuat pemerintah.
Hasil wawancara dengan salah seorang kepala sekolah
mengatakan bahwa:
Sebagai
pelaksana
atau
penerima
untuk
melaksanakan kebijakan program BOS dan DAK,
kami
sudah
pelaksanaannya,
diberikan
sehingga
petunjuk-petunjuk
kami
merasa
sangat
terbantu dengan informasi yang disediakan yang
juga sekaligus merupakan peraturan. Peraturanperaturan tersebut harus kami lakukan agar kami
tidak sampai membuat suatu pelanggaran yang bisa
saja menyeret kami masuk penjara.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa informasi
yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan kebijakan
perluasan akses pendidikan melalui program dana BOS
dan DAK di Kabupaten Sumba Timur sudah sangat
mencukupi atau memadai, serta informasi tersebut
juga membuat pelaksana-pelaksana kebijakan merasa
harus tunduk dalam setiap peraturan pemerintah yang
telah dibuat agar tidak sampai melakukan suatu
pelanggaran. Dengan adanya informasi yang cukup
maka konsekuensi-konsekuensi yang bisa saja terjadi
bisa diminimalisir.
74
Selain
sumber
perluasan akses
daya
manusia
implementasi
pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur juga didukung oleh dana-dana APBN didalamnya
termasuk dana BOS, APBD (provinsi dan kabupaten
Sumba Timur), BOS dan DAK. Dana-dana tersebut
bertujuan untuk memperbaiki sarana prasarana yang
berkekurangan disana-sini, bahkan untuk memberikan
beasiswa-beasiswa bagi siswa dan tenaga pendidik.
Adapun rincian penggunaan dana-dana tersebut dalam
menunjang perluasan akses pendidikan adalah sebagai
berikut:
Dana
APBD
kabupaten
Sumba
Timur
bertujuan
membiayai:
“program pelayanan administrasi kantor,
peningkatan
sarana
aparatur,program
dan
pendidikan
program
prasarana
anak
usia
dini,
program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
program pendidikan menengah, program pendidikan
non formal, program pendidikan luar biasa, program
peningkatan
mutu
pendidik
dan
tenaga
kependidikan, dan program manajemen pelayanan
pedidikan”.
Dana APBD Provinsi bertujuan untuk membiayai
beberapa kegiatan sebagai berikut:
Program pendidikan menengah (bantuan khusus
siswa, beasiswa super semar), program pendidikan
luar sekolah (insentif bagi pendidik PAUD, gugus
PAUD, dana mitra PAUD, keaksaraan fungsional
75
dasar, keaksaraan usaha mandiri, paket B setara
SMP).
Selain sumber dana APBD Provinsi NTT, dinas PPO
Kabupaten Sumba Timur juga mendapatkan dana
untuk beberapa kegiatan dengan sumber dana APBN
selain DAK pendidikan yaitu sebagai berikut:
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
(kegiatan rehabilitasi berat ruang kelas sekolah,
bantuan social, bantuan social fasilitas sarana
kesenian,
reguler),
bantuan
bantuan
operasional
beasiswa
sekolah
bagi siswa
(BOS
miskin,
pembangunan SMP SATAP, pembangunan lab IPA,
pembangunan ruang kelas tahap II, pembangunan
ruang perpuastakaan tahap II), program pendidikan
menengah
(pembangunan
ruang
kelas
baru,
bantuan ruang praktek siswa, bantuan ruang kelas
baru),
program
pendidikan
luar
sekolah
(pembangunan unit gedung PAUD, blockgrant dana
rintisan,
dana
operasional
pendidikan
PAUD,
tunjangan fungsional guru TK non PNS, tunjangan
kualifikasi guru TK non PNS, program pendidikan
berkelanjutan), program peningkatan mutu tenagga
pendidik.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42
ayat 1 mengatakan bahwa setiap pendidikan wajib
memiliki
sarana
yang
meliputi
perabot,
perlatan
pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan
untuk menunjang proses pembeljaran yang teratur dan
76
berkelanjutan.
Berdasarkan
hasil
wawancara
yang
dilakukan bahwa pemerintah mengakui masih banyak
kekurangan yang terjadi dalah hal sarana terkususnya
bagi
sekolah-sekolah
yang
lokasinya
di
desa.
Kekurangan sarana yang dimaksud adalah kekurangan
sarana
komputer
kendalanya
adalah
dikarenakan
lokasi sekolah yang belum memiliki tenaga listrik,
namun untuk sarana lain yang tidak membutuhkan
tenaga listrik hampir semuanya sudah memadai baik
itu sekolah-sekolah dikota ataupun didesa.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42 ayat 2
mengatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib
memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang
tata
usaha,
laboratorium,
ruang
ruang
bengkel
perpustakaan,
kerja,
ruang
ruang
unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolahraga,
tempat
tempat
berkreasi,
diperlukan
untuk
beribadah,
dan
tempat
ruang/tempat
menunjang
proses
bermain,
lain
yang
pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan. Dalam hal prasarana
diakui oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
masih mengalami kekurangan disana-sini. Pemerintah
juga terus berusaha memperbaiki dan terus berusaha
menambah
tersebut.
prasarana
Banyaknya
yang
sekolah
77
masih
yang
berkekurangan
masih
belum
memiliki
ruangan
perpustakaan,
kelas
bahkan
yang
boleh
memadai,
dikatakan
ruang
masalah
prasarana adalah masalah utama yang masih terus
diusahakan untuk diperbaiki kedepannya. Masalah ini
bukan hanya dialami sekolah-sekolah yang lokasinya
didesa namun di kotapun masalah prasarana terjadi.
Dengan adanya pendanaan yang sudah dipaparkan
diatas,
diharapkan
perluasan
akses
pendidikan
mendapatkan solusi yang terbaik.
Meskipun ada begitu banyak kekurangan dalam
hal prasarana,
pemerintah
daerah
merasa
sangat
terbantu dengan adanya penerapan kebijakan danadana BOS dan DAK sebagai kebijakan nasional di
Kabupaten Sumba Timur dan sudah mulai terlihat
adanya perubahan dalam pembangunan sekolah baru,
atau perbaikan ruang-ruang kelas menjadi layak pakai,
namun
tidak
di
pungkiri
kekurangan
yang
terjadi.
masyarakat
merasa
juga
masih
Setidaknya
terbantu
saja
ada
sekolah
dan
dengan
penerapan
kebijakan BOS dan DAK dalam peningkatan sarana
prasarana pendidikan yang baik.
Terbukti bahwa staf pemerintah daerah, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah,
dan masyarakat terus bekerja sama dengan baik untuk
mengimplementasikan akses pendidikan menjadi lebih
baik dan terus maju. Dengan adanya perluasan akses
pendidikan tersebut, maka penduduk Sumba Timur
78
diharapkan bisa mendapatkan pendidikan yang layak,
walaupun masih saja adanya desa-desa terpencil yang
belum bisa mengakses pendidikan.
4.2.3.Kenderungan-kecenderungan
Implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai
dengan keputusan awal jika para pelaksana kebijakan
mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau
adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan,
demikian sebaliknya jika para pelaksana bersikap
negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan
karena
konflik
kebijakan
akan
kepentingan
maka
menghadapi
kendala
implementasi
yang
serius
(Edwards III dalam Winarno, 2012).
Dalam mengimplementasikan kebijakan danadana untuk pendidikan yaitu melalui program dana
BOS dan DAK, untuk pemerataan perluasan akses
pendidikan,
pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda dan Olahraga tidak melakukannya sendirian
namun bekerjasama dengan setiap institusi sekolah.
Supaya berjalan dengan baik (seperti yang sudah
dipaparkan pada point komunikasi) program dana BOS
di peroleh setiap sekolah dengan cara via transfer
langsung ke buku tabungan masing-masing sekolah
setiap 3 bulan sekali, serta DAK melalui daerah dan
selanjutnya
ke
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga. Untuk memperoleh dana tersebut masingmasing sekolah membuat RAPBS (Reancana Anggaran
79
Pendapatan dan Belanja Sekolah). Setelah itu pihak
sekolah
bertugas
untuk
melaporkan
pengeluaran-
pengeluaran dari dana BOS atau DAK kepada Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai bukti bahwa
dana
tersebut
benar
adanya
digunakan
sebaik
mungkin. Proses ini dilakukan untuk menghindari
kecenderungan-kecenderungan negatif para pelaksana
kebijakan serta dampak negatif yang bisa terjadi dalam
pelaksanaan
implementasi
kebijakan
seperti
yang
dikatakan oleh Anderson (1979) . Disposisi seperti ini
sangat memudahkan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan
melalui dana-dana (BOS dan DAK) yang diterima untuk
kepentingan perluasan akses pendidikan menjadi lebih
baik.
Dalam implementasi kebijakan program dana
BOS dan DAK tidak ditemui hambatan-hambatan yang
nyata
dikarenakan
setiap
pelaksana
kebijakan
perluasan akses pendidikan melalui dana BOS dan
DAK adalah institusi pendidikan serta pelaksanaannya
melalui
petunjuk
teknis
pelaksanaan.
Pelaksana
kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan
melalui
program
dana
BOS
dan
DAK
sangat
mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Kebijakan
nasional mengenai program dana BOS dan DAK adalah
kebijakan yang pelaksanaannya untuk kepentingan
masyarakat, diterima dan disetujui oleh sebagian besar
80
masyarakat yang mengerti. Hal tersebut sesuai dengan
yang dikatakan oleh Winarno (2012) bahwa jika para
pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan
tertentu,
dan
hal
ini
berarti
adanya
dukungan,
kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan
sebagaimana
yang
diinginkan
oleh
para
pembuat
keputusan awal.
Adapun kecenderungan-kecenderungan yang bisa
menjadi
tantangan
dalam
implementasi
perluasan
akses pendidikan dilansir dari dokumentasi RENSTRA
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat relatif
rendah tentang pendidikan, topografi yang berbukitbukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata,
kemampuan/kompetensi pengelolaan pendidikan yang
belum memadai, sarana prasarana yang tersedia belum
menunjang
operasional
pelaksanaan
tugas,
masih
rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam
pengelolaan pendidikan, masih rendahnya koordinasi
dalam penyelenggaraan pengelolaan pendidikan, serta
masih
adanya
peraturan
perundang-undangan
dibidang pendidikan yang belum sepenuhnya dapat
diterapkan.
Sekalipun pemerintah melihat kecenderungankecenderungan sebagai kendala dalam implementasi
kebijakan perluasan akses pendidikan tersebut namun
pemerintah
terus
berusaha
81
agar
perluasan
akses
pendidikan
bisa
berjalan
dengan
baik,
melalui
kekuatan yang dimiliki yaitu eksistensi Dinas PPO
sebagai penyelenggara urusan wajib dalam pengelolaan
pendidikan
sumber
di Kabupaten
daya
Sumba
manusia
yang
Timur,
memiliki
berkualitas
yang
merupakan hasil pembangunan dibidang pendidikan,
serta
adanya
kepastian
pembiayaan
dari
APBD
Kabupaten Sumba Timur (RENSTRA Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur).
Kecenderungan-kecenderungan
menghalangi
implementasi
bila
mungkin
para
pelaksana
kebijakan benar-benar tidak sepakat dengan substansi
suatu kebijakan (Winarno,2012). Ketika para pelaksana
kebijakan memilih untuk tidak mengikuti substansi
kebijakan yang sudah ada maka kebijakan tersebut
tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik. Kebijakan
program dana
kebijakan
BOS
nasional,
dan
DAK karena
tidak
begitu
kecenderungan-kecenderungan
yang
merupakan
terlihat
adanya
dilakukan
dari
para pelaksana khususnya dalam institusi sekolah,
karena pelaksanaannya berdasarkan petunjuk teknis
(juknis) yang sudah dirumuskan.
Edwards III (Winarno,2012) mengatakan para
pelaksana kebijakan diharapkan untuk tidak berada
atau masuk dalam “zona ketidakacuhan”. Dimana para
pelaksana
perintah
kebijakan
yang
tidak
diberikan
menyetujui
yaitu
82
antara
perintahkeputusan-
keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan sebab
dalam
kasus-kasus
seperti
ini
para
pelaksana
kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan kadangkadang
dengan
cara
implementasi
kecenderungan
yang
halus
kebijakan.
yang
menghambat
Kecenderungan-
terjadi
karena
pelaksana
kebijakan berada dalam “zona ketidakacuhan” boleh
dikatakan tidak sampai terjadi. Jikalau sampai terjadi,
kecenderungan tersebut terjadi dikalangan sekolah
yang
dikarenakan
pelaksana
kebijakan
adanya
dalam
ketidaktahuan
hal
ini
guru
para
untuk
mengelola uang. Guru sebagai pelaksana dari kebijakan
tidak diajarkan secara khusus mengenai pengelolaan
keuangan sehingga pengetahuan pengelolaan keuangan
sangat kurang. Tugas guru adalah mengajar akan
tetapi guru harus melakukan administrasi keuangan
yang tidak terlalu mereka pahami, sehingga mungkin
saja adanya kesalahan dalam pemakaian dana-dana
meskipun dalam petunjuk teknis (Juknis) sudah jelas
mengenai kegunaan kebijakan dana-dana tersebut.
Petunjuk teknis tidak semua di baca dan dipahami oleh
guru sebagai pelaksana kebijakan program dana BOS
dan DAK untuk perluasan akses pendidikan.
4.2.4.Struktur Birokrasi
Anderson (1979) mengungkapkan bahwa salah
satu aspek yang perlu dikaji dalam implementasi
kebijakan adalah siapa yang mengimplementasikan
83
atau
dengan
kata
lain
siapa
yang
melakukan
implementasi tersebut. Implementasi kebijakan boleh
mencapai sasaran yang tepat ketika dilakukan dengan
tepat
pula.
Dari
semua
kegiatan
implementasi
kebijakan yang dilaksanakan, peran serta pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga,
instaitusi sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Kesemuanya membentuk sinergi dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Tanpa adanya hubunganhubungan yang baik antara pemerintah daerah, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah
dan masyarakat implementasi kebijakan perluasan
akses pendidikan tidak akan berlangsung dengan baik.
Edwards
III
(Winarno,
2012)
mengatakan
birokrasi merupakan salah satu badan yang paling
sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana
kebijakan dan birokrasi tidak hanya berada dalam
organisasi-orgasasi swasta namun juga dalam institusiinstitusi
pendidikan.
Adapun
struktur
kebijakan
perluasan
akses
pelaksana
birokrasi
pendidikan
melalui program dana BOS dan DAK adalah Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
dan
institusi
sekolah, melibatkan peran serta pemerintah daerah
dan masyarakat setempat.
Sekolah-sekolah dibantu
oleh peran komite sebagai perwakilan masyarakat
untuk menunjang tercapainya tujuan implementasi
perluasan akses pendidikan.
84
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga memiliki
struktur birokrasi sendiri, institusi-institusi sekolah
juga memiliki birokrasinya sendiri untuk melaksanakan
atau menjalankan setiap kebijakan yang ada. Struktur
birokrasi yang ada didinas pendidikan adalah sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris membawahi:
a. Sub bagian umum dan kepegawaian
b. Sub bagian program dan evaluasi
c. Sub bagian keuangan
3. Bidang Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah
Dasar (SD) membawahi:
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan,
bahasa dan seni
b. Seksi pembinaan ketenagaan
c. Seksi sarana dan prasarana
4. Bidang Sekolah
Menengah
Pertama
(SMP)
membawahi:
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan,
bahasa dan seni
b. Seksi pembinaan ketenagaan
c. Seksi sarana dan prasarana
5. Bidang
Sekolah
Sekolah
Menengah
Menengah
membawahi:
85
Atas
Kejuruan
(SMA)/
(SMK)
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan,
bahasa dan seni
b. Seksi pembinaan ketenagaan
c. Seksi sarana dan prasarana
6. Bidang
Pendidikann
Luar
Sekolah
membawahi:
a. Seksi pendidikan kesetaraan
b. Seksi pendidikan berkelnajutan
c. Seksi PAUD non formal (RENSTRA Dinas
Pendidikan)
Struktur
meliputi
birokrasi
kepala
dalam
sekolah,
institusi
sekolah
kepala
sekolah,
wakil
sekretaris dan bendahara sekolah. Dengan adanya
struktur organisasi tersebut implementasi kebijakan
perluasan
akses
pendidikan
diharapkan
dapat
membantu mencapai target yang diinginkan dalam
memperbaiki mutu pendidikan.
Struktur
birokrasi memiliki dua karakteristik
utama yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran
dasar atau Standart Operating Procedures (SOP) dan
fragmentasi
(Edwards
III
dalam
Winarno,2012).
Implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan
melalui dukungan dana BOS dan DAK di Kabupaten
Sumba Timur memiliki prosedur-prosedur kerja ukuran
dasar (SOP) dimana SOP yang dimaksudkan adalah
petunjuk teknis (juknis). Sehingga dalam pelaksanaan
implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di
86
Kabupaten Sumba
Timur, SOP tidak menghalangi
implementasi. Fragmentasi tidak terjadi dalam struktur
birokrasi dikarenakan pelaksanaan kebijakan sesuai
dengan petunjuk teknis yang sudah ada.
4.3. Hasil Implementasi Kebijakan Perluasan
Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur
Perluasan akses pendidikan merupakan pilar
kebijakan yang diarahkan untuk memperluas daya
tampung
satuan
pendidikan,
dengan
tujuan
agar
semua masyarakat mempunyai kesempatan yang sama
dalam mendapatkan layanan pendidikan. Dengan akses
pendidikan
yang
semakin
masyarakat bahkan
mudah
dijangkau
masyarakat didaerah
oleh
terpencil
sekalipun akan membantu IPM dan APK suatu daerah
semakin meningkat sebagai indikator dalam mengukur
keberhasilan pembangunan suatu daerah.
Suksesnya
suatu
pembangunan
sangat
tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat yang
merupakan
salah
satu
pilar
terpenting
dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah
satu indikator utama yang dipakai untuk mengukur
keberhasilan adalah Indeks Pembangunan Manusia.
Berdasarkan data dari RKPD Kabupaten Sumba Timur
tahun 2013 besaran angka
IPM kabupaten Sumba
Timur pada tahun 2009 sebesar 61,841. Pada tahun
87
2010 angka IPM meningkat sebesar 61,80 dan terus
meningkat lagi tahun 2011 menjadi 62,50. Berdasarkan
criteria
IPM
:
<
50
=
low
level,
50-80
=
moderate/middle,>80 = high level, dengan demikian
angka IPM Kabupaten Sumba Timur termasuk dalam
level
sedang/moderate.
IPM
tersebut
terus
menunjukkan peningkatan meskipun masih berada di
level
sedang
dan
perlahan-lahan
akan
menjawab
sasaran target pemerintah Kabupaten Sumba Timur
dimana ingin meningkatkan IPM dari 0,6184 pada
tahun
2010
menjadi
0,6400
pada
tahun
2015.
Sehingga dengan demikian masih diperlukan sedikit
tidaknya target 0,015 untuk dapat mencapai sasaran
IPM yang diharapkan.
Dalam implementasi kebijakan perluasan akses
pendidikan tidak ditemui bahwa ada satuan-satuan
sekolah yang gagal. Melihat usaha yang dilakukan
dibandingkan dengan keadaan sebelum program dana
BOS dan DAK berlangsung boleh dikatakan setiap
sekolah berhasil dalam penerapan kebijakan melalui
BOS dan DAK. Seperti pada pembahasan sebelumnya
bahwa banyak sekolah yang pada
mulanya tidak
memiliki gedung sekolah yang baik sekarang sudah
bisa memiliki gedung sekolah yang layak. Saat ini akses
sekolah menengah atas dan kejuruan juga sudah
tersebar
disetiap
kecamatan.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kecamatan-kecamatan
88
dan sekolah-sekolah yang mengalami kegagalan dalam
mengimplementasikan
kebijakan
perluasan
akses
pendidikan di Kabupaten Sumba Timur.
Agar sasaran kebijakan implementasi kebijakan
perluasan akses pendidikan dapat tercapai dengan
target
yang
diinginkan
pertama-tama
yang
harus
diperhatikan adalah visi dan misi Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur. Visi
Dinas
Pendidikan
“Terwujudnya
Pemuda
layanan
dan
Olahraga
pendidikan,
adalah
pemuda
dan
olahraga yang bermutu dan berdaya saing untuk
membentuk insan yang cerdas, sehat, kreatif, mandiri
dan demokratis”. Sedangkan misi Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
adalah
“meningkatkan
ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan,
meningkatkan
kualitas/mutu
layanan
pendidikan,
meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan
pendidikan,
meningkatkan
kepastian/keterjaminan
memperoleh layanan pendidikan”. Tujuan dari tiap misi
yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga
Kabupaten Sumba Timur adalah sebagai
berikut:
1. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan
anak usia dini non formal dan informal yang
bermutu dan berkesetaraan.
89
2. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan
dasar dan menengah yang bermutu, relevan dan
berdaya saing.
3. Tersedianya
tenaga
kependidikan
pendidik
yang
dan
tenaga
berkualifikasi
dan
berkompetensi.
4. Terjaminnya
kepastian
memperoleh
layanan
pendidikan yang bermutu dan berkesetaraan.
5. Tersedianya kurikulum yang berkearifan lokal.
Berlandaskan
visi,
misi,
dan
tujuan
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba
Timur maka sasaran kebijakan implementasi kebijakan
perluasan akses
Timur
adalah
pendidikan di Kabupaten Sumba
meningkatkan
prosentase
tingkat
pendidikan dengan indikator.
Kinerja pendidikan dapat dilihat dari beberapa
indikator utama yaitu melalui Angka Partisipasi Kasar
(APK) dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang
Sekolah Menengah Pertama, rasio siswa per gedung
dan rasio siswa per guru. Gambaran mengenai tingkat
partisipasi pendidikan dari jenjang Sekolah Dasar (SD)
dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari tahun
2010-2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
90
Tabel 4.2
Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang
Pendidikan SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur
Tahun 2010-2013
No.
Jenjang
Jenjang
Penduduk
Pendidikan
Angka Partisipasi Kasar %
2010-
2011-
2012-
2011
2012
2013
1
7-12 tahun
SD
105,27
104,75
112,09
2
13-15 tahun
SMP
74,62
80,72
86,36
Sumber: Dinas PPO Kabupaten Sumba Timur, 2013
Table
4.2
diatas
menunjukkan
APK
untuk
jenjang SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur cenderung
mengalami
peningkatan.
Pendidikan
Pemuda
Menurut
dan
Olahraga
data
pada
Dinas
jenjang
pendidikan SD, SMP dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan secara signifikan dimana pada
tahun 2012-2013 untuk SD yaitu 112,09, SMP menjadi
86,36. Namun angka partisipasi ini belum cukup tinggi
untuk mencapai APK 100 persen sebagai target APK
yang diinginkan Pemerintah. APK SD yang mencapai
angka 112,09 persen secara signifikan lebih besar
dibandingkan sasaran APK yang ditentukan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga yaitu 100 persen.
Hal itu menunjukkan bahwa masih banyak siswa
berusia dibawah 7 tahun dan diatas 12 tahun yang
masih
bersekolah
dijenjang
SD.
pemerintah Kabupaten Sumba
91
Oleh
Timur
karena
itu
menargetkan
sasaran yang harus dicapai untuk Angka Partisipasi
Kasar SD menjadi 100% ditahun 2015.
Sedangkan
pada jenjang pendidikan SMP untuk mencapai target
penuntasan wajib belajar masih diperlukan kenaikan
Angka Partisipasi Kasar SMP sebesar 13.64 persen
untuk
mencapai sasaran
Angka
Partisipasi Kasar
menjadi 100% pada tahun 2015. Dapat disimpulkan
bahwa masih banyak anak usia sekolah 13-15 tahun
yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan
SMP. Adanya anak yang putus sekolah juga membuat
Angka Partisipasi Kasar daerah belum mencapai target
Angka Partisipasi Kasar yang ditentukan.
Rasio
siswa
terhadap
guru
untuk
tingkat
pendidikan Sekolah Dasar tahun 2011 adalah 14
persen yang berarti satu orang guru mengasuh 14-15
siswa,
rasio
tersebut
cukup
ideal
akan
tetapi
penyebaran guru yang tidak merata antar satuan
pendidikan
terutama
permasalahan
di
tersendiri
pedesaan
dikarenakan
menjadi
demografi
Kabupaten Sumba Timur. Rasio siswa terhadap guru
pada jenjang pendidikan SMP adalah 14 persen atau
satu orang guru mengasuh 15-16 siswa. Rasio siswa
per gedung dan rasio siswa per guru dapat dilihat pada
table berikut ini:
92
Table 4.3
Rasio Siswa Per Gedung dan Rasio Siswa Per Guru
Di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2011
Prasarana
Pendidikan
Jumlah
Satuan
Pendidikan
(S)
Jumlah
Siswa
(M)
Jumlah
Guru
(G)
Rasio
Siswa/Guru
(M/G)
Rasio
Siswa/Sekolah
(M/S)
SD/MI
236
40.033
2.902
14,00
169,63
SMP
59
13.046
910
14,00
221,12
Sumber : Indikator Kesra Tahun 2011 dan Sumba Timur
Dalam Angka 2012
Dari
tabel
tersebut
diatas
maka
dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya rasio siswa/sekolah
SD dari 169,63 pada tahun 2011 menjadi 156 pada
tahun 2015. Oleh karena itu dibutuhkan pengurangan
sedikitnya 13.63 untuk mencapai sasaran indikator
yang diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba
Timur.
Sedangkan untuk SMP rasio siswa/sekolah
pada tahun 2010 adalah 119.15, tahun 2011 adalah
221.21 menjadi
290 pada
tahun
2015. Adanya
perubahan yang signifikan dari tahun 2010 ke tahun
2011 dan membutuhkan jumlah 68.79 untuk mencapai
sasaran indikator Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba
Timur. Rasio siswa/guru untuk tingkat SD pada tahun
2011 adalah 14.00 ditargetkan pada
93
tahun 2015
mengalami peningkatan menjadi 32. SMP pada tahun
2011 adalah 14.00 mnjadi 32 pada tahun 2015.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga
tahun
2011
Kabupaten
Sumba
Timur
memiliki sarana pendidikan mulai dari PAUD sebanyak
78 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.340
orang dan diasuh oleh tenaga pendidik sebanyak 156
guru. TK/RA sebanyak 38 prasarana dengan jumlah
siswa sebanyak 2.329 siswa yang di asuh tenaga guru
sebanyak 235 orang. Hal tersebut menjawab kebijakan
strategis
yang disusun dalam rangka
memperluas
pemerataan dan akses pendidikan bagi anak usia 0-6
tahun
untuk
memiliki
kesempatan
tumbuh
dan
berkembang dan memiliki kesiapan dalam mengikuti
pendidikan di SD/MI (RENSTRA Depdiknas 20052009).
Untuk SD/MI/PLB jumlah satuan pendidikan
236 buah dengan jumlah siswa sebanyak 40.033 siswa
diasuh
oleh
tenaga
guru
2.902
guru,
SLTP/MTs
sebanyak 59 satuan pendidikan dengan jumlah siswa
sebanyak 13.046 orang yang diasuh oleh tenaga guru
sebanyak 18 buah dengan jumlah siswa sebanyak
9.908 orang yang diasuh oleh tenaga guru sebanyak
608 guru.
Keberhasilan akses pendidikan juga dapat dilihat
dari Angka Melek Huruf dan Buta Huruf yang dapat
dilihat dari angka persentase penduduk 10 tahun
94
keatas
yang
memiliki
menulis. Indikator
kepandaian
membaca
dan
ini merupakan gambaran yang
sangat mendasar dari tingkat pendidikan penduduk,
karena
apabila
presentase
penduduk
yang
dapat
membaca dan menulis semakin besar menunjukkan
bahwa
semakin
memahami
banyaknya
dan
penduduk yang dapat
melaksanakan
kebijakan
pembangunan.
Tabel 4.4
Persentase Penduduk yang Berumur 10 Tahun keatas
Menurut Jenis Kelamin dan Kepandaian
Membaca dan Menulis
Kepandaian
Membaca dan
Menulis
Tahun 2009
tahun 2010
tahun 2011
LK
Pr
LK
Pr
LK
Pr
Dapat Membaca
dan Menulis
84,66
90,65
89,49
83,37
87,68
85,54
Buta Huruf
15,34
9,35
10,51
16,63
12,31
14,56
Sumba Timur
100
100
100
100
100
100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006-2011
Melalui sasaran kebijakan yang direncanakan
pemerintah, terlihat adanya peningkatan-peningkatan
yang signifikan dari tahun ke tahun seperti terlihat
pada tabel-tabel diatas.
Dengan
demikian
sasaran
kebijakan
yang
direncanakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
diharapkan pada tahun 2015, akses pendidikan di
Kabupaten Sumba Timur dapat dicapai dengan baik
dan
bisa
dijangkau
oleh
95
semua
masyarakat.
Diharapkan akses pendidikan mengubah kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik, siap terjun dalam dunia
kehidupan yang sebenarnya. Terstrukturnya sasaran
kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah
terus
berusaha
memperbaiki
perluasan
akses
pendidikan.
Adanya
program
dana
BOS
dan
DAK
juga
dirasakan oleh pemerintah Kabupaten Sumba Timur
membawa perubahan yang baik bagi akses pendidikan.
Sekalipun terkadang Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
diperoleh tidak sesuai dengan belanja masing-masing
daerah (hasil wawancara dengan kepala sub bagian
program dan evaluasi). Melalui program dana BOS
biaya pendidikan bagi siswa-siswi dibebaskan. Hal
tersebut sesuai dengan kebijakan yang tercantum
dalam
RENSTRA
menghapus
Depdiknas
hambatan
biaya
2005-2009
yaitu
(cost barries ) melalui
pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) bagi
semua siswa pada jenjang Dikdas baik pada sekolah
umum
maupun
madrasah
yang
dimiliki
oleh
pemerintah atau masyarakat, yang besarnya di hitung
berdasarkan
per
siswa
dikalikan
dengan
jumlah
seluruh siswa pada jenjang tersebut. Dan terutama
bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin.
Beberapa kebijakan strategis yang disusun dalam
rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan
dalam RENSTRA Depdiknas sudah memperlihatkan
96
hasil yang baik bagi perluasan akses pendidikan,
membentuk bagi daerah terpencil yang berpenduduk
jarang dan terpencar, memperluas akses bagi anak usia
sekolah 7-15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
yang belum mendapat layanan pendidikan dijalur non
formal
maupun
pendidikan
terpadu,
akses
bagi
pendudukbuta aksara usia 15 tahun keatas dilakukan
melalui program paket A, B, dan C yang dilakukan atas
kerjasama
Namun
masyarakat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai temuan
penelitian dan pembahasan dari hasil wawancara, data,
informasi dan observasi yang dilakukan dan diperoleh
dari
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
mengenai implementasi atau pelaksanaan perluasan
akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Akses
pendidikan yang masih berkekurangan disana-sini,
belum merata adalah masalah utama yang sedang
diperbaiki terus menerus oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan
pendidikan
adanya
hasil
masih
studi
menjadi
dokumentasi
masalah
dikarenakan
kemampuan/kompentensi
pendidikan
yang
belum
memadai
akses
pengelolaan
dan
topografi
yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang
tidak
merata.
Keadaan
tersebut
menjadikan
implementasi perluasan akses pendidikan mengalami
keterbatasan dalam pelaksanaannya.
4.1. Kondisi Umum Kabupaten Sumba Timur
Kabupaten
Sumba
Timur
integral dari provinsi Nusa
merupakan
Tenggara
Timur
bagian
yang
lokasinya terletak di bagian selatan dan merupakan
salah satu dari empat Kabupaten yang berada di
Sumba. Berdasarkan data Sumba Timur dalam angka
tahun 2012 Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah
57
penduduk sebanyak 234.642 jiwa, dimana jumlah
penduduk
laki-laki
sebanyak
120.779
jiwa
dan
perempuan sebanyak 113.863 jiwa dengan tingkat
kepadatan rata-rata 33 jiwa per Km2. Dalam kurun
waktu 1980-1990 jumlah penduduk Kabupaten Sumba
Timur bertambah sebanyak 53.809 orang atau naik
dari 123.078 orang menjadi 176.887 orang, dengan
rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2.19 persen. Trend
pertumbuhan ini sedikit mengalami penurunan pada
dasawarsa 1990-2000 dimana rata-rata pertumbuhan
menjadi 1.96 persen. Sedangkan dalam kurun waktu
2000-2011 telah mengalami kenaikan 23.56 persen
sehingga pada tahun 2012 penduduk Sumba Timur
berjumlah 234.642 orang.
Adapun jumlah penduduk usia sekolah dapat
dilihat pada tabel dibawah ini (Sumber : hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2011)
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Jenis
Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2011
Jenis
Kelamin
Kelompok Umur (Tahun)
SMU (16SD (7-12 thn)
SMP (13-15 thn)
18 thn)
laki-laki
17.244
7.014
7.031
Perempuan
17.410
7.729
6.658
Jumlah
34.654
14.743
13.689
58
Sumber: RKPD Kabupaten Sumba Timur
Tabel
diatas
menunjukkan
bahwa
semakin
tingginya jenjang pendidikan maka semakin berkurang
jumlah
Semakin
siswa
yang
tinggi
melanjutkan
jenjang
pendidikan
pendidikannya.
maka
terlihat
dengan jelas bahwa jumlah laki-laki yang lanjut ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi lebih banyak.
Melihat data
kemauan
rendah
penduduk yang semakin
melanjutkan
dalam
implementasi
setiap
pendidikan
jenjang
pemerataan
dan
tinggi dan
yang
semakin
pendidikan,
maka
perluasan
akses
pendidikan perlu diperhatikan.
Siswa
Kabupaten
putus
Sumba
sekolah
Timur
masih
terdapat
dikarenakan
di
demografi
daerah Sumba Timur, dimana desa-desa di setiap
kecamatan berjauhan satu dengan yang lain, sehingga
membuat orang tua sulit untuk menyekolahkan anakanak mereka. Jika pemerintah membangun sekolah di
setiap desa yang menjadi kendala adalah pemanfaatan
dari sekolah terbatas dikarenakan jumlah penduduk
usia sekolah tidak memadai. Untuk memudahkan
akses pendidikan agar orang tua tidak mengkawatirkan
sekolah jauh maka Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sumba Timur membangun SD-SD
kecil (paralel) di desa-desa terpencil bagi kelas 1-3
karena anak-anak belum bisa menempuh jarak yang
jauh. Jika pada pelaksanaannya siswa berkembang
59
dengan
baik
maka
sekolah
kecil
tersebut
akan
ditambahkan ruang kelas sehingga sekolah tersebut
berubah menjadi SD reguler.
4.2. Proses
Implementasi
Perluasan
Akses
Kebijakan
Pendidikan
di
Kabupaten Sumba Timur
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Kebijakan
mempunyai
adalah
serangkaian
tujuan
tertentu
tindakan
yang
diikuti
yang
dan
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu
dengan menghubungkan formulasi kebijakan dengan
hasil
(outcome)
kebijakan
(Nugroho,2009).
kehidupan
Dalam
bangsa
yang
upaya
seperti
yang
diharapkan
mencerdaskan
tercantum
dalam
pembukaan UUD 1945, pemerintah terus berusaha
untuk
memperbaiki mutu
pendidikan
dengan
cara
dan
memperluas
merumuskan
akses
kebijakan-
kebijakan nasional mengenai pendidikan. Kebijakankebijakan nasional yang dirumuskan pemerintah dalam
rangka
membantu
implementasi
perluasan
akses
pendidikan serta memberikan kesempatan kepada anak
bangsa
untuk dapat mengenyam pendidikan meliputi
kebijakan
dana
BOS
untuk
meringankan
beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam
60
rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu serta
kebijakan DAK untuk membiayai kebutuhan sarana
dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan)
tahun yang belum mencapai standar tertentu atau
percepatan pembangunan daerah di bidang pendidikan
dasar.
Kebijakan-kebijakan pendanaan nasional dibantu
dengan dana daerah menjadi tolak ukur pemerintah
Kabupaten Sumba Timur dalam memperbaiki sistem
pendidikan dalam hal ini implementasi perluasan akses
pendidikan menjadi lebih maju dan bagus. Nugroho
(2009)
mengatakan
nasional
tersebut
bahwa
di
kebijakan-kebijakan
implementasikan
atau
dilaksanakan agar kebijakan dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Agar tujuan pendidikan dalam hal
implementasi perluasan akses pendidikan tercapai,
pemerintah Kabupaten Sumba Timur mengakui bahwa
pemerintah
daerah
bekerja
sama
dengan
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga terlibat langsung
dalam
melakukan
pendidikan
diperoleh
pengelolaan
dengan
(seperti
perluasan
menggunakan
dana
BOS,
akses
dana-dana
DAK)
dengan
yang
cara
membangun fasilitas sekolah baru di SD-SMP satu
atap,
menambah
sarana
prasarana
yang
meliputi
perpustakaan, penambahan ruang kelas, memperbaiki
gedung-gedung
sekolah
yang
sudah
rusak,
laboratorium, bahkan juga memberikan beasiswa bagi
61
guru-guru
yang
melanjutkan
studi
di
Universitas
Terbuka (bekerjasama dengan PGSD Udayana Kupang).
Edwards III (Winarno 2012) mengatakan bahwa
implementasi
kebijakan
adalah
salah
satu
tahap
kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan
konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat
yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat
atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan
sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin
mengalami kegagalan sekalipun kebijakan tersebut
diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,
suatu
kebijakan
yang
telah
direncanakan
dengan
sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan,
jika
kebijakan
tersebut
kurang
diimplementasikan
dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Berangkat
dari pemahaman
tersebut, implementasi kebijakan
perluasan akses
pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur terfokus pada faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap implementasi kebijakan dari sisi komunikasi,
sumber-sumber,
kecenderungan-kecenderungan
(disposisi), dan struktur birokrasi.
4.2.1.Komunikasi
Edwards
III
(Winarno,
2012)
mengatakan
komunikasi adalah penyampaian pesan atau informasi
tentang
kebijakan
antara
pembuat kebijakan
dan
pelaksana kebijakan. Menurut Edwards persyaratan
pertama
bagi implementasi kebijakan
62
yang
efektif
adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan
harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mencapai
keberhasilan implementasi kebijakan perluasan akses
pendidikan
di
Kabupaten
Sumba
Timur
maka
pemerintah harus mengadakan koordinasi yang baik
mulai
dari
Pemuda
pemerintah
dan
daerah,
Olahraga,
Dinas
institusi
Pendidikan
sekolah
bahkan
masyarakat. Pembuat kebijakan dalam hal ini adalah
pemerintah
pusat, sedangkan
pelaksana
kebijakan
adalah pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda
dan
Olahraga,
institusi
sekolah
dan
masyarakat.
Komunikasi yang baik antara pembuat kebijakan dan
pelaksana kebijakan akan menghasilkan output yang
baik.
Dalam
mengimplementasikan
kebijakan
pemerataan perluasan akses pendidikan, pemerintah
menghimbau
seperti
setiap
yang
masyarakat
dikatakan
oleh
tanpa
terkecuali,
sekretaris
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba
Timur. Himbauan tersebut yaitu:
“agar
masyarakat
mempunyai
pendidikan
dan
kesadaran
bagi
pemerintah
mengenai
anak-anak
selalu
pentingnya
sebagai
generasi
penerus bangsa dengan menggunakan setiap danadana yang diberikan Negara sebagai kebijakankebijakan nasional.”
Penunjang
dalam
menerapkan
implementasi
pemerataan perluasan akses pendidikan adalah melalui
63
dana-dana yang dimiliki daerah tertentu dan dana
negara. Dana-dana yang utama akan dibahas tersebut
adalah program dana BOS dan DAK. Komunikasi
antara pembuat dan pelaksana kebijakan pemerataan
perluasan
akses
pendidikan
dalam
menggunakan
kebijakan program dana BOS dan DAK yaitu melalui
sosialisasi-sosialisasi dan pertemuan yang diadakan
dikantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga,
sekalipun
program
dana
BOS
dan
DAK
kebijakan nasional. Penerimaan program
adalah
dana BOS
setiap institusi sekolah adalah dalam kurun waktu 3
bulan
dengan
rekening
sistem
sekolah
transfer
penerima.
langsung
Untuk
kepada
memperoleh
program dana BOS masing-masing institusi sekolah
membuat
antara
proposal
penerima
penggunaan
agar
komunikasi
(pelaksana) dan pemerintah
bisa
berjalan secara efektif. Hal tersebut juga berlaku dan
diterapkan
pada
diperoleh
untuk
DAK,
perbedaannya
adalah
kebutuhan-kebutuhan
DAK
institusi
sekolah dalam jumlah yang besar yang tidak bisa
dibiayai oleh program dana BOS. Penerimaan DAK
adalah
melalui kas
daerah
dilanjutkan
ke Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan dari Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
meneruskannya
kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan atau yang
perlu
melakukan
perbaikan.
Adapun
proses
komunikasi yang dilakukan adalah dimulai dari sistem
64
perencanaan.
Melalui
perencanaan
tersebut
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga sudah memiliki
target-target sekolah yang akan diberikan dana untuk
perbaikan infrastruktur menggunakan DAK. Adapun
alur
komunikasi
yang
terjadi
untuk
mengimplementasikan kebijakan program dana BOS
dan DAK adalah sebagai berikut:
KEBIJAKAN PUSAT
(program dana BOS dan DAK)
PEMDA
Dinas Pendidikan
Sekolah
SKPD
Kecamatan
Gambar
4.1.
Proses
Komunikasi
Implementasi
Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan
di Kabupaten Sumba Timur (Sumber:
wawancara
dengan
kepala
sub
bagian
program dan evaluasi)
Sekolah-sekolah yang memiliki keluhan dalam
hal infrastruktur memasukkan usulan atau proposal
mengenai infrastruktur sekolah yang mau diperbaiki
atau
ditambah
ke
kecamatan-kecamatan
setempat
untuk memohonkan Dana Alokasi Khusus, setelah itu
65
kecamatan mengajukan sekolah-sekolah tersebut ke
SKPD
(Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah).
SKPD
meninjau kembali usulan dari kecamatan mengenai
sekolah-sekolah mana saja yang membutuhkan DAK
kemudian diajukan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga. Sekolah-sekolah yang menerima DAK harus
memakai dana yang diperoleh untuk kebutuhan yang
betul-betul
dibutuhkan
sekolah
sesuai
dengan
Petunjuk Teknis (juknis) DAK. Sedangkan untuk dana
BOS, masing-masing sekolah memasukkan data-data
siswa ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
untuk dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan
selanjutnya kementerian mengalokasikan dana dimana
dana BOS langsung ditransfer kerekening masingmasing sekolah. Sebelum digunakan sekolah harus
membuat RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah) terlebih dahulu, melalui tim audit
RAPBS dikumpul, di cek oleh tim audit apakah sesuai
dengan petunjuk teknis (juknis) BOS atau tidak.
Agar dana-dana tersebut mencapai target yang
tepat maka pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
membuat pertemuan
yang
didalamnya berisi tentang perencanaan dan evaluasi
terhadap dana yang sudah terpakai. Apakah dana-dana
tersebut terpakai sesuai atau tidak dengan kebutuhan
dari setiap institusi sekolah yang memperolehnya.
Dengan
adanya
komunikasi
66
yang
baik
antara
pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga,
sekolah-sekolah
harapkan
pemerataan
dan
perluasan
masayarakat
akses
di
pendidikan
menjadi lebih baik dan membawa perubahan bagi cara
pandang
masyarakat mengenai pendidikan.
mencapai
tujuan
implementasi
perluasan
Untuk
akses
pendidikan memang pada dasarnya harus ada kerja
sama yang baik dari semua pihak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gunawan (1991) oleh karenanya agar
pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai
dengan kemampuan masing-masing individu, maka
pendidikan
adalah
tanggung
jawab
keluarga,
masyarakat dan pemerintah.
Komunikasi yang baik ini memang pada dasarnya
sudah
menunjukkan
ada
keberhasilan
dalam
hal
memperbaiki akses pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur (hasil wawancara dengan Sub Bagian Program
dan Evaluasi). Banyak hal yang dapat dilihat dari hasil
implementasi kebijakan-kebijakan pendanaan nasional
tersebut. Setiap sekolah memiliki kesempatan untuk
membangun dan memperbaiki gedung-gedung sekolah
menjadi layak dipakai, perpustakaan bagi beberapa
sekolah
didesa
perpustakaan
(sekalipun
sendiri),
belum
memiliki
penambahan
ruang
buku-buku,
semuanya berasal dari penerapan kebijakan dana BOS
dan DAK. Bukan hanya berguna dalam perluasan
akses pendidikan, implementasi kebijakan ini juga
67
diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan di
Kabupaten Sumba Timur.
Komunikasi baik yang terjalin antara pemerintah
daerah dan masyarakat juga sudah menunjukkan
banyak hal positif yang dicapai seperti pembangunan
sekolah-sekolah baru diantaranya sekolah menengah
pertama, sekolah menengah kejuruan, SD/SMP satu
atap di beberapa kecamatan se-Kabupaten Sumba
Timur. Selain mengalami peningkatan namun tidak
dipungkiri pemerataan perluasan akses pendidikan
juga belum dirasakan oleh semua sekolah apalagi bagi
sekolah
yang
lokasinya
didaerah
terpencil.
Masih
adanya beberapa sekolah yang mengalami kekurangan
sarana prasarana. Sekalipun sarana prasarana masih
berkekurangan
namun
pemerintah
terus
berusaha
untuk melakukan pembenahan dengan menggunakan
dana-dana dari APBN dan APBD untuk implementasi
kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten
Sumba Timur.
Pemerintah
masyarakat
agar
membangun
anak-anak
komunikasi
mereka
yang
dengan
putus
sekolah (drop out) dimasukkan kembali ke sekolah
karena biaya pendidikan sudah gratis. Hal ini juga
merupakan
suatu
kontribusi
pemerintah
untuk
implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten
Sumba Timur. Sekalipun pemerintah daerah dan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga terus menghimbau
68
agar masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan
dan pemerintah sudah membebaskan biaya pendidikan
bagi SD-SMP, kenyataan yang terjadi dilapangan belum
menjawab cita-cita mulia pemerintah tersebut. Masih
saja
banyak
anak-anak
putus
sekolah
terutama
dipedesaan (khususnya bagi anak-anak dari keturunan
hamba). Hal ini diakui pemerintah Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
dipikirkan
solusi
pemerintah
terus
kepada
sebagai
terbaiknya.
menerus
masyarakat
agar
hal
yang
Oleh
terus
karena
memberikan
memahami
itu
himbauan
pentingnya
pendidikan bukan hanya bagi mereka yang beruntung
namun
bagi
kebijakan
semua
perluasan
perlahan-lahan,
kalangan.
akses
Dengan
pendidikan
masyarakat
akan
adanya
diharapkan
memahami
pentingnya pendidikan dan merubah cara pandang
mereka.
Tidak ditemukan kendala-kendala berarti dalam
pelaksanaan program dana BOS dan DAK sebagai
kebijakan nasional dalam rangka memperbaiki mutu
pendidikan menjadi lebih baik. Edwards III dalam
Winarno
hambatan
(2012)
yang
mentransmisikan
mengungkapkan
bisa
saja
perintah-perintah
ada
timbul
beberapa
dalam
implementasi.
Pertama, pertentangan pendapat antara para pelaksana
dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil
kebijakan. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis
69
hierarki birokrasi. Kedua hambatan yang dikemukan
Edwards III tersebut tidak begitu nampak terlihat,
karena
kebijakan
pendanaan
perluasan
akses
pendidikan dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis
(juknis) BOS dan DAK. Dengan adanya kebijakan
nasional tersebut dirasakan sangat membantu dalam
pemerataan perluasan akses. Dikatakan oleh kepala
Sub
bagian
Program
memgimplementasikan
dan
evaluasi
bahwa
kebijakan-kebijakan
dalam
tersebut
tidak ada pertentangan pendapat karena pelaksanaan
kebijakan BOS dan DAK didasarkan pada petunjuk
teknis (juknis) yang sudah diatur pemerintah pusat.
Misalnya DAK dibuat untuk rehab gedung sekolah
maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga harus
mencari
sekolah-sekolah
yang
betul-betul
membutuhkan rehab sehingga DAK tersebut tidak bisa
dipakai untuk pembangunan yang lain. Begitu juga
dengan BOS (misalnya hanya untuk membayar gaji
guru honor maka dana tersebut hanya dikeluarkan
untuk biaya itu saja). Sehingga dinas pendidikan tidak
mempunyai wewenang untuk melakukan pertentangan
dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut.
4.2.2.Sumber Daya
Sumber daya adalah hal mutlak yang diperlukan
dalam melaksanakan sebuah kebijakan agar kebijakan
tersebut tercapai dan terlaksana dengan baik (Edwards
III dalam Agustino, 2006). Sumber daya dalam hal ini
70
adalah staf, informasi, dan wewenang. Sumber daya
utama dalam mengimplementasikan suatu kebijakan
adalah
staf.
Dalam
menjalankan
implementasi
kebijakan dibutuhkan sumber daya yang berkualitas
dibidangnya masing-masing. Tidak penting mengenai
jumlah
staf
terpenting
yang
adalah
melaksanakan
sumber
daya
kebijakan,
yang
tersebut memiliki
kualitas dan motivasi yang bagus, serta memiliki
keterampilan-keterampilan
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan pekerjaan (Edwards III dalam Winarno
2012).
Sumber daya manusia boleh dikatakan sangat
menunjang
implementasi
perluasan akses
Timur.
Sumber
terpenting
Kinerja
pemerataan
pendidikan di Kabupaten Sumba
daya
untuk
pelaksanaan
kebijakan
manusia
menentukan
tugas-tugas
sebuah
merupakan
bagian
keberhasilan
dalam
pelayanan
lembaga/organisasi
pemerintah.
akan
sangat
ditentukan oleh kapasitas sumber daya aparatur yang
ada didalamnya. Kapasitas sumber daya aparatur lebih
didekatkan
pada
kualifikasi
menunjang
kinerja
pelaksanaan
sebuah
kelembagaan/organisasi.
kebijakan-kebijakan
pendidikan
tugas
Dalam
program dana
BOS
yang
dan
fungsi
mengelola
dan
DAK
untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Sumba
Timur
mengakui
71
bahwa
masih
adanya
kekurangan dalam hal staf. Untuk pembangunan fisik
dibutuhkan staf yang latar belakang pendidikannya
adalah sarjana teknis. Sedangkan Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
Kabupaten
Sumba
Timur
memiliki tenaga teknis yang terbatas. Misalnya dana
yang diberikan besar, target dan sasarannya banyak
sedangkan
dalam
menu
DAK
diharuskan
yang
mengelola dan melakukan perencanaan terhadap dana
yang besar adalah ahli teknis, maka Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga meminta bantuan Dinas terkait
seperti Dinas Pemilihan Umum (PU) yang berhubungan
dengan
teknis
perencanaan.
untuk
membantu
Semuanya
tergantung
melakukan
dari
petunjuk
teknis (juknis) penggunaan dana yang bersangkutan.
Untuk
perencanaan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sumba Timur, melakukan kajian
awal secara kasat mata misalnya melihat bangunan
yang perlu diperbaiki apakah mengalami kategori rusak
ringan, sedang dan berat.
Tenaga pendidik adalah sumber daya yang juga
dimiliki oleh Dinas
Timur.
Sekretaris
Pendidikan Kabupaten Sumba
dinas
pendidikan
mengatakan
bahwa:
“Tenaga
pendidik
merupakan
sumber
daya
manusia yang menjadi tulang punggung dalam
mendidik siswa atau siswi sebagai bagian dari
pemerataan
perluasan
akses
pendidikan
peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.”
72
serta
Untuk
menunjang
implementasi
pemerataan
perluasan akses pendidikan menjadi lebih baik lagi,
pemerintah daerah juga menyiapkan beasiswa bagi
setiap guru yang berprestasi untuk melanjutkan studi
di
Universitas
meningkatkan
Terbuka
kualitas
(UT)
dari
dengan
tim
tujuan
pendidik.
Dinas
pendidikan Pemuda dan Olahraga juga memberikan
kesempatan kepada masyarakat lulusan SMA untuk
melanjutkan
pemerintah
studi
dalam
di
UT
PGSD
pemenuhan
sebagai
standar
upaya
kualifikasi
akademik di Kabupaten Sumba Timur. Masalah sumber
daya manusia dalam hal guru juga dirasakan masih
menjadi masalah utama yang sedang dan sementara di
carikan solusi, karena kekurangan tim pendidik hingga
saat ini masih 1.267 tim pendidik. Hal ini bukan saja
menjadi masalah bagi perluasan akses pendidikan.
Selain staf sebagai sumber daya yang patut
dimiliki suatu daerah pelaksana kebijakan, informasi
adalah sumber penting kedua dalam implementasi
kebijakan (Edwards III dalam Winarno, 2012). Edwards
III mengemukakan bahwa informasi harus diberikan
kepada
pelaksana-pelaksana
bagaimana
melaksanakan
kebijakan
suatu
mengenai
kebijakan.
Dalam
pelaksanaan kebijakan perluasan akses pendidikan
melalui program dana BOS dan DAK, pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga,
kepala sekolah, dan para guru sudah mengetahui
73
mengenai tata pelaksanaan program dana BOS dan
DAK dengan dibantu melalui petunjuk teknis (juknis)
pelaksanaan
yang
dibuat
oleh
pemerintah
pusat.
Dengan adanya petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan
tersebut
maka
pelaksana
kebijakan
juga
harus
mentaati peraturan yang sudah dibuat pemerintah.
Hasil wawancara dengan salah seorang kepala sekolah
mengatakan bahwa:
Sebagai
pelaksana
atau
penerima
untuk
melaksanakan kebijakan program BOS dan DAK,
kami
sudah
pelaksanaannya,
diberikan
sehingga
petunjuk-petunjuk
kami
merasa
sangat
terbantu dengan informasi yang disediakan yang
juga sekaligus merupakan peraturan. Peraturanperaturan tersebut harus kami lakukan agar kami
tidak sampai membuat suatu pelanggaran yang bisa
saja menyeret kami masuk penjara.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa informasi
yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan kebijakan
perluasan akses pendidikan melalui program dana BOS
dan DAK di Kabupaten Sumba Timur sudah sangat
mencukupi atau memadai, serta informasi tersebut
juga membuat pelaksana-pelaksana kebijakan merasa
harus tunduk dalam setiap peraturan pemerintah yang
telah dibuat agar tidak sampai melakukan suatu
pelanggaran. Dengan adanya informasi yang cukup
maka konsekuensi-konsekuensi yang bisa saja terjadi
bisa diminimalisir.
74
Selain
sumber
perluasan akses
daya
manusia
implementasi
pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur juga didukung oleh dana-dana APBN didalamnya
termasuk dana BOS, APBD (provinsi dan kabupaten
Sumba Timur), BOS dan DAK. Dana-dana tersebut
bertujuan untuk memperbaiki sarana prasarana yang
berkekurangan disana-sini, bahkan untuk memberikan
beasiswa-beasiswa bagi siswa dan tenaga pendidik.
Adapun rincian penggunaan dana-dana tersebut dalam
menunjang perluasan akses pendidikan adalah sebagai
berikut:
Dana
APBD
kabupaten
Sumba
Timur
bertujuan
membiayai:
“program pelayanan administrasi kantor,
peningkatan
sarana
aparatur,program
dan
pendidikan
program
prasarana
anak
usia
dini,
program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
program pendidikan menengah, program pendidikan
non formal, program pendidikan luar biasa, program
peningkatan
mutu
pendidik
dan
tenaga
kependidikan, dan program manajemen pelayanan
pedidikan”.
Dana APBD Provinsi bertujuan untuk membiayai
beberapa kegiatan sebagai berikut:
Program pendidikan menengah (bantuan khusus
siswa, beasiswa super semar), program pendidikan
luar sekolah (insentif bagi pendidik PAUD, gugus
PAUD, dana mitra PAUD, keaksaraan fungsional
75
dasar, keaksaraan usaha mandiri, paket B setara
SMP).
Selain sumber dana APBD Provinsi NTT, dinas PPO
Kabupaten Sumba Timur juga mendapatkan dana
untuk beberapa kegiatan dengan sumber dana APBN
selain DAK pendidikan yaitu sebagai berikut:
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
(kegiatan rehabilitasi berat ruang kelas sekolah,
bantuan social, bantuan social fasilitas sarana
kesenian,
reguler),
bantuan
bantuan
operasional
beasiswa
sekolah
bagi siswa
(BOS
miskin,
pembangunan SMP SATAP, pembangunan lab IPA,
pembangunan ruang kelas tahap II, pembangunan
ruang perpuastakaan tahap II), program pendidikan
menengah
(pembangunan
ruang
kelas
baru,
bantuan ruang praktek siswa, bantuan ruang kelas
baru),
program
pendidikan
luar
sekolah
(pembangunan unit gedung PAUD, blockgrant dana
rintisan,
dana
operasional
pendidikan
PAUD,
tunjangan fungsional guru TK non PNS, tunjangan
kualifikasi guru TK non PNS, program pendidikan
berkelanjutan), program peningkatan mutu tenagga
pendidik.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42
ayat 1 mengatakan bahwa setiap pendidikan wajib
memiliki
sarana
yang
meliputi
perabot,
perlatan
pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan
untuk menunjang proses pembeljaran yang teratur dan
76
berkelanjutan.
Berdasarkan
hasil
wawancara
yang
dilakukan bahwa pemerintah mengakui masih banyak
kekurangan yang terjadi dalah hal sarana terkususnya
bagi
sekolah-sekolah
yang
lokasinya
di
desa.
Kekurangan sarana yang dimaksud adalah kekurangan
sarana
komputer
kendalanya
adalah
dikarenakan
lokasi sekolah yang belum memiliki tenaga listrik,
namun untuk sarana lain yang tidak membutuhkan
tenaga listrik hampir semuanya sudah memadai baik
itu sekolah-sekolah dikota ataupun didesa.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42 ayat 2
mengatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib
memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang
tata
usaha,
laboratorium,
ruang
ruang
bengkel
perpustakaan,
kerja,
ruang
ruang
unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolahraga,
tempat
tempat
berkreasi,
diperlukan
untuk
beribadah,
dan
tempat
ruang/tempat
menunjang
proses
bermain,
lain
yang
pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan. Dalam hal prasarana
diakui oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
masih mengalami kekurangan disana-sini. Pemerintah
juga terus berusaha memperbaiki dan terus berusaha
menambah
tersebut.
prasarana
Banyaknya
yang
sekolah
77
masih
yang
berkekurangan
masih
belum
memiliki
ruangan
perpustakaan,
kelas
bahkan
yang
boleh
memadai,
dikatakan
ruang
masalah
prasarana adalah masalah utama yang masih terus
diusahakan untuk diperbaiki kedepannya. Masalah ini
bukan hanya dialami sekolah-sekolah yang lokasinya
didesa namun di kotapun masalah prasarana terjadi.
Dengan adanya pendanaan yang sudah dipaparkan
diatas,
diharapkan
perluasan
akses
pendidikan
mendapatkan solusi yang terbaik.
Meskipun ada begitu banyak kekurangan dalam
hal prasarana,
pemerintah
daerah
merasa
sangat
terbantu dengan adanya penerapan kebijakan danadana BOS dan DAK sebagai kebijakan nasional di
Kabupaten Sumba Timur dan sudah mulai terlihat
adanya perubahan dalam pembangunan sekolah baru,
atau perbaikan ruang-ruang kelas menjadi layak pakai,
namun
tidak
di
pungkiri
kekurangan
yang
terjadi.
masyarakat
merasa
juga
masih
Setidaknya
terbantu
saja
ada
sekolah
dan
dengan
penerapan
kebijakan BOS dan DAK dalam peningkatan sarana
prasarana pendidikan yang baik.
Terbukti bahwa staf pemerintah daerah, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah,
dan masyarakat terus bekerja sama dengan baik untuk
mengimplementasikan akses pendidikan menjadi lebih
baik dan terus maju. Dengan adanya perluasan akses
pendidikan tersebut, maka penduduk Sumba Timur
78
diharapkan bisa mendapatkan pendidikan yang layak,
walaupun masih saja adanya desa-desa terpencil yang
belum bisa mengakses pendidikan.
4.2.3.Kenderungan-kecenderungan
Implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai
dengan keputusan awal jika para pelaksana kebijakan
mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau
adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan,
demikian sebaliknya jika para pelaksana bersikap
negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan
karena
konflik
kebijakan
akan
kepentingan
maka
menghadapi
kendala
implementasi
yang
serius
(Edwards III dalam Winarno, 2012).
Dalam mengimplementasikan kebijakan danadana untuk pendidikan yaitu melalui program dana
BOS dan DAK, untuk pemerataan perluasan akses
pendidikan,
pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda dan Olahraga tidak melakukannya sendirian
namun bekerjasama dengan setiap institusi sekolah.
Supaya berjalan dengan baik (seperti yang sudah
dipaparkan pada point komunikasi) program dana BOS
di peroleh setiap sekolah dengan cara via transfer
langsung ke buku tabungan masing-masing sekolah
setiap 3 bulan sekali, serta DAK melalui daerah dan
selanjutnya
ke
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga. Untuk memperoleh dana tersebut masingmasing sekolah membuat RAPBS (Reancana Anggaran
79
Pendapatan dan Belanja Sekolah). Setelah itu pihak
sekolah
bertugas
untuk
melaporkan
pengeluaran-
pengeluaran dari dana BOS atau DAK kepada Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai bukti bahwa
dana
tersebut
benar
adanya
digunakan
sebaik
mungkin. Proses ini dilakukan untuk menghindari
kecenderungan-kecenderungan negatif para pelaksana
kebijakan serta dampak negatif yang bisa terjadi dalam
pelaksanaan
implementasi
kebijakan
seperti
yang
dikatakan oleh Anderson (1979) . Disposisi seperti ini
sangat memudahkan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan
melalui dana-dana (BOS dan DAK) yang diterima untuk
kepentingan perluasan akses pendidikan menjadi lebih
baik.
Dalam implementasi kebijakan program dana
BOS dan DAK tidak ditemui hambatan-hambatan yang
nyata
dikarenakan
setiap
pelaksana
kebijakan
perluasan akses pendidikan melalui dana BOS dan
DAK adalah institusi pendidikan serta pelaksanaannya
melalui
petunjuk
teknis
pelaksanaan.
Pelaksana
kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan
melalui
program
dana
BOS
dan
DAK
sangat
mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Kebijakan
nasional mengenai program dana BOS dan DAK adalah
kebijakan yang pelaksanaannya untuk kepentingan
masyarakat, diterima dan disetujui oleh sebagian besar
80
masyarakat yang mengerti. Hal tersebut sesuai dengan
yang dikatakan oleh Winarno (2012) bahwa jika para
pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan
tertentu,
dan
hal
ini
berarti
adanya
dukungan,
kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan
sebagaimana
yang
diinginkan
oleh
para
pembuat
keputusan awal.
Adapun kecenderungan-kecenderungan yang bisa
menjadi
tantangan
dalam
implementasi
perluasan
akses pendidikan dilansir dari dokumentasi RENSTRA
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat relatif
rendah tentang pendidikan, topografi yang berbukitbukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata,
kemampuan/kompetensi pengelolaan pendidikan yang
belum memadai, sarana prasarana yang tersedia belum
menunjang
operasional
pelaksanaan
tugas,
masih
rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam
pengelolaan pendidikan, masih rendahnya koordinasi
dalam penyelenggaraan pengelolaan pendidikan, serta
masih
adanya
peraturan
perundang-undangan
dibidang pendidikan yang belum sepenuhnya dapat
diterapkan.
Sekalipun pemerintah melihat kecenderungankecenderungan sebagai kendala dalam implementasi
kebijakan perluasan akses pendidikan tersebut namun
pemerintah
terus
berusaha
81
agar
perluasan
akses
pendidikan
bisa
berjalan
dengan
baik,
melalui
kekuatan yang dimiliki yaitu eksistensi Dinas PPO
sebagai penyelenggara urusan wajib dalam pengelolaan
pendidikan
sumber
di Kabupaten
daya
Sumba
manusia
yang
Timur,
memiliki
berkualitas
yang
merupakan hasil pembangunan dibidang pendidikan,
serta
adanya
kepastian
pembiayaan
dari
APBD
Kabupaten Sumba Timur (RENSTRA Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur).
Kecenderungan-kecenderungan
menghalangi
implementasi
bila
mungkin
para
pelaksana
kebijakan benar-benar tidak sepakat dengan substansi
suatu kebijakan (Winarno,2012). Ketika para pelaksana
kebijakan memilih untuk tidak mengikuti substansi
kebijakan yang sudah ada maka kebijakan tersebut
tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik. Kebijakan
program dana
kebijakan
BOS
nasional,
dan
DAK karena
tidak
begitu
kecenderungan-kecenderungan
yang
merupakan
terlihat
adanya
dilakukan
dari
para pelaksana khususnya dalam institusi sekolah,
karena pelaksanaannya berdasarkan petunjuk teknis
(juknis) yang sudah dirumuskan.
Edwards III (Winarno,2012) mengatakan para
pelaksana kebijakan diharapkan untuk tidak berada
atau masuk dalam “zona ketidakacuhan”. Dimana para
pelaksana
perintah
kebijakan
yang
tidak
diberikan
menyetujui
yaitu
82
antara
perintahkeputusan-
keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan sebab
dalam
kasus-kasus
seperti
ini
para
pelaksana
kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan kadangkadang
dengan
cara
implementasi
kecenderungan
yang
halus
kebijakan.
yang
menghambat
Kecenderungan-
terjadi
karena
pelaksana
kebijakan berada dalam “zona ketidakacuhan” boleh
dikatakan tidak sampai terjadi. Jikalau sampai terjadi,
kecenderungan tersebut terjadi dikalangan sekolah
yang
dikarenakan
pelaksana
kebijakan
adanya
dalam
ketidaktahuan
hal
ini
guru
para
untuk
mengelola uang. Guru sebagai pelaksana dari kebijakan
tidak diajarkan secara khusus mengenai pengelolaan
keuangan sehingga pengetahuan pengelolaan keuangan
sangat kurang. Tugas guru adalah mengajar akan
tetapi guru harus melakukan administrasi keuangan
yang tidak terlalu mereka pahami, sehingga mungkin
saja adanya kesalahan dalam pemakaian dana-dana
meskipun dalam petunjuk teknis (Juknis) sudah jelas
mengenai kegunaan kebijakan dana-dana tersebut.
Petunjuk teknis tidak semua di baca dan dipahami oleh
guru sebagai pelaksana kebijakan program dana BOS
dan DAK untuk perluasan akses pendidikan.
4.2.4.Struktur Birokrasi
Anderson (1979) mengungkapkan bahwa salah
satu aspek yang perlu dikaji dalam implementasi
kebijakan adalah siapa yang mengimplementasikan
83
atau
dengan
kata
lain
siapa
yang
melakukan
implementasi tersebut. Implementasi kebijakan boleh
mencapai sasaran yang tepat ketika dilakukan dengan
tepat
pula.
Dari
semua
kegiatan
implementasi
kebijakan yang dilaksanakan, peran serta pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga,
instaitusi sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Kesemuanya membentuk sinergi dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Tanpa adanya hubunganhubungan yang baik antara pemerintah daerah, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah
dan masyarakat implementasi kebijakan perluasan
akses pendidikan tidak akan berlangsung dengan baik.
Edwards
III
(Winarno,
2012)
mengatakan
birokrasi merupakan salah satu badan yang paling
sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana
kebijakan dan birokrasi tidak hanya berada dalam
organisasi-orgasasi swasta namun juga dalam institusiinstitusi
pendidikan.
Adapun
struktur
kebijakan
perluasan
akses
pelaksana
birokrasi
pendidikan
melalui program dana BOS dan DAK adalah Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
dan
institusi
sekolah, melibatkan peran serta pemerintah daerah
dan masyarakat setempat.
Sekolah-sekolah dibantu
oleh peran komite sebagai perwakilan masyarakat
untuk menunjang tercapainya tujuan implementasi
perluasan akses pendidikan.
84
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga memiliki
struktur birokrasi sendiri, institusi-institusi sekolah
juga memiliki birokrasinya sendiri untuk melaksanakan
atau menjalankan setiap kebijakan yang ada. Struktur
birokrasi yang ada didinas pendidikan adalah sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris membawahi:
a. Sub bagian umum dan kepegawaian
b. Sub bagian program dan evaluasi
c. Sub bagian keuangan
3. Bidang Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah
Dasar (SD) membawahi:
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan,
bahasa dan seni
b. Seksi pembinaan ketenagaan
c. Seksi sarana dan prasarana
4. Bidang Sekolah
Menengah
Pertama
(SMP)
membawahi:
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan,
bahasa dan seni
b. Seksi pembinaan ketenagaan
c. Seksi sarana dan prasarana
5. Bidang
Sekolah
Sekolah
Menengah
Menengah
membawahi:
85
Atas
Kejuruan
(SMA)/
(SMK)
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan,
bahasa dan seni
b. Seksi pembinaan ketenagaan
c. Seksi sarana dan prasarana
6. Bidang
Pendidikann
Luar
Sekolah
membawahi:
a. Seksi pendidikan kesetaraan
b. Seksi pendidikan berkelnajutan
c. Seksi PAUD non formal (RENSTRA Dinas
Pendidikan)
Struktur
meliputi
birokrasi
kepala
dalam
sekolah,
institusi
sekolah
kepala
sekolah,
wakil
sekretaris dan bendahara sekolah. Dengan adanya
struktur organisasi tersebut implementasi kebijakan
perluasan
akses
pendidikan
diharapkan
dapat
membantu mencapai target yang diinginkan dalam
memperbaiki mutu pendidikan.
Struktur
birokrasi memiliki dua karakteristik
utama yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran
dasar atau Standart Operating Procedures (SOP) dan
fragmentasi
(Edwards
III
dalam
Winarno,2012).
Implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan
melalui dukungan dana BOS dan DAK di Kabupaten
Sumba Timur memiliki prosedur-prosedur kerja ukuran
dasar (SOP) dimana SOP yang dimaksudkan adalah
petunjuk teknis (juknis). Sehingga dalam pelaksanaan
implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di
86
Kabupaten Sumba
Timur, SOP tidak menghalangi
implementasi. Fragmentasi tidak terjadi dalam struktur
birokrasi dikarenakan pelaksanaan kebijakan sesuai
dengan petunjuk teknis yang sudah ada.
4.3. Hasil Implementasi Kebijakan Perluasan
Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba
Timur
Perluasan akses pendidikan merupakan pilar
kebijakan yang diarahkan untuk memperluas daya
tampung
satuan
pendidikan,
dengan
tujuan
agar
semua masyarakat mempunyai kesempatan yang sama
dalam mendapatkan layanan pendidikan. Dengan akses
pendidikan
yang
semakin
masyarakat bahkan
mudah
dijangkau
masyarakat didaerah
oleh
terpencil
sekalipun akan membantu IPM dan APK suatu daerah
semakin meningkat sebagai indikator dalam mengukur
keberhasilan pembangunan suatu daerah.
Suksesnya
suatu
pembangunan
sangat
tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat yang
merupakan
salah
satu
pilar
terpenting
dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah
satu indikator utama yang dipakai untuk mengukur
keberhasilan adalah Indeks Pembangunan Manusia.
Berdasarkan data dari RKPD Kabupaten Sumba Timur
tahun 2013 besaran angka
IPM kabupaten Sumba
Timur pada tahun 2009 sebesar 61,841. Pada tahun
87
2010 angka IPM meningkat sebesar 61,80 dan terus
meningkat lagi tahun 2011 menjadi 62,50. Berdasarkan
criteria
IPM
:
<
50
=
low
level,
50-80
=
moderate/middle,>80 = high level, dengan demikian
angka IPM Kabupaten Sumba Timur termasuk dalam
level
sedang/moderate.
IPM
tersebut
terus
menunjukkan peningkatan meskipun masih berada di
level
sedang
dan
perlahan-lahan
akan
menjawab
sasaran target pemerintah Kabupaten Sumba Timur
dimana ingin meningkatkan IPM dari 0,6184 pada
tahun
2010
menjadi
0,6400
pada
tahun
2015.
Sehingga dengan demikian masih diperlukan sedikit
tidaknya target 0,015 untuk dapat mencapai sasaran
IPM yang diharapkan.
Dalam implementasi kebijakan perluasan akses
pendidikan tidak ditemui bahwa ada satuan-satuan
sekolah yang gagal. Melihat usaha yang dilakukan
dibandingkan dengan keadaan sebelum program dana
BOS dan DAK berlangsung boleh dikatakan setiap
sekolah berhasil dalam penerapan kebijakan melalui
BOS dan DAK. Seperti pada pembahasan sebelumnya
bahwa banyak sekolah yang pada
mulanya tidak
memiliki gedung sekolah yang baik sekarang sudah
bisa memiliki gedung sekolah yang layak. Saat ini akses
sekolah menengah atas dan kejuruan juga sudah
tersebar
disetiap
kecamatan.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kecamatan-kecamatan
88
dan sekolah-sekolah yang mengalami kegagalan dalam
mengimplementasikan
kebijakan
perluasan
akses
pendidikan di Kabupaten Sumba Timur.
Agar sasaran kebijakan implementasi kebijakan
perluasan akses pendidikan dapat tercapai dengan
target
yang
diinginkan
pertama-tama
yang
harus
diperhatikan adalah visi dan misi Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur. Visi
Dinas
Pendidikan
“Terwujudnya
Pemuda
layanan
dan
Olahraga
pendidikan,
adalah
pemuda
dan
olahraga yang bermutu dan berdaya saing untuk
membentuk insan yang cerdas, sehat, kreatif, mandiri
dan demokratis”. Sedangkan misi Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
adalah
“meningkatkan
ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan,
meningkatkan
kualitas/mutu
layanan
pendidikan,
meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan
pendidikan,
meningkatkan
kepastian/keterjaminan
memperoleh layanan pendidikan”. Tujuan dari tiap misi
yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga
Kabupaten Sumba Timur adalah sebagai
berikut:
1. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan
anak usia dini non formal dan informal yang
bermutu dan berkesetaraan.
89
2. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan
dasar dan menengah yang bermutu, relevan dan
berdaya saing.
3. Tersedianya
tenaga
kependidikan
pendidik
yang
dan
tenaga
berkualifikasi
dan
berkompetensi.
4. Terjaminnya
kepastian
memperoleh
layanan
pendidikan yang bermutu dan berkesetaraan.
5. Tersedianya kurikulum yang berkearifan lokal.
Berlandaskan
visi,
misi,
dan
tujuan
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba
Timur maka sasaran kebijakan implementasi kebijakan
perluasan akses
Timur
adalah
pendidikan di Kabupaten Sumba
meningkatkan
prosentase
tingkat
pendidikan dengan indikator.
Kinerja pendidikan dapat dilihat dari beberapa
indikator utama yaitu melalui Angka Partisipasi Kasar
(APK) dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang
Sekolah Menengah Pertama, rasio siswa per gedung
dan rasio siswa per guru. Gambaran mengenai tingkat
partisipasi pendidikan dari jenjang Sekolah Dasar (SD)
dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari tahun
2010-2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
90
Tabel 4.2
Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang
Pendidikan SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur
Tahun 2010-2013
No.
Jenjang
Jenjang
Penduduk
Pendidikan
Angka Partisipasi Kasar %
2010-
2011-
2012-
2011
2012
2013
1
7-12 tahun
SD
105,27
104,75
112,09
2
13-15 tahun
SMP
74,62
80,72
86,36
Sumber: Dinas PPO Kabupaten Sumba Timur, 2013
Table
4.2
diatas
menunjukkan
APK
untuk
jenjang SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur cenderung
mengalami
peningkatan.
Pendidikan
Pemuda
Menurut
dan
Olahraga
data
pada
Dinas
jenjang
pendidikan SD, SMP dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan secara signifikan dimana pada
tahun 2012-2013 untuk SD yaitu 112,09, SMP menjadi
86,36. Namun angka partisipasi ini belum cukup tinggi
untuk mencapai APK 100 persen sebagai target APK
yang diinginkan Pemerintah. APK SD yang mencapai
angka 112,09 persen secara signifikan lebih besar
dibandingkan sasaran APK yang ditentukan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga yaitu 100 persen.
Hal itu menunjukkan bahwa masih banyak siswa
berusia dibawah 7 tahun dan diatas 12 tahun yang
masih
bersekolah
dijenjang
SD.
pemerintah Kabupaten Sumba
91
Oleh
Timur
karena
itu
menargetkan
sasaran yang harus dicapai untuk Angka Partisipasi
Kasar SD menjadi 100% ditahun 2015.
Sedangkan
pada jenjang pendidikan SMP untuk mencapai target
penuntasan wajib belajar masih diperlukan kenaikan
Angka Partisipasi Kasar SMP sebesar 13.64 persen
untuk
mencapai sasaran
Angka
Partisipasi Kasar
menjadi 100% pada tahun 2015. Dapat disimpulkan
bahwa masih banyak anak usia sekolah 13-15 tahun
yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan
SMP. Adanya anak yang putus sekolah juga membuat
Angka Partisipasi Kasar daerah belum mencapai target
Angka Partisipasi Kasar yang ditentukan.
Rasio
siswa
terhadap
guru
untuk
tingkat
pendidikan Sekolah Dasar tahun 2011 adalah 14
persen yang berarti satu orang guru mengasuh 14-15
siswa,
rasio
tersebut
cukup
ideal
akan
tetapi
penyebaran guru yang tidak merata antar satuan
pendidikan
terutama
permasalahan
di
tersendiri
pedesaan
dikarenakan
menjadi
demografi
Kabupaten Sumba Timur. Rasio siswa terhadap guru
pada jenjang pendidikan SMP adalah 14 persen atau
satu orang guru mengasuh 15-16 siswa. Rasio siswa
per gedung dan rasio siswa per guru dapat dilihat pada
table berikut ini:
92
Table 4.3
Rasio Siswa Per Gedung dan Rasio Siswa Per Guru
Di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2011
Prasarana
Pendidikan
Jumlah
Satuan
Pendidikan
(S)
Jumlah
Siswa
(M)
Jumlah
Guru
(G)
Rasio
Siswa/Guru
(M/G)
Rasio
Siswa/Sekolah
(M/S)
SD/MI
236
40.033
2.902
14,00
169,63
SMP
59
13.046
910
14,00
221,12
Sumber : Indikator Kesra Tahun 2011 dan Sumba Timur
Dalam Angka 2012
Dari
tabel
tersebut
diatas
maka
dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya rasio siswa/sekolah
SD dari 169,63 pada tahun 2011 menjadi 156 pada
tahun 2015. Oleh karena itu dibutuhkan pengurangan
sedikitnya 13.63 untuk mencapai sasaran indikator
yang diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba
Timur.
Sedangkan untuk SMP rasio siswa/sekolah
pada tahun 2010 adalah 119.15, tahun 2011 adalah
221.21 menjadi
290 pada
tahun
2015. Adanya
perubahan yang signifikan dari tahun 2010 ke tahun
2011 dan membutuhkan jumlah 68.79 untuk mencapai
sasaran indikator Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba
Timur. Rasio siswa/guru untuk tingkat SD pada tahun
2011 adalah 14.00 ditargetkan pada
93
tahun 2015
mengalami peningkatan menjadi 32. SMP pada tahun
2011 adalah 14.00 mnjadi 32 pada tahun 2015.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga
tahun
2011
Kabupaten
Sumba
Timur
memiliki sarana pendidikan mulai dari PAUD sebanyak
78 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.340
orang dan diasuh oleh tenaga pendidik sebanyak 156
guru. TK/RA sebanyak 38 prasarana dengan jumlah
siswa sebanyak 2.329 siswa yang di asuh tenaga guru
sebanyak 235 orang. Hal tersebut menjawab kebijakan
strategis
yang disusun dalam rangka
memperluas
pemerataan dan akses pendidikan bagi anak usia 0-6
tahun
untuk
memiliki
kesempatan
tumbuh
dan
berkembang dan memiliki kesiapan dalam mengikuti
pendidikan di SD/MI (RENSTRA Depdiknas 20052009).
Untuk SD/MI/PLB jumlah satuan pendidikan
236 buah dengan jumlah siswa sebanyak 40.033 siswa
diasuh
oleh
tenaga
guru
2.902
guru,
SLTP/MTs
sebanyak 59 satuan pendidikan dengan jumlah siswa
sebanyak 13.046 orang yang diasuh oleh tenaga guru
sebanyak 18 buah dengan jumlah siswa sebanyak
9.908 orang yang diasuh oleh tenaga guru sebanyak
608 guru.
Keberhasilan akses pendidikan juga dapat dilihat
dari Angka Melek Huruf dan Buta Huruf yang dapat
dilihat dari angka persentase penduduk 10 tahun
94
keatas
yang
memiliki
menulis. Indikator
kepandaian
membaca
dan
ini merupakan gambaran yang
sangat mendasar dari tingkat pendidikan penduduk,
karena
apabila
presentase
penduduk
yang
dapat
membaca dan menulis semakin besar menunjukkan
bahwa
semakin
memahami
banyaknya
dan
penduduk yang dapat
melaksanakan
kebijakan
pembangunan.
Tabel 4.4
Persentase Penduduk yang Berumur 10 Tahun keatas
Menurut Jenis Kelamin dan Kepandaian
Membaca dan Menulis
Kepandaian
Membaca dan
Menulis
Tahun 2009
tahun 2010
tahun 2011
LK
Pr
LK
Pr
LK
Pr
Dapat Membaca
dan Menulis
84,66
90,65
89,49
83,37
87,68
85,54
Buta Huruf
15,34
9,35
10,51
16,63
12,31
14,56
Sumba Timur
100
100
100
100
100
100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006-2011
Melalui sasaran kebijakan yang direncanakan
pemerintah, terlihat adanya peningkatan-peningkatan
yang signifikan dari tahun ke tahun seperti terlihat
pada tabel-tabel diatas.
Dengan
demikian
sasaran
kebijakan
yang
direncanakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
diharapkan pada tahun 2015, akses pendidikan di
Kabupaten Sumba Timur dapat dicapai dengan baik
dan
bisa
dijangkau
oleh
95
semua
masyarakat.
Diharapkan akses pendidikan mengubah kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik, siap terjun dalam dunia
kehidupan yang sebenarnya. Terstrukturnya sasaran
kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah
terus
berusaha
memperbaiki
perluasan
akses
pendidikan.
Adanya
program
dana
BOS
dan
DAK
juga
dirasakan oleh pemerintah Kabupaten Sumba Timur
membawa perubahan yang baik bagi akses pendidikan.
Sekalipun terkadang Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
diperoleh tidak sesuai dengan belanja masing-masing
daerah (hasil wawancara dengan kepala sub bagian
program dan evaluasi). Melalui program dana BOS
biaya pendidikan bagi siswa-siswi dibebaskan. Hal
tersebut sesuai dengan kebijakan yang tercantum
dalam
RENSTRA
menghapus
Depdiknas
hambatan
biaya
2005-2009
yaitu
(cost barries ) melalui
pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) bagi
semua siswa pada jenjang Dikdas baik pada sekolah
umum
maupun
madrasah
yang
dimiliki
oleh
pemerintah atau masyarakat, yang besarnya di hitung
berdasarkan
per
siswa
dikalikan
dengan
jumlah
seluruh siswa pada jenjang tersebut. Dan terutama
bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin.
Beberapa kebijakan strategis yang disusun dalam
rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan
dalam RENSTRA Depdiknas sudah memperlihatkan
96
hasil yang baik bagi perluasan akses pendidikan,
membentuk bagi daerah terpencil yang berpenduduk
jarang dan terpencar, memperluas akses bagi anak usia
sekolah 7-15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
yang belum mendapat layanan pendidikan dijalur non
formal
maupun
pendidikan
terpadu,
akses
bagi
pendudukbuta aksara usia 15 tahun keatas dilakukan
melalui program paket A, B, dan C yang dilakukan atas
kerjasama
Namun
masyarakat